Anda di halaman 1dari 14

MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN BLUD

Setiap sesuatu yang baru selalu dibutuhkan waktu, tenaga, dan biaya untuk menjadikan
sesuatu yang baru itu berubah menjadi kebiasaan dan budaya. Tak terkecuali laporan
keuangan BLUD. RSUD BLUD meskipun memiliki fleksibilitas dalam hal-hal tertentu,
namun dibebani dengan kewajiban penyusunan laporan keuangan yang seabrek-abrek.

Dari jenis laporan keuangannya saja, ia harus membuat Neraca, Laporan Operasional,
Laporan Arus kas, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan Atas Laporan Keuangan.
Dari segi frekwensi, ada yang harus dibuat triwulanan (laporan operasional dan arus
kas) serta semesteran (semua laporan keuangan minus laporan realisasi anggaran)
dan tahunan (semua jenis laporan keuangan).

Itupun belum termasuk laporan pendapatan yang harus dikirimnya tiap bulan dan daftar
SPM pengesahan yang harus dibuatnya triwulanan. Banyaknya pelaporan keuangan
yang harus dibuat adalah konsekuensi wajar dari penerapan dua standar akuntansi
yang diterapkan oleh RSUD. Sebagai BLUD ia harus mengacu pada Standar Akuntansi
Keuangan sebagaimana amanat PP 23/2005, sedangkan sebagai satuan kerja pemda
ia harus mengacu pada standar akuntansi pemerintahan yang diadopsi oleh Pemda
setempat berdasarkan Permendagri 13/2006 dan perubahannya Permendagri 59/2007.

Meskipun telah terbit PP 71/2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang


berbasis akrual, namun masih muncul perdebatan dalam penerapannya, apalagi PP
71/2010 sendiri masih memberikan toleransi penggunaan basis kas SAP sampai
dengan tahun 2014. Lamanya rek..! Bagi seorang dengan latar belakang akuntansi,
sebenarnya cukup mudah dan cepat untuk bisa memahami dua model pelaporan BLUD
ini SAP dan SAK. Namun adalah fakta bahwa kebanyakan SDM rumah sakit berlatar
belakang kesehatan. Hanya sedikit RSUD yang memiliki SDM murni dari akuntansi.
Kalaupun mereka merekrut tenaga honorer untuk mengisi pos akuntansi ini,
kebanyakan mereka adalah fresh graduate yang masih perlu belajar banyak tentang
kedua standar akuntansi ini, terutama SAP mengingat porsi kurikulum pembelajaran
untuk mata kuliah SAP minim sekali dibanding dengan akuntansi komersial yang
berbasis SAK.

Sebagai solusi instan untuk bisa memahami bagaimana hubungan antara kedua
standar akuntansi ini dalam proses penyusunan laporan keuangan, berikut akan
disajikan contoh kasus penyusunan laporan keuangan RSUD. Kasus akan dibuat
sesederhana mungkin dengan tujuan lebih memudahkan pemahaman penyusunan
laporan keuangan BLUD RSUD. Dengan demikian diharapkan semua orang akan bisa
memahami dengan cepat akan substansi SAK dan SAP. Tidak terkecuali jajaran direksi
rumah sakit, yang kebanyakan dokter, apoteker dan sarjana kesehatan lainnya.

Berikut adalah data DPA RSUD ‘X” tahun 2012:

Anggaran Pendapatan BLUD RSUD


Anggaran Belanja BLUD RSUD
Belanja yang bersumber dari subsidi APBD adalah belanja tidak langsung, belanja
modal dan belanja makan dan minum harian pegawai. Sisanya merupakan belanja
yang didanai dari sumber pendapatan fungsional rumah sakit.

Laporan Realisasi Anggaran atas DPA ini cukup mudah, tinggal membandingkan antara
realisasi dengan anggarannya.
Dengan mengacu pada siklus penyusunan laporan keuangan pada proses
penyusunan RBA (http://ppkblud.com/2012/02/proses-penyusunan-rba-rencana-
bisnis-anggaran-blud-rumahsakit/) yang pernah kita bahas sebelumnya, maka
laporan keuangan yang pertama kali kita buat dengan menggunakan data DPA adalah
laporan operasional. Laporan ini sepenuhnya berbasis akrual dengan format mengacu
pada Permenkeu nomor 76/2008 tentang pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan
BLU. Kompunen utama laporan operasional adalah pendapatan dan belanja, yang
masing-masing dapat kami sajikan sebagai berikut:
A. Komponen pendapatan

Laporan Operasional Pendapatan

Jasa layanan sebesar Rp.1.385 merupakan pendapatan yang berasal dari


penyelenggaraan layanan kesehatan rumah sakit. Pendapatan APBD yang tercantum
dalam laporan operasional adalah bagian belanja dalam APBD yang bersumber dari
subsidi pemerintah daerah, terdiri dari pendapatan operasional APBD Rp.220 dan
belanja modal Rp.130. Pendapatan operasional APBD Rp.220 merupakan belanja tidak
langsung sebesar Rp.195 dan belanja makan dan minum pegawai Rp.25.

Untuk menyusun komponen belanja dalam laporan operasional, kita harus memilah
belanja dalam DPA menjadi jenis belanja dalam laporan operasional. Yang harus kita
lakukan adalah mengkonversi jenis belanja dalam Permendagri 13/2006 jo
Permendagri 59/2007 ke dalam jenis belanja menurut Permendagri 61/2007.
Penggunaan tabel konversi guna memudahkan pemilahan belanja DPA menjadi jenis
belanja dalam Laporan operasional sangat dianjurkan, sebagai berikut:

Tabel Konversi Belanja menjadi Biaya


Dengan berpatokan pada tabel, kertas kerja yang menggambarkan proses konversi
belanja di atas , tersaji sebagai berikut:
Kerta Kerja Konversi Belanja menjadi Biaya Anda akan melihat kolom paling kanan
terdapat kode B1, A3, A2, B2 dan sebagainya. Kode itu merupakan cara konversi
dengan menggunakan tabel konversi. A adalah Biaya Pelayanan, B merupakan biaya
umum dan administrasi. Kode angka merupakan urutan biaya dalam permendagri
61/2007. Sehingga kode A1 adalah Biaya pelayanan dengan nomor urut 1 yaitu biaya
pegawai. Kode B1 adalah Biaya Umum dan Administrasi dengan nomor urut 1 yaitu
biaya pegawai. Demikian seterusnya.
Sehingga Kode di atas dapat diartikan sebagai berikut:
Gaji pokok PNS/uang representasi dengan kode belanja 5.1.1.01.01 dikonversi menjadi
B1, maksudnya adalah menjadi biaya pegawai dalam kategori biaya umum dan
administrasi.
Sebenarnya pengkodean menjadi A1, B1 dst nya adalah alat untuk memudahkan
konversi. Anda bisa menggantinya dengan kode yang paling anda suka. Misal untuk
biaya pelayanan digambarkan dengan Apel dan Biaya umum dan administrasi dengan
Durian. Bisa pula dengan istilah bos besar dan ketua besar yang lagi trend…
B. Komponen Biaya laporan Operasional
Hasil final konversi belanja DPA menjadi komponen biaya laporan operasional tersaji
sebagai berikut:

Hasil Akhir Laporan Operasional Komponen Biaya


Untuk mengetahui apakah hasil konversi kita telah benar atau masih ada belanja yang
terlewat, kita bisa melakukan cross check dengan cara mengurangkan total belanja
dalam DPA dengan belanja modalnya. Hasilnya harus sama dengan jumlah total biaya
operasional.
Dalam kasus di atas, total belanja Rp.1.279 dikurangi belanja modal Rp.130, sama
dengan Rp.1.149. Jumlah ini sama dengan jumlah biaya operasional di atas Rp.1.149.
Bila terdapat
selisih maka kemungkinannya adalah terdapat belanja DPA yang belum kita konversi
menjadi biaya, atau terdapat duplikasi konversi biaya.
Hasil akhir laporan operasional (bottom line) menghasilkan angka surplus (defisit)
sebesar Rp.586. Harap perhatikan angka ini, karena akan kita kaitkan kelak saat
penyusunan neraca.
Laporan keuangan berikutnya yang hendak kita susun adalah Laporan Arus Kas.
Laporan yang berbasis kas ini menggambarkan putaran kas yang kita terima dan kita
keluarkan selama satu periode akuntansi. Laporan arus kas ini menggunakan data dari
laporan operasional dan belanja modal dalam DPA. Selengkapnya sebagai berikut:
Laporan Arus Kas
Saldo awal kas adalah saldo kas pada awal tahun. Dalam kasus ini diasumsikan tidak
terdapat saldo kas awal tahun.
Saldo akhir kas merupakan saldo kas yang akan muncul dalam laporan neraca akhir
periode akuntansi.
Dengan menggunakan kombinasi laporan arus kas dan operasional, kita dapat
menyusun neraca BLUD RS yang terbagi dalam dua komponen utama yaitu aset
(aktiva) dan hutang dan ekuitas (pasiva). Pembagian dalam dua kategori neraca ini
sangat penting terkait dengan format laporan standar akuntansi yang digunakan. Dari
sisi aktiva tidak terdapat perbedaan format
antara SAK maupun SAP sebagai berikut:

Neraca sisi Aktiva berdasar SAK dan SAP


Namun dari sisi pasiva terdapat perbedaan format. Komponen pasiva neraca untuk
SAP sebagai berikut:
(http://ppkblud.com/wp-content/uploads/2012/02/lapkeu10.png)
Neraca Sisi Pasiva berdasarkan SAP
Sedang format komponen pasiva untuk SAK sebagai berikut:
Neraca Sisi Pasiva berdasarkan SAK
Mudah bukan?

27 Responses to MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN BLUD


swari says:
sista….ak msh bingung,,,,utk BLUD yang gaji pegawainya menggunakan dana APBD
apakah di laporan operasional juga dicantumkan belanja pegawai dari APBD itu?atau
hanya belanja pegawai yang menggunakan dana dari BLUD saja…please, pm ke
emailku…trims
team ppkblud says:
Mohon maaf sebelumnya, kami jelaskan melalui ruang publik agar pengunjung yang
lain dapat mendapatkan manfaaat dari forum ini, sekaligus sebagai upaya untuk
mendapatkan masukan dan korektif dari audience sehingga pengelolaan BLUD rumah
sakit ini dapat berkembang.
Mbak Swari dapat melihat kembali format laporan operasional terutama pada poin
biaya. Disana terdapat dua jenis kategori besar biaya yaitu biaya pelayanan (langsung)
dan biaya administrasi umum (tidak langsung).
Masing-masing biaya itu memiliki sub kategori biaya pegawai. Biaya pegawai langsung
merupakan biaya pegawai yang langsung berhubungan dengan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan rumah sakit. Biaya tidak langsung pegawai merupakan biaya
yang tidak langsung berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Misalnya gaji rutin
direktur, staf medis dan pegawai tata usaha merupakan biaya tidak langsung.
Sedangkan honor dokter atas jasa pelayanan merupakan biaya langsung pegawai.
Honor atas tenaga perawat juga merupakan biaya langsung pegawai.
Sumber dana atas biaya pegawai tersebut dapat bersumber dari dana APBD maupun
fungsional rumah sakit. Namun biaya pegawai tidak langsung berupa gaji rutin bulanan
untuk membayar selalu dibayarkan melalui sumber dana APBD sebagaimana SKPD
lainnya.
2. dian kurniasari says:
penyusunan laporan keuangan BLUD rumah sakit RSUD
Berdasarkan uraian Anda diatas, yaitu “Belanja yang bersumber dari subsidi APBD
adalah belanja tidak langsung, belanja modal, dan belanja makan dan minum harian
pegawai.
Sisanya, merupakan belanja yang didanai dari sumber pendapatan fungsional rumah
sakit”. Apakah harus begitu? Belanja modal apakah boleh didanai dari 2 sumber, yaitu
APBD dan rumah sakit? Landasan hukumnya darimana?
team ppkblud says:
Terima kasih mbak Dian atas atensi dan sharingnya.
Sebenarnya tata cara penyusunan laporan keuangan tidaklah sesederhana di atas.
Kami membuat contoh kasus dengan melibatkan sesedikit mungkin rekening belanja
dengan maksud agar mudah dipahami. Meskipun sedikit, namun kami tetap berusaha
agar rekening belanja tersebut dapat mewakili rekening belanja yang sesungguhnya.
Sehingga tidak tepat bila dikatakan bahwa : Belanja yang bersumber dari subsidi APBD
hanya terdiri dari belanja tidak langsung, belanja modal dan belanja makan minum
pegawai.
Yang benar adalah Belanja yang didanai APBD terdiri dari belanja tidak langsung dan
belanja langsung (berupa belanja pegawai, barang/jasa dan belanja modal).
Sedangkan Belanja yang dapat didanai oleh sumber fungsional rumah sakit juga tidak
berbeda dengan penggunaan dana APBD bisa untuk belanja pegawai, barang/jasa, dan
modal.
Namun karena biasanya jumlah dana Fungsional tidak cukup untuk membiayai semua
biaya operasional rumah sakit, maka manajemen rumah sakit terpaksa membuat skala
prioritas penggunaan dana fungsional. Dari tinjauan manajemen akan lebih baik dana
fungsional yang terbatas itu digunakan untuk mengcover biaya operasional layanan
rumah sakit. Tergantung kondisi yang dihadapi saat itu. Bisa berupa belanja modal
(untuk mengganti peralatan medis yang secara darurat harus diganti) ataupun belanja
pegawai/barang/jasa.
Dengan demikian belanja modal dapat dibiayai dari sumber dana APBD maupun
fungsional. Dasar berpikirnya adalah Permendagri 61/2007 dan Permendagri 59/2006.
team ppkblud says:
Terima kasih atas motivasinya Mas Wiryo, doakan kami untuk tidak setengah-setengah
dalam beramal. Yang hendak kita kembangkan adalah timbulnya kemandirian rumah
sakit dalam pengelolaan keuangannya. Tak ada istilah bagi kami untuk mengicrit-icrit
amal.
Penyusunan laporan keuangan merupakan hal yang mudah bagi akuntan atau orang
yang berkecimpung dalam dunia akuntansi. Namun kami mendapati , SDM rumah sakit
yang memahami akuntansi sangatlah sedikit. Kebanyakan tenaga akuntansi (sarjana)
yang bekerja di suatu pemerintahan daerah selalu ditarik untuk dipekerjakan di bagian
Keuangan Pemda. Jarang yang dihibahkan secara sukarela ke rumah sakit.
Membangun aplikasi laporan keuangan merupakan hal berikutnya yang hendak kami
kembangkan, tentu setelah pemahaman mengenai laporan keuangan BLUD ini bisa
diterima sebagai suatu yang logik, mudah dan menyenangkan.
Banyak aplikasi keuangan blud yang dibangun, namun mangkrak tidak digunakan
bukan karena tidak mampu mencetak laporan keuangan namun karena laporan
keuangan yang dihasilkannya tidak akurat. Neraca tidak seimbang. Atau laporan arus
kas negatif. Bukan semata-mata aplikasinya yang salah, namun lebih pada sisi kinerja
operatornya. Ingat data sampah, maka hasilnya juga sampah.
Untuk itu sedikit demi sedikit kami akan mengulas tentang bagaimana membangun
teknologi informasi untuk menata administrasi keuangan dan akuntansi BLUD.
yani says:
sharing yaa: utk laporan arus kas aktivitas operasi, penerimaan APBD yang
dimasukkan apa termasuk yg untuk belanja modal??…. apa tidak yg utk belanja modal
dimasukkan ke aktivitas pembiayaan ke arus masuk pembiayaan yg dari APBD??….
terima kasih
team ppkblud says:
Terima kasih atas sharingnya Mbak Yani..,
Terkait dengan penyusunan laporan arus kas, Belanja Modal yang berasal dari droping
APBD masuk dalam kategori aktivitas investasi, bukan pembiayaan dan juga bukan
aktivitas operasi.
sri susilawati lampung says:
buat mba krisnawati saya juga lagi nyusun skripsi mengenai laporan keuangan BLUD,
judul skripsinya mba krisnawati apa? boleh dong dibagi ilmunya.. thanks before..
qadhry says:
assalamualaikum mau t? jg, kebetulan sy di staff keuangan pada salah st RSUD yg
menjalankan BLUD dipapua, kemarin kami membuat lapkeu RS tapi masih mengacu
kepd SAP, yg saya mau t? mengenai pengakuan pendapatan,,di RS kami ada
penerimaan dana Jamkesmas yang kami akui pendapatan itu adalah hasil dari klaim
biaya keseluruhan pasien yang dirawat, contohx hasil klaim kami ajukan ke menkes 1 jt,
dan setelah diverifikasi di sana disetujuilah 1 jt itu, hem jadi kami akui sebagai
pendapatan ad sbsr 1 jt itu,,tanpa memandang di dlm 1 jt itu ada bagian jasmed dokter
atau by obat2an, apakah pengakuan pendapatan kami ini sudah betul menurut
peraturan BLUD or bagaimana?, (krn tim BPK berpendapat bahwa yg diakui sbgai
pendptn itu adalah dana yang memang merupakan bagian u RS yg didlmx sdh
dikurangi jasa medis dan biaya obat2an.jd menurutx bkn 1 jt yg diakui tp sdh dikurangi
dgn biaya2lainx),,atas bantuanx kami ucpkn terimakasih,,,,
Julianto Supangat says:
Sebelumnya terima kasih atas sharingnya. Meskipun sebenarnya ibu langsung bisa
mengkronfontir dengan auditor yang bersangkutan. Dasar pemikiran apa yang
digunakan oleh beliau sehingga berani menyatakan bahwa atas pendapatan
jamkesmas 1 juta hanya dicatat sebesar penerimaan yang sebenar-benarnya diterima
rumah sakit setelah dikurangi jasa medis dan obat.
Saya rasa pendapat ibu yang menyatakan bahwa atas klaim jamkesmas sebesar Rp. 1
juta dicatat seluruhnya sebagai pendapatan tanpa harus dikurangi terlebih dulu dengan
biaya jasa medis dan obat-obatan adalah BENAR. Dasarnya adalah beberapa regulasi
sebagai berikut:
1. Pasal 14 ayat 2 PP 23 tahun 2005 ttg Pengelolaan Keuangan BLUD.
2. Pasal 16 ayat 2 dan 3 UU No 1 tahun 2004 ttg Perbendaharaan negara. Meskipun
pasal ini adalah untuk non BLUD, tapi substansinya adalah, jika pada saat belum
berstatus BLUD semua penerimaan harus disetorkan ke kas daerah secara bruto, tidak
boleh dikurangi dengan pengeluaran untuk memperoleh pendapatan tersebut, maka
substansi ini harus diteruskan saat telah berstatus BLUD, yaitu pendapatan harus
dicatat bruto! Tidak boleh dikurangi dengan biaya atas nama apapun yang dikeluarkan
dalam rangka memperoleh pendapatan tersebut.
3. Pasal 17 ayat 1 dan 3 PP 58 tahun 2005 ttg Pengelolaan Keuangan Daerah. RSUD
meskipun telah berstatus BLUD , pada hakikatnya dia tetaplah SKPD sebagaimana
Dinas lainnya. DPA yang RSUD miliki tetap mengacu pada PP 58/2005 ini. Di sini jelas
dinyatakan bahwa untuk seluruh Pendapatan Daerah dianggarkan secara bruto. Oleh
karena itu sangat wajar bila pencatatan atas penerimaan pendapatan juga dilakukan
secara bruto.
4. Pasal 60, Pasal 61 ayat 1 dan Pasal 62 ayat 3 Permendagri 61 tahun 2007 ttg
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD. Pasal-pasal yang saya sebutkan
terakhir ini secara jelas telah menyebutkan bahwa atas pendapatan yang diperoleh dari
layanan kesehatan yang diselenggarakan RSUD seluruhnya harus dicatat sebagai
pendapatan.
Ingin rasanya saya membuat ulasan secara khusus tentang hal ini. Mudah-mudahan
ada kesempatan untuk itu Bu. Atas sharing anda, saya ingin mengajak pembaca
mengkritisi
atas setiap pendapat yang mungkin meragukan anda. Saya paham bu, posisi anda
sebagai auditee menyebabkan anda sungkan untuk bertanya pada auditor yang
mengaudit anda. Anda merasa kalah posisi. Dan satu kesalahan prinsipal yang saya
temui pada banyak auditee adalah mereka menganggap auditor sebagai orang yang
tahu segalanya.
Tidak ada kata salah yang mungkin diperbuatnya. Anggapan ini harus dikubur jauh-jauh
bu. Bagaimanapun auditor adalah manusia. Tak peduli ia BPK, BPKP, Inspektorat
bahkan KPK sekalipun adakalanya ia membuat keteledoran. Auditor bekerja
berdasarkan regulasi sebagai senjatanya. Adalah hak kita untuk bertanya dasar
regulasi yang mereka gunakan setiap kali kita ragu atas pendapat yang mereka
sampaikan.
Hambali israni says:
Apakah setiap blud kita wajib membuat kebijakan akuntansi keuangan
Julianto Supangat says:
Terima kasih sharingnya Pak Hambali..,
Benar sekali pak, BLUD harus membuat kebijakan akuntansi, sebagai panduan agar
terjadi konsistensi ketika harus memperlakukan suatu transaksi dengan transaksi
lainnya. Secara regulasi bahkan hal ini diwajibkan sesuai dengan Pasal 116 dan 117
Permendagri 61 tahun 2007.

Anda mungkin juga menyukai