Anda di halaman 1dari 30

Nanin Koeswidi Astuti, S.H., M.H., M.

M
FAKULTAS HUKUM UKI 2018
▪ Bahwa istilah merupakan satu atau beberapa kata yang digunakan untuk

mengungkapkan sebuah konsep.

▪ Karena istilah ini dalam konteks istilah hukum, maka konsep yang diungkapkan

tersebut merupakan sebuah konsep tentang hukum.

▪ Pengertian istilah hukum adalah satu atau beberapa kata yang dipergunakan untuk

mengungkapkan sebuah konsep hukum.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 2


▪ Bahasa dan hukum merupakan satu kesatuan. Bahasa hukum harus memenuhi

syarat-syarat serta kaidah-kaidah bahasa karena bahasa hukum mempunyai

karakteristik tersendiri yang menyebabkan sulitnya masyarakat untuk

memahaminya.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 3


▪ Bahasa dan istilah hukum Indonesia di dalam surat perjanjian yang diamati masih
menunjukkan kesalahan yang klise, seperti ketidaktepatan dalam penggunaan
istilah hukum, ejaan, tanda baca, dan kalimat.
▪ Istilah hukum yang muncul saat ini, ternyata tidak hanya istilah hukum dari bahasa
Belanda, beberapa dari bahasa lain baik dari negara-negara Eropa Kontinental,
Anglo Saxon, bahkan perkembangan terbaru banyak muncul peristilahan dari
bahasa Arab yang lebih banyak dipraktikkan dalam Hukum Lembaga Keuangan.
▪ Istilah hukum sendiri sebenarnya berasal dari Bahasa Arab “hukm”, yang
kemudian telah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi hukum.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 4


▪ Dalam civil law system fictie hukum (setiap orang dianggap tahu undang-
undang), lex specialis derogat legi generali (mendahulukan hukum khusus dari
pada hukum umum), resjudicata pro veritate habetur (putusan hakim selalu
dianggap benar) dsb.
▪ Peristilahan tersebut jika ditinjau makna dan penggunaannya sering kali
kurang tepat, sukar diterapkan, dan menjadi tidak logis serta cenderung
hiperbola. Penggunaan yang tidak tepat misalnya penyamaan antara MoU
dengan perjanjian, sementara istilah yang sukar penerapannya misalnya
adagium lex specialis derogat legi generali.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 5


▪ Bahasa hukum Indonesia masih mencari gayanya sendiri. Istilah-istilahnya
masih belum tetap dan sebagian besar masih merupakan terjemahan dari
istilah hukum Belanda.
▪ Dengan demikian istilah atau kalimat Indonesia itu masih mencerminkan
pengertian hukum Belanda dan alam pikiran hukum Belanda.
▪ Bahasa hukum ini berbeda dengan bahasa sehari-hari atau bahasa
kesusasteraan.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 6


▪ Karakteristik bahasa hukum Indonesia selain terletak pada komposisi dan gaya

bahasa khusus dengan kandungan arti yang khusus, juga terletak pada istilah
yang digunakan.

▪ Hal ini disebabkan karena perumusan, penyusunan, penjabaran ketentuan-

ketentuan hukum, selalu berorientasi demi kepentingan hukum itu sendiri,


sehingga perlu menggunakan kata, istilah atau ungkapan-ungkapan yang jelas,
teliti, pasti, seragam, dan bersistem.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 7


▪ Ada beberapa faktor yang perlu dicermati sebelum suatu istilah hukum akan

dilahirkan:

1) Pembentuk hukum harus menyimak filosofi di balik suatu konsep hukum.

2) Pembentuk hukum juga harus menyimak kesesuaian istilah itu dengan


kelaziman yang sudah diterima lama dalam doktrin hukum.

3) Pembentuk hukum perlu mempertimbangkan faktor efisiensi berbahasa


sebagaimana diajarkan dalam teknik perundang-undangan.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 8


▪ Penggunaan peristilahan hukum terutama yang berasal dari istilah asing

▪ sering kali tidak tepat maknanya, dan membawa dampak saat istilah itu digunakan dalam praktik
hukum di masyarakat.
▪ Istilah hukum ditinjau dengan dua pisau analisis yaitu teori kebenaran dan teori keadilan.
Contohnya adalah Memorandum of Understanding (MoU), teori fiksi hukum, dan adagium hukum.
▪ Memorandum of Understanding is to serve as the basis of future formal contract. Sedangkan
understanding diartikan an implied agreement resulting from the express term of another agreement,
whether written or oral.
▪ Dapat diartikan MoU adalah dasar penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada
hasil permufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun lisan.
▪ Secara gramatikal MoU biasa diartikan sebagai nota kesepahaman.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 9


▪ MoU adalah dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak
sebelum perjanjian dibuat.
▪ Isi dari MoU harus dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga ia mempunyai
kekuatan mengikat
▪ Unsurnya MoU:
1) sebagai pembuka suatu kesepakatan atau perjanjian pendahuluan,
2) dibuat oleh para pihak yang merupakan subjek hukum,
3) wilayah keberlakuannya bisa meliputi regional, nasional, maupun internasional,
4) substansinya adalah kerjasama berbagai aspek dan kelima jangka waktunya
tertentu.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 10


▪ Dalam berbagai peraturan perundang-undangan tidak ditemukan ketentuan yang
khusus mengatur tentang MoU, namun substansi MoU sebagai perjanjian
pendahuluan, maka dikaitkan dengan ketentuan perikatan pada umumnya dalam
Buku III KUH Perdata.

▪ Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian ada unsur kesepakatan,
sesuai makna MoU.

▪ Selain itu dalam Pasal 1338 KUH Perdata yaitu bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 11


▪ Para ahli pun belum memiliki jawaban yang pasti tentang kekuatan mengikat MoU.

Sebahagian menganggap kesepakatan adalah substansi MoU, maka dikatakan


memiliki kekuatan mengikat untuk dilaksanakan layaknya sebuah perjanjian pada
umumnya (bukti awal telah terjadi atau tercapai saling pengertian mengenai
masalah-masalah pokok).

▪ Pendapat sebaliknya, tetapi bila salah satu pihak tidak memenuhi isi memorandum,

pihak lain tidak mempersoalkan hal tersebut karena tidak mempunyai akibat
hukum.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 12


▪ MoU berasal dari tradisi Anglo Saxon yang isinya merupakan janji untuk
mengadakan perjanjian.
▪ Penggunaannya dalam praktik hukum di masyarakat seringkali tidak tepat, paling
tidak penggunaannya oleh masyarakat pada umumnya. Masyarakat umumnya
masih menyamakan MoU dengan perjanjian.
▪ Tetapi dalam praktik, isi materi muatan MoU seringkali secara substansial sudah
merupakan perjanjian, tetapi menggunakan istilah MoU.
▪ Hal ini berpotensi menimbulkan dampak yuridis yang berkepanjangan, sehingga
akan menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 13


▪ Fiksi berasal dari Bahasa latin fictio

▪ Menurut kamus bahasa Indonesia adalah cerita rekaan, hasil khayalan pengarang.

▪ Istilah fictie atau fiksi adalah menerima sesuatu yang tidak benar sebagai sesuatu
hal yang benar atau menerima apa yang sebenarnya tidak ada, sebagai ada atau
yang sebenarnya ada sebagai tidak ada.
▪ Hukum diartikan sebagai peraturan resmi yang menjadi pengatur dan dikuatkan
oleh pemerintah, undang-undang, peraturan, patokan (kaidah ketentuan);
mengenai peristiwa alam yang tertentu; keputusan yang dijatuhkan hakim kepada
terdakwa.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 14


▪ Fiksi perundang- undangan, bukan fiksi sebenarnya, melainkan dirumuskan

belaka sebagai fiksi.

▪ Fiksi dipahami dari sudut hasrat pembentuk undang-undang untuk memperoleh

perumusan yang singkat, yaitu sebagai alat penolong untuk menghemat jumlah
peraturan dan pengertian.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 15


▪ Fiksi hukum yang dikenal adalah “setiap orang dianggap tahu akan undang-undang”.

▪ Hal ini didasarkan pada alasan, bahwa manusia mempunyai kepentingan sejak lahir sampai mati. Setiap kepentingan
manusia tersebut selalu diancam oleh bahaya di sekelilingnya. Oleh karena itu manusia memerlukan perlindungan
kepentingan, yang dipenuhi oleh berbagai kaidah sosial yang salah satunya adalah kaidah hukum.

▪ Karena kaidah hukum melindungi kepentingan manusia, maka harus dipatuhi manusia lainnya. Sehingga timbul
kesadaran untuk mematuhi peraturan hukum, supaya kepentingannya sendiri terlindungi.

▪ Dengan demikian ketidaktahuan akan undang-undang tidak merupakan alasan pemaaf atau “ignorantia legis excusat
neminem”.

▪ Ditinjau dari teori keadilan penggunaan fiksi hukum berpeluang menimbulkan ketidakadilan, karena orang yang
benar-benar tidak mengetahui peraturannya dikenai hukuman yang sama dengan orang yang tahu.

▪ Jika ditinjau dari aspek kepastian hukum fiksi hukum ini justru diperlukan sehingga tidak ada peluang seseorang
berkelit dari jerat hukum.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 16


▪ lex specialis derogat legi generali = Peraturan yang bersifat umum
dikesampingkan oleh peraturan yang bersifat khusus dengan syarat peraturan
dimaksud berada dalam hierarki yang sejajar.
▪ Contoh: pertentangan antara undang-undang yang tidak dapat diselesaikan hanya
dengan mengembalikan kepada asas hukum lex speciali derogat legi
generali yakni antara Undang-Undang Pokok Agraria dengan Undang-Undang
Penanaman Modal.
▪ UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), dalam salah satu
pasalnya terdapat pertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-
Pokok Agraria (UUPA) yaitu pasal yang mengatur tentang pemberian hak atas
tanah dengan jangka waktu yang lebih lama (dalam UUPM) dibandingkan dengan
jangka waktu yang diatur oleh UUPA.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 17


▪ Dalam UUPA, konsepsi awalnya adalah UU Payung (umbrella act) atau UU pokok. UU ini juga
bersifat sektoral, dimana terdapat dua sektor yang saling bertentangan, yakni sektor pertanahan
(Badan Pertanahan Nasional) dan sektor Investasi (Badan Koordinasi Penanaman Modal).
▪ Pengaturan masing-masing UU juga tidak membuka kemungkinan untuk merujuk pada suatu
aturan yang lebih khusus.
▪ Sehingga pasal yang saling bertentangan tersebut menjadi tidak dapat berlaku (invalid).

▪ Peristilahan hukum berupa asas hukum lex specialis derogat legi generali tidak implementatif
ketika diberlakukan.
▪ Dibuatnya UUPM tersebut untuk alasan praktis dapat dibenarkan, yaitu untuk menciptakan iklim
investasi yang kondusif sehingga arus investasi akan masuk yang pada akhirnya ditujukan
untukkepentingan pembangunan.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 18


▪ Ditinjau dari teori keadilan berpotensi menimbulkan kondisi tidak adil, karena

kebijakan yang tadinya ditujukan untuk kepentingan rakyat dalam realitas praktis
justru hanya menguntungkan investor. Hanya investor dengan capital kuatlah yang
akan melakukan eksploitasi terhadap kekayaan bangsa ini.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 19


▪ Di dalam berkomunikasi lisan atau bertutur kata pun masyarakat Indonesia
adakalanya memakai idiom untuk memperhalus maksud.
▪ Selain itu, adakalanya orang memakai idiom agar tidak menyinggung perasaan
orang lain.
Contoh:
▪ Seseorang tidak akan menggunakan kata sangat kecewa, tetapi akan
menggunakan idiom gigit jari.
Misalnya:
Pak Budi gigit jari karena wanita yang diharapkan menjadi pendamping hidupnya
memilih lelaki lain. Padahal Sri berutang budi kepada Pak Budi, orang yang telah
memberinya pekerjaan.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 20


▪ Menurut Saussure idiom adalah ungkapan baku yang tidak dapat diubah oleh adat
bahasa dan menimbulkan makna khas.
▪ Menurut Makkai idiom adalah bentuk yang (1) mengandung lebih dari satu bentuk
bebas minimum, (2) mempunyai makna harfiah, dan (3) juga mempunyai makna
yang berbeda yang hanya dapat diberikan untuk bentuk itu secara keseluruhan.
▪ Menurut Nunberg tidak semua idiom memiliki makna harfiah, misalnya come true
(kebenaran datang) ‘menjadi kenyataan’, second thought ( pikiran kedua)
‘mempertimbangkan kembali’, dan at sixs and sevens (pada enam dan tujuh)
‘bingung’.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 21


▪ Menurut Moeliono bahwa bentukan bahasa yang kaidahnya tidak dapat
dirumuskan secara umum dapat dimasukkan ke dalam idiom.
▪ Contoh: bentukan tertulang dan terbuku.

▪ Bentukan tertulang memperoleh tafsiran ‘sampai ke tulang’, dan

▪ Bentukan terbuku memperoleh tafsiran ‘sampai ke buku’.

▪ Akan tetapi, bentuk yang berprefiks ter- dengan makna ‘sampai ke’ itu hanya
terbatas pada dua buah kata itu.
▪ Oleh karena itu, pembentukan morfologis atau paradigmatik dengan makna
seperti itu tidak dapat digeneralisasi karena selain kedua bentukan itu, tidak
dijumpai lagi bentukan lain yang serupa dan yang bermakna ‘sampai ke’.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 22


▪ Berdasarkan unsur pembentuknya, idiom nominal dapat dibagi menjadi dua, yaitu
(1) gabungan nomina + nomina dan (2) gabungan nomina + adjektiva.
▪ Unsur Nomina + Nomina, dapat dibagi menjadi tiga:
1) konstruksi gabungan nomina + nomina yang unsur keduanya mengkhususkan
makna unsur pertama,
2) konstruksi gabungan nomina + nomina yang menggeneralisasi, yaitu kedua
komponen atau unsur yang bergabung mempunyai makna yang mirip atau
berkerabat sehingga arti kata ksuhus kedua unsur itu hilang dan digantikan oleh
arti umum dan makna kedua unsur dalam konstruksi itu saling melengkapi, dan
3) konstruksi gabungan nomina + nomina yang unsur nominanya menempatkan
makna unsur kedua

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 23


▪ Konstruksi yang pertama, yaitu gabungan nomina + nomina yang unsur keduanya

mengkhususkan makna unsur pertama dapat dilihat pada contoh berikut.


Konstruksi gabungan yang seperti itu mengandung arti ‘memiliki sifat’, seperti
tampak pada data berikut.

▪ CONTOH:

buaya darat berarti ‘orang yang memiliki sifat yang kurang baik’

kuda beban berarti ‘orang yang memiliki sifat suka berusaha untuk orang lain’

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 24


▪ Konstruksi yang kedua, yaitu konstruksi gabungan nomina + nomina yang
menggenarilasisasi.
▪ Dalam konstruksi gabungan itu kedua komponen atau unsur yang bergabung
mempunyai makna yang mirip atau berkerabat sehingga arti khusus khusus kedua
unsur itu hilang dan digantikan oleh arti umum.
▪ Makna kedua unsur dalam konstruksi itu saling melengkapi, seperti tampak pada
contoh berikut:
1) darah daging berarti ‘anak kandung’
2) kaki tangan berarti ‘orang yang diperalat orang lain untuk membantu’

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 25


▪ Konstruksi yang ketiga, yaitu konstruksi gabungan nomina + nomina yang unsur pertamanya
menempatkan makna unsur kedua.
▪ Menurut Moussay komponen atau unsur pertama dari konstruksi itu harus dianggap sebagai sebuah
logoid.
▪ Alasannya, walaupun dari sudut pandang diakronis komponen itu memiliki kekerabatan tertentu
dengan suatu kata dasar sederhana, pada konstruksi ini komponen itu kehilangan sebagian dari arti
asalnya.Yang masih tertinggal hanyalah kualitas kata dasarnya.
▪ Hal itu dapat dilihat dari perbedaan arti kata dasar sederhana dan arti logoid yang menjadi bagian
komposisi, seperti terlihat dilihat pada contoh berikut:
1) Anak = keturunan atau yang kecil
2) Buah= hasil atau akibat
3) Induk = yang terpenting; yang pokok

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 26


▪ Idiom nominal dengan konstruksi gabungan nomina + adjektiva itu unsur
keduanya mengkhususkan makna unsur pertama.
▪ Konstruksi gabungan seperti itu mengandung makna ‘sesuatu (orang atau benda)
yang bersifat tidak positif’, seperti tampak pada contoh :
a. kuda hitam berarti ‘lawan yang tidak diperhitungkan yang akhirnya menjadi
pemenang’
b. air besar berarti ‘air yang banyak dan deras yang seringkali meluap dan
menimbulkan bencana’

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 27


▪ Setelah kematian ayahnya, Albertus praktis menjadi tulang punggung keluarganya.
Idiom tulang punggung ditujukan kepada orang yang bertanggung jawab. Artinya, kata
tanggung jawab di sini lebih ditujukan kepada hal yang bersifat materi. Orang yang
dikatakan sebagai tulang punggung adalah orang yang bertanggung jawab secara
materi kepada keluarganya.
▪ Pengunduran diri Aliyah, penggebuk grup band Dewi Fortuna, menjadi buah bibir
khalayak pada pertengahan bulan Desember silam. Idiom buah bibir ditujukan kepada
orang atau seseorang yang menjadi bahan pembicaraan khalayak ramai. Dapat saja
yang dibicarakan itu sesuatu yang baik (positif), tetapi dapat yang dibicarakan itu
sesuatu yang buruk (negatif).
▪ Ketiga orang terpidana mati itu dianggap sebagai biang keladi kerusuhan di Poso.
Idiom biang keladi digunakan untuk menjelaskan penyebab atau asal mula (muasal)
suatu peristiwa yang selalu dianggap bersifat negatif. Dapat saja yang menjadi
penyebab peristiwa itu terlibat langsung, tetapi dapat juga tidak terlibat langsung
dalam peristiwa itu.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 28


▪ Jenis idiom yang disebut ungkapan idiomatik ini dapat disejajarkan dengan apa yang oleh
Makkai dinamakan idiom sememik.
▪ Contoh: “Bagi kami biarlah mengeluarkan uang lebih banyak karena kami berprinsip kalah
membeli menang memakai.”
Secara harfiah, ungkapan kalah membeli menang memakai dapat digambarkan sebagai berikut.
Seseorang, misalnya Rina, membeli sesuatu (tas) dengan harga yang agak mahal, tetapi kualitas tas
itu bagus sehingga dapat digunakan oleh Rina dalam jangka waktu yang agak lama. Seorang yang
lain, misalnya Dini, juga membeli tas dengan harga yang lebih murah, tetapi kualitas tas itu kurang
bagus sehingga tidak dapat digunakan Dini dalam jangka waktu yang agak lama. Dalam hal
membeli, Rina kalah dari Dini karena membeli tas itu dengan harga mahal, sedangkan Dini
membeli tas itu dengan harga murah. Namun, dalam hal memakai, Rina menang dari Dini karena
Rina dapat menggunakan tas itu dalam jangka waktu yang agak lama, sedangkan Dini
menggunakan tas itu dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama (sebentar) karena tasnya cepat
rusak.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 29


▪ Alwi, Hasan. et al. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta:
Balai Pustaka.
▪ Badudu, J.S. 1980. Membina Bahasa Indonesia Baku. Seri 2. Bandung: Pustaka Prima.
▪ Harkristuti Harkrisnowo, Bahasa Indonesia Sebagai Sarana Pengembangan Hukum
Nasional. www.khn.go.id. Tanggal akses 23 Februari 2008.
▪ Hilman Hadikusuma. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni, 1992.
▪ Kusumadi Pudjosewojo. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Cetakan
kedelapan, Jakarta: Sinar Grafika, 1997.

BIH_Materi Uas_Nanin Koeswidi Astuti, SH, MH_FHUKI_2018 30

Anda mungkin juga menyukai