Anda di halaman 1dari 53

LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR

ANALISIS KEBAKARAN PADA ELECTRICAL ROOM


MENGGUNAKAN METODE FTA DAN PERANCANGAN
SISTEM PROTEKSI AKTIF SERTA IDENTIFIKASI POTENSI
KEBAKARAN DENGAN INFRARED THERMOGRAPHY

(STUDI KASUS : PERUSAHAAN SEMEN DI JAWA TIMUR

HAFIZH BAYU DANISWARA


(0515040049
STUDI KASUS : PERUSAHAAN SEMEN DI JAWA TIMUR )

PROGRAM STUDI TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR

ANALISIS KEBAKARAN PADA ELECTRICAL ROOM


MENGGUNAKAN METODE FTA DAN PERANCANGAN
SISTEM PROTEKSI AKTIF SERTA IDENTIFIKASI POTENSI
KEBAKARAN DENGAN INFRARED THERMOGRAPHY

(STUDI KASUS : PERUSAHAAN SEMEN DI JAWA TIMUR

HAFIZH BAYU DANISWARA

(0515040049
STUDI KASUS : PERUSAHAAN SEMEN DI JAWA TIMUR )

PROGRAM STUDI TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2019

iii
Halaman ini sengaja di kosongkan
i

v
Halaman ini sengaja di kosongkan

ii
Analisis kebakaran pada Electrical Room menggunakan Metode
FTA dan perancangan sistem proteksi aktif serta identifikasi
Potensi kebakaran dengan Infrared Thermography Test

Nama Mahasiswa : Hafizh Bayu Daniswara


NRP : 0515040049

Calon Dosen Pembimbing : 1. Rona Riantini, ST ., M.Sc.


2. Mades Darul Khariansyah, S.ST,
M.T

RINGKASAN
Electrical Room merupakan ruangan yang berisi Panel – Panel listrik yang melayani
suplay listrik ke suatu bangunan, unit kantor, ataupun mesin mesin berukuran besar. Electrical
Room yang menjadi objek penelitian penulis merupakan Electrical Room yang melayani suplay
listrik ke Unit stasiun kerja pengemasan semen. Dimana di dalamnya terdapat 10 mesin
pengemasan semen. Pada saat setelah Electrical Room terbakar, Stasiun kerja pengemasan
semen ini Berhenti selama 10 hari. Hal itu mengakibatkan distribusi semen ke pelanggan
menjadi terganggu. Total kerugian selama satu hari untuk satu stasiun kerja bisa mencapai
1150 ton. Kerugian seperti ini tidak bisa tergantikan. Selain itu di dalam Electrical Room yang
terbakar ini belum ada sostem proteksi aktif seperti Integrated Sistem.

Berdasarkan masalah tersebut maka perlu di lakukan evaluasi terhadap Electrical Room.
Metode FTA di gunakan oleh penulis untuk menentukan root cause dan menganalisa
kebakaran pada Electrical Room. Setelah root cause dapat di tentukan, maka penulis akan
membuat rekomendasi berupa perancangan Sistem proteksi kebakaran aktif (integrated
system) untuk mencegah kebakaran secara dini. Dan secara tidak langsung, jika terjadi
kebakaran maka kerugian yang di timbulkan tidak terlalu besar. Setelah di lakukan analisa
menggunakan FTA tadi penulis menguji Panel - Panel listrik menggunakan Infrared
Thermography Test. Dengan pengujian ini, di harapkan panel – panel yang terindikasi adanya
penyimpangan dapat segera di lakukan perbaikan agak tidak terjadi kebakaran karena overheat
.

iii

vii
iv
1 DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. i


RINGKASAN ........................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan ................................................................................................ 3
1.4 Manfaat .............................................................................................. 3
1.5 Batasan Masalah ................................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1 Penelitian Sebelumnya ....................................................................... 5
2.2 Electrical Room ................................................................................. 7
2.3 Investigasi .......................................................................................... 9
2.3.1 Prosedur Investigasi ................................................................. 9
2.3.2 Tugas Investigator .................................................................... 9
2.4 Pengujian Peralatan Listrik .............................................................. 10
2.4.1 Infrared Thermography .......................................................... 10
2.4.2 Standar Infrared Thermography test ...................................... 12
2.4.3 Kamera Infrared Thermography yang akan digunakan .......... 13
2.5 FTA (Fault Tree Analysis) ............................................................... 14
2.5.1 Tipe – Tipe Event ................................................................... 14
2.5.2 Simbol Pada FTA.................................................................... 15
2.5.3 Proses Dalam FTA .................................................................. 16
2.5.4 Cut Sets .................................................................................. 17
2.6 Klasifikasi Kebakaran ...................................................................... 17
2.7 Integrated System ............................................................................ 18
2.8 Media Pemadam .............................................................................. 22
2.9 Perancangan Total Flooding Sistem FM200 .................................... 23

v
2.10Perhitungan Sistem Perpipaan .......................................................... 26
2.11Total Flooding Sistem ...................................................................... 30
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 33
3.1 Tahap Identifikasi Awal ................................................................... 33
3.1.1 Tahap Identifikasi Masalah ..................................................... 33
3.1.2 Penentuan Tujuan, Rumusan masalah, dan Manfaat .............. 33
3.2 Tahap Tinjauan Pustaka ................................................................... 34
3.3 Tahap Pengumpulan Data ................................................................ 34
3.4 Tahap Pengolahan dan Analisa Data ................................................ 35
3.4.1 Investigasi Kebakaran ............................................................. 35
3.4.2 Analisa Kebakaran .................................................................. 35
3.4.3 Perencanaa sistem proteksi kebakaran aktif ........................... 35
3.4.4 Perancangan Sistem ................................................................ 35
3.5 Kesimpulan dan Saran ...................................................................... 36
3.6 Skema Metode Penelitian ................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 38

vi
DAFTAR TABEL

vii
2 DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Infrared Thermography Test (Observasi, 2018) ............................... 11


Gambar 2. 2 Flir K45 ............................................................................................. 13
Gambar 2. 3 Contoh Cut sets (Ericson, 2005) ....................................................... 17
Gambar 2. 4 diagram Integrated sistem ................................................................. 19
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 37

viii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebakaran merupakan musibah yang di takuti oleh Masyarakat.
Apalagi kebakaran itu sendiri bisa memberikan banyak kerugian. Bahaya
kebakaran sendiri sangatlah rawan terjadi, terutama di industri yang
cenderung di area yang panas. Kebakaran sendiri memiliki definisi
terjadinya api yang tidak dikehendaki. Bagi tenaga kerja, kebakaran
perusahaan dapat merupakan penderitaan dan malapetaka khususnya
terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan dapat berakibat cacat fisik,
trauma, bahkan kehilangan pekerjaan. Sedangkan bagi perusahaan sendiri
akan dapat menimbulkan banyak kerugian, seperti rusaknya dokumen,
musnahnya properti serta terhentinya proses produksi. Kebakaran
merupakan salah satu kecelakaan yang paling sering terjadi. Selain
menimbulkan korban jiwa dan kerugian material, kebakaran juga dapat
merusak lingkungan serta gangguan kesehatan yang diakibatkan dari asap
kebakaran tersebut.
Untuk mencegah kejadian serupa terulang, di perlukan investigasi
yang mendalam hingga menemukan akar permasalahannya. Investigasi
kejadian sangatlah penting di lakukan. Investigasi ini dilakukan sebagai
salah satu upaya dalam mengendalikan dan mencegah timbulnya kerugian
produksi. Pelaksanaan investigasi menjadi hal yang dibutuhkan untuk
tindakan pencegahan kecelakaan yang sama di waktu yang akan datang.
Investigasi sendiri adalah upaya atau tindakan untuk mendapatkan
informasi sebanyak - banyaknya tentang kejadian kebakaran. Mencari
penyebab adalah hal terpenting dalam suatu kejadian dan menemukan
kesalahan yang terjadi sehingga menimbulkan kecelakaan. Investigasi
sendiri harus di lakukan oleh personil atau team investigasi yang
berkompeten. Oleh karena itu, tim investigator harus mendapatkan
pelatihan mengenai prosedur investigasi

1
Kebakaran tidak memandang apa dan siapa, kebakaran dapat terjadi
dimana saja dan kapan saja. Kebakaran di Industri dapat merugikan
pengusaha, dan bahkan karyawannya sendiri mengalami kerugian juga.
Menurut data salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi
semen di Jawa Timur tahun 2018 ini telah tercatat ada 23 kejadian
kebakaran di Lingkungan Perusahaan. Kebakaran terbanyak terjadi di area
Coal Mill dan Coal Strorage sebesar 7 Kejadian. Lalu di Area Elecrical
Room, Galleri Belt Conveyor, Dan Tail RKC Masing masing sebanyak 3
Kejadian. Serta Preheater, Storage sekam dan Bahan Ke-3, lalu Burner
RKC masing masing Sebanyak 2 Kejadian. (Sumber: Data Perusahaan).
Kebakaran yang terjadi di Electrical Room pada salah satu perusahaan
semen di Jawa Timur ini cukup mengagetkan banyak pihak. Hal itu di
karenakan letak dari Electrical Room yang terbakar sendiri terletak di area
pengemasan Semen yang cenderung jauh dari bahan yang mudah terbakar,
di bandingkan Electrical Room yang melayani suplay listrik di area coal
Mill. Untuk itu perlu diadakannya proses Investigasi secara mendalam dan
terstruktur. Selain itu, peran Electrical Room di area pengemasan semen ini
sangatlah vital. Proses distribusi juga sempat terhenti selama 10 hari. Hal
ini menyebabkan kerugian release semen sebesar 1.150 ton/hari dari total 8
mesin packing zak dan 2 mesin bilows untuk curah (Sumber : data
perusahaan ). Kerugian yang seperti ini tidak dapat tergantikan, berbeda lagi
dengan kerugian material yang bisa di perbaiki lagi, meskipun biayanya
cukup mahal. Dan menyebabkan distribusi ke masyarakat luas juga
terganggu akibat terhentinya mesin pengemasan di plant 1.
Oleh karena itu, penulis berniat mengangkat tema Tugas Akhir
mengenai kebakaran di Electrical Room ini. Hal ini menarik, karena potensi
pada Electrical Room ini yang sangatlah kecil terjadi kebakaran. Penulis
juga menganalisa hasil investigasi menggunakan metode FTA (Fault Tree
Analysis dan Pengujian Infrared thermography test pada panel di dalam
Electrical Room.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, dapat di buat rumusan masalah
sebagai berikut :

1. Bagaimana hasil analisa Kebakaran Electrical Room Menggunakan


Metode FTA ?
2. Bagaimana hasil Pengujian menggunakan Infrared Thermography test
pada Electrical Room ?
3. Bagaimana Hasil rekomendasi dan perancangan sistem proteksi
kebakaran aktif pada ruangan Electrical Room ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka
didapatkan tujuan sebagai berikut :
1. Menganalisa penyebab kebakaran menggunakan FTA Pada Kebakaran
Electrical Room
2. Merancang sistem proteksi kebakaran aktif pada Electrical Room sebagai
bahan rekomendasi untuk perusahaan
3. Mengidentifikasi Penyimpangan Komponen Panel Berdasarkan Standart
for Infrared Insepction of Electrical System & Rotating Equipment
menggunakan Infrared Thermography test.

1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Penulis :
a. Untuk mengembangkan Wawasan Penulis dalam perkembangan
Metode FTA dan Pengujian menggunakan Infrared Thermography Test.
b. Untuk mengambangkan ilmu mengenai perancangan sistem proteksi
kebakaran aktif
2. Bagi Perusahaan :
Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan bagi perusahaan dalam
melakukan tindakan Preventif pada Electrical Room di perusahaan.
3
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah yang di ambil pada penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini membahas Analisis kebakaran pada Electrical Room area


Pengemasan Semen
2. Analisa kejadian menggunakan FTA (Fault Tree Analysis)
3. Pengujian terhadap panel Electrical Room menggunakan Infrared
Thermography Test
4. Perancangan sistem proteksi kebakaran aktif pada Electrical Room area
Pengemasan Semen

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya


Pada penelitian Sebelumnya telah dilakukan evaluasi maupun
perancangan terhadap sistem proteksi kebakaran aktif. Penelitian tersebut
antara lain:
a. ANALISIS KECELAKAAN DENGAN METODE ECFA DAN FTA
SERTA PEMILIHAN REKOMENDASI MENGGUNAKAN BCA

Pada penelitian yang di lakukan oleh Arinda Lona Asmawati dari


Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya dengan program studi D4 Teknik
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tahun 2018 ini dilakukan analisis
penyebab kecelakaan dan unutk mengetahui faktor – faktor penyebab
permasalahan yang terjadi meggunakan metode Event and Causal
Factors Analysis (ECFA) sebagai alat untuk investigasi kecelakaan.
Setelah itu penulis menggunakan metode Fault Tree Analysis (FTA)
untuk menentukan minimal Cut Sets sebagai causal Factors minimal
terjadinya kecelakaan. Selanjutnya penulis menggunakan acuan Guide
for Identifying Causal Factors & Corrective Actions untuk menentukan
tindakan korektif berdasarkan hasil dari Fault Tree Analysis.Tindakan ini
juga mempertimbangkan hierarki pengendalian dan kondisi di dalam
perusahaan seperti apa. Tindakan korektif yang di lakukan oleh penulis
tadi yaitu menganalisis biaya dan manfaatnya menggunakan metode
Benefit Cost Analysis (BCA) untuk mengetahui alternatif rekomendasi
yang layak di gunakan pada perusahaan tersebut.

5
b. ANALISIS BAHAYA LISTRIK BERDASARKAN PUIL 2011 DAN
PENGUJIAN INFRARED THERMOGRAPHY TEST PADA PANEL
DI PPNS ( POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA )

Pada penelitian yang di lakukan oleh Ahmad Wahyu


Krishadiatno dari Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya dengan
program studi D4 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tahun
2018, penulis melakukan penelitian tersebut pada Panel Listrik di
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Penulis menggunakan Check
List yang merupakan suatu metode untuk menganalisa menggunakan
daftar tertulis yang terstruktur untuk menganalisa suatu sistem. Metode
Check List ini seringkali disebut Experience base Analysis. selain itu
penulis juga menggunakan standar PUIL 2011 untuk Perlengkapan
Hubung Bagi dan Kendali (PHBK) serta komponennya. PHBK harus
tertata dengan rapi dan penempatan berada di ruangan yang cukup luas.
Selain itu penulis juga menggunakan metode Pengujian infrared
thermography test dilakukan untuk PHBK (Perlengkapan Hubung Bagi
dan Kendali) serta komponennya sebagai bentuk pencegahan terjadinya
kegagalan komponen. Standar yang digunakan dalam pengujian yaitu
Standart for Infrared Inspection of Electrucal System and Rotating
Equipment. Dalam pengujian yang dilakukan terdapat hasil detail kondisi
komponen yang memerlukan penggantian dan perawatan berkala.

c. PERANCANGAN FIRE INTEGRATED SYSTEM DI GEDUNG


MEZZANINE DAN ANALISA MANFAAT BIAYA DENGAN
METODE BENEFIT-COST RATIO

Pada penelitian yang di lakukan oleh Himatul Marati dari


Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya dengan program studi D4 Teknik
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tahun 2014, penulis melakukan
perancangan sistem proteksi aktif Integrated System. Berdasarkan
standar NFPA 2001 tentang Standard on Clean Agent Fire Extinguishing
System lalu Depnakertrans RI 1983 tentang instalasi pemadam kebakaan
otomatis, yaitu terdapat perhitungan jarak detektor. Setelah itu penulis

6
melakukan analisa biaya menggunakan metode pendekatan Benefit Cost
Ratio. Hal ini di maksudkan untuk mengetahui manfaat yang di peroleh
perusahaan dan berapa biaya yang di keluarkan perusahaan apabila
terealisasi. Sehingga perusahaan tempat penulis melakukan penelitian
dapat mempertimbangkan biaya yang di keluarkan.

2.2 Electrical Room


Adalah ruang yang berisi panel - panel listrik di dalam atau di
luar gedung yang berfungsi untuk melayani suplay listrik suatu unit
kantor, peralatan listrik, dan mesin yang biasanya membutuhkan daya
yang besar. Ukurannya biasanya sebanding dengan ukuran bangunan.
Bangunan atau sebuah Mesin yang besar mungkin memiliki ruang
listrik utama dan ruang listrik tambahan untuk suplay daya listriknya.
Electrical Room yang menjadi objek penelitian penulis ini melayani
suplay listrik ke Unit Pengemasan Semen (Packing Machine dan
Bilows Curah). Electrical Room ini terbagi menjadi 2 Ruangan, Yaitu
Ruang MCC yang terdiri dari 15 Unit kabinet MCC dan Ruangan PLC
yang terdiri dari 13 Unit Kabinet PLC. Electrical Room yang menjadi
objek penulis ini terletak di lantai dua, yang mana di lantai satu adalah
Ruang untuk Trafo.

Panel listrik adalah sebuah perangkat yang berfungsi


membagi, menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik dari
sumber/pusat listrik kekonsumen/pemakai. (PPNS, 2019)
Box panel kontrol listrik terdapat kabel -kabel, mcb, dan
peralatan lainnya yang berkaitan dengan pengontrolan pada
jaringan listrik. Box panel kontrol listrik memiliki peranan
penting dalam instalasi listrik, sehingga perlu dijaga
keamanannya agar tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan
seperti kebakaran. Jika sistem instalasi listrik pada box penel
listrik tidak bagus maka dapat menimbulkan percikan api atau
api sehingga dapat menyebabkan kebakaran. Box panel listrik

7
terbakar bisa disebabkan karena kabel yang digunakan memiliki
kualitas isolasi yang buruk sehingga kabel cepat panas dan
menimbulkan percikan api atau mcb yang terlalu panas karena
arusnya besar. (alfalah, 2009)

Jenis Jenis Panel Listrik :


Panel memiliki berbagai macam tipe, dibawah ini
adalah jenis panel hubung menurut PUIL 2011 bagian 5 :
511.3 – 511.4.3 :

a. Panel Hubung Bagi tertutup pasang dalam


Panel Hubung Bagi tertutup pasang dalam adalah panel
yang penempatan komponenya ditempatkan didalam
kotak panel yang tertutup dan terpasang didalam ruangan.

b. Panel Hubung Bagi tertutup pasang luar


Panel Hubung Bagi tertutup pasang luar adalah panel yang
semua komponenya ditempatkan didalam kotak panel
yang tertutup dan dipasang diluar ruangan. Bahan yang
digunakan harus kokoh dan tahan cuaca. Lubang ventilasi
harus dirancang dengan baik agar binatang dan benda
kecil, serta air yang jatuh tidak mudah masuk kedalamnya.
Tutup panel harus terkunci.

c. Panel Hubung Bagi terbuka pasang dalam


Panel Hubung Bagi terbuka pasang dalam tidak boleh
ditempatkan didekat saluran gas, saluran uap, saluran air,
atau saluran lainya yang tidak ada kaitanya dengan Panel
Hubung Bagi (PHB) tersebut.

d. Panel Hubung Bagi terbuka pasang luar


Tempat Panel Hubung Bagi (PHB) terbuka pasang luar harus
dibuat dari perlengkapan yang tahan cuaca. Perlengkapan
harus mempunyai saluran air sehingga dapat mencegah

8
terjadinya genangan air.

2.3 Investigasi
Investigasi Kejadian haruslah sesegera mungkin di lakukan
setelah peristiwa terjadi. Semakin lama waktu yang di lewatkan
untuk investigasi maka semakin besar pula resiko yang kita dapatkan
untuk tidak mendapatkan informasi yang akurat dari apa yang terjadi
dan mengapa hal itu bisa terjadi. Ada dua keadaan yang tidak di
rekomendasikan pada saat memberikan pertanyaan pada orang /
pekerja terkait, yaitu :

1. Saat sedang di lakukan perawatan medis


2. Pekerja yang mengalami kesakitan yang hebat

2.3.1 Prosedur Investigasi


Berikut adalah prosedur saat melakukan investigasi :

a. Investigator harus menguasai dan terbiasa dengan


peralatan, kondisi, proses yang terlibat dalam kejadian
b. Ruang lingkup dan ukuran tim investigasi haruslah di tentukan
tergantung seberapa besar kejadiannya dan kompleksitas
teknisnya, serta tergantung dari sifat kejadiannya
c. Investigator harus sesegera mungkin untuk melakukan
investigasi agar mendapatkan data dan informasi yang akurat
d. Tujuan dari investigasi sendiri adalah mengumpulkan fakta
yang menentukan terjadinya suatu kejadian / insiden.

2.3.2 Tugas Investigator


Dalam melakukan investigasi, Investigator memiliki
standar tersendiri dalam menetukan akar permasalahan dan
mengumpulkan semua informasi kejadian :

1. Catatan di tempat kejadian merupakan catatan tertulis untuk


melanjutkan proses investigasi

9
2. Catatan dari hasil wawancara dapat membantu investigator
jika di panggil untuk bersaksi di pengadilan
3. Catatan tertulis merupakan sumber informasi dasar untuk
menulis laporan

2.4 Pengujian Peralatan Listrik


Pengujian ini penting di lakukan. Semua peralatan listrik
sebelum sampai ketangan konsumen harus melakukan serangkaian
pengujian. Salah satunya pengujian menggunakan peralatan yang
mendeteksi terjadinya penyimpangan pada peralatan listrik
tersebut.

2.4.1 Infrared Thermography


Infrared thermography (IRT) adalah ilmu yang
didedikasikan untuk akuisisi dan pengolahan thermal
informasi dari perangkat pengukuran non-kontak. Dengan
memonitor suhu / temperatur pada saat peralatan mekanik
yang beroperasi kemudian dibandingkan dengan suhu
operasi normalnya, maka akan dapat dianalisa / dideteksi
ada tidaknya penyimpangan (overheating) yang umumnya
merupakan gejala awal suatu kerusakan peralatan.
(Usamentiaga, 2014)

10
Gambar 2. 1 Infrared Thermography Test
(Observasi, 2018)

Jenis jenis Overheating :


1. Overload Capacity pada peralatan listrik
2. Sambungan Kabel / komponen listrik yang kendor
3. Pembebanan yang tidak sesuai terhadap peralatan
4. Singgungan antar benda yang berputar
5. Induksi elektromagnetis
6. Harmonic distortion
Pemeriksaan infrared aman dan dapat dilakukan pada lingkungan
yang “Explosive” maupun “Hazardous” karena tidak menyentuh
ataupun menimbulkan efek negatif pada peralatan yang diperiksa.
Aman terhadap kesehatan maupun lingkungan karena teknologi
pemeriksaan ini tidak memancarkan sinar infra atau gelombang
elektromagnetis lainnya, melainkan menyerap sinar infra yang
membawa radiasi panas dari peralatan yang sedang beroperasi.
Laporan hasil pemeriksaan disajikan dalam bentuk photo-photo
visual dan thermal yang disertai dengan grafik temperatur untuk setiap
jenis peralatan yang diperiksa. Laporan juga mencantumkan analisa
kondisi dari peralatan tersebut, kemungkinan penyebab kerusakan dan
rekomendasi perbaikannya. (Group, 2019)

Manfaat menggunakan pemeriksaan infrared thermography :

a. Meminimalkan tingkat gangguan dan kerusakan peralatan, sehingga


perusahaan mampu meningkatkan dan mengoptimalkan produktivitas
b. Terhindarnya kerusakan peralatan yang fatal
c. Proses produksi yang didukung oleh peralatan yang beroperasi dengan baik
akan menciptakan lingkungan kerja yang aman.
d. Pencegahan kerusakan peralatan secara dini

11
e. Menekan tingkat kualitas produksi yang cacat akibat kerusakan peralatan,
produk pun konsisten terjaga kualitasnya

2.4.2 Standar Infrared Thermography test


standar yang di gunakan dalam pengujian Infrared
Thermography adalah standar Standart for Infrared Insepction of
Electrical System & Rotating Equipment. untuk peralatan listrik atau
mekanik. Setiap sistem klasifikasi (∆𝑇) Delta T berdasarkan
pengalaman, seperti berikut ini :

Tabel 2. 1 Skala Prioritas Hasil Pengujian Infrared Thermography

(Infraspection, 2008)
Prosedur dalam melakukan inspeksi peralatan :
a. Peralatan yang akan di inspeksi harus teraliri arus listrik dan beban tidak
boleh berlebih, dan idealnya pada kondisi sebagaimana semestinya

b. Obyek yang akan di inspeksi harus bebas dari suatu hal yang menghalangi
objek tersebut, perhatikan juga kemungkinan kemungkinan bahayanya
sebelum memindahkan penghalang tersebut.

c. Penutup peralatan listrik dan mekanik harus dibuka untuk memberikan


akses pandangan komponen yang terpasang di dalamnya

d. Dalam beberapa kasus, inspeksi inframerah dapat dilakukan melalui port


tampilan yang dipasang secara permanen

12
e. Gunakan daftar peralatan pengguna alat yang akan di inspeksi untuk
memudahkan dalam menginspeksi peralatan

f. Bilamana memungkinkan, komponen serupa di bawah beban yang sama


harus dibandingkan satu sama lain
(Infraspection, 2008)
2.4.3 Kamera Infrared Thermography yang akan digunakan
Pada penelitian ini akan digunakan kamera infrared thermography
jenis Flir K45 Infrared Thermoraphy Camera . Desainnya yang
ergonomis dan hanya membutuhkan 1 tangan saja dalam
pengoperasiannya. Dengan resolusi gambar hingga 240 x 180 pixel dan
di lengkapi layar LCD sebesar 4”. Di buat dengan material yang kuat
sehingga di jatuhkan dari ketinggian 2 meter tidak masalah. Tahan air
(IP67) dan tahan hingga pada suhu 260°C dengan durasi 5 menit.
dilengkapi USB untuk memudahkan pengguna dalam memindah data ke
komputer.

Tabel 2. 2 Spesifikasi Flir K45

Gambar 2. 2 Flir K45

(firstout, 2019)

13
2.5 FTA (Fault Tree Analysis)
Fault Tree Analysis adalah suatu analisis pohon kesalahan secara
sederhana yang dapat diuraikan sebagai suatu teknik analitis . Sumber-
sumber kecelakaan kerja dari hasil analisis digambarkan dalam bentuk
model pohon kesalahan (fault tree). (Kristiana & Tanuwijaya, 2018) Fault
Tree Analysis merupakan sebuah Analytical tool yang menerjemahkan
secara grafik kombinasi-kombinasi dari kesalahan yang menyebabkan
kegagalan dari sistem. Teknik ini berguna mendeskripsikan dan menilai
kejadian di dalam sistem. (Kristiana & Tanuwijaya, 2018) FTA
menggunakan dua simbol utama yang disebut Events dan gates. FTA
menggunakan dua simbol utama yang disebut Events dan gates.

2.5.1 Tipe – Tipe Event


1. Primary Event

Primary Event adalah sebuah tahap dalam proses penggunaan


produk yang mungkin saat gagal. Sebagai contoh saat
memasukkan kunci kedalam gembok, kunci tersebut mungkin
gagal untuk pas/ sesuai dengan gembok. Primary Event lebih
lanjut dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
a. Basic Events,
b. Undeveloped Events,
c. External Events.
2. Intermediate Event
Intermediate Event adalah hasil dari kombinasi kesalahan-
kesalahan, beberapa diantaranya mungkin primary Event.
Intermediate Event ini ditempatkan ditengah-tengah sebuah fault
tree.
3. Expanded Event
Expanded Event membutuhkan sebuah fault tree yang terpisah
dikarenakan kompleksitasnya. Untuk fault tree yang baru ini,

14
expanded Event adalah undesired Event dan diletakan pada
bagian atas fault tree.
2.5.2 Simbol Pada FTA
A. Event Simbol

Basic Event menggambarkan suatu basic initiating fault


yang tidak memerlukan pengembangan atau uraian lebih
lanjut.

Undeveloped Event menggambarkan suatu fault Event


yang tidak diperiksa lebih lanjut karena keterbatasan
informasi/karena dianggap kurang penting.

External/House Event menggambarkan suatu Event yang


sudah ada terlebih dahulu yang mendukung terjadinya
kegagalan.

Intermediate Event menggambarkan suatu fault Event


yang dihasilkan dari interaksi kejadian kegagalan
lainnya yang disusun menggunakan logic gate.

B. Gate Simbol

OR Gate menunjukkan bahwa output Event akan terjadi


jika salah satu input Events ada/ terjadi (exists).

AND Gate menunjukkan bahwa output Event akan terjadi


jika seluruh input Events ada/ terjadi (exist).
15
Inhibit Gate menunjukkan bahwa output Event akan
terjadi jika input Event ada dan inhibit condition
terpenuhi.

Transfer Simbol menunjukkan bahwa fault


out
tree berhubungan lebih lanjut dengan fault
In tree di lembaran/ halaman lain.

(Vesely, 1981)
FTA di gunakan untuk menemukan Minimal Cut Sets.
Minimal cut set adalah seluruh kombinasi dari kegagalan yang
dapat menyebabkan kecelakaan yang juga biasa disebut dengan top
Event. Minimal cut set sangat berguna untuk menentukan tingkatan
dimana kecelakaan dapat terjadi. Cut set sendiri berarti suatu
kombinasi kegagalan dari FTA yang dapat menyebabkan top Event
tersebut terjadi.

2.5.3 Proses Dalam FTA


1. Memahami desain dan operasi sistem. Dapatkan desain saat ini
data (gambar, skema, prosedur, diagram, dll.).
2. Secara deskriptif mendefinisikan masalah dan menetapkan yang
benar tidak diinginkan acara untuk analisis.
3. Menentukan analisis aturan dasar dan batas. Cakupan masalah dan
catat semua aturan dasar.
4. Ikuti proses konstruksi, aturan, dan logika untuk membangun
model FT sistem.
5. Hasilkan Cut Set dan probabilitas. Identifikasi tautan dan
keamanan yang lemah masalah dalam desain.

16
6. Periksa apakah model FT sudah benar, lengkap, dan akurat
mencerminkan desain sistem.
7. Ubah FT jika diperlukan selama validasi atau karena perubahan
desain sistem.
8. Dokumentasikan seluruh analisis dengan data pendukung. Berikan
sebagai produk pelanggan atau disimpan untuk referensi di masa
mendatang.
(Ericson, 2005)

2.5.4 Cut Sets


Cut set adalah salah satu produk utama dari FTA. Cut Sets juga
mengidentifikasi kegagalan komponen dan / atau kombinasi Event yang
dapat menyebabkan Event yang tidak diinginkan terjadi. Cut Sets juga
menyediakan satu mekanisme untuk perhitungan probabilitas. Pada
dasarnya, Cut Sets mengungkapkan hubungan yang kritis dan lemah
dalam desain sistem dengan mengidentifikasi komponen masalah
keselamatan, Probabilitas tinggi dari Cut Sets, dan di mana fitur
keselamatan yang dimaksudkan telah dilewati. (Ericson, 2005)

Cut Sets :
A : Tingkat 1
B,D : Tingkat 2
C,D : Tingkat 2

Gambar 2. 3 Contoh Cut sets (Ericson, 2005)

2.6 Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran di Indonesia ditetapkan dalam Permenaker


No. 04/Men/1980 yang mengacu pada NFPA (National Fire Protection
Association) Amerika Serikat, sebagai berikut:

17
1. Kelas A : Kebakaran pada benda padat kecuali logam (Kayu, arang,
kertas, plastic, karet, kain dan lain-lain). Kebakaran kelas A dapat
dipadamkan dengan air, pasir/tanah, APAR dry chemical, APAR foam,
dan APAR HCFC.
2. Kelas B : Kebakaran pada benda cair dan/atau gas (bensin, solar,
minyak tanah, aspal, alkohol, elpiji, dan sebagainya). Kebakaran kelas
B dapat dipadamkan dengan pasir/tanah (untuk area kebakaran yang
kecil), APAR dry chemical, APAR CO2, APAR foam, dan APAR
HFCF. AIR TIDAK BOLEH DIPERGUNAKAN! Cairan yang terbakar
akan terbawa aliran air dan menyebar.
3. Kelas C : Kebakaran pada peralatan listrik bertegangan. Kebakaran
kelas ini biasanya terjadi akibat korsleting listrik sehingga menimbulkan
percikan api yang membakar benda-benda di sekitarnya. AIR TIDAK
BOLEH DIPERGUNAKAN! Air adalah konduktor (penghantar listrik)
dan akan menyebabkan orang-orang yang berada di area tersebut
tersengat listrik. Kebakaran kelas C dapat dipadamkan dengan APAR
dry chemical, APAR CO2, dan APAR HCFC.
4. Kelas D : Kebakaran yang terjadi pada bahan logam (magnesium,
almunium, kalium, dan sebagainya). Kebakaran kelas ini sangat
berbahaya dan hanya dapat dipadamkan dengan APAR sodium chloride
dry powder. Air dan APAR berbahan baku air sebaiknya tidak
digunakan, karena pada kebakaran jenis logam tertentu air akan
menyebabkan terjadinya reaksi ledakan

2.7 Integrated System


Instalasi pemadam api otomatik integrated system ialah pemadaman
yang bekerja secara otomatik yang diaktifkan oleh control panel yang
didesain menjadi satu kesatuan dengan sistem deteksi otomatik. Dibawah
ini merupakan skematik diagram dari fire integrated sistem.

18
Gambar 2. 4 diagram Integrated sistem

(Depnakertrans, 2000)

Komponen – komponen dalam Integrated System :


1. Detektor
Detektor kebakaran adalah suatu alat yang direncanakan
untuk memberikan respon dan mengirimkan sinyal ke sistem
komunikasi terjadi kebakaran. Dalam suatu kebakaran, terdapat
empat hal yang dapat dideteksi, yaitu: nyala (sinar api), panas, asap,
dan gas.
A. Detektor Panas
Detektor panas adalah Detektor yang bekerja berdasarkan
pengaruh panas. Detektor ini dapat diperoleh dalam berbagai jenis
sebagai berikut :
a. Detektor bertemperatur tetap (Fixed Temperature Detector)
Detektor ini bekerja pada batas temperatur tertentu dan akan
membunyikan Alarm ketika temperatur ruangan telah mencapai suatu
angka tertentu akibat panas yang ditimbulkan oleh terjadinya
kebakaran.
b. Detektor berdasarkan kecepatan naiknya temperatur (Rate of Rise
Temperature Detector)

19
Detektor ini bekerja berdasarkan kecepatan naiknya temperatur
ruangan per satuan waktu yang disebabkan oleh kebakaran. Detektor
tersebut bekerja bila temperatur ruangan naik dengan kecepatan
150F/menit (8,30C/menit) atau juga dengan kecepatan 270F/menit
(150C/menit).
c. Detektor berdasarkan kecepatan naiknya temperatur (Rate of Rise
Temperature Detector)
Detektor ini bekerja berdasarkan kecepatan naiknya temperatur
ruangan per satuan waktu yang disebabkan oleh kebakaran. Detektor
tersebut bekerja bila temperatur ruangan naik dengan kecepatan
150F/menit (8,30C/menit) atau juga dengan kecepatan 270F/menit
(150C/menit).
d. Detektor kombinasi (Combination of Rate of Rise and Fixed
Temperature Detector)
Detektor ini bekerja berdasarkan kecepatan naiknya temperatur
dan atau batas temperatur maksimum yang diterapkan.
B. Detektor Asap
Detektor asap adalah Detektor yang bekerja berdasarkan batas
konsentrasi asap tertentu. Detektor asap terdiri dari :
a. Detektor asap optic adalah Detektor yang bekerja dengan prinsip
berkurangnya cahaya pada konsentrasi tertentu.
b. Detektor asap ionisasi adalah Detektor yang bekerja dengan prinsip
berkurangnya arus ionisasi oleh asap pada konsentrasi tertentu.
Tabel 2. 3 Faktor pengali Detektor

(Depnakertrans, 2000)

20
C. Detektor Nyala Api
Detektor nyala api adalah Detektor yang bekerja
berdasarkan radiasi nyala api. Detektor jenis ini terdiri dari :
a. Detektor nyala api UltraViolet (UV) yaitu Detektor yang bekerja
terhadap gelombang UV dibawah 40000A.
b. Detektor nyala api Infra Merah (IM) yaitu Detektor yang bekerja
terhadap gelombang infra merah diatas 70000A.
D. Detektor Gas
Detektor gas adalah Detektor yang bekerja berdasarkan gas
yang timbul akibat kebakaran atau gas lainnya yang mudah
terbakar

2. Alarm
Alarm kebakaran adalah komponen dari integrated system
yang memberikan isyarat atau tanda terjadinya suatu kebakaran.
Tujuan pemasangan Alarm kebakaran adalah untuk memberikan
peringatan kepada semua orang akan adanya bahaya kebakaran
sehingga dapat melakukan tindakan proteksi dan penyelamatan
dalam kondisi darurat dan juga untuk memudahkan petugas
pemadam kebakaran mengidentifikasi titik awal terjadinya
kebakaran (Kepmen PU, 2000). Sesuai dengan cara kerjanya
menurut Permenaker No. Per 02/MEN/1983 Alarm kebakaran
dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat berupa bunyi
khusus (audible Alarm).
b. Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat yang
tertangkap pandangan mata secara jelas (visible Alarm)
3. Kontrol panel
Kontrol Panel berfungsi sebagai peralatan pengendali untuk
memproses signal yang akan dating dari detector dan meneruskan
/mengaktifkan Alarm I dan panel pemadam.
4. Storage system
21
Storage system adalah persediaan media pemadam yang
dikemas dalam silinder baja bertekanan.
5. Sistem distribusi
Sistem distribusi yang terdiri dari perpipaan, katup-katup,
dan nozzle – nozzle yang dipilih berdasarkan tekanannya.
2.8 Media Pemadam
Pada dasarnya bahan yang bersifat non flammable dapat
digunakan sebagai media pemadam (fire agent). Secara spesifik media
pemadam dibagi menjadi 3 jenis yaitu jenis gas, cair, dan padat.
1. Media pemadam jenis gas
Media pemadam jenis gas yang biasanya banyak digunakan adalah
- Jenis CO2
- Jenis FM-200
2. Media pemadam jenis cair
Media pemadam jenis cair yang biasanya banyak digunakan adalah
- Air
- Media pemadam jenis busa (foam agent)
3. Media pemadam jenis padat
Media pemadam jenis padat yang biasanya banyak digunakan adalah
- Media pemadam jenis tepung kimia (dry chemical)
- Media pemadam pasir dan fire blanket

4. Media pemadam jenis clean agent


Media pemadam kebakaran kategori jenis Clean agent sesuai
persyaratan standar harus memenuhi beberapa criteria antara lain:
a. Bersih tidak meninggalkan bekas / noda
b. Tidak konduktif
c. Tidak korosif

Media pemadam kebakaran jenis Clean agent sebagai berikut :

22
Tabel 2. 4 Media pemadam Cleant agent

(NFPA, NFPA 2001 Standar On Clean Agent Fire Extinguishing Systems, 2018)

2.9 Perancangan Total Flooding Sistem FM200


1. Faktor Isi
Perancangan tersebut melalui langkah-langkah dibawah ini :
𝑉=𝐿𝑥𝑊𝑥𝑡 (2. 1)
Dimana :
V = Hazard Volume (m3)
L = Luas ruangan (m2)
W = Lebar Ruangan
t = tinggi
Hazard Volume = Volume ruang kosong – Volume total kapasitas

yang mana akan diukur dimensi masing masing kapasitas atau benda
yang ada di dalam ruang panel tersebut, setelah itu dilakukan
perhitungan spesifik volume dan berat FM200.

23
2. Perhitungan Spesifik Volume dan Berat FM 200
Perhitungan spesifik volume FM 200 dapat dicari dengan
menggunakan rumus :

S = 0,1269 + 0,0005 t (2. 2)

Dimana:
S = Spesifik Volume FM 200 (m3/Kg)
t = Temperatur Pada Rungan Yang Dilindungi (oC)
(NFPA, NFPA 2001 Standar On Clean Agent Fire Extinguishing
Systems, 2018)

3. Agent storage cylinder FM-200


Agent storage cylinder adalah persediaan media pemadam
FM-200 yang dikemas dalam silinder baja bertekanan. FM-200 akan
disimpan dalam fase cair dengan tekanan 360 psig dan suhu 700F
(210 C) sehingga memungkinkan clean agent release untuk
memadamkan api melalui saluran pipa yang nantinya dipancarkan
oleh nozzle. Untuk menentukan jumlah agent storage cylinder FM-
200, digunakan rumus sebagai berikut :

Kebutuhan CO2 (KgCO2)


𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 = (2. 3)
Kapasitas Tabung CO2

4. Minimum Flow Rate


Selain menghitung banyaknya tabung FM-200 yang
dibutuhkan, juga dibutuhkan perhitungan Minimum flow rate total
flooding system. Tujuan perhitungan Minimum flow rate adalah
mengetahui waktu Minimum efektif untuk memadamkan api dengan
media FM-200, yakni 10 detik dengan waktu maksimal pemadaman
5 menit. Hal ini juga berhubungan dengan design concentration (C)
yang digunakan yaitu 9 % dimana dengan konsentrasi tersebut

24
maximum time human exprosure nya adalah 5 menit dan durasi
tersebut masi aman untuk manusia. Berdasarkan teori fenomena
kebakaran, api akan mengalami fase penyalaan sampai dengan
pertumbuhan api dalam waktu 3 sampai 10 menit, sehingga dengan
waktu 5 menit diperkirakan api dapat dipadamkan. Dalam
perancangan ini menggunakan low pressure total flooding system
dimana tekanan tabung sebesar 360 psia, maka discharge rate
(Minimum flow rate) dapat diketahui dengan membagi quantity FM-
200 yang dipersyaratkan (kg) dan durasi maksimal pemadaman
(TL). Berikut adalah rumus perhitungan Minimum flow rate total
flooding system :

𝑤(𝑘𝑔)
𝑄𝑓 = (𝑠𝑒𝑐𝑜𝑛𝑑) (2. 4)
𝑡𝑙

5. Discharge nozzle
Discharge nozzle dalam system pemadam kebakaran adalah
untuk mendistribusikan clean agent dengan seragam (sama), sesuai
dengan pola dan konsentrasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Nozzle dirancang untuk memancarkan debit clean agent dalam
durasi minimal 10 detik atau sesuai dengan batasan waktu (durasi)
yang telah ditentukan. Selain itu nozzle juga diharapkan dapat
meproteksi area dari bahaya kebakaran dan memadamkan nyala api.
Yang perlu diperhatikan ketika akan memasang nozzle antara lain:
karakterisitik aliran fluida, area yang akan diproteksi, batas
ketinggian dan tekanan Minimum serta material discharge nozzle
harus dari bahan yang bersifat corrosion resistant. Discharge nozzle
tersedia dalam ukuran 3/8” – 2”(10 mm – 50 mm). Setiap nozzle
tersedia dalam 1800 – 3600 pola debit (spray angle). Kebutuhan
jumlah nozzle dapat diketahui dengan cara luas area yang diproteksi
dibagi dengan luas pancaran nozzle. Perhitungan luas area pancaran
nozzle sebagai berikut :

25
Luas area pancaran nozzle = 3.14 x Jari-jari (r) pancaran nozzle

Setelah luas pancaran nozzle diketahui, maka dapat menghitung


jumlah nozzle yang dibutuhkan dengan menghitung luas area yang
diproteksi terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan dalam persamaan
:
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑘𝑠𝑖
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑜𝑧𝑧𝑙𝑒 = (2. 5)
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑛𝑜𝑧𝑧𝑙𝑒

2.10 Perhitungan Sistem Perpipaan


a. Perhitungan luas pipa :
1
𝐴 = 4 𝜋𝐷2 (2. 6)

Dimana:
A = Luas pipa (m2)
p = nilai phi (22/7 atau 3,14)
d = diameter lingkaran (m)

b. Perhitungan spesifik massa


Spesifik massa adalah perbandingan berat bahan terhadap berat
air yang volumenya sama dengan bahan. Berat spesifik adalah berat
persatuan volum. Berat disini bersifat gaya yang ditimbulkan.

𝛾 = 𝜌𝑥𝑔 (2. 7)

Dimana:
γ = spesifik massa FM-200 (N/m)
ρ = massa jenis FM-200 (kg/m)
g = gravitasi (9,8 m/s2)

c. Perhitungan kecepatan aliran fluida :

26
𝑄
𝑉=𝐴 (2. 8)

Dimana :
v = kecepatan aliran fluida FM-200 (m/s)
Q = debit FM-200 yang digunakan (m/s)
A = Luas pipa (m2)

d. Perhitungan bilangan Reynold


Sebelum menghitung hlf, terlebih dahulu menghitung reynold
number dan menghitung kekasaran relative pipa untuk mengetahui
friction factor. Berikut adalah rumus untuk reynold number dan
relative roughness:

𝜌𝑉𝐷
𝑅𝑒 = (2. 9)
𝜇

Untuk mencari nilai viskositas kinematik bila diketahui viskositas


absolutnya adalah sebagai berikut :

𝜇
𝑉= (2. 10)
𝜌

Dimana:
Re = Reyinold Number
V = kecepatan (m/s)
D = diameter pipa (m)
Ρ = massa jenis (kg/m3)
μ = viskositas absolut fluida (kg m/s2/m2)

Keterangan nilai Re:


1. Re < 2300 aliran laminar (partikel fluida bergerak dengan arah dan
kecepatan yang sama)
2. 2300 = Re = 4000 aliran transisi

27
3. Re > 40000 aliran turbulence (partikel fluida bergerak acak dan
berlawanan dengan kecepatan yang berbeda)

e. Friction factor
- Untuk aliran laminar, perhitungan friction factor dapat dihitung
dengan rumus:

16
𝑓 = 𝑅𝑒 (2. 11)

- Untuk aliran turbulen, Harga f (faktor gesekan) didapat dari


diagram Moody sebagai fungsi dari Angka Reynold (Reynolds
Number) dan Kekasaran relatif (Relative Roughness - e/D ), yang
nilainya dapat dilihat sebagai fungsi dari nominal diameter pipa dan
kekasaran permukaan dalam pipa (e) yang tergantung dari jenis
material pipa. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

𝑒
Relative Rouhgness = 𝐷 (2. 12)

Dimana :
e = Kekasaran pipa
D = Diameter Pipa
Re = Reynold Number
f = friction factor

f. Perhitungan Total Head loss


Total HeadLoss merupakan head total kerugian dalam
sepanjang pipa yang terdiri dari head kerugian gesek dalam pipa
lurus, head kerugian pada belokan, head kerugian pada valve
maupun aksesoris yang digunakan dalam sistem perpipaan. Head
loss dibagi menjadi dua, yaitu Head loss Mayor dan Head loss
Minor. Head loss Mayor adalah kerugian energi yang diakibatkan

28
gesekan pada pipa lurus, sedangkan Head loss Minor adalah
kerugian energi yang disebabkan belokan, percabangan, pembesaran
ataupun penyempitan pipa secara mendadak, valve dan sebagainya.
Rumusnya adalah sebagai berikut :

1. Head loss Mayor

𝐿𝑉 2
ℎ𝑓 = 𝑓 (2. 15)
𝐷2𝑔

Dimana:
f : friction factor
L : Panjang pipa (m)
D : Diameter pipa yang dipakai (m)
v2 : kecepatan (m/s)
g : gravitasi (9,8 m/s2)

Tabel 2. 5 Nilai Equivalent Lenght

2. Perhitungan Head loss Minor

𝑉2
ℎ=𝐾 .𝑔 (2. 16)
2

29
Dimana:
h = minor losses (m)
K = nilai factor K
V = kecepatan (m/s)
g = percepatan gravitasi (9,8 m/s)

3. Perhitungan head loss total

hLT = hL+ hLM (2. 17)

Dimana:
h = Total Head loss(m)
hLT = Head loss Mayor (m)
hL = Total Head Minor (m)

2.11 Total Flooding Sistem


Total flooding system merupakansistem pemadam kebakaran dengan
cara membanjiri (flooding) menggunakan media pemadam jenis gas yang
disimpan dalam tabung bertekanan tinggi dan diintegrasi dengan sistem
pendeteksian kebakaran dini, sistem perpipaan dan nozzle. Dalam hal ini
gas dipancarkan ke seluruh ruangan yang terbakar yang dikelilingi oleh
dinding-dinding, lantai dasar dan plafon atau atap, dengan disertai
penutupan secara aktif, pintu-pintu, jendela, lubang-lubang AC dan
lainnya. Cara ini dapat digunakan untuk 2 hal:
a. Kebakaran dipermukaan
Kebakaran ini meliputi kebakaran benda cair, serta barang-barang
atau benda padat yang keras dan besar. Penggunaan sistem pemadam
FM-200 harus cepat dalam waktu paling lama 30 detik, bahan ini
sudah harus habis dipancarkan.
b. Kebakaran dalam atau sekam

30
Kebakaran dalam satu sekam ini terjadi misalnya ditumpukan
tumpukan buku, kertas-kertas, cotton, textile, dan lain-lain. FM-200
harus dipancarkan dengan cepat dan habis dalam waktu 30 detik.

31
Halaman ini sengaja di kosongkan

32
BAB 3
METODE PENELITIAN

Pengerjaan tugas akhir ini memerlukan proses penelitian


yang terstruktur sehingga diperlukan langkah-langkah yang sistematik
dalam pelaksanaannya. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah :

3.1 Tahap Identifikasi Awal


Pada tahap ini penulis melakukan Identfikasi terhadap
permasalahan yang terjadi, yaitu kebakaran pada electrical room :

3.1.1 Tahap Identifikasi Masalah


Pada tahap ini dilakukan Investigasi dan Identifikasi
permasalahan yang didapatkan pada saat melakukan
pengamatan sehingga bisa dilakukan sebuah penelitian. Serta
penetapan tujuan penelitian yang digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Dalam hal ini
penggunaan metode FTA (Fault Tree Analysis) dan pengujian
menggunakan Infrared Thermography Test pada Electrical
Room.
3.1.2 Penentuan Tujuan, Rumusan masalah, dan Manfaat
Setelah menentukan rumusan masalah, pada tahap ini
dilakukan penetapan tujuan tentang apa yang ingin dicapai dan
manfaatnya bagi pihak terkait serta bagi penelitian selanjutnya
serta melakukan pembatasan masalah agar penelitian menjadi
lebih terarah. Tahap ini merupakan dasar tentang apa yang
dilakukan selama penelitian. Perumusan masalah merupakan
tahap awal dari proses penelitian. Dalam hal ini adalah
Investigasi Kebakaran Pada Electrical Room dan Merencanakan
tindak lanjut dari Kebakaran itu sendiri yaitu perencanaan
instalasi integrated sistem dengan media FM200. Kemudian di

33
tentukan tujuan dari penelitian sebagai output nya. Output yang
diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat Mencegah kejadian
serupa terulang lagi.

3.2 Tahap Tinjauan Pustaka


Tinjauan pustaka merupakan tahapan acuan yang dipakai
dalam penelitian. Pada tahap ini dilakukan Studi Literature dan
Lapangan terhadap kondisi lapangan yang sebenarnya, Studi
literature digunakan sebagai acuan yang dipakai untuk melengkapi
penulisan dari tugas akhir dan diharapkan dapat menjadi pembanding
antara apa yang terjadi sebenarnya dan sebagai penuntun langkah-
langkah selanjutnya. Selain itu, literatur ini bersumber dari buku
jurnal dan referansi lainnya. Literatur yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi perundang-undangan mengenai jenis
kebakaran dan cara penanggulan kebakaran, bahaya kebakaran,
penanggulangan kebakaran.

3.3 Tahap Pengumpulan Data


Pada tahap ini, Pengumpulan data dan bahan yang berkaitan
untuk proses penyelesaian permasalahan yang akan di kaji. Adapun
sumber data yang akan di butuhkan dalam Analisa Kebakaran dan
Rancangan ini untuk penyelesaian Tugas Akhir ini, yaitu Data
Primer dan Data Sekunder :

A. Data Primer
Data yang di peroleh dengan pengamatan langsung di lapangan
serta mengukur area Electrical Room dan panel-panel yang ada di
dalam secara langsung. Selain itu data primer juga di peroleh dari
keterangan-keterangan dari Orang di sekitar juga dari pihak HSE
Perusahaan mengenai kronologi kejadiannya.

34
B. Data Sekunder
Data Layout dari Electrical Room itu sendiri dan penempatan
Panelnya. Ini berfungsi untuk mengetahui luas dan mempermudah
Penulis dalam merancang Fire Integrated system.

3.4 Tahap Pengolahan dan Analisa Data


Dalam Tahap Pengolahan data ini data - data yang sudah di dapatkan
akan di olah untuk mendapatkan tujuan dari penelitian ini. Adapun
beberapa tahap pengolahan data di dapatkan sebagai berikut :

3.4.1 Investigasi Kebakaran


Dalam tahap ini penulis mengumpulkan informasi-
informasi dan data dari kronologi kebakaran yang terjadi di
Electrical Room. Sehingga dapat mempermudah penulis dalam
menginvestigasi kebakaran yang terjadi.

3.4.2 Analisa Kebakaran


Setelah mendapatkan data mengenai Electrical Room
serta mengetahui Metode Kerja dari Electrical Room, penulis
menganalisa sebab timbulnya Kebakaran serta kemungkinan-
kemungkinan yang lainnya dari data kronologi yang telah di
dapatkan.
3.4.3 Perencanaa sistem proteksi kebakaran aktif
Setelah penentuan hasil penilaian risiko kebakaran,
kemudian dilakukan perencanaan sistem proteksi kebakaran aktif,
yaitu :
fire integrated sistem yang meliputi :
1. Penentuan jenis isi pemadam
2. Perhitngan total flooding
3. Perhitungan jumlah spray
4. Perancangan desain peletakan
3.4.4 Perancangan Sistem

35
Pada tahap ini dilakukan proses perancangan dan
perletakan sistem proteksi kebakaran otomatik FM-200 agar
kejadian serupa tidak terulang kembali di masa yang akan
datang. Perancangan ini juga memuat rancangan sensor yang
akan digunakan, jenis sensor, dan permodelan sistem proteksi
kebakaran. Perancangan sistem kebakaran aktif ini di gunakan
untuk memproteksi Electrical Room dan penentuan tata letak
sistem proteksi kebakaran. Tahap ini meliputi membuat
rancangan ruang panel dan akan dilengkapi sistem proteksi
kebakaran yang telah disesuaikan, disini juga terdapat proses
perancangan peletakan Detektor serta penataan rancangan
sistem proteksi kebakaran tersebut. Tahap ini meliputi membuat
rancangan ruang panel dan akan dilengkapi sistem proteksi
kebakaran yang telah disesuaikan, disini juga terdapat proses
perancangan peletakan Detektor, serta penataan rancangan
sistem proteksi kebakaran tersebut. Detektor yang digunakan
pada perancangan ini adalah Detektor Asap.

3.5 Kesimpulan dan Saran


Tahap ini merupakan tahap yang terakhir dimana pada tahap ini
akan ditarik beberapa kesimpulan terhadap analisa dan pengolahan data
yang telah terlebih dahulu dilakukan. Kesimpulan ini juga merupakan
tahapan dari rangkuman jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam
tugas akhir ini. Adanya saran ditujukan untuk penelitian selanjutnya agar
lebih baik dan dapat mengembangkan batasan masalah yang diangkat di
tugas akhir ini.
3.6 Skema Metode Penelitian
Di bawah ini adalah skema Metode Penelitian penulis yang di
tunjukkan sebagai berikut :

36
Mulai

Perumusan Masalah dan Penetapan


Tujuan

Studi Literature dan Studi Lapangan

Data Primer :
Data Sekunder :
1. Dimensi Electrical
Pengumpulan Data 1. Layout Electrical Room
Room
2. Laporan Investigasi
2. Wawancara Langsung

Pengujian potensi kebakaran menggunakan


Analisa Kebakaran Menggunakan FTA
Infrared Thermography Test

Rekomendasi berupa perancangan desain sistem


kebakaran aktif berdasarkan NFPA2001 edisi tahun
2018

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3. 1 Skema Metode Penelitian

37
Halaman ini sengaja di kosongkan

DAFTAR PUSTAKA
38
alfalah, T. s. (2009). ALAT PENCEGAH KEBAKARAN BERBASIS
MIKROKONTROLER AT89S51 PADA BOX PANEL KONTROL
LISTRIK. Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1.

Depnakertrans. (2000). SNI 03-3985-2000.2000 Tata cara perencanaan,


pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada. Indonesia: Depnakertrans.

Ericson, C. A. (2005). Hazard Analysis Techiques for System Safety. New Jersey:
John Wiley and Sons, inc.

firstout. (2019, 01 10). rescue equipment. Diambil kembali dari firstout rescue
equipment: http://www.firstoutrescue.com/index.php/flir-k45-k55-thermal-
imaging-camera.html

Group, L. (2019, 01 10). Diambil kembali dari Libratama:


http://libratama.com/pemeriksaan-peralatan-listrik-dan-mekanik-dengan-
menggunakan-technology-infrared-thermal-imager/

Infraspection. (2008). Standard for Infrared Inspection of Electrical Systems &


Rotating Equipment. burlington: Infraspection Institute.

Kristiana, L. R., & Tanuwijaya, A. S. (2018). Identifikasi Penyebab Kecelakaan


Kerja dan Potensi Bahaya dengan Metode Failure Mode and Effect Analysis
dan Fault Tree Analysis. Jurnal Telematika edisi Industrial Engineering
Seminar and Call for Paper (IESC), 61.

Mar'ati, h. (2014). Perancangan Fire Integrated System di Gedung Mezzanine dan


Analisa Manfaat Biaya dengan Metode Benefit-cost Ratio. Surabaya:
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

NFPA. (2018). NFPA 2001 Standar On Clean Agent Fire Extinguishing Systems.

PPNS, H. (2019, 01 10). HIMALISKAL PPNS. Diambil kembali dari http://hima-


pe.ppns.ac.id

39
Usamentiaga, R. (2014). Infrared Thermography for Temperature Measurement
and Non-Destructive Testing. Sensors.

Vesely. (1981). Fault Tree Handbook. U.S: U.S Nuclear Regulatory Comission.

40

Anda mungkin juga menyukai