Anda di halaman 1dari 112

Volume 6 No.

1
Maret - September 2018
SUSUNAN PENGURUS
dr. Gibran Tristan Alpharian, Sp.OT
Penanggung Jawab Universitas Padjadjaran

Zaufy Verlieza Oktaviano S. dr. Yulia Sofiatin, Sp.PD


Universitas Airlangga Universitas Padjadjaran

Pimpinan Umum Penyunting Pelaksana


Ulfah Hasna Hasibah Ulfah Hasna Hasibah
Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran

Pimpinan Redaksi Ahmad Fachry Toaha


Universitas Hasanuddin

Arlinda Silva Prameswari


Universitas Muhammadiyah Malang
Fachreza Aryo Damara
Universitas Padjadjaran

Sekretaris Feby Widya Pramitha


Universitas Jendral Achmad Yani

Marcella
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Muhammad Lutfi Herliyana
Universitas Jendral Achmad Yani

Devi Aulia Cahyani Prita Saskya Prameswari


Universitas Islam Malang Universitas Padjajaran

Rafik Prabowo
Bendahara Universitas Islam Indonesia

Ghina Dhiya Indirani Randy Dwirizaldi Hidayat


Universitas Jendral Achmad Yani
Universitas Padjadjaran

Penyunting Ahli Humas dan Promosi


Dr. dr. Fathiya Safitri, M. Kes Tineke Aliyyah Hoerunnisa
Universitas Muhammadiyah Malang Universitas Jendral Achmad Yani

dr. Putrya Hawa, M. Biomed Ferry Fitriya Ayu Andika


Universitas Islam Indonesia Universitas Jember

dr. Annisa Hasanah, M.Kes Kemas Mhd Naufal N.


Universitas Muhammadiyah Malang Universitas Sriwijaya

dr. Firdaus Hamid, Ph.D Yanasta Yudo Pratama


Universitas Hasanuddin Universitas Islam Indonesia

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


Tata Letak
A.A.A. Listya Samanta Dharma
Universitas Warmadewa

Defi Ardia Pramesti


Universitas Padjadjaran

Fadel Rajab Nugraha


Universitas Halu Oleo

Hanna Silmi Zahra


Universitas Padjadjaran

Harniza Mauludi
Universitas Muhammadiyah Jakarta

ii

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


ISSN: 2302-6391
DAFTAR ISI
Susunan Pengurus ............................................................................................i
Daftar Isi ........................................................................................................iii
Petunjuk Penulisan ........................................................................................vi
Sambutan Pimpinan Umum ..........................................................................xv

Tinjauan Pustaka
Potensi Umbilical Cord Blood Derived Stem Cells dalam Memperbaiki
Kerusakan Otak Akibat Penyalahgunaan Narkotika
Irfan Hasbullah Putra, Annisa Widi Rizkia, M Yusan Pratama, Dr. dr. Andani Eka Putra, M.Sc

........................................................................................................................1
Peran Whey-Acidic-Protein Four Disulfide Core Domain 2 (Wfdc2)
sebagai Biomarker Mutakhir dalam Deteksi dan Diagnosis Dini
Kanker Ovarium
Desy Natalia, Ivana Beatrice Alberta, Astrid Dwijayanti

.................................................................................................................................................................9

Pengunaan Konsep Metabolomics dengan 1h Nmr Spektroskopi


sebagai Biomarker Terbaru dalam Skrining Dispepsia Fungsional
Gilbert Sterling Octavius, Timotius Ivan Hariyanto, Prio Wibisono, Theo Audi Yanto

..............................................................................................................................................................19

Penelitian
Perbedaan Profil Analisis Semen pada Pria di Poli Andrologi
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Berdasarkan Kriteria
Indeks Massa Tubuh
Williana Suwirman, Zakiyatul Faizah, Relly Yanuari Primariawan, Judie Hartono,
R. Haryanto Aswin

..............................................................................................................................................................35

Toksisitas dan Aktivitas Gastroprotektif Ekstrak Tangkai Talas


(Colocasia Esculenta L. Schott) Pengujian Aktivitas Toksik dan
Gastroprotektif Ekstrak Tangkai Talas terhadap Tikus Putih
Galur Wistar (Rattus Norvegicus) yang Diinduksi Aspirin
Aiman Hilmi Asaduddin

..............................................................................................................................................................41

iii
JIMKI Volume 6 No 1 | Maret - September2018
Pengujian Efektivitas Ekstrak Capsicum Annuum sebagai Anti
Inflamasi pada Tikus Wistar yang Diinduksi Ccl4
Aldian Mulyanto Lokaria, Berliana Islamiyarti Hydra, Zelly Dia Rofinda

..............................................................................................................................................................51

Penurunan Rasio Neutrofil terhadap Limfosit pada Pasien Tuberkulosis


Sesudah Terapi Intensif
Caroline Ciptasari, Mario Steffanus, Stefanus Lembar

..............................................................................................................................................................59

Perbedaan Durasi Pneumonia pada Tipe-Tipe Penyakit Jantung


Bawaan Asianotik Pirau Kiri ke Kanan
Masyithoh Wahyu Diani, Taufiq Hidayat, Rosi Amrilla Fagi

..............................................................................................................................................................64

Efek Kombinasi Kurkumin dan Kuersetin terhadap Kadar


Kolesterol dan Trigliserida pada Tikus Wistar Jantan dengan
Diet Tinggi Lemak
Nyoman Odiyana Prayoga Griadhi, Deby Aulia Rahmi, Made Harumi Padmaswari,
Gita Trisna, Arta Farmawati, Nur Arfian, Prasetyastuti

..............................................................................................................................................................69

Artikel Penyegar
Adipose Stem Cell: Terapi Regeneratif Untuk Meningkatkan Massa
Sel Beta Pankreas dan Sensitivitas Insulin pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2
Hera Afidjati

..............................................................................................................................................................77

Asam Valproat apat Menghambat Pertumbuhan pada Pasien


Epilepsi Anak
M Marliando Satria Pangestu Catur, Roro Rukmi Windi Perdani

..............................................................................................................................................................82

Perbandingan Panduan Nasional Tatalaksana Tuberkulosis Tahun 2014


di Indonesia dan Panduan Terbaru Terapi Untuk Terduga Tb Menurut
WHO Tahun 2017
Ria Mustika Baharuddin

..............................................................................................................................................................89

iv
JIMKI Volume 6 No 1 | Maret - September2018
PETUNJUK PENULISAN
Pedoman Penulisan Artikel
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI)
Indonesia Medical Students Journal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) merupakan publikasi ilmiah
yang terbit setiap 6 bulan sekali dalam setahun. Dalam mempublikasikan naskah
ilmiah dalam berkala ini, maka penulis diwajibkan untuk menyusun naskah sesuai
dengan aturan penulisan JIMKI yang disesuaikan degan panduan penulisan format
penulisan berkala ilmiah mahasiswa kesehatan

A. JENIS-JENIS ARTIKEL
1. Penelitian Asli
Definisi : hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran, kedokteran gigi,
kesehatan masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan farmasi.
Format penulisan :
Judul penelitian
Nama dan lembaga pengarang
Abstrak
Pendahuluan
Metode penelitian
Hasil penelitian
Pembahasan atau diskusi
Kesimpulan dan saran
Daftar pustaka
2. Advertorial
Definisi : Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.
Format penulisan :
Judul
Nama penulis & lembaga
Pengarang
Abstrak
Pendahuluan
Pembahasan
Kesimpulan
Daftar rujukan
3. Artikel Penyegar
Definisi : Artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik
yang sangat menarik dalam dunia kedokteran atau kesehatan,
memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis
secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal
dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca.
Format Penulisan :
Pendahuluan
Isi
Kesimpulan
4. Tinjauan Pustaka
Definisi : Tulisan artikel review atau sebuah tinjauan terhadap suatu
fenomena

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret – September 2018 ii


atau ilmu dalam dunia kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan
masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan farmasi, ditulis dengan
memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca.
Format penulisan :
Judul
Nama penulis & lembaga
Pengarang
Abstrak
Pendahuluan
Pembahasan
Kesimpulan
Daftar rujukan
5. Laporan Kasus
Definisi : artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi
pembaca.
Format Penulisan ;
Judul
Abstrak
Background
Kasus
Pemeriksaan penunjang
Differential diagnosis
Tatalaksana
Outcome and follow up
Discussion
Take home message
Reference
Note : laporan kasus butuh pengesahan dari supervisor atau dosen
pembimbing penulis
6. Artikel Editorial
Definisi : Artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia kedokteran,
kedokteran gigi, kesehatan masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan,
dan farmasi. Memuat mulai dari ilmu dasar, klinis, berbagai metode
terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang keahlian tersebut di
atas, lapangan kerja sampai karir dalam dunia kesehatan. Artikel ditulis
sesuai kompetensi mahasiswa.
Format Penulisan :
Pendahuluan
Isi
Penutup

B. KETENTUAN PENULISAN SECARA UMUM


1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik, benar, lugas, dan
ringkas.
2. Naskah diketik dalam microsoft word 2003
3. Menggunakan ukuran kertas A4 dengan margin kanan=3cm, kiri=4cm,
atas=3cm, bawah=3cm.
4. Naskah menggunakan 1 spasi dengan spacing after before 0 Cm, jarak
antar bab atau antar subbab yaitu 1 spasi (1x enter)
5. Menggunakan Font arial reguler, size 10, sentence case, justify.
6. Naskah maksimal terdiri dari 15 halaman terhitung mulai dari judul
hingga daftar pustaka.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret – September 2018 iii


C. KETENTUAN PENULISAN JUDUL & SUB-JUDUL
Judul ditulis secara singkat, jelas, dan padat yang akan
menggambarkan isi naskah. Ditulis tidak terlalu panjang, maksimal 20 kata
dalam bahasa Indonesia. Ditulis dengan font arial 14 pt dicetak tebal di
bagian tengah atas dengan uppercase (semua huruf ditulis kapital), tidak
digarisbawahi, tidak ditulis di antara tanda kutip, tidak diakhiri tanda titik(.),
tanpa singkatan, kecuali singkatan yang lazim. Penulisan judul
diperbolehkan menggunakan titik dua tetapi tidak diperbolehkan
menggunakan titik koma. Penggunaan sub-judul diperbolehkan dengan
ketentuan ditulis dengan titlecase, font arial 12, center, dan dicetak tebal.

D. KETENTUAN PENULISAN NAMA PENULIS


Dibuat taat azas tanpa penggunaan gelar dan dilengkapi dengan
penjelasan asal instansi atau universitas. Penulisan nama pengarang diketik
titlecase, font arial 10, center, dan bold yang dimulai dari pengarang yang
memiliki peran terbesar dalam pembuatan artikel. Penulisan asal instansi
dimulai dari terkecil .
contoh:
Nurul M. Rahmayanti,1 Desri Astuti,2

1 Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,


Universitas Indonesia, Depok
2 Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Muhammadiyah Jakarta, Jakarta

E. PENULISAN ABSTRAK
Abstrak merupakan miniatur dari artikel sebagai gambaran utama
pembaca terhadap artikel Anda. Abstrak berisi seluruh komponen artikel
secara ringkas (pendahuluan, metode, hasil, diskusi dan kesimpulan).
Abstrak dibuat terstruktur dengan sub bagian dengan ketentuan sub bagian
dicetak tebal dan dibubuhi tanda titik dua sebelum kata selanjutnya. Abstrak
ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan panjang abstrak
tidak lebih dari 250 kata (dan tidak menuliskan kutipan pustaka. Dilengkapi
dengan kata kunci sebanyak maksimal 3-5 kata benda yang ditulis dari
umum ke khusus. Abstrak Bahasa Inggris dan keyword ditulis italic
(dimiringkan). Abstrak Bahasa Indonesia dan kata kunci ditulis tegak.
Kalimat pertama menyampaikan kontribusi penulis terhadap literatur dan
menjelaskan perbedaan penelitian/telaah yang dilakukan dibanding dengan
artikel lain yang sudah ada. Jelaskan mengapa penelitian dilakukan,
bagaimana cara melakukannya, seberapa signifikan kontribusi dari
penelitian tersebut, dan hal apa saja yang bisa dikembangkan setelah
penelitian berakhir.

F. KETENTUAN PENULISAN PENDAHULUAN (UPPERCASE, LEFT, BOLD,


FONT ARIAL 10)
Format utama penulisan berkala ini terdiri dari 2 kolom, yang ditulis
dengan MS Word, page size A4, 1 spasi, sentence case, justify, regular, font
arial 10.
Pada bagian pendahuluan tuliskan latar belakang, penjelasan mengenai
penelitian terkait yang telah lebih dulu dipublikasikan (jika ada). Selain itu
dijelaskan pula hal-hal spesifik dalam penelitian. Kutipan dari referensi atau
daftar pustaka dibuat dengan tanda superscrift 1, dengan 1 menunjukkan

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret – September 2018 iv


nomor dalam daftar pustaka. Istilah dalam bahasa asing dan simbol
matematika ditulis dengan huruf miring.
Kalimat pertama dari pendahuluan menyampaikan tujuan
dari penelitian ini untuk memberikan kontribusi pada bidang
tertentu dengan melakukan atau menemukan sesuatu.
Kutip beberapa hasil penelitian terbaru mengenai topic yang
dibahas beseta relevansinya.
Jelaskan mengapa menulis artikel ini dan kontribusi apa yang
diberikan pada pengembangan keilmuan
Jelaskan kebijakan yang mungkin timbul atau implikasi yang
mungkin diterapkan sebagai hasil dari penemuan tersebut
(hanya jika hal tersebut relevan)
Jelaskan apakah penelitian mendukung atau memperluas hasil
penelitian yang sudah ada atau justru menyanggah hasil
penelitian sebelumnya.

G. KETENTUAN PENULISAN METODE PENELITIAN (UPPERCASE, LEFT,


BOLD, ARIAL 10)
Penulisan metodologi penelitian berisikan desain penelitian, tempat,
dan waktu, populasi dan sampel, teknik pengukuran data, dan analisis data.
Sebaiknya menggunakan kalimat pasif dan kalimat narasi, bukan kalimat
perintah. Petunjuk:
Merupakan bagian penting dalam artikel
Ketahui metode penelitian terkini yang paling sesuai untuk
bidang keilmuan yang dibahas
Ketahui apakah jenis metode lain ternyata lebih memberikan signifikansi
terhadap hasil penelitian dibanding dengan metode penelitian lama yang
digunakan.

H. KETENTUAN PENULISAN HASIL (UPPERCASE, LEFT, BOLD, FONT ARIAL


10)
Penulisan hasil
Setengah bagian dari keseluruhan artikel membahas tentang
bagian ini
Tiap tabel atau grafik harus diikuti satu paragraph yang
mendeskripsikan hasil yang tercantum dalam tabel atau grafik
tersebut.
Edit bagian ini berulang kali sampai kita benar-benar yakin
bahwa pembaca memahami apa yang disampaikan di bagian
ini.

3.1 Judul Isi Hasil (Titlecase, Left, Bold, Font Arial 10)

Judul dan subjudul yang muncul dalam bab ini dituliskan dengan
nomor bertingkat seperti contoh ini.

3.2 Subjudul Hasil (Titlecase, Left, Bold, Font Arial 10)

Rumus kimia atau matematika dituliskan seperti contoh berikut


:

√A + B3 + CO2 = ∫ X2 (1)

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret – September 2018 v


Tabel dan gambar dapat disisipkan di tengah-tengah artikel
seperti contoh ini, atau di bagian akhir artikel.

Judul terletak diatas tabel, hanya menggunakan garis horizontal


dengan 2 atau 3 garis, tanpa menggunakan garis vertikal.
Tulisan Tabel 1 ditebalkan (bold), dengan menggunakan
ketentuan penomoran dari angka Arab. 1, 2, 3 dst (angka arab),
I, II, III (angka Romawi).

Tabel 1. Judul Tabel ( Titlecase,Center,Regular, Arial 10)


No Judul Artikel Penulis

Penulisan gambar:
Terletak dibawah gambar, dengan Bold pada tulisan gambar.
Penomoran gambar menggunakan angka Arab,

Gambar 1. Judul Gambar (titlecase,center,regular, arial 10)


I. KETENTUAN PENULISAN PEBAHASAN (UPPERCASE, LEFT, BOLD, ARIAL
10)
Pembahasan merupakan bagian terpenting dari keseluruhan isi
artikel ilmiah, sehingga pada umumnya memiliki proporsi paling banyak.
Fungsi pembahasan adalah menjawab masalah penelitian atau menunjukkan
pencapaian tujuan penelitian, dengan cara menafsirkan/menganalisis hasil
penelitian, juga membandingkan hasil penelitian dengan hasil dari
penelitian-penelitian yang dipakai sebagai referensi. Pada bagian ini
dilakukan juga kajian kesesuaian hasil dengan teori-teori yang dipakai.
Bahas apa yang ditulis dalam hasil, tetapi tidak mengulang hasil. Jelaskan
arti kemaknaan statistik (misal p<0.001, apa artinya?), juga kemaknaan
biologis (ukuran asosiasi penyakit—OR, RR), jika ada. Tekankan aspek baru
dan penting. Sertakan juga bahasan dampak penelitian dan
keterbatasannya.

J. KETENTUAN PENULISAN KESIMPULAN


Kesimpulan berisikan jawaban atas pertanyaan penelitian.
Kesimpulan harus menjawab tujuan khusus. Bagian ini dituliskan dalam
bentuk esai dan tidak mengandung data angka hasil penelitian. Terdiri atas

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret – September 2018 vi


maksimal tiga paragraf yang merangkum inti hasil penelitian dan
keterbatasan penelitian, serta kemungkinan pengembangan penelitian yang
bisa dilakukan oleh pihak lain untuk mengembangkan hasil yang sudah
diperoleh.

K. KETENTUAN PENULISAN SARAN


Saran berisi rekomendasi hal-hal yang perlu dilakukan oleh satu atau
beberapa pihak, berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh dari
penelitian. Saran berorientasi pada perbaikan situasi kesehatan masyarakat,
sehingga dibuat untuk dilaksanakan melalui advokasi, perbaikan perilaku,
pembuatan kebijakan, atau penelitian berikutnya. Saran dibuat dalam
bentuk esai (dalam paragraf-paragraf) atau dalam poin-poin.
Contoh penulisan Pembahasan, Kesimpulan, Saran
2. PEMBAHASAN (UPPERCASE, LEFT, BOLD, ARIAL 10)
2.1 Judul Isi Bahasan (titlecase, left, bold, Arial 10)
2.1.1 Subjudul Isi Bahasan (titlecase, left, bold, Arial 10)
3. KESIMPULAN
4. SARAN

L. KETENTUAN PENULISAN UCAPAN TERIMAKSIH


Ucapan terimakasih bersifat opsional. Jika ditulis, maka ditujukan
kepada pihak lain yang telah membantu atau terlibat baik langsung maupun
tidak langsung dalam penelitian.

M. KETENTUAN PENULISAN TABEL DAN GAMBAR


Judul tabel di tulis dengan title case, subjudul ada pada tiap kolom,
sederhana, tidak rumit, tunjukkan keberadaan tabel dalam teks (misal lihat
tabel 1), dibuat tanpa garis vertical, dan ditulis diatas tabel.
Contoh penulisan tabel yang benar:
Tabel 1 Distribusi Status Pernikahan Penderita HIV AIDS di Kota X Tahun Y
Status Pernikahan N %
1. Menikah 28 60,87
2. Tidak Menikah 18 39,13
Total 46 100

Penulisan Gambar
Judul gambar ditulis dibawah gambar. Contoh:

Gambar 1. Logo BIMKES

N. KETENTUAN PENULISAN SITASI

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret – September 2018 vii


Penulisan sitasi menggunakan sistem Vancouver dengan penomoran yang
runtut. Ditulis dengan nomor sesuai urutan. Untuk penulisan sitasi yang
berasal dari 2 sumber atau lebih, penomoran dipisahkan menggunakan
koma. Nomor kutipan ditulis superskrip dan dibuat dalam tanda kurung siku
[…]
Contoh penulisan sitasi :
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak
mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah
termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini
adalah Megascilicidae dan Lumbricidae.[1]
Bagi sebagian orang, cacing tanah masih dianggap sebagai
makhluk yang menjijikkan dikarenakan bentuknya, sehingga tidak
jarang cacing masih dipandang sebelah mata. Namun terlepas dari
hal tersebut, cacing ternyata masih dicari oleh sebagian orang
untuk dimanfaatkan. Menurut sumber, kandungan protein yang
dimiliki cacing tanah sangatlah tinggi, yakni mencapai 58-78 %
dari bobot kering. Selain protein, cacing tanah juga mengandung
abu, serat dan lemak tidak jenuh. Selain itu, cacing tanah
mengandung auxin yang merupakan hormon perangsang tumbuh
untuk tanaman.[2]Manfaat dari cacing adalah sebagai Bahan Baku
Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit. Secara
tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam,
menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronkitis, reumatik
sendi, sakit gigi dan tipus.[1,2]

O. KETENTUAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA


1. BUKU
Penulis Tunggal
Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit,
Tahun terbit.
Contoh:
Frye, Northrop. Anatomy of Criticism: Four Essays. Princeton:
Princeton UP, 1957.

Dengan dua atau tiga orang penulis


Nama penulis 1 (dibalik), Nama penulis 2, dan nama penulis
selanjutnya. Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun
terbit.
Contoh:
Howe, Russell Warren, dan Sarah Hays Trott. The Power
Peddlers. Garden City: Doubleday, 1977.
Marquart, James W., Sheldon Ekland Olson, dan Jonathan R.
Sorensen. The Rope, the Chair, and the Needle: Capital Punishment in
Texas, 1923-1990. Austin: Univ. of Texas, 1994.

Lebih dari tiga penulis


Nama penulis 1 (dibalik), et al. judul buku (italic). Tempat terbit:
Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Edens, Walter, et al., Teaching Shakespeare. Princeton: Princeton UP,
1977.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret – September 2018 viii


Editor sebagai penulis
Nama editor (dibalik), editor. Judul Buku (italic). Tempat terbit:
Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Harari, Josue, editor. Textual Strategies. Ithaca: Cornell UP, 1979.

Penulis dan editor


Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor. Nama editor.
Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Malory, Thomas. King Arthur and his Knights. Editor. Eugene
Vinaver. London: Oxford UP, 1956.

Penulis berupa tim atau lembaga


Nama tim atau lembaga. Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit,
Tahun terbit.
Contoh:
National Institute for Dispute Resolution. Dispute Resolution
Resource Directory. Washington, D.C.: Natl. Inst. for Dispute Res.,
1984.

Karya multi jilid/buku berseri


Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Jilid ke- / edisi ke-.
Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Freedberg, S. J. Andrea del Sarto. Jilid kedua. Cambridge: Harvard UP,
1963.

Terjemahan
Nama penulis (dibalik). Judul buku hasil terjemahan (italic).
Penerjemah Nama penerjemah. Tempat terbit: Penerbit, Tahun
terbit. Terjemahan dari Judul buku yang diterjemah (italic), Tahun
terbit buku yang diterjemah.
Contoh:
Foucault, Michel. The Archaeology of Knowledge. Penerjemah A.
M. Sheridan Smith. London: Tavistock Publications, 1972.
Terjemahan dari L'Archéologie du savoir, 1969.

Artikel atau bab dalam buku


Nama penulis (dibalik). “judul buku”. Judul bab atau artikel (italic).
Editor Nama editor. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Halaman
bab atau artikel dalam buku.
Contoh:
Magny, Claude-Edmonde. "Faulkner or Theological Inversion."
Faulkner: A Collection of Critical Essays. Editor Robert Penn Warren.
Englewood Cliffs: Prentice-Hall, 1966. 66-78.

Brosur, pamflet dan sejenisnya


Nama brosur/pamflet/sejenisnya. Tempat terbit: Penerbit, Tahun
terbit.
Contoh:
Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pariwisata Jawa Timur, 1999.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret – September 2018 ix


Makalah seminar, konferensi dan sejenisnya
Mann, Jill. “Chaucher and the ‘Woman Question.’” This Noble Craft:
Proceedings of the Tenth Research Symposium of the Dutch and
Belgian University Teachers of Old and Middle English and
Historical Linguistics, Utrect, 19-10 January 1989. Ed. Erik Kooper.
Amsterdam: Radopi, 1991.173--88.

2. SERIAL
Artikel jurnal dengan volume dan edisi
Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic).
Volume:Edisi (tahun terbit): halaman
Contoh:
Dabundo, Laura. “The Voice of the Mute: Wordsworth and the
Ideology of Romantic Silences.” Christiantity and Literature
43:1(1995): 21-35.

3. PUBLIKASI ELEKTRONIK
Buku Online
Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor Nama editor.
Tahun terbit buku. Tanggal dan tahun akses <link online buku>
Contoh:
Austen, Jane. Pride and Prejudice. Editor Henry Churchyard. 1996. 10
September 1998
<http://www.pemberley.com/janeinfo/prideprej.html>.

Artikel jurnal online


Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic). (tahun
terbit artikel). Tanggal dan tahun akses jurnal <link online jurnal>
Contoh:
Calabrese, Michael. “Between Despair and Ecstacy: Marco
Polo’s Life of the Buddha.” Exemplaria 9.1 (1997). 22 June
1998
<http://web.english.ufl.edu/english/exemplaria/calax.htm>

Artikel di website
“judul artikel.” Nama website (italic). Tahun terbit artikel. Tanggal
dan tahun akses. <link online artikel>
Contoh:
“Using Modern Language Association (MLA) Format.” Purdue Online
Writing Lab. 2003. Purdue University. 6 Februari 2003.
<http://owl.english.purdue. edu/handouts/research/r_mla.html>.

Publikasi lembaga
Nama lembaga. Judul artikel (italic). Oleh nama pemulis 1, nama
penulis 2, dan seterusnya. Tanggal publikasi. Tanggal dan tahun
akses <link online artikel>
Contoh:
United States. Dept. of Justice. Natl. Inst. Of Justice. Prosecuting
Gangs: A National Assessment. By Claire Johnson, Barbara Webster,
dan Edward Connors. Feb 1996. 29 June 1998
<http://www.ncjrs.org/txtfiles/pgang.txt.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret – September 2018 x


SAMBUTAN PIMPINAN UMUM
S alam Sejahtera bagi kita semua,

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) Volume 6 Nomor 1. JIMKI merupakan wadah
bagi mahasiswa kedokteran Indonesia untuk mengembangkan ide dan gagasannya
dalam ranah penelitian dan ilmu pengetahuan. Adanya JIMKI ini terkait dengan
kewajiban seorang dokter untuk mengembangkan diri dalam penelitian dan kemajuan
ilmu pengetahuan. Selain itu, JIMKI juga diharapkan dapat memperluas wawasan dan
pengetahuan terkini mengenai kemajuan di bidang kedokteran.

Penerbitan JIMKI dapat terlaksana atas kerjasama antara JIMKI, mitra bestari (mitbes)
dengan Badan Analisis dan Pengembangan Ilmiah Nasional (BAPIN-ISMKI). Penghargaan
yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Pemimpin Redaksi, Penyunting
Pelaksana, tim Humas dan Promosi, serta tim Tata Letak yang telah bekerja keras untuk
dapat menyelesaikan proses penerbitan jurnal ini. Selain itu, saya mewakili JIMKI ingin
mengucapkan terima kasih kepada para author yang telah mempercayai JIMKI sebagai
media untuk mempublikasikan karya nya.

Kami menyadari masih banyak keterbatasan pada JIMKI edisi kali ini. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak dalam rangka
meningkatkan kualitas JIMKI. Semoga artikel-artikel yang dimuat JIMKI dapat
memberikan manfaat bagi dunia kesehatan dan masyarakat. Selain itu, kami juga
berharap JIMKI dapat meningkatkan minat masyarakat, khususnya mahasiswa
kedokteran dalam melakukan penelitian dan menulis artikel.

Semangat berkarya dan menebar manfaat!

Ulfah Hasna Hasibah

Pimpinan Umum Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret – September 2018 xi


Tinjauan POTENSI UMBILICAL CORD BLOOD
DERIVED STEM CELLS DALAM
Pustaka MEMPERBAIKI KERUSAKAN OTAK
AKIBAT PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA
Irfan Hasbullah Putra1, Annisa Widi Rizkia1, M Yusan
Pratama1,
Dr. dr. Andani Eka Putra, M.Sc2
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang
2
Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Andalas, Padang

ABSTRAK
Pendahuluan: Prevalensi penyalahgunaan narkotika di dunia terus meningkat. Di
Indonesia, kasus penyalahgunaan narkotika meningkat dalam 5 tahun terakhir disaat
kasus penyalahgunaan berbagai zat aditif lain menurun. Opiat, salah satu jenis narkotika
yang memiliki efek adiktif tinggi yang dapat mempengaruhi toleransi, sindrom putus obat,
dan risiko kecanduan yang tinggi. Disamping itu, mekanisme opiat dalam menyebabkan
kerusakan pada sel saraf dapat berupa terbentuknya stres oksidatif, apoptosis, disfungsi
mitokondria, dan penghambatan neurogenesis. Sistem saraf tidak mampu memperbaiki
maupun memperbarui dirinya sendiri. Di sisi lain, stem sel saraf mampu berdaptasi
sesuai lingkungan serta menjalankan berbagai peran seperti memproteksi sel saraf,
memperbaiki sel saraf, serta meregenerasi sel saraf pada sistem saraf pusat yang rusak
akibat kerusakan otak. Pembahasan: Umbilical cord blood stem cell mengekepresikan
Nestin yang efektif berdiferensiasi menjadi neuron, astrosit, dan oligodendrosit serta
membawanya ke jaringan otak yang rusak akibat penyalahgunaan narkotika.
Kesimpulan: Umbilical cord blood stem cell dapat menjadi terapi alternatif yang
realistis, inovatif, dan efektif dalam memperbaiki keusakan otak karena penyalahgunaan
narkotika.

Kata Kunci: kerusakan otak, stem sel, penyalahgunaan narkotika, opiat, umbilical cord
blood

ABSTRACT

Introduce: The prevalence of drug abuse in the world has increased. In Indonesia, The
number of cases of narcotics abuse has increased in the last 5 years while those
included in other additives decreased the number of cases. Opiates, one of narcotics,
have the most evident addictive effects, involving tolerance, withdrawal, and a high rate
of relapse. Beside that, the mechanisms involved in the neurotoxicity of these drugs
include oxidative stress, apoptosis, mitochondrial dysfunction, and inhibition of
neurogenesis. Neural system is incapable to self-repair and renewal. In contrast, neural
stem cells can repair and treat the neurogical disorders. Stem cells can be self-adaptive
to the host environment providing multi-folded roles, from neuronal protection,
neurotrophic effect to direct neuronal replacement to facilitate the repair and regenerative
process of the injured CNS following brain damage. Discussion: Human cord blood-
stem cell express nestin which effective in promoting differentiation of oligodendrocytes,
astroglia, and neurons and recruit them to repair damaged area in brain caused by drug
abuse. Conclusion: Umbilical cord blood derived stem cells can be an alternative,
innovative and effective therapy to repair repairing brain demage caused by narcotics
abuse.

Keyword : brain damage, stem cells, narcotics abuse, opiates, umbilical cord blood

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 1


1. PENDAHULUAN
Opiod atau opiat adalah
golongan obat yang meliputi obat-
obatan ilegal seperti heroin, opiat
sintetis seperti fentanil dan obat
penghilang rasa nyeri seperti kodein,
mofin, dan lain sebagainya. Opiat
berikatan dengan reseptornya di sel
saraf otak dan sistem saraf untuk
menghasilkan efek yang dapat
membuat penderita relaksi dan
mengurangi rasa sakit.1 Diperkirakan
20% pasien yang pergi ke dokter
dengan keluhan sakit yang bukan
kanker atau nyeri baik akut maupun
kronik mendapatkan resep opiat. 2
Selain digunakan dalam dunia
medis sebagai penghilang rasa nyeri,
narkotik ini sering disalah gunakan. Gambar 1. Kecepatan Membuat Suatu
Data dari World Drug Report tahun 2005
Keputusan.[7]
menunjukkan jumlah penyelahgunaan Mean deliberation times (ms) berkaitan
narkotika di dunia mencapai 200 juta
dengan pengambilan keputusan dari
orang atau 5% dari populasi dunia,
msing-masing pengguna amfetamin,
yang terdiri dari: ganja sebanyak 160,9 opiat, dan kontrol.
juta orang, kokain 13,7 juta orang, opiat
15,9 juta orang, dan heroin 10,6 juta
Tatalaksana pada kerusakan
orang.3 otak dengan cara konvensional masih
Penggunaan opiat dalam jumlah perlu dibenahi. Hal ini disebabkan oleh
besar meningkatkan risiko gejala opiate-
kenyataan bahwa sel saraf yang sudah
induced neurotoxic seperti gangguan
rusak tidak bisa diperbaiki lagi. Untuk
kognitif, delirium, hausinasi, alodinia, itulah transplantasi sel saraf dapat
hiperalgesia, agitasi, mioklonus, dan menjadi solusi terbaru dalam
kejang.4
memperbaiki dan meregenerasi dari
Opiat memiliki efek yang adiktif.
sistem saraf pusat.
Efek ini timbul karena aktivasi dari sinyal
Stem sel adalah sel yang belum
intraseluller yang mengatur ekpresi dari berdiferensiasi tetapi mampu untuk
gen ketika opiat berikatan dengan
berproliferasi dan memperbaiki diri.
reseptor. Efek dari penggunaan opiat Melalui respon yang sesuai, sel ini
jangka panjang dapat mengakibatkan dapat menjadi dewasa, dan menjadi sel
kematian.5 Selain itu, mekanisme yang terkhususkan menjadi sel yang
neurotoksik dari obat ini meliputi stres diinginkan.7 Stem sel dapat beradaptasi
oksidatif, apoptosis sel, kehilangan dengan tubuh host melalui berbagai
fungsi dari mitokondria sel, dan dapat peran sehingga dapat menjadi
menghambat neurogenesis.6 pelindung dari sel-sel imun. Efek
Pada grafik di bawah ini, neurotropik dari penanaman stem sel ini
pengguna penyalahgunaan narkoba secara langsung dapat memperbaiki
(abuser) mengalami peningkatan waktu
dan meregenerasi dari kerusakan sel
yang cukup besar untuk membuat suatu saraf otak.8 Pada manusia sumber stem
keputusan, dengan rata-rata sel dapat didapatkan dari embrio dan
deliberation times 2683 ms untuk fetus, sel ini bisa berasal dari inner cell
kontrol, 3670 ms untuk penggunaan mass pada embrio, dan dari beberapa
amfetamin jangkan panjang dan 3766 jaringan fetus, pada tali pusat, plasenta
untuk pengguna opiat jangka panjang. dan beberapa organ pada dewasa
Jadi, pengguna dari opiat jangka termasuk sumsum tulang.9
panjang dapat mengakibatkan Embryonic Stem cell (ESCs)
penurunan kecepatan dalam yang belum berdifferensiasi di injeksikan
pengambilan keputusan.7 ke lokasi lesi di otak mencit, lalu sel ini

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 2


akan bermigrasi ke lokasi lesi dan Salah satu jenis opiat adalah
melakukan proliferasi.10-15 Percobaan heroin. Pada penelitian yang dilakukan
transplantasi intraparenkim dari oleh Tramullas et al, menunjukkan
Neuronal Stem Cell (NSCs) ke daerah adanya peningkatan protein pro-
lesi tidak direkomendasikan untuk apoptosis seperti Fas, FasL, dan Bad
mengobati penyakit neurodegeneratif. pada kortek dan hipokampus tikus yang
Sedangkan NPCs yang di injeksikan diinduksi heroin kronis.24 Efek heroin
melalui intravena dapat bermigrasi ke terhadap apoptosis sel otak juga dapat
lokasi lesi dan menginduksi perbaikan melalui kehilangan potensial membrane
secara fungsional pada percobaan mitokondria secara signifikan.27
ekperimental dari model penyakit Jenis lain dari golongan opiat
Huntington, cedera medula spinalis, adalah morfin. Morfin memiliki
sklerosis multipel, iskemia otak fokal prevalensi penyalahgunaannya cukup
dan trauma pada kepala.16-21 tinggi. Morfin dapat menyebakan sel
Pembuktian potensi dari saraf menjadi apoptosis (proses aktif
penggunaan stem sel untuk dari sel normal untuk mati) akibat efek
memperbaiki jaringan yang rusak yang dari sitotoksin dari neurotoksin. (contoh :
disebabkan oleh narkotika datang dari MPTP/MPP, MDMA, ethanol, and
fenomena neurogenesis pada otak cocaine).28
mamalia dewasa. Neurogenesis adalah Pengaruh morfin terhadap sel
proses pembentukan neuron yang otak diperlihatkan pada tabel 1. Pada
kemudian berlokasi di sistem saraf. tabel tesebut dijelaskan setelah diisolasi
Proses nerogenesis terdiri dari selama lima hari terdapat peningkatan
beberapa proses diantaranya proliferasi, daerah yang menjadi apoptosis
migrasi, dan diferensiasi dari stem sel terutama pada sel mikroglia. Tetapi
ini menjadi tipe spesifik dari sel saraf morfin tidak dapat memberikan efek
beserta fungsinya yang kemudian yang berarti pada sel astrosit.
dilanjutan dengan integrasinya dengan
sel-sel saraf yang sudah ada.22 Sel ini Tabel 1. Efek Morfin Terhadap
juga dapat bermigrasi ke daerah-daerah kerusakan sel saraf otak.29
yang jauh dan langsung menggantikan
sel yang rusak tersebut.23
Berdasarkan pembuktian-
pembukian di atas, penulis ingin
membuat tinjauan pustaka tentang
penggunaan stem sel terutama Human
Umbilicald Cord Stem Cell untuk
mengobati dan menggantikan sel saraf
otak yang rusak akibat penggunaan
narkotika secera bebas.

2. PEMBAHASAN

Efek Opiat Terhadap Kerusakan Sel Mekanisme apoptosis sel masih


Saraf Otak belum jelas, tapi diduga ada peran dari
protein yang dapat menghambat
Selain memiliki efek
apoptosis dari sel seperti Bcl-2.30
ketergantungan, beberapa penelitian
Protein ini berlokasi di dalam membran
telah menunjukkan adanya efek mitokondria dan dapat melindungi
apoptosis oleh induksi opiat terhadap neuron melalui penghambatan
disfungsi neuron pada kortek dan pengeluaran sitokrom C dan caspace (
hipokampus tikus, sumsum tulang suatu proteolitik yang mempunyai peran
belakang tikus, pada sel saraf janin pada fragmentasi and apoptosis).28,31
manusia.24-26 Proses-proses ini dapat dilihat pada
gambar 2.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 3


Gambar 3.
(A) Hasil Immunobloating menggunakan
anticera dari FAS, Bcl-2, and NF-L pada
Gambar 2. Sinyal apoptosis yang
korteks otak yang diberikan cairan salin
diinduksi oleh FAS ligan. 4 (dua sampel, S1 dan S2) dan Morfin (3
dan 30 mg/kg,2 h) ( dua sampel dengan
Glikoprotein FAS (dikenal pemberian secara akut, M1 dan M2). (B)
dengan CD95 or Apo1) juga berperan Rata-rata dari enam sampai delapan kali
dalam terjadinya apoptosis melalui percobaan (C) Hasil immunobloting
interaksi dengan FAS ligan dan menggunaka antisera dari FAS, Bcl-2,
kemudian mengaktifkan proses-proses dan NF-L pada korteks otak yang
yang dapat mengakibatkan apoptosis. diberikan cairan salin (dua sampel, S1
Pada penelitian yang dilakukan da S2) dan Naloxone (1 and 100
oleh katebi et al dijelaskan bahwa mg/kg,2 h) (dua sampel dengan
pemakaian morfin meningkatkan rasion
pemberian akut, N1 dan N2) (D) rata-
Bax/Bcl2, hal ini sesuai dengan studi rata dari enam sampai delapan kali
lain yang menjelaskan bahwa morfin percobaan.5
menginduksi peningkatan Bax dan
caspase-3 dan menurunkan Bcl2.32 cord menempati posisi diantara stem sel
Peningkatan reseptor FAS dan embrionik dan stem sel dewasa. Hal ini
penurunan Bcl-2 protein akibat sangat menguntungkan karena sel ini
penggunaan morfin dapat menginduksi mempunyai potensi yang tinggi untuk
jalur sel apoptosis. berproliferasi dan telomer yang panjang
dibanding jenis stem cell lainnya.35
Human Umbilical Cord Blood Stem Tambahannya umbilical cord blood
Cell dapat disimpan dan di letakkan ini bank
Human Umbilical cord blood umbilical cord blood untuk digunakan
stem cell (HUMSC) atau stem sel yang pada waktu lain jika diperlukan.
berasal dari tali pusat dinilai dapat Cord blood banks baru-baru
menjadi salah satu sumber stem sel sangat berkembang seperti yang
yang melimpah dari sekian banyak didirikan di Inggris, Perancis, dan
sumber non-embryonic stem cell karena beberapa negara maju lainnya.36
diimbangi juga dengan rata-rata Penelitian lain juga
kelahiran global mencapai lebih dari 200 mengungkapkan bahwa transplantasi
juta pertahun.33 dari umbilical cord blood mempunyai
Penggunaan Mesenchyma stem efek yang samping yang relatif lebih
cell dalam bentuk umbilical cord lebih rendah pada graft-versus-host diseases
tidak invasif ketimbang penggunakan (GVHD) dibandingkan dengan
mesenchymal stem cell melalui sum- transplantasi sumsum tulang.37
sum tulang.34 Terlebih lagi umbilical Penelitian lain juga menemukan bahwa

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 4


transplantasi leukemia dari HUMSC Diferensiasi Nestin
dapat mengurangi insiden terjadinya Diferensiasi dari sel didukung
GVHD grade II,III, dan IV sampai 13% oleh penambahan retinoic acid (RA)
dibanding dengan menggunakan (picture 5) atau kombinasi dengan brain-
sumsum tulang, HUMSC juga derived neurotrophic factor (BDNF).40
mempunyai potensi potensi yang lemah Melalui penambahan ini HUMSCs mulai
terhadap transmisi virus dibandingkan untuk berdiferensiasi sepanjang tiga
dengan penggunaan sum-sum tulang. proses, yang diindentifikasi berdasarkan
Ini menunjukan kelebihan HUMSC sifat imunokimianya.
dibandingkan dengan sum-sum tulang.38

Human Cord Blood-stem Cell


Mengekpresikan Nastin
Penelitian sudah membuktikan
bahwa populasi sel yang mempunyai
sifat neuronal dapat diseleksi dan
dikembangkan secara in vitro dari
Human Umbilical Blood Stem Cell, yang
merupakan stem sel yang paling mudah
ditemukan. Penggabungan koloning dari
umbilical cord stem cell dengan
antigen-driven magnetic cell sorting dan
sub fractionation menghasilkan koloni
yang mengekspresikan Nestin, suatu
neurofilamen protein yang merupakan
salah satu marker paling besar yang
mempunyai fungsi seperti sel saraf.
Nestin dapat memperanyak diri 10 kali
lebih cepat perminggu. (gambar 4C, Gambar 5.
4D). Setelah tersimpan dalam bentuk Cell-type-spesific immunostaining untuk
EGF, sel ini dapat tumbuh lebih lanjut
neuron (A,B), astrosit (C,D), dan
untuk membentuk undifferentiated cell
oligodendrosit (E,F) pada pertumbuhan
dan dapat membentuk koloni baru.39
sel turunan CB.

Orientasi dari sel yang


dibiakkan dalam tiga fenotip utama yaitu
neuron, astrosit, dan oligodendrosit. Sel-
sel ini cendrung mengarah kepada sel
neuronal dan astrosit (30% sampai
40%). Menariknya, ini dapat
mennggantikan sel astrosit dan sel
neuron yang rusak akibat
penyalahgunaan narkotika. (Gambar 6)
Gambar 6 menunjukkan respon
Umbilical cord blood stem cell terhadap
sinyal tropik atau genetik yang diberikan
untuk mengetahui keefektifan
diferensiasi dari neuron, astrosit, dan
oligodendrosit secara in vitro dan
keefektifan jaringan otak dalam
Gambar 4. mempermudah diferensiasi tersebut
Koloni positive dari Nestin yang secara in vivo.
diamati dari human cord blood
subpopulation.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 5


Neurotoxicity Due to Morphineor
Hydromorphone in Renal
Impairment:A Systematic
Review. Palliat Med . 19(11):
1179-1187.
5. Boronat MA,Garcia-Fuster
MJ,Garcia-Sevilla JA. (2001).
Chronic Morphine Induces up-
Regulation of The pro-Apoptotic
Fas Receptor and down-
Regulation of the anti-Apoptotic
Bcl-2 Oncoprotein in Rat Brain.
Br Pharmacol. 134: 1263–1270.
6. Cunha-Oliveira T, Rego AC,
Gambar 6.
Oliveira CR. (2008). Cellular
Diferensiasi Umbilical cord blood stem and Molecular Mechanisms
cell menjadi sel-sel saraf. Involved in The Neurotoxicity of
Jumlah dari diferensiasi Umbilical cord Opiat and Psychostimulant
blood stem cell menjadi neuron, astrosit, drugs. Brain Res Rev. 58:192–
dan oligodendrosit berdasarkan kondisi 208
tertentu . 7. Rogers R. D. et al. (1999).
Dissociable Deficits in the
3. SIMPULAN Decision-Making Cognition of
Penyalahgunaan narkotika bisa Chronic Amphetamine Abusers,
menyebabkan apoptosis neuron, Opiate Abusers, Patients with
mikroglia, dan astrosit di otak. Umbilical Focal Damage to Prefrontal
cord blood stem cell diharapkan sebagai Cortex, and Tryptophan-
terapi dalam mengatasi kerusakan otak Depleted Normal Volunteers:
tersebut. Umbilical cord blood stem cell Evidence for Monoaminergic
menghasilkan koloni yang Mechanisms.
mengekepresikan Nestin, suatu protein Neuropsychopharmacology.
neurofilamen yang multipotensi, 20(4): 322-39.
berpotensi menjari neuron, astrosit, dan 8. Kou Z, Sun D. (2016). New Era
oligodendrosi secara in vitro dan of Treatment and Evaluation of
jaringan otak dapat mempermudah Traumatic Brain Injury and
diferensiasi dari Nestin tersebut secara Spinal Cord Injury. Neural
in vivo. Regen Res. 11(1): 6.
9. Omar M.E. Abdel-Salam.
DAFTAR PUSTAKA (2011). Stem Cell Therapy for
1. National Institute on Drug Alzheimer’s Disease. CNS
Abuse. (2015). Drugs of Abuse: Neurol Disord-DR. 10:459-485.
Opiats. Bethesda, MD: National 10. Sandhu JK, Roberts TJ, Price J,
Institute on Drug Abuse. Meade TJ, Williams SC, Modo
Available at M (2004). A Quantitative
<http://www.drugabuse.gov/dru Comparison of Unilateral Versus
gs-abuse/opiats.> Bilateral Neural Stem Cell
2. Daubresse M, Chang HY, Yu Y, Transplantation in the 3-
et al. (2013). Ambulatory Nitroproprionic Acid Model of
Diagnosis and Treatment of Huntington's Disease by
Nonmalignant Pain in the United Contrast Agent-Enhanced MRI.
States, 2000-2010. Med Care. Proc.Intl. Soc. Mag. Reson.
51:870–8. Med. 11.
3. BNN., 2003, Situasi 11. Kelly S, Bliss TM, Shah AK, Sun
permasalahan penyalahgunaan GH, Ma M, Foo WC, Masel J,
dan peredaran gelap narkoba. Yenari MA, Weissman IL,
Indonesia, p.1-65. Uchida N, Palmer T, Steinberg
4. Lee KA, Ganta N, Horton JR, GK. (2004). Transplanted
Chai (2016). Evidence for Human Fetal Neural Stem Cells

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 6


Survive,Migrate, and Constantin G, Martino G.
Differentiate in Ischemic Rat (2005). Neurosphere-Derived
Cerebral Cortex. Proc.Natl. Multipotent PrecursorsPromote
Acad. Sci. USA. 101: 11839- Neuroprotection by an
11844. Immunomodulatory Mechanism.
12. Lee HJ, Kim KS, Kim EJ, Choi Nature. 436: 266-271.
HB, Lee KH, Park IH, Ko Y, 19. Politi LS, Bacigaluppi M,
Jeong SW, Kim SU. (2007). Brambilla E, Cadioli M, Falini A,
Brain Transplantation of Comi G, Scotti G, Martin G,
Immortalized Human Neural Pluchino S. (2007). Magnetic-
Stem Cells Promotes Resonance Based Tracking and
Functional Recovery in Mouse Quantification of Intravenously
Intracerebral Hemorrhage Injected Neural Stem Cell
Stroke Model. J StemCells. Accumulation in The Brains of
25(5):1204-1212. Mice with Experimental Multiple
13. Zhao G, McCarthy NF, Sclerosis. J Stem Cells. 25(10):
Sheehy PA, Taylor RM. (2007). 2583-2592.
Comparison of The Behavior of 20. Chu K, Kim M, Chae SH, Jeong
Neural Stem Cells in The Brain SW, Kang KS, Jung KH, Kim J,
of Normal and Twitcher Mice Kim YJ, Kang L, Kim SU, Yoon
After Neonatal Transplantation. BW. (2004). Distribution and in
Stem Cells Dev.16(3): 429-438. situ Proliferation Patterns of
14. Xiao M, Klueber KM, Lu C, Guo Intravenously Injected
Z, Marshall CT, Wang H, Roisen Immortalized Human Neural
FJ. (2005). Human Adult Stem-Like Cells In Rats with
Olfactory Neural Progenitors Focal Cerebral Ischemia.
Rescue Axotomized Rodent Neurosci. Res. 50(4): 459-465.
Rubrospinal Neurons and 21. Mahmood A, Lu D, Chopp M.
Promote Functional Recovery. (2004). Intravenous
Exp. Neurol. 194(1): 12-30. Administration of Marrow
15. Zhu J, Zhou L, Xing WF. (2006). Stromal Cells (Mscs) Increases
Tracking Neural Stem Cells in The Expression of Growth
Patients with Brain Trauma. N. Factors in Rat Brain After
Engl. J. Med. 355(22) : 2376- Traumatic Brain Injury. J.
2378. Neurotrauma. 21(1) : 33-39.
16. Lee ST, Chu K, Park JE, Lee K, 22. Laplagne DA, Esposito MS,
Kang L, Kim SU, Kim M. (2005). Piatti VC, Morgenstern NA,
Intravenous Administration of Zhao C, van Praag H, Gage FH,
Human Neural Stem Cells Schinder AF. (2006). Functional
Induces Functional Recovery in Convergence of Neurons
Huntington’s Disease Rat Generated in The Developing
Model. Neurosci.Res. 52: 243- and Adult Hippocampus. PLoS
249. Biol. 4: e409.
17. Takeuchi H, Natsume A, 23. Lie DC, Dziewczapolski G,
Wakabayashi T, Aoshima C, Willhoite AR, Kaspar BK, Shults
Shimato S, Ito M, Ishii J, Maeda CW, Gage FH. (2002). The
Y, Hara M, Kim SU, Yoshida J. Adult Substantia Nigra Contains
(2007). Intravenously Progenitor Cells with
Transplanted Human Neural Neurogenic Potential. J.
Stem Cells Migrate to The Neurosci. 22(15): 6639-6649.
Injured Spinal Cord in Adult 24. Tramullas M, Martinez-Cue C,
Mice in an SDF-1- and Hgf- Hurle MA, 2008. Chronic
Dependent Manner. Neurosci. administration of hero in to mice
Lett. 426 : 69-74. produces up-regulation of brain
18. Pluchino S, Zanotti L, Rossi B, apoptosis-r elated proteins and
Brambilla E, Ottoboni L, Salani impairs spatial learning and
G, Martinello M, Cattalini A, memory. Neuropharm acology
Bergami A, Furlan R, Comi G, 54, 640– 652.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 7


25. Mao J, Sung B, Ji RR, Lim G, Vitro. Nat Protoc. 3:1046–1055.
2002. Neuronal apoptosis 34. Ballen K, Barker N, Stewart K,
associated with morphine Greene F, Lane A. (2008).
tolerance: evidence for an opiat- Collection and Preservation of
induced neurotoxic mechanism. Cord Blood for Personal Use.
J. Neurosci. 22, 7650–7661. Biol Blood Marrow Transplant.
26. Hu S, Sheng WS, Lokensgard 14: 356–363.
JR, Peterson PK, 2002. 35. Pipes B, Tsang T, Peng S,
Morphine induces apoptosi s of Fiederlein R, Graham M, Harris
human microglia and neurons. D. (2006). Telomere Length
Neuropharm acology 42, 829 – Changes After Umbilical Cord
836. Blood Transplant. Transfusion.
27. Cunha-Oliveira T, Rego AC, 46: 1038– 1043.
Garrido J, Borges F, Macedo T, 36. Watt S, Contreras M. (2005).
Oliveira CR, 2007. Street heroin Stem Cell Medicine: Umbilical
induces mitochondrial Cord Blood and Its Stem Cell
dysfunction and apoptosis in rat Potential. Semin Fetal Neonatal
cortical neurons. Neurochem. Med. 10: 209–220.
101, 543–554 37. Rocha V, Labopin M, Sanz G,
28. Sastry PS, Rao KS. (2000). Arcese W, Schwerdtfeger R,
Apoptosis and The Nervous Bosi A, Jacobsen N, Ruutu T,
System. J. Neurochem. 74:1 - De Lima M, Finke J, Frassoni F,
20. Gluckman (2004). Transplants
29. Shuxian H, Wen SS, James RL, of Umbilicalcord Blood or Bone
Phillip KP. (2002). Morphine Marrow from Unrelated Donors
Induces Apoptosis of Human in Adults with Acute Leukemia.
Microglia and Neurons. N Engl J Med. 351: 2276– 2285.
Neuropharmacology. 42:829– 38. Behzad-Behbahani A,
836. Pouransari R, Tabei Z,
30. Ringden O, Okas M, Uhlin M, Rahiminejad S, Robati M,
Uzunel M, Remberger M, Yaghobi R, Nourani H, Ramzi
Mattsson (2008). Unrelated M, FarhadiAndarabi A, Mojiri A,
Cord Blood and Mismatched Rahsaz M, Banihashemi M,
Unrelated Volunteer Donor Zare (2005). Risk of Viral
Transplants, Two Alternatives in Transmission via Bone Marrow
Patients who Lack an HLA- Progenitor Cells versus
Identical Donor. Bone Marrow Umbilical Cord Blood
Transplant. 42: 643–648. Hematopoietic Stem Cells in
31. Yuan J, Yankner BA. (2000). Bone Marrow Transplantation.
Apoptosis in The Nervous Transplant Proc. 37: 3211–
System. Nature. 407:802 - 809. 3212.
32. Katebi SN, Razavi Y, Zeighamy, 39. Buzanska L, Machaj EK,
Alamdary S, Khodagholi F, Zablocka B, Pojda Z,
Haghparast A. (2013). Morphine Domanska-Janik K. (2002).
could increase apoptotic factors Human Coed Blood-derived
in the nucleus accumbens and Cells Attain Neuronal and Glial
prefrontal cortex of rat brain’s Features In Vitro. Journal of Cell
reward circuitry. Brain Res. Science. 115:2131-2138.
1540, 1–8. 40. Sanchez-Ramos J, Song S,
33. McGuckin C, Jurga M, Ali H, Kamath SG, Zigova T, Willing A,
Strbad M, Forraz N. (2008). Cardozo-Pelaez F, Stedeford T,
Culture of Embryonic-like Stem Chopp M, Sanberg PR. ( 2001).
Cells from Human Umbilical Expression of Neural Markers in
Cord Blood and on ward Human Umbilical Cord Blood.
Differentiation to Neural Cells In Exp Neurol. 171: 109 -115.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 8


Tinjauan PERAN WHEY-ACIDIC-PROTEIN
FOUR DISULFIDE CORE DOMAIN 2
Pustaka (WFDC2) SEBAGAI BIOMARKER
MUTAKHIR DALAM DETEKSI DAN
DIAGNOSIS DINI KANKER OVARIUM
Desy Natalia1, Ivana Beatrice Alberta1, Astrid
Dwijayanti1
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya, Jakarta

ABSTRAK

Pendahuluan: Kanker ovarium memiliki peranan yang besar sebagai penyebab kasus
dan kematian di seluruh dunia dan telah diperkirakan hingga tahun 2025 akan meningkat
menjadi penyebab kematian terbesar melebihi penyakit jantung. Indonesia merupakan
salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat kematian akibat kanker ovarium
ketiga tertinggi se-Asia setelah China dan India. Prevalensi kanker ovarium seharusnya
dapat ditekan apabila deteksi dan diagnosis dini dapat ditegakkan. Namun, deteksi yang
saat ini digunakan yaitu CA125 masih kurang memadai sebagai diagnosis stadium awal
kanker ovarium karena biomarker ini memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi
hanya pada stadium lanjut yang merupakan stadium yang sudah cukup terlambat untuk
diobati.
Pembahasan: Overekspresi WFDC2 pada penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan
adanya kontribusi yang signifikan pada proliferasi, kecepatan pertumbuhan sel,
kemampuan invasif, dan pertumbuhan yang independen pada sel tumor. Selain itu,
WFDC2 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi pada stadium awal kanker
(stadium 1 dan 2) dibanding CA125 maupun kombinasi CA125+WFDC2 sehingga hal ini
sangat menguntungkan klinisi untuk deteksi awal kanker ovarium.
Kesimpulan: WFDC2 dapat digunakan sebagai biomarker untuk deteksi dan diagnosis
dini kanker ovarium.

Kata kunci: biomarker, HE4, kanker ovarium, WFDC2

ABSTRACT

Introduction: Ovarian cancer has a major role as the causes of prevalence and deaths
worldwide and has been estimated at 2025 they will rise over heart disease as the largest
cause of death. Indonesia is one of the developing countries that have the death rate
from ovarian cancer is the third-highest in Asia after China and India. The prevalence of
ovarian cancer could be suppressed if the detection and early diagnosis can be
established. However, detection of which is currently used is CA125 is still inadequate as
a diagnosis of early-stage ovarian cancer because this biomarker has high sensitivity and
specificity only at an advanced stage which is the stage is already quite late to be treated.
Discussion: The overexpression WFDC in vitro and in vivo indicate a significant
contribution to the proliferation, cell growth rate, invasive capability, and independent
growth in tumor cells. Additionally, WFDC2 has a higher sensitivity and specificity in
early-stage cancer (stage 1 and 2) compared to CA125 and combination of
CA125+WFDC2 so it is very advantageous for clinician to detect ovarian cancer earlier.
Conclusion: WFDC2 can be used as a biomarker for the detection and early diagnosis of
ovarian cancer.

Keywords: biomarker, HE4, ovarian cancer, WFDC2

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


1
1. PENDAHULUAN Menurut WHO (2012), peningkatan
Kanker ovarium merupakan populasi lansia menyebabkan
keganasan ketiga dan penyebab bertambahnya insidensi hingga dapat
kematian paling umum kedua kategori mencapai 19,3 juta pada 2025 di negara
kanker ginekologi di seluruh dunia. berkembang. Bahkan, diperkirakan
Insiden kanker ovarium pada tahun kematian akibat kanker ovarium akan
2017 mencapai 22.440 wanita.[1] Bukti- melebihi faktor kematian utama di dunia
bukti yang akurat mengindikasikan yaitu penyakit jantung.
bahwa peningkatan usia, riwayat Faktor-faktor penting yang
keluarga dengan kanker payudara atau dapat mengurangi insidensi dan
ovarium, nulliparity serta paparan radiasi kematian akibat kanker ovarium
dan asbes merupakan faktor risiko untuk diantaranya adalah pengukuran Human
kanker ovarium.[2,3] Selama dua dekade Development Index (HDI), terapi-terapi,
terakhir, angka kematian kanker pengobatan secara menyeluruh, serta
ovarium cenderung meningkat tetapi kesadaran dalam memodifikasi gaya
tidak berlaku pada beberapa negara dan pola hidup. Selain itu, penemuan
maju, seperti di Eropa, Amerika Utara, biomarker kanker yang lebih signifikan
dan Inggris yang terjadi secara dapat membantu deteksi dan diagnosis
signifikan pada wanita paruh baya. dini kanker ovarium sehingga dapat
Penurunan angka kematian pada segera dilakukan intervensi. Biomarker
negara-negara tersebut dapat ditekan yang umum diketahui untuk kanker
akibat kemajuan terapi salah satunya ovarium adalah CA-125. Baru-baru ini
kontrasepsi oral (OC) yang sering ditemukan biomarker baru yaitu Whey-
digunakan dan sudah diperkenalkan acidic-protein Four-Disulfide Core
sejak dini. Kontrasepsi oral memiliki efek Domain 2 (WFDC2) yang mengkodekan
perlindungan jangka panjang terhadap protein Human Epididymis 4 (HE4).
risiko kanker ovarium. Kemajuan dalam WFDC2 atau yang biasa
diagnosis (biomarker kanker) dan dikenali sebagai kelompok Whey-Acidic-
pengobatan juga mempengaruhi Protein (WAP) merupakan gen yang
penurunan angka kematian terutama di mengkode Human Epididymis 4 protein.
negara-negara berpenghasilan tinggi.[4] Normalnya, WFDC2 ditemukan di
Saat ini, beberapa negara maju daerah saluran pernapasan, saluran
seperti Perancis, Jerman, Italia, reproduksi, ginjal, mukosa kolon, dan
Polandia, Spanyol, Inggris, Amerika banyak diekspresikan pada kanker paru,
Serikat dan Jepang diprediksikan akan kanker payudara, dan juga kanker
mengalami penurunan angka kematian pankreas. Ekspresi dari WFDC2
akibat kanker ovarium hingga tahun diketahui juga ditemukan pada kanker
2020. Berbeda halnya dengan ovarium. Beberapa studi membuktikan
prevalensi kanker ovarium di negara- bahwa WFDC2 sangat berperan dalam
negara berkembang khususnya di Asia, perkembangan dan pertumbuhan sel
yang telah tercatat memiliki 110.526 kanker. WFDC2 juga memberikan
kasus kanker ovarium pada tahun 2012, spesifisitas dan sensitivias yang lebih
salah satunya adalah Indonesia. baik dibanding biomarker lainnya.
Indonesia merupakan negara dengan Diketahui pula bahwa HE4 yang
peringkat ketiga tertinggi dalam kasus dikodekan oleh WFDC2 menunjukan
dan kematian akibat kanker ovarium. sensitivitas untuk membedakan
Kurangnya skrining untuk kanker diagnosis banding dari tumor ovarium
ovarium menyebabkan diagnosis benign atau malignant. Oleh karena itu,
penyakit ini menjadi terlambat bahkan kami menduga bahwa WFDC2 memiliki
pada praktik lapangan ditemukan telah peranan penting dalam mendeteksi
mencapai stadium lanjut dan terminal. kanker ovarium untuk selanjutnya
Di Asia, wanita yang didiagnosis menjadi prospektif yang baik dalam
memiliki kanker ovarium telah mencapai menentukan deteksi awal, diagnosis
stadium 3 (71%) atau stadium 4 (31%). dini, prognosis serta tatalaksana yang
Dengan kata lain, proses identifikasi tepat.
penyakit ini untuk menghasilkan Tujuan dari studi pustaka ini
diagnosis kerja yang pasti masih cukup adalah untuk memaparkan bukti-bukti
sulit dan survival rate cukup rendah[5] ilmiah bahwa WFDC2 dapat digunakan

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


2
sebagai biomarker kanker ovarium yang kembung, peningkatan ukuran perut,
lebih spesifik dibanding biomarker yang nyeri panggul, nyeri perut, merasa
sudah ada. Selain itu, kami ingin penuh dengan cepat, kesulitan makan,
memaparkan cara deteksi dan diagnosis dan poliuria. Apabila gejala ini terjadi
dini kanker ovarium menggunakan lebih dari 12 kali per bulan, maka
WFDC2. kemungkinan kanker ovarium harus
ditegakkan. Hal ini penting bagi
2. PEMBAHASAN perempuan dan praktisi untuk
2.1 Kanker ovarium menyadari bahwa kanker ovarium
Kanker ovarium adalah suatu bukanlah "silent disease”.[8]
penyakit ginekologi yang paling ganas Kanker ovarium memiliki
dan dapat digolongkan menjadi 2 morfologi mirip dengan endometrium
karakteristik, yaitu epitelial dan non- normal yang menunjukkan formasi atau
epitelial. Sekitar 90% kanker ovarium struktur kelenjar yang jelas tetapi
bersifat epithelial. Hingga saat ini, disertai juga diferensiasi skuamosa.
kanker ovarium merupakan penyakit Berbeda dengan karsinoma serosa,
yang sangat mematikan di beberapa lebih dari 50% adenokarsinoma
negara maju apalagi negara endometrioid hanya terbatas pada
berkembang dibandingkan dengan jenis ovarium saat diagnosis dan nukleus
kanker lain sehingga wanita dengan atipik biasanya kurang jelas. Sekitar
kanker ini memiliki 5-years survival rate 10% dari karsinoma ovarium
hanya 30%. Sayangnya, gejala yang menunjukkan diferensiasi sel yang jelas.
ditimbulkan (sakit perut dan Proses pemetaan hingga
pembengkakan) biasanya terjadi pada terjadinya kanker ovarium (malignan)
stadium lanjut dan lebih dari duapertiga telah disepakati oleh banyak organisasi
kanker ovarium terdeteksi setelah tumor onkologi di berbagai negara di dunia
menyebar di luar ovarium.[6] dalam beberapa stadium/stage[9] :
Penelitian menunjukkan bahwa a. Stadium I: Tumor terbatas pada
peningkatan usia, nulliparity, paparan ovarium atau tuba falopi
radiasi dan asbes, stimulasi hormonal, i. IA (T1a-N0-M0): Tumor terbatas
peradangan kronis, serta mutasi gen- pada 1 ovarium (kapsul utuh)
gen merupakan faktor risiko untuk atau tuba falopi; tidak ada
kanker ovarium. Perempuan memiliki 5- tumor di luar ovarium atau
15% peningkatan risiko apabila keluarga permukaan tuba falopi; tidak
inti memiliki riwayat kanker ovarium dan ada sel-sel ganas.
telah diakui oleh hampir 98% dokter di ii. IB (T1b-N0-M0): Tumor terbatas
negara maju. Sindrom kanker Breast- pada kedua ovarium (kapsul
Ovarian biasanya berhubungan dengan utuh) atau tuba falopi; tidak
mutasi pada gen BRCA1 atau BCRA2. ada tumor di luar ovarium atau
Sebagian besar faktor risiko, yaitu permukaan tuba falopi; tidak
reproduksi dan hormonal, kecuali faktor ada sel-sel ganas.
menyusui dan proses ovulasi, dikaitkan iii. IC: Tumor tersebar baik di
dengan penyebab kanker ovarium dalam maupun di permukaan
secara keseluruhan. Faktor risiko kanker pada 1 atau kedua ovarium
ovarium juga dapat berasal dari pola iv. atau saluran tuba dan kapsul
makan dan biasanya rentan pada telah pecah sebelum dilakukan
pasien obesitas. Perempuan yang tindakan operasi.
mengalami obesitas memiliki tumor b. Stadium II: Tumor melibatkan
yang lebih agresif akibat pengendapan 1 atau kedua ovarium atau
jaringan adiposa berlebih yang dapat saluran tuba dengan ekstensi
mengarah pada peningkatan regulasi panggul (bawah pinggir
jalur proliferasi sel sehingga panggul) atau kanker
meningkatkan pertumbuhan tumor dan peritoneal primer.
metastasis.[7] Pada stage ini, masih sulit
Untuk mendiagnosis kanker untuk menentukan apakah
ovarium, tentu banyak gejala yang dapat pasien mengalami kanker
dinilai. Gejala paling umum yang terkait ovarium atau tidak. Di tahap
dengan kanker ovarium adalah perut ini, tumor telah mengalami

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


3
perluasan atau penempalan
pada uterus dan/atau tuba 2.2 WFDC2
falopi dan/atau ovarium. Selain Human epididymis protein 4 (HE
itu, tumor juga telah 4) adalah protein yang terdeteksi pada
mengalami tahap perluasan serum manusia dan merupakan salah
tumor ke jaringan satu dari empat protein yang persentase
intraperitoneal panggul. kandungannya tinggi di epididimis (di
c. Stadium III: Tumor telah bagian distal epididimis). WFDC2
melibatkan 1 atau kedua diperkirakan memiliki peranan dalam
ovarium atau saluran tuba proses pematangan sperma[11] dan
dengan bukti sitologi atau diyakini memiliki peran dalam imunitas
histologi bahwa pada tahap ini alamiah (innate imunity)[13] HE 4
tumor juga telah mengalami tergolong dalam famili Whey-Acidic-
penyebaran ke peritoneum di Protein (WAP) yang mengandung dua
luar pelvis dan/atau metastasis domain inti dan empat disulfida
ke kelenjar getah bening (WFDC2). Gen HE 4 terletak pada
retroperitoneal. kromosom 20q12-13 (Gambar 1,
Metastasis yang terjadi hingga terlampir) yang umumnya berfungsi
ke kelenjar getah bening dapat sebagai proteinase inhibitors.[11-13]
mencapai lebih dari 10mm. Keberadaan kromosom 20q12-
d. Stadium IV: metastasis lebih 13 banyak dikaitkan dengan kanker
jauh, tidak termasuk payudara dan kanker ovarium. Pada
metastasis peritoneal. kromosom ini pula ditemukan kurang
Pada tahap ini, metastasis lebih 14 gen yang mengkodekan domain
sudah menyebar ke parenkim WFDC. Berbagai protein famili WFDC
hati, limpa, ekstra-abdomen lainnya ditemukan juga di berbagai
tempat lainnya seperti pada saluran
Dari setiap gejala dan reproduksi pada pria dan wanita, ginjal,
diagnosis, dapat diambil beberapa jalan saluran pernapasan dan beberapa
pengobatan. Saat ini, wanita yang tumor diantaranya kanker kolon dan
memiliki sindrom herediter atau riwayat ginjal. WFDC 2 memiliki kesamaan
keluarga kanker ovarium dapat struktur dengan elafin dan
mengambil tindakan pencegahan antileukoproteinase 1 yang juga
dengan menggunakan kontrasepsi oral merupakan whey-acidic-protein dan
(dapat menurunkan risiko hingga 30%- memainkan peran dalam mengatur
60%) atau menjalani operasi untuk perkembangan dari berbagai tipe
mengurangi risiko. Wanita berisiko tinggi karsinoma.[14,15]
juga disarankan untuk menerima Cara mendeteksi kanker
ooferektomi setelah melahirkan atau ovarium dengan melihat kadar WFDC2
tidak lebih dari usia 30 tahun Skrining dalam serum adalah sebagai berikut:
dan deteksi dini berguna untuk Langkah-langkah kerja WFDC2 :
mengetahui lebih awal seseorang 1. Marker selection
mengalami gejala kanker ovarium dan 2. Clinical blood specimens
tes skrining yang lebih spesifk (pengambilan darah SST
diharapkan dapat digunakan untuk (serum separator) dan EDTA
deteksi kanker ovarium di masa depan. vacutainer (ditempatkan di
Untuk wanita berisiko tinggi, tes darah freezer selama 4 jam dari
CA-125 dan USG transvaginal dapat waktu pengambilan)
direkomendasikan. CA-125 memiliki disentrifugasi untuk
sensitifitas 80% dan spesifitas 97% memisahkan serum-serum
pada kanker epithelial (untuk stadium III SST dan EDTA, kemudian di
atau IV) tetapi memiliki sensitifitas 30% mikrosentrifugasi dan disimpan
pada kanker stadium I. CA-125 terutama dengan suhu -80 C.
berguna pada diagnosis populasi yang 3. Immunoassays dengan
berisiko dan dalam penetapan menggunakan bead, based
tatalaksana pengobatan. Namun, CA- immunoassay, ELISA
125 tidak memadai sebagai biomarker 4. Statistical methods
untuk diagnosis kanker ovarium.[10]

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


4
2.3. WFDC2 terhadap Kanker Ovarium coklat) dibandingkan dengan kontrol
Kadar WFDC2 atau HE4 dan (p<0,05) sehingga hal ini berpengaruh
CA125 secara umum meningkat pada pada proliferasi sel dimana peningkatan
kanker ovarium. Peningkatan ini dapat siklus sel berakibat semakin besarnya
digunakan untuk mendeteksi kanker massa tumor.
ovarium. Namun, CA125 tidak cukup Overekspresi HE4
sensitif dalam mendeteksi kanker meningkatkan kemampuan invasif dan
ovarium stadium dini sedangkan deteksi pertumbuhan independen dari sel EC.
dini inilah yang saat ini dibutuhkan para Pertumbuhan ini dikarakteristikkan
klinisi untuk menentukan diagnosis, dengan fenotip malignan atau ganas
prognosis, dan tatalaksana yang akurat. pada beberapa sel kanker. Gambar 3
Ekspresi HE4 muncul di awal stadium (terlampir) menunjukkan lapang
kanker sebanyak 3 kali lipat lebih tinggi pandang mikroskop untuk setiap sel dan
dibanding CA125 dan 2 kali lipat lebih hasil hitung jumlah sel dari matrigel
tinggi dibanding kombinasi HE4+CA125. invasion assay. Pada sel overekspresi
Dari tabel 1 (terlampir), dapat HE4 (Ark2-HE4-C3 and -C7) terlihat
dilihat bahwa HE4 memiliki konsentrasi lebih banyak sel yang menginvasi
yang lebih tinggi secara signifikan melewati membran permeabel
dibanding dengan CA125 maupun dibandingkan dengan sel kontrol (Ark2-
kombinasi HE4+CA125 terutama pada PC1). Sedangkan sel dengan kadar
stadium awal (stadium 1 dan 2) HE4 yang rendah (Ark2-HE4-C9) tidak
sehingga hal ini membuktikan bahwa terlihat adanya perubahan kemampuan
HE4 dapat menjadi biomarker mutakhir invasif. (Gambar 3 bawah) Dari
pada kanker ovarium. penghitungan sel, terlihat peningkatan
HE4 memberikan efek pada aktivitas invasi yang signifikan (warna
proliferasi sel tumor terutama pada ungu, ditandai dengan anak panah)
siklus sel. Overekspresi HE4 pada sel overekspresi Ark2-HE4-C3 dan
berpengaruh pada pertumbuhan sel -C7 dibandingkan dengan sel kontrol
yang lebih cepat. Hal ini dibuktikan Ark2-PC1. (p<0,05), ditandai dengan
dengan penelitian Chen et al. yang tanda.[16]
dapat dilihat pada Gambar 2A
(terlampir). Untuk mencapai volume 3. SIMPULAN
massa tumor yang sama, SKOV3-NA Deteksi dini kanker ovarium
atau sel dengan overekspresi WFDC2 dengan biomarker WFDC2 dilakukan
hanya membutuhkan 42 hari sedangkan dengan pungsi vena yang dilanjutkan
SKOV3-209 membutuhkan 66 hari. Hal dengan immunoassay seperti ELISA.
ini berarti WFDC2 memberikan efek Dari bukti-bukti ilmiah dan pembahasan
pertumbuhan sel yang cepat sehingga yang telah kami paparkan, maka dapat
mengakibatkan pertumbuhan massa disimpulkan bahwa WFDC2 dapat
kanker menjadi lebih cepat. digunakan sebagai biomarker mutakhir
Melanjutkan hasil positif dari dalam deteksi dan diagnosis dini kanker
eksperimen in vitro, penelitian ini ovarium karena overekspresi WFDC2
dicobakan pada tikus (in vivo). Baik klon terbukti meningkatkan proliferasi sel,
overekspresi WFDC2 (SKOV3-NA) pertumbuhan sel yang lebih cepat
maupun kontrol (SKOV3-209) sehingga menghasilkan massa yang
diinjeksikan pada mencit SCID. Pada lebih berat. Selain itu, overekspresi
minggu ke-6, massa tumor dieksisi WFDC2 juga menyebabkan sel memiliki
kemudian ditimbang dan diperoleh kemampuan invasif dan pertumbuhan
bahwa keadaan overekspresi WFDC2 yang independen.
dapat menginduksi percepatan
pertumbuhan sel tumor dan berat tumor
pada SKOV3-NA mencapai 3 kali lipat 4. SARAN
lebih berat dibanding kontrol (p<0,05). Dikarenakan penemuan
Pewarnaan imunohistokimia penggunaan biomarker WFDC2 ini
pada antibodi BrdU dilakukan untuk masih tergolong baru maka penulis
mendeteksi fase S pada siklus sel. mengharapkan adanya studi maupun
Overekspresi HE4 mengandung rata- penelitian lebih lanjut mengenai
rata sel positif BrdU lebih tinggi (warna penerapan aplikatif pada manusia.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


5
Penulis juga mengharapkan tinjauan options. Womens Health.
pustaka ini dapat dikembangkan lagi 2015;11:261–3.
sehingga kedepannya deteksi dan 8. Symptoms Associated With
diagnosis dini kanker ovarium menjadi Ovarian Cancer : Clinical
suatu tren yang patut diketahui setiap Obstetrics and Gynecology
klinisi terutama pada lini pertama. Kami [Internet]. LWW. Available from:
juga mengharapkan kajian yang lebih http://journals.lww.com/clinicalo
dalam agar biomarker ini dapat bgyn/Fulltext/2012/03000/Sympt
digunakan sebagai alat skrining kanker oms_Associated_With_Ovarian
ovarium pada populasi berisiko. _Cancer.5.aspx
9. Prat J. Staging classification for
DAFTAR PUSTAKA cancer of the ovary, fallopian
1. Ovarian Cancer - Cancer Stat tube, and peritoneum. Int J
Facts [Internet]. Available from: Gynecol Obstet. 2014
https://seer.cancer.gov/statfacts/ Jan;124:1–5.
html/ovary.html 10. Longuespée R, Boyon C,
2. Gong T-T, Wu Q-J, Vogtmann Desmons A, Vinatier D, Leblanc
E, Lin B, Wang Y-L. Age at E, Farré I, et al. Ovarian cancer
menarche and risk of ovarian molecular pathology. Cancer
cancer: A meta-analysis of Metastasis Rev. 2012 Dec;
epidemiological studies. Int J 31:713–32.
Cancer. 2013 Jun;132:2894– 11. Simmons AR, Baggerly K, Bast
900. RC. The Emerging Role of HE4
3. C LV. Ovarian cancer: in the Evaluation of Epithelial
epidemiology and risk factors. Ovarian and Endometrial
Eur J Cancer Prev Off J Eur Carcinomas. Oncology. 2013
Cancer Prev Organ ECP Jun;27:548–56.
[Internet]. 2016 2016; Available 12. Galgano MT, Hampton GM,
from: Frierson HF. Comprehensive
http://europepmc.org/abstract/m analysis of HE4 expression in
ed/26731563 normal and malignant human
4. Malvezzi M, Carioli G, tissues. Mod Pathol. 2006
Rodriguez T, Negri E, Vecchia Jun;19:847–53.
CL. Global trends and 13. Jiang S-W, Chen H, Dowdy S,
predictions in ovarian cancer Fu A, Attewell J, Kalogera E, et
mortality. Ann Oncol. 2016 al. HE4 Transcription- and
Nov;27:2017–25. Splice Variants-Specific
5. The incidence and mortality of Expression in Endometrial
ovarian cancer and their Cancer and Correlation with
relationship with the Human Patient Survival. Int J Mol Sci.
Development Index in Asia 2013;14:22655–77.
[Internet]. Available from: 14. Bouchard D, Morisset D,
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pm Bourbonnais Y, Tremblay GM.
c/articles/PMC4817525/ Proteins with whey-acidic-
6. Cancer S of Ovarian. Ovarian protein motifs and cancer.
Cancer and Body Size: Lancet Oncol. 2006 Feb;7:167–
Individual Participant Meta- 74.
Analysis Including 25,157 15. Chen Y, Mu X, Wang S, Zhao L,
Women with Ovarian Cancer Wu Y, Li J, et al. WAP four-
from 47 Epidemiological disulfide core domain protein 2
Studies. PLoS Med [Internet]. mediates the proliferation of
2012 Apr. Available from: human ovarian cancer cells
http://search.proquest.com/docv through the regulation of
iew/1288096351/abstract/FAB9 growth-and apoptosis-
D2AF371B4B13PQ/1 associated genes. Oncol Rep.
7. Farghaly SA. Ovarian cancer in 2013;29:288–96.
obese women: risk and optimal 16. Li J, Chen H, Mariani A, Chen
medical and surgical treatment D, Klatt E, Podratz K, et al. HE4

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


6
(WFDC2) promotes tumor Lancet Oncol. 2006 Feb;7:167–
growth in endometrial cancer 74.
cell lines. Int J Mol Sci. 18. Ghasemi N, Ghobadzadeh S,
2013;14:6026–6043. Zahraei M, Mohammadpour H,
17. Bouchard D, Morisset D, Bahrami S, Ganje MB, et al.
Bourbonnais Y, Tremblay GM. HE4 combined with CA125:
Proteins with whey-acidic- favorable screening tool for
protein motifs and cancer. ovarian cancer. Med Oncol.
2014 Jan;31:1–6.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


7
LAMPIRAN

Tabel 1. Konsentrasi biomarker pada plasma pasien berdasarkan stadium kanker


ovarium.[18]

Gambar 1. Pemetaan lokasi WFDC2 pada kromosom 20q12-13[17]

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


8
Gambar 2. Tumorigenesis sel pada SKOV3-NA (sel dengan overekspresi WFDC2) dan
SKOV3-209 (sel kontrol). (A) Kurva pertumbuhan tumor (p<0,05). (B) Grafik massa tumor
pada minggu ke 6. (C) Pewarnaan imunohistokimia pada minggu ke 6 dengan
perbesaran 200x. (D) Jumlah kadar protein ditandai dengan jumlah sel positif. (p<0,05)[16]

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


9
Gambar 3. Lapang pandang mikroskop (A) dan grafik jumlah invasi sel per lapang
pandang (B)[15]

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


10
PENGUNAAN KONSEP
Tinjauan METABOLOMICS DENGAN 1H NMR
Pustaka SPEKTROSKOPI SEBAGAI
BIOMARKER TERBARU
DALAM SKRINING DISPEPSIA
FUNGSIONAL
Gilbert Sterling Octavius,1 Timotius Ivan Hariyanto,1
Prio Wibisono1, Theo Audi Yanto2
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Pelita Harapan
2
Departemen Ilmu Penyakit Kedokteran, Fakultas
Kedokteran, Universitas Pelita Harapan, Tangerang

ABSTRAK
Pendahuluan: Dispepsia fungsional merupakan sebuah penyakit gastrointestinal yang
tidak hanya menganggu kualitas hidup dari pasien tetapi juga secara finansial; Penyakit
ini hanya dapat ditegakkan melalui diagnosis eksklusi dan memenuhi kriteria Roma III.
Metabolomics merupakan sebuah komponen yang penting dalam bidang biologi sintetis
untuk memahami hasil-hasil metabolisme. Salah satu teknik yang menggunakan konsep
metabolomics adalah 1H NMR spektroskopi yang dapat dimanfaatkan untuk menemukan
biomarker tertentu yang tidak dapat dideteksi melalui uji laboratorium biasa. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui biomarker yang dapat digunakan untuk
mendeteksi pasien dispepsia fungsional dengan menggunakan 1H NMR dengan cara
melakukan tinjauan pustaka dari beberapa jurnal.
Pembahasan: Dari hasil tinjauan kami, 1H NMR spektroskopi menunjukkan perubahan
yang signifikan dari hasil plasma pasien untuk gula darah, HDL, LDL, VLDL dan metabolit
lainnya. Dibandingkan dengan kontrol, pasien dispepsia fungsional menunjukkan
penurunan yang signifikan dari kadar kadar asam laktat, Leu/Ile, asam lemak tidak jenuh,
glutamine dan β -glukosa. Sebaliknya, kadar PtdCho, HDL, acetoacetate, proline, α–
glukosa dan LDL/VLDL menunjukkan peningkatan yang signifikan pada pasien dispepsia
fungsional dibandingkan dengan pasien kontrol. Leu/Ile dan Ptdcho terpilih menjadi
biomarker potensial setelah melalui berbagai uji validasi dan kuantifikasi
Kesimpulan: 1H NMR spektroskopi dapat digunakan sebagai biomarker untuk
mendeteksi pasien dispepsia fungsional. Akan tetapi, diperlukan penelitian lebih lanjut
terhadap Leu/Ile dan Ptdcho sebagai biomarker potensial yang dapat digunakan untuk
skrining pasien dispepsia fungsional secara klinis.

Kata Kunci: biomarker, dispepsia fungsional, metabolomics, 1H NMR spektroskopi

ABSTRACT

Introduction: Functional dyspepsia is a gastrointestinal tract disease that not only


impairs the quality of life but also impair the patients financially; This disease can only be
made through diagnosis of exclusion and if it fulfills Rome III criteria.Metabolomics is an
important component in the synthethic biology field to understand the products of
metabolism. One of the techniques that use the concept of metabolomics is 1H NMR
spectroscopy that can be used to find certain biomarkers that can’t be found using basic
laboratory equipments.The purpose of this research is to find out whether biomarker can
be used to detect patients with functional dyspepsia using 1H NMR through the method
of literature review from various journals.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 1


Discussion: From our review, 1H NMR spectroscopy shows significant changes from the
patients’ plasma for blood glucose, HDL, LDL, VLDL and other metabolites. Compared to
control, functional dyspepsia patients show significant decrease in lactic acid, Leu/Ile,
unsaturated fatty acid, glutamine and β-glucose.On the other hand, PtdCho, HDL,
acetoacetate, proline, α-glucose and LDL/VLDL show signifcant increase in functional
dyspepsia patients compared with controls. Leu/Ile and Ptdcho are chosen as the
selected potential biomarkers after going through various validation and quantification
tests.
Conclusion: 1H NMR spectroscopy can be used as a biomarker to detect patients with
functional dyspepsia. However, further researches need to be done in order for Leu/Ile
and Ptdcho can used as a potential biomarker to screen patients with functional
dyspepsia clinically.

Keywords: biomarker, functional dyspepsia, metabolomics, 1H NMR spectroscopy

1. PENDAHULUAN dan molekul target atau sel yang diukur


Dispepsia fungsional merupakan di tubuh manusia. Contoh biomarker
sebuah penyakit gastrointestinal yang yang telah digunakan adalah
sering dijumpai dalam praktek sehari- pengukuran gula darah untuk diabetes
hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% dan skrining mutasi gen BRCA1 dan
kasus pada praktek umum dan 60% BRCA2 untuk kanker payudara.12
pada praktek gastroenterologi Hingga saat ini, belum ada biomarker
merupakan kasus dispepsia ini.1 Belum khusus yang telah diciptakan untuk
ada data epidemiologi yang mendeteksi atau skrining pasien
mencerminkan prevalensi dispepsia dispepsia fungsional.1,13
fungsional di seluruh Indonesia tetapi di Salah satu cara untuk
Amerika Serikat diperkirakan sebanyak menentukan biomarker potensial adalah
25-40% orang dewasa mengalami dengan menggunakan teknik NMR
kasus ini setiap tahunnya1,2 sedangkan (Nuclear Magnetic Resonance)
penyakit ini menduduki peringkat ke-6 spektroskopi. NMR spektroskopi
diantara penyakit tidak menular di merupakan sebuah teknik analitikal
Afrika.3 Diperkirakan hanya 1 dari 4 yang digunakan untuk mendelineasi
pasien datang ke klinik untuk mengobati baik mikro maupun makromolekul.14,15
gejala dispepsia.4 Dispepsia fungsional Spektrum 1H NMR dengan reaksi
tidak hanya menganggu kualitas hidup kimiawi seperti shift dan coupling juga
dari pasien tetapi juga secara finansial; memberikan informasi tentang
dilaporkan bahwa pada tahun 2009 hubungan resonansi intramolekular dan
Amerika Serikat menghabiskan 18 juta intermolekular.15,16 1H NMR memiliki
US dollar untuk penyakit ini.5 basis yang sama dengan prinsip kerja
Metabolomics merupakan MRI.17 Teknik ini telah berkembang
sebuah cabang keilmuan yang penting sangat pesat dalam bidang
dalam bidang biologi sintetis untuk metabolomiks dalam 20 tahun terakhir
memahami hasil-hasil metabolisme. sehingga teknik ini sangat cocok
Metabolomics bertujuan untuk digunakan untuk mengukur secara
menemukan dan menkarakteristikan kuantitatif multikomponen yang ada di
hasil metabolisme sekunder dalam sebuah jaringan kompleks seperti
konteks jalur metabolisme yang natural ekstrak sel18,19 ekstrak jaringan18,19,
atau secara sintetik dengan secara cairan tubuh19,20, bahan isolasi dari
bersamaan berusaha mengidentifikasi produk natural21,22 dan bahan obat-
seberapa banyak senyawa dengan obatan23. Metabolomiks berdasarkan
berat molekuler rendah yang ada di NMR memberikan kuantifikasi secara
hasil metabolisme tersebut. Konsep relatif dan absolut tentang bermacam-
metabolomics sudah diaplikasikan macam metabolit yang ada di sampel
dalam penelitian tentang tanaman, biologis tanpa memisahkan komponen
biologi sintetis dan patogen6-11 individu yang ada di metabolism normal
Biomarker adalah sebuah atau termodulasi sehingga qNMR
senyawa kimia, hasil metabolit atau spektroskopi dipakai secara luas di
hasil dari interaksi dari senyawa kimiawi toksikologi lingkungan24,25,26, toksisitas

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 2


obat-obatan25,26,27, metabolisme Walaupun patofisiologi dari
kanker24,25,26, diagnosis penyakit26,27, dispepsia fungsional masih menjadi
patofisiologi dari sebuah penyakit25,26,27, topik perdebatan, terdapat 2 teori yang
stress, nutrisi26,27, metabolisme diperkirakan mendasari penyakit ini
26,27,28
obat , metabolisme tanaman17,28, yaitu gangguan motilitas dan gangguan
metabolisme bakteri27,28 dan interaksi dari sensasi visceral.13,29 Gangguan
antara sel dan virus27,28. motorik gastrointestinal seperti
Sampai saat ini, diagnosis dari pengosongan yang terlambat31,32,
dispepsia fungsional masih sangat sulit gangguan distribusi inisial makanan di
karena dibutuhkannya alat penunjang dalam gaster,33 gangguan akomodasi
seperti endoskopi yang tidak tersedia di gaster terhadap makanan34,35,36,
37
fasilitas pelayanan kesehatan primer. hipmotilitas antral , dysritmia gaster
Endoskopi diperlukan untuk (takigastria, bradigastria dan disritmia
menyingkirkan kelainan organik seperti campuran)38-39 dan gangguan motilitas
tukak lambung dan gastritis dan setelah duodenojejunal. Awitan simptom
kelainan organic disingkirkan barulah dispepsia setelah pencernaan makanan
seseorang dikatakan menderita menunjukkan bahwa gangguan motilitas
dispepsia fungsional. Tidak terdapat gaster setelah makanan mengakibatkan
hasil laboratorium atau biomarker lebih lamanya pengosongan gaster yang
khusus yang dapat digunakan untuk diikuti dengan simptom-simptom seperti
mendeteksi atau dijadikan sebagai distensi gaster, kembung dan mual.
skrining dispepsia fungsional hingga Peningkatan persepsi dari stimuli
saat ini.13,29 fisiologis atau stimulus berbahaya minor
Studi ini bertujuan untuk ditemukan pada pasien dispepsia
membahas tentang potensi fungsional pada saat sebelum dan
pemanfaatan 1H NMR metabonomiks sesudah makan.34,35,40,41 Dibandingkan
sebagai biomarker untuk skrining dengan kontrol sebagai suatu grup,
dispepsia fungsional. Dengan adanya pasien dengan dispepsia fungsional
studi ini, diharapkan dapat menjadi memiliki hipersensitivitas terharap
dasar untuk interfensi dan penelitian distensi balon yang isobarik atau
lebih lanjut dalam upaya meningkatkan isovolumetrik di gaster proksimal.
ketepatan diagnosis dan kualitas hidup
pasien dispepsia fungsional. Tabel 1. Asosiasi mekanisme dispepsia
fungsional dan gejala terkait
Mekanisme Gejala Referen
2. PEMBAHASAN
Terkait si
2.1. Dispepsia Fungsional
Dispepsia fungsional
merupakan sebuah kondisi yang Pengosongan Begah 31,32,42
didiagnosis berdasarkan kriteria Roma
gaster yang setelah ,43
III yaitu satu atau lebih dari simptom ini:
begah setelah makan yang menganggu, terlambat makan,
rasa cepat kenyang, sakit di bagian
mual dan
epigastrik dan perasaan terbakar di
bagian epigastrik dan tidak ada tanda- muntah
tanda gejala organik atau struktural
yang dapat menjelaskan gejala. Gejala Hipersensitivit Nyeri di 44,45
harus memenuhi kriteria selama 3 bulan
terakhir dan awitan gejala dimulai as terhadap epigastrium
setidaknya 6 bulan sebelum dibuatnya distensi , sendawa
diagnosis.30 Sekitar 25-40% penduduk
Amerika Serikat mengalami kasus gaster dan
dispepsia fungsional sedangkan belum penurunan
ada data resmi yang melambangkan
prevalensi dispepsia fungsional di berat badan
Indonesia.1,2
Akomodasi Perasaan 35,46,47

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 3


yang cepat ,48 yang dihasilkan melalui proses
penyusunan protein tersebut.60
terganggu kenyang,
Walaupun metabolomics
penurunan merupakan sebuah bidang studi biologis
yang lebih tinggi dari genomics,
berat badan
transcriptomics dan proteomics, bukan
berarti metabolomics tidak dapat bekerja
Infeksi Sakit di 49,50,51 bersamaan dengan 3 bidang studi
tersebut. Keempat bidang studi biologis
H.pylori epigastrium
ini dapat berintegrasi satu sama lain
dalam menemukan sebuah obat baru,
Hipersensitivit Mual 52,53,54 mengkarakteristikan obat tersebut
as duodenum secara rinci dan juga dapat menemukan
penyebab yang mendasari sebuah
terhadap penyakit pada seseorang.61
lemak Metabolomics merupakan
sebuah bidang disiplin yang mencakup
biologi, kimia dan matematika.
Hipersensitivit Mual 55 Metabolomics juga membutuhkan teknik
as duodenum analitik seperti kromatografi,
spektroskopi molecular dan
terhadap spektroskopi massa yang digabungkan
asam dengan metode menganalisis data
multivariat. Berbagai cara dapat
digunakan untuk menganalisis hasil
Kontraktilitas Kembung, 56 metabolisme seperti gas kromatografi,
yang tidak tidak ada kromatografi cairan performa tinggi (high
performance liquid chromatography) dan
terkontrol mual resonansi magnetik nuklir.61
Gas kromatografi memberikan
Refluks non- Sakit di 57 hasil pemisahan senyawa dengan
resoulsi tinggi dan dapat digunakan
erosiva yang epigastrium bersamaan dengan alat lain seperti
tidak tipikal spektrometer massa. Kelemahan dari
pengunaan cara ini adalah banyak hasil
metabolisme yang ada di tanaman tidak
stabil untuk dianalisa secara langsung
2.2. Konsep Metabolomics
menggunakan gas kromatografi
Metabolomic merupakan
sehingga tanaman yang akan diteliti
sebuah perjalanan evolusioner dari
harus dirubah ke sebuah senyawa yang
genomic, transcriptomics dan proteomic
kurang polar sebelum diuji dengan gas
dan karena itulah seluruh bidang biologi
kromatografi. Kelemahan lain dari gas
ini dinamakan konsep ‘omic’.59
kromatografi adalah tidak dapat menguji
Genomics merupakan sebuah
sampel yang terlalu banyak sekaligus.61
studi yang meneliti tentang DNA di
Kromatografi cairan performa
dalam sebuah sel beserta fungsinya dan
tinggi dengan deteksi ultraviolet
memetakan karakteristik dari pola DNA
merupakan cara yang paling sering
tersebut. Transcriptomics merupakan
digunakan untuk analisa bahan tanaman
sebuah bidang studi yang meneliti
dan digunakan untuk analisis individu.
tentang RNA yang diproduksi oleh
Kelemahan daripada teknik ini adalah
sebuah genom yang dapat digunakan
terkadang kromatografi cairan performa
untuk mengidentifikasi gen yang
tinggi memberikan profil senyawa
malfungsi di dalam sel. Proteomics
kompleks yang sedang diuji namun
adalah sebuah studi yang meneliti
terkadang lebih sering menginidkasikan
tentang susunan struktur protein dan
kelas daripada senyawa tersebut
metabolomics adalah sebuah studi yang
dibandingkan memberi identitas
menilai tentang hasil-hasil metabolit
senyawa tersebut yang sebenarnya.61

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 4


2.3. 1H Nuclear Magnetic Resonance Gambar 1. Letak dari isotop tanpa ada
(NMR) medan (kiri) dan setelah ada medan
1H NMR spektroskopi atau (kanan).68
proton NMR spektroskopi merupakan
aplikasi dari resonansi magnetic nuklir di Pada NMR, radiasi
spektroskopi NMR yang memanfaatkan elektromagnektik digunakan untuk
nukleus hidrogen-1 yang ada di dalam membalikkan posisi perputaran nukleus
molekul dari benda yang akan diteliti dari perputaran energi rendah dengan
untuk menentukan struktur perputaran yang sesuai menjadi
molekulernya. 1H NMR dapat perputaran energi yang lebih tinggi
mendeteksi kerangka karbon-hidrogen dengan perputaran yang berlawanan.
yang ada di senyawa organik.66 Energi yang dibutuhkan untuk transisi ini
tergantung kepada kekuatan yang
Nukleus dengan massa ganjil diberikan ke sebuah medan magnet
atau nomor atom ganjil memiliki tetapi energi yang dibutuhkan ini kecil
“putaran nukleus” yang mirip dengan dan sesuai dengan frekuensi radio di
putaran elektron. Contoh nukleus yang
memenuhi persyaratan ini adalah 1H
dan 13C. Perputaran nukleus memiliki
karakteristik yang cukup berbeda
sehingga NMR sensitive untuk setiap
isotop dari elemen tertentu. Pada
prinsipnya, nukleus adalah sebuah
partikel bermuatan yang selalu bergerak spektrum elektromagnetik.68
sehingga menciptakan sebuah medan Gambar 2. Perputaran energi rendah
magnet. 1H dan 13C memiliki putaran dengan perputaran yang sesuai menjadi
nukleus yang bermuatan 1/2 sehingga perputaran energi yang lebih tinggi
mereka akan bergerak ke arah yang dengan perputaran yang berlawanan.68
sama apabila didekatkan dengan
sebuah magnet. Apabila tidak ada Energi yang dibutuhkan untuk
medan magnet, 1H dan 13C akan perputaran-pembalikkan (spin-flip)
terposisikan secara acak tetapi apabila tergantung dari kekuatan medan magnet
sebuah medan diberikan makan 1H dan di nukleus. Apabila tidak ada medan
13C akan berbaris rapi secara paralel magnet, maka tidak aka nada
terhadap arah medan tersebut baik itu perbedaan energy diantara kondisi
perputaran yang sesuai (spin aligned) perputaran. Saat kekuatan medan
atau perputaran yang berlawanan (spin magnet meningkat maka perpisahan
opposed). Bagian yang lebih padat dari energi perputaran-pembalikkan dan
dengan isotope merupakan bagian yang setelah itu frekuensi yang dibutuhkan
memiliki energi perputaran yang sesuai untuk perputaran-pembalikkan juga
yang lebih rendah.67 meningkat. Frekuensi ini disebut juga
dengan resonansi.69

Gambar 3. Jumlah energi yang


dibutuhkan untuk spin-flip.69

Rancangan sederhana dari


NMR spektometer dapat dilihat dari
gambar di atas. Sampel yang akan
diteliti diletakkan diantara kedua kutub
magnet dan sampel akan diberikan
rangsangan dmelalui pulsasi sesuai

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 5


frekuensi radio yang dipancarkan oleh (Phosphatidycholine, PtdCho) dan
sebuah pemancar. Medan magnet yang metabolit lainnya.
telah menyesuaikan konfigurasinya
menginduksi sinyal radio di sirkuit
bagian output yang digunakan untuk
mengeluarkan sinyal output. Analisis
Fourier dari kompleks keluaran tersebut
menghasilkan sebuah spektrum. Pulsasi
ini diulangi secukupnya sehingga sinyal
dapat diidentifikasi.70
Metode yang dilakukan untuk
mengecek pasien dispepsia fungsional Gambar 4. Spektra 1H NMR dari
dengan menggunakan spektra 1H NMR sampel plasma dispepsia fungsional dan
dari sampel plasma adalah sebagai kontrol.72
berikut: 500 μL plasma diambil dari
darah vena dan disentrifugasi dengan Studi-studi yang ada sekarang
kecepatan 1000 x g dengan temperatur menunjukkan bahwa pemeriksaan
4 °C selama 10 menit. Setelah itu standar biokimiawi tidak menunjukkan
sampel dicamput 300 μL plasma, 250 adanya perubahan bermakna dari gula
μL D2O dan 50 μL 3-trimethylsilyl-2H4- darah dan kandungan lemak dari
asam propionate garam sodium di plasma pasien penderita dispepsia
larutan D2O (1 mg/ml) yang diletakkan di fungsional sedangkan NMR
tabung 5 mm NMR. 2 pulsasi sekuensial menunjukkan perubahan yang signifikan
digunakan di penelitian ini yaitu Carr– dari hasil plasma pasien untuk gula
Purcell–Meiboom–Gill (CPMG) spin- darah, HDL, LDL, VLDL dan metabolit
echo pulse sequences dengan total lainnya. Dibandingkan dengan kontrol,
penundaan relaksasi perputaran (2nτ) pasien dispepsia fungsional
selama 320 ms. Pulsasi sekuensial yang menunjukkan peningkatan signifikan
kedua adalah dengan menggunakan dari kadar PtdCho, HDL, acetoacetate,
pulsasi bipolar yang yang berpasangan proline, α –glukosa dan LDL/VLDL.
secara longitudinal dengan Namun, kadar asam laktat, Leu/Ile,
menggunakan arus eddy delay (bipolar asam lemak tidak jenuh, glutamine dan
pulse pair-longitudinal eddy current β -glukosa sangat rendah dibandingkan
delay atau BPP-LED). Semua plasma dengan pasien dispepsia
spektra 1H NMR diukur secara bertahap fungsional.71,72,73
dan dikoreksi sesuai standar yang
digunakan menggunakan perangkatan Tabel 2. Perubahan metabolit plasma
VNMR 6.1C (Varian, Inc.). Untuk pada pasien dispepsia fungsional
spectra CPMG, setiap spektrum yang dibandingkan dengan kontrol.72
melebihi jangkauan δ 0.4–4.4
diintegrasikan datanya ke regio data
yang memiliki lebar yang sama (0.01
ppm).71,72

2.4. Hasil Pemeriksaan 1H NMR pada


Pasien Dispepsia Fungsional

Dari hasil 1H NMR didapatkan


bahwa plasma pasien penderita
dispepsia fungsional terdapat metabolit
yang memiliki berat molekular rendah
dan kandungan tinggi dari berat protein
molekular dan lipoprotein. Selain itu,
terjadi juga perubahan kadar asam
laktat, glukosa, alanin, lipoprotein
densitas tinggi (HDL),
phosphatidylcholine

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 6


2.5. Potensi Leu/Ile dan Ptdcho dalam berbagai reaksi biologis dan
sebagai Biomarker Potensial penting untuk biosintesis hormone
Dispepsia Fungsional glutation tereduksi.86,87
Seperti yang telah diurai di bab Selain itu, leucine dan
telaah pustaka, studi menunjukkan tidak isoleucine juga termasuk asam-amino
adanya perubahan bermakna dari gula rantai bercabang (branch-chain amino
darah dan kandungan lemak dari acids atau BCAAs) yang memiliki
plasma pasien penderita dispepsia peranan krusial dalam mengurangi
fungsional sedangkan 1H NMR kelelahan sentral. Konsentrasi BCAAs
spektroskopi menunjukkan perubahan yang tinggi di dalam plasma akan
yang signifikan dari hasil plasma pasien mengurangi pengambilan tryptophan di
untuk gula darah, HDL, LDL, VLDL dan otak dan juga mengurangi sintesis
metabolit lainnya. Dibandingkan dengan serotonin. Hal ini menjelaskan sebagian
kontrol, pasien dispepsia fungsional kenapa pasien dispepsia fungsional
menunjukkan penurunan yang signifikan sering kecapekan.88
dari kadar kadar asam laktat, Leu/Ile, Penurunan kadar leucine juga
asam lemak tidak jenuh, glutamine dan dapat menginhibisi bioaktivitas dari
β -glukosa dibandingkan dengan kontrol. mTOR pada jalur biosintesis protein.89
Sebaliknya, kadar PtdCho, HDL, Kadar leucine yang lebih rendah ini
acetoacetate, proline, α –glukosa dan akan menginhibisi sinyal dari mTOR dan
LDL/VLDL menunjukkan peningkatan mengakibatkan penurunan sintesis
yang signifikan pada pasien dispepsia mioprotein otot rangka dan
fungsional dibandingkan dengan pasien mengakibatkan pasien dispepsia
kontrol. Leu/Ile dan Ptdcho terpilih fungsional lebih rentan untuk mengalami
menjadi biomarker potensial setelah penurunan berat badan dan atrofi dari
melalui berbagai uji validasi dan otot rangka. Dari beberapa penelitian
kuantifikasi seperti yang telah dijelaskan dengan subjek pasien obese,
di atas.71,72,73 konsentrasi plasma yang abnormal dari
Dalam sebuah studi, ditemukan BCAAs dan level protein dari enzim
bahwa dari sekian banyak kelainan yang yang mengkatabolisme BCAA di
ditemukan pada 1H NMR spektroskopi, jaringan lemak viseral mengindikasikan
kadar yang lebih rendah dari bahwa BCAAs sangat berhubungan erat
leucine/isoleucine dan kadar yang lebih dengan keseimbangan lemak yang juga
tinggi dari phosphatidycholine memiliki memiliki peranan di pasien dispepsia
asosiasi yang erat dengan gejala fungsional.90
dispepsia fungsional di perempuan yang
masih muda dan ini mengindikasikan 2.7. Hubungan antara Ptdcho dengan
bahwa Leu/Ile dan Ptdcho merupakan Dispepsia Fungsional
biomarker potensial pada dispepsia Ptdcho mempunyai peranan
fungsional. Sebagai isomer, leucine dan yang penting dalam regenerasi sel dan
isoleucine termasuk asam amino yang menjalankan fungsi organ vital seperti
esensial dimana mereka tidak dapat sistem saraf, sirkulasi darah dan sistem
disintesis di dalam tubuh manusia imun.91,92 Ptdcho memberikan komposisi
sehingga harus dibantu dengan asupan 70% dari total fosfolipid yang ada di
nutrisi sebagai sumbernya. Kadar lapisan lender saluran cerna.93.
leucine dan isoleucine yang rendah Pada pasien dispepsia
pada pasien perempuan muda yang fungsional, peningkatan kadar Ptdcho
terkenda dispepsia fungsional berkorelasi dengan kadar
menandakan malabsorpsi asam amino cholecystokinin (CCK) yang lebih tinggi
esensial.71,72 dibandingkan normal.94 CCK dapat
menginhibisi motilitas dan pengosongan
2.6. Hubungan antara Leu/Ile dengan gaster melalui jalur sensitive vagal
Dispepsia Fungsional capsaicin yang terlibat dalam regulasi
Leucine memiliki peranan dalam asupan makanan. CCK juga terlibat
biosintesis protein dan meregulasi dalam patogenesis dari serangan panic,
transportasi protein di otot lurik dan anxietas dan juga nyeri di pasien
jantung. Selain itu, leucine dan dispepsia fungsional. CDP-choline yang
isoleucine bekerja sama dengan valine merupakan substrat untuk sintesis

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 7


Ptdcho berkontribusi terhadap axis 3. World Health Organization
hipotalamus-pituitari-adrenal. Dispepsia Regional Office for Africa. Non-
fungsional merupakan sebuah penyakit Communicable Diseases and
yang ada hubungannya antara pikiran Conditions. 2004.
dan badan (mind-body disease) maka 4. Talley NJ, Zinsmeister AR,
deregulasi dari axis hipotalamus- Schleck CD, Melton LJ III.
pituitari-adrenal merupakan sebuah jalur Dyspepsia and dyspepsia
yang penting yang dapat berkontribusi subgroups: a population-based
terhadap dispepsia fungsional.71,72 study. Gastroenterology
1992;102:1259–1268.
3. SIMPULAN 5. Lacy BE, Weiser KT, Kennedy
Berdasarkan hasil studi pustaka AT, Crowell MD, Talley NJ.
mengenai peran 1H NMR spektroskopi Functional dyspepsia: the
dalam menjadi biomarker untuk skrining economic impact to patients.
pasien dispepsia fungsional, kesimpulan Aliment Pharmacol Ther 2013;
yang bisa kami dapatkan yaitu 1H NMR 38: 170-7.
spektroskopi dapat digunakan sebagai 6. Berg, M.; Vanaerschot, M.;
biomarker untuk mendeteksi pasien Jankevics, A.; Cuypers, B.;
dispepsia fungsional. Breitling, R.; Dujardin, J.-C. LC-
Dispepsia fungsional MS Metabolomics from study
merupakan penyakit yang dapat dibuat design to data-analysis – using
apabila terpenuhi syarat kriteria Roma III a versatile pathogen as a test
dan diagnosis dispepsia fungsional tidak case. Comput. Struct.
dapat dibuat secara langsung tanpa Biotechnol. J. 2013, 4,
adanya ekslusi diagnosis lainnya. e201301002.
1H NMR spektroskopi dapat 7. Ellis, D.I.; Goodacre, R.
mendeteksi perputaran nukleus yaitu Metabolomics-assisted synthetic
terutama 1H yang ada di medan magnet biology. Curr. Opin. Biotechnol.
sehingga dapat mendeteksi nukleus 2012, 23, 22–28. Metabolites
yang memiliki muatan tinggi dan muatan 2013, 3 1082.
rendah yang terpisah sehingga senyawa 8. Merlo, M.E.; Jankevics, A.;
yang diteliti dapat diteliti secara spesifik Takano, E.; Breitling, R.
dan jelas. Prinsip inilah yang Exploring the metabolic state of
dimanfaatkan oleh 1H NMR microorganisms using
spektroskopi untuk mendeteksi kelainan metabolomics. Bioanalysis 2011,
apa saja yang ada di pasien dispepsia 3, 2443–2458.
fungsional sehingga kelainan metabolit 9. Nguyen, Q.-T.; Merlo, M.E.;
tersebut akan dikembangkan menjadi Medema, M.H.; Jankevics, A.;
biomarker untuk pengunaan di masa Breitling, R.; Takano, E.
yang akan datang Metabolomics methods for the
synthetic biology of secondary
DAFTAR PUSTAKA metabolism. FEBS Lett. 2012,
1. Djojoningrat D. Dispepsia 586, 2177–2183.
Fungsional. Buku Ajar Ilmu 10. Tugizimana, F.; Piater, L.;
Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Dubbery, I. Plant metabolomics:
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. A new frontier in phytochemical
2014.hlm.1805-1810. analysis. S. Afr. J. Sci. 2013,
2. Yehuda R. Functional 109, 18–20.
Dyspepsia. UNC Center For 11. Putri, S.P.; Nakayama, Y.;
Functional GI & Motility Matsuda, F.; Uchikata, T.;
Disorders. Diunduh dari Kobayashi, S.; Matsubara, A.;
https://www.med.unc.edu/gi/fac Fukusaki, E. Current
ulty- staff-website/patient- metabolomics: Practical
education/patient- applications. J. Biosci. Bioeng.
education/8EDyspepsia.pdf 2013, 115, 579–589.
tanggal 1 Juni 2017

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 8


12. World Health Organization. 24. M. Edgar, Annu. Rep. Prog.
Biomarkers & Human Chem., Sect. B: Org. Chem. 106
Biomonitoring. October 2011. (2010) 325.
13. Yamada’s Textbook of 25. W.K.D. Bernd, Frank Malzb, U.
Gastroenterology. 6th Edition. Holzgrabe, Spectrosc. Eur. 19
2016. (2007) 15.
14. J.C. Lindon, J.K. Nicholson, 26. D.A. Skoog, F.J. Holler, T.A.
Trends Anal. Chem. 27 (2008) Nieman, Principles of
194. Instrumental Analysis, Saunders
15. N.K. Srivastava, S. Pradhan, B. College Publishing, Philadelphia,
Mittal, R. Kumar, C.M. Pandey, PA, USA, 1998.
G.A.N. Gowda, NMR Biomed. 27. R.D. Farrant, J.C. Hollerton,
21 (2008) 89. S.M. Lynn, S. Provera, P.J.
16. I.W. Burton, M.A. Quillium, J.A. Sidebottom, R.J. Upton, Magn.
Walter, Anal. Chem. 77 (2005) Reson. Chem. 48 (2010) 753.
3123. 28. R.A. Shaykhutdinov, G.D.
17. G. Wider, L. Dreier, J. Am. MacInnis, R. Dowlatabadi, A.M.
Chem. Soc. 128 (2006) 2571. Weljie, H.J. Vogel,
18. Eugene E.K, Shaw G.H, Metabolomics 5 (2009) 307.
Structural Elucidation with NMR 29. Nicholas JT, Nimish V,
Spectroscopy: Practical Guidelines for the Management
Strategies for Organic Chemists. of Dyspepsia. Am J
European Journal of Organic Gastroenterol 2005;100:2324–
Chemistry 2008, 2671–2688. 2337.
19. John CC, Stephen JB, Nuclear 30. Rome III Diagnostic Criteria for
Magnetic Resonance Functional Gastrointestinal
Spectroscopy and Imaging in Disorders. Diunduh dari
Animal Research. ILAR Journal http://www.romecriteria.org/asse
Volume 42, Number 3 2001. ts/pdf/19_RomeIII_apA_885-
20. Rolf G, Sally AW, Vasantham R, 898.pdf tanggal 3 Juni 2017
Melissa T, Hellmut M, Charles 31. Greydanus MP, Vassallo M,
LT, Michael G, Scott LN, Kaˆmil Camilleri M, et al.
U, Resolution Improvements in Neurohormonal factors in
in Vivo 1H NMR Spectra with functional dyspepsia: insights on
Increased Magnetic Field pathophysiological mechanisms.
Strength. Journal of Magnetic Gastroenterology
Resonance 135, 260–264 1991;100:1311–18.
(1998). 32. Tucci A, Corinaldesi R,
21. Wladyslaw TS, Medical Stanghellini V, et al.
Applications of NMR. Bulletin of Helicobacter pylori infection and
Magnetic Resonance Vol. 11, gastric function in patients with
No. ½ 1989. chronic idiopathic dyspepsia.
22. Ian CPS, Racquel B, Medical Gastroenterology
Diagnosis by High Resolution 1992;103:768–74.
NMR of Human Specimens. 33. Troncon LE, Bennett RJ,
IUBMB Life, 55(4–5): 273–277, Ahluwalia NK, et al. Abnormal
April–May 2003. intragastric distribution of food
23. Ioannis PG, Anastassios T, during gastric emptying in
Vassiliki E, Klimentini B, Nuclear functional dyspepsia patients.
Magnetic Resonance (NMR) Gut 1994;35:327–32.
Spectroscopy: Basic Principles 34. Thumshirn M, Camilleri M,
And Phenomena, And Their Saslow SB, et al. Gastric
Applications To Chemistry, accommodation in non-ulcer
Biology And Medicine. dyspepsia and the roles of
Chemistry Education: Research Helicobacter pylori infection and
And Practice In Europe 2002, vagal function. Gut 1999;44:55–
Vol. 3, No. 2, pp. 229-252. 64.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 9


35. Tack J, Piessevaux H, Coulie B, Symptoms associated with
et al. Role of impaired gastric hypersensitivity to gastric
accommodation to a meal in distention in functional
functional dyspepsia. dyspepsia. Gastroenterology
Gastroenterology 2001;121:526–535.
1998;115:1346–52. 45. Fischler B, Vandenberghe J,
36. Salet GAM, Samsom M, Roelofs Persoons P, De Gucht V,
JM, et al. Responses to gastric Broekaert D, Luyckx K, Tack J.
distension in functional Evidence-based subtypes in
dyspepsia. Gut 1998; 42:823–9. functional dyspepsia with
37. Stanghellini V, Ghidini C, confirmatory factor analysis:
Maccarini MR, et al. Fasting and psychosocial and
postprandial gastrointestinal physiopathological correlates.
motility in ulcer and non-ulcer Gastroenterology
dyspepsia. Gut 1992;33:184–90. 2001;120:268–276.
38. You CH, Lee KY, Chey WY, et 46. Tack J, Demedts I, Dehondt G,
al. Electrogastrographic study of Caenepeel P, Fischler B,
patients with unexplained Zandecki M, Janssens J.
nausea, bloating, and vomiting. Clinical and pathophysiological
Gastroenterology 1980;79:311– characteristics of acute-onset
14. functional dyspepsia.
39. Jebbink HJ, Van Berge- Gastroenterology
Henegouwen GP, Bruijs PP, et 2002;122:1738–1747.
al. Gastric myoelectric activity 47. Kim DY, Delgado-Aros S,
and gastrointestinal motility in Camilleri M, Samsom M, Murray
patients with functional JA, O’Connor MK, Brinkmann
dyspepsia. Eur J Clin Invest BH, Stephens DA, Lighvani SS,
1995;25:429–37. Burton DD. Noninvasive
40. Lemann M, Dederding JP, measurement of gastric
Flourie B, et al. Abnormal accommodation in patients with
perception of visceral pain in idiopathic nonulcer dyspepsia.
response to gastric distension in Am J Gastroenterol
chronic idiopathic dyspepsia. 2001;96:3099–3105.
The irritable stomach syndrome. 48. Boeckxstaens GE, Hirsch DP,
Dig Dis Sci 1991;36:1249–54. Kuiken SD, Heisterkamp SH,
41. Mearin F, Cucula M, Azpiroz F, Tytgat GN. The proximal
et al. The origin of symptoms on stomach and postprandial
the brain-gut axis in functional symptoms in functional
dyspepsia. Gastroenterology dyspeptics. Am J Gastroenterol
1991;101:999–1006. 2002;97:40–4.
42. Stanghellini V, Tosetti C, 49. Stanghellini V, Tosetti C,
Paternico A, Barbara G, Paternico A, De Giorgio R,
Morselli-Labate AM, Monetti N, Barbara G, Salvioli B,
Marengo M, Corinaldesi R. Risk Corinaldesi R. Predominant
indicators of delayed gastric symptoms identify different
emptying of solids in patients subgroups in functional
with functional dyspepsia. dyspepsia. Am J Gastroenterol
Gastroenterology 1999;94:2080–2085.
1996;110:1036–1042. 50. Perri F, Clemente R, Festa V,
43. Sarnelli G, Caenepeel P, Annese V, Quitadamo M,
Geypens B, Janssens J, Tack J. Rutgeerts P, Andriulli A.
Symptoms associated with Patterns of symptoms in
impaired gastric emptying of functional dyspepsia: role of
solids and liquids in functional Helicobacter pylori infection and
dyspepsia. Am J Gastroenterol delayed gastric emptying. Am J
2003;98: 783–788. Gastroenterol 1998;93:2082–
44. Tack J, Caenepeel P, Fischler B, 2088.
Piessevaux H, Janssens J.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 10


51. Tucci A, Corinaldesi R, 59. Teresa W.-M. Fan, Pawel
Stanghellini V, Tosetti C, Di Lorkiewicz, Katherine Sellers,
Febo G, Paparo GF, Varoli O, Hunter N.B. Moseley , Richard
Paganelli GM, Labate AM, M. Higashi, Andrew N. Lane,
Masci C, et al. Helicobacter Stable isotope-resolved
pylori infection and gastric metabolomics and applications
function in patients with chronic for drug development,
idiopathic dyspepsia. Pharmacology & Therapeutics
Gastroenterology 2011; 6, 112-123.
1992;103:768–774. 60. Ute Roessner and Jairus Bowne,
52. Feinle C, Meier O, Otto B, What is metabolomics all about?
D’Amato M, Fried M. Role of The Future of Molecular Biology,
duodenal lipid and BioTechniques 2009; 46:363-
cholecystokinin A receptors in 365.
the pathophysiology of 61. Veena S.K, Deepak S. M,
functional dyspepsia. Gut Monali B.V, Shruti B.S, Poonam
2001;48:347–355. P.P, Metabolomics: Current
53. Barbera R, Feinle C, Read NW. Technologies and Future
Nutrient-specific modulation of Trends. International Journal of
gastric mechanosensitivity in Research and Development in
patients with functional Pharmacy and Life Sciences
dyspepsia. Dig Dis Sci 2013, Vol. 2, No.1, pp 206-217.
1995;40:1636–1641. 62. Dr Chris W W Beecher and Reid
54. Barbera R, Feinle C, Read NW. Tripp, Metabolomics –
Abnormal sensitivity to duodenal Applications in Drug Discovery
lipid infusion in patients with and Development, Business
functional dyspepsia. Eur J Briefing: Pharmatech 2004.
Gastroenterol Hepatol 63. B. van Ravenzwaay, G. Coelho-
1995;7:1051–1057. Palermo Cunha, E. Leibold ,R.
55. Samsom M, Verhagen MA, van Looser , W. Mellert , A.
Berge Henegouwen GP, Smout Prokoudine , T. Walk, J. Wiemer,
AJPM. Abnormal clearance of The use of metabolomics for the
exogenous acid and increased discovery of new biomarkers of
acid sensitivity of the proximal effect, Toxicology Letters
duodenum in dyspeptic patients. 172 ;2007; 21–28.
Gastroenterology 64. Nicholson JK, Lindon JC.
1999;116:515–520. "Systems biology:
56. Simren M, Vos R, Janssens J, Metabonomics". Nature 455
Tack J. Unsuppressed (7216): 2008; 1054–6.
postprandial phasic contractility 65. Wolfram Weckwerth and Katja,
in the proximal stomach in Morgenthal. Metabolomics:from
functional dyspepsia: relevance pattern recognition to biological
to symptoms. Am J interpretation Drug Discovery
Gastroenterol 2003; 98:2169– Today;10(22);2005.
2175. 66. R. M. Silverstein, G. C. Bassler
57. Tack J, Lee K, Sifrim D, and T. C. Morrill, Spectrometric
Janssens J. Prevalence and Identification of Organic
symptomatic impact of non- Compounds, 5th Ed., Wiley,
erosive reflux disease in 1991.
functional dyspepsia. 67. Bruce K, 1H NMR Spectroscopy
Gastroenterology for CHM 222L. Wake Forest
2002;122(Suppl. 1):786. University. Diunduh dari
58. Ryan A. L., David A.M., Update http://users.wfu.edu/ylwong/che
on the Evaluation and m/nmr/h1/. Tanggal 1 Juni 2017
Management of Functional 68. Ian H, Nuclear Magnetic
Dyspepsia. American Academy Resonance (NMR)
of Family Physicians Volume 83, Spectroscopy. University of
Number 5 March 1, 2011.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 11


Calgary. Department of 78. Wagner JA, Williams SA,
Chemistry. Chapter 13. Webster CJ. Biomarkers and
69. William R, Nuclear Magnetic surrogate end points for fit-for-
Resonance Spectroscopy. purpose development and
Michigan State University. 2013. regulatory evaluation of new
70. Balci, M, Basic 1H- and 13C- drugs. Clin Pharmacol
NMR Spectroscopy. Elsevier 1st Therapeutics. 2007;81(1):104–7.
Edition 2005. 79. Goodsaid F, Frueh F. Biomarker
71. Wu, Q. et al. 1H NMR-based qualification pilot process at the
metabonomic study on the US Food and Drug
metabolic changes in the Administration. AAPS J.
plasma of patients with 2007;9(1):E105–8.
functional dyspepsia and the 80. Rolan P. The contribution of
effect of acupuncture. J Pharm clinical pharmacology
Biomed Anal. 51(3), 698–704 surrogates and models to drug
(2010). development--a critical appraisal.
72. Wu, Q. et al. Revealing Br J Clin Pharmacol.
Potential Biomarkers of 1997;44(3):219–25.
Functional Dyspepsia by 81. Lesko LJ, Atkinson AJ., Jr Use
Combining 1H NMR of biomarkers and surrogate
Metabonomics Techniques and endpoints in drug development
an Integrative Multi-objective and regulatory decision making:
Optimization Method. Scientific criteria, validation, strategies
Reports 10.1038/srep18852 Annu Rev Pharmacol Toxicol.
2016. 2001;41:347–66.
73. Talley, N. J., Vakil, N. B. & 82. Ingham CO, III, Buckland-Wright
Moayyedi, P. American JC, Garnero P, et al.
gastroenterological association Risedronate decreases
technical review on the biochemical markers of cartilage
evaluation of dyspepsia. degradation but does not
Gastroenterology. 129(5), decrease symptoms or slow
1756–1780 (2005). radiographic progression in
74. Wagner JA. Overview of patients with medial
biomarkers and surrogate compartment osteoarthritis of
endpoints in drug development. the knee: results of the two-year
Disease Markers. multinational knee osteoarthritis
2002;18(2):41–6. structural arthritis study. Arthritis
75. David J.H., Elena L, Ali G, Deb Rheumatism.
B, Marissa N.L,Virginia K. A 2006;54(11):3494–50.
Pathway and Approach to 83. Goodsaid FM, Frueh FW,
Biomarker Validation and Mattes W. Strategic paths for
Qualification for Osteoarthritis biomarker qualification.
Clinical Trials. Curr Drug Toxicology. 2008;245(3):219–23.
Targets. 2010 May; 11(5): 536– 84. Arvind K, Jignesh ,P Prabha S,
545. Epidemiology of Functional
76. US Food and Drug Dyspepsia. JAPI March 2012
Administration. Guidance for Vol 60.
industry - pharmacogenomic 85. M Thumshirn, Pathophysiology
data submissions. 2005 of functional dyspepsia. Gut
Diunduh dari: 2002;51(Suppl I):i63–i66.
www.fda.gov/cder/guidance/640 86. Liu, K. A., Lashinger, L. M.,
0fnl.pdf. Rasmussen, A. J. & Hursting, S.
77. Lee JW, Devanarayan V, Barrett D. Leucine supplementation
YC, et al. Fit-for-purpose differentially enhances
method development and pancreatic cancer growth in lean
validation for successful and overweight mice. Cancer
biomarker measurement. Pharm Metab. 2(1), 6 (2014).
Res. 2006;23(2):312–28.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 12


87. Nezami Ranjbar, M. R. et al. 91. Marcucci, H., Paoletti, L.,
GC-MS Based Plasma Jackowski, S. & Banchio, C.
Metabolomics for Identification Phosphatidylcholine
of Candidate Biomarkers for biosynthesis during neuronal
Hepatocellular Carcinoma in differentiation and its role in cell
Egyptian Cohort. PLoS One. fate determination. J Biol Chem.
10(6), e0127299 (2015). 285(33), 25382–2593 (2010).
88. Blomstrand, E. A role for 92. Fagone, P. & Jackowski, S.
branched-chain amino acids in Phosphatidylcholine and the
reducing central fatigue. J Nutr. CDP-choline cycle. Biochim
136(2), 544s–547s (2006). Biophys Acta. 1831(3), 523–532
89. Dreyer, H. C. et al. Leucine- (2013).
enriched essential amino acid 93. Stremmel, W. & Gauss, A.
and carbohydrate ingestion Lecithin as a therapeutic agent
following resistance exercise in ulcerative colitis. Dig Dis.
enhances mTOR signaling and 31(3–4), 388–390 (2013).
protein synthesis in human 94. Hermans, S. W. et al.
muscle. Am J Physiol Diradylglycerol formation in
Endocrinol Metab. 294(2), cholecystokinin-stimulated
E392–400 (2008). rabbit pancreatic acini.
90. Boulet, M. M. et al. Alterations Assessment of precursor
of plasma metabolite profiles phospholipids by means of
related to adipose tissue molecular species analysis. Eur
distribution and cardiometabolic J Biochem 235(1–2), 73–81
risk. 309(8), E736–746(2015). (1996).

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 13


LAMPIRAN

Gambar 5. Pengenalan terhadap konsep metabolomics59

Gambar 6. Integrasi antara genomics, proteomics dan metabolomics59

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 14


Gambar 7. Rancangan sederhana dari NMR spektometer.69

Gambar 8. Spektra 1H NMR CPMG dari sampel plasma pasien dispepsia fungsional dan
kontrol. NAc, grup N-acetyl methyl dari glikoprotein; Gln, glutamine; Glu, glutamate.72

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 15


Tabel 3. Korelasi antara perubahan metabolit dan skor NDI Symptom Score dan QOL
score72

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 16


Penelitian PERBEDAAN PROFIL ANALISIS
SEMEN PADA PRIA DI POLI
ANDROLOGI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH DR. SOETOMO
BERDASARKAN KRITERIA INDEKS
MASSA TUBUH
Williana Suwirman,1 Zakiyatul Faizah,2 Relly Yanuari
Primariawan,3 Judie Hartono,4 R. Haryanto Aswin,5
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
2
Departemen Biologi kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Airlangga, Surabaya
3
Departemen Obstetri dan ginekologi, RSUD Dr.
Soetomo, Surabaya
4
Departemen Andrologi, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
5
Departemen Biologi kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRAK
Latar belakang : Hubungan antara indeks massa tubuh dengan kualitas semen masih
kontroversial. Tujuan penelitian ini adalah menilai hubungan antara indeks massa tubuh
dengan kualitas sperma di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Indonesia.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian observasional yang menggunakan desain
penelitian retrospektif-cross sectional. Sampel penelitian yang digunakan adalah 502 pria
yang dibagi kedalam 4 kelompok berdasarkan indeks massa tubuhnya, yaitu kurus
(<18.5), normal (18.5-25), kelebihan berat badan (25.1-27), and obesitas (>27). Data
dianalisis menggunakan Fisher’s exact test.
Hasil : Tidak ada perbedaan signifikan di antara tiap kelompok berdasarkan seluruh
parameter analisis semen yang meliputi konsentrasi, motilitas, dan morfologi sperma.
Kesimpulan : Tidak ada perbedaan profil analisis semen yang signifikan di antara setiap
kelompok indeks massa tubuh.

Kata Kunci: analisis semen, indeks massa tubuh

ABSTRACT

Background : The question of whether body mass index (BMI) affects sperm quality is
controversial. The objective of this study was to assess the relationships between BMI
and sperm quality in Dr. Soetomo General Hospital, Surabaya, Indonesia.
Methods : The study design was observational retrospective-cross sectional. Semen
analysis data were taken from medical records of the patients. 502 Men were classified
into 4 groups according to their BMI, which are underweight (<18.5), normal (18.5-25),
overweight (25.1-27), and obese (>27). The data were analysed using Fisher’s exact test.
Results : No significant differences were observed between the groups in term of all
semen parameters, which are sperm concentration, sperm motility, and sperm
morphology.
Conclusion : No significant semen quality differences among every BMI group.

Keywords: body mass index, semen analysis

1
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
1. PENDAHULUAN
Gangguan analisis semen 2. METODE
ditemukan terjadi pada pria. indeks Penelitian ini adalah penelitian
massa tubuh yang tidak ideal observasional dengan desain penelitian
kemungkinan dapat menjadi salah satu retrospektif-cross sectional. Sampel dari
faktor yang menyebabkan gangguan penelitian ini adalah pasien yang datang
analisis semen. Gangguan analisis ke Poli Andrologi RSUD Dr. Soetomo
semen yang ditemukan terjadi pada pria selama periode 1 Januari 2013 sampai
yang dikelompokkan berdasarkan 31 Desember 2015. Data diambil dari
indeks massa tubuh belum dapat rekam medis Poli Andrologi RSUD Dr.
dijelaskan. Soetomo.
Terdapat 12% atau sekitar 3 Variabel bebas penelitian ini
juta pasangan infertil di Indonesia[1]. adalah indeks massa tubuh yang
30% dari semua kasus pasangan infertil dikategorikan menjadi kurus (<18,5),
tersebut disebabkan oleh pihak pria. Di normal (18,5-25), kelebihan berat badan
Jawa Timur, 11,97% penduduk memiliki (25,1-27), dan obesitas (>27).
IMT yang tergolong dalam kelompok Sedangkan, variabel tergantung
kurus, 59,97% normal, 11,69% penelitian ini adalah hasil analisis
kelebihan berat badan, dan 16,36% semen yang meliputi konsentrasi
obesitas. Di Kota Surabaya, 9,2% sperma, motilitas sperma, dan morfologi
penduduk memiliki IMT yang tergolong sperma. Pengambilan data dilakukan di
kurus, 49.5% normal, 14,0% kelebihan Poli Andrologi RSUD Dr. Soetomo
berat badan, dan 27,3% obesitas[2]. Surabaya pada bulan Januari – Februari
Cukup tingginya prevalensi infertilitas 2017. Analisis data dilakukan dengan
pria di Indonesia dan ketidakidealan metode Fisher’s Exact Test.
berat badan di Indonesia menjadikan
penelitian ini penting untuk dilakukan. 3. HASIL PENELITIAN
Beberapa penelitian 3.1 Gambaran Umum Penelitian
menunjukkan adanya penurunan jumlah Data yang memenuhi kriteria
sperma pada pria dengan IMT yang inklusi berjumlah 502 data pada
tinggi[3][4][5]. Sebuah penelitian penelitian ini. Adanya perbedaan
menunjukkan bahwa pada pria obesitas, spesifik pada hasil analisis semen
terdapat kelainan signifikan pada antara keempat kelompok IMT
morfologi sperma, namun tidak terdapat ditentukan dengan menggunakan
kelainan pada parameter analisis semen metode Fisher’s Exact Test. Parameter
lainnya[6]. Penelitian lain menunjukkan yang diuji adalah konsentrasi, motilitas,
bahwa tidak ada hubungan signifikan dan morfologi sperma, dimana masing-
antara IMT dengan konsentrasi, masing parameter diklasifikasikan
morfologi, dan motilitas sperma, dan menjadi kelompok Normal dan
perbedaan jumlah sperma yang Abnormal.
signifikan hanya ditemukan pada pria
dengan IMT >=35[7]. Hasil yang 3.2 Deskripsi Data Penelitian
berbeda-beda dari setiap penelitian juga Hasil analisis data menunjukkan
menunjukkan pentingnya penelitian ini bahwa tidak diperoleh perbedaan yang
untuk dilakukan. signifikan (p >= 0,05) pada jumlah,
Dengan dilaksanakannya motilitas, dan morfologi sperma pada
penelitian ini, diharapkan menambah keempat kelompok IMT (kurus, normal,
ilmu di bidang pengetahuan mengenai kelebihan berat badan, dan obesitas).
perbedaan profil analisis semen pada Fisher’s Exact Test tidak dilanjutkan ke
pria di poli andrologi RSUD Dr. Soetomo Post Hoc Test karena tidak
berdasarkan kriteria indeks massa tubuh menunjukkan perbedaan yang
dan dapat memberikan data perbedaan signifikan.
profil analisis semen antar tiap golongan
indeks massa tubuh.

2
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Surabaya, Indonesia, yang ditunjukkan
Tabel 1. Distribusi Kelompok IMT dengan nilai p >=0.05.
Berdasarkan Konsentrasi Sperma. Hasil yang serupa didapatkan
Kelom Kur Nor BB Obesi Tot pada penelitian Thomsen dkk. yang
pok us mal leb tas al dilakukan terhadap 612 pasangan infertil
ih pada klinik fertilitas di Denmark, yaitu
Norm 10 104 36 54 204 tidak adanya efek IMT yang signifikan
al secara statistik terhadap konsentrasi,
Abnor 18 121 54 105 298 motilitas, dan morfologi sperma. Hal ini
mal disebabkan karena kadar testosteron
P= bebas dan follicle stimulating hormone
0.1 (FSH) yang memicu terjadinya
06 spermatogenesis hanya sedikit
dipengaruhi oleh kelebihan berat badan
pada pria[8].
Tabel 2. Distribusi Kelompok IMT
Sermondade dkk. Juga
Berdasarkan Motilitas Sperma.
mendapatkan hasil serupa dalam
Kelom Kur Nor BB Obesi Tot
penelitiannya terhadap 306 sampel,
pok us mal leb tas al
yaitu tidak ada perbedaan profil analisis
ih
semen (konsentrasi, motilitas, dan
Norm 2 20 4 4 30 morfologi sperma) yang signifikan pada
al kelompok IMT normal (18.5-24.9),
Abnor 26 205 86 155 472 kelebihan berat badan (25-29.9), dan
mal obesitas (>=30). Selain profil analisis
P= semen, penelitan Sermondade et al.
0.0 juga menjadi penelitian pertama yang
50 membandingkan zona binding (ZB) test
pada masing-masing kelompok IMT
Tabel 3. Distribusi Kelompok IMT dengan populasi fertil. ZB test adalah
Berdasarkan Morfologi Sperma. tes yang menguji kemampuan sperma
Kelom Kur Nor BB Obesi Tot berikatan dengan zona pelusida sel
pok us mal leb tas al ovum. Hasilnya, tidak didapatkan
ih korelasi antara IMT dengan kemampuan
Norm 0 8 3 5 16 sperma berikatan pada zona pelusida[7].
al Penelitian yang dilakukan oleh Al-
Abnor 28 217 87 154 486 Ali dkk. terhadap pria pada klinik
mal fertilitas juga mendukung hasil penelitian
P= ini, yaitu tidak adanya efek IMT yang
0.9 signifikan secara statistik terhadap
77 konsentrasi sperma. Meskipun begitu,
kadar hormon prolaktin, testosteron, dan
Luteinizing Hormone secara signifikan
4. PEMBAHASAN dipengaruhi oleh IMT. Penelitian ini
Pada penelitian ini, dapat dilihat menggunakan sampel yang dapat
bahwa dari 502 sampel yang diambil, 28 dikatakan banyak, yaitu sejumlah 2110
tergolong dalam kategori kurus, 225 sampel[9].
kategori normal, 90 kategori kelebihan Hasil penelitian Gutorova dkk.
berat badan, dan 159 kategori obesitas. terhadap 99 pria normal di Rusia Utara
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak mendukung sebagian dari hasil
ada perbedaan spesifik pada penelitian ini. Penelitian tersebut
konsentrasi, motilitas, dan morfologi menunjukkan bahwa obesitas
sperma antar tiap kelompok IMT (kurus, berkorelasi negatif hanya terhadap
normal, kelebihan berat badan, dan konsentrasi sperma, tidak dengan
obesitas) pada pria yang menjalani motilitas maupun morfologi sperma.
pemeriksaan analisis semen di poli Selain itu, pria dengan IMT antara 25-30
andrologi RSUD Dr. Soetomo, yang dikelompokkan menjadi kelebihan
berat badan justru memiliki karakteristik
3
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
spermatogenesis yang lebih baik yang memiliki IMT <25. Penelitian ini
dibandingkan pria normal. Hal ini juga membandingkan profil analisis
disebabkan kemungkinan karena semen dengan kriteria lingkar pinggang,
sampel kelebihan berat badan penelitian yang menunjukkan hasil yang serupa
tersebut termasuk dalam kelompok dengan IMT, yaitu lingkar pinggang
metabolically healthy obese (MHO), >102 cm berkorelasi negatif dengan
yang juga ditunjukkan dengan ketiadaan konsentrasi dan motilitas sperma[4].
kelainan pada kadar hormon reproduktif Data-data yang tersedia
pada pria-pria kelebihan berat badan mengenai penelitian sejenis bersifat
pada penelitian tersebut[10]. inkonsisten dan saling bertolak
Penelitian yang dilakukan belakang. Analisis semen konvensional
Shayeb dkk. terhadap 5314 pria yang merupakan alat yang termasuk kasar
mendatangi klinik infertilitas untuk menilai fertilitas pria[11]. Karena itu,
menunjukkan bahwa pria obesitas hasil yang didapatkan oleh penelitian-
(IMT>=30) mempunyai kemungkinan penelitian pun beragam. Selain itu,
lebih tinggi untuk mengalami perbedaan negara, gaya hidup, ras,
abnormalitas pada morfologi jumlah sampel, dan jenis populasi
spermanya. Sedangkan, parameter lain sampel (pria infertil dibandingkan
seperti konsentrasi dan motilitas sperma dengan populasi normal) penelitian juga
tidak berbeda spesifik pada tiap menjadi akar dari keragaman hasil
kelompok IMT[11]. penelitian. Hasil yang variatif didapatkan
Dupont dkk. dalam karena heterogenisitas metode
penelitiannya terhadap 330 pria subfertil pengumpulan data dan jumlah sampel
menyatakan bahwa motilitas sperma yang kecil pada beberapa penelitian[12].
pada pria obesitas (IMT >=30) secara
signifikan lebih rendah dibandingkan 5. SIMPULAN
dengan pria normal (IMT <25) dan Tidak ada perbedaan profil
kelebihan berat badan (IMT 25-29.9). analisis semen (konsentrasi, motilitas,
Namun, tidak ada perbedaan yang dan morfologi sperma) yang signifikan
signifikan antar tiap kelompok IMT pada antara pria dengan IMT kurus, normal,
parameter analisis semen yang lain, kelebihan berat badan, dan obesitas.
yaitu konsentrasi dan morfologi Penelitian ini memiliki beberapa
sperma[12]. keterbatasan. Pertama, pria yang
Sebuah penelitian yang datang ke poli andrologi RSUD Dr.
dilakukan oleh Wang dkk. pada 2384 Soetomo merupakan pasien-pasien
pria dari pasangan subfertil di Cina yang memiliki gangguan fertilitas,
Utara menyatakan bahwa pria dengan sehingga kurang menggambarkan
IMT antara 25-30 dan >30 memiliki hubungan antara indeks massa tubuh
motilitas dan morfologi sperma yang dengan hasil analisis semen bila
secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang
dibandingkan dengan pria ber-IMT dilakukan kepada populasi normal.
normal (18-25). Sedangkan, pria dengan Kedua, data yang didapatkan terlalu
IMT rendah (<18) tidak memiliki motilitas sedikit untuk menggambarkan keadaan
dan morfologi sperma yang berbeda populasi normal dalam cakupan yang
signifikan dengan pria ber-IMT normal. lebih luas. Ketiga, sampel yang
Dalam penelitian tersebut, IMT tidak digunakan bersifat heterogen, yang
menunjukkan pengaruh yang signifikan berarti terdapat banyak faktor yang
terhadap konsentrasi sperma[13] mungkin mempengaruhi hasil analisis
Hasil yang bertolak belakang semen tiap pasien selain indeks massa
dengan penelitian ini ditemukan dalam tubuh, seperti usia dan konsumsi rokok
penelitan Hammiche dkk. pada 450 pria dan alkohol. Keempat, terdapat cara lain
subfertil. Penelitian tersebut untuk menilai fertilitas seorang pria
menunjukan bahwa pria yang kelebihan selain dengan penilaian profil analisis
berat badan (IMT 25-29.9) dan obesitas semen orang tersebut, seperti penilaian
(IMT >=30) memiliki konsentrasi dan fragmentasi DNA sperma dan
motilitas sperma yang secara signifikan pengukuran kadar hormon-hormon
lebih rendah dibandingkan dengan pria reproduksi.
4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
6. SARAN Hum Reprod Update.
1. Perlu dilakukan penelitian lebih 2013;19(3):221–31.
lanjut untuk menentukan 6. MacDonald AA, Stewart AW,
pengaruh indeks massa tubuh Farquhar CM. “Re: Body mass
terhadap parameter fertilitas index in relation to semen
pria lainnya, seperti kadar quality and reproductive
hormon-hormon reproduksi. hormones in New Zealand men:
2. Perlu adanya pengelompokkan A cross-sectional study in
lain yang lebih menunjukkan fertility clinics”. Hum Reprod.
distribusi dari lemak, seperti 2013;28(12):3178–87.
lingkar pinggang untuk menilai 7. Sermondade N, Dupont C,
obesitas sentral. Faure C, Boubaya M, Cédrin-
3. Perlu adanya penelitian sejenis Durnerin I, Chavatte-Palmer P,
yang dilakukan di daerah et al. “Body mass index is not
Indonesia lainnya, karena associated with sperm-zona
penelitian sejenis belum pernah pellucida binding ability in
dilaksanakan di Indonesia subfertile males”. Asian J
sehingga belum ada cukup Androl. 2013;15(5):626–9.
banyak data untuk dibandingkan <http://www.asiaandro.com/Abst
dengan hasil penelitian sejenis ract.asp?doi=10.1038/aja.2013.
di dunia. 10\nhttp://www.pubmedcentral.n
ih.gov/articlerender.fcgi?artid=3
DAFTAR PUSTAKA 881636&tool=pmcentrez&render
1. Sutyarso, Busman H. type=abstract>
“Hubungan Keadaan Hormon 8. Thomsen L, Humaidan P,
Testosteron Terikat Dengan Bungum L, Bungum M. “The
Jumlah Dan Kualitas impact of male overweight on
Spermatozoa Pria Infertil semen quality and outcome of
Idiopatik:. Sains Tek. assisted reproduction”. Asian J
2003;9(3):29–34. Androl. 2014;(November
2. Kementrian Kesehatan. Profil 2013):749–54.
Kesehatan Indonesia Tahun <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pu
2013. Jakarta: Kementerian bmed/24759576>
Kesehatan RI. 2014. 507 p. 9. Al-Ali BM, Gutschi T, Pummer
<http://scholar.google.com/schol K, Zigeuner R, Wieland WF.
ar?hl=en&btnG=Search&q=intitl “Body mass index has no
e:Profil+Data+Kesehatan+Indon impact on sperm quality but on
esia+Tahun+2011#0> reproductive hormones levels”.
3. Al-Hasani S, Zohni K. “The Andrologia. 2014;46:106–11.
overlooked role of obesity in 10. Gutorova N V, Kleshchyov MA,
infertility”. J Fam Reprod Heal. Tipisova E V, Osadchuk L V.
2008;2(3):115–22. “Effects of Overweight and
4. Hammiche F, Laven JSE, Twigt Obesity on the Spermogram
JM, Boellaard WPA, Steegers Values and Levels of
EAP, Steegers-Theunissen RP. Reproductive Hormones in the
“Body mass index and central Male Population of the
adiposity are associated with European North of Russia”. Bull
sperm quality in men of Exp Biol Med. 2014;157(1):95–
subfertile couples”. Hum 8.
Reprod. 2012;27(8):2365–72. 11. Shayeb AG, Harrild K, Mathers
5. Sermondade N, Faure C, Fezeu E, Bhattacharya S. “An
L, Shayeb AG, Bonde JP, exploration of the association
Jensen TK, et al. “BMI in between male body mass index
relation to sperm count: An and semen quality”. Reprod
updated systematic review and Biomed Online. Reproductive
collaborative meta-analysis”. Healthcare Ltd.;
2011;23(6):717–23.
5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
<http://dx.doi.org/10.1016/j.rbmo
.2011.07.018>
12. Dupont C, Faure C,
Sermondade N, Boubaya M,
Eustache F, Clément P, et al.
“Obesity leads to higher risk of
sperm DNA damage in infertile
patients”. Asian J Androl.
2013;15(5):622–5.
<http://www.pubmedcentral.nih.
gov/articlerender.fcgi?artid=388
1654&tool=pmcentrez&renderty
pe=abstract>
13. Wang E-Y, Huang Y, Du Q-Y,
Yao G-D, Sun Y-P. “Body mass
index effects sperm quality: a
retrospective study in Northern
China”. Asian J Androl.
2016;(October 2015):1–4.

6
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Penelitian TOKSISITAS DAN AKTIVITAS
GASTROPROTEKTIF EKSTRAK
TANGKAI TALAS (Colocasia
esculenta L. Schott)
Pengujian Aktivitas Toksik dan
Gastroprotektif Ekstrak Tangkai Talas
terhadap Tikus Putih Galur Wistar (Rattus
norvegicus) yang Diinduksi Aspirin
Aiman Hilmi Asaduddin1
1
Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta

ABSTRAK
Pendahuluan : Ulkus peptikum merupakan penyakit gastrointestinal yang menyerang
10% populasi dunia. Obat yang tersedia sering kali disalahgunakan dan memiliki
beberapa efek samping. Oleh karena itu, penanganan preventif yang efektif perlu
dikembangkan. Di sisi lain, tangkai talas memiliki senyawa-senyawa kimia yang
berpotensi memiliki aktivitas gastroprotektif dan minim efek samping sehingga berpotensi
dapat mencegah ulkus peptikum.
Tujuan : untuk mengetahui tingkat toksisitas dan efek gastroprotektif ekstrak tangkai
talas pada lambung Rattus norvegicus.
Metode : Pengujian toksisitas dilakukan dengan metode BSLT dan acute oral toxicity
(OECD 423) sedangkan pengujian efek gastroprotektif dilakukan dengan uji kandungan
senyawa kimia, antioksidan, dan in vivo. Uji in vivo dilakukan pada tikus yang terinduksi
aspirin dan diberi penanganan ekstrak tangkai talas (dosis 50, 100, 200, dan 400
mg/kgBB) dengan sukralfat dan omeprazol sebagai pembanding.
Hasil : Ekstrak tangkai talas secara positif mengandung flavonoid, terpenoid, saponin,
dan steroid. Ekstrak tangkai talas memiliki aktivitas antioksidan sebesar 675.283 pg/ml.
Berdasarkan BSLT, nilai LC50 ekstrak tangkai talas adalah 7311.39 ppm dan uji acute
oral toxicity tidak menunjukkan adanya respon toksik serta kematian dari hewan uji. Hasil
pengujian in vivo menunjukkan bahwa dosis 50, 100, dan 200 tidak berpengaruh secara
signifikan sedangkan efek ekstrak tangkai talas terhadap lapisan lambung dapat dilihat
secara signifikan pada dosis 400 mg/kgBB (menekan destruksi mukosa, menghambat
edema, dan mengurangi infiltrasi neutrofil). Pada uji in vivo ini juga terlihat adanya
peningkatan akumulasi glikoprotein pada permukaan mukosa.
Kesimpulan : Ekstrak tangkai talas memiliki aktifitas antioksidan serta senyawa
flavonoid, terpenoid, saponin, dan steroid. Ekstrak tangkai talas memilki tingkat toksisitas
yang rendah dan berpengaruh secara histopatologi dalam mengurangi kerusakan
mukosa dan meningkatkan akumulasi glikoprotein pada permukaan mukosa.

Kata Kunci: aktivitas gastroprotektif, tangkai talas, dan toksisitas

ABSTRACT

Background : Peptic ulcer is one of the world's major gastrointestinal disorders and
affecting 10% of the world population. The drugs available in the market are often
associated with side effects. Thus, it is needed to identify more effective and safe anti-
ulcer agents. However, taro stem (Colocasia esculenta L. Schott) have some chemical
compounds that hypothesized have gastroprotective activity and low toxicity level.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 1


Goals : to determine toxicity level and efect of taro stem extract (TSE) in
gastroprotective activity in the gaster of Rattus norvegicus.
Method : to determine the toxicity of TSE, this present study used Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) and acute oral toxicity assay (OECD 423). Then, the
gastroprotective effect examined by phytochemical assays, antioxidant activity, and
histopathological examination. The TSE gastroprotective experiment in aspirin induced
rats is divided into 4 groups (50, 100, 200, and 400 mg/kgBW) with omeprazole and
sucralfate as reference controls.
Result : The phytochemical test showed that TSE positively contained flavonoid,
terpenoid, saponin, and steroid. The extract had antioxidant activity measured 675.283
pg/ml. Based on data, TSE had no effect in toxicity assays. BSLT result showed LC50 of
TSE was 7311.39 ppm which have a very low toxicity. Acute toxicity showed no injury and
mortality in rats. The histopathological examination revealed that aspirin shows severe
damage in gastric mucosa. TSE 50, 100, and 200 mg/kgBW did not show significant
difference. TSE treatment significantly suppressed the mucosa disruption in 400 mg/kg
dose, inhibit edema the infiltration of leucocyte, and reduce the neutrophil infiltration into
ulcerated tissue. TSE treatment also revealed increasing of surface mucosal glycoprotein
accumulation.
Conclusion : TSE had antioxidant activity and contained flavonoid, terpenoid,
saponin, and steroid. TSE also had low toxicity and histopathologically activity in reducing
mucosal damage. It also increased the accumulation of glycoproteins on the mucosal
surface.
Keywords: gastroprotective activity, taro stem, and toxicity

1. PENDAHULUAN menimbulkan komplikasi bahaya, seperti


Tujuan penelitian ini adalah penetrasi, perforasi, pendarahan, dan
untuk mengetahui tingkat toksisitas penyumbatan pada lambung.
ekstrak tangkai talas dan aktivitas Komplikasi ulkus peptikum yang parah
gastroprotektif berdasarkan uji senyawa, hanya bisa ditindaklanjuti secara medis
aktivitas antioksidan, dan uji in vivo. Uji dengan operasi.
in vivo dilakukan dengan analisis dari Ulkus peptikum dapat diobati
segi histopatologi. Penelitian ini dengan mengurangi faktor agresif
dilakukan sebagai perluasan dari seperti inhibitor pompa proton,
penelitian-penelitian sebelumnya di meningkatkan faktor defensif seperti
bidang farmasi dan kesehatan. membentuk kompleks kimia untuk
Ulkus peptikum merupakan membuat lapisan pelindung, atau
salah satu penyakit gastrointestinal kombinasi keduanya. Namun, saat ini
terbesar di dunia dan mempengaruhi obat ulkus peptikum dihadapkan dengan
10% populasi dunia[1]. Berdasarkan masalah karena sebagian besar obat
penelitian di Indonesia, sekitar ±500.000 yang beredar dipasaran sering dikaitkan
orang menderita ulkus peptikum dan dengan efek samping (sakit kepala,
70% berusia 25-64 tahun[2]. Penyebab mual, muntah, diare, dan konstipasi)
ulkus peptikum dipengaruhi oleh banyak dari obat tersebut (Sukralfat dan
faktor yang mengganggu aktivitas omeprazole) [5]. Dengan demikian,
mukosa lambung, seperti sekresi terdapat urgensi untuk segera
mukus, lapisan pelindung mukosa, mengidentifikasi obat ulkus peptikum
sekresi asam, enzim pepsin, aliran yang lebih efektif dan aman.
darah, regenerasi seluler dan agen Di sisi lain, bahan baku obat-
pelindung endogen[3]. Patogenesis obatan dari alam di Indonesia sangat
umum ulkus peptikum adalah obat yang terjangkau dan memiliki jumlah yang
memiliki efek iritasi. Salah satu obat besar. Akan tetapi, lebih dari 90% bahan
yang memiliki frekuensi penggunaan masih diimpor. Dari 30.000 tanaman
yang sangat tinggi di masyarakat adalah obat, hanya 1.700 jenis obat tradisional
OAINS (Obat Anti Inflamasi Non- yang digunakan[6]. Talas adalah
Steroid), seperti aspirin[4]. Jika tidak tanaman herbal yang mudah
ditangani dengan tepat, akan dibudidayakan. Tangkainya memiliki

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018 2


beberapa senyawa fitokimia yang dapat Adapun tahapan pada penelitian
mempercepat proses epitelisasi sel. ini adalah:
Berdasarkan penelitian sebelumnya, a) Determinasi sampel tangkai talas
ekstrak tangkai talas dapat b) Uji senyawa fitokimia yang
menyembuhkan luka luar dan luka bakar mencangkup uji tabung dan
lebih cepat daripada obat luka kromatografi lapis tipis
konvensional[7]. Tangkai talas juga c) Uji aktifitas antioksidan dengan uji
memiliki aktivitas antibakteri, DPPH sebagai radikal bebas
antioksidan, antihiperglikemik, d) Uji toksisitas dengan 2 metode,
antinoksieptif, dan antiinflamasi[8][9]. yaitu BSLT (Brine Shrimp Lethality
Dengan demikian, tangkai talas test) dan acute oral toxicity.
diperkirakan memiliki aktivitas e) Uji aktivitas gastroprotektif denan
gastroprotektif untuk mencegah obat memberikan perlakuan kepada
ulkus peptikum dengan tingkat toksisitas hewan uji selama 7 hari.
yang rendah. Pembagian kelompok perlakuan
Dengan adanya penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 1.
diharapkan dapat dikembangkan f) Pengamatan histopatologi pada
penelitian lanjutan untuk tahap klinis lambung hewan uji. Hasil yang
sehingga dapat diterapkan di diamati adalah keadaan sel-sel
masyarakat. inflamatorik, edema, kerusakan
mukosa, dan akumulasi glikoprotein
2. METODE pada permukaan mukosa.
Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimen laboratorium yang Tabel 1. Kelompok Perlakuan
dilakukan di Laboratorium Penelitian Kelompok
dan Pengujian Terpadu Universitas Perlakuan
perlakuan
Gajah Mada (LPPT UGM) serta
Laboratorium Kimia Lembaga Ilmu Carboxy Methyl Cellulose
Kelompok 1
Pengetahuan Indonesia (LIPI). (CMC) 0,5%
Penelitian dilakukan dari bulan Oktober Kelompok
2016 – April 2017. Sampel yang 200 mg/kgBB aspirin
2
digunakan pada penelitian ini adalah
Kelompok 200 mg/kgBB aspirin + 20
tangkai talas (dari daerah Ngaglik,
Sleman), Tikus percobaan (LPPT UGM), 3 mg/kgBB omeprazole
dan udang laut (LIPI). Data diambil Kelompok 200 mg/kgBB aspirin + 4
berdasarkan hasil observasi pada 4 gr/kgBB sukralfat
hewan percobaan secara makroskopis Kelompok 200 mg/kgBB aspirin + 50
maupun mikroskopis. Analisis dilakukan 5 mg/kgBB ekstrak
secara kualitatif (berdasarkan
Kelompok 200 mg/kgBB aspirin + 100
pengamatan langsung) dan kuantitatif
(perhitungan antioksidan dan toksisitas). 6 mg/kgBB ekstrak
Penelitian ini hanya dilakukan dengan Kelompok 200 mg/kgBB aspirin + 200
sekali percobaan tanpa menggunakan 7 mg/kgBB ekstrak
metode yang berbeda. Kelompok 200 mg/kgBB aspirin + 400
8 mg/kgBB ekstrak

3
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
3. HASIL PENELITIAN Deskripsi: - = Negatif + = Positif
3.1. Hasil Pengujian Senyawa ++ = Positif kadar tinggi
FitokimiaUji Tabung
Hasil uji tabung menunjukkan Berdasarkan hasil kromatografi
bahwa ekstrak tangkai talas lapis tipis, ekstrak tangkai talas
mengandung senyawa alkaloid, mengandung flavonoid, saponin, steroid,
dan terpenoid.
flavonoid, dan terpenoid.
3.1.3. Aktivitas Antioksidan
Tabel 2. Hasil Uji Tabung
Senyawa Perubahan Hasil Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan
warna Sampel Absor- Konsen- Inhibisi IC50
Alkaloid bansi trasi
- Reagen Endapan + (ppm)
Mayer Putih Blangko 1,8326
-Reagen Oranye- +
Ekstrak 1,1661 400 36,369 675,
Dragendorf coklat
283
-Reagen Coklat tua +
1,3053 200 28,773
Bauchardat
Flavonid Kuning + 1,437 100 21,587
pucat 1,5503 10 15,404
Terpenoid Merah +
kehijau- Aktivitas antioksidan ekstrak
adalah IC50 = 675.283. Hasil tersebut
hijauan
berarti bahwa ekstrak membutuhkan
Saponin Busa <1-10 - ±675.283pg/mL untuk menunjukkan
cm aktivitas antioksidan (dengan uji DPPH
Tannin Hijau-violet - sebagai radikal bebas).
Deskripsi: - = Negatif + = Positif
3.2. Toksisitas
3.2.1 Brine Shrimp Lethality Test
3.1.2. Kromatografi Lapis Tipis
(BSLT)
Tabel 3. Hasil Kromatografi Lapis Tipis
Tabel 5. Hasil BSLT
Senyawa Pemba Ha- Rf hR
konsentrasi Log Kemati
fitokimia nding sil x hidup LC 50
(C) (ppm) C -an
Alkaloid Quinin - - -
1000 3.00 25 24.242 7311.39
Flavonoid -Quer- + - -
500 2.70 27 5.455
cetin
200 2.30 30 0.000
-Rutin + - -
20 1.30 30 0.000
Saponin Sapo- ++ 0.59 71
nin
Hasil BSLT ekstrak tangkai talas
Tannin Tannin - - - ditunjukkan pada tabel 5 menunjukkan
Steroid Stigma + 0.45 83. nilai LC50 sebesar 7311, 39 ppm.
-sterol 7
Phenol Gallic - - - 3.2.2 Acute Oral Toxicity
Acid Berdasarkan hasil pengamatan,
Terpeno- Tymol + 0.12 28. tidak didapati kealainan tingkah laku,
kesakitan, maupun kematian
id 6

4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Deskripsi:
Anak panah hitam: Destruksi lapisan
lambung
Anak panah oranye: Edema

Berdasarkan hasil pengamatan,


kelompok 1,3,4,7, dan 8 tidak
menunjukkan adannya kerusakan
lapisan lambung. Kelompok 2, 4, 5, dan
6 menunjukkan adanya pelebaran
pembuluh darah (edema) disertai
infiltrasi leukosit.
Gambar 3. Perkembangan Berat Badan
Tikus selama 14 Hari

Gambar 4. Berat Organ (Hati, Lambung,


dan Ginjal) setelah 14 Hari Gambar 6 (a-h). Pengamatan
Akumulasi Glikoprotein pada
Berdasarkan gambar 3 dan 4 , Permukaan Mukosa (Garis Hitam)
tidak terdapat perbedaan yang signifikan (PAS/AB, 40x)
antar tikusnya.
Berdasarkan hasil pengamatan,
3.3. Analisis dari Segi Histopatologi terdapat akumulasi glikoprotein pada
permukaan mukosa. Akumulasi ini
terlihat pada kelompok 3,4,6,7, dan 8.

4. PEMBAHASAN
4.1 Aktivitas Senyawa Ekstrak
Tangkai Talas
4.1.1 Kandungan Senyawa Fitokimia
Berdasarkan hasil uji tabung,
ekstrak tangkai talas mengandung
alkaloid, terpenoid, dan flavonoid. Hasil
tersebut berbeda dengan kromatografi
lapis tipis karena terdapat kontaminasi
dari lingkungan luar sehingga
menunjukkan data pengamatan positif
semu, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ekstrak tangkai talas
mengandung senyawa flavonoid,
terpenoid, saponin, dan steroid. Peran
dari senyawa-senyawa tersebut adalah,
Gambar 5 (a-h). Pengamatan Histologi a) Flavonoid : sebagai antibakteri,
Pengaruh Ekstrak Tangkai Talas antiinflamasi, dan antioksidan
terhadap Lapisan Lambung (HE, 10x) b) Terpenoid : meningkatkan proses
reepitelisasi sel

5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
c) Saponin : mencegah terjadinya dan mortalitas berdasarkan perilaku
infeksi abnormal, penyakit, dan kematian.
d) Steroid : sebagai antiinflaasi Keadaan tersebut diamati berdasarkan
Berdasarkan fungsi dari paduan dari OECD 423 [16]. Pengujian ini
senyawa-senyawa tersebut, ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak tangkai
tangkai talas memiliki aktivitas dalam talas aman dikonsumsi dan tidak
pencegahan luka maupun memiliki efek toksik bila diberikan
pengobatannya[7]. secara oral dari 300 mg/kgBB sampai
5000 mg/kgBB. Dalam pengujian ini,
4.1.2 Aktivitas Antioksidan ekstrak tangkai talas tidak
Aktivitas antioksidan ekstrak menyebabkan efek toksisitas akut dan
tangkai talas adalah IC50 = 675.283. hal nilai LD50 lebih besar dari 5.000
tersebut berarti bahwa ekstrak mg/kgBB. Oleh karena itu, menurut label
membutuhkan ± 675.283pg / mL untuk kimia dan klasifikasi toksisitas akut
menunjukkan aktivitas antioksidan sistemik yang direkomendasikan oleh
(dengan uji DPPH sebagai radikal OECD, ekstrak diberi status kelas 5
bebas). Apabila dibandingkan dengan (LD50> 5000 mg/kgBB) yang merupakan
aktivitas antioksidan quercetin yang kelas toksisitas terendah.
memiliki IC50 = 2,4, aktivitas antioksidan Data tersebut diperkuat dengan
ekstrak tangkai talas masih termasuk hasil pengamatan berat badan selama
pada intensitas rendah. Perbedaan 14 hari yang tidak mengalami
aktivitas antioksidan senyawa ini bisa perubahan secara signifikan serta berat
disebabkan oleh perbedaan karakteristik akhir organ hati, lambung, dan ginjal
senyawa yang diuji. Quercetin adalah yang tidak memiliki perbedaan signifikan
senyawa tunggal dan bersifat spesifik dengan kontrol normal.
sedangkan ekstrak tangka talas
merupakan ekstrak yang bersifat umum. 4.3 Evaluasi Hasil Pengamatan
Histopatologi
4.2 Toksisitas Berdasarkan gambar 5,
4.2.1 Brine Shrimp Lethality Test kelompok normal (a) tidak menunjukkan
Hasil BSLT ekstrak etanol adanya destruksi pada mukosa lambung
tangkai talas dapat dilihat pada tabel 5 secara pengamatan histopatologis.
dan gambar 2. Nilai LC50 ekstrak tangai Kelompok kontrol negatif (b) mengalami
talas adalah 7311,39 ppm. Ekstrak destruksi epitel permukaan yang parah
menunjukkan hasil positif, yaitu sampel pada mukosa lambung (panah hitam)
secara biologis bersifat aktif. Ekstrak dan edema tingkat medium dengan
yang menunjukkan nilai LC50 kurang dari infiltrasi leukosit (panah oranye). Pada
1 mg/mL dianggap aktif secara kelompok kontrol dengan perlakuan
signifikan sehingga ekstrak tangkai omeprazol (c) menunjukkan adanya
memiliki toksisitas yang sangat rendah. edema ringan dengan infiltrasi leukosit
grafik persentase kematian dan tidak terdapat kerusakan pada
dibandingkan dengan log konsentrasi permukaan epitel mukosa. Perlakuan
(Gambar 2) menunjukkan perkiraan sukralfat tidak menunjukkan edema dan
korelasi linier. Pada gambar tersebut, kerusakan pada mukosa lambung tetapi
terdapat hubungan proporsional menunjukkan adanya tanda inflamasi
langsung antara konsentrasi ekstrak tingkat medium. Pada kelompok
dengan tingkat kematian. Hal ini eksperimen ekstrak tangkai talas, tikus
ditunjukkan oleh data mortalitas yang diberi perlakuan dengan 50
maksimum terjadi pada konsentrasi mg/kgBB dan 100 mg/kgBB ekstrak
1000 ppm sedangkan konsentrasi 20 tangkai talas menunjukkan adanya
ppm dan 200 ppm hanya menyebabkan kerusakan permukaan epitel mukosa
mortalitas sangat kecil. tingkat medium dan edema berat
dengan infiltrasi leukosit ((e) dan (f)).
4.2.2 Acute Oral Toxicity Tikus yang diberi perlakuan dengan 200
Berdasarkan hasil pengamatan, mg/kgBB ekstrak menunjukkan adanya
ekstrak tangkai talas tidak menunjukkan kerusakan ringan pada permukaan
adanya efek terhadap tanda toksisitas epitel mukosa dan tidak terjadi edema

6
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
(g), dan perlakuan 400 mg/kgBB ekstrak menunjukkan peningkatan akumulasi
tidak menunjukkan adanya keruakan glikoprotein. Dengan demikian, ekstrak
pada jaringan lambung (h). tangkai talas dapat meningkatkan
Berdasarkan hasil pengamatan, intensitas sekresi glikoprotein mukosa.
aspirin merupakan sebab utama Hal tersebut juga dibuktikan oleh
kerusakan lambung dengan mekanisme penelitian Dhiyaaldeen et al. (2014)
pengurangan aktivitas prostaglandin yang menunjukkan bahwa akumulasi
(yang memberikan efek perlindungan glikoprotein dapat mengurangi risiko
pada mukosa lambung). Hal tersebut pembentukan ulkus pada lambung[15].
merupakan induksi dengan cara
mengurangi faktor defensif [10]. Namun, 5. SIMPULAN
omeprazol (Proton Pump Inhibitor Berdasarkan hasil penelitian
(PPI)), memiliki efek antisekresi asam dan pembahasan, dapat disimpukan
lambung dan efektif pada penyakit asam bahwa ekstrak tangkai talas secara
lambung berlebih[10]. Selain itu, sukralfat positif mengandung flavonoid, terpenoid,
menunjukkan pencegahan yang efektif saponin, dan steroid. Ekstrak tangkai
untuk gejala ulkus peptikum. Sukralfat talas juga memiliki aktivitas antioksidan
juga menghambat sitokin proinflamasi yang relatif rendah. Ditinjau dari segi
dan meningkatkan pelepasan zat toksisitas, ekstrak etanol tangkai talas
sitoprotektif seperti lendir dan PGE2[11]. memiliki tingkat toksisitas yang rendah
Pada kelompok eksperimen penelitian berdasarkan BSLT dan uji acute oral
ini, hasil pengamatan menunjukkan toxicity. Pada dosis 50 dan 100
bahwa ekstrak tangkai talas memiliki mg/kgBB, terlihat adanya edema,
aktivitas gastroprotektif. Ekstrak ini bisa destruksi mukosa, dan infiltrasi neutrofil
melindungi mukosa lambung, sedangkan dosis 200 mg/kgBB terdapat
menghambat edema infiltrasi leukosit, kerusakan ringan pada mukosa dan
dan mengurangi infiltrasi neutrofil ke tidak terlihat adanya edema dengan
jaringan ulserasi. Aktivasi dan infiltrasi infiltrasi neutrofil. Efek ekstrak tangkai
neutrofil muncul sebagai faktor kunci talas terhadap lapisan lambung dapat
dalam proses awal pembentukan dilihat secara signifikan mampu
destruksi lambung. Beberapa penelitian menekan destruksi mukosa pada dosis
menunjukkan bahwa pengurangan 400 mg/kgBB, menghambat edema, dan
infiltrasi neutrofil ke jaringan lambung mengurangi infiltrasi neutrofil ke jaringan
ulserasi mendorong pencegahan atau ulserasi. Pada uji in vivo ini juga terlihat
penyembuhan luka mukosa adanya peningkatan akumulasi
lambung[12][13][14]. glikoprotein pada permukaan mukosa.
Aktivitas gastroprotektif lain dari
ekstrak tangkai talas mungkin 6. SARAN
disebabkan oleh penurunan kerusakan Dari keterbatasan waktu dan
permukaan epitel mukosa. Hal tersebut fasilitas penelitian yang ada, penulis
disebabkan oleh senyawa ekstrak yang menyarankan beberapa hal untuk
memiliki aktivitas reepitelisasi sel dan dilakukan, yaitu:
efek antiinflamasi seperti flavonoid, a) Mengembangkan penelitian ini
terpenoid, dan steroid. dengan mencari data-data penguat
Berdasarkan gambar 6, kondisi seperti senyawa khusus yang
normal musin menunjukkan intensitas berperan, kandungan senyawa
akumulasi glikoprotein tingkat medium spesifik, mekanisme pencegahan
dan kontrol negatif tidak menunjukkan secara lebih rinci, serta pembuatan
akumulasi glikoprotein. Dalam kelompok sediaan yang tepat dan efektif
kontrol perlakuan omeprazol dan b) Penyediaan fasilitas yang lebih
sucralfat, hasil pengamatan mumpuni oleh lembaga dan
menunjukkan intensitas sedang dari laboratorium terkait supaya data
glikoprotein yang disekresikan. Pada yang diperoleh akan lebih valid.
kelompok eksperimen ekstrak tangkai
talas, ekstrak 50 mg/kgBB tidak UCAPAN TERIMAKASIH
berpengaruh untuk meningkatkan Penulis mengucapkan banyak puji
akumulasi glikoprotein. Sedangkan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat
ekstrak 100, 200, dan 400 mg/kgBB, dan hidayat-Nya sehingga penulis

7
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
mampu melakukan penelitian ini. penulis Program Studi Farmasi Fakultas
berterimakasih kepada dosen-dosen MIPA UNSRAT Manado, 2014.
yang telah membimbing penulis 8. S.W. Lee, W. Wee, J. Yong, D.
sehingga mampu melakukan penelitian Syamsumir. 2011. Antimicrobial,
ini dengan baik. Penulis juga antioxidant, anticancer property
mengucapkan terima kasih kepada and chemical composition of
LPPT UGM dan LIPI yang telah different parts (corm, stem and
menyediakan fasilitas penelitian dan leave) of Colocasia esculenta
mengarahkan penelitian ini supaya extract. Annales Universitatis
menjadi lebih baik. Mariae Curie-Sklodowska,
Sectio DDD. 2011; 24 (3): 9–16.
DAFTAR PUSTAKA 9. Shithi Saha, Mohammed
1. Rao CV, Venkataramana K. A Rahmatullah. Antihyperglycemic
Pharmacological Review on and antinociceptive activities of
Natural Antiulcer Agents. J methanolic extract of Colocasia
Global Trends Pharm Sci 4: esculenta (L.) Schott stems: a
1118-1131, 2013. preliminary study. Advances in
2. Oveido JA, Wolfe MM. Diseases Natural and Applied Sciences.
of the Stomach and Duodenum. 2013;7(3): 232-237
In Cecil: Essential of Medicine 10. Abe K, Tani K, Fujiyoshi Y:
6th edition. Philadelphia: Conformational rearrangement
Saunders Elsever, 2007. of gastric H+, K + −ATPase
3. Kwiecien S, Konturek P, induced by an acid suppressant.
Sliwowski Z, Mitis-Musiol M, Nat Comm 2011, 2:155.
Pawlik M, Brzozowski B, et al. 11. Arab HH, Salama SA, Omar HA,
Interaction between selective Arafa ESA, Maghrabi IA.
cyclooxygenase inhibitors and Diosmin Protects against
capsaicin-sensitive afferent Ethanol-Induced Gastric Injury
sensory nerves in pathogenesis in Rats: Novel Anti-Ulcer
of stress-induced gastric Actions. PLOS ONE, 10(3):
lesions. Role of oxidative stress. e0122417, 2015.
Journal of Physiology and 12. AlRashdi AS, Salama SM,
Pharmacology. 2012; 63(2):143. Alkiyumi SS, Abdulla MA, Hadi
4. Atmaja, Dhanu Ari. 2008. AHA, Abdelwahab SI, et al.
Pengaruh Ekstrak Kunyit Mechanisms of gastroprotective
(Curcuma Domestica) Terhadap effects of ethanolic leaf extract
Gambaran Mikroskopik Mukosa of Jasminum sambac against
Lambung Mencit Balb/C Yang HCl/ethanol-induced gastric
Diberi Parasetamol. Artikel mucosal injury in rats. Evidence-
Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Based Complementary and
Fakultas Kedokteran Universitas Alternative Medicine. 2012;
Diponegoro. 2012.
5. Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, 13. Mahmood A, Fard AA, Harita H,
J.M., Flower, R.J., Henderson, Amin ZA, Salmah I. Evaluation
G. RangandDale’s of gastroprotective effects of
Pharmacology, 7thed. Strobianthes crispus leaf extract
ChurchillLivingstone, Edinburgh, on ethanol-induced gastric
2012. mucosal injury in rats. Scientific
6. LIPI. Biosource untuk Research and Essays. 2011;
Pembangunan Ekonomi Hijau. 6(11):2306–14.
Jakarta: LIPI Press, 2013. 14. Mei X, Xu D, Xu S, Zheng Y.
7. Alfonsius, Bryan, Gayatri, dkk. Novel role of Zn(II)-curcumin in
Potensi Ekstrak Etanol Tangkai enhancing cell proliferation and
Daun Talas (Colocasia adjusting proinflammatory
esculenta L.) sebagai Alternatif cytokine-mediated oxidative
Obat Luka pada Kulit Kelinci damage of ethanol-induced
(Oryctolagus cuniculus). acute gastric ulcers. Chem Biol
Pharmacon Vol. 3, No. 3. Interact. 2012; 197(1):31–39.

8
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
15. Dhiyaaldeen et al. Protective
effects of (1-(4-hydroxy-phenyl)-
3-mtolyl-propenone chalcone in
indomethacin induced gastric
erosive damage in rats. BMC
Veterinary Research. 2014;
10:961.
16. OECD. Acute Oral Toxicity –
Acute Toxic Class Method. 2001

9
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
LAMPIRAN

Gambar 1. Grafik Regresi Linier Aktivitas Antioksidan

Gambar 2. Grafik Log Konsentrasi BSLT

10
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Gambar 5 (a-h). Pengamatan Histologi Pengaruh Ekstrak Tangkai Talas terhadap
Lapisan Lambung (HE, 10x)

Gambar 6 (a-h). Pengamatan Akumulasi Glikoprotein pada Permukaan Mukosa (Garis


Hitam) (PAS/AB, 40x)
11
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
PENGUJIAN EFEKTIVITAS EKSTRAK
Penelitian CAPSICUM ANNUUM
SEBAGAI ANTI INFLAMASI PADA
TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI
CCL4
Aldian Mulyanto Lokaria1, Berliana Islamiyarti
Hydra1, Zelly Dia Rofinda2
1
Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran,
Universitas Andalas, Padang
2
Bagian Parasitologi Klinik, Fakultas Kedokteran,
Universitas Andalas/ RSUP DR. M. Djamil, Padang

ABSTRAK

Pendahuluan: Inflamasi memiliki peran besar dalam patogenesis beragam penyakit.


Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) menjadi terapi yang sering diterapkan, namun
penggunaan OAINS dapat menyebabkan masalah gastrointestinal dan efek samping lain.
Capsaicin pada ekstrak cabai merah (Capsicum annuum) memiliki efek anti inflamasi dan
sebagai kandidat pengganti OAINS.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain pre and post test
untuk menghitung jenis leukosit dan desain post test only untuk menghitung jumlah
leukosit dan laju endap darah (LED). Keempat kelompok kontrol positif dan kelompok
perlakuan yang masing-masing berisi 5 sampel tikus wistar diinduksi CCl4 2% 0,5 ml/hari
selama 30 hari. Pasca induksi sampel diberikan perlakuan selama 14 hari berupa diet
standar ad libitum (kontrol negatif), asetosal; asetaminofen; ibuprofen; dan asam
mefenamat (kontrol positif), serta ekstrak C. annuum 2% (kelompok perlakuan).
Hasil: Hitung jenis leukosit kelompok ekstrak C. annuum 2% menunjukkan penurunan
limfosit (p<0,001) dibandingkan sebelum perlakuan. Sementara hitung jumlah leukosit
dan LED kelompok ekstrak C. annuum 2% menunjukkan hasil yang lebih kecil, yaitu
5020 ± 2071 (p=0,209) dan 2,00 ± 1,26 (p=0,174) dibandingkan kelompok OAINS.
Simpulan: Ekstrak C. annuum 5% mampu menurunkan proporsi limfosit secara
bermakna, namun menurunkan jumlah leukosit dan LED secara tidak bermakna.

Kata kunci: Anti Inflamasi, Capsicum annuum, Capsaicin, OAINS

ABSTRACT

Background: Inflammation has a major role in the pathogenesis of various diseases.


Non steroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs) being the most often used drug in
community, but prolonged use NSAIDs can cause digestive problems and other side
effects. Capsaicin from red chilli (Capsicum annuum) extract have anti-inflammatory
effects and as a replacement candidate of NSAIDs.
Methods: This research is an experimental research with pre and post test design for
differential count and post test only design to leukocytes count and erythrocyte
sedimentation rate (ESR). The four positive control groups and treatment group contains
5 samples of wistar rat for each group induced by CCl4 2% 0,5 ml/day for 30 days. After
induction, the samples were given treatment for 14 days with ad libitum standard diet
(negative control); aspirin; acetaminophen; ibuprofen; mefenamic acid (positive control),
and extracts of C. annuum 2% (treatment group).

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


1
Results: The differential count from extracts of C. annuum 2% group showed a decrease
in lymphocytes (p <0,001) than before treatment. While the results of leukocytes count
and ESR from C. annuum extract 2% group showed smaller results, ie 5.020 ± 2.071 (p =
0,209) and 2,00 ± 1,26 (p = 0,174) compared to the NSAIDs groups.
Conclusion: Extract of C. annuum 2% were able to decrease the proportion of
lymphocytes significantly, but the reduced of leukocytes count and ESR unsignificantly.

Keywords: Anti Inflammatory, Capsicum annuum, Capsaicin, NSAIDs

1. PENDAHULUAN saluran pencernaan, kolik, diare, asma,


keram, osteoartritis, neuropati diabetes,
Inflamasi adalah suatu proses artritis reumatoid, nyeri pasca operasi,
peradangan terhadap adanya benda psoriasis, ruam kulit, gigitan binatang,
asing, invasi mikroorganisme, trauma, dan luka.[4],[7],[8],[9] Meskipun demikian
mediator atau bahan kimia, faktor fisik belum banyak manfaat Capsicum yang
maupun alergi.[1] Pada inflamasi dapat telah berhasil dipublikasikan.[8]
terjadi stres oksidatif yang merupakan Terdapat lima spesies utama
hasil adanya ketidakseimbangan antara tanaman Capsicum di seluruh dunia,
prooksidan (Reactive Oxygen Species) yaitu C. baccatum, C. chinense, C.
dan antioksidan.[2] Inflamasi dan stres pubescens, C. frutescens dan C.
oksidatif memiliki peran penting dalam annuum.[9],[10] Sedangkan di Indonesia
perkembangan beragam jenis penyakit, hanya terdapat dua diantaranya, yaitu C.
seperti keganasan, artritis reumatoid, annuum (cabai merah) dan C. frutescens
asma, diabetes, kelainan kardiovaskular (cabai rawit), dimana C. annuum menjadi
termasuk aterosklerosis, alzheimer serta jenis yang memiliki varietas paling
beragam penyakit degeneratif. Dimana banyak dan persebaran paling luas.
penyakit-penyakit tersebut menunjukkan Pada setiap spesies Capsicum juga
prevalensi yang tinggi di dunia.[3],[4],[5] memiliki beragam komponen fitokimia
Beragam terapi dapat digunakan yang berperan dalam memproteksi dan
untuk mengatasi terjadinya inflamasi dan mencegah timbulnya penyakit.[11] Dimana
komplikasi yang menyertainya. Salah komponen fitokimia utama yang terdapat
satu yang paling banyak diterapkan pada Capsicum adalah senyawa fenol,
hingga sekarang adalah penggunaan carotenoid, dan capsaicinoid.[10]
obat anti inflamasi non steroid (OAINS), Capsaicin adalah capsaicinoid
namun adanya efek samping yang utama dan memiliki kadar paling besar
merugikan pada prnggunaan jangka pada Capsicum. Capsaicin memiliki efek
panjang seperti masalah gastrointestinal anti analgesik, anti nosiseptor, dan anti
menuntut adanya pengembangan terapi inflamasi.[5],[10] Bersama senyawa fenol
baru yang lebih aman.[6] Sejak beberapa dan carotenoid, capsaicin juga memiliki
tahun terakhir, terdapat peningkatan efek sebagai antioksidan.[11],[12],[13]
minat dalam bidang potensi kesehatan Meskipun sudah banyak manfaatnya
yang didapat dari tanaman. Sebagian yang dikeathui, penggunaan Capsicum
tanaman tersebut tidak hanya memiliki atau capsaicin masih terbatas sebagai
efek tunggal sebagai anti inflamasi, tetapi analgesik. Dimana capsaicin dapat
juga antioksidan dan efek lain untuk berikatan dengan reseptor Transient
melawan beragam proses patologis di Receptor Potential Vanilloid 1 (TRPV1)
dalam tubuh.[5] pada nosiseptor dan menurunkan
Genus Capsicum meliputi lebih sensasi nyeri secara spesifik.[8],[14]
dari 200 varietas tanaman, dan memiliki Penenelitian ini bertujuan untuk
buah yang beragam baik dari segi melihat efektivitas Capsicum sebagai
ukuran, bentuk, warna, rasa, hingga sumber alternatif terapi anti inflamasi di
kepedasan.[3],[4] Capsicum telah lama masa mendatang. Dipilih Capsicum
dikenal karena memiliki potensi untuk annuum, karena sebagai jenis Capsicum
menurunkan respon imun tubuh, bekerja yang mudah ditemukan di Indonesia.
sebagai anti inflamasi, antioksidan, Sedangkan parameter inflamasi yang
menurunkan tekanan darah dan glukosa akan dinilai berdasarkan hitung jenis
darah, serta sebagai terapi pada iritasi

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


2
leukosit, hitung jumlah leukosit, dan laju berat badan yang berarti. Sementara
endap darah (LED). pada kelompok kontrol negatif tidak
diberikan induksi inflamasi.
2. METODE Setelah tahap induksi, setiap
sampel dari keenam kelompok diambil
Penelitian ini adalah penelitian darahnya sebanyak 0,5 ml/ekor untuk
analitik eksperimental dengan desain dilakukan pemeriksaan awal (pre test)
penelitian pre and post test design untuk hitung jenis leukosit dengan pewarnaan
hitung jenis, dan post test design only giemsa. Keenam kelompok selanjutnya
untuk hitung jumlah dan LED. Penelitian diberikan perlakuan yang berbeda. Pada
dilaksanakan di lab. Biota Sumatera kelompok kontrol negatif diberikan
untuk pembuatan ekstrak Capsicum perlakuan berupa diet standar ad libitum
annuum, laboratorium hewan Fakultas selama 14 hari. Pada kelompok
Kedokteran Universitas Andalas untuk perlakuan diberikan larutan ekstrak
aklimatisasi hingga perlakuan, dan Capsicum annum 2% secara oral dengan
laboratorium sentral Fakultas Kedokteran dosis 0,1 ml/ekor/hari selama 14 hari.
Universitas Andalas untuk pengukuran Sedangkan pada keempat kelompok
hitung jenis, hitung jumlah, dan LED. kontrol positif diberikan OAINS, yaitu
Sampel berupa tikus wistar asetosal 40mg/kg BB/hari, asetaminofen
(Rattus norvegicus) yang jumlah minimal 62,5 mg/kg BB/hari, ibuprofen 100 mg/kg
dihitung dengan menggunakan rumus BB/hari, dan asam mefenamat 500
Federer (t-1) (n-1) ≥ 15, dimana t mg/kg BB/hari selama 14 hari dengan
menyatakan jumlah kelompok dan n mengunakan sonde oral.
menyatakan jumlah sampel setiap Setelah tahap perlakuan, sampel
kelompok.[15] Sampel dibagi dalam 6 didekapitasi untuk diambil darah dari
kelompok, dimana pada setiap kelompok intrakoroner sebanyak 5 ml. Kemudian
terdapat 5 ekor tikus wistar, atau jumlah dilakukan pemeriksaan ulang hitung jenis
sampel total sebanyak 30 ekor tikus leukosit dengan metode yang sama,
wistar. Tikus diaklimatisasi dahulu pemeriksaan hitung jumlah leukosit
selama 1 minggu sebelum diberikan dengan metode kamar hitung Improved
induksi dan perlakuan. Neubauer, serta LED dengan metode
Ekstrak Capsicum annuum Westergreen. Kelompok yang berhasil
berasal dari 10 Kg cabai merah yang menurunkan hitung jumlah leukosit,
dipisahkan antara biji dengan daging menormalkan distribusi jenis leukosit,
buahnya. Dimana simplisia berupa biji dan menurunkan nilai LED menunjukan
cabai kering yang sudah dihaluskan dan potensinya sebagai anti inflamasi.
kemudian dimaserasi selama 3 hari
dengan perbandingan simplisia (dalam 3. HASIL PENELITIAN
gram) dengan jumlah pelarut (dalam ml)
adalah 1:8. Maserasi dilakukan sebanyak Dari 10 kg cabai merah dapat
2 kali dan hasil maserasi didestilasi dan dihasilkan 470 gram simplisia berupa biji
diekstraksi dengan rotary evaporator cabai merah yang telah dikeringkan dan
untuk membentuk ekstrak Capsicum dihaluskan. Hasil ekstraksi didapatkan
annuum.[16] Ekstrak Capsicum annuum 17,4 ml ekstrak Capsicum annuum.
kemudian dilarutkan di aquades untuk Persentase kadar zat aktif pada cabai
membentuk larutan ekstrak Capsicum merah dapat dilihat pada tabel berikut.
annuum dengan konsentrasi 2%.
Tabel 1. Evaluasi Ekstraksi Biji Cabai
Pada keempat kelompok kontrol
positif dan kelompok perlakuan yang Berat biji Volume Persentase
sudah diaklimatisasi, kemudian diinduksi cabai ekstrak biji kadar zat aktif
inflamasi dengan larutan CCl4 dengan halus Cabai (ml) ml/mg (%)
konsentrasi 2% yang sebelumnya telah (gr)
dilarutkan dalam minyak kelapa. CCl4 2% 470 17,4 3,70
diberikan secara per oral dengan dosis Pasca induksi inflamasi dan
0,5 ml larutan CCl4 2%/ekor/hari selama pemberian perlakuan didapatkan hasil
30 hari. Selama tahap induksi, berat distribusi jenis leukosit seperti pada tabel
badan (BB) sampel terus dimonitoring 2. Hasil distribusi jenis leukosit pasca
untuk mengevaluasi adanya penurunan induksi inflamasi (pre test) didapatkan

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


3
shift to the right pada keenam kelompok, Sedangkan kelompok kontrol negatif
dimana limfosit menjadi jenis leukosit yang tidak diberikan anti inflamasi, terjadi
yang paling mendominasi dan memiliki peningkatan limfosit dan proporsi limfosit
proporsi di atas normal. yang bermakna di atas normal.
Pasca perlakuan (post test) Berdasarkan hasil analisis data
terjadi perubahan distribusi jenis leukosit, menggunakan paired T-test didapatkan
dimana penurunan proporsi limfosit ke hasil yang signifikan (P value < 0,05)
arah normal terjadi pada kelompok pada perubahan hasil hitung jenis
ekstrak Capsicum annuum dan keempat neutrofil segmen (P=0,048), limfosit
kelompok kontrol positif yang diberikan (P<0,001), dan monosit (P=0,002) di
terapi OAINS. Pada kelompok ekstrak kelompok ekstrak Capsicum annuum
Capsicum annuum terjadi penurunan pada sebelum dan sesudah pemberian
proporsi limfosit terbesar dibandingkan perlakuan.
keempat kelompok kontrol lain, yaitu dari Sedangkan berdasarkan analisis
awalnya 92,20% ± 0,55% ke 72,00% ± data terhadap perbedaan hasil distribusi
4,85%. jenis leukosit pasca perlakuan (post test)
Tabel 2 menunjukkan kelompok menggunakan One way ANOVA pada
ekstrak Capsicum annuum menjadi keenam kelompok, perbedaan hasil yang
kelompok yang paling baik dalam signifikan terjadi pada jumlah neutrofil
menurunkan limfosit sebagai komponen batang (P=0,024), neutrofil segmen
sel leukosit utama pada sampel (Rattus (P=0,024), dan limfosit (P=0,009).
norvegicus). Hal ini menandakan potensi Sementara hasil yang tidak signifikan
dari ekstrak Capsicum annuum yang jauh terdapat pada jumlah basofil (P=0,219),
lebih baik dalam menghambat migrasi eosinofil (P=0,226), dan monosit (P=
limfosit bila dibandingkan kelompok 0,136).
kontrol positif yang diberikan OAINS.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


4
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit (Persen)
Para- Ibu- Asam Capsicum
Jenis leukosit Kontrol Aspilet
setamol profen mefenamat annumm
Pre 0,60 0,00 0,20 0,40 0,60 0,00
test (±0,55) (±0,00) (±0,45) (±0,55) (±1,34) (±0,00)
Basofil Post 0,00 1,20 0,00 1,71 0,00 0,20
test (±0,00) (±1,64) (±0,00) (±0,89) (±0,00) (±0,45)
P 0,070 0,178 0,347 0,621 0,347 0,374
Pre 1,80 0,20 1,40 0,40 1,40 0,60
test (±1,10) (±0,45) (±0,55) (±0,55) (±2,60) (±0,89)
Eosinofil Post 1,20 0,80 0,00 0,40 1,20 0,20
test (±1,64) (±0,84) (±0,00) (±0,89) (±1,64) (±0,45)
P 0,501 0,070 0,157 1,000 0,910 0,477
Pre 3,80 1,20 2,00 3,00 3,60 1,20
test (±2,28) (±1,10) (±1,45) (±2,55) (±4,16) (±1,64)
Neutrofil
Post 0,40 1,20 0,80 2,00 3,40 2,60
Batang
test (±0,55) (±1,30) (±0,84) (±1,22) (±2,30) (±1,67)
P 0,048 1,000 0,330 0,473 0,943 0,338
Pre 26,80 12,40 9,00 11,60 16,20 5,60
test (±7,4) (±4,72) (±5,10) (±4,78) (±14,69) (±1,95)
Neutrofil
Post 4,60 7,60 3,60 8,80 12,00 11,00
Segmen
test (±3,29) (±2,88) (±2,07) (±5,72) (±4,58) (±5,43)
P 0,003 0,208 0,139 0,025 0,537 0,048
Pre 62,60 83,20 85,00 78,60 76,40 92,20
test (±10,46) (±6,18) (±3,67) (±0,55) (±15,95) (±0,55)
Limfosit Post 88,20 71,80 80,40 76,80 66,60 72,00
test (±6,46) (±9,34) (±4,83) (±6,69) (±14,79) (±4,85)
P 0,001 0,008 0,002 0,043 0,149 0,000
Pre 5,80 3,00 2,60 7,60 2,20 0,40
test (±4,32) (±1,87) (±0,89) (±4,50) (±2,59) (±0,89)
Monosit Post 5,60 17,40 15,20 11,80 17,00 16,00
test (±2,60) (±12,22) (±6,76) (±1,30) (±9,51) (±0,55)
P 0,916 0,076 0,043 0,123 0,390 0,002

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Hitung Jenis


Pasca pemberian perlakuan juga
Leukosit dan LED
dilakukan pemeriksaan terhadap hitung
Kelompok Hitung Jumlah LED
jumlah leukosit dan LED. Berdasarkan
hitung jumlah leukosit didapatkan jumlah 2,00
Aspilet 7.220 (±3.015)
leukosit kelompok ekstrak Capsicum (±1,00)
annuum menunjukkan nilai yang lebih 2,60
Parasetamol 6.340 (±1.447)
kecil dari keempat kelompok kontrol (±1,34)
positif yang diberikan OAINS, yaitu 5.020 2,20
Ibuprofen 6.830 (±2.671)
± 2.071 sel/ mm3. Sedangkan dari (±0,84)
perhitungan LED didapatkan hasil yang Asam 3,20
5.420 (±2.389)
tidak terlalu berbeda antar kelompok mefenamat (±1,30)
ekstrak Capsicum annuum dengan Capsicum 2,00
5.020 (±2.071)
keempat kelompok kontrol positif yang annumm (±1,26)
diberikan OAINS seperti pada tabel 3. P-value 0,209 0,174
Meskipun kelompok ekstrak Capsicum Berdasarkan hasil analisis data
annuum selalu berada pada nilai yang terhadap hitung jumlah leukosit dan LED
paling rendah dibandingkan kelompok pasca perlakuan menggunakan One way
kontrol positif yang diberikan OAINS. ANOVA didapatkan hasil perbedaan
yang tidak signifikan pada hitung jumlah
leukosit dan LED sebagai parameter
inflamasi.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


5
4. PEMBAHASAN perubahan distribusi jenis leukosit yang
terjadi antara sebelum dan setelah
Berdasarkan hasil penelitian pemberian ekstrak Capsicum annuum.
dapat dilihat adanya potensi anti Perubahan yang bermakna dari distribusi
inflamasi dari ekstrak Capsicum annuum. jenis leukosit terjadi pada neutrofil
Pada inflamasi sendiri terjadi reaksi segmen, limfosit, dan monosit. Jika
berantai yang disebabkan peningkatan dibandingkan antara kelompok ekstrak
mediator atau sitokin pro-inflamasi. Hal Capsicum annuum dengan kelompok
ini memicu perubahan permeabilitas kontrol positif dan kontrol negatif
vaskuler, udem, hingga mingrasi sel-sel didapatkan perbedaan distribusi jenis
peradangan (leukosit). Beberapa jenis leukosit yang signifikan, terutama pada
tanaman dan komponen di dalamnya proporsi neutrofil batang, neutrofil
seperti polifenol, asam askorbat, dan segmen, dan limfosit.
capsaicinoid memiliki potensi yang besar Sedangkan berdasarkan hasil
untuk menghambat terjadinya proses hitung jumlah leukosit dan LED, tidak
inflamasi tersebut, sehingga menjadi ditemukan perbedaan yang signifikan
kandidat utama sebagai agen anti pada keduanya, yaitu diantara kelompok
infalamasi.[8],[17] perlakuan yang diberikan ekstrak
Capsaicin pada Capsicum dapat Capsicum annuum dan kelompok kontrol
menginaktivasi nuclear transcription positif yang diberikan OAINS. Meskipun
factor kappa-B (NF-кB) serta inhibisi demikian hitung jumlah leukosit dan LED
produksi beragam mediator inflamasi pada kelompok yang diberikan ekstrak
seperti prostaglandin E-2 (PEG-2), nitric Capsicum annuum menunjukkan hasil
oxide (NO), sitokin pro-inflamasi tumor yang lebih kecil dari kelompok lain yang
necrosis factor-α (TNF-α), Interleukin-1 diberikan OAINS.
(IL-1) dan interleukin-6 (IL-6). Dimana
inhibisi PEG-2 dan NO menyebabkan 6. SARAN
kebocoran vaskuler serta perubahan
permeabilitas vaskuler, sedangkan TNF- Peneliti menyerankan penelitian
α dan IL-1 berperan pada migrasi sel-sel berikutnya untuk menggunakan capsaicin
peradangan.[18],[19] yang sudah terstandarisasi, yaitu hasil
Capsaicin pada Capsicum tidak isolasi murni dari ekstrak Capsicum
hanya berperan mengikat reseptor annuum untuk menghindari pengaruh
TRVP1 yang menyebabkan hambatan dari zat metabolit sekunder lainnya.
tranduksi nyeri. Sebagai anti inflamasi, Peneliti juga menyarankan untuk meng-
capsaicin juga dapat mengaktivasi jalur gunakan parameter lain dalam menilai
TRVP1 yang menyebabkan penurunan efek anti inflamasi yang ditimbulkan.
sitokin pro-inflamasi dan permeabilitas
vaskuler.[14],[20] DAFTAR PUSTAKA
Meskipun demikian potensi anti 1. Baratawidjaja KG, dan Rengganis I.
inflamasi dari ekstrak Capsicum annuum Imunologi Dasar. Edisi ke-11 ed.
belum terlihat secara signifikan dalam Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
penelitian ini untuk menurunkan jumlah Kedokteran Universitas Indonesia,
leukosit dan LED. Hal ini dapat 2014.
disebabkan penggunaan biji Capsicum 2. Arifin H, Almahdy A, dan Delvita V.
annuum yang secara umum memiliki Pengaruh Pemberian Vitamin C
kadar flavonoid dan senyawa fenol yang Terhadap Fetus pada Mencit DM.
lebih tinggi, sehingga memiliki aktivitas Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi.
antioksidan yang lebih dominan. 12:1 (2007):32-40.
Sedangkan capsaicin sebagai senyawa
3. Menichini F, Tundis R, Bonesi M,
yang diharapkan efek anti inflamasinya
Loizzo MR, Conforti F, et al. The
dalam penelitian ini lebih banyak berasa
Influence of Fruit Ripening on the
pada bagian buah Capsicum dari pada
Phytochemical Content and Biolo-
bagian biji Capsicum.[5]
gical Activity of Capsicum chinense
Jacq. cv Habanero. Food Chemistry.
5. KESIMPULAN
114:1 (2009): 553-560.
Berdasarkan pembahasan dan
analisis data, dapat disimpulkan terdapat 4. Mueller M., Hobiger S., dan Jung-
bauer A. Anti-inflammatory activity of

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


6
extracts from fruits, herbs and Fundamental Applied Sci. 1:3 (2012)
spices. Food Chemistry. 122:1 : 51-54
(2010):987-996. 12. Deepa N, Kaur C, George B, Singh
5. Zimmer AR, Leonardi B, Mirona D, B, dan Kapoor HC. Antioxidant
Schapoval E, de Oliveirac JR, et al. Constituents in Some Sweet Pepper
Antioxidant and anti-inflammatory (Capsicum annuum L.) Genotypes
pro-perties of Capsicum baccatum: During Maturity. Food Sci Tech; 40:1
From traditional use to scientific (2007):121-129.
approach. Journal of Ethnopharma- 13. Singh UP, Suman A, Sharma M,
cology. 139:1 (2012): 228-233. Singh J, Singh A, et al. HPLC
6. Pengurus Besar Indonesian Rheu- Analysis of the Phenolic Profiles in
matism Association (PB IRA). Different Parts of Chilli (Capsicum
Rekomendasi Perhimpunan Reuma annum) and Okra (Abelmo-schuses
tologi Indonesia Tentang Obat Anti culentus L.) Moench. The Int J
Inflamasi Non Steroid. PB IRA; Alternative Med. 5:2 (2008): 1-6.
2014. 22 Oktober 2016. <http:// 14. López P, Gorzalczany S, Acevedo
reumatologi.or.id/var/rekomendasi/R C, Alonso R, and Ferraro G.
ekomendasi_IRA_OAINS_2014.pdf Chemical Study and Anti
>. Inflammatory activity of Capsicum
7. Meghvansi MK, Siddiqui S, Khan chacoense and C. baccatum.
MH, Gupta VK, Vairale MG, et al. Brazilian Journal of Pharmacognosy.
Naga Chilli: a Potential Source of 22:2 (2012): 455-458.
Capsaicinoids with Broadspectrum 15. Federer WT. Procedure and
Ethno pharmacological Applications. Designs Usefull for Screening
Journal of Ethnopharmacology. 132: Material in Selection and Allocation
1 (2010): 1-14. with a Bibliography. Biometrics. 19:1
8. Spiller F, Alves MK, Vieira SM, (1963): 553-587.
Carvalho TA, Leite CE, et al. Anti- 16. Triska HCD, Lia UK, dan Kawiji.
inflammatory Effects of Red Pepper Optimasi Ekstraksi Oleoresin Cabai
(Capsicum baccatum) on Carra- Rawit Hijau (Capsicum Fuitescens
geenan and Antigen Induced L.) Melalui Metode Maserasi. JTP.
Inflammation. Journal of Pharmacy 1:1 (2012): 58-67.
and Pharmacology. 60:1 (2008): 17. Yoon JH, dan Baek SJ. Molecular
473-478. targets of dietary polyphenols with
9. Jolayemi AT, dan Ojewole JAO. anti-inflammatory properties. Yonsei
Comparative anti inflammatory Med. J 46:1 (2005): 585-596.
properties of Capsaicin and ethyla 18. Kim CS, Kawada T, Kim BS, Han
Acetate extract of Capsicum IS, Choe SY, et al. Capsaicin
frutescens linn (Solanaceae) in rats. exhibits anti-inflammatory property
African Health Sciences. 13:2 (2013) by inhibiting IkB-a degradation in
: 357-361. LPS-stimulated peritoneal macro-
10. Ortega MH, Moreno AO, Navarro phages. Cell Signal. 15:1 (2003):
MDH, Cevallos GC, Alvarez LD, et 299-306.
al. Antioxidant, Anti-Nociceptive, and 19. Liu Y, dan Nair MG. Capsaicinoids
Anti-Inflammatory Effects of in the hottest pepper Bhut Jolokia
Carotenoids Extracted from Dried and its antioxidant and anti inflam-
Pepper (Capsicum annuum L.). matory activities. Natural Product
Journal of Biomedicine and Biotech- Com. 5:1 (2010): 91-94.
nology. (2012): 1-10.
20. Alawi K, dan Keeble J. The
11. Khabade VK, Lakshmeesh NB, dan paradoxical role of the transient
Roy S. Comparative Study on Anti receptor potential vanilloid 1 recep-
oxidant and Anti-Inflammatory tor in inflammation. Pharmacol Ther.
Properties of Three Colored Varie- 125:1 (2010):181-195
ties of Capsicum annuum. Int. J.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


7
PENURUNAN RASIO NEUTROFIL
Penelitian TERHADAP LIMFOSIT PADA PASIEN
TUBERKULOSIS SESUDAH TERAPI
INTENSIF
Caroline Ciptasari1, Mario Steffanus2, Stefanus
Lembar3
1
Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya
2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jl. Pluit Raya
No.2, Jakarta Utara 14440
3
Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jl. Pluit Raya
No.2, Jakarta Utara 14440

ABSTRAK
Latar Belakang: Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan dengan angka kejadian
yang masih tinggi di Indonesia. Infeksi dari Mycobacterium tuberculosis akan
menyebabkan proses inflamasi dengan peningkatan jumlah neutrofil (neutrofilia) dan
penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Terapi tuberkulosis pada fase intensif
diberikan untuk membunuh bakteri dan menekan respon inflamasi yang terjadi akibat
infeksi bakteri tersebut.
Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbaikan respon
imun tubuh melalui rasio neutrofil terhadap limfosit (neutrophil to lymphocyte ratio / NLR)
sebelum dan sesudah terapi intensif pada pasien tuberkulosis.
Metodologi Penelitian: Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Atma Jaya dari bulan
Januari hingga Mei 2017 dengan total 44 pasien tuberkulosis. Data pemeriksaan darah
dikumpulkan melalui rekam medik.
Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan hasil NLR lebih rendah sesudah terapi
dibandingkan dengan sebelum terapi (uji Wilcoxcon, p < 0,000). Hasil penurunan NLR ini
bersifat paralel yaitu penurunan jumlah neutrofil dan peningkatan jumlah limfosit setelah
terapi intensif.
Simpulan: Penurunan nilai NLR akibat penurunan jumlah neutrofil dan peningkatan
jumlah limfosit ini menandakan terjadinya perbaikan kondisi pasien dan dapat diusulkan
menjadi salah satu penanda alternatif untuk mengetahui perbaikan kondisi pasien setelah
menjalani terapi intensif tuberkulosis.

Kata Kunci: limfosit, neutrofil, rasio, tuberkulosis

ABSTRACT

Background: Tuberculosis is a health problem with a high incidence rate in Indonesia.


This disease caused by bacterial infection of Mycobacterium tuberculosis, Bacterial
infection will activate the body's immune response that will induce inflammatory process.
Inflammation caused by bacterial infection is characterized by an increase in the number
of neutrophils (neutrophilia) and a decrease in the number of lymphocytes
(lymphocytopenia). Therapy is done to reduce the incidence of TB. TB therapy is divided
into 2 phases, an intensive and continuous phase. This therapy was use to killing bacteria
and suppressing the inflammatory response that occurs as a result of the bacterial
infection.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


1
Objective: The purpose of this study was to determine the improvement of the body's
immune response through the neutrophil to lymphocytes ratio (NLR) before and after
intensive therapy in patients with tuberculosis.
Method: The study was conducted at Atma Jaya Hospital, taking data was held from
January 2017 to May 2017 with a total of 44 patients as samples. Data were collected
secondary through medical record. The results were obtained using the wilcoxcon test.
Result: The results of this study was NLR decrease after therapy and this result are
parallel with the decrease in the number of neutrophils and the increase in the number of
lymphocytes after intensive therapy.
Conclusion: There is an improvement in the condition of the patient after undergoing
intensive TB therapy

Keywords: lymphocyte, neutrophil, ratio, tuberculosis

1. PENDAHULUAN
Tuberkulosis disebabkan oleh Tujuan dilakukan penelitian ini
infeksi dari bakteri Mycobacterium adalah untuk mengetahui perbaikan
tuberculosis. Infeksi dari bakteri ini akan respon imun tubuh melalui NLR
mengaktifkan sistem imun tubuh sebelum dan sesudah terapi intensif
sehingga timbul respon inflamasi. Pada pada pasien tuberkulosis. Manfaat dari
awalnya respon imun langsung (innate) penelitian ini adalah NLR dapat
akan berusaha membunuh dan dijadikan alat ukur lain untuk menilai
memfagosit bakteri. Namun bakteri akan perubahan kondisi pasien TB setelah
terus bereplikasi didalam makrofag. Hal menjalani terapi.
ini akan menyebabkan adanya aktivasi
respon imun adaptif dengan aktivasi sel 2. METODE
T. Granuloma kemudian terbentuk untuk Penelitian ini menggunakan
menghambat replikasi dan data sekunder yaitu rekam medis 44
perkembangan bakteri. Pada seseorang pasien TB di Rumah Sakit Atma Jaya
dengan sistem imun yang adekuat, lesi yang diambil secara acak. Pengambilan
ini akan mengalami fibrosis, kalsifikasi data berlangsung selama Januari 2017
dan bakteri yang ada didalamnya akan hingga Mei 2017. Selama masa waktu
berada dalam posisi dorman.1 Untuk tersebut didapatkan 159 pasien TB
menekan angka kejadian dan penularan namun hanya 44 pasien yang dapat
TB dilakukan pemberian terapi yang diikutsertakan dalam penelitian ini.
terdiri dari 2 fase, fase intensif dan fase Berbagai data dikumpulkan seperti
kontinu. Pemberian terapi ini untuk umur, jenis kelamin, jumlah hitung
membunuh bakteri dan meningkatkan neutrofil dan limfosit sebelum dan
kondisi fisik pasien dikarenakan adanya sesudah terapi. Nilai NLR didapatkan
perubahan respon imun akibat infeksi dengan membagi nilai neutrofil total
bakteri.2 (batang dan segmen) dan limfosit.
Pada kejadian infeksi bakteri Analisis statistik yang dilakukan
terjadi perubahan respon imun tubuh. menggunakan SPSS 22. Uji normalitas
Hal tersebut terlihat dari jumlah neutrofil data dilakukan dengan menggunakan
yang meningkat (neutrofilia) dan shapiro-wilk. Kemudian dilakukan
penurunan jumlah limfosit analisis data dengan menggunakan
(limfositopeni). Pemeriksaan jumlah sel metode wilcoxcon untuk
darah putih merupakan pemeriksaan membandingkan NLR pasien TB
sederhana yang dapat memprediksi sebelum dan sesudah terapi.
proses inflamasi dalam tubuh. Untuk
memprediksi kondisi bakteremia, 3. HASIL PENELITIAN
pemeriksaan NLR menunjukkan hasil Dari 44 sampel penelitian
yang lebih bagus bila dibandingkan didapatkan frekuensi laki-laki lebih
dengan hanya melihat jumlah hitung banyak daripada perempuan yaitu 23
neutrofil atau limfosit saja.3

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


2
pasien berjenis kelamin laki-laki dan 21
pasien adalah perempuan. Rerata usia Pulmonal 3,26 2,03
Tuberku
pasien TB adalah 39,39 tahun. Usia losis
pada laki-laki didapatkan lebih tua Ekstra-
2,06 1,42
dibandingkan dengan usia perempuan pulmonal
(median 42 tahun vs 31 tahun; p = 0,01.
tabel 1). Penelitian ini mendapatkan hasil
NLR sebelum terapi sebesar 2,77
Tabel 1. Karakteristik Pasien sedangkan untuk NLR sesudah terapi
Tuberkulosis sebesar 2,00 yang menandakan adanya
Karakteristik Jumlah penurunan NLR sesudah menjalani
Pasien (%) terapi (tabel 3). Hal ini bersifat paralel
dengan penurunan jumlah neutrofil dan
31 peningkatan jumlah limfosit.
20-49 (70,5%)
Usia
13 Tabel 3. Perbandingan NLR Sebelum
50-79 (29,5%) dan Sesudah Terapi pada Pasien TB
23
Laki-laki (52,3%) NLR
Jenis NLR sebelum
sesudah P
kelamin 21 (median)
Perempuan (47,7%)
(median)
39 2,77 2,00 0,000
Pulmonal (88,6%)
Tuberkul
osis Ekstrapulmonal
5
(11,4%) 4. PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Pasien TB
Hasil dari penelitian ini
Hasil penelitian didapatkan
menunjukkan bahwa frekuensi pasien
penurunan yang terjadi secara konsisten
TB lebih banyak berjenis kelamin laki-
terhadap NLR setelah menjalani terapi
laki. Penelitian menunjukkan bahwa
intensif pada semua kelompok (tabel 2).
infeksi pernapasan bagian bawah lebih
Kemudian dilakukan analisis,
banyak terjadi pada laki-laki.4 Hal
didapatkan bahwa dari 44 sampel,
tersebut diperkirakan karena perbedaan
sebanyak 41 sampel mengalami
kadar hormon estrogen yang lebih tinggi
penurunan NLR setelah terapi
pada wanita. Estrogen berpengaruh
sedangkan 3 orang mengalami
terhadap neutrofil dalam hal jumlah dan
peningkatan NLR (p = 0,000 ; uji
fungsinya seperti fungsi kemotaksis,
wilcoxon).
infiltrasi dan produksi mieloperoksidase
serta sitokin. Selain itu, limfosit juga
Tabel 2. NLR Sebelum dan Sesudah
turut dipengaruhi oleh estrogen
Terapi Berdasarkan Karakteristik Pasien
sehingga terjadi peningkatan fungsi
TB
diferensiasi, aktivasi serta masa hidup
dari limfosit.5
NLR NLR
Karakteristik sebelum sesudah Kebiasaan dan gaya hidup
(med) (med) seperti merokok yang lebih banyak
ditemukan pada laki-laki juga
berpengaruh terhadap infeksi TB. Hal ini
dikarenakan rokok dapat merusak
20 -49 2,64 2,00
struktur pertahanan tubuh dan juga
Usia merusak makrofag alveolar paru.6
Pada tabel terlihat bahwa
50 - 79 3,26 2,00 pasien TB rata-rata berusia produktif
(tabel 1). Penelitian menunjukkan
Laki – bahwa infeksi TB mencapai puncaknya
3,65 2,16 pada usia produktif yaitu 20-30 tahun.7
Jenis laki
kelamin Pada usia pekerja yaitu antara 15
Wanita 2,64 1,76 hingga 50 tahun, paparan terhadap
polusi udara dan lingkungan lebih besar

3
sehingga lebih mudah untuk terinfeksi variabel lain yang mempengaruhi
TB. Selain itu pada usia mulai dari 15 kondisi pasien. Selain itu diperlukan
tahun keatas, kebiasaan merokok mulai penggunaan metode penelitian yang
dilakukan. Hal ini pula yang lebih baik serta pengambilan data yang
menyebabkan infeksi TB akan prospektif dalam penelitian ini sehingga
meningkat. Berbagai polutan yang bisa menggambarkan kegunaan NLR
terinhalasi akan menyebabkan sebagai alat untuk menilai kondisi
penurunan pertahanan tubuh sehingga pasien TB setelah terapi intensif.
lebih rentan untuk terinfeksi bakteri.8

4.2 Rasio Neutrofil terhadap Limfosit DAFTAR PUSTAKA


pada Pasien TB 1. Knechel NA. Tuberculosis:
Hasil penelitian didapatkan pathophysiology, clinical features,
penurunan yang terjadi secara konsisten and diagnosis. Crit Care Nurs.
terhadap NLR setelah menjalani terapi 2009;29(2):34–43.
intensif pada semua kelompok (tabel 2). 2. Sia IG, Wieland ML. Current
Terdapat penurunan pada NLR setelah concepts in the management of
terapi intensif pada pasien TB. tuberculosis. Mayo Clin Proc.
Penurunan ini bersifat paralel dengan 2011;86(4):348–61.
penurunan jumlah neutrofil dan 3. Yoon N-B, Son C, Um S-J. Role of
peningkatan jumlah limfosit. the neutrophil-lymphocyte count
Penelitian menunjukkan bahwa ratio in the differential diagnosis
neutrofil merupakan pertahanan between pulmonary tuberculosis
pertama yang akan meningkat bila and bacterial community-acquired
seseorang terinfeksi bakteri. Aktivasi ini pneumonia. Ann Lab Med.
akan terjadi secara terus menerus 2013;33(2):105–10.
hingga bakteri berhasil dihilangkan.9,10 4. Falagas ME, Mourtzoukou EG,
Selain itu, limfosit juga berperan dalam Vardakas KZ. Sex differences in
imun tubuh. Limfosit yang menurun the incidence and severity of
pada awal infeksi diduga dikarenakan respiratory tract infections. Respir
adanya peningkatan perekrutan limfosit Med. 2007;101(9):1845–63.
ke jaringan sehingga kadar limfosit 5. Khan D, Ansar Ahmed S. The
didalam darah menjadi berkurang, immune system is a natural target
selain itu juga dikarenakan adanya for estrogen action: opposing
apoptosis sel limfosit.11,12 Perubahan effects of estrogen in two
pada jumlah neutrofil dan limfosit ini prototypical autoimmune diseases.
menandakan bahwa terjadi perbaikan Front Immunol. 2016;6.
dari sistem imun tubuh. 6. Thomas A, Gopi PG, Santha T,
Chandrasekaran V, Subramani R,
5. SIMPULAN Selvakumar N, et al. Predictors of
Terjadi penurunan rasio neutrofil relapse among pulmonary
terhadap limfosit sesudah terapi intensif tuberculosis patients treated in a
pada pasien tuberkulosis yang DOTS programme in South India.
menandakan bahwa terjadi perbaikan Int J Tuberc Lung Dis Off J Int
dari kondisi tubuh pasien. Union Tuberc Lung Dis.
Penurunan nilai NLR akibat 2005;9(5):556–61.
penurunan jumlah neutrofil dan 7. Donald PR, Marais BJ, Barry CE.
peningkatan jumlah limfosit ini dapat Age and the epidemiology and
diusulkan menjadi salah satu penanda pathogenesis of tuberculosis. The
alternatif untuk mengetahui perbaikan Lancet. 2010 29;375(9729):1852–4.
kondisi pasien setelah menjalani terapi 8. Horna-Campos OJ, Sánchez-Pérez
intensif tuberkulosis. HJ, Sánchez I, Bedoya A, Martín M.
Public Transportation and
6. SARAN Pulmonary Tuberculosis, Lima,
Perlu dilakukan penelitian lebih Peru. Emerg Infect Dis.
dalam mengenai NLR pada pasien TB 2007;13(10):1491–3.
sebelum dan sesudah terapi intensif 9. Eruslanov EB, Lyadova IV,
dengan memperhatikan variabel- Kondratieva TK, Majorov KB,

4
Scheglov IV, Orlova MO, et al.
Neutrophil Responses to
Mycobacterium tuberculosis
Infection in Genetically Susceptible
and Resistant Mice. Infect Immun.
2005;73(3):1744–53.
10. Pokkali S, Rajavelu P, Sudhakar R,
Das SD. Phenotypic modulation in
mycobacterium tuberculosis
infected neutrophil during
tuberculosis. 2009;185–92.
11. Iqbal S, Ahmed U, Khan MA.
Haematological parameters altered
in tuberculosis. Pak J Physiol.
2015;11(1):13–6.
12. Davoudi S, Rasoolinegad M,
Younesian M, Hajiabdolbaghi M,
Soudbakhsh A, Jafari S, et al.
CD4+ cell counts in patients with
different clinical manifestations of
tuberculosis. Braz J Infect Dis.
2008;12(6):483–6.

5
PERBEDAAN DURASI PNEUMONIA
Penelitian PADA TIPE-TIPE PENYAKIT
JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK
PIRAU KIRI KE KANAN

Masyithoh Wahyu Diani,1 Taufiq Hidayat,2 Rosi


Amrilla Fagi,3
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
2
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya
3
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular,
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit jantung bawaan asianotik pirau kiri ke kanan dapat
meningkatkan aliran darah menuju paru. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
infeksi saluran pernapasan akut. Infeksi saluran pernapasan akut, terutama pneumonia,
merupakan salah satu penyebab utama mortalitas pada anak.
Tujuan: Untuk menganalisis perbedaan durasi pneumonia pada masing-masing tipe
penyakit jantung bawaan asianotik pirau kiri ke kanan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional. Subjek penelitian
adalah anak-anak dengan penyakit jantung bawaan asianotik pirau kiri ke kanan dan
pneumonia, umur 1 bulan-5 tahun, yang rawat inap di RSUD Dr. Soetomo pada tahun
2016.
Hasil: Total subjek adalah 37 pasien, dan 20 diantaranya adalah laki-laki. Kasus yang
paling banyak ditemukan adalah anak dengan umur di bawah 12 bulan (23 anak), berat
badan lahir normal (15 anak), dan status gizi baik (18 anak). Atrial Septal Defect (ASD)
merupakan tipe lesi yang paling banyak disertai pneumonia (35.14%). Sesak merupakan
gejala dengan durasi yang paling lama (rerata=7,43 hari), sedangkan demam memiliki
durasi yang paling singkat (rerata=2,27 hari). Batuk memiliki rerata durasi sebesar 7,06
hari, sedangkan ronkhi sebesar 6,19 hari. Patent Ductus Arteriosus (PDA) , merupakan
tipe lesi dengan durasi pneumonia yang paling lama (rerata=10,2 hari). Hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan durasi pneumonia pada masing-masing
tipe penyakit jantung bawaan asianotik pirau kiri ke kanan (p=0.371; p>α=0.05).
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan durasi pneumonia pada masing-masing tipe penyakit
jantung bawaan asianotik pirau kiri ke kanan.

Kata kunci: Penyaki jantung bawaan, penyakit jantung bawaan asianotik, infeksi saluran
pernapasan bawah akut, pneumonia

ABSTRACT

Background: Acyanotic congenital heart disease with left to right shunt can increase
blood flow to the lungs. It may cause respiratory tract infection. Acute respiratory tract
infection, especially pneumonia, is the most common cause of mortality in children.
Objective: To analyze the difference in duration of pneumonia in each types of
acyanotic congenital heart disease with left-to-right shunts.
Methods: This study was designed in cross-sectional. Subjects were children with
acyanotic congenital heart disease, with left to right shunt, and pneumonia in the age of 1
month–5 years, who hospitalized in RSUD Dr. Soetomo, in the year of 2016.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


1
Results: Total subjects were 37 patients and 20 of them were boys. This case was
mostly common in the patient under 12 months old (23 patients), had normal birthweight
(15 patients), and had good nutrition (18 patients. Atrial Septal Defect (ASD) was the
most common type lesion with pneumonia (35.14%). Duration of dyspnea was the
longest (mean=7.43 days), while fever was the shortest (mean=2.27 days). Duration of
cough was 7.06 days, while ronchi was 6.19 days. Patent Ductus Arteriosus (PDA) type
lesion had the longest duration of pneumonia (mean=10.2 days). These findings suggest
that there was no difference in duration of pneumonia in each types of acyanotic
congenital heart disease with left-to-right shunts (p=0.371; p>α=0.05).
Conclusion: There is no difference in duration of pneumonia in each types of acyanotic
congenital heart disease with left-to-right shunts.

Keywords: Congenital heart disease, Acyanotic congenital heart disease, acute lower
respiratory tract infection, pneumonia

1. PENDAHULUAN
2. METODE
Hampir 1/3 dari kasus kelainan
kongenital merupakan kasus dengan Penelitian ini merupakan
penyakit jantung bawaan.[1] Secara penelitian analitik dengan desain studi
umum, prevalensi kelahiran dengan PJB cross-sectional dan tinjauan secara
adalah 8 sampai 10 dari 1000 kelahiran retrospektif. Subjek penelitian adalah
hidup.[2] Penyakit jantung bawaan anak-anak dengan penyakit jantung
merupakan salah satu penyebab bawaan asianotik pirau kiri ke kanan
tersering kematian anak dengan dan pneumonia, umur 1 bulan-5 tahun,
kelainan kongenital.[3] Salah satu jenis yang rawat inap di SMF Ilmu Kesehatan
PJB yang merupakan penyebab Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
kematian paling banyak adalah PJB pada tahun 2016. Kriteria inklusi adalah
pirau kiri ke kanan.[4] Penyakit jantung pasien PJB asianotik pirau kiri ke kanan
bawaan asianotik terdiri dari lesi dengan dengan tipe lesi VSD, ASD, dan PDA,
pirau kiri ke kanan dan lesi obstruktif.[5] serta memiliki diagnosis penyerta
Penyakit jantung bawaan berupa pneumonia. Kriteria eksklusi
asianotik pirau kiri ke kanan dapat adalah pasien yang menderita penyakit
meningkatan aliran darah pulmonal. pernapasan kronis (misalnya asma,
Salah satu gejala klinis dari kelainan tuberkulosis paru, laryngomalacia).
jantung adalah adanya infeksi saluran Sampel diambil secara total sampling,
napas berulang.[6] Infeksi saluran yakni semua anggota populasi yang
pernapasan akut merupakan salah satu memenuhi kriteria akan dimasukkan
penyebab utama mortalitas pada anak. sebagai sampel. Seluruh data diambil
World Health Organization melalui dokumen rekam medis.
mengungkapkan bahwa pneumonia Diagnosis tipe PJB asianotik pirau kiri ke
merupakan pembunuh utama balita di kanan ditegakkan oleh dokter spesialis
dunia. Satu dari lima anak berumur anak konsultan jantung anak RSUD Dr.
kurang dari 5 tahun di seluruh dunia, Soetomo Surabaya, dengan
meninggal karena pneumonia tiap menggunakan alat bantu diagnosis
tahunnya.[7] berupa gambaran foto toraks, EKG, dan
Pneumonia juga memberikan ekokardiografi. Durasi pneumonia
kontribusi tinggi dalam meningkatkan dihitung sejak pasien didiagnosis
beban negara. Di Indonesia, biaya yang pneumonia oleh dokter spesialis anak
dibutuhkan seorang pasien rawat inap konsultan respirologi di RSUD Dr.
karena community acquired pneumonia Soetomo Surabaya. Analisis data
adalah 1,6 juta US dollar (sekitar 21,6 secara deskriptif untuk semua variabel
juta rupiah).[8] Banyaknya permasalahan dan uji Komparasi One-Way ANOVA
terkait penyakit jantung bawaan dan untuk mengetahui perbedaan durasi
pneumonia pada anak, menjadi alasan pneumonia pada tipe-tipe PJB asianotik
dilakukannya penelitian ini. pirau kiri ke kanan.
.

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


2
3. HASIL PENELITIAN durasi sebesar 7,43 hari. Sedangkan
demam, merupakan gejala yang diderita
Jumlah kasus yang memenuhi paling singkat, yaitu 2,27 hari dalam
kriteria inklusi dan layak dipakai sebagai reratanya. Batuk dan ronchi masing-
sampel penelitian adalah 37 kasus. masing memiliki rerata durasi sebesar
Karakteristik subjek dipaparkan dalam 7,06 dan 6,19 hari. Secara umum,
Tabel.1 berikut ini. durasi pneumonia pada pasien PJB
asianotik pirau kiri ke kanan memiliki
Tabel.1 Distribusi subjek berdasarkan rerata 8,51 hari, dengan nilai tengah 7
jenis kelamin, umur, berat badan lahir, hari. Distribusi durasi pneumonia
dan status gizi. berdasarkan gejala-gejalanya,
dipaparkan dalam Tabel 3.
Karakteristik (n=37) Jumlah
Jenis kelamin Tabel.3 Distribusi durasi Pneumonia
Laki-laki 20 berdasarkan gejala-gejalanya
Perempuan 17
Umur (bulan) Durasi Rerata Median Min. Maks.
<12 23 Gejala (hari) (hari) (hari) (hari)
12-24 10 Sesak 7,43 7 2 25
>24 4 Batuk 7,06 7 0 27
Berat badan lahir Ronchi (+) 6,19 5 0 24
Rendah (<2500 g) 11 Demam 2,27 2 0 12
Normal (2500-2999 15
g) 1 Patent Ductus Arteriosus (PDA),
Lebih (>2999 g) merupakan tipe lesi dengan durasi
Status gizi pneumonia yang paling lama, dengan
Buruk 8 rerata durasi sebesar 10,2 hari.
Kurang 11 Distribusi durasi pneumonia pada
Baik 18 masing-masing tipe PJB asianotik pirau
kiri ke kanan, digambarkan dalam Tabel
Karakteristik yang paling sering 4.
ditemukan pada subjek adalah pasien
berjenis kelamin laki-laki (20 anak), Tabel.4 Distribusi durasi Pneumonia
berumur di bawah 12 bulan (23 anak), pada tipe-tipe PJB asianotik pirau kiri ke
memiliki riwayat berat badan lahir kanan
normal (15 anak), dan status gizi baik
(18 anak). Atrial Septal Defect Durasi Pneumonia
(ASD) merupakan tipe lesi, pada PJB Tipe PJB (hari)
asianotik pirau kiri ke kanan, yang paling Rerata Min. Maks.
banyak disertai pneumonia (35.14%). PDA 10,20 7 17
Distribusi tipe-tipe PJB asianotik pirau VSD 6,86 3 11
kiri ke kanan lainnya dapat dilihat pada ASD 9,92 2 27
Tabel.2. Campuran 7,25 4 15
Tabel.2 Distribusi tipe-tipe PJB asianotik Analisis komparasi, tentang
pirau kiri ke kanan perbedaan durasi pneumonia pada tipe-
tipe PJB asianotik pirau kiri ke kanan,
Persen-
memberikan hasil p=0,371. Hasil
Tipe PJB tase
tersebut memiliki arti bahwa tidak
(%)
terdapat perbedaan durasi pneumonia
Patent Ductus Arteriosus (PDA) 13,51 pada tipe-tipe PJB asianotik pirau kiri ke
Ventricular Septal Defect (VSD) 18,92 kanan (p>0,05).
Atrial Septal Defect (ASD) 35,14
Campuran 32,43
4. PEMBAHASAN
Jumlah kasus yang memenuhi
Gejala pneumonia yang paling lama kriteria inklusi adalah 37 kasus.
diderita adalah sesak, dengan rerata Berdasarkan 37 kasus tersebut, semua

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


3
pasien berumur dibawah 5 tahun, memperparah infeksi saluran
dengan maksimum umur adalah 58 pernapasan bawah akut. Anak penyakit
bulan (4 tahun 10 bulan) dan mayoritas jantung bawaan dengan infeksi RSV
umur adalah kurang dari 12 bulan. Hal diketahui memiliki prognosis yang
ini bisa dihubungkan dengan perilaku buruk.[12] Adanya peningkatan aliran
anak-anak yang tidak terlalu peduli akan darah ke paru dapat mengganggu
kebersihan dan sistem imunitas anak sistem pernapasan dan kekebalan
yang imatur, sehingga risiko terjadinya seluler setempat, sehingga pasien
ISPA lebih tinggi.[9] mudah terserang infeksi saluran
Sesak, merupakan gejala yang pernapasan.[2]
diderita paling lama oleh pasien PJB
asianotik pirau kiri ke kanan (rerata 5. KESIMPULAN
durasi sebesar 7,43 hari). Sedangkan .Hasil penelitian ini
demam, merupakan gejala yang diderita menunjukkan bahwa pasien PDA
paling singkat (rerata durasi sebesar memiliki rerata durasi pneumonia yang
2,27 hari). Dalam kepustakaan paling lama, yaitu 10,20 hari. Pasien
dikatakan bahwa takipnea merupakan dengan VSD, ASD, dan lesi campuran
gejala yang secara konsisten muncul masing-masing memiliki rerata durasi
pada pneumonia. [3] 6,86 hari, 9,92 hari, dan 7,25 hari. Hasil
Secara umum, durasi analisis statistik menunjukkan bahwa
pneumonia pada pasien PJB asianotik tidak terdapat perbedaan durasi
pirau kiri ke kanan memiliki rerata 8,51 pneumonia pada tipe-tipe penyakit
hari, dengan nilai tengah 7 hari dan nilai jantung bawaan asianotik pirau kiri ke
yang paling sering muncul adalah 7 hari. kanan, pada anak yang dirawat di
Penelitian oleh Rijal, dkk menemukan SMF/Departemen Ilmu Kesehatan Anak
hasil bahwa, pada anak dengan infeksi RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
saluran pernapasan bawah akut, gejala
yang paling sering ditemukan adalah 6. SARAN
demam, batuk, dan nafas yang cepat.
Durasi tinggal di rumah sakit, rata-rata Penelitian selanjutnya dapat
selama 6 hari.[10] dilakukan dengan model
Pasien dengan rerata durasi prospektif.
pneumonia paling lama adalah pasien Penelitian selanjutnya perlu
PJB dengan tipe lesi PDA (rerata durasi dilakukan dengan jumlah
sebesar 10,20 hari). Pasien dengan sampel yang lebih banyak.
VSD, ASD, dan lesi campuran masing- Pada penelitian selanjutnya,
masing memiliki rerata durasi 6,86 hari, peneliti perlu memperhatikan
9,92 hari, dan 7,25 hari. Durasi adanya faktor-faktor lain yang
pneumonia terendah pada PDA, VSD, mempengaruhi hasil, misalnya
ASD, dan campuran berturut-turut penyakit-penyakit lain yang
adalah 7 hari, 3 hari, 2 hari, dan 4 hari. menyertai.
Durasi pneumonia tertinggi pada PDA,
VSD, ASD, dan campuran berturut-turut DAFTAR PUSTAKA
adalah 17 hari, 11 hari, 27 hari, dan 15 1. Saadah Z, Soetadji A.
hari. Hasil analisis komparasi, Perbandingan Pertumbuhan
menunjukkan bahwa p=0,371 (p>0,05).. Anak Penderita Penyakit
Hasil tersebut bermakna bahwa tidak Jantung Bawaan Sianotik
terdapat perbedaan durasi pneumonia dengan Asianotik. Tesis.
pada tipe-tipe PJB asianotik pirau kiri ke Semarang: Universitas
kanan. Diponegoro. 2013
Banyak faktor yang dapat 2. Ain N, Hariyanto D, Rusdan S.
mempengaruhi kejadian infeksi saluran Karakteristik Penderita Penyakit
napas, diantaranya adalah umur, jenis Jantung Bawaan pada Anak di
kelamin, status gizi, status pemberian RSUP Dr. M. Djamil Padang
ASI, status sosial-ekonomi, polusi dalam Periode Januari 2010–Mei
rumah, perokok pasif, dan lain-lain.[11] 2012. Jurnal Kesehatan
Penyakit jantung bawaan Andalas. 2015;4(3).
merupakan faktor risiko utama yang

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


4
3. Kliegman RM, Behrman RE, pneumonia using administrative
Jenson HB, Stanton BF (Eds). data from Malaysia, Indonesia,
Nelson Textbook of Pediatrics and the Philippines.
18th edition. Philadelphia: International Society of
Saunders Elsevier, 2007. Infectious Disease.
4. Torres-Cosme JL, Rolón-Porras 2016;(49):87-93.
C, Aguinaga-Ríos M, Acosta- 9. Chen Y, Williams E, Kirk M.
Granado PM, Reyes-Muños E, Risk Factors for Acute
Murguía-Peniche T. Mortality Respiratory Infection in the
from Congenital Heart Disease Australian Community. PLoS
in Mexico: A Problem on the One Journal. 2014;9(7).
Rise. PLoS One Journal. 2016. 10. Rijal P, Sharma A, Shrestha S,
5. Marcdante KJ, Kliegman RM, Upadhyay S. Profile of acute
Jenson HB, Behrman RE (Eds). lower respiratory tract infection
Nelson Ilmu Kesehatan Anak in children under fourteen years
Esensial Edisi Keenam. Jakarta: of age at Nepal Medical College
IDAI, 2014. Teaching Hospital (NMCTH).
6. Djer MM, Bambang M. Nepal Medial College Journal.
Tatalaksana Penyakit Jantung 2011;13(1): 58-61.
Bawaan. Sari Pediatri. 11. Ujunwa FA, Ezeonu CT. Risk
2000;2(3): 155-162. Factors for Acute Respiratory
7. UNICEF, WHO. Pneumonia: Tract Infections in Under-five
The Forgotten Killer of Children. Children in Enugu Southeast
2006. Nigeria. Annals of Medical
<http://apps.who.int/iris/bitstrea Health an Science Research.
m/10665/43640/1/9280640489_ 2014;4(1): 95-99.
eng.pdf> 12. Kim NK, Choi JY. Respiratory
8. Azmi S, Aljunid SM, Maimaiti N, Syncytial Virus Prevention in
Ali AA, Muhammad Nur A, De Children with Congenital Heart
Rosas-Valera M, Encluna J, Disease: Who and How?.
Mohamed R, Wibowo B, Korean Journal of Pediatrics.
Komaryani K, Roberts C. 2011;54(5): 197-200.
Assessing the burden of

JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018


5
Penelitian EFEK KOMBINASI KURKUMIN DAN
KUERSETIN TERHADAP KADAR
KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA
PADA TIKUS WISTAR JANTAN
DENGAN DIET TINGGI LEMAK
Nyoman Odiyana Prayoga Griadhi1, Deby Aulia
Rahmi1, Made Harumi Padmaswari1, Gita Trisna1,
Arta Farmawati2, Nur Arfian3, Prasetyastuti2
1
Program Studi Pendidikan Dokter, 2 Departemen
Biokimia, 3 Departemen Anatomi dan Embriologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK

Latar Belakang: Kejadian penyakit kardiovaskular terus meningkat seiring dengan


berubahnya gaya hidup dan pola diet masyarakat. Upaya pencegahan penting dilakukan,
salah satunya dengan mengonsumsi makanan kaya antioksidan seperti kurkumin dan
kuersetin. Pengaruh kombinasi dari keduanya terhadap kadar kolesterol dan trigliserida
belum pernah diteliti sebelumnya.
Tujuan Penelitian: Mengetahui efek kombinasi kurkumin-kuersetin dosis 45 mg/kgBB
dan 90 mg/kgBB terhadap kadar kolesterol dan trigliserida pada tikus Wistar jantan
dengan diet tinggi lemak.
Metode Penelitian: Tikus Wistar (Rattus novergicus L.) jantan, usia 8 minggu, berat
badan 150-200 gram dibagi secara acak menjadi 4 kelompok (n=5). Tikus kelompok A
merupakan kontrol negatif dan B merupakan kontrol positif. Tikus kelompok B, C, dan D
diberi pakan tinggi lemak. Selanjutnya, tikus kelompok C dan D diberikan larutan
kurkumin-kuersetin dengan konsentrasi 45 mg/kgBB dan 90 mg/kgBB dalam Na-CMC
0,5%. Kadar kolesterol dan trigliserida diukur sebelum dan setelah pemberian kombinasi
larutan kurkumin-kuersetin. Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik One Way
Anova dan Paired T-test.
Hasil: Kadar kolesterol dan trigliserida pada tikus kelompok C dan D berbeda bermakna
bila dibandingkan dengan kelompok B (p<0,05). Tikus kelompok C dan D mengalami
peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida yang lebih rendah dibandingkan dengan
tikus kelompok B. Kelompok C dan D memiliki kemampuan yang setara dalam mencegah
peningkatan kolesterol (p>0,05), namun kelompok D menunjukkan kemampuan yang
lebih baik dalam mencegah peningkatan kadar trigliserida dibandingkan dengan
kelompok C (p<0,05).
Kesimpulan: Kombinasi kurkumin-kuersetin konsentrasi 45 mg/kgBB dan 90 mg/kgBB
mencegah peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida pada tikus Wistar jantan dengan
diet tinggi lemak.
Kata Kunci: kolesterol, kombinasi kurkumin-kuersetin, trigliserida.

ABSTRACT

Background: There is an increasing incidences of cardiovasculare diseases, owing to


changes in society’s lifestyle and diet. Preventing the development of such diseases
through the consumption of food rich in antioxidants such as curcumin and quercetin is
important. Unfortunately, the effects of curcumin and quercetin combination on the
cholesterol and triglyceride levels have not been researched before.
Objective: To find out the effects of administering 45 mg/kgBW and 90 mg/kgBW of
curcumin-quercetin combination on the cholesterol and triglyceride levels on white male
Wistar rats with high fat diet.
1
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Methods: Male Wistar rats (Rattus novergicus L.) aged 8 weeks weighing 150-200 gram
were divided into 4 groups (n=5). Group A was the negative control and group B was the
positive control. Group B, C, and D were fed high-fat food. Rats in group C and D were
given 45 mg/kgBW and 90 mg/kgBW of curcumin-quercetin in 0.5% Na-CMC. The
cholesterol and triglyceride levels were then measured before and after the administration
of the combined solution. Data analysis was done using One Way Anova and Paired T-
test.
Results: The levels of cholesterol and triglyceride in group C and D differed significantly
from that of group B (p<0,05). Group C and D experienced a lower increase in the
cholesterol and triglyceride levels compared to group B. When compared, both group C
and D showed similar ability in preventing the increase of cholesterol level (p>0,05),
however, group D showed greater ability in preventing the increase of triglyceride level
than group C (p<0,05).
Conclusion: The combination of curcumin-quercetin of concentration 45 mg/kgBW and
90 mg/kgBW prevent an increase in cholesterol and triglycerides level in male Wistar rats
with high-fat diet.
Keywords: cholesterol, curcumin-quercetin combination, triglyceride.

1. PENDAHULUAN mematikan seperti stroke, penyakit


Seiring dengan perkembangan jantung koroner, dan penyakit arteri
teknologi dan perubahan zaman, gaya perifer.[4] Peningkatan kadar kolesterol
hidup masyarakat baik dari segi pola juga menyebabkan terjadinya proses
diet, aktivitas, dan kebiasaan pun aterosklerosis yang menyebab- kan
berubah. Sayangnya, perubahan pola penyumbatan aliran pembuluh darah.[5]
diet yang cenderung tinggi lemak sering Perubahan gaya hidup dengan
memberikan dampak buruk bagi kese- meningkatkan konsumsi makanan yang
hatan. Riskesdas 2013 menunjukkan kaya antioksidan menjadi salah satu
40,7% penduduk Indonesia mengon- solusi untuk mencegah hiperlipidemia
sumsi makanan berlemak, berkoleste- dan menanggulangi tingginya kejadian
rol dan makanan gorengan lebih dari penyakit jantung dan pembuluh darah.
satu kali per hari.[1] Secara nasional, Apalagi mengingat besarnya biaya
rerata asupan lemak pada kelompok pengobatan yang diperlukan untuk
umur 0-59 tahun di perkotaan dan menangani penyakit ini. Antioksidan
perdesaan di Indonesia adalah sebesar merupakan molekul yang menghambat
41,9 gram.[2] oksidasi molekul target oleh radikal
Gaya hidup dengan pola diet bebas.[6] Dua senyawa antioksidan yang
tinggi lemak ini merupakan faktor risiko cukup dikenal adalah kurkumin dan
munculnya berbagai macam penyakit kuersetin.
degeneratif. Sekitar 63% dari seluruh Kurkumin merupakan polifenol
penyebab kematian di dunia tahun 2012 hidrofobik yang diperoleh dari ekstraksi
ialah penyakit tidak menular (non- akar rimpang tumbuhan Curcuma,
communicable diseases) seperti penya- terutama Curcuma longa.[7] Beberapa
kit kardiovaskular, kanker, dan diabetes penelitian menyebutkan kurkumin memi-
mellitus.[3] Penyakit kardiovaskular me- liki kemampuan menurunkan kadar lipid
rupakan penyebab kematian nomor satu dalam plasma dan hepar yang mampu
di dunia.[3] Sementara di Indonesia, pre- mencegah kejadian hiperlipidemia dan
valensi stroke terus meningkat dalam aterosklerosis.[8]
kurun waktu 6 tahun terakhir dari 8,3 per Kuersetin merupakan salah satu
1000 penduduk menjadi 12,1 per 1000 flavonoid yang terdapat pada banyak
penduduk.[1] tanaman yang bisa dikonsumsi dan
Pola diet tinggi lemak merupakan antioksidan yang kuat.[9]
menyebab- kan kenaikan kadar lipid Beberapa jenis makanan yang mengan-
darah, seperti kolesterol dan trigliserida dung kuersetin antara lain apel, brokoli,
yang apabila tidak dikontrol bawang, bayam, daun teh hijau, dan
mengakibatkan timbunan lipid pada anggur merah.[10]
dinding vasa yang mengawali penyakit
2
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Hingga saat ini, kajian Tikus dibagi ke dalam 4 kelompok
mengenai penggunaan kombinasi perlakuan, yaitu:
kurkumin dan kuersetin sebagai pilihan a) Kelompok (A) – Kontrol positif: tikus
terapi herbal dalam pencegahan sehat tanpa pemberian diet tinggi
penyakit kardiovas- kular masih lemak dan diberi 1 mL Na-CMC
terbatas. Berdasarkan latar belakang 0,5% tanpa kuersetin/kurkumin.
tersebut, penelitian ini dila- kukan untuk b) Kelompok (B) – Kontrol negatif:
mengkaji efektivitas dari kombinasi tikus dengan diet tinggi lemak dan
kurkumin dan kuersetin dalam diberi 1 mL Na-CMC 0,5% tanpa
menurunkan kadar kolesterol dan kuersetin/kurkumin.
trigliserida dalam darah. c) Kelompok (C) – Kombinasi I: tikus
dengan diet tinggi lemak dan
2. SUBJEK DAN METODE pemberian kurkumin-kuersetin 1
Penelitian ini menggunakan ran- mL dengan konsentrasi 45
cangan penelitian quasi eksperimental mg/kgBB dalam Na-CMC 0,5%.
dengan pre and post test with control d) Kelompok (D) – Kombinasi II: tikus
group design. Penelitian dilaksanakan dengan diet tinggi lemak dan
selama 3 bulan. Pemeliharaan hewan pemberian kurkumin-kuersetin 1
coba, pengukuran kadar kolesterol dan mL dengan konsentrasi 90
trigliserida darah, serta pembuatan mg/kgBB dalam Na-CMC 0,5%.
larutan kurkumin-kuersetin berlangsung Pemberian kurkumin-kuersetin dila-
di PAU Pangan dan Gizi UGM. kukan dengan menggunakan sonde.
Subjek penelitian ini adalah 20 Sonde kurkumin-kuersetin pada tikus
tikus galur Wistar (Rattus novergicus L.) kelompok C dan kelompok D sesuai
jantan berusia 8 minggu dengan berat dosis yang telah ditentukan dan
badan bervariasi dengan rentang 150- dilakukan setiap hari selama 28 hari.
200 gram dan dengan berat rata-rata
178,25 + 13,49 gram. Jumlah sampel 3. HASIL PENELITIAN
berdasarkan rumus Federer adalah 4 Pada penelitian ini, berat badan
tikus per kelompok. tikus ditimbang sebelum dan setelah
Pakan standar tikus yang diberi- perlakuan untuk mengetahui efek
kan yaitu A.D.II sebanyak 15 g/hari dan pemberian larutan kurkumin-kuersetin
minum diberikan secara ad libitum. seperti yang terlihat pada Tabel 1
Pakan tinggi lemak dalam penelitian ini berikut.
adalah campuran pakan A.D.II dan
mentega putih sebanyak 180 g/kgBB Tabel 1. Pengaruh Pemberian Larutan
tikus. Kurkumin-Kuersetin terhadap Berat
Tahap persiapan diawali dengan Badan Sebelum dan Setelah Perlakuan
pembuatan larutan kurkumin dan Kel. Mean+SD (mg/dL) Delta P**
kuersetin. Larutan kuersetin dibuat dari
Sebelum Setelah (mg/dL)
padatan kuersetin dilarutkan dalam 1
mL Na-CMC 0,5% (w/v).[11] Sebanyak A 183,60+5,64 217,20+6,14 33,60+2,97 0,000**

0,75 mg Na-CMC dimasukkan ke dalam B 175,40+11,37 250,40+15,70 75,0+5,61 0,000**


150 mL air mendidih dan diaduk hingga C 178,20+18,08 235,00+22,50 56,80+5,67 0,000**
homogen lalu didiamkan sampai dingin. D 175,80+17,98 221,40+19,37 45,60+5,64 0,000**
Pembuatan larutan kurkumin sama P* 0,789 0,030* 0,000*
dengan pembuatan larutan kuersetin. *uji analisa Anova, signifikan pada level
Selanjutnya, dosis perlakuan di- p<0,05
tentukan dengan menggunakan acuan **uji analisa Paired-T Test, signifikan
dosis optimal efek antioksidan dan pada level p<0,05
antiinflamasi kurkumin dan kuersetin. Uji statistik parametrik One Way
Dosis optimal kuersetin adalah 31-300 Anova menunjukkan bahwa berat badan
mg/kgBB, sementara dosis optimal awal sebelum perlakuan tidak berbeda
kurkumin adalah 45 mg/kgBB.[12,13] Oleh bermakna dengan p>0,05, yang berarti
karena itu ditetapkan dosis perlakuan bahwa berat badan keempat kelompok
kedua senyawa adalah 45 mg/kgBB. homogen. Kemudian, setelah perlakuan,
3
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
didapatkan p<0,05, yang menunjukkan Gambar 1. Grafik Perbandingan Kadar
terdapat perbedaan berat badan Kolesterol Sebelum dan Setelah
bermakna antara keempat kelompok. Perlakuan
Pada uji Paired T-test, semua kelompok
mengalami kenaikan berat badan yang
* *
signifikan antara sebelum dan setelah
perlakuan (Tabel 1).
3.1 Pengaruh pemberian larutan
kurkumin-kuersetin terhadap
kadar kolesterol
Pengaruh pemberian larutan P > 0,05
kurkumin-kuersetin dengan dosis
45mg/kgBB (kelompok C) dan
90mg/kgBB (kelompok D) terhadap ka-
dar kolesterol sebelum dan setelah
perlakuan juga diukur dan dicatat dalam
Tabel 2.
Setelah perlakuan, tikus
kelompok C dan D mengalami
peningkatan kadar kolesterol yang lebih
rendah, masing-masing sebesar
23,86+10,16 mg/dL dan 20,88+6,34
mg/dL, jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol positif (kelom- pok (A)
yang mengalami peningkatan sebesar
127,25+8,79 mg/dL (Tabel 2). Keterangan:
Sementara itu, apabila tikus kelompok C *) bermakna menggunakan post hoc
dan D dibandingkan, peningkatan kadar Tukey p<0,05
kolesterol pada kelompok D lebih ren-
dah dibandingkan dengan peningkatan Uji statistik parametrik One Way
yang terjadi pada kelompok C. Anova yang dilakukan sebelum perlaku-
an menunjukkan kadar koleterol tidak
Tabel 2. Pengaruh Pemberian Larutan berbeda bermakna dengan p>0,05,
Kurkumin-Kuersetin Terhadap Kadar yang berarti kadar kolesterol antara
Kolesterol Sebelum dan Setelah keempat kelompok homogen.
Perlakuan Selanjutnya, uji One Way Anova
dilakukan lagi untuk mengetahui apa-
Kel. Mean+SD (mg/dL) Delta P** kah terdapat perbedaan bermakna pada
Sebelum Setelah (mg/dL) kadar kolesterol antara keempat
A 104,50+4,12 109,38+4,50 4,88+1,77 0,004** kelompok setelah perlakuan (Tabel 2).
B 106,20+3,16 233,46+6,19 127,25+8,79 0,000** Hasil uji One Way Anova menunjukkan
C 106,76+5,33 130,62+8,91 23,86+10,16 0,006** nilai p=0,000 (p<0,05) yang mengindika-
D 100,14+2,25 121,02+4,38 20,88+6,34 0,002** sikan adanya perbedaan kadar koleste-
P* 0,063 0,000* 0,000*
*uji analisa Anova, signifikan pada level rol antara keempat kelompok. Untuk
mengetahui antara kelompok manakah
p<0,05
**uji analisa Paired-T Test, signifikan terjadi perbedaan, dilakukan analisis
post hoc Tukey.
pada level p<0,05

4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Hasil uji post hoc Tukey Gambar 2. Grafik Perbandingan Kadar
(Gambar 1) menunjukkan adanya Trigliserida Sebelum dan Setelah
perbedaan ber- makna kadar kolesterol Perlakuan
antara kontrol positif (kelompok A)
dengan kombinasi I (kelompok C) yakni
p=0,000. Perbedaan bermakna juga *
terjadi antara kontrol positif (kelompok *
A) dengan kombinasi II (kelompok D),
yakni p=0,000. Semen- tara, kadar
kolesterol kombinasi I (kelompok C)
dengan kombinasi II (kelompok D) tidak
berbeda bermakna (p=0,113) *
3.2 Pengaruh pemberian larutan
kurkumin-kuersetin terhadap
kadar trigliserida
Kadar trigliserida sebelum dan
setelah perlakuan pada masing-masing
kelompok diperlihatkan pada Tabel 3.
Setelah perlakuan, terlihat bahwa
kelompok D memiliki kadar trigliserida
terendah sementara kelompok kontrol
positif memiliki kadar trigliserida
tertinggi.
Tabel 3. Pengaruh Pemberian Larutan
Kurkumin-Kuersetin terhadap Kadar
Trigliserida Sebelum dan Setelah
Perlakuan Keterangan:
Kel. Mean+SD (mg/dL) Delta P
*) bermakna menggunakan post hoc
Sebelum Setelah (mg/dL)
Tukey p<0,05
A 71,27+3,45 77,07+2,86 5,79+3,02 0,013**
B 71,71+1,75 134,36+4,19 62,65+4,99 0,000** Uji statistik parametrik One Way
C 66,76+1,88 96,12+2,86 29,35+1,77 0,000** Anova yang dilakukan sebelum perlaku-
D 68,51+2,02 82,64+3,89 14,13+5,58 0,005** an menunjukkan kadar trigliserida
P* 0,014* 0,000* 0,000* berbeda bermakna dengan p<0,05,
*uji analisa Anova, signifikan pada level yang berarti kadar trigliserida antara
P<0,05 keempat kelompok tidak homogen.
**uji analisa Paired-T Test, signifikan Selanjutnya, uji One Way Anova
pada level p<0,05 dilakukan lagi untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan bermakna pada
Tikus pada kelompok C dan D kadar trigliserida di antara keempat
mengalami peningkatan kadar kelompok setelah perlakuan (Tabel 3).
trigliserida yang lebih rendah, yakni Hasil uji One Way Anova menunjukkan
masing-masing sebesar 29,35+1,77 bahwa nilai p=0,000 (p<0,05) yang
mg/dL dan 14,13+5,58 mg/dL, bila mengindikasikan bahwa setidaknya
dibandingkan dengan kelompok kontrol terdapat perbedaan kadar trigliserida
positif (kelompok A) yang menunjukkan antara keempat kelompok. Untuk
peningkatan sebesar 62,65+4,99 mg/dL mengetahui antara kelompok mana
(Tabel 3). Sementara, apabila dua sajakah terjadi perbedaan, dilakukan
kombinasi dibandingkan, kelompok D analisis post hoc Tukey.
(14,13+5,58 mg/dL) memiliki peningka- Hasil post hoc Tukey (Gambar
tan kadar trigliserida yang lebih rendah 2) menunjukkan bahwa adanya
daripada kelompok C (29,35+1,77 perbedaan bermakna antara kadar
mg/dL). trigliserida kontrol positif (kelompok A)

5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
dengan kombinasi I (kelompok C), yakni minggu menunjukkan kadar kolesterol
p=0,000. Perbedaan bermakna juga ter- yang lebih rendah dibandingkan kelom-
jadi antara kontrol positif (kelompok A) pok kontrol.[12]
dengan kombinasi II (kelompok D), Pada penelitian ini, bila
yakni p=0,000. Selain itu perbedaan dibanding- kan antara 2 kelompok
bermak- na terjadi antara kombinasi I kombinasi, kadar kolesterol setelah
(kelompok C) dan II (kelompok D), perlakuan tidak berbeda bermakna,
yakni p=0,000. p>0,05 (Gambar 1). Hal ini tidak sesuai
dengan penelitian terdahulu dimana
4. PEMBAHASAN efek hipolipidemik dari pemberian
4.1 Pengaruh pemberian larutan kuersetin akan meningkat seiring
kurkumin-kuersetin terhadap dengan peningkatan dosis, sementara
kadar kolesterol tikus efek hipolipidemik kurkumin paling
Pada penelitian ini, semua optimal pada dosis 45 mg/kgBB.[12,13]
kelompok perlakuan mengalami pening- Mekanisme kurkumin dalam
katan kadar kolesterol secara bermakna mencegah kenaikan kolesterol ini
(Tabel 2). Peningkatan kadar kolesterol dijelaskan dalam berbagai penelitian
pada kelompok kontrol positif (kelompok sebelumnya. Kurkumin mampu meng-
A), kombinasi I (kelompok C) dan hambat aktivitas dari enzim HMG-KoA
kombi- nasi II (kelompok D) lebih (3-hidroksi-3-metilglutaril-Ko-A) redukta-
disebabkan oleh diet pakan tinggi se dalam hati. HMG-KoA reduktase
lemak. Sementara itu terjadi merupakan enzim yang berperan dalam
penyimpangan pada kontrol negatif biosistesis kolesterol.[15] Selain itu,
(kelompok B), karena kelompok ini kurkumin juga menginhibisi ekspresi gen
seharusnya tidak menunjukkan HMGR (3-hydroxy-3-methylglutaryl-co-
peningkatan kadar kolesterol. Peningka- enzyme A reductase). Gen HMGR
tan ini mungkin disebabkan oleh pembe- merupakan gen yang mengkode enzim
rian pakan standar A.D.II yang mengan- HMG-KoA reduktase di hati. Dengan
dung lemak 3-7%. terhambatnya produksi gen HMGR,
Selanjutnya, penelitian ini juga enzim HMG-KoA reduktase pun menga-
menunjukkan bahwa kadar kolesterol lami penurunan. Ini berakibat pada
pada tikus dengan pemberian kombinasi menurunnya sintesis kolesterol.[15]
I dan kombinasi II lebih rendah Penelitian terdahulu menyebutkan
dibandingkan dengan kontrol positif bahwa kuersetin mampu menginhibisi
(Gambar 1). Selain itu, kelompok jangka pendek sintesis asam lemak dari
kombinasi I dan kombinasi II mengalami asetat.[16] Melalui analisis HPLC (High
peningkatan kadar kolesterol yang lebih Performance Liquid Chromatography)
rendah dibandingkan dengan kelompok terlihat bahwa kuersetin juga mampu
kontrol positif (Gambar 1). Hal ini dapat menghambat pembentukan asam
dikaitkan dengan hasil penelitian palmitat yang merupakan salah satu
sebelumnya yang menyatakan bahwa asam lemak.[16] Mekanisme lainnya
kadar kolesterol menurun atau lebih dalam mempengaruhi kadar kolesterol,
rendah dibandingkan kelompok kontrol yakni penghambatan aktivitas ACC
pada pemberian tunggal kuersetin atau (acetyl-CoA carboxylase).[16] Enzim ACC
kurkumin.[12,14] Pemberian kurkumin dan berperan dalam sintesis lipid, yakni saat
capsaicin terhadap profil lipid tikus asetil KoA diubah menjadi malonil
Wistar betina yang diinduksi hiperkoles- KoA.[17] Dengan dihambatnya sintesis
terolemia selama 8 minggu mampu asam lemak, maka sintesis kolesterol
menunjukkan kadar kolesterol pada pun akan berkurang.
kelompok tikus yang diberi kurkumin Kendati demikian, penjelasan
lebih rendah dibandingkan dengan ke- mengenai mekanisme pengaruh dari
lompok tikus kontrol.[14] Pemberian kombinasi larutan kuersetin dan kurku-
kuersetin pada tikus Wistar jantan min terhadap kadar kolesterol belum
dengan diet tinggi kolesterol selama 4 dapat dijelaskan pada penelitian ini
karena parameter yang diukur terbatas.

6
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
4.2 Pengaruh pemberian larutan runkan produksi trigliserida. Sementara
kurkumin-kuersetin terhadap peningkatan aktivitas β-oxidation akan
kadar trigliserida tikus meningkatkan perombakan lipid menjadi
Hasil penelitian ini menunjukkan asam lemak. Selanjutnya, asam lemak
bahwa kadar trigliserida pada tikus ini masuk ke jalur rantai respirasi
dengan pemberian kombinasi I sebagai sitrat.[15]
(kelompok C) dan kombinasi II Mekanisme kuersetin dalam
(kelompok D) lebih rendah dibandingkan mencegah kenaikan trigliserida yakni
dengan kontrol positif (kelompok A) kuersetin mampu menurunkan aktivitas
seperti terlihat pada Gambar 2. Selain DGAT (diacylglycerol acyltransferase)
itu, kelompok kombinasi I dan kombinasi secara bermakna.[16] Enzim DGAT
II mengalami peningkatan kadar memiliki pengaruh terhadap sintesis
trigliserida yang lebih rendah dibanding- trigliserida, yakni saat pengubahan 1,2-
kan dengan kelompok kontrol positif diacylglycerol menjadi trigliserida.[18] Hal
(Gambar 2). Hal ini dapat dikaitkan ini dapat menekan kadar trigliserida
dengan hasil penelitian sebelumnya dalam darah.
yang menyatakan bahwa kadar trigli- Kendati demikian penjelasan
serida menurun atau lebih rendah me- ngenai mekanisme pengaruh dari
dibandingkan kelompok kontrol pada kom- nasi larutan kuersetin dan
pemberian tunggal kuersetin atau kurkumin terhadap kadar trigliserida
kurkumin.[12,14] Pemberian kurkumin dan belum dapat dijelaskan pada penelitian
capsaicin terhadap profil lipid tikus ini karena parameter yang diukur
Wistar betina yang diinduksi hiperkoles- terbatas.
terolemia selama 8 minggu mampu
menunjukkan kadar trigliserida pada 5. SIMPULAN
kelompok tikus yang diberi kurkumin Berdasarkan penelitian yang
lebih rendah dibandingkan dengan telah dilakukan, dapat disimpulkan
kelompok tikus kontrol.[14] Pemberian bahwa kombinasi kurkumin-kuersetin
kuersetin pada tikus Wistar jantan konsen- trasi 45 mg/kgBB dan 90
dengan diet tinggi kolesterol selama 4 mg/kgBB mencegah peningkatan kadar
minggu menunjukkan kadar trigliserida kolesterol dan trigliserida pada tikus
yang lebih rendah dibandingkan kelom- Wistar jantan dengan diet tinggi lemak.
pok kontrol.[12]
Selanjutnya pada penelitian ini, 6. SARAN
bila dibandingkan antara 2 kelompok Perlu dilakukan penelitian lebih
kombinasi, maka pemberian kombinasi lanjut pada sediaan histopatologis untuk
II mampu mencegah kenaikan melihat terbentuknya plak aterosklerosis
trigliserida lebih baik dibandingkan pada sinus aorta dan biomolekular untuk
dengan kombinasi I, p<0,05 (Gambar 2). melihat ekspresi gen HMGR (3-hydroxy-
Hal ini sesuai dengan penelitian 3-methylglutaryl-coenzyme A reducta-
terdahulu dimana efek hipolipidemik dari se), aktivitas ACC (acetyl-CoA carbo-
pemberian kuersetin akan meningkat xylase), aktivitas hepatic fatty acid β-
seiring dengan peningkatan dosis.[12] oxidation, dan aktivitas DGAT (diacyl-
Sementara pada kurkumin, dosis yang glycerol acyltransferase), Hal ini bertuju-
paling optimal adalah 45 mg/kgBB.[13] an untuk mengetahui mekanisme kerja
Mekanisme kurkumin dalam dari kombinasi kurkumin dan kuersetin
mencegah kenaikan trigliserida ini dalam mencegah kenaikan kadar koles-
dijelaskan dalam berbagai penelitian terol dan trigliserida.
sebelumnya. Kurkumin mampu mene-
kan aktivitas hepatic fatty acid synthase DAFTAR PUSTAKA
(FAS) dan meningkatkan aktivitas 1. Departemen Kesehatan RI,
hepatic fatty acid β-oxidation.[8] Enzim Badan Penelitian
FAS merupakan enzim yang berperan Pengembangan Kesehatan.
dalam pemanjangan rantai karbon asam Riset Kesehatan Dasar
lemak pada proses sintesis asam lemak (Riskesdas): Laporan Nasional
pada hati.[15] Akibatnya, sintesis asam 2013 [Internet]. Indonesia:
lemak akan berkurang sehingga menu- Departemen Kesehatan RI;
7
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
2013 [cited 1 September 2016]. the ILSI North America
Available from Flavonoids Workshop, May 31–
<www.litbang.depkes.go.id.> June 1, 2005, Washington, DC.
2. Siswanto, Permaesih D, Lamid J Nutr. 2007: 137: 718–737.
A, Prihatini S, Rosmalina Y. 10. Williamson G, Manach C.
Studi Diet Total: Survei Bioavailability and Bioefficacy of
Konsumsi Makanan Individu Polyphenols in Humans. II.
Indonesia. Jakarta: Lembaga Review of 93 Intervention
Penerbitan Badan Litbangkes; Studies. Am J Clin Nutr. 2005:
2014. 81: 243-255.
3. World Health Organization. The 11. Anjaneyulu, Chopra. Quercetin
World Health Report 2015 – an Anti-Oxidant Bioflavonoid,
Shaping the Future. Attenuates Diabetic Neuropathy
Switzerland: WHO Library; in Rats. Clin Exp Pharmacol
2015. Physiol. 2004: 31(4): 244-248.
4. Cronenwett JL, Johnston KW. 12. Azuma K, Ippoushi K, Terao J.
Rutherford’s Vascular Surgery. Evaluation of Tolerable Levels
2014: 8: 8439-8452. of Dietary Quercetin for Exerting
5. Xu J, Jüllig M, Middleditch MJ, Its Antioxidative Effect in High
Cooper GJS. Modelling Cholesterol-Fed Rats. Food
Atherosclerosis by Proteomics : Chem Toxicol. 2010: 48: 1117–
Molecular Changes in the 1122.
Ascending Aortas of 13. Julie S, Jurenka M.
Cholesterol-Fed Rabbits. Antiinflamatory Properties of
Atherosclerosis. 2015: 242(1): Curcumin, A Major Constituent
268–276. of Curcuma longa: A review of
6. Al-Rejaie SS, Aleisa AM, Preclinical Research and
Sayed-Ahmed MM, Al- Clinical Research. Altern Med
Shabanah OA, Abuohashish Rev. 2009: 14(2): 141-153.
HM, Ahmed MM, et al. 14. Manjunatha H, Srinivasan K.
Protective Effect of Rutin on the Hypolipidemic and Antioxidant
Antioxidant Genes Expression Effects of Curcumin and
in Hypercholestrolemic Male Capsaicin in High-Fat-Fed Rats.
Westar Rat. BMC Complement Can J Physiol Pharmacol. 2007:
Altern Med. 2013: 13(1): 136. 85(6): 588-596.
7. Ligeret H, Barthelemy S, Zini R, 15. Koolman J, Roehm K. Color
Tillement JP, Labidalle S, Morin, Atlas of Biochemistry. 2nd Ed.
D. Effects of Curcumin and Stuttgart: Thieme Medical
Curcumin Derivatives on Publisher; 2005.
Mitochondrial Permeability 16. Gnoni G V, Paglialonga G,
Transition Pore. Free Radic Biol Siculella L. Quercetin Inhibits
Med. 2004: 36(7): 919–929. Fatty Acid and Triacylglycerol
8. Jang EM, Choi MS, Jung UJ, Synthesis in Rat Liver Cells. Eur
Kim MJ, Kim HJ. Beneficial J Clin Invest. 2009: 39(9): 761-
Effects of Curcumin on 768.
Hyperlipidemia and Insulin 17. Gurr MI, Harwood JL, Frayn KN.
Resistance in High-Fat—Fed Lipid Biochemistry. 5th Ed.
Hamsters. Metabolism. 2008: Oxford: Blackwell Science Ltd;
57: 1576-1583. 2002.
9. Erdman JWJr, Balentine D, 18. Murray RK, Bender DA, Botham
Arab L, Beecher G, Dwyer JT, KM, Kennelly PJ, Rodwell VW,
Folts J, Harnly J, Hollman P, Weil PA. Harper’s illustrated
Keen CL, Mazza G, Messina M, biochemistry. 28th Ed. New
Scalbert A, Vita J, Williamson G, York: The McGraw-Hill
Burrowes J. Flavonoids and Companies, Inc; 2006.
Heart Health: Proceedings of

8
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
ADIPOSE STEM CELL: TERAPI
Artikel REGENERATIF UNTUK
Penyegar MENINGKATKAN MASSA SEL BETA
PANKREAS DAN SENSITIVITAS
INSULIN PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2
Hera Afidjati1
1
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN saat malam hari, sering merasa


Diabetes mellitus (DM) lapar(polifagi), kesemutan pada anggota
merupakan salah satu penyakit tidak gerak badan, penglihatan yang
menular (PTM) kategori utama menurut mengabur, luka sulit sembuh, dan
World Health Organization.1 Penyakit keluhan cepat lelah.1 Diagnosis diabetes
yang biasa disebut ‘silent killer disease’ dapat ditegakkan dengan adanya salah
ini menjadi penyebab kematian sekitar satu dari tiga kriteria berikut: 1) Kadar
1,5 juta kasus pada tahun 2012, dan 2,2 glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL,
juta kasus kematian lainnya berkaitan dengan tanda dan gejala klasik, 2)
dengan keadaan kadar gula darah yang Kadar glukosa darah puasa ≥ 126
tinggi di seluruh dunia. Menurut data mg/dL pada lebih dari sekali
dari World Health Organization pada pengecekan, 3) Hasil tes toleransi
tahun 2014, jumlah penderita diabetes glukosa oral yang abnormal, yaitu kadar
melitus di seluruh dunia terus glukosa ≥ 200 mg/dL, 2 jam setelah
meningkat, dari 108 juta penderita pada mengkonsumsi karbohidrat standar
tahun 1980 menjadi 422 juta penderita, (glukosa 75 gram).5
dan diperkirakan akan terus meningkat Berdasarkan penyebabnya,
hingga mencapai angka 592 juta diabetes diklasifikasikan menjadi dua
penderita pada tahun 2035.2,3 Di kelas, yaitu diabetes melitus tipe 1
Indonesia, prevalensi diabetes (T1DM) dan tipe 2 (T2DM). T1DM
berdasarkan wawancara yang dicirikan dengan adanya defisiensi
terdiagnosis dokter adalah sebesar sekresi insulin karena adanya
1,5% dengan prevalensi tertinggi di kerusakan sel pankreas, biasanya
Provinsi DI Yogyakarta (2,6%), DKI disebabkan oleh sel efektor imun yang
Jakarta (2,5%), dan Sulawesi Utara bereaksi melawan antigen sel beta
(2,4%). endogen (reaksi autoimun). T2DM
merupakan kombinasi antara resistensi
2. PEMBAHASAN insulin dan insufisiensi respon
2.1 Diabetes Melitus kompensatorik terhadap sekresi insulin
Diabetes melitus didefinisikan oleh sel-sel beta pancreas (defisiensi
sebagai kumpulan gangguan metabolik insulin relatif). Sebanyak 80-90%
yang dicirikan dengan keadaan penderita diabetes melitus merupakan
hiperglikemia, yaitu peningkatan kadar penderita T2DM,5 sehingga perlu
glukosa darah di atas nilai normal adanya tatalaksana yang efektif untuk
karena adanya penurunan sekresi menangani penyebab dasar dan
hormon insulin, penurunan penggunaan mencegah eksaserbasi komplikasinya.
glukosa oleh jaringan tubuh, atau Diabetes melitus tipe 2
peningkatan produksi glukosa.4 Secara merupakan penyakit multifaktorial
umum, gejala dan tanda yang dapat karena interaksi kompleks antara faktor
muncul pada penderita diabetes yaitu lingkungan dan faktor genetik. Faktor
rasa haus yang berlebihan(polidipsi), lingkungan seperti gaya hidup sedenter
frekuensi kencing meningkat terutama dan kebiasaan makan berlebihan yang

1
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
disertai dengan obesitasi berisiko hiperglikemia saat puasa dan
mempercepat progresi T2DM. Namun menurunnya deposit glikogen oleh hati
faktanya, faktor genetik memiliki peran postprandial. Karena adanya resistensi
lebih dalam patogenesis T2DM insulin di jaringan adiposa, lipolisis dan
dibandingkan pada T1DM.5 asam lemak bebas yang masuk ke
dalam hati meningkat sehingga
menyebabkan peningkatan sintesis lipid
di hepatosit dan dapat menyebabkan
komplikasi berupa penyakit hati
berlemak nonalkoholik.4
Resistensi insulin merupakan
patofisiologi dasar dari abnormalitas
pada T2DM. Kegagalan jaringan hati
dan otot untuk merespon kerja insulin
menyebabkan penurunan ambilan,
Gambar 1. 'Ominous octet' (De Fronzo transport, dan fosforilasi glukosa di
et al., 2014) jaringan otot, berkurangnya glikolisis
dan oksidasi asam lemak di hati, serta
Pada penderita diabetes melitus ketidakmampuan untuk menghentikan
tipe 2, progresi penyakit sangat glukoneogenesis di hati.4 Insensitivitas
dipengaruhi oleh resistensi insulin, insulin pada otot lurik ini bertanggung
sekresi insulin yang abnormal, produksi jawab terhadap kegagalan pembuangan
glukosa hepatik yang berlebihan, dan glukosa total tubuh sebesar 85-90%
metabolisme lemak abnormal. pada pasien T2DM.6
Pemahaman para ahli terhadap Sejauh ini, penatalaksanaan
patofisiologi T2DM telah berkembang T2DM bertujuan untuk mengontrol gula
dari tiga prinsip pokok (defek pada sel darah, terapi terhadap kondisi yang
beta pankreas, sel otot, dan hati) berkaitan (dislipidemia, hipertensi,
menjadi delapan hal yang berkaitan obesitas, dan penyakit jantung koroner),
dengan kondisi hiperglikemia (disebut serta tatalaksana terhadap komplikasi
juga ‘ominous octet’).6 Pada tahap awal DM (retinopati, nefropati, neuropati, dan
T2DM, toleransi glukosa masih lain-lain). Pengaturan gula darah
mendekati normal walaupun terjadi dilakukan dengan gaya hidup sehat,
resistensi insulin karena sel-sel beta modifikasi diet, dan terapi farmakologis
pankreas dapat mengkompensasi sebagai agen penurun glukosa.4
dengan meningkatkan sekresi insulin. Namun, penatalaksanaan yang telah
Namun, semakin berkembangnya disebutkan terbatas karena efek
insensitivitas jaringan (otot, hati, dan samping pada organ tubuh lainnya dan
lemak) terhadap insulin dan peningkatan tidak dapat mencegah apoptosis
sekresi insulin yang menyebabkan maupun meningkatkan massa sel beta
hiperinsulinemia kompensatorik, pulau- pankreas pada pasien T2DM tahap
pulau Langerhans pada pankreas tidak lanjut. Adipose tem cell sebagai pilihan
dapat beradaptasi dengan keadaan terapi bagi pasien T2DM tahap lanjut
tersebut. Toleransi glukosa yang diharapkan dapat mengembalikan sel-
terganggu ini ditandai dengan sel penghasil insulin dan meningkatkan
meningkatnya kadar glukosa harapan hidup bagi pasien.
postprandial dan menurunnya sekresi
insulin sehingga terjadi peningkatan 2.2 Sel punca
produksi glukosa hati. Kedua hal Sel punca atau stem cell adalah
tersebut akhirnya meningkatkan kadar sel progenitor yang belum terdiferensiasi
gula darah puasa dan menyebabkan dan dapat berkembang menjadi
kerusakan pada sel beta pankreas. beberapa macam sel yang berbeda
Dislipidemia dan meningkatnya glukosa seperti sel otot, sel darah merah, atau
hati merupakan salah satu kondisi yang sel saraf, baik saat awal kehidupan
terjadi pada penderita T2DM. Keadaan maupun saat pertumbuhan. Sel punca
ini disebabkan oleh keadaan berbeda dari sel jenis lain dalam tubuh
hiperinsulinemia yang gagal menekan karena dua karakteristiknya yang
glukoneogenesis sehingga terjadi menonjol, yaitu dapat memperbaharui

2
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
dirinya sendiri melalui pembelahan sel 2.4 Potensi penggunaan ASC sebagai
dan dapat menjadi sel jenis tertentu terapi untuk penderita T2DM
dengan fungsi khusus dalam kondisi ASC memiliki karakteristik
tertentu. Sel punca pada manusia angiogenik, yaitu dapat mensekresikan
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, faktor angiogenik sebagai respon
yaitu sel punca embrionik (embryonic terhadap iskemia, stimulasi dari growth
stem cell) dan sel punca somatic (adult factor, dan diferensiasi dari VEC secara
stem cell). Embryonic stem cell eksperimental. Pada penderita diabetes,
diperoleh dari embrio yang terfertilisasi jaringan adiposa dalam keadaan relatif
secara in vitro dan dapat berkembang iskemi dengan adanya inflamasi kronik
menjadi semua jenis sel dalam tubuh, tingkat rendah dan hal ini dapat
sedangkan somatic stem cell dapat menyebabkan disfungsi jaringan
ditemukan di antara sel-sel yang telah adiposa, resistensi insulin, dan sindrom
terdiferensiasi dan berkembang menjadi metabolik. Keadaan iskemia ini
sel yang terspesialisasi untuk menyebabkan kematian adiposit yang
menggantikan serta memperbaiki akan diikuti dengan sel endotel dan sel-
jaringan tersebut. Beberapa contoh sel lainnya (blood-derived cells).
somatic stem cell adalah hematopoietic Namun, ASC dapat bertahan selama 3
stem cell, mesenchymal stem cell, hari walaupun dalam keadaan iskemia
neural stem cell, epithelial stem cell, dan parah dan berperan dalam proses
skin stem cell.7 perbaikan melalui adipogenesis dan
angiogenesis.8 Kemampuan
2.3 Adipose stem cell vaskulogenesis dan angiogenesis ini
Jaringan adiposa tersusun dari bermanfaat untuk membantu
beberapa macam sel dan adiposit penanaman pulau-pulau pankreas dari
menyusun sekitar 90% komposisi donor ketika ditransplantasikan pada
jaringan tersebut. Adipose stem cell penderita diabetes.11 ASC dapat
(ACS), sel vaskular endotel (VEC), sel- mengurangi kerusakan jaringan dalam
sel makrofag dan limfosit, perisit dan berbagai situasi, seperti iskemia,
fibroblas juga turut menyusun jaringan apoptosis neuronal, dan disfungsi
adiposa yang memiliki jaring kapiler ovaria.12 Selain itu, ASC juga memiliki
padat. ACS diperkirakan terletak di efek antiinflamasi dan imunomodulator
antara adiposit, di dinding pembuluh yang dapat melindungi pulau-pulau
darah, atau di antara fibroblas. Adipose pankreas dari reaksi imun pada tahap
stem cell atau dapat disebut adipose- awal transplantasi, termasuk menekan
derived stem cell (ADSC) ini tergolong proliferasi sel T.11
sel punca mesenkimal multipoten yang Manfaat lain dari ASC adalah
didapatkan dari tubuh melalui kemampuan diferensiasi menjadi sel-sel
penyedotan lemak (liposuction).8 Sel penghasil insulin. Karakter yang unik
punca mesenkimal ini dapat dari ASC ini dapat secara tepat
berdiferensiasi menjadi sel yang digunakan untuk transdiferensiasi
menggantikan jaringan rusak, menjadi sel-sel endokrin pankreas yang
memodulasi lingkungan sekitarnya, sebenarnya berasal dari lapisan
mengaktifkan sel progenitor endogen, endoderm. Derivasi ASC menjadi sel
dan mensekresi beberapa protein penghasil insulin ini hampir sama
faktor.9 ASC sendiri berpotensi untuk dengan embryonic stem cell, yaitu
berdiferensiasi menjadi adipogenik, dimulai dari endoderm definitif menjadi
osteogenik, kondrogenik, dan derivat endoderm pankreas dan akhirnya
lainnya.10 Dibandingkan bone marrow- menjadi sel pengekspresi hormon
derived mesenchymal stem cell, ASC pankreas. Beberapa protein faktor
lebih baik karena cara pengambilan transkripsi maupun biomarker berperan
yang tidak invasif, tidak ada dalam proliferasi dan diferensiasi ASC
kekhawatiran penyalahgunaan etik dan menjadi sel-sel tertentu sesuai
politik, serta menghindari kemungkinan fungsinya. Sel punca mesenkimal yang
terbentuknya teratoma.8,11 berproliferasi mengekspresikan stem

3
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
cell marker yaitu nestin yang pada dan menginduksi penurunan berat
akhirnya akan menjadi marker untuk sel badan.5,13 Dengan adanya aktivitas
punca pankreatik multipoten dan dapat sekresi kedua hormon tersebut,
dideteksi di dalam pulau-pulau diharapkan regulasi glukosa darah dan
pankreas. ASC ini akan lemak dapat diperbaiki.
mengekspresikan nestin dan ABCG2 Sayangnya, beberapa
serta menunjukkan potensi aktivasi gen kelemahan dari terapi yang
perkembangan pankreas akibat adanya diadministrasikan secara injeksi
beberapa faktor transkripsi; yaitu Isl-1 intravena ini masih ditemukan dalam
yang ekpresi intrinsiknya berperan beberapa studi yang dilakukan oleh para
dalam perkembangan dan pengaturan ahli. Kekurangan yang ditemukan antara
adaptasi terhadap fenotip sel endokrin lain adalah pengaturan mekanisme
pancreas, Ipf-1, Ngn-3, Pax-6, insulin, fisiologis dari proses sekresi insulin
glukagon, dan somatostatin (Timper et yang melibatkan sel beta, sel alfa, dan
al., 2006). Ekspresi faktor transkripsi Isl- sel gamma pankreas, kemudian
1 dan Ipf-1 dapat ditemukan pada awal interaksi ASC dengan sel-sel endokrin
proliferasi ASC, sedangkan ekspresi Isl- pankreas di sekitarnya, serta
1 dan Pax-6 merupakan faktor kemampuan untuk merespon terhadap
transkripsi yang dibutuhkan untuk rangsangan glukosa darah dari
perkembangan sel beta. Saat ASC sirkulasi.11,14 Selain itu, ASC pada
berproliferasi juga dapat ditemukan penderita diabetes dengan obesitas
ekspresi marker nestin, ABCG2, faktor memiliki karakteristik metabolik yang
transkripsi stem cell factor (SCF), dan berbeda dibandingkan dengan penderita
Thy-1. Peran dari ABCG2 diperkirakan yang tidak mengalami obesitas dan
berkaitan dengan sel-sel prekursor cenderung tidak berefek terhadap
pankreas dan neural stem cells. sensitisasi jaringan terhadap insulin.10,15
Ekspresi dari visfatin yang berperan Walaupun terapi ASC pada
dalam pengaktifan reseptor insulin dan pasien diabetes ini masih ditemukan
memiliki efek penurun glukosa darah beberapa kekurangan dan memerlukan
juga dapat ditemui pada ASC yang studi lebih lanjut untuk meningkatkan
berdiferensiasi menjadi fenotip efektivitas dan efikasinya, beberapa
penghasil insulin.11 rumah sakit dan klinik di dunia telah
Meningkatnya kadar HB1Ac menerapkan terapi regeneratif ini
dalam darah dan menurunnya serum sebagai upaya untuk memperbaiki
antibodi GAD tanpa efek samping kualitas hidup pasien dengan T2DM.
merupakan keuntungan lain dari
transplantasi ASC pada pankreas. ASC 3. SIMPULAN
diharapkan dapat memberikan efek Tulisan ini bertujuan untuk
terapeutik terhadap komplikasi dari memberikan informasi mengenai terapi
diabetes, seperti retinopati dan regeneratif menggunakan adipose stem
apoptosis podosit akibat tingginya kadar cell sebagai terapi alternatif dan metode
glukosa darah. Terapi ini juga dapat penatalaksanaan yang tergolong baru
menurunkan kadar trigliserida, untuk pasien T2DM. Setelah
meningkatkan kadar HDL dalam serum, mengetahui manfaat terapi ASC
serta memperbaiki keadaan terhadap progresi T2DM, diharapkan
hiperglikemia.12 para peneliti maupun calon peneliti,
Menariknya, karakteristik dari khususnya di Indonesia, memiliki
jaringan adiposa masih dapat ditemui keinginan untuk mengembangkan terapi
pada ASC, yaitu adanya aktivitas regeneratif ini sebagai terapi alternatif
transkripsi leptin dan adiponektin pada yang lebih menguntungkan bagi
ASC yang telah terdiferensiasi.11 kesembuhan pasien. Oleh karena itu,
Adiponektin yang merupakan salah satu diharapkan pengembangan terapi
adipokin ini memiliki aktivitas sensitisasi regeneratif ini dapat menyukseskan
insulin terhadap jaringan dan dapat pemerintah untuk meningkatkan derajat
mengurangi respon inflamasi, kesehatan masyarakat dan mencapai
sedangkan leptin merupakan hormon target Sustainable Development Goals
regulator keseimbangan energi dengan yaitu mewujudkan kesehatan yang baik
menekan jumlah makanan yang masuk sehingga Indonesia dapat menjadi

4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
negara yang lebih produktif dan maju di Guo, Y., Mu, Y., Shen, J.,
masa depan. Cheng, Y., Fu, X. and Han, W.
(2012). Infusion of
DAFTAR PUSTAKA Mesenchymal Stem Cells
1. Kementerian Kesehatan Ameliorates Hyperglycemia in
Republik Indonesia, (2013). Type 2 Diabetic Rats:
Riset Kesehatan Dasar 2013. Identification of a Novel Role in
Jakarta: Badan Penelitian dan Improving Insulin Sensitivity.
Pengembangan Kesehatan, Diabetes, vol.61(6), pp.1616-
pp.83-90. 1625.
2. Mathers, C. and Loncar, D. 10. Perez, L., Bernal, A., San
(2006). Projections of Global Martin, N., Lorenzo, M.,
Mortality and Burden of Disease Fernandez-Veledo, S. and
from 2002 to 2030. PLoS Med, Galvez, B. (2013). Metabolic
vol.3(11), p.e442. Rescue of Obese Adipose-
3. Guariguata, L., Whiting, D., Derived Stem Cells by
Hambleton, I., Beagley, J., Lin28/Let7 Pathway. Diabetes,
Linnenkamp, U. and Shaw, J. 62(7), pp.2368-2379.
(2014). Global estimates of 11. Paek, H., Kim, C., and Williams
diabetes prevalence for 2013 S. (2014). Adipose stem cell-
and projections for 2035. based regenerative medicine for
Diabetes Research and Clinical reversal of diabetic
Practice, vol.103(2), pp.137- hyperglycemia. World Journal of
149. Diabetes, vol.5(3), p.235.
4. Longo, D., Fauci, A., Kasper, D., 12. Cao, M., Pan, Q., Dong, H.,
Hauser, S., Jameson, J., and Yuan, X., Li, Y., Sun, Z., Dong,
Loscalzo, J. (2012). Harrison's X. and Wang, H. (2015).
principles of internal medicine. Adipose-derived mesenchymal
18th ed. New York: McGraw-Hill. stem cells improve glucose
5. Kumar, V., Abbas, A., Aster, J. homeostasis in high-fat diet-
(2013). Robbins basic induced obese mice. Stem Cell
pathology. 9th ed. Philadelphia, Research & Therapy, vol.6(1).
PA: Saunders/Elsevier. 13. Klok, M., Jakobsdottir, S. and
6. DeFronzo, R., Triplitt, C., Abdul- Drent, M. (2007). The role of
Ghani, M., and Cersosimo, E. leptin and ghrelin in the
(2014). Novel Agents for the regulation of food intake and
Treatment of Type 2 Diabetes. body weight in humans: a
Diabetes Spectrum.vol. 27(2), review. Obesity Reviews, 8(1),
pp. 100-112. pp.21-34.
7. Bethesda: National Institutes of 14. Palmer, A. and Kirkland, J.
Health, U.S Department of (2016). Aging and adipose
Health and Human Services. tissue: potential interventions for
(2015). In Stem Cell Information. diabetes and regenerative
[Online] Available at: medicine. Experimental
http://stemcells.nih.gov/info/basi Gerontology.
cs/pages/basics4.aspx 15. Timper, K., Seboek, D.,
[Accessed 20 Jul. 2016]. Eberhardt, M., Linscheid, P.,
8. Yoshimura, K., Eto, H., Kato, H., Christ-Crain, M., Keller, U.,
Doi, K. and Suga, H. (2011). Müller, B. and Zulewski, H.
Adipose Stem Cells: From (2006). Human adipose tissue-
Liposuction to Adipose Tissue derived mesenchymal stem cells
Engineering. In: Y. Illous and A. differentiate into insulin,
Sterodimas, ed., Adipose Stem somatostatin, and glucagon
Cells and Regenerative expressing cells. Biochemical
Medicine, 1st ed. Berlin: and Biophysical Research
Springer, pp.77-91. Communications, 341(4),
9. Si, Y., Zhao, Y., Hao, H., Liu, J., pp.1135-1140.

5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Artikel ASAM VALPROAT DAPAT
Penyegar MENGHAMBAT PERTUMBUHAN
PADA PASIEN EPILEPSI ANAK
M Marliando Satria Pangestu Catur,1 Roro Rukmi
Windi Perdani,2
1
Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung, Bandarlampung, Indonesia
2
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Rumah Sakit Dr. H.
Abdoel Moeloek - Fakultas Kedokteran, Universitas
Lampung, Bandarlampung, Indonesia

1. PENDAHULUAN
Epilepsi adalah kelainan yang karena lebih dapat melihat respons
neurologis kronis yang ditandai dengan dosis yang digunakan dan interaksi obat
kejang berulang.[1] Di Amerika Serikat yang lebih sedikit.[6] Selain itu, banyak
menunjukkan bahwa sekitar 120 dari AED baru juga memiliki mekanisme
100.000 orang mencari pertolongan tindakan yang berbeda dibandingkan
medis setiap tahunnya akibat dengan AED yang sebelumnya tersedia.
mengalami kejang. Meskipun tidak Generasi pertama AED memiliki
setiap pasien yang mengalami kejang beberapa mekanisme tindakan utama.
terdiagnosa epilepsi, sekitar 125.000 Sodium channel blockade dan GABA
kasus baru epilepsi didiagnosis setiap potentiation keduanya menghasilkan
tahun. Kejadian epilepsi paling tinggi pengurangan discharge neuron. AED
pada bayi baru lahir dan anak kecil yang lebih baru telah memberi lebih
dengan tertinggi kedua terjadi pada banyak variasi pada target obat, seperti
pasien yang berusia lebih dari 65 subunit GABA spesifik dan
tahun.[2] Telah ditemukan bahwa penghambatan vesikel sinaptik.
mungkin faktor genetik menjadi salah Berbagai target farmakologis untuk
satu faktor predisposisi dalam pengobatan kejang sangat diinginkan
perkembangan epilepsi. Meskipun karena beberapa alasan. Pertama,
kejadian epilepsi lebih tinggi pada penargetan reseptor yang lebih spesifik
pasien dengan keterbelakangan mental yang terlibat dalam perambatan kejang
dan serebral palsi.[3] dapat menyebabkan efek samping yang
Epilepsi membutuhkan terapi kurang (baik neurologis maupun
antiepilepsi (AED) jangka panjang. Obat sebaliknya). Kedua, AED saat ini yang
antiepilepsi (AED) menjadi pengobatan tersedia sering tidak memberikan efek
yang efektif untuk penderita epilepsi.[4] secara luas dalam berbagai model
Kegagalan pengobatan dan kepatuhan kejang. Dengan meningkatkan variasi
yang buruk, sangat umum terjadi pada target farmakologi, gangguan kejang
pasien yang mengalami efek samping komplek lebih banyak dapat
karena AED. Pada sekitar 25% pasien, memperoleh pilihan pengobatan yang
efek samping menyebabkan tepat.[7]
penghentian pengobatan. Asam valproat Asam valproat (VPA) adalah
efektif dalam pengobatan semua jenis salah satu obat antiepilepsi yang paling
epilepsi. Ini adalah salah satu obat sering diresepkan dan penstabil mood
antiepilepsi yang paling banyak lini pertama untuk maniak bipolar akut
digunakan dalam praktik klinis.[5] dan depresi bipolar.[8] Penggunaan VPA
Penelitian-peneltian terapeutik yang meluas telah menyebabkan
untuk pengobatan kejang telah meningkatnya efek samping yang
meningkat secara signifikan selama bermasalah, termasuk hepatotoksisitas,
dekade terakhir. Banyak obat AED mual, muntah, ataksia, kelesuan,
terbaru memiliki keunggulan klinis alopesia, trombositopenia,
dibandingkan AED generasi pertama hiperamonemia, peningkatan nafsu
1
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
makan, kenaikan berat badan dan pertumbuhan sangat berpengaruh serta
menghambat pertumbuhan tulang.[9] tempat pertumbuhan tulang
Sistem rangka menentukan berlangsung.[1] Asam valproat juga
ketinggian seseorang. Tulang adalah menekan proliferasi kondrosit dalam
jaringan hidup yang terus bergenerasi metatarsal rudiments. Hasil ini
sepanjang hidup. Sel-sel khusus yang menunjukkan bahwa asam valproat
terlibat dalam proses remodeling tulang, menekan pertumbuhan tulang
seperti osteoblas yang memulai longitudinal dengan menghambat
pembentukan tulang, osteosit pembentukan tulang rawan dan
memantau tekanan mekanis pada mempercepat pengerasan pelat
tulang dan osteoklas yang bekerja pertumbuhan.[14]
dalam penyerapan tulang.[10]
Pertumbuhan tulang berada di ujung 2. ISI
tulang panjang, terdiri dari kondrosit Epilepsi adalah kelainan
pada tahap diferensiasi yang berbeda neurologis akibat pelepasan aktivitas
dan terbagi secara histologis menjadi listrik neuron yang abnormal dan
tiga zona berbeda: istirahat, proliferatif berlebihan. Kejang pada epilepsi dapat
dan hipertrofi. Pertumbuhan tulang bermanifestasi seperti kesadaran yang
longitudinal terutama dilakukan pada berubah, gerakan tidak sadar, fenomena
kondrosit di zona proliferatif dari plat sensorik yang abnormal, peningkatan
pertumbuhan. Terlepas dari efek aktivitas otonom atau gangguan perilaku
hormon sistemik dan lokal yang sementara yang tergantung pada lokasi
bersirkulasi terus menerus, kalsium dan gangguan epilepsi.[4,15] Selain gejala
bahan kimia lainnya, yang disediakan kejang, pelepasan listrik patologis yang
oleh tulang untuk mempertahankan terdeteksi dalam elektroensepalograpi
simpanan mineral intra dan (EEG) selama kejang dan pada periode
ekstraselular, yang bekerja dalam tidak kejang juga dapat menjelaskan
osteoblas, osteosit dan protein matriks lokasi asal kerusakan. Meskipun
ekstraselular untuk mineralisasi osteoid. serangan epilepsi dapat menjadi
Kalsium sangat penting untuk penyebab penyakit pada otak, pada
pengembangan plat pertumbuhan sebagian besar kasus epilepsi
epifisis normal dan perubahan kalsium penyebabnya tidak diketahui dan
ekstraseluler memodulasi fungsi diagnosisnya semata-mata didasarkan
kondrosit. Proliferasi lempeng pada deskripsi kejang dan temuan pada
pertumbuhan pada epifisis diakibatkan EEG.[16]
oleh interaksi yang kompleks antara Semua faktor yang
efek hormon dan faktor pertumbuhan, menyebabkan perubahan struktural atau
yang secara langsung atau tidak fungsional patologis di otak dapat
langsung dapat mempengaruhi kadar menjadi predisposisi epilepsi. Pada
kalsium serum dan kondisi sel-sel orang dewasa, trauma, tumor otak dan
tersebut, yang menyebabkan penyakit pembuluh darah otak adalah
perawakan terganggu.[11,12] penyebab epilepsi yang paling umum,
Asam valproat banyak sementara pada anak-anak kelainan
digunakan dalam pengobatan anak- metabolik, kelainan kongenital, infeksi,
anak dengan epilepsi. Bukti penyakit genetik dan cedera perinatal
menunjukkan bahwa asam valproat adalah salah satu penyebab. Namun,
memiliki efek teratogenik pada sistem etiologi epilepsi tetap belum
rangka.[13] Selain itu, penggunaan asam terselesaikan pada sejumlah besar
valproat pada anak-anak telah dikaitkan pasien. Faktor genetik juga bisa menjadi
dengan perawakan pendek. Dengan predisposisi epilepsi. Sebagian besar
demikian, bahwa asam valproat juga kasus epilepsi disebabkan oleh interaksi
dapat mempengaruhi pertumbuhan banyak gen dan lingkungan dan pada
tulang setelah morfogenesis kerangka sebagian kecil kasus epilepsi dapat
selesai. Asam valproat secara nyata dikaitkan dengan kelainan gen
menekan pertumbuhan longitudinal tunggal.[3,15,16]
metatarsal. Untuk menentukan Epilepsi Genetik Umum, Contoh
mekanisme yang mendasari, hubungan epilepsi genetik umum termasuk epilepsi
proliferasi sel dan hipertrofi di piring pada masa kanak-kanak, epilepsi absen

2
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
pada remaja, epilepsi mioklonik pada Model Kejang Umum. Beberapa
remaja, epilepsi dengan kejang tonik- model percobaan sangat membantu
klonik generalisata dan epilepsi dalam memahami patofisiologi epilepsi,
mioklonial pada dewasa. Beberapa termasuk penyebabnya, epileptogenesis
sindrom dapat seperti epilepsi umum, dan respons terhadap pengobatan.
termasuk kelainan transport transporter Beberapa model (misalnya,
seperti defisiensi glukosa transformator- electroshock dan penggunaan
1 (GLUT1), sindrom West, sindrom pentylenetetrazole) mengacu pada jenis
Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonal kejang spesifik, termasuk absent, tonik-
yang progresif. Beberapa gen telah klonik dan kejang mioklonik.[19,20]
dikaitkan dengan perkembangan
epilepsi genetik umum.[17,18]
Secara umum, mekanisme
pengobatan pada obat antiepilepsi
dapat dikategorikan berdasarkan
pengaruhnya terhadap potensial aksi
neuronal atau penghambatan impuls
post-sinaptik neuronal.[24]
Penghambatan potensial aksi neuron
biasanya difokuskan pada pengaktifan
Gambar 1. Jaringan konseptual untuk kanal potensial aksi yang terlibat dalam
kejang umum yang melibatkan sirkuit yang mengakibatkan kejang. Kanal
kortikotelik. Secara teoritis, kejang natrium merupakan bagian potensial
umum bisa dimulai dari berbagai titik di aksi dan depolarisasi neuron. Potensi
jaringan dan melibatkan jaringan aksi akan terpenuhi biasanya
terdistribusi secara bilateral. Kejang, menghasilkan pelepasan
bisa dimulai dari lobus frontal atau neurotransmitter, yang selanjutnya
bahkan parietal. Dalam ilustrasi ini, menyebarkan sinyal pada sinapsis
diagram konseptual jaringan dilapiskan neuron atau menghasilkan efek terminal
pada pemetaan resonansi magnetik dan pada otak atau neuron lain yang
resonansi fungsional dari aktivitas mengarah ke organ ekstrakranial.[23,25]
lonjakan gelombang.[20,21]

Kejang pada epilepsi dapat


bermanifestasi dalam kondisi stres
(yaitu kurang tidur, alkohol atau
penyalahgunaan obat terlarang, infeksi,
hipoglikemia dan perubahan metabolik)
bahkan pada orang tanpa epilepsi.
Diagnosis epilepsi biasanya dilakukan
setelah dua atau lebih serangan kejang
tak tau sebabnya lebih dari 24 jam.[16,17]
Rekaman EEG penting dalam
memberikan informasi konfirmasi untuk
Gambar 2. Klasifikasi Kejang Umum
diagnosis dan untuk membantu
pada Epilepsi di tahun 2010.[22]
menentukan kemungkinan sindrom
epilepsi fokal atau umum. Magnetic
Penghambat kanal sodium
Resonance Imaging (MRI) penting
(inaktivasi cepat). Penghambatan kanal
dalam membantu mendeteksi kondisi
natrium adalah mekanisme kerja yang
patologis struktural otak. Namun, dalam
paling umum dari AED generasi
beberapa kasus diagnosis juga dapat
pertama. Selama potensial aksi
dilakukan berdasarkan riwayat medis
neuronal, konsentrasi natrium
dan riwayat kejang yang tidak beralasan
meningkat setelah ambang batas
meskipun EEG dan MRI normal.[23]

3
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
depolarisasi tercapai. Konsentrasi karena perbedaan gradien konsentrasi
natrium ekstraselular yang besar, serta ekstraselular. Hiperinfraseasi
gradien listrik negatif di dalam sel, selanjutnya menurunkan potensi
menghasilkan masuknya natrium yang membran neuron, membuat generasi
signifikan saat kanal natrium terbuka. potensial aksi lebih tidak mungkin dan
Fenitoin, karbamazepin dan valproat keadaan depolarisasi neuron yang
merukapan AED generasi pertama, dan diaktifkan menjadi tidak terjadi.
AED generasi kedua seperti Barbiturat yang mengikat reseptor
oxcarbazepin dan lamotrigine yang GABA berbeda dari benzodiazepin
bekerja dengan cara ini. Fenitoin obat karena situs pengikat berada di bagian
yang menggunakan prinsip dari membran reseptor.[26] Barbiturat juga
penghambat kanal natrium, yang tampaknya mempotensiasi aktivitas
menghambat depolarisasi pada kanal GABA (dan benzodiazepin) dengan
natrium pada korteks motor dan meningkatkan respon inhibisi terhadap
menghalangi pengeluaran neuron GABA endogen. Barbiturat sangat
berulang.[26] Oleh karena itu, ada efek bervariasi dalam strukturnya, yang
fenitoin yang lebih besar pada neuron memberi spektrum efek sedatif (yaitu,
dengan depolarisasi yang lebih pentobarbital dan thiopental yang
menonjol atau lebih sering dikeluarkan. sangat menenangkan).[23]
Phenytoin mengurangi gerakan natrium Penghambat kanal kalsium.
ke dalam sel dengan mengikat kanal- Penghambat kanal kalsium juga salah
kanal sehingga mengalami gangguan satu mekanisme kerja obat antiepilepsi.
voltase setelah depolarisasi dan Kanal kalsium terlihat pada neuron
memodifikasi permeabilitas natriumnya. presinaptik dan terlibat dalam
Phenytoin juga tampaknya mengurangi depolarisasi neuron. Ethosuximide
amplitudo potensial aksi dan adalah bahan unik yang digunakan
memperlambat konduksi neuron, untuk menghilangkan kejang, yang
keduanya kemungkinan terkait dengan tampaknya menghambat kanal kalsium
penghambatan kanal natrium. ambang rendah pada neuron thalamic.
Menariknya, tampak seolah-olah Asam valproat tampaknya memiliki
lamotrigin, karbamazepin dan fenitoin aktivitas serupa pada kanal ini, yang
semua mengikat reseptor yang sama juga membantu untuk tidak mengalami
pada aspek ekstraselular saluran kejang. Beberapa bukti menunjukkan
natrium, tetapi sebenarnya bahwa bahwa fenitoin mungkin memiliki
masing-masing obat dapat bersaing beberapa aktivitas dalam menghambat
dengan yang lain untuk mendapatkan aktivasi saluran kalsium secara
reseptor yang tersedia.[25,27] presinaptik. Agen lain seperti felbamate,
Potensiasi GABA. Potensiasi yang menentang reseptor glutamat-
atau agonisme reseptor GABA dan NMDA, dan barbiturat yang menipiskan
penghambat kanal klorida adalah respons terhadap ransangan
mekanisme kerja obat yang berbeda neurotransmitter seperti glutamat,
untuk AED generasi pertama, terutama menghambat masuknya kalsium secara
benzodiazepin. Dengan memodifikasi postsinaps.[29]
masuknya kation, agonis GABA Tulang terdiri dari sel
menekan neuron untuk menjadi pendukung, yaitu osteoblas dan
hiperpolasiasi dengan membuka kanal osteosit. Yang bekerja merenovasi sel,
klorida. Barbiturat juga mengaktifkan yaitu osteoklas dan matriks non-mineral
reseptor GABA dengan mengikat ke dari protein kolagen dan non-kolagen
tempat yang berbeda dari yang disebut osteoid, dengan garam
benzodiazepin. Asam valproat menekan mineral anorganik yang tersimpan
pembentukan dan menghambat dalam matriks.[7] Selama hidup, tulang
degradasi GABA endogen, walaupun menjalani proses pertumbuhan
dampak klinis mekanisme kerjai ini tidak longitudinal dan radial, pemodelan
jelas. Benzodiazepin mengikat reseptor (pembentukan kembali) dan remodeling.
GABA antara subunit a dan g, terutama Pertumbuhan longitudinal terjadi pada
a-1 dan g-2.[28] Pengikatan ekstraselular pelat pertumbuhan, dimana tulang
ini membuka kanal klorida dan rawan berproliferasi di daerah epifisis
memungkinkan masuknya klorida dan metafisis pada tulang panjang,

4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
sebelum kemudian menjalani dan tidak ada pedoman definitif untuk
mineralisasi untuk membentuk tulang evaluasi atau pengobatan yang telah
primer baru.[12] ditentukan. Sebagian besar pasien
Meskipun beberapa penelitian epilepsi didiagnosis dan dirawat di masa
menunjukkan bahwa pasien dengan kanak-kanak dan remaja, dan periode
epilepsi yang diobati dengan AED ini sangat penting dalam mencapai
memiliki peningkatan risiko patah tulang, massa pertumbuhan tulang. Oleh
kepadatan mineral tulang yang rendah karena itu, perlu diselidiki apakah AED
(BMD), dan kelainan pada metabolisme mempengaruhi pertumbuhan tulang
tulang, penyakit kerangka yang terkait pasien pediatrik dengan epilepsi.[33]
dengan pengobatan AED jangka Pemeliharaan pertumbuhan dan
panjang tidak dikenali mekanismenya kesehatan tulang merupakan proses
secara rinci.[1] Dalam sebuah survei yang kompleks yang dapat dipengaruhi
terhadap> 1000 ahli neurologi dewasa oleh penyakit dan status gizi pasien
dan anak-anak yang dirancang untuk yang mendasarinya, namun juga oleh
menilai kesadaran akan efek terapi AED faktor kimia. Jika pengobatan AED
terhadap kesehatan tulang, hanya 28% dikaitkan dengan gangguan
orang dewasa dan 41% anak-anak yang pertumbuhan yang alami dan
dilaporkan terdapat penyakit tulang. metabolisme kalsium, parameter klinis
Kurangnya konsensus antara dokter seperti kadar kalsium serum dan
mengenai dampak terapi AED terhadap pertumbuhan tinggi badan alami dapat
tulang dapat membuat pasien epilepsi mengungkapkan kelainan setelah terapi
berisiko, terutama anak-anak, berkaitan AED pada pasien anak-anak dengan
dengan kesehatan tulang atau epilepsi.[34] Penelitian lain menunjukkan
mengembangkan penyakit tulang.[30,31] bahwa, asam valproate disamping dapat
Bukti menunjukkan bahwa mengganggu proliferasi kondrosit plat
pasien dengan epilepsi cenderung pertumbuhan secara langsung juga
mengalami masalah tulang dan patah mempengaruhi kadar kalsium serum,
tulang. Namun, satu meta-analisis sehingga secara signifikan
menyimpulkan bahwa defisit kepadatan mempengaruhi pertumbuhan anak-anak
mineral tulang terlalu kecil untuk dengan epilepsi secara alami. Hasil ini
menjelaskan peningkatan risiko patah menimbulkan kekhawatiran serius
tulang pada pasien dengan epilepsi. tentang pertumbuhan pasien epilepsi
Kelainan tulang seperti perawakan pediatrik yang menggunakan AED, dan
pendek, gigi yang tidak normal, rakhitis berpotensi untuk memantau secara
dan osteomalasia dilaporkan terkait ketat pertumbuhan anak-anak dan
dengan penggunaan AED.[32] remaja epilepsi dengan perawatan AED,
Mekanisme yang melaluinya AED terutama VPA.[35]
menyebabkan metabolisme tulang yang Asam valproat (VPA) adalah
abnormal dan meningkatkan fraktur antikonvulsi spektrum luas. Ini bukan
tidak sepenuhnya dipahami. Laporan obat penenang dan dikaitkan dengan
telah menunjukkan bahwa hipokalsemia efek kognitif atau perilaku yang lebih
adalah kelainan biokimia penting pada sedikit daripada obat lain seperti
individu yang menerima enzim sitokrom Phenobarbital. Di sisi lain, VPA
P450 yang dirangsang enzim AED, yang menyebabkan banyak efek samping
berpotensi meningkatkan katabolisme yang dapat mengganggu kepatuhan
vitamin D ke metabolit yang tidak aktif, pengobatan.1 Pada penelitian lain
yang dapat menyebabkan pengurangan menunjukkan bahwa, terdapat
kalsium. Namun, beberapa AED yang penurunan yang signifikan dari
tidak mengurangi enzim juga dikaitkan pertumbuhan linier (tinggi) dan kenaikan
dengan massa tulang rendah.7 Generasi berat badan dan BMI dengan dimulainya
baru AED, termasuk oxcarbazepine waktu pada monotarpay VPA regular,
(OXA), topiramate (TPM) dan lamotrigin meskipun pada tingkat normal, terjadi
(LTG), telah disetujui sebagai pilihan peningkatan kadar glukosa serum yang
terapeutik untuk epilepsi. Namun, signifikan pada usia 6 dan 12 bulan,
sampai saat ini, tidak ada konsensus sementara kalsium serum tidak
tentang efek pada metabolisme tulang menunjukkan perubahan. Untuk
pada individu yang menerima AED ini mendukung temuan kami, peneliti lain

5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
melaporkan terdapat penurunan massa 3. WHO. WHO | Epilepsy Fact
tulang di tulang belakang lumbal dan sheet. WHO. 2017.
tengah radius distal pada anak-anak 4. Listiana SA, Setiawan D, Susanti.
tanpa cacat fisik yang diobati dengan Identifikasi Permasalahan Dosis
VPA selama ≥6 atau 18 bulan. Hal ini dan Interaksi Obat pada Pasien
menunjukkan bahwa VPA dapat Askes dan Umum Penderita
mengganggu pertumbuhan tulang.[5,36] Epilepsi di RSUD Prof. Dr.
Hasil ini dan yang lainnya Margono Soekardjo Purwokerto.
mendukung anggapan bahwa AEDs Pharmacy. 2012;9(2):58–73.
dapat menyebabkan keropos tulang 5. Tatum WO. Antiepileptic drugs:
tanpa menimbulkan kekurangan vitamin adverse effects and drug
D dan kekurangan vitamin D, yang interactions. Continuum
menunjukkan bahwa mekanisme lain (Minneap Minn). 2010;16(3
mungkin bertanggung jawab. Selain itu, Epilepsy):136–58.
dilaporkan bahwa, efek VPA yang 6. Rogawski MA, Cavazos JE.
dilaporkan pada keropos tulang pada Mechanisms of action of
pasien epilepsi beragam, termasuk antiepileptic drugs. Wyllie’s Treat
kehilangan tulang, hiper dan Epilepsy Princ Pract. 2015;1128.
hipokalsemia atau kadar kalsium serum 7. Lee H-S, Wang S-Y, Salter DM,
normal.[9] Wang C-C, Chen S-J, Fan H-C.
The impact of the use of
3. KESIMPULAN antiepileptic drugs on the growth
Epilepsi merupakan kelainan of children. BMC Pediatr.
neurologis yang dapat menyerang 2013;13:211.
dewasa ataupun anak. Pengobatan 8. Kanemura H, Sano F, Maeda YI,
epilepsi merupakan pengobatan yang Sugita K, Aihara M. Valproate
tidak sebentar. Secara epidemiologi sodium enhances body weight
epilepsi banyak menyerang anak. Masa gain in patients with childhood
kanak-kanak dan remaja adalah periode epilepsy: A pathogenic
penting untuk mencapai massa tulang mechanisms and open-label
puncak, dan ini adalah periode penting clinical trial of behavior therapy.
untuk pertumbuhan pada umumnya; dan Seizure. 2012;21(7):496–500.
kebanyakan pasien dengan epilepsi 9. Svalheim S, Sveberg L, Mochol
didiagnosis dan dirawat pada periode M, Taubøll E. Interactions
ini, oleh karena itu, AED, dan terutama between antiepileptic drugs and
VPA, harus digunakan dengan hati-hati hormones. Seizure. 2015;28:12–
pada pasien anak-anak dengan epilepsi. 7.
Sehingga saran penulis untuk 10.Grabowski P. Physiology of
penelitian selanjutnya agar meneliti obat bone. In: Calcium and Bone
antiepilepsi lain yang dapat Disorders in Children and
menghambat pertumbuhan anak pada Adolescents: Second Edition.
pasien epilepsi anak. 2015. 33–55.
11.Clarke B. Normal bone anatomy
Daftar Pustaka and physiology. Vol. 3 Suppl 3,
1. Maksoud HMA, El-Shazly SM, Clinical journal of the American
El Saied MH. Effect of Society of Nephrology : CJASN.
antiepileptic drug (valproic acid) 2008.
on children growth. Egypt 12. Kini U, Nandeesh BN.
Pediatr Assoc Gaz. Physiology of bone formation,
2016;64(2):69–73. remodeling, and metabolism. In:
2. Xu X, Zhang H, Xu Y, Zhao Z, Radionuclide and Hybrid Bone
Xu D, Wu Y. Effects of Imaging. 2012. 29–57.
antiepileptic drugs on 13. Kiranadi B, Winanto A, Manalu
reproductive endocrine function, W, Handharyani E. Pemberian
sexual function and sperm Asam Valproat pada Induk Tikus
parameters in Chinese Han men Bunting Menghambat Sintesis
with epilepsy. J Clin Neurosci. Insulin pada Sel Otak Anak Tikus
2013;20(11):1492–7. (Valproic Acid Administration in

6
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Pregnant Rats Inhibits Insulin Mechanisms of Action of
Synthesis n in Brain Cells of the Antiepileptic Drugs. Wyllie’s
Offsprings). 2016;49(3). Treat Epilepsy. 2014;(6):1–8.
14. Verrotti A, Scardapane A, 26. McNamara JO.
Franzoni E, Manco R, Chiarelli Pharmacotherapy of the
F. Increased oxidative stress in Epilepsies. In: Goodman &
epileptic children treated with Gilman’s: The Pharmacological
valproic acid. Epilepsy Res. Basis of Therapeutics, 12e.
2008;78(2–3):171–7. 2011. 583–606.
15. World Health Organization. 27. Stafstrom CE. Mechanisms of
Epilepsy in the WHO South- action of antiepileptic drugs: the
East Asian Region. 2017;18–20. search for synergy. Curr Opin
16. Henry TR. Seizures and Neurol. 2010;23(2):157–63.
Epilepsy : Pathophysiology and 28. Uusi-Oukari M, Korpi E.
Principles of Diagnosis. Hosp Regulation of GABAA receptor
Physician Epilepsy Board Rev subunit expression by
Man. 2012;1(1):1–21. pharmacological agents.
17. Goldenberg MM. Overview of Pharmacol Rev. 2010;62(1):97–
drugs used for epilepsy and 135.
seizures: etiology, diagnosis, 29. Brown C. Pharmacological
and treatment. P T. management of epilepsy. Vol.
2010;35(7):392–415. 20, Progress in Neurology and
18. Moshé SL, Perucca E, Ryvlin P, Psychiatry. 2016. p. 27–34.
Tomson T. Epilepsy: New 30. Pack AM. The Association
advances. Vol. 385, The Lancet. Between Antiepileptic Drugs
2015. 884–98. and Bone Disease. Epilepsy
19.Vykuntaraju KN, Bhat S, Sanjay Curr. 2003;3(3):91–5.
KS, Govindaraju M. Symptomatic 31. Singh A, Trevick S. The
west syndrome secondary to Epidemiology of Global
Glucose Transporter-1(GLUT1) Epilepsy. Vol. 34, Neurologic
deficiency with complete Clinics. 2016. p. 837–47.
response to 4:1 ketogenic diet. 32. Parakh M, Katewa V. Non-
Indian J Pediatr. Pharmacologic Management of
2014;81(9):934–6. Epilepsy. Vol. 81, Indian Journal
20. Felton EA. The Generalized of Pediatrics. 2014. p. 1073–80.
Epilepsies: Description, 33. Christian Machado Ximenes J,
Pathophysiology, Treatment, Crisóstomo Lima Verde E, da
and Prognosis. Neurol Rep. Graça Naffah-Mazzacoratti M,
2015;11–8. Socorro de Barros Viana G.
21. Handbook of Clinical Neurology Valproic Acid, a Drug with
3RD Series. Handb Clin Neurol. Multiple Molecular Targets
2012;108(C):v. Related to Its Potential
22. Fisher RS, Cross JH, French Neuroprotective Action.
JA, Higurashi N, Hirsch E, Neurosci Med. 2012;3(1):107–
Jansen FE, et al. Operational 23.
classification of seizure types by 34. Schmidt D, Schachter SC. Drug
the International League Against treatment of epilepsy in adults.
Epilepsy: Position Paper of the BMJ. 2014;348:g254.
ILAE Commission for 35. Diederich M, Chateauvieux S,
Classification and Terminology. Morceau F, Dicato M. Molecular
Epilepsia. 2017;58(4):522–30. and therapeutic potential and
23. Cook AM, Meriem K. R eview toxicity of valproic acid. J
Mechanisms of action of Biomed Biotechnol. 2010;2010,
antiepileptic drugs R eview. 201.
2011;8:307–13. 36. Perucca P, Gilliam FG. Adverse
24. Jefferys J. Basic mechanisms of effects of antiepileptic drugs.
epilepsy. Epilepsia. 2009;15–9. Vol. 11, The Lancet Neurology.
25. Rogawski M, Cavazos JE. 2012. 792–802.

7
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
PERBANDINGAN PANDUAN
Artikel
NASIONAL TATALAKSANA
Penyegar TUBERKULOSIS TAHUN 2014 DI
INDONESIA DAN PANDUAN
TERBARU TERAPI UNTUK TERDUGA
TB MENURUT WHO TAHUN 2017

Ria Mustika Baharuddin1

1
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

1. PENDAHULUAN Jumlah kematian akibat TB diperkirakan


61.000 kematian per tahunnya.[5]
Tuberkulosis (TB) merupakan Meskipun memiliki beban
penyakit menular yang masih menjadi penyakit TB yang tinggi, Indonesia
permasalahan di dunia kesehatan merupakan Negara pertama di antara
hingga saat ini[1]. Pada tahun 1992 High Burden Country (HBC) di wilayah
World Health Organization (WHO) telah WHO South-East Asian yang mampu
mencanangkan tuberkulosis sebagai mencapai target global TB untuk deteksi
Global Emergency.[2] kasus dan keberhasilan pengobatan
TB merupakan penyebab pada tahun 2006.[5] Indonesia berhasil
kematian kesembilan tertinggi di dunia, mencapai target Millenium Development
dan merupakan penyebab kematian Goal(MDG) untuk penemuan kasus TB
utama dalam kasus infeksi.[3]. Setiap di atas 70% dan angka kesembuhan
detik ada satu orang yang terinfeksi 85% pada tahun 2006.[1]
tuberkulosis di dunia, dan sepertiga Meskipun secara nasional
populasi dunia telah terinfeksi kuman menunjukkan perkembangan yang
tuberkulosis.[2] Dalam laporan WHO meningkat dalam penemuan kasus dan
tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 tingkat kesembuhan, pencapaian di
juta kasus TB padatahun 2012 dimana tingkat provinsi masih menunjukkan
1,1 juta orang (13%) di antaranya disparitas antar wilayah. Sebanyak 28
adalah pasien dengan HIV positif.[4] provinsi di Indonesia belum dapat
Pada tahun 2016, sekitar 10,4 juta mencapai angka penemuan kasus
penduduk terinfeksi TB (90% dewasa, (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi
60% laki-laki, 10% dengan HIV positif), menunjukkan pencapaian 70% CDR
1,3 juta kematian diakibatkan oleh TB dan 85% kesembuhan.[5]
Paru dengan HIV negatif, dan 374.000 Kasus TB yang telah ditemukan,
kematianakibat TB paru dengan HIV selanjutnya akan mendapatkan layanan
positif. Estimasi terbesar dari insiden pengobatan selama enam bulan.[5]
kasus TB pada tahun 2016 terjadi di Pengobatan kasus TB sendiri
wilayah Asia Tenggara(45%).[3] merupakan salah satu strategi utama
Indonesia sendiri saat ini berada pengendalian TB karena dapat
pada peringkat kelima sebagai Negara memutuskan rantai penularan.
dengan beban TB tertinggi di dunia Pedoman tatalaksana TB terus
setalah China, India, Filipina dan mengalami revisi dan perbaikan dari
Pakistan.[3,5] Estimasi prevalensi TB tahun ke tahun. Penting bagi pemerintah
semua kasus di Indonesia adalah untuk mengikuti perkembangan
sebesar 660.000 dan estimasi insidensi pengobatan TB dunia dalam mengatasi
berjumlah 430.000 kasus baru pertahun. kasus TB nasional.

1
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
2. ISI gambaran histologi TB atau bukti klinis
2.1 Defenisi Kasus Tuberkulosis sesuai TB.[1]
Suspek TB adalah seseorang Diagnosis TB ditegakkan
dengan gejala atau tanda sugestif TB berdasarkan terdapat paling sedikit satu
(WHO pada tahun 2013 merevisi istilah spesimen konfirmasi M.tuberculosis
suspek TB menjadi presumtif/terduga atau sesuai dengan gambaran histologi
TB). Gejala umum TB adalah batuk atau bukti klinis dan radiologi sesuai
produktif lebih dari dua minggu yang TB.[1]
disertai gejala pernapasan seperti sesak
napas, nyeri dada, batuk darah dan/atau 2.3 Rekomendasi Pengobatan TB
gejala tambahan seperti menurunnya Paru Kasus Baru di Indonesia
Menurut ISTC (International
nafsu makan, menurun berat badan, Standards for Tuberculosis Care)
keringat malam dan mudah lelah.[1] Tahun 2014
International Standar for
Defenisi kasus TB adalah sebagai Tuberculosis Care (ISTC)
berikut :[1] dikembangkan pada tahun 2005 dan
telah mengalami dua kali perbaruan
Kasus TB definitif adalah kasus pada tahun 2009 dan 2014. International
dengan salah satu dari Standards for Tuberculosis Care
spesimen biologis positif merupakan standar minimal yang harus
dengan pemeriksaan dipenuhi dalam tatalaksana pasien TB
yang terdiri atas 6 standar untuk
mikroskopis apusan dahak penegakan diagnosis TB, 7 standar
biakan atau diagnosistik cepat untuk pengobatan TB, 4 standar untuk
yuang telah disetujui oleh WHO fungsi tanggungjawab kesehatan
( seperti Xpert MTB/RIF). masyarakat.[1]
Kasus TB diagnosis klinis Pengobatan tuberkulosis terbagi
adalah kasus TB yang tidak menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7
dapat memenuhi criteria
bulan.[2] Berdasarkan hasil penelitian
konfirmasi bakteriologis wal;au metaanalisis maka WHO
telah diupayakan maksimal merekomendasikan paduan standar
tetapi ditregakkan diagnosis TB untuk TB Paru kasus baru adalah
aktif oleh klinisi yang 2RHZE/4RH (Rekomendasi A).[1]
memutuskan untuk memberikan Paduan alternative 2RHZE/4R3H3 harus
pengobatan TB berdasarkan disertai pengawasan ketat secara
langsung untuk setiap dosis
foto thorax abnormal, obat.(Rekomendasi B)[1]
pemeriksaan histopatologi Saat ini paduan tatalaksana
subjektif dan kasus ektraparu. Indonesia menggunakan paduan
2RHZE/4R3H3 dengan pengawasan
Semua orang dengan batuk ketat secara langsung oleh PMO.[1]
produktif dua sampai tiga minggu yang Pengobatan TB harus selalu meliputi
tidak dapat dijelaskan sebaiknya pengobatan tahap awal dan tahap
dievaluasi untuk TB (Standar 1 lanjutan dengan maksud:[7]
International Standards for Tuberculosis
Tahap awal (fase intensif):
Care)[1] Pengobatan diberikan setiap
hari. Paduan pengobatan pada
2.2 Diagnosis Tuberkulosis tahap ini adalah dimaksudkan
Diagnosis TB ditegakkan untuk secara efektif
berdasarkan terdapatnya paling sedikit menurunkan jumlah kuman
satu specimen konfirmasi M. yang ada dalan tubuh pasien
tuberculosis atau sesuai dengan dan menimalisir pengaruh dari

2
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
sebagian kecil kuman yang Paduan OAT yang digunakan di
mungkin sudah resisten sejak Indonesia (sesuai rekomendasi WHO
awal pada semua pasien baru, dan ISTC) yang digunakan oleh
harus diberikan selama 2 bualn. Program Nasional Pengendalian
Tahap lanjutan (fase lanjutan): Tuberkulosis di Indonesia adalah :[7]
Pengobatan tahap lanjutan Kategori 1 :
merupakan tahap yang penting 2(HRZE)/4(HR)3
untuk membunuh sisa-sisa Kategori2:
kuman yang masih ada dalam 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
tubuh khususnya kuman
persisten sehingga pasien dapat Paduan OAT Kategori 1 dan Kategori 2
sembuh dan mencegah disediakan dalam bentuk paket obat
terjadinya kekambuhan. kombinasi dosis tetap (OAT-KDT).[7]

Tabel 1. Dosis Rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa[1,7]

Dosisrekomendasi
Harian 3 kali per minggu
OAT
Dosis (mg/kgBB) Maksimum Dosis Maksimum
(mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifamfisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) 35 (20-40)
Etambutol 15 (15-20) 30 (25-35)
Stretomisin 15 (12-18) 15 (12-18) 1000

Catatan : Pasien berusia di atas 60 tahun tidak dapat mentoleransi streptomisin lebih dari 500-700 mg per hari,
beberapa pedoman merekomendasikan dosis 10 mg/kgBB pada pasien kelompok usia ini. Pasien dengan berat
badan di bawah 50 kg tidak dapat mentoleransi dosis lebihdari 500-750 mg per hari.[1]

Tabel 2. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3[7]

Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali


Berat Badan selama 56 hari RHZE seminggu selama 16
(150/75/400/275) minggu RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tabelt 2KDT
>71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 3. Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1 : 2RHZE/4H3R3[7]

Dosis per hari / kali Jumlah


Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/kali
Tahap Lama
isoniazid Rifamsin Pirazinamid Etambutol menelan
Pengobatan Pengobatan
@300 @450 @500 mg @250 mg obat
mg mg
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

3
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
2.4 Panduan Terapi untuk Terduga TB mikroorganisme tertentu. Berdasarkan
menurut WHO 2017 nilai MIC90, fluorokuinolon generasi
keempat seperti moksifloksasin dan
2.4.1 Efektivitas terapi singkat 4 gatifloksasin memiliki nilai MIC90 yang
bulan dengan regimen Florokuinolon kecil terhadap Mycobacterium
pada pasien tersangka TB Paru. tuberculosis dikuti oleh levofloksasin,
ofloksasin dan siprofloksasin.[9]
Rekomendasi : Pada pasien Namun demikian, hasil
tersangka TB paru, terapi singkat 4 penelitian meta analisis menunjukkan
bulan dengan regimen Florokuinolon bahwa penggunaan florokuinolon pada
seharusnya tidak digunakan dan terapi terapi awal tuberkulosis memperlihatkan
dasar 6 bulan regimen 2RHZE/4HR peningkatan angka relaps dalam 4 bulan
tetap menjadi regimen yang dianjurkan. terapi awaldan dapat meningkatkan
(Rekomendasi kuat)[8] angka resistensi terhadap
Meskipun pemendekan durasi florokuinolon.[8]
terapi TB merupakan target penelitian Pada penelitian metanalisis
global, namun GDG (Guideline lainnya oleh Chen dkk
Development Group) sangat tidak menunjukkanadanya 19 hari
menganjurkan penggunaan regimen keterlambatan diagnosis pada TB paru
florokuinolon kurang dari 4 bulan dan yang diterapi dengan florokuinolon.
tetap merekomendasikan pengobatan Waktu tersebut lebih lama dibandingkan
standar 6 bulan dengan regimen dengan TB paru yang diterapi dengan
Rifamfisin (2RHZE/4HR) sebagai terapi antibiotik non florokuinolon. Selain itu,
utama pada terduga TB. [8] TB paru yang diterapi florokuinolon
Data GDG dari beberapa memiliki resiko 2,7 kali lebih besar untuk
penelitian menyatakan bahwa terapi berkembang menjadi TB paru resisten
kuinolon yang lebih singkat yaitu 4 bulan florokuinolon.[10] Penelitian terbaru oleh
berkaitan dengan peningkatan signifikan Chaterine dkk memperlihatkan bahwa
akan kejadian TB paru relaps pada 18 rata-rata 12,9 hari keterlambatan
bulan evaluasi awal dibandingkan diagnosis dengan florokuinolon juga
dengan pengobatan standart 6 bulan berkontirbusi terhadap penundaan
terapi rifamfisin, meskipun pada 2 bulan diagnosis tuberkulosis.[11]
terapi florokuinolon menunjukkan Adanya kaitan antara durasi
peningkatan yang cukup tinggi pada penggunaan dan resistensi florokuinolon
hasil konversi kultur.[8] masih menjadi pertanyaan yang
Fluorokuinolon secara menarik.[10,11] Pada laporan sebelumnya
farmakologis bekerja menghambat penggunaan florokuinolon jangka
enzim DNA gyrase dan topoisomerase pendek tidak berhubungan dengan
IVyang menyebabkan kegagalan resistensi.[11] Namun, laporan terbaru
replikasi DNA pada bakteri dan memperlihatkan penggunaan
mikobakteri. Perbedaan efek florokuinolon lebih dari 10 hari
bakterisidal obat-obatan golongan berhubungan dengan resistensi.[10]
fluorokuinolon dilihat berdasarkan nilai Fluorokuinolon generasi
Minimum Inhibitory Concentration (MIC), keempat memang memiliki aktivitas
yaitu konsentrasi terendah dari suatu antimikobakterial yang tinggi terhadap
antibiotik yang dapat menghambat Mycobacterium tuberculosis, dalam
pertumbuhan mikroorganisme tertentu. mengurangi gelaja respiratori dan
Nilai MIC berlawanan dengan menghasilkan gambaran perbaikan
sensitivitas antibiotik, semakin kecil nilai radilogi yang membaik sehingga dapat
MIC maka semakin besar sensitivitas dipertimbangkan sebagai salah satu
antibiotik tersebut terhadap obat pengobatan TB.[9,110] Namun,
mikroorganisme tertentu. Nilai MIC penggunaan florokuinolon sebagai
dinyatakan dalam MIC90 atau terapi awal TB akan mengurangi
konsentrasi terendah antibiotik yang efektifitas penggunaan florokuinolon
dapat menghambat 90% pertumbuhan sebagai terapi TB MDR.[12]

4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
2.4.2 Efektifitas Penggunaan Saat ini belum ada studi
Kombinasi Dosis Tetap dibandingkan farmakoninetik yang dilakukan untuk
dengan Dosis Terpisah pada Pasien membandingkan antara penggunaan
Terduga TB KDT dalam biovalibitas jika
dibandingkan dengan dosis terpisah.
Rekomendasi: Penggunaan Oleh sebab itu diperlukan penelitian
Kombinasi Dosis Tetap yang lebih lanjut di masa depan. [8]
direkomendasikan lebih baik
dibandingkan dosis terpisah pada 2.4.5 Efektivitas dari dosis intermiten
pasien terduga TB.[8] (tiga kali seminggu) pada terapi TB
Data GDG yang didasarkan dibandingkan dengan dosis perhari
pada sistematik review secara
Randomized Controlled Trials Rekomendasi :Pada semua
menunjukkan bahwa terdapat sedikit pasien terduga TB Paru, penggunaan
peningkatan konversi kultur pada 2 dosis tiga kali seminggu tidak
bulan pertama terapi dengan KDT, direkomendasikan baik pada fase
meskipun tidak ada perbedaan pada intensif maupun pada fase lanjutan dan
hasil akhir terapi TB.[8] dosis perhari tetap menjadi frekuensi
Penelitian yang dilakukan Al dosis yang dianjurkan.[8]
Shaer dkk. memperlihatkan tidak ada Penggunaan dosis intermiten
perbedaan signifikan antara (tiga kali seminggu) pada terapi TB telah
penggunaan KDT dibandingkan dosis diadopsi pada beberapa Negara dalam
terpisah pada pasien baru TB tanpa rangka untuk meningkatkan kepatuhan
disertai penyakit penyerta. Namun, pada berobat dan mengurangi beban sistem
pasien TB yang juga menderita DM kesehatan.[8]
memperlihatkan perubahan konversi Penelitian menunjukkan bahwa
kultur yang lebih cepat pada pasien yang menggunakan dosis tiga
penggunaan KDT dibandingkan dosis kali seminggu dalam terapi TB selama
terpisah. Pada efek samping yang fase intensif memiliki resiko besar
ditemukan gangguan visual dan terjadinya gagal terapi, relaps, and
muskuloskeletal lebih banyak ditemukan resisten obat. Oleh karena itu, dosis tiga
pada penggunaan dosis terpisah kali seminggu dalam fase intensif
dibandingkan KDT. Namun penelitian seharusnya tidak pernah digunakan.[8]
lain, memperlihatkan bahwa Hal ini juga terjadi ketika dosis
penggunaan KDT dapat meningkatkan tiga kali seminggu selama fase lanjutan
efek samping pada gangguan dibandingkan dengan dosis perhari.
gastrointestinal.[13] Terdapat risiko yang lebih besar untuk
Kepuasan pasien meningkat terjadinya gagal terapi dan relaps pada
pada penggunaan KDT dibandingkan pasien yang menggunakan dosis tiga
dosis terpisahkarena penggunaan KDT kali seminggu selama fase lanjutan.
menurunkan jumlah pil yang harus Pada kasus ini, resisten obat yang
diminum tiap harinya oleh pasien. KDT terjadi berbeda dari fase intensif. Jika
memiliki beberapa keuntungan seperti dosis tiga kali seminggu digunakan,
pemesanan menjadi lebih mudah, penting untuk meyakinkan bahwa
memudahkan manajemen pasokan, dan pasien tidak akan lupa akan terapinya.[8]
mengurangi terjadinya kehabisan obat.[8] Penelitian oleh Mandal dkk.
Keuntungan lainnya, KDT dapat melaporkan bahwa berdasarkan
meningkatkan penerimaan dan success rate dalam konversi sputum
kepatuhan penderita. Kepatuhan dari positif ke negative, tidak ada
pengobatan sendiri merupakan salah perbedaan yang signifikan antara dosis
satu kunci keberhasilan terapi.[15]Oleh intermiten dan dosis perhari. Namun,
sebab itu, meskipun tidak ada jika dilihat dari jumlah kasus default
perbedaan yang signifikan secara nampaknya pola intermiten memiliki
stastistik antara penggunaan KDT pada jumlah kasus default yang lebih banyak.
kasus relaps, resistensi dan efek Namun, pola terapi perhari dilaporkan
samping, namun KDT lebih dianjurkan memiliki frekuensi kemunculan efek
sebagai rekomendasi terapi. samping obat yang lebih tinggi.[16]

5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Sedangkan penelitian Kazosi intermitten (5%) dibandingkan dosis
dkk. menunjukkan keberhasilan terapi perhari (4%).Namun demikian, kasus
yang lebih tinggi pada dosis perhari default justru lebih banyak didapatkan
(90%) dibandingkan dosis intermitten pada dosis perhari(5%) dibandingkan
(88%). Kasus relaps dan gagal lebih dosis intermiten (0%).[17]
banyak ditemukan pada dosis

Perbedaan Terapi Panduan Nasional Tatalaksana Tuberkulosis 2014 di Indonesia


dan Panduan Tatalaksana Terduga TB Menurut WHO 2017.

Panduan Nasional Tatalaksana Panduan Tatalaksana Tersangka Kasus


Tuberkulosis di Indonesia berdasarkan Tuberkulosis dan Perawatan Pasien
Keputusan Menteri Kesehatan Tahun Terbaru Tahun 2017 menurut WHO
2014 Tahun 2017
Penggunaan Regimen Standar Pada TB
Pasien TB Paru kasus baru harus Pasien TB Paru kasus baru harus
menerima pengobatan standart 6 bulan menerima pengobatan standart 6 bulan
regimen rifamfisin : 2RHZE/4H3R3 regimen rifamfisin : 2RHZE/4HR
(Rekomendasi Kuat)
Terapi 2RHZE/6HE telah dihapuskan Terapi 2RHZE/6HE telah dihapuskan
(Rekomendasi Kuat)
Efektivitas Terapi Jangka Pendek Regimen Florokuinolon
Belum ada rekomendasi Pada pasien tersangka kasus baru TB
Paru, pengobatan 4 bulan dengan regimen
Secara umum di Indonesia, tidak florokuinolon tidak boleh digunakan dan
dianjurkan penggunaan florokuinolon pada pengobatan standar 6 bulan 2HRZE/4HR
terduga TB.[7] tetap menjadi rekomendasi terapi
(Rekomendasi Kuat)
Efektivitas Pengobatan TB dengan Menggunakan Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
atau Dosis Terpisah pada Terduga TB
Belum ada rekomendasi Penggunaan obat Kombinasi Dosis Tetap
(KDT) lebih baik dibandingkan monoterapi
pada pasien tersangka kasus TB
(Rekomendasi kondisional)
Frekuensi Pemberian Obat TB pada kasus baru : Efektivitas dari dosis intermiten
(Tiga Kali Seminggu) dibandingkan dengan Dosis Perhari

Paduan standar untuk TB Paru kasus Baru Pada semua pasien tersangka TB Paru
adalah 2RHZE/4RH (rekomendasi A) kasus Baru, penggunaan dosis tiga kali
Paduan alternative 2RHZE/4R3H3 harus seminggu pada fase intensif maupun fase
disertai pengawasan ketat secara lanjutan tidak direkomendasikan dan dosis
langsung untuk setiap dosis (rekomendasi perhari menjadi dosis yang
B) direkomendasikan (Rekomendasi
kondisional).
Rekomendasi didasarkan atas ISTC
(International Standard for Tuberculosis)

Obat program yang berasal dari


pemerintah Indonesia memilih
menggunakan paduan 2RHZE/4R3H3
dengan pengawasan ketat secara
langsung oleh Pengawan Menelan Obat
(PMO)[1]

6
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
3. KESIMPULAN Report 2017. France : World
Health Organization.
Tuberkulosis sampai saat ini 4. Pusat Data dan Informasi
masih menjadi masalah kesehatan Kementerian Kesehatan
masyarakat yang penting di dunia ini. Indonesia. 2016. Tuberkulosis
Pengobatan Tuberkulosis yang tidak Temukan Obati Sampai
tepat akan memberikan masalah baru Sembuh. Pusat Data dan
yaitu meningkatnya kasus resistensi, Informasi Kementerian
gagal terapi dan relaps. Saat ini paduan Kesehatan Indonesia.
tatalaksana Indonesia berdasarkan 5. Kementerian Kesehatan
WHO dan ISTC 2014 menggunakan Republik Indonesia Direktorat
paduan 2RHZE/4R3H3 dengan Jendral Pengendalian Penyakit
pengawasan ketat secara langsung oleh dan Penyehatan Lingkungan.
PMO. 2011. Stop TB Terobosan
Adapun rekomendasi terbaru Menuju Akses Universal
WHO 2017 menganjurkan pada pasien Strategi Nasional Pengendalian
terduga TB seharusnya tidak dilakukan TB di Indonesia. Kementerian
pemberian florokuinolon sebagai terapi Kesehatan Republik Indonesia
awal. Meskipun florokuinolon dapat Direktorat Jendral Pengendalian
mengurangi gejala respiratori dam Penyakit dan Penyehatan
perbaikan radilogi, hal ini justru akan Lingkungan 2011.
meningkatan kasus relaps dan 6. Pusat Data dan Informasi
resistensi terhadap flokuinolon. Kementerian Kesehatan RI
Akibatnya terjadi resistensi florokuinolon 2017. Data dan pnformasi Profil
sebagai terapi tuberkulosis pada kasus Kesehatan Indonesia 2016.
MDR-TB nantinya. Kementerian Kesehatan
Pada pemberian dosis, WHO Republik Indonesia.
menganjurkan untuk memberikan KDT 7. Kementerian Kesehatan
sebagai rekomendasi regimen. Republik Indonesia Direktorat
Penggunaan dosis intermiten (tiga kali Jendral Pengendalian Penyakit
seminggu) tidak lagi dianjurkan, dan dan Penyehatan Lingkungan.
pemberian dosis perhari menjadi 2014. Stop TB Pedoman
regimen yang direkomendasikan. Hal ini Nasional Pengendalian
didasarkan pada fakta bahwa dosis Tuberkulosis. Jakarta :
intermiten memiliki resiko besar Kementerian Kesehatan
terjadinya gagal terapi, relaps, and Republik Indonesia Direktorat
resisten obat. Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA 2014.
8. World Health
1. Kementerian Kesehatan Organization.2017. Treatment of
Republik Indonesia.2016. Tuberculosis : Guideline for
Keputusan Menteri Kesehatan Treatment of Drug Susceptible
Republik Indonesia Nomor Tuberculosis and Patient Care
HK.02.02/Menkes/305/2014 Update 2017. World Health
tentang Pedoman Nasional Organization.
Pelayanan Kedokteran 9. Tamsil Tamam A., Arifin Nawas,
Tatalaksana Tuberkulosis. Dianiati Kusumo Sutoyo. 2014.
Kementerian Republik Pengobatan Multidrugs
Indonesia 2016. Resistant Tuberculosis (MDR-
2. Perhimpunan Dokter Paru TB) dengan Paduan Jangka
Indonesia. 2003. Pedoman Pendek. Jakarta : Departemen
Diagnosis dan Penatalaksanaan Pulmonologi dan Ilmu
Tuberkulosis di Indonesia. Kedokteran Respirasi Fakultas
Perhimpunan Dokter Paru Kedokteran Universitas
Indonesia 2013. Indonesia
3. World Health Organization. 10. Chen Tun Chieh, et al. 2010.
2017. Global Tuberculosis Floroquinolone are associated
7
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
with delayed treatment and Report : Treatment of
resistance in Tuberculosis : a Tuberculosis. Department of
systematic review and meta- Health and Human Services
analysis. New York : Center for Disease Control and
International Journal of Prevention : p.25
Infectious Disease 15 (2011):
p.215 15. Kautsar Angga P., Tina A.Intani.
11. Hogan Catherine A, et al. 2016. 2016. Kepatuhan dan Efektifitas
Impact of Fluoroquinolone Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Treatment on Delay of Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
Tuberculosis Diagnosis: A dan Tunggal pada Pnederita Tb
Systematic Review and Meta- Paru Anak di Salah Satu Rusah
Analysis.Journal of Clinical Sakit di Kota Bandung. Jurnal
Tuberculosis and other Farmasi Klinik Indonesia
Mycobacterial Diasease 6 Volume 5 Nomo 3 (2016) :
(2017) : p.5 p.221
12. Takiff Howard dan Elba 16. Mandal Pranab Kumal, Abhijit
Guerrero. 2011. Minireview Mandal, Sujit Kumal
:Current Prospects for the Bhattacharyya. 2013.
Florokuinolon as the First-Line Comparing the Daily Versus the
Tuberculosis Therapy. American Intermiten Regimens of the Anti-
Society for Microbiology Vol 55 Tubercular Chemotherapy in the
No.12 : p.5421-5429 Initial Intensive Phase in Non-
13. Al-Shaer Mohammad H, et al. HIV, Sputum Positif, Pulmonary
2017. Treatment outcomes of Tuberculosis Patients. Journal
fixed-dose combination versus of Clinical and Diagnostic
separate tablet regimens in Research 2013 February Vol-
pulmonary tuberculosis patients 7(2): p.292-295
with or without diabetes in 17. Kasozi Samuel, Justin Clark,
Qatar. BMC Infectious Disease dan Suhail A.R. Doi. 2015.
(2017) 17:118 p.3-5 “Intermiten Versus Daily
14. American Thoracic Society, Pulmonary Tuberculosis
CDC, and Infectious Disease Treatment Regimens : A Meta
Society of America. 2003. Analysis. Marshfield Clinic
Morbidity and Mortality Weekly Health System.

8
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018

Anda mungkin juga menyukai