1
Maret - September 2018
SUSUNAN PENGURUS
dr. Gibran Tristan Alpharian, Sp.OT
Penanggung Jawab Universitas Padjadjaran
Marcella
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Muhammad Lutfi Herliyana
Universitas Jendral Achmad Yani
Rafik Prabowo
Bendahara Universitas Islam Indonesia
Harniza Mauludi
Universitas Muhammadiyah Jakarta
ii
Tinjauan Pustaka
Potensi Umbilical Cord Blood Derived Stem Cells dalam Memperbaiki
Kerusakan Otak Akibat Penyalahgunaan Narkotika
Irfan Hasbullah Putra, Annisa Widi Rizkia, M Yusan Pratama, Dr. dr. Andani Eka Putra, M.Sc
........................................................................................................................1
Peran Whey-Acidic-Protein Four Disulfide Core Domain 2 (Wfdc2)
sebagai Biomarker Mutakhir dalam Deteksi dan Diagnosis Dini
Kanker Ovarium
Desy Natalia, Ivana Beatrice Alberta, Astrid Dwijayanti
.................................................................................................................................................................9
..............................................................................................................................................................19
Penelitian
Perbedaan Profil Analisis Semen pada Pria di Poli Andrologi
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Berdasarkan Kriteria
Indeks Massa Tubuh
Williana Suwirman, Zakiyatul Faizah, Relly Yanuari Primariawan, Judie Hartono,
R. Haryanto Aswin
..............................................................................................................................................................35
..............................................................................................................................................................41
iii
JIMKI Volume 6 No 1 | Maret - September2018
Pengujian Efektivitas Ekstrak Capsicum Annuum sebagai Anti
Inflamasi pada Tikus Wistar yang Diinduksi Ccl4
Aldian Mulyanto Lokaria, Berliana Islamiyarti Hydra, Zelly Dia Rofinda
..............................................................................................................................................................51
..............................................................................................................................................................59
..............................................................................................................................................................64
..............................................................................................................................................................69
Artikel Penyegar
Adipose Stem Cell: Terapi Regeneratif Untuk Meningkatkan Massa
Sel Beta Pankreas dan Sensitivitas Insulin pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2
Hera Afidjati
..............................................................................................................................................................77
..............................................................................................................................................................82
..............................................................................................................................................................89
iv
JIMKI Volume 6 No 1 | Maret - September2018
PETUNJUK PENULISAN
Pedoman Penulisan Artikel
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI)
Indonesia Medical Students Journal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) merupakan publikasi ilmiah
yang terbit setiap 6 bulan sekali dalam setahun. Dalam mempublikasikan naskah
ilmiah dalam berkala ini, maka penulis diwajibkan untuk menyusun naskah sesuai
dengan aturan penulisan JIMKI yang disesuaikan degan panduan penulisan format
penulisan berkala ilmiah mahasiswa kesehatan
A. JENIS-JENIS ARTIKEL
1. Penelitian Asli
Definisi : hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran, kedokteran gigi,
kesehatan masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan farmasi.
Format penulisan :
Judul penelitian
Nama dan lembaga pengarang
Abstrak
Pendahuluan
Metode penelitian
Hasil penelitian
Pembahasan atau diskusi
Kesimpulan dan saran
Daftar pustaka
2. Advertorial
Definisi : Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.
Format penulisan :
Judul
Nama penulis & lembaga
Pengarang
Abstrak
Pendahuluan
Pembahasan
Kesimpulan
Daftar rujukan
3. Artikel Penyegar
Definisi : Artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik
yang sangat menarik dalam dunia kedokteran atau kesehatan,
memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis
secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal
dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca.
Format Penulisan :
Pendahuluan
Isi
Kesimpulan
4. Tinjauan Pustaka
Definisi : Tulisan artikel review atau sebuah tinjauan terhadap suatu
fenomena
E. PENULISAN ABSTRAK
Abstrak merupakan miniatur dari artikel sebagai gambaran utama
pembaca terhadap artikel Anda. Abstrak berisi seluruh komponen artikel
secara ringkas (pendahuluan, metode, hasil, diskusi dan kesimpulan).
Abstrak dibuat terstruktur dengan sub bagian dengan ketentuan sub bagian
dicetak tebal dan dibubuhi tanda titik dua sebelum kata selanjutnya. Abstrak
ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan panjang abstrak
tidak lebih dari 250 kata (dan tidak menuliskan kutipan pustaka. Dilengkapi
dengan kata kunci sebanyak maksimal 3-5 kata benda yang ditulis dari
umum ke khusus. Abstrak Bahasa Inggris dan keyword ditulis italic
(dimiringkan). Abstrak Bahasa Indonesia dan kata kunci ditulis tegak.
Kalimat pertama menyampaikan kontribusi penulis terhadap literatur dan
menjelaskan perbedaan penelitian/telaah yang dilakukan dibanding dengan
artikel lain yang sudah ada. Jelaskan mengapa penelitian dilakukan,
bagaimana cara melakukannya, seberapa signifikan kontribusi dari
penelitian tersebut, dan hal apa saja yang bisa dikembangkan setelah
penelitian berakhir.
3.1 Judul Isi Hasil (Titlecase, Left, Bold, Font Arial 10)
Judul dan subjudul yang muncul dalam bab ini dituliskan dengan
nomor bertingkat seperti contoh ini.
√A + B3 + CO2 = ∫ X2 (1)
Penulisan gambar:
Terletak dibawah gambar, dengan Bold pada tulisan gambar.
Penomoran gambar menggunakan angka Arab,
Penulisan Gambar
Judul gambar ditulis dibawah gambar. Contoh:
Terjemahan
Nama penulis (dibalik). Judul buku hasil terjemahan (italic).
Penerjemah Nama penerjemah. Tempat terbit: Penerbit, Tahun
terbit. Terjemahan dari Judul buku yang diterjemah (italic), Tahun
terbit buku yang diterjemah.
Contoh:
Foucault, Michel. The Archaeology of Knowledge. Penerjemah A.
M. Sheridan Smith. London: Tavistock Publications, 1972.
Terjemahan dari L'Archéologie du savoir, 1969.
2. SERIAL
Artikel jurnal dengan volume dan edisi
Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic).
Volume:Edisi (tahun terbit): halaman
Contoh:
Dabundo, Laura. “The Voice of the Mute: Wordsworth and the
Ideology of Romantic Silences.” Christiantity and Literature
43:1(1995): 21-35.
3. PUBLIKASI ELEKTRONIK
Buku Online
Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor Nama editor.
Tahun terbit buku. Tanggal dan tahun akses <link online buku>
Contoh:
Austen, Jane. Pride and Prejudice. Editor Henry Churchyard. 1996. 10
September 1998
<http://www.pemberley.com/janeinfo/prideprej.html>.
Artikel di website
“judul artikel.” Nama website (italic). Tahun terbit artikel. Tanggal
dan tahun akses. <link online artikel>
Contoh:
“Using Modern Language Association (MLA) Format.” Purdue Online
Writing Lab. 2003. Purdue University. 6 Februari 2003.
<http://owl.english.purdue. edu/handouts/research/r_mla.html>.
Publikasi lembaga
Nama lembaga. Judul artikel (italic). Oleh nama pemulis 1, nama
penulis 2, dan seterusnya. Tanggal publikasi. Tanggal dan tahun
akses <link online artikel>
Contoh:
United States. Dept. of Justice. Natl. Inst. Of Justice. Prosecuting
Gangs: A National Assessment. By Claire Johnson, Barbara Webster,
dan Edward Connors. Feb 1996. 29 June 1998
<http://www.ncjrs.org/txtfiles/pgang.txt.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) Volume 6 Nomor 1. JIMKI merupakan wadah
bagi mahasiswa kedokteran Indonesia untuk mengembangkan ide dan gagasannya
dalam ranah penelitian dan ilmu pengetahuan. Adanya JIMKI ini terkait dengan
kewajiban seorang dokter untuk mengembangkan diri dalam penelitian dan kemajuan
ilmu pengetahuan. Selain itu, JIMKI juga diharapkan dapat memperluas wawasan dan
pengetahuan terkini mengenai kemajuan di bidang kedokteran.
Penerbitan JIMKI dapat terlaksana atas kerjasama antara JIMKI, mitra bestari (mitbes)
dengan Badan Analisis dan Pengembangan Ilmiah Nasional (BAPIN-ISMKI). Penghargaan
yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Pemimpin Redaksi, Penyunting
Pelaksana, tim Humas dan Promosi, serta tim Tata Letak yang telah bekerja keras untuk
dapat menyelesaikan proses penerbitan jurnal ini. Selain itu, saya mewakili JIMKI ingin
mengucapkan terima kasih kepada para author yang telah mempercayai JIMKI sebagai
media untuk mempublikasikan karya nya.
Kami menyadari masih banyak keterbatasan pada JIMKI edisi kali ini. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak dalam rangka
meningkatkan kualitas JIMKI. Semoga artikel-artikel yang dimuat JIMKI dapat
memberikan manfaat bagi dunia kesehatan dan masyarakat. Selain itu, kami juga
berharap JIMKI dapat meningkatkan minat masyarakat, khususnya mahasiswa
kedokteran dalam melakukan penelitian dan menulis artikel.
ABSTRAK
Pendahuluan: Prevalensi penyalahgunaan narkotika di dunia terus meningkat. Di
Indonesia, kasus penyalahgunaan narkotika meningkat dalam 5 tahun terakhir disaat
kasus penyalahgunaan berbagai zat aditif lain menurun. Opiat, salah satu jenis narkotika
yang memiliki efek adiktif tinggi yang dapat mempengaruhi toleransi, sindrom putus obat,
dan risiko kecanduan yang tinggi. Disamping itu, mekanisme opiat dalam menyebabkan
kerusakan pada sel saraf dapat berupa terbentuknya stres oksidatif, apoptosis, disfungsi
mitokondria, dan penghambatan neurogenesis. Sistem saraf tidak mampu memperbaiki
maupun memperbarui dirinya sendiri. Di sisi lain, stem sel saraf mampu berdaptasi
sesuai lingkungan serta menjalankan berbagai peran seperti memproteksi sel saraf,
memperbaiki sel saraf, serta meregenerasi sel saraf pada sistem saraf pusat yang rusak
akibat kerusakan otak. Pembahasan: Umbilical cord blood stem cell mengekepresikan
Nestin yang efektif berdiferensiasi menjadi neuron, astrosit, dan oligodendrosit serta
membawanya ke jaringan otak yang rusak akibat penyalahgunaan narkotika.
Kesimpulan: Umbilical cord blood stem cell dapat menjadi terapi alternatif yang
realistis, inovatif, dan efektif dalam memperbaiki keusakan otak karena penyalahgunaan
narkotika.
Kata Kunci: kerusakan otak, stem sel, penyalahgunaan narkotika, opiat, umbilical cord
blood
ABSTRACT
Introduce: The prevalence of drug abuse in the world has increased. In Indonesia, The
number of cases of narcotics abuse has increased in the last 5 years while those
included in other additives decreased the number of cases. Opiates, one of narcotics,
have the most evident addictive effects, involving tolerance, withdrawal, and a high rate
of relapse. Beside that, the mechanisms involved in the neurotoxicity of these drugs
include oxidative stress, apoptosis, mitochondrial dysfunction, and inhibition of
neurogenesis. Neural system is incapable to self-repair and renewal. In contrast, neural
stem cells can repair and treat the neurogical disorders. Stem cells can be self-adaptive
to the host environment providing multi-folded roles, from neuronal protection,
neurotrophic effect to direct neuronal replacement to facilitate the repair and regenerative
process of the injured CNS following brain damage. Discussion: Human cord blood-
stem cell express nestin which effective in promoting differentiation of oligodendrocytes,
astroglia, and neurons and recruit them to repair damaged area in brain caused by drug
abuse. Conclusion: Umbilical cord blood derived stem cells can be an alternative,
innovative and effective therapy to repair repairing brain demage caused by narcotics
abuse.
Keyword : brain damage, stem cells, narcotics abuse, opiates, umbilical cord blood
2. PEMBAHASAN
ABSTRAK
Pendahuluan: Kanker ovarium memiliki peranan yang besar sebagai penyebab kasus
dan kematian di seluruh dunia dan telah diperkirakan hingga tahun 2025 akan meningkat
menjadi penyebab kematian terbesar melebihi penyakit jantung. Indonesia merupakan
salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat kematian akibat kanker ovarium
ketiga tertinggi se-Asia setelah China dan India. Prevalensi kanker ovarium seharusnya
dapat ditekan apabila deteksi dan diagnosis dini dapat ditegakkan. Namun, deteksi yang
saat ini digunakan yaitu CA125 masih kurang memadai sebagai diagnosis stadium awal
kanker ovarium karena biomarker ini memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi
hanya pada stadium lanjut yang merupakan stadium yang sudah cukup terlambat untuk
diobati.
Pembahasan: Overekspresi WFDC2 pada penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan
adanya kontribusi yang signifikan pada proliferasi, kecepatan pertumbuhan sel,
kemampuan invasif, dan pertumbuhan yang independen pada sel tumor. Selain itu,
WFDC2 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi pada stadium awal kanker
(stadium 1 dan 2) dibanding CA125 maupun kombinasi CA125+WFDC2 sehingga hal ini
sangat menguntungkan klinisi untuk deteksi awal kanker ovarium.
Kesimpulan: WFDC2 dapat digunakan sebagai biomarker untuk deteksi dan diagnosis
dini kanker ovarium.
ABSTRACT
Introduction: Ovarian cancer has a major role as the causes of prevalence and deaths
worldwide and has been estimated at 2025 they will rise over heart disease as the largest
cause of death. Indonesia is one of the developing countries that have the death rate
from ovarian cancer is the third-highest in Asia after China and India. The prevalence of
ovarian cancer could be suppressed if the detection and early diagnosis can be
established. However, detection of which is currently used is CA125 is still inadequate as
a diagnosis of early-stage ovarian cancer because this biomarker has high sensitivity and
specificity only at an advanced stage which is the stage is already quite late to be treated.
Discussion: The overexpression WFDC in vitro and in vivo indicate a significant
contribution to the proliferation, cell growth rate, invasive capability, and independent
growth in tumor cells. Additionally, WFDC2 has a higher sensitivity and specificity in
early-stage cancer (stage 1 and 2) compared to CA125 and combination of
CA125+WFDC2 so it is very advantageous for clinician to detect ovarian cancer earlier.
Conclusion: WFDC2 can be used as a biomarker for the detection and early diagnosis of
ovarian cancer.
ABSTRAK
Pendahuluan: Dispepsia fungsional merupakan sebuah penyakit gastrointestinal yang
tidak hanya menganggu kualitas hidup dari pasien tetapi juga secara finansial; Penyakit
ini hanya dapat ditegakkan melalui diagnosis eksklusi dan memenuhi kriteria Roma III.
Metabolomics merupakan sebuah komponen yang penting dalam bidang biologi sintetis
untuk memahami hasil-hasil metabolisme. Salah satu teknik yang menggunakan konsep
metabolomics adalah 1H NMR spektroskopi yang dapat dimanfaatkan untuk menemukan
biomarker tertentu yang tidak dapat dideteksi melalui uji laboratorium biasa. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui biomarker yang dapat digunakan untuk
mendeteksi pasien dispepsia fungsional dengan menggunakan 1H NMR dengan cara
melakukan tinjauan pustaka dari beberapa jurnal.
Pembahasan: Dari hasil tinjauan kami, 1H NMR spektroskopi menunjukkan perubahan
yang signifikan dari hasil plasma pasien untuk gula darah, HDL, LDL, VLDL dan metabolit
lainnya. Dibandingkan dengan kontrol, pasien dispepsia fungsional menunjukkan
penurunan yang signifikan dari kadar kadar asam laktat, Leu/Ile, asam lemak tidak jenuh,
glutamine dan β -glukosa. Sebaliknya, kadar PtdCho, HDL, acetoacetate, proline, α–
glukosa dan LDL/VLDL menunjukkan peningkatan yang signifikan pada pasien dispepsia
fungsional dibandingkan dengan pasien kontrol. Leu/Ile dan Ptdcho terpilih menjadi
biomarker potensial setelah melalui berbagai uji validasi dan kuantifikasi
Kesimpulan: 1H NMR spektroskopi dapat digunakan sebagai biomarker untuk
mendeteksi pasien dispepsia fungsional. Akan tetapi, diperlukan penelitian lebih lanjut
terhadap Leu/Ile dan Ptdcho sebagai biomarker potensial yang dapat digunakan untuk
skrining pasien dispepsia fungsional secara klinis.
ABSTRACT
Gambar 8. Spektra 1H NMR CPMG dari sampel plasma pasien dispepsia fungsional dan
kontrol. NAc, grup N-acetyl methyl dari glikoprotein; Gln, glutamine; Glu, glutamate.72
ABSTRAK
Latar belakang : Hubungan antara indeks massa tubuh dengan kualitas semen masih
kontroversial. Tujuan penelitian ini adalah menilai hubungan antara indeks massa tubuh
dengan kualitas sperma di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Indonesia.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian observasional yang menggunakan desain
penelitian retrospektif-cross sectional. Sampel penelitian yang digunakan adalah 502 pria
yang dibagi kedalam 4 kelompok berdasarkan indeks massa tubuhnya, yaitu kurus
(<18.5), normal (18.5-25), kelebihan berat badan (25.1-27), and obesitas (>27). Data
dianalisis menggunakan Fisher’s exact test.
Hasil : Tidak ada perbedaan signifikan di antara tiap kelompok berdasarkan seluruh
parameter analisis semen yang meliputi konsentrasi, motilitas, dan morfologi sperma.
Kesimpulan : Tidak ada perbedaan profil analisis semen yang signifikan di antara setiap
kelompok indeks massa tubuh.
ABSTRACT
Background : The question of whether body mass index (BMI) affects sperm quality is
controversial. The objective of this study was to assess the relationships between BMI
and sperm quality in Dr. Soetomo General Hospital, Surabaya, Indonesia.
Methods : The study design was observational retrospective-cross sectional. Semen
analysis data were taken from medical records of the patients. 502 Men were classified
into 4 groups according to their BMI, which are underweight (<18.5), normal (18.5-25),
overweight (25.1-27), and obese (>27). The data were analysed using Fisher’s exact test.
Results : No significant differences were observed between the groups in term of all
semen parameters, which are sperm concentration, sperm motility, and sperm
morphology.
Conclusion : No significant semen quality differences among every BMI group.
1
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
1. PENDAHULUAN
Gangguan analisis semen 2. METODE
ditemukan terjadi pada pria. indeks Penelitian ini adalah penelitian
massa tubuh yang tidak ideal observasional dengan desain penelitian
kemungkinan dapat menjadi salah satu retrospektif-cross sectional. Sampel dari
faktor yang menyebabkan gangguan penelitian ini adalah pasien yang datang
analisis semen. Gangguan analisis ke Poli Andrologi RSUD Dr. Soetomo
semen yang ditemukan terjadi pada pria selama periode 1 Januari 2013 sampai
yang dikelompokkan berdasarkan 31 Desember 2015. Data diambil dari
indeks massa tubuh belum dapat rekam medis Poli Andrologi RSUD Dr.
dijelaskan. Soetomo.
Terdapat 12% atau sekitar 3 Variabel bebas penelitian ini
juta pasangan infertil di Indonesia[1]. adalah indeks massa tubuh yang
30% dari semua kasus pasangan infertil dikategorikan menjadi kurus (<18,5),
tersebut disebabkan oleh pihak pria. Di normal (18,5-25), kelebihan berat badan
Jawa Timur, 11,97% penduduk memiliki (25,1-27), dan obesitas (>27).
IMT yang tergolong dalam kelompok Sedangkan, variabel tergantung
kurus, 59,97% normal, 11,69% penelitian ini adalah hasil analisis
kelebihan berat badan, dan 16,36% semen yang meliputi konsentrasi
obesitas. Di Kota Surabaya, 9,2% sperma, motilitas sperma, dan morfologi
penduduk memiliki IMT yang tergolong sperma. Pengambilan data dilakukan di
kurus, 49.5% normal, 14,0% kelebihan Poli Andrologi RSUD Dr. Soetomo
berat badan, dan 27,3% obesitas[2]. Surabaya pada bulan Januari – Februari
Cukup tingginya prevalensi infertilitas 2017. Analisis data dilakukan dengan
pria di Indonesia dan ketidakidealan metode Fisher’s Exact Test.
berat badan di Indonesia menjadikan
penelitian ini penting untuk dilakukan. 3. HASIL PENELITIAN
Beberapa penelitian 3.1 Gambaran Umum Penelitian
menunjukkan adanya penurunan jumlah Data yang memenuhi kriteria
sperma pada pria dengan IMT yang inklusi berjumlah 502 data pada
tinggi[3][4][5]. Sebuah penelitian penelitian ini. Adanya perbedaan
menunjukkan bahwa pada pria obesitas, spesifik pada hasil analisis semen
terdapat kelainan signifikan pada antara keempat kelompok IMT
morfologi sperma, namun tidak terdapat ditentukan dengan menggunakan
kelainan pada parameter analisis semen metode Fisher’s Exact Test. Parameter
lainnya[6]. Penelitian lain menunjukkan yang diuji adalah konsentrasi, motilitas,
bahwa tidak ada hubungan signifikan dan morfologi sperma, dimana masing-
antara IMT dengan konsentrasi, masing parameter diklasifikasikan
morfologi, dan motilitas sperma, dan menjadi kelompok Normal dan
perbedaan jumlah sperma yang Abnormal.
signifikan hanya ditemukan pada pria
dengan IMT >=35[7]. Hasil yang 3.2 Deskripsi Data Penelitian
berbeda-beda dari setiap penelitian juga Hasil analisis data menunjukkan
menunjukkan pentingnya penelitian ini bahwa tidak diperoleh perbedaan yang
untuk dilakukan. signifikan (p >= 0,05) pada jumlah,
Dengan dilaksanakannya motilitas, dan morfologi sperma pada
penelitian ini, diharapkan menambah keempat kelompok IMT (kurus, normal,
ilmu di bidang pengetahuan mengenai kelebihan berat badan, dan obesitas).
perbedaan profil analisis semen pada Fisher’s Exact Test tidak dilanjutkan ke
pria di poli andrologi RSUD Dr. Soetomo Post Hoc Test karena tidak
berdasarkan kriteria indeks massa tubuh menunjukkan perbedaan yang
dan dapat memberikan data perbedaan signifikan.
profil analisis semen antar tiap golongan
indeks massa tubuh.
2
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Surabaya, Indonesia, yang ditunjukkan
Tabel 1. Distribusi Kelompok IMT dengan nilai p >=0.05.
Berdasarkan Konsentrasi Sperma. Hasil yang serupa didapatkan
Kelom Kur Nor BB Obesi Tot pada penelitian Thomsen dkk. yang
pok us mal leb tas al dilakukan terhadap 612 pasangan infertil
ih pada klinik fertilitas di Denmark, yaitu
Norm 10 104 36 54 204 tidak adanya efek IMT yang signifikan
al secara statistik terhadap konsentrasi,
Abnor 18 121 54 105 298 motilitas, dan morfologi sperma. Hal ini
mal disebabkan karena kadar testosteron
P= bebas dan follicle stimulating hormone
0.1 (FSH) yang memicu terjadinya
06 spermatogenesis hanya sedikit
dipengaruhi oleh kelebihan berat badan
pada pria[8].
Tabel 2. Distribusi Kelompok IMT
Sermondade dkk. Juga
Berdasarkan Motilitas Sperma.
mendapatkan hasil serupa dalam
Kelom Kur Nor BB Obesi Tot
penelitiannya terhadap 306 sampel,
pok us mal leb tas al
yaitu tidak ada perbedaan profil analisis
ih
semen (konsentrasi, motilitas, dan
Norm 2 20 4 4 30 morfologi sperma) yang signifikan pada
al kelompok IMT normal (18.5-24.9),
Abnor 26 205 86 155 472 kelebihan berat badan (25-29.9), dan
mal obesitas (>=30). Selain profil analisis
P= semen, penelitan Sermondade et al.
0.0 juga menjadi penelitian pertama yang
50 membandingkan zona binding (ZB) test
pada masing-masing kelompok IMT
Tabel 3. Distribusi Kelompok IMT dengan populasi fertil. ZB test adalah
Berdasarkan Morfologi Sperma. tes yang menguji kemampuan sperma
Kelom Kur Nor BB Obesi Tot berikatan dengan zona pelusida sel
pok us mal leb tas al ovum. Hasilnya, tidak didapatkan
ih korelasi antara IMT dengan kemampuan
Norm 0 8 3 5 16 sperma berikatan pada zona pelusida[7].
al Penelitian yang dilakukan oleh Al-
Abnor 28 217 87 154 486 Ali dkk. terhadap pria pada klinik
mal fertilitas juga mendukung hasil penelitian
P= ini, yaitu tidak adanya efek IMT yang
0.9 signifikan secara statistik terhadap
77 konsentrasi sperma. Meskipun begitu,
kadar hormon prolaktin, testosteron, dan
Luteinizing Hormone secara signifikan
4. PEMBAHASAN dipengaruhi oleh IMT. Penelitian ini
Pada penelitian ini, dapat dilihat menggunakan sampel yang dapat
bahwa dari 502 sampel yang diambil, 28 dikatakan banyak, yaitu sejumlah 2110
tergolong dalam kategori kurus, 225 sampel[9].
kategori normal, 90 kategori kelebihan Hasil penelitian Gutorova dkk.
berat badan, dan 159 kategori obesitas. terhadap 99 pria normal di Rusia Utara
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak mendukung sebagian dari hasil
ada perbedaan spesifik pada penelitian ini. Penelitian tersebut
konsentrasi, motilitas, dan morfologi menunjukkan bahwa obesitas
sperma antar tiap kelompok IMT (kurus, berkorelasi negatif hanya terhadap
normal, kelebihan berat badan, dan konsentrasi sperma, tidak dengan
obesitas) pada pria yang menjalani motilitas maupun morfologi sperma.
pemeriksaan analisis semen di poli Selain itu, pria dengan IMT antara 25-30
andrologi RSUD Dr. Soetomo, yang dikelompokkan menjadi kelebihan
berat badan justru memiliki karakteristik
3
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
spermatogenesis yang lebih baik yang memiliki IMT <25. Penelitian ini
dibandingkan pria normal. Hal ini juga membandingkan profil analisis
disebabkan kemungkinan karena semen dengan kriteria lingkar pinggang,
sampel kelebihan berat badan penelitian yang menunjukkan hasil yang serupa
tersebut termasuk dalam kelompok dengan IMT, yaitu lingkar pinggang
metabolically healthy obese (MHO), >102 cm berkorelasi negatif dengan
yang juga ditunjukkan dengan ketiadaan konsentrasi dan motilitas sperma[4].
kelainan pada kadar hormon reproduktif Data-data yang tersedia
pada pria-pria kelebihan berat badan mengenai penelitian sejenis bersifat
pada penelitian tersebut[10]. inkonsisten dan saling bertolak
Penelitian yang dilakukan belakang. Analisis semen konvensional
Shayeb dkk. terhadap 5314 pria yang merupakan alat yang termasuk kasar
mendatangi klinik infertilitas untuk menilai fertilitas pria[11]. Karena itu,
menunjukkan bahwa pria obesitas hasil yang didapatkan oleh penelitian-
(IMT>=30) mempunyai kemungkinan penelitian pun beragam. Selain itu,
lebih tinggi untuk mengalami perbedaan negara, gaya hidup, ras,
abnormalitas pada morfologi jumlah sampel, dan jenis populasi
spermanya. Sedangkan, parameter lain sampel (pria infertil dibandingkan
seperti konsentrasi dan motilitas sperma dengan populasi normal) penelitian juga
tidak berbeda spesifik pada tiap menjadi akar dari keragaman hasil
kelompok IMT[11]. penelitian. Hasil yang variatif didapatkan
Dupont dkk. dalam karena heterogenisitas metode
penelitiannya terhadap 330 pria subfertil pengumpulan data dan jumlah sampel
menyatakan bahwa motilitas sperma yang kecil pada beberapa penelitian[12].
pada pria obesitas (IMT >=30) secara
signifikan lebih rendah dibandingkan 5. SIMPULAN
dengan pria normal (IMT <25) dan Tidak ada perbedaan profil
kelebihan berat badan (IMT 25-29.9). analisis semen (konsentrasi, motilitas,
Namun, tidak ada perbedaan yang dan morfologi sperma) yang signifikan
signifikan antar tiap kelompok IMT pada antara pria dengan IMT kurus, normal,
parameter analisis semen yang lain, kelebihan berat badan, dan obesitas.
yaitu konsentrasi dan morfologi Penelitian ini memiliki beberapa
sperma[12]. keterbatasan. Pertama, pria yang
Sebuah penelitian yang datang ke poli andrologi RSUD Dr.
dilakukan oleh Wang dkk. pada 2384 Soetomo merupakan pasien-pasien
pria dari pasangan subfertil di Cina yang memiliki gangguan fertilitas,
Utara menyatakan bahwa pria dengan sehingga kurang menggambarkan
IMT antara 25-30 dan >30 memiliki hubungan antara indeks massa tubuh
motilitas dan morfologi sperma yang dengan hasil analisis semen bila
secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang
dibandingkan dengan pria ber-IMT dilakukan kepada populasi normal.
normal (18-25). Sedangkan, pria dengan Kedua, data yang didapatkan terlalu
IMT rendah (<18) tidak memiliki motilitas sedikit untuk menggambarkan keadaan
dan morfologi sperma yang berbeda populasi normal dalam cakupan yang
signifikan dengan pria ber-IMT normal. lebih luas. Ketiga, sampel yang
Dalam penelitian tersebut, IMT tidak digunakan bersifat heterogen, yang
menunjukkan pengaruh yang signifikan berarti terdapat banyak faktor yang
terhadap konsentrasi sperma[13] mungkin mempengaruhi hasil analisis
Hasil yang bertolak belakang semen tiap pasien selain indeks massa
dengan penelitian ini ditemukan dalam tubuh, seperti usia dan konsumsi rokok
penelitan Hammiche dkk. pada 450 pria dan alkohol. Keempat, terdapat cara lain
subfertil. Penelitian tersebut untuk menilai fertilitas seorang pria
menunjukan bahwa pria yang kelebihan selain dengan penilaian profil analisis
berat badan (IMT 25-29.9) dan obesitas semen orang tersebut, seperti penilaian
(IMT >=30) memiliki konsentrasi dan fragmentasi DNA sperma dan
motilitas sperma yang secara signifikan pengukuran kadar hormon-hormon
lebih rendah dibandingkan dengan pria reproduksi.
4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
6. SARAN Hum Reprod Update.
1. Perlu dilakukan penelitian lebih 2013;19(3):221–31.
lanjut untuk menentukan 6. MacDonald AA, Stewart AW,
pengaruh indeks massa tubuh Farquhar CM. “Re: Body mass
terhadap parameter fertilitas index in relation to semen
pria lainnya, seperti kadar quality and reproductive
hormon-hormon reproduksi. hormones in New Zealand men:
2. Perlu adanya pengelompokkan A cross-sectional study in
lain yang lebih menunjukkan fertility clinics”. Hum Reprod.
distribusi dari lemak, seperti 2013;28(12):3178–87.
lingkar pinggang untuk menilai 7. Sermondade N, Dupont C,
obesitas sentral. Faure C, Boubaya M, Cédrin-
3. Perlu adanya penelitian sejenis Durnerin I, Chavatte-Palmer P,
yang dilakukan di daerah et al. “Body mass index is not
Indonesia lainnya, karena associated with sperm-zona
penelitian sejenis belum pernah pellucida binding ability in
dilaksanakan di Indonesia subfertile males”. Asian J
sehingga belum ada cukup Androl. 2013;15(5):626–9.
banyak data untuk dibandingkan <http://www.asiaandro.com/Abst
dengan hasil penelitian sejenis ract.asp?doi=10.1038/aja.2013.
di dunia. 10\nhttp://www.pubmedcentral.n
ih.gov/articlerender.fcgi?artid=3
DAFTAR PUSTAKA 881636&tool=pmcentrez&render
1. Sutyarso, Busman H. type=abstract>
“Hubungan Keadaan Hormon 8. Thomsen L, Humaidan P,
Testosteron Terikat Dengan Bungum L, Bungum M. “The
Jumlah Dan Kualitas impact of male overweight on
Spermatozoa Pria Infertil semen quality and outcome of
Idiopatik:. Sains Tek. assisted reproduction”. Asian J
2003;9(3):29–34. Androl. 2014;(November
2. Kementrian Kesehatan. Profil 2013):749–54.
Kesehatan Indonesia Tahun <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pu
2013. Jakarta: Kementerian bmed/24759576>
Kesehatan RI. 2014. 507 p. 9. Al-Ali BM, Gutschi T, Pummer
<http://scholar.google.com/schol K, Zigeuner R, Wieland WF.
ar?hl=en&btnG=Search&q=intitl “Body mass index has no
e:Profil+Data+Kesehatan+Indon impact on sperm quality but on
esia+Tahun+2011#0> reproductive hormones levels”.
3. Al-Hasani S, Zohni K. “The Andrologia. 2014;46:106–11.
overlooked role of obesity in 10. Gutorova N V, Kleshchyov MA,
infertility”. J Fam Reprod Heal. Tipisova E V, Osadchuk L V.
2008;2(3):115–22. “Effects of Overweight and
4. Hammiche F, Laven JSE, Twigt Obesity on the Spermogram
JM, Boellaard WPA, Steegers Values and Levels of
EAP, Steegers-Theunissen RP. Reproductive Hormones in the
“Body mass index and central Male Population of the
adiposity are associated with European North of Russia”. Bull
sperm quality in men of Exp Biol Med. 2014;157(1):95–
subfertile couples”. Hum 8.
Reprod. 2012;27(8):2365–72. 11. Shayeb AG, Harrild K, Mathers
5. Sermondade N, Faure C, Fezeu E, Bhattacharya S. “An
L, Shayeb AG, Bonde JP, exploration of the association
Jensen TK, et al. “BMI in between male body mass index
relation to sperm count: An and semen quality”. Reprod
updated systematic review and Biomed Online. Reproductive
collaborative meta-analysis”. Healthcare Ltd.;
2011;23(6):717–23.
5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
<http://dx.doi.org/10.1016/j.rbmo
.2011.07.018>
12. Dupont C, Faure C,
Sermondade N, Boubaya M,
Eustache F, Clément P, et al.
“Obesity leads to higher risk of
sperm DNA damage in infertile
patients”. Asian J Androl.
2013;15(5):622–5.
<http://www.pubmedcentral.nih.
gov/articlerender.fcgi?artid=388
1654&tool=pmcentrez&renderty
pe=abstract>
13. Wang E-Y, Huang Y, Du Q-Y,
Yao G-D, Sun Y-P. “Body mass
index effects sperm quality: a
retrospective study in Northern
China”. Asian J Androl.
2016;(October 2015):1–4.
6
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Penelitian TOKSISITAS DAN AKTIVITAS
GASTROPROTEKTIF EKSTRAK
TANGKAI TALAS (Colocasia
esculenta L. Schott)
Pengujian Aktivitas Toksik dan
Gastroprotektif Ekstrak Tangkai Talas
terhadap Tikus Putih Galur Wistar (Rattus
norvegicus) yang Diinduksi Aspirin
Aiman Hilmi Asaduddin1
1
Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta
ABSTRAK
Pendahuluan : Ulkus peptikum merupakan penyakit gastrointestinal yang menyerang
10% populasi dunia. Obat yang tersedia sering kali disalahgunakan dan memiliki
beberapa efek samping. Oleh karena itu, penanganan preventif yang efektif perlu
dikembangkan. Di sisi lain, tangkai talas memiliki senyawa-senyawa kimia yang
berpotensi memiliki aktivitas gastroprotektif dan minim efek samping sehingga berpotensi
dapat mencegah ulkus peptikum.
Tujuan : untuk mengetahui tingkat toksisitas dan efek gastroprotektif ekstrak tangkai
talas pada lambung Rattus norvegicus.
Metode : Pengujian toksisitas dilakukan dengan metode BSLT dan acute oral toxicity
(OECD 423) sedangkan pengujian efek gastroprotektif dilakukan dengan uji kandungan
senyawa kimia, antioksidan, dan in vivo. Uji in vivo dilakukan pada tikus yang terinduksi
aspirin dan diberi penanganan ekstrak tangkai talas (dosis 50, 100, 200, dan 400
mg/kgBB) dengan sukralfat dan omeprazol sebagai pembanding.
Hasil : Ekstrak tangkai talas secara positif mengandung flavonoid, terpenoid, saponin,
dan steroid. Ekstrak tangkai talas memiliki aktivitas antioksidan sebesar 675.283 pg/ml.
Berdasarkan BSLT, nilai LC50 ekstrak tangkai talas adalah 7311.39 ppm dan uji acute
oral toxicity tidak menunjukkan adanya respon toksik serta kematian dari hewan uji. Hasil
pengujian in vivo menunjukkan bahwa dosis 50, 100, dan 200 tidak berpengaruh secara
signifikan sedangkan efek ekstrak tangkai talas terhadap lapisan lambung dapat dilihat
secara signifikan pada dosis 400 mg/kgBB (menekan destruksi mukosa, menghambat
edema, dan mengurangi infiltrasi neutrofil). Pada uji in vivo ini juga terlihat adanya
peningkatan akumulasi glikoprotein pada permukaan mukosa.
Kesimpulan : Ekstrak tangkai talas memiliki aktifitas antioksidan serta senyawa
flavonoid, terpenoid, saponin, dan steroid. Ekstrak tangkai talas memilki tingkat toksisitas
yang rendah dan berpengaruh secara histopatologi dalam mengurangi kerusakan
mukosa dan meningkatkan akumulasi glikoprotein pada permukaan mukosa.
ABSTRACT
Background : Peptic ulcer is one of the world's major gastrointestinal disorders and
affecting 10% of the world population. The drugs available in the market are often
associated with side effects. Thus, it is needed to identify more effective and safe anti-
ulcer agents. However, taro stem (Colocasia esculenta L. Schott) have some chemical
compounds that hypothesized have gastroprotective activity and low toxicity level.
3
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
3. HASIL PENELITIAN Deskripsi: - = Negatif + = Positif
3.1. Hasil Pengujian Senyawa ++ = Positif kadar tinggi
FitokimiaUji Tabung
Hasil uji tabung menunjukkan Berdasarkan hasil kromatografi
bahwa ekstrak tangkai talas lapis tipis, ekstrak tangkai talas
mengandung senyawa alkaloid, mengandung flavonoid, saponin, steroid,
dan terpenoid.
flavonoid, dan terpenoid.
3.1.3. Aktivitas Antioksidan
Tabel 2. Hasil Uji Tabung
Senyawa Perubahan Hasil Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan
warna Sampel Absor- Konsen- Inhibisi IC50
Alkaloid bansi trasi
- Reagen Endapan + (ppm)
Mayer Putih Blangko 1,8326
-Reagen Oranye- +
Ekstrak 1,1661 400 36,369 675,
Dragendorf coklat
283
-Reagen Coklat tua +
1,3053 200 28,773
Bauchardat
Flavonid Kuning + 1,437 100 21,587
pucat 1,5503 10 15,404
Terpenoid Merah +
kehijau- Aktivitas antioksidan ekstrak
adalah IC50 = 675.283. Hasil tersebut
hijauan
berarti bahwa ekstrak membutuhkan
Saponin Busa <1-10 - ±675.283pg/mL untuk menunjukkan
cm aktivitas antioksidan (dengan uji DPPH
Tannin Hijau-violet - sebagai radikal bebas).
Deskripsi: - = Negatif + = Positif
3.2. Toksisitas
3.2.1 Brine Shrimp Lethality Test
3.1.2. Kromatografi Lapis Tipis
(BSLT)
Tabel 3. Hasil Kromatografi Lapis Tipis
Tabel 5. Hasil BSLT
Senyawa Pemba Ha- Rf hR
konsentrasi Log Kemati
fitokimia nding sil x hidup LC 50
(C) (ppm) C -an
Alkaloid Quinin - - -
1000 3.00 25 24.242 7311.39
Flavonoid -Quer- + - -
500 2.70 27 5.455
cetin
200 2.30 30 0.000
-Rutin + - -
20 1.30 30 0.000
Saponin Sapo- ++ 0.59 71
nin
Hasil BSLT ekstrak tangkai talas
Tannin Tannin - - - ditunjukkan pada tabel 5 menunjukkan
Steroid Stigma + 0.45 83. nilai LC50 sebesar 7311, 39 ppm.
-sterol 7
Phenol Gallic - - - 3.2.2 Acute Oral Toxicity
Acid Berdasarkan hasil pengamatan,
Terpeno- Tymol + 0.12 28. tidak didapati kealainan tingkah laku,
kesakitan, maupun kematian
id 6
4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Deskripsi:
Anak panah hitam: Destruksi lapisan
lambung
Anak panah oranye: Edema
4. PEMBAHASAN
4.1 Aktivitas Senyawa Ekstrak
Tangkai Talas
4.1.1 Kandungan Senyawa Fitokimia
Berdasarkan hasil uji tabung,
ekstrak tangkai talas mengandung
alkaloid, terpenoid, dan flavonoid. Hasil
tersebut berbeda dengan kromatografi
lapis tipis karena terdapat kontaminasi
dari lingkungan luar sehingga
menunjukkan data pengamatan positif
semu, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ekstrak tangkai talas
mengandung senyawa flavonoid,
terpenoid, saponin, dan steroid. Peran
dari senyawa-senyawa tersebut adalah,
Gambar 5 (a-h). Pengamatan Histologi a) Flavonoid : sebagai antibakteri,
Pengaruh Ekstrak Tangkai Talas antiinflamasi, dan antioksidan
terhadap Lapisan Lambung (HE, 10x) b) Terpenoid : meningkatkan proses
reepitelisasi sel
5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
c) Saponin : mencegah terjadinya dan mortalitas berdasarkan perilaku
infeksi abnormal, penyakit, dan kematian.
d) Steroid : sebagai antiinflaasi Keadaan tersebut diamati berdasarkan
Berdasarkan fungsi dari paduan dari OECD 423 [16]. Pengujian ini
senyawa-senyawa tersebut, ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak tangkai
tangkai talas memiliki aktivitas dalam talas aman dikonsumsi dan tidak
pencegahan luka maupun memiliki efek toksik bila diberikan
pengobatannya[7]. secara oral dari 300 mg/kgBB sampai
5000 mg/kgBB. Dalam pengujian ini,
4.1.2 Aktivitas Antioksidan ekstrak tangkai talas tidak
Aktivitas antioksidan ekstrak menyebabkan efek toksisitas akut dan
tangkai talas adalah IC50 = 675.283. hal nilai LD50 lebih besar dari 5.000
tersebut berarti bahwa ekstrak mg/kgBB. Oleh karena itu, menurut label
membutuhkan ± 675.283pg / mL untuk kimia dan klasifikasi toksisitas akut
menunjukkan aktivitas antioksidan sistemik yang direkomendasikan oleh
(dengan uji DPPH sebagai radikal OECD, ekstrak diberi status kelas 5
bebas). Apabila dibandingkan dengan (LD50> 5000 mg/kgBB) yang merupakan
aktivitas antioksidan quercetin yang kelas toksisitas terendah.
memiliki IC50 = 2,4, aktivitas antioksidan Data tersebut diperkuat dengan
ekstrak tangkai talas masih termasuk hasil pengamatan berat badan selama
pada intensitas rendah. Perbedaan 14 hari yang tidak mengalami
aktivitas antioksidan senyawa ini bisa perubahan secara signifikan serta berat
disebabkan oleh perbedaan karakteristik akhir organ hati, lambung, dan ginjal
senyawa yang diuji. Quercetin adalah yang tidak memiliki perbedaan signifikan
senyawa tunggal dan bersifat spesifik dengan kontrol normal.
sedangkan ekstrak tangka talas
merupakan ekstrak yang bersifat umum. 4.3 Evaluasi Hasil Pengamatan
Histopatologi
4.2 Toksisitas Berdasarkan gambar 5,
4.2.1 Brine Shrimp Lethality Test kelompok normal (a) tidak menunjukkan
Hasil BSLT ekstrak etanol adanya destruksi pada mukosa lambung
tangkai talas dapat dilihat pada tabel 5 secara pengamatan histopatologis.
dan gambar 2. Nilai LC50 ekstrak tangai Kelompok kontrol negatif (b) mengalami
talas adalah 7311,39 ppm. Ekstrak destruksi epitel permukaan yang parah
menunjukkan hasil positif, yaitu sampel pada mukosa lambung (panah hitam)
secara biologis bersifat aktif. Ekstrak dan edema tingkat medium dengan
yang menunjukkan nilai LC50 kurang dari infiltrasi leukosit (panah oranye). Pada
1 mg/mL dianggap aktif secara kelompok kontrol dengan perlakuan
signifikan sehingga ekstrak tangkai omeprazol (c) menunjukkan adanya
memiliki toksisitas yang sangat rendah. edema ringan dengan infiltrasi leukosit
grafik persentase kematian dan tidak terdapat kerusakan pada
dibandingkan dengan log konsentrasi permukaan epitel mukosa. Perlakuan
(Gambar 2) menunjukkan perkiraan sukralfat tidak menunjukkan edema dan
korelasi linier. Pada gambar tersebut, kerusakan pada mukosa lambung tetapi
terdapat hubungan proporsional menunjukkan adanya tanda inflamasi
langsung antara konsentrasi ekstrak tingkat medium. Pada kelompok
dengan tingkat kematian. Hal ini eksperimen ekstrak tangkai talas, tikus
ditunjukkan oleh data mortalitas yang diberi perlakuan dengan 50
maksimum terjadi pada konsentrasi mg/kgBB dan 100 mg/kgBB ekstrak
1000 ppm sedangkan konsentrasi 20 tangkai talas menunjukkan adanya
ppm dan 200 ppm hanya menyebabkan kerusakan permukaan epitel mukosa
mortalitas sangat kecil. tingkat medium dan edema berat
dengan infiltrasi leukosit ((e) dan (f)).
4.2.2 Acute Oral Toxicity Tikus yang diberi perlakuan dengan 200
Berdasarkan hasil pengamatan, mg/kgBB ekstrak menunjukkan adanya
ekstrak tangkai talas tidak menunjukkan kerusakan ringan pada permukaan
adanya efek terhadap tanda toksisitas epitel mukosa dan tidak terjadi edema
6
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
(g), dan perlakuan 400 mg/kgBB ekstrak menunjukkan peningkatan akumulasi
tidak menunjukkan adanya keruakan glikoprotein. Dengan demikian, ekstrak
pada jaringan lambung (h). tangkai talas dapat meningkatkan
Berdasarkan hasil pengamatan, intensitas sekresi glikoprotein mukosa.
aspirin merupakan sebab utama Hal tersebut juga dibuktikan oleh
kerusakan lambung dengan mekanisme penelitian Dhiyaaldeen et al. (2014)
pengurangan aktivitas prostaglandin yang menunjukkan bahwa akumulasi
(yang memberikan efek perlindungan glikoprotein dapat mengurangi risiko
pada mukosa lambung). Hal tersebut pembentukan ulkus pada lambung[15].
merupakan induksi dengan cara
mengurangi faktor defensif [10]. Namun, 5. SIMPULAN
omeprazol (Proton Pump Inhibitor Berdasarkan hasil penelitian
(PPI)), memiliki efek antisekresi asam dan pembahasan, dapat disimpukan
lambung dan efektif pada penyakit asam bahwa ekstrak tangkai talas secara
lambung berlebih[10]. Selain itu, sukralfat positif mengandung flavonoid, terpenoid,
menunjukkan pencegahan yang efektif saponin, dan steroid. Ekstrak tangkai
untuk gejala ulkus peptikum. Sukralfat talas juga memiliki aktivitas antioksidan
juga menghambat sitokin proinflamasi yang relatif rendah. Ditinjau dari segi
dan meningkatkan pelepasan zat toksisitas, ekstrak etanol tangkai talas
sitoprotektif seperti lendir dan PGE2[11]. memiliki tingkat toksisitas yang rendah
Pada kelompok eksperimen penelitian berdasarkan BSLT dan uji acute oral
ini, hasil pengamatan menunjukkan toxicity. Pada dosis 50 dan 100
bahwa ekstrak tangkai talas memiliki mg/kgBB, terlihat adanya edema,
aktivitas gastroprotektif. Ekstrak ini bisa destruksi mukosa, dan infiltrasi neutrofil
melindungi mukosa lambung, sedangkan dosis 200 mg/kgBB terdapat
menghambat edema infiltrasi leukosit, kerusakan ringan pada mukosa dan
dan mengurangi infiltrasi neutrofil ke tidak terlihat adanya edema dengan
jaringan ulserasi. Aktivasi dan infiltrasi infiltrasi neutrofil. Efek ekstrak tangkai
neutrofil muncul sebagai faktor kunci talas terhadap lapisan lambung dapat
dalam proses awal pembentukan dilihat secara signifikan mampu
destruksi lambung. Beberapa penelitian menekan destruksi mukosa pada dosis
menunjukkan bahwa pengurangan 400 mg/kgBB, menghambat edema, dan
infiltrasi neutrofil ke jaringan lambung mengurangi infiltrasi neutrofil ke jaringan
ulserasi mendorong pencegahan atau ulserasi. Pada uji in vivo ini juga terlihat
penyembuhan luka mukosa adanya peningkatan akumulasi
lambung[12][13][14]. glikoprotein pada permukaan mukosa.
Aktivitas gastroprotektif lain dari
ekstrak tangkai talas mungkin 6. SARAN
disebabkan oleh penurunan kerusakan Dari keterbatasan waktu dan
permukaan epitel mukosa. Hal tersebut fasilitas penelitian yang ada, penulis
disebabkan oleh senyawa ekstrak yang menyarankan beberapa hal untuk
memiliki aktivitas reepitelisasi sel dan dilakukan, yaitu:
efek antiinflamasi seperti flavonoid, a) Mengembangkan penelitian ini
terpenoid, dan steroid. dengan mencari data-data penguat
Berdasarkan gambar 6, kondisi seperti senyawa khusus yang
normal musin menunjukkan intensitas berperan, kandungan senyawa
akumulasi glikoprotein tingkat medium spesifik, mekanisme pencegahan
dan kontrol negatif tidak menunjukkan secara lebih rinci, serta pembuatan
akumulasi glikoprotein. Dalam kelompok sediaan yang tepat dan efektif
kontrol perlakuan omeprazol dan b) Penyediaan fasilitas yang lebih
sucralfat, hasil pengamatan mumpuni oleh lembaga dan
menunjukkan intensitas sedang dari laboratorium terkait supaya data
glikoprotein yang disekresikan. Pada yang diperoleh akan lebih valid.
kelompok eksperimen ekstrak tangkai
talas, ekstrak 50 mg/kgBB tidak UCAPAN TERIMAKASIH
berpengaruh untuk meningkatkan Penulis mengucapkan banyak puji
akumulasi glikoprotein. Sedangkan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat
ekstrak 100, 200, dan 400 mg/kgBB, dan hidayat-Nya sehingga penulis
7
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
mampu melakukan penelitian ini. penulis Program Studi Farmasi Fakultas
berterimakasih kepada dosen-dosen MIPA UNSRAT Manado, 2014.
yang telah membimbing penulis 8. S.W. Lee, W. Wee, J. Yong, D.
sehingga mampu melakukan penelitian Syamsumir. 2011. Antimicrobial,
ini dengan baik. Penulis juga antioxidant, anticancer property
mengucapkan terima kasih kepada and chemical composition of
LPPT UGM dan LIPI yang telah different parts (corm, stem and
menyediakan fasilitas penelitian dan leave) of Colocasia esculenta
mengarahkan penelitian ini supaya extract. Annales Universitatis
menjadi lebih baik. Mariae Curie-Sklodowska,
Sectio DDD. 2011; 24 (3): 9–16.
DAFTAR PUSTAKA 9. Shithi Saha, Mohammed
1. Rao CV, Venkataramana K. A Rahmatullah. Antihyperglycemic
Pharmacological Review on and antinociceptive activities of
Natural Antiulcer Agents. J methanolic extract of Colocasia
Global Trends Pharm Sci 4: esculenta (L.) Schott stems: a
1118-1131, 2013. preliminary study. Advances in
2. Oveido JA, Wolfe MM. Diseases Natural and Applied Sciences.
of the Stomach and Duodenum. 2013;7(3): 232-237
In Cecil: Essential of Medicine 10. Abe K, Tani K, Fujiyoshi Y:
6th edition. Philadelphia: Conformational rearrangement
Saunders Elsever, 2007. of gastric H+, K + −ATPase
3. Kwiecien S, Konturek P, induced by an acid suppressant.
Sliwowski Z, Mitis-Musiol M, Nat Comm 2011, 2:155.
Pawlik M, Brzozowski B, et al. 11. Arab HH, Salama SA, Omar HA,
Interaction between selective Arafa ESA, Maghrabi IA.
cyclooxygenase inhibitors and Diosmin Protects against
capsaicin-sensitive afferent Ethanol-Induced Gastric Injury
sensory nerves in pathogenesis in Rats: Novel Anti-Ulcer
of stress-induced gastric Actions. PLOS ONE, 10(3):
lesions. Role of oxidative stress. e0122417, 2015.
Journal of Physiology and 12. AlRashdi AS, Salama SM,
Pharmacology. 2012; 63(2):143. Alkiyumi SS, Abdulla MA, Hadi
4. Atmaja, Dhanu Ari. 2008. AHA, Abdelwahab SI, et al.
Pengaruh Ekstrak Kunyit Mechanisms of gastroprotective
(Curcuma Domestica) Terhadap effects of ethanolic leaf extract
Gambaran Mikroskopik Mukosa of Jasminum sambac against
Lambung Mencit Balb/C Yang HCl/ethanol-induced gastric
Diberi Parasetamol. Artikel mucosal injury in rats. Evidence-
Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Based Complementary and
Fakultas Kedokteran Universitas Alternative Medicine. 2012;
Diponegoro. 2012.
5. Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, 13. Mahmood A, Fard AA, Harita H,
J.M., Flower, R.J., Henderson, Amin ZA, Salmah I. Evaluation
G. RangandDale’s of gastroprotective effects of
Pharmacology, 7thed. Strobianthes crispus leaf extract
ChurchillLivingstone, Edinburgh, on ethanol-induced gastric
2012. mucosal injury in rats. Scientific
6. LIPI. Biosource untuk Research and Essays. 2011;
Pembangunan Ekonomi Hijau. 6(11):2306–14.
Jakarta: LIPI Press, 2013. 14. Mei X, Xu D, Xu S, Zheng Y.
7. Alfonsius, Bryan, Gayatri, dkk. Novel role of Zn(II)-curcumin in
Potensi Ekstrak Etanol Tangkai enhancing cell proliferation and
Daun Talas (Colocasia adjusting proinflammatory
esculenta L.) sebagai Alternatif cytokine-mediated oxidative
Obat Luka pada Kulit Kelinci damage of ethanol-induced
(Oryctolagus cuniculus). acute gastric ulcers. Chem Biol
Pharmacon Vol. 3, No. 3. Interact. 2012; 197(1):31–39.
8
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
15. Dhiyaaldeen et al. Protective
effects of (1-(4-hydroxy-phenyl)-
3-mtolyl-propenone chalcone in
indomethacin induced gastric
erosive damage in rats. BMC
Veterinary Research. 2014;
10:961.
16. OECD. Acute Oral Toxicity –
Acute Toxic Class Method. 2001
9
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
LAMPIRAN
10
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Gambar 5 (a-h). Pengamatan Histologi Pengaruh Ekstrak Tangkai Talas terhadap
Lapisan Lambung (HE, 10x)
ABSTRAK
ABSTRACT
ABSTRAK
Latar Belakang: Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan dengan angka kejadian
yang masih tinggi di Indonesia. Infeksi dari Mycobacterium tuberculosis akan
menyebabkan proses inflamasi dengan peningkatan jumlah neutrofil (neutrofilia) dan
penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Terapi tuberkulosis pada fase intensif
diberikan untuk membunuh bakteri dan menekan respon inflamasi yang terjadi akibat
infeksi bakteri tersebut.
Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbaikan respon
imun tubuh melalui rasio neutrofil terhadap limfosit (neutrophil to lymphocyte ratio / NLR)
sebelum dan sesudah terapi intensif pada pasien tuberkulosis.
Metodologi Penelitian: Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Atma Jaya dari bulan
Januari hingga Mei 2017 dengan total 44 pasien tuberkulosis. Data pemeriksaan darah
dikumpulkan melalui rekam medik.
Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan hasil NLR lebih rendah sesudah terapi
dibandingkan dengan sebelum terapi (uji Wilcoxcon, p < 0,000). Hasil penurunan NLR ini
bersifat paralel yaitu penurunan jumlah neutrofil dan peningkatan jumlah limfosit setelah
terapi intensif.
Simpulan: Penurunan nilai NLR akibat penurunan jumlah neutrofil dan peningkatan
jumlah limfosit ini menandakan terjadinya perbaikan kondisi pasien dan dapat diusulkan
menjadi salah satu penanda alternatif untuk mengetahui perbaikan kondisi pasien setelah
menjalani terapi intensif tuberkulosis.
ABSTRACT
1. PENDAHULUAN
Tuberkulosis disebabkan oleh Tujuan dilakukan penelitian ini
infeksi dari bakteri Mycobacterium adalah untuk mengetahui perbaikan
tuberculosis. Infeksi dari bakteri ini akan respon imun tubuh melalui NLR
mengaktifkan sistem imun tubuh sebelum dan sesudah terapi intensif
sehingga timbul respon inflamasi. Pada pada pasien tuberkulosis. Manfaat dari
awalnya respon imun langsung (innate) penelitian ini adalah NLR dapat
akan berusaha membunuh dan dijadikan alat ukur lain untuk menilai
memfagosit bakteri. Namun bakteri akan perubahan kondisi pasien TB setelah
terus bereplikasi didalam makrofag. Hal menjalani terapi.
ini akan menyebabkan adanya aktivasi
respon imun adaptif dengan aktivasi sel 2. METODE
T. Granuloma kemudian terbentuk untuk Penelitian ini menggunakan
menghambat replikasi dan data sekunder yaitu rekam medis 44
perkembangan bakteri. Pada seseorang pasien TB di Rumah Sakit Atma Jaya
dengan sistem imun yang adekuat, lesi yang diambil secara acak. Pengambilan
ini akan mengalami fibrosis, kalsifikasi data berlangsung selama Januari 2017
dan bakteri yang ada didalamnya akan hingga Mei 2017. Selama masa waktu
berada dalam posisi dorman.1 Untuk tersebut didapatkan 159 pasien TB
menekan angka kejadian dan penularan namun hanya 44 pasien yang dapat
TB dilakukan pemberian terapi yang diikutsertakan dalam penelitian ini.
terdiri dari 2 fase, fase intensif dan fase Berbagai data dikumpulkan seperti
kontinu. Pemberian terapi ini untuk umur, jenis kelamin, jumlah hitung
membunuh bakteri dan meningkatkan neutrofil dan limfosit sebelum dan
kondisi fisik pasien dikarenakan adanya sesudah terapi. Nilai NLR didapatkan
perubahan respon imun akibat infeksi dengan membagi nilai neutrofil total
bakteri.2 (batang dan segmen) dan limfosit.
Pada kejadian infeksi bakteri Analisis statistik yang dilakukan
terjadi perubahan respon imun tubuh. menggunakan SPSS 22. Uji normalitas
Hal tersebut terlihat dari jumlah neutrofil data dilakukan dengan menggunakan
yang meningkat (neutrofilia) dan shapiro-wilk. Kemudian dilakukan
penurunan jumlah limfosit analisis data dengan menggunakan
(limfositopeni). Pemeriksaan jumlah sel metode wilcoxcon untuk
darah putih merupakan pemeriksaan membandingkan NLR pasien TB
sederhana yang dapat memprediksi sebelum dan sesudah terapi.
proses inflamasi dalam tubuh. Untuk
memprediksi kondisi bakteremia, 3. HASIL PENELITIAN
pemeriksaan NLR menunjukkan hasil Dari 44 sampel penelitian
yang lebih bagus bila dibandingkan didapatkan frekuensi laki-laki lebih
dengan hanya melihat jumlah hitung banyak daripada perempuan yaitu 23
neutrofil atau limfosit saja.3
3
sehingga lebih mudah untuk terinfeksi variabel lain yang mempengaruhi
TB. Selain itu pada usia mulai dari 15 kondisi pasien. Selain itu diperlukan
tahun keatas, kebiasaan merokok mulai penggunaan metode penelitian yang
dilakukan. Hal ini pula yang lebih baik serta pengambilan data yang
menyebabkan infeksi TB akan prospektif dalam penelitian ini sehingga
meningkat. Berbagai polutan yang bisa menggambarkan kegunaan NLR
terinhalasi akan menyebabkan sebagai alat untuk menilai kondisi
penurunan pertahanan tubuh sehingga pasien TB setelah terapi intensif.
lebih rentan untuk terinfeksi bakteri.8
4
Scheglov IV, Orlova MO, et al.
Neutrophil Responses to
Mycobacterium tuberculosis
Infection in Genetically Susceptible
and Resistant Mice. Infect Immun.
2005;73(3):1744–53.
10. Pokkali S, Rajavelu P, Sudhakar R,
Das SD. Phenotypic modulation in
mycobacterium tuberculosis
infected neutrophil during
tuberculosis. 2009;185–92.
11. Iqbal S, Ahmed U, Khan MA.
Haematological parameters altered
in tuberculosis. Pak J Physiol.
2015;11(1):13–6.
12. Davoudi S, Rasoolinegad M,
Younesian M, Hajiabdolbaghi M,
Soudbakhsh A, Jafari S, et al.
CD4+ cell counts in patients with
different clinical manifestations of
tuberculosis. Braz J Infect Dis.
2008;12(6):483–6.
5
PERBEDAAN DURASI PNEUMONIA
Penelitian PADA TIPE-TIPE PENYAKIT
JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK
PIRAU KIRI KE KANAN
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit jantung bawaan asianotik pirau kiri ke kanan dapat
meningkatkan aliran darah menuju paru. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
infeksi saluran pernapasan akut. Infeksi saluran pernapasan akut, terutama pneumonia,
merupakan salah satu penyebab utama mortalitas pada anak.
Tujuan: Untuk menganalisis perbedaan durasi pneumonia pada masing-masing tipe
penyakit jantung bawaan asianotik pirau kiri ke kanan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional. Subjek penelitian
adalah anak-anak dengan penyakit jantung bawaan asianotik pirau kiri ke kanan dan
pneumonia, umur 1 bulan-5 tahun, yang rawat inap di RSUD Dr. Soetomo pada tahun
2016.
Hasil: Total subjek adalah 37 pasien, dan 20 diantaranya adalah laki-laki. Kasus yang
paling banyak ditemukan adalah anak dengan umur di bawah 12 bulan (23 anak), berat
badan lahir normal (15 anak), dan status gizi baik (18 anak). Atrial Septal Defect (ASD)
merupakan tipe lesi yang paling banyak disertai pneumonia (35.14%). Sesak merupakan
gejala dengan durasi yang paling lama (rerata=7,43 hari), sedangkan demam memiliki
durasi yang paling singkat (rerata=2,27 hari). Batuk memiliki rerata durasi sebesar 7,06
hari, sedangkan ronkhi sebesar 6,19 hari. Patent Ductus Arteriosus (PDA) , merupakan
tipe lesi dengan durasi pneumonia yang paling lama (rerata=10,2 hari). Hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan durasi pneumonia pada masing-masing
tipe penyakit jantung bawaan asianotik pirau kiri ke kanan (p=0.371; p>α=0.05).
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan durasi pneumonia pada masing-masing tipe penyakit
jantung bawaan asianotik pirau kiri ke kanan.
Kata kunci: Penyaki jantung bawaan, penyakit jantung bawaan asianotik, infeksi saluran
pernapasan bawah akut, pneumonia
ABSTRACT
Background: Acyanotic congenital heart disease with left to right shunt can increase
blood flow to the lungs. It may cause respiratory tract infection. Acute respiratory tract
infection, especially pneumonia, is the most common cause of mortality in children.
Objective: To analyze the difference in duration of pneumonia in each types of
acyanotic congenital heart disease with left-to-right shunts.
Methods: This study was designed in cross-sectional. Subjects were children with
acyanotic congenital heart disease, with left to right shunt, and pneumonia in the age of 1
month–5 years, who hospitalized in RSUD Dr. Soetomo, in the year of 2016.
Keywords: Congenital heart disease, Acyanotic congenital heart disease, acute lower
respiratory tract infection, pneumonia
1. PENDAHULUAN
2. METODE
Hampir 1/3 dari kasus kelainan
kongenital merupakan kasus dengan Penelitian ini merupakan
penyakit jantung bawaan.[1] Secara penelitian analitik dengan desain studi
umum, prevalensi kelahiran dengan PJB cross-sectional dan tinjauan secara
adalah 8 sampai 10 dari 1000 kelahiran retrospektif. Subjek penelitian adalah
hidup.[2] Penyakit jantung bawaan anak-anak dengan penyakit jantung
merupakan salah satu penyebab bawaan asianotik pirau kiri ke kanan
tersering kematian anak dengan dan pneumonia, umur 1 bulan-5 tahun,
kelainan kongenital.[3] Salah satu jenis yang rawat inap di SMF Ilmu Kesehatan
PJB yang merupakan penyebab Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
kematian paling banyak adalah PJB pada tahun 2016. Kriteria inklusi adalah
pirau kiri ke kanan.[4] Penyakit jantung pasien PJB asianotik pirau kiri ke kanan
bawaan asianotik terdiri dari lesi dengan dengan tipe lesi VSD, ASD, dan PDA,
pirau kiri ke kanan dan lesi obstruktif.[5] serta memiliki diagnosis penyerta
Penyakit jantung bawaan berupa pneumonia. Kriteria eksklusi
asianotik pirau kiri ke kanan dapat adalah pasien yang menderita penyakit
meningkatan aliran darah pulmonal. pernapasan kronis (misalnya asma,
Salah satu gejala klinis dari kelainan tuberkulosis paru, laryngomalacia).
jantung adalah adanya infeksi saluran Sampel diambil secara total sampling,
napas berulang.[6] Infeksi saluran yakni semua anggota populasi yang
pernapasan akut merupakan salah satu memenuhi kriteria akan dimasukkan
penyebab utama mortalitas pada anak. sebagai sampel. Seluruh data diambil
World Health Organization melalui dokumen rekam medis.
mengungkapkan bahwa pneumonia Diagnosis tipe PJB asianotik pirau kiri ke
merupakan pembunuh utama balita di kanan ditegakkan oleh dokter spesialis
dunia. Satu dari lima anak berumur anak konsultan jantung anak RSUD Dr.
kurang dari 5 tahun di seluruh dunia, Soetomo Surabaya, dengan
meninggal karena pneumonia tiap menggunakan alat bantu diagnosis
tahunnya.[7] berupa gambaran foto toraks, EKG, dan
Pneumonia juga memberikan ekokardiografi. Durasi pneumonia
kontribusi tinggi dalam meningkatkan dihitung sejak pasien didiagnosis
beban negara. Di Indonesia, biaya yang pneumonia oleh dokter spesialis anak
dibutuhkan seorang pasien rawat inap konsultan respirologi di RSUD Dr.
karena community acquired pneumonia Soetomo Surabaya. Analisis data
adalah 1,6 juta US dollar (sekitar 21,6 secara deskriptif untuk semua variabel
juta rupiah).[8] Banyaknya permasalahan dan uji Komparasi One-Way ANOVA
terkait penyakit jantung bawaan dan untuk mengetahui perbedaan durasi
pneumonia pada anak, menjadi alasan pneumonia pada tipe-tipe PJB asianotik
dilakukannya penelitian ini. pirau kiri ke kanan.
.
ABSTRAK
ABSTRACT
4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Hasil uji post hoc Tukey Gambar 2. Grafik Perbandingan Kadar
(Gambar 1) menunjukkan adanya Trigliserida Sebelum dan Setelah
perbedaan ber- makna kadar kolesterol Perlakuan
antara kontrol positif (kelompok A)
dengan kombinasi I (kelompok C) yakni
p=0,000. Perbedaan bermakna juga *
terjadi antara kontrol positif (kelompok *
A) dengan kombinasi II (kelompok D),
yakni p=0,000. Semen- tara, kadar
kolesterol kombinasi I (kelompok C)
dengan kombinasi II (kelompok D) tidak
berbeda bermakna (p=0,113) *
3.2 Pengaruh pemberian larutan
kurkumin-kuersetin terhadap
kadar trigliserida
Kadar trigliserida sebelum dan
setelah perlakuan pada masing-masing
kelompok diperlihatkan pada Tabel 3.
Setelah perlakuan, terlihat bahwa
kelompok D memiliki kadar trigliserida
terendah sementara kelompok kontrol
positif memiliki kadar trigliserida
tertinggi.
Tabel 3. Pengaruh Pemberian Larutan
Kurkumin-Kuersetin terhadap Kadar
Trigliserida Sebelum dan Setelah
Perlakuan Keterangan:
Kel. Mean+SD (mg/dL) Delta P
*) bermakna menggunakan post hoc
Sebelum Setelah (mg/dL)
Tukey p<0,05
A 71,27+3,45 77,07+2,86 5,79+3,02 0,013**
B 71,71+1,75 134,36+4,19 62,65+4,99 0,000** Uji statistik parametrik One Way
C 66,76+1,88 96,12+2,86 29,35+1,77 0,000** Anova yang dilakukan sebelum perlaku-
D 68,51+2,02 82,64+3,89 14,13+5,58 0,005** an menunjukkan kadar trigliserida
P* 0,014* 0,000* 0,000* berbeda bermakna dengan p<0,05,
*uji analisa Anova, signifikan pada level yang berarti kadar trigliserida antara
P<0,05 keempat kelompok tidak homogen.
**uji analisa Paired-T Test, signifikan Selanjutnya, uji One Way Anova
pada level p<0,05 dilakukan lagi untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan bermakna pada
Tikus pada kelompok C dan D kadar trigliserida di antara keempat
mengalami peningkatan kadar kelompok setelah perlakuan (Tabel 3).
trigliserida yang lebih rendah, yakni Hasil uji One Way Anova menunjukkan
masing-masing sebesar 29,35+1,77 bahwa nilai p=0,000 (p<0,05) yang
mg/dL dan 14,13+5,58 mg/dL, bila mengindikasikan bahwa setidaknya
dibandingkan dengan kelompok kontrol terdapat perbedaan kadar trigliserida
positif (kelompok A) yang menunjukkan antara keempat kelompok. Untuk
peningkatan sebesar 62,65+4,99 mg/dL mengetahui antara kelompok mana
(Tabel 3). Sementara, apabila dua sajakah terjadi perbedaan, dilakukan
kombinasi dibandingkan, kelompok D analisis post hoc Tukey.
(14,13+5,58 mg/dL) memiliki peningka- Hasil post hoc Tukey (Gambar
tan kadar trigliserida yang lebih rendah 2) menunjukkan bahwa adanya
daripada kelompok C (29,35+1,77 perbedaan bermakna antara kadar
mg/dL). trigliserida kontrol positif (kelompok A)
5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
dengan kombinasi I (kelompok C), yakni minggu menunjukkan kadar kolesterol
p=0,000. Perbedaan bermakna juga ter- yang lebih rendah dibandingkan kelom-
jadi antara kontrol positif (kelompok A) pok kontrol.[12]
dengan kombinasi II (kelompok D), Pada penelitian ini, bila
yakni p=0,000. Selain itu perbedaan dibanding- kan antara 2 kelompok
bermak- na terjadi antara kombinasi I kombinasi, kadar kolesterol setelah
(kelompok C) dan II (kelompok D), perlakuan tidak berbeda bermakna,
yakni p=0,000. p>0,05 (Gambar 1). Hal ini tidak sesuai
dengan penelitian terdahulu dimana
4. PEMBAHASAN efek hipolipidemik dari pemberian
4.1 Pengaruh pemberian larutan kuersetin akan meningkat seiring
kurkumin-kuersetin terhadap dengan peningkatan dosis, sementara
kadar kolesterol tikus efek hipolipidemik kurkumin paling
Pada penelitian ini, semua optimal pada dosis 45 mg/kgBB.[12,13]
kelompok perlakuan mengalami pening- Mekanisme kurkumin dalam
katan kadar kolesterol secara bermakna mencegah kenaikan kolesterol ini
(Tabel 2). Peningkatan kadar kolesterol dijelaskan dalam berbagai penelitian
pada kelompok kontrol positif (kelompok sebelumnya. Kurkumin mampu meng-
A), kombinasi I (kelompok C) dan hambat aktivitas dari enzim HMG-KoA
kombi- nasi II (kelompok D) lebih (3-hidroksi-3-metilglutaril-Ko-A) redukta-
disebabkan oleh diet pakan tinggi se dalam hati. HMG-KoA reduktase
lemak. Sementara itu terjadi merupakan enzim yang berperan dalam
penyimpangan pada kontrol negatif biosistesis kolesterol.[15] Selain itu,
(kelompok B), karena kelompok ini kurkumin juga menginhibisi ekspresi gen
seharusnya tidak menunjukkan HMGR (3-hydroxy-3-methylglutaryl-co-
peningkatan kadar kolesterol. Peningka- enzyme A reductase). Gen HMGR
tan ini mungkin disebabkan oleh pembe- merupakan gen yang mengkode enzim
rian pakan standar A.D.II yang mengan- HMG-KoA reduktase di hati. Dengan
dung lemak 3-7%. terhambatnya produksi gen HMGR,
Selanjutnya, penelitian ini juga enzim HMG-KoA reduktase pun menga-
menunjukkan bahwa kadar kolesterol lami penurunan. Ini berakibat pada
pada tikus dengan pemberian kombinasi menurunnya sintesis kolesterol.[15]
I dan kombinasi II lebih rendah Penelitian terdahulu menyebutkan
dibandingkan dengan kontrol positif bahwa kuersetin mampu menginhibisi
(Gambar 1). Selain itu, kelompok jangka pendek sintesis asam lemak dari
kombinasi I dan kombinasi II mengalami asetat.[16] Melalui analisis HPLC (High
peningkatan kadar kolesterol yang lebih Performance Liquid Chromatography)
rendah dibandingkan dengan kelompok terlihat bahwa kuersetin juga mampu
kontrol positif (Gambar 1). Hal ini dapat menghambat pembentukan asam
dikaitkan dengan hasil penelitian palmitat yang merupakan salah satu
sebelumnya yang menyatakan bahwa asam lemak.[16] Mekanisme lainnya
kadar kolesterol menurun atau lebih dalam mempengaruhi kadar kolesterol,
rendah dibandingkan kelompok kontrol yakni penghambatan aktivitas ACC
pada pemberian tunggal kuersetin atau (acetyl-CoA carboxylase).[16] Enzim ACC
kurkumin.[12,14] Pemberian kurkumin dan berperan dalam sintesis lipid, yakni saat
capsaicin terhadap profil lipid tikus asetil KoA diubah menjadi malonil
Wistar betina yang diinduksi hiperkoles- KoA.[17] Dengan dihambatnya sintesis
terolemia selama 8 minggu mampu asam lemak, maka sintesis kolesterol
menunjukkan kadar kolesterol pada pun akan berkurang.
kelompok tikus yang diberi kurkumin Kendati demikian, penjelasan
lebih rendah dibandingkan dengan ke- mengenai mekanisme pengaruh dari
lompok tikus kontrol.[14] Pemberian kombinasi larutan kuersetin dan kurku-
kuersetin pada tikus Wistar jantan min terhadap kadar kolesterol belum
dengan diet tinggi kolesterol selama 4 dapat dijelaskan pada penelitian ini
karena parameter yang diukur terbatas.
6
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
4.2 Pengaruh pemberian larutan runkan produksi trigliserida. Sementara
kurkumin-kuersetin terhadap peningkatan aktivitas β-oxidation akan
kadar trigliserida tikus meningkatkan perombakan lipid menjadi
Hasil penelitian ini menunjukkan asam lemak. Selanjutnya, asam lemak
bahwa kadar trigliserida pada tikus ini masuk ke jalur rantai respirasi
dengan pemberian kombinasi I sebagai sitrat.[15]
(kelompok C) dan kombinasi II Mekanisme kuersetin dalam
(kelompok D) lebih rendah dibandingkan mencegah kenaikan trigliserida yakni
dengan kontrol positif (kelompok A) kuersetin mampu menurunkan aktivitas
seperti terlihat pada Gambar 2. Selain DGAT (diacylglycerol acyltransferase)
itu, kelompok kombinasi I dan kombinasi secara bermakna.[16] Enzim DGAT
II mengalami peningkatan kadar memiliki pengaruh terhadap sintesis
trigliserida yang lebih rendah dibanding- trigliserida, yakni saat pengubahan 1,2-
kan dengan kelompok kontrol positif diacylglycerol menjadi trigliserida.[18] Hal
(Gambar 2). Hal ini dapat dikaitkan ini dapat menekan kadar trigliserida
dengan hasil penelitian sebelumnya dalam darah.
yang menyatakan bahwa kadar trigli- Kendati demikian penjelasan
serida menurun atau lebih rendah me- ngenai mekanisme pengaruh dari
dibandingkan kelompok kontrol pada kom- nasi larutan kuersetin dan
pemberian tunggal kuersetin atau kurkumin terhadap kadar trigliserida
kurkumin.[12,14] Pemberian kurkumin dan belum dapat dijelaskan pada penelitian
capsaicin terhadap profil lipid tikus ini karena parameter yang diukur
Wistar betina yang diinduksi hiperkoles- terbatas.
terolemia selama 8 minggu mampu
menunjukkan kadar trigliserida pada 5. SIMPULAN
kelompok tikus yang diberi kurkumin Berdasarkan penelitian yang
lebih rendah dibandingkan dengan telah dilakukan, dapat disimpulkan
kelompok tikus kontrol.[14] Pemberian bahwa kombinasi kurkumin-kuersetin
kuersetin pada tikus Wistar jantan konsen- trasi 45 mg/kgBB dan 90
dengan diet tinggi kolesterol selama 4 mg/kgBB mencegah peningkatan kadar
minggu menunjukkan kadar trigliserida kolesterol dan trigliserida pada tikus
yang lebih rendah dibandingkan kelom- Wistar jantan dengan diet tinggi lemak.
pok kontrol.[12]
Selanjutnya pada penelitian ini, 6. SARAN
bila dibandingkan antara 2 kelompok Perlu dilakukan penelitian lebih
kombinasi, maka pemberian kombinasi lanjut pada sediaan histopatologis untuk
II mampu mencegah kenaikan melihat terbentuknya plak aterosklerosis
trigliserida lebih baik dibandingkan pada sinus aorta dan biomolekular untuk
dengan kombinasi I, p<0,05 (Gambar 2). melihat ekspresi gen HMGR (3-hydroxy-
Hal ini sesuai dengan penelitian 3-methylglutaryl-coenzyme A reducta-
terdahulu dimana efek hipolipidemik dari se), aktivitas ACC (acetyl-CoA carbo-
pemberian kuersetin akan meningkat xylase), aktivitas hepatic fatty acid β-
seiring dengan peningkatan dosis.[12] oxidation, dan aktivitas DGAT (diacyl-
Sementara pada kurkumin, dosis yang glycerol acyltransferase), Hal ini bertuju-
paling optimal adalah 45 mg/kgBB.[13] an untuk mengetahui mekanisme kerja
Mekanisme kurkumin dalam dari kombinasi kurkumin dan kuersetin
mencegah kenaikan trigliserida ini dalam mencegah kenaikan kadar koles-
dijelaskan dalam berbagai penelitian terol dan trigliserida.
sebelumnya. Kurkumin mampu mene-
kan aktivitas hepatic fatty acid synthase DAFTAR PUSTAKA
(FAS) dan meningkatkan aktivitas 1. Departemen Kesehatan RI,
hepatic fatty acid β-oxidation.[8] Enzim Badan Penelitian
FAS merupakan enzim yang berperan Pengembangan Kesehatan.
dalam pemanjangan rantai karbon asam Riset Kesehatan Dasar
lemak pada proses sintesis asam lemak (Riskesdas): Laporan Nasional
pada hati.[15] Akibatnya, sintesis asam 2013 [Internet]. Indonesia:
lemak akan berkurang sehingga menu- Departemen Kesehatan RI;
7
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
2013 [cited 1 September 2016]. the ILSI North America
Available from Flavonoids Workshop, May 31–
<www.litbang.depkes.go.id.> June 1, 2005, Washington, DC.
2. Siswanto, Permaesih D, Lamid J Nutr. 2007: 137: 718–737.
A, Prihatini S, Rosmalina Y. 10. Williamson G, Manach C.
Studi Diet Total: Survei Bioavailability and Bioefficacy of
Konsumsi Makanan Individu Polyphenols in Humans. II.
Indonesia. Jakarta: Lembaga Review of 93 Intervention
Penerbitan Badan Litbangkes; Studies. Am J Clin Nutr. 2005:
2014. 81: 243-255.
3. World Health Organization. The 11. Anjaneyulu, Chopra. Quercetin
World Health Report 2015 – an Anti-Oxidant Bioflavonoid,
Shaping the Future. Attenuates Diabetic Neuropathy
Switzerland: WHO Library; in Rats. Clin Exp Pharmacol
2015. Physiol. 2004: 31(4): 244-248.
4. Cronenwett JL, Johnston KW. 12. Azuma K, Ippoushi K, Terao J.
Rutherford’s Vascular Surgery. Evaluation of Tolerable Levels
2014: 8: 8439-8452. of Dietary Quercetin for Exerting
5. Xu J, Jüllig M, Middleditch MJ, Its Antioxidative Effect in High
Cooper GJS. Modelling Cholesterol-Fed Rats. Food
Atherosclerosis by Proteomics : Chem Toxicol. 2010: 48: 1117–
Molecular Changes in the 1122.
Ascending Aortas of 13. Julie S, Jurenka M.
Cholesterol-Fed Rabbits. Antiinflamatory Properties of
Atherosclerosis. 2015: 242(1): Curcumin, A Major Constituent
268–276. of Curcuma longa: A review of
6. Al-Rejaie SS, Aleisa AM, Preclinical Research and
Sayed-Ahmed MM, Al- Clinical Research. Altern Med
Shabanah OA, Abuohashish Rev. 2009: 14(2): 141-153.
HM, Ahmed MM, et al. 14. Manjunatha H, Srinivasan K.
Protective Effect of Rutin on the Hypolipidemic and Antioxidant
Antioxidant Genes Expression Effects of Curcumin and
in Hypercholestrolemic Male Capsaicin in High-Fat-Fed Rats.
Westar Rat. BMC Complement Can J Physiol Pharmacol. 2007:
Altern Med. 2013: 13(1): 136. 85(6): 588-596.
7. Ligeret H, Barthelemy S, Zini R, 15. Koolman J, Roehm K. Color
Tillement JP, Labidalle S, Morin, Atlas of Biochemistry. 2nd Ed.
D. Effects of Curcumin and Stuttgart: Thieme Medical
Curcumin Derivatives on Publisher; 2005.
Mitochondrial Permeability 16. Gnoni G V, Paglialonga G,
Transition Pore. Free Radic Biol Siculella L. Quercetin Inhibits
Med. 2004: 36(7): 919–929. Fatty Acid and Triacylglycerol
8. Jang EM, Choi MS, Jung UJ, Synthesis in Rat Liver Cells. Eur
Kim MJ, Kim HJ. Beneficial J Clin Invest. 2009: 39(9): 761-
Effects of Curcumin on 768.
Hyperlipidemia and Insulin 17. Gurr MI, Harwood JL, Frayn KN.
Resistance in High-Fat—Fed Lipid Biochemistry. 5th Ed.
Hamsters. Metabolism. 2008: Oxford: Blackwell Science Ltd;
57: 1576-1583. 2002.
9. Erdman JWJr, Balentine D, 18. Murray RK, Bender DA, Botham
Arab L, Beecher G, Dwyer JT, KM, Kennelly PJ, Rodwell VW,
Folts J, Harnly J, Hollman P, Weil PA. Harper’s illustrated
Keen CL, Mazza G, Messina M, biochemistry. 28th Ed. New
Scalbert A, Vita J, Williamson G, York: The McGraw-Hill
Burrowes J. Flavonoids and Companies, Inc; 2006.
Heart Health: Proceedings of
8
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
ADIPOSE STEM CELL: TERAPI
Artikel REGENERATIF UNTUK
Penyegar MENINGKATKAN MASSA SEL BETA
PANKREAS DAN SENSITIVITAS
INSULIN PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2
Hera Afidjati1
1
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
1
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
disertai dengan obesitasi berisiko hiperglikemia saat puasa dan
mempercepat progresi T2DM. Namun menurunnya deposit glikogen oleh hati
faktanya, faktor genetik memiliki peran postprandial. Karena adanya resistensi
lebih dalam patogenesis T2DM insulin di jaringan adiposa, lipolisis dan
dibandingkan pada T1DM.5 asam lemak bebas yang masuk ke
dalam hati meningkat sehingga
menyebabkan peningkatan sintesis lipid
di hepatosit dan dapat menyebabkan
komplikasi berupa penyakit hati
berlemak nonalkoholik.4
Resistensi insulin merupakan
patofisiologi dasar dari abnormalitas
pada T2DM. Kegagalan jaringan hati
dan otot untuk merespon kerja insulin
menyebabkan penurunan ambilan,
Gambar 1. 'Ominous octet' (De Fronzo transport, dan fosforilasi glukosa di
et al., 2014) jaringan otot, berkurangnya glikolisis
dan oksidasi asam lemak di hati, serta
Pada penderita diabetes melitus ketidakmampuan untuk menghentikan
tipe 2, progresi penyakit sangat glukoneogenesis di hati.4 Insensitivitas
dipengaruhi oleh resistensi insulin, insulin pada otot lurik ini bertanggung
sekresi insulin yang abnormal, produksi jawab terhadap kegagalan pembuangan
glukosa hepatik yang berlebihan, dan glukosa total tubuh sebesar 85-90%
metabolisme lemak abnormal. pada pasien T2DM.6
Pemahaman para ahli terhadap Sejauh ini, penatalaksanaan
patofisiologi T2DM telah berkembang T2DM bertujuan untuk mengontrol gula
dari tiga prinsip pokok (defek pada sel darah, terapi terhadap kondisi yang
beta pankreas, sel otot, dan hati) berkaitan (dislipidemia, hipertensi,
menjadi delapan hal yang berkaitan obesitas, dan penyakit jantung koroner),
dengan kondisi hiperglikemia (disebut serta tatalaksana terhadap komplikasi
juga ‘ominous octet’).6 Pada tahap awal DM (retinopati, nefropati, neuropati, dan
T2DM, toleransi glukosa masih lain-lain). Pengaturan gula darah
mendekati normal walaupun terjadi dilakukan dengan gaya hidup sehat,
resistensi insulin karena sel-sel beta modifikasi diet, dan terapi farmakologis
pankreas dapat mengkompensasi sebagai agen penurun glukosa.4
dengan meningkatkan sekresi insulin. Namun, penatalaksanaan yang telah
Namun, semakin berkembangnya disebutkan terbatas karena efek
insensitivitas jaringan (otot, hati, dan samping pada organ tubuh lainnya dan
lemak) terhadap insulin dan peningkatan tidak dapat mencegah apoptosis
sekresi insulin yang menyebabkan maupun meningkatkan massa sel beta
hiperinsulinemia kompensatorik, pulau- pankreas pada pasien T2DM tahap
pulau Langerhans pada pankreas tidak lanjut. Adipose tem cell sebagai pilihan
dapat beradaptasi dengan keadaan terapi bagi pasien T2DM tahap lanjut
tersebut. Toleransi glukosa yang diharapkan dapat mengembalikan sel-
terganggu ini ditandai dengan sel penghasil insulin dan meningkatkan
meningkatnya kadar glukosa harapan hidup bagi pasien.
postprandial dan menurunnya sekresi
insulin sehingga terjadi peningkatan 2.2 Sel punca
produksi glukosa hati. Kedua hal Sel punca atau stem cell adalah
tersebut akhirnya meningkatkan kadar sel progenitor yang belum terdiferensiasi
gula darah puasa dan menyebabkan dan dapat berkembang menjadi
kerusakan pada sel beta pankreas. beberapa macam sel yang berbeda
Dislipidemia dan meningkatnya glukosa seperti sel otot, sel darah merah, atau
hati merupakan salah satu kondisi yang sel saraf, baik saat awal kehidupan
terjadi pada penderita T2DM. Keadaan maupun saat pertumbuhan. Sel punca
ini disebabkan oleh keadaan berbeda dari sel jenis lain dalam tubuh
hiperinsulinemia yang gagal menekan karena dua karakteristiknya yang
glukoneogenesis sehingga terjadi menonjol, yaitu dapat memperbaharui
2
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
dirinya sendiri melalui pembelahan sel 2.4 Potensi penggunaan ASC sebagai
dan dapat menjadi sel jenis tertentu terapi untuk penderita T2DM
dengan fungsi khusus dalam kondisi ASC memiliki karakteristik
tertentu. Sel punca pada manusia angiogenik, yaitu dapat mensekresikan
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, faktor angiogenik sebagai respon
yaitu sel punca embrionik (embryonic terhadap iskemia, stimulasi dari growth
stem cell) dan sel punca somatic (adult factor, dan diferensiasi dari VEC secara
stem cell). Embryonic stem cell eksperimental. Pada penderita diabetes,
diperoleh dari embrio yang terfertilisasi jaringan adiposa dalam keadaan relatif
secara in vitro dan dapat berkembang iskemi dengan adanya inflamasi kronik
menjadi semua jenis sel dalam tubuh, tingkat rendah dan hal ini dapat
sedangkan somatic stem cell dapat menyebabkan disfungsi jaringan
ditemukan di antara sel-sel yang telah adiposa, resistensi insulin, dan sindrom
terdiferensiasi dan berkembang menjadi metabolik. Keadaan iskemia ini
sel yang terspesialisasi untuk menyebabkan kematian adiposit yang
menggantikan serta memperbaiki akan diikuti dengan sel endotel dan sel-
jaringan tersebut. Beberapa contoh sel lainnya (blood-derived cells).
somatic stem cell adalah hematopoietic Namun, ASC dapat bertahan selama 3
stem cell, mesenchymal stem cell, hari walaupun dalam keadaan iskemia
neural stem cell, epithelial stem cell, dan parah dan berperan dalam proses
skin stem cell.7 perbaikan melalui adipogenesis dan
angiogenesis.8 Kemampuan
2.3 Adipose stem cell vaskulogenesis dan angiogenesis ini
Jaringan adiposa tersusun dari bermanfaat untuk membantu
beberapa macam sel dan adiposit penanaman pulau-pulau pankreas dari
menyusun sekitar 90% komposisi donor ketika ditransplantasikan pada
jaringan tersebut. Adipose stem cell penderita diabetes.11 ASC dapat
(ACS), sel vaskular endotel (VEC), sel- mengurangi kerusakan jaringan dalam
sel makrofag dan limfosit, perisit dan berbagai situasi, seperti iskemia,
fibroblas juga turut menyusun jaringan apoptosis neuronal, dan disfungsi
adiposa yang memiliki jaring kapiler ovaria.12 Selain itu, ASC juga memiliki
padat. ACS diperkirakan terletak di efek antiinflamasi dan imunomodulator
antara adiposit, di dinding pembuluh yang dapat melindungi pulau-pulau
darah, atau di antara fibroblas. Adipose pankreas dari reaksi imun pada tahap
stem cell atau dapat disebut adipose- awal transplantasi, termasuk menekan
derived stem cell (ADSC) ini tergolong proliferasi sel T.11
sel punca mesenkimal multipoten yang Manfaat lain dari ASC adalah
didapatkan dari tubuh melalui kemampuan diferensiasi menjadi sel-sel
penyedotan lemak (liposuction).8 Sel penghasil insulin. Karakter yang unik
punca mesenkimal ini dapat dari ASC ini dapat secara tepat
berdiferensiasi menjadi sel yang digunakan untuk transdiferensiasi
menggantikan jaringan rusak, menjadi sel-sel endokrin pankreas yang
memodulasi lingkungan sekitarnya, sebenarnya berasal dari lapisan
mengaktifkan sel progenitor endogen, endoderm. Derivasi ASC menjadi sel
dan mensekresi beberapa protein penghasil insulin ini hampir sama
faktor.9 ASC sendiri berpotensi untuk dengan embryonic stem cell, yaitu
berdiferensiasi menjadi adipogenik, dimulai dari endoderm definitif menjadi
osteogenik, kondrogenik, dan derivat endoderm pankreas dan akhirnya
lainnya.10 Dibandingkan bone marrow- menjadi sel pengekspresi hormon
derived mesenchymal stem cell, ASC pankreas. Beberapa protein faktor
lebih baik karena cara pengambilan transkripsi maupun biomarker berperan
yang tidak invasif, tidak ada dalam proliferasi dan diferensiasi ASC
kekhawatiran penyalahgunaan etik dan menjadi sel-sel tertentu sesuai
politik, serta menghindari kemungkinan fungsinya. Sel punca mesenkimal yang
terbentuknya teratoma.8,11 berproliferasi mengekspresikan stem
3
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
cell marker yaitu nestin yang pada dan menginduksi penurunan berat
akhirnya akan menjadi marker untuk sel badan.5,13 Dengan adanya aktivitas
punca pankreatik multipoten dan dapat sekresi kedua hormon tersebut,
dideteksi di dalam pulau-pulau diharapkan regulasi glukosa darah dan
pankreas. ASC ini akan lemak dapat diperbaiki.
mengekspresikan nestin dan ABCG2 Sayangnya, beberapa
serta menunjukkan potensi aktivasi gen kelemahan dari terapi yang
perkembangan pankreas akibat adanya diadministrasikan secara injeksi
beberapa faktor transkripsi; yaitu Isl-1 intravena ini masih ditemukan dalam
yang ekpresi intrinsiknya berperan beberapa studi yang dilakukan oleh para
dalam perkembangan dan pengaturan ahli. Kekurangan yang ditemukan antara
adaptasi terhadap fenotip sel endokrin lain adalah pengaturan mekanisme
pancreas, Ipf-1, Ngn-3, Pax-6, insulin, fisiologis dari proses sekresi insulin
glukagon, dan somatostatin (Timper et yang melibatkan sel beta, sel alfa, dan
al., 2006). Ekspresi faktor transkripsi Isl- sel gamma pankreas, kemudian
1 dan Ipf-1 dapat ditemukan pada awal interaksi ASC dengan sel-sel endokrin
proliferasi ASC, sedangkan ekspresi Isl- pankreas di sekitarnya, serta
1 dan Pax-6 merupakan faktor kemampuan untuk merespon terhadap
transkripsi yang dibutuhkan untuk rangsangan glukosa darah dari
perkembangan sel beta. Saat ASC sirkulasi.11,14 Selain itu, ASC pada
berproliferasi juga dapat ditemukan penderita diabetes dengan obesitas
ekspresi marker nestin, ABCG2, faktor memiliki karakteristik metabolik yang
transkripsi stem cell factor (SCF), dan berbeda dibandingkan dengan penderita
Thy-1. Peran dari ABCG2 diperkirakan yang tidak mengalami obesitas dan
berkaitan dengan sel-sel prekursor cenderung tidak berefek terhadap
pankreas dan neural stem cells. sensitisasi jaringan terhadap insulin.10,15
Ekspresi dari visfatin yang berperan Walaupun terapi ASC pada
dalam pengaktifan reseptor insulin dan pasien diabetes ini masih ditemukan
memiliki efek penurun glukosa darah beberapa kekurangan dan memerlukan
juga dapat ditemui pada ASC yang studi lebih lanjut untuk meningkatkan
berdiferensiasi menjadi fenotip efektivitas dan efikasinya, beberapa
penghasil insulin.11 rumah sakit dan klinik di dunia telah
Meningkatnya kadar HB1Ac menerapkan terapi regeneratif ini
dalam darah dan menurunnya serum sebagai upaya untuk memperbaiki
antibodi GAD tanpa efek samping kualitas hidup pasien dengan T2DM.
merupakan keuntungan lain dari
transplantasi ASC pada pankreas. ASC 3. SIMPULAN
diharapkan dapat memberikan efek Tulisan ini bertujuan untuk
terapeutik terhadap komplikasi dari memberikan informasi mengenai terapi
diabetes, seperti retinopati dan regeneratif menggunakan adipose stem
apoptosis podosit akibat tingginya kadar cell sebagai terapi alternatif dan metode
glukosa darah. Terapi ini juga dapat penatalaksanaan yang tergolong baru
menurunkan kadar trigliserida, untuk pasien T2DM. Setelah
meningkatkan kadar HDL dalam serum, mengetahui manfaat terapi ASC
serta memperbaiki keadaan terhadap progresi T2DM, diharapkan
hiperglikemia.12 para peneliti maupun calon peneliti,
Menariknya, karakteristik dari khususnya di Indonesia, memiliki
jaringan adiposa masih dapat ditemui keinginan untuk mengembangkan terapi
pada ASC, yaitu adanya aktivitas regeneratif ini sebagai terapi alternatif
transkripsi leptin dan adiponektin pada yang lebih menguntungkan bagi
ASC yang telah terdiferensiasi.11 kesembuhan pasien. Oleh karena itu,
Adiponektin yang merupakan salah satu diharapkan pengembangan terapi
adipokin ini memiliki aktivitas sensitisasi regeneratif ini dapat menyukseskan
insulin terhadap jaringan dan dapat pemerintah untuk meningkatkan derajat
mengurangi respon inflamasi, kesehatan masyarakat dan mencapai
sedangkan leptin merupakan hormon target Sustainable Development Goals
regulator keseimbangan energi dengan yaitu mewujudkan kesehatan yang baik
menekan jumlah makanan yang masuk sehingga Indonesia dapat menjadi
4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
negara yang lebih produktif dan maju di Guo, Y., Mu, Y., Shen, J.,
masa depan. Cheng, Y., Fu, X. and Han, W.
(2012). Infusion of
DAFTAR PUSTAKA Mesenchymal Stem Cells
1. Kementerian Kesehatan Ameliorates Hyperglycemia in
Republik Indonesia, (2013). Type 2 Diabetic Rats:
Riset Kesehatan Dasar 2013. Identification of a Novel Role in
Jakarta: Badan Penelitian dan Improving Insulin Sensitivity.
Pengembangan Kesehatan, Diabetes, vol.61(6), pp.1616-
pp.83-90. 1625.
2. Mathers, C. and Loncar, D. 10. Perez, L., Bernal, A., San
(2006). Projections of Global Martin, N., Lorenzo, M.,
Mortality and Burden of Disease Fernandez-Veledo, S. and
from 2002 to 2030. PLoS Med, Galvez, B. (2013). Metabolic
vol.3(11), p.e442. Rescue of Obese Adipose-
3. Guariguata, L., Whiting, D., Derived Stem Cells by
Hambleton, I., Beagley, J., Lin28/Let7 Pathway. Diabetes,
Linnenkamp, U. and Shaw, J. 62(7), pp.2368-2379.
(2014). Global estimates of 11. Paek, H., Kim, C., and Williams
diabetes prevalence for 2013 S. (2014). Adipose stem cell-
and projections for 2035. based regenerative medicine for
Diabetes Research and Clinical reversal of diabetic
Practice, vol.103(2), pp.137- hyperglycemia. World Journal of
149. Diabetes, vol.5(3), p.235.
4. Longo, D., Fauci, A., Kasper, D., 12. Cao, M., Pan, Q., Dong, H.,
Hauser, S., Jameson, J., and Yuan, X., Li, Y., Sun, Z., Dong,
Loscalzo, J. (2012). Harrison's X. and Wang, H. (2015).
principles of internal medicine. Adipose-derived mesenchymal
18th ed. New York: McGraw-Hill. stem cells improve glucose
5. Kumar, V., Abbas, A., Aster, J. homeostasis in high-fat diet-
(2013). Robbins basic induced obese mice. Stem Cell
pathology. 9th ed. Philadelphia, Research & Therapy, vol.6(1).
PA: Saunders/Elsevier. 13. Klok, M., Jakobsdottir, S. and
6. DeFronzo, R., Triplitt, C., Abdul- Drent, M. (2007). The role of
Ghani, M., and Cersosimo, E. leptin and ghrelin in the
(2014). Novel Agents for the regulation of food intake and
Treatment of Type 2 Diabetes. body weight in humans: a
Diabetes Spectrum.vol. 27(2), review. Obesity Reviews, 8(1),
pp. 100-112. pp.21-34.
7. Bethesda: National Institutes of 14. Palmer, A. and Kirkland, J.
Health, U.S Department of (2016). Aging and adipose
Health and Human Services. tissue: potential interventions for
(2015). In Stem Cell Information. diabetes and regenerative
[Online] Available at: medicine. Experimental
http://stemcells.nih.gov/info/basi Gerontology.
cs/pages/basics4.aspx 15. Timper, K., Seboek, D.,
[Accessed 20 Jul. 2016]. Eberhardt, M., Linscheid, P.,
8. Yoshimura, K., Eto, H., Kato, H., Christ-Crain, M., Keller, U.,
Doi, K. and Suga, H. (2011). Müller, B. and Zulewski, H.
Adipose Stem Cells: From (2006). Human adipose tissue-
Liposuction to Adipose Tissue derived mesenchymal stem cells
Engineering. In: Y. Illous and A. differentiate into insulin,
Sterodimas, ed., Adipose Stem somatostatin, and glucagon
Cells and Regenerative expressing cells. Biochemical
Medicine, 1st ed. Berlin: and Biophysical Research
Springer, pp.77-91. Communications, 341(4),
9. Si, Y., Zhao, Y., Hao, H., Liu, J., pp.1135-1140.
5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Artikel ASAM VALPROAT DAPAT
Penyegar MENGHAMBAT PERTUMBUHAN
PADA PASIEN EPILEPSI ANAK
M Marliando Satria Pangestu Catur,1 Roro Rukmi
Windi Perdani,2
1
Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung, Bandarlampung, Indonesia
2
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Rumah Sakit Dr. H.
Abdoel Moeloek - Fakultas Kedokteran, Universitas
Lampung, Bandarlampung, Indonesia
1. PENDAHULUAN
Epilepsi adalah kelainan yang karena lebih dapat melihat respons
neurologis kronis yang ditandai dengan dosis yang digunakan dan interaksi obat
kejang berulang.[1] Di Amerika Serikat yang lebih sedikit.[6] Selain itu, banyak
menunjukkan bahwa sekitar 120 dari AED baru juga memiliki mekanisme
100.000 orang mencari pertolongan tindakan yang berbeda dibandingkan
medis setiap tahunnya akibat dengan AED yang sebelumnya tersedia.
mengalami kejang. Meskipun tidak Generasi pertama AED memiliki
setiap pasien yang mengalami kejang beberapa mekanisme tindakan utama.
terdiagnosa epilepsi, sekitar 125.000 Sodium channel blockade dan GABA
kasus baru epilepsi didiagnosis setiap potentiation keduanya menghasilkan
tahun. Kejadian epilepsi paling tinggi pengurangan discharge neuron. AED
pada bayi baru lahir dan anak kecil yang lebih baru telah memberi lebih
dengan tertinggi kedua terjadi pada banyak variasi pada target obat, seperti
pasien yang berusia lebih dari 65 subunit GABA spesifik dan
tahun.[2] Telah ditemukan bahwa penghambatan vesikel sinaptik.
mungkin faktor genetik menjadi salah Berbagai target farmakologis untuk
satu faktor predisposisi dalam pengobatan kejang sangat diinginkan
perkembangan epilepsi. Meskipun karena beberapa alasan. Pertama,
kejadian epilepsi lebih tinggi pada penargetan reseptor yang lebih spesifik
pasien dengan keterbelakangan mental yang terlibat dalam perambatan kejang
dan serebral palsi.[3] dapat menyebabkan efek samping yang
Epilepsi membutuhkan terapi kurang (baik neurologis maupun
antiepilepsi (AED) jangka panjang. Obat sebaliknya). Kedua, AED saat ini yang
antiepilepsi (AED) menjadi pengobatan tersedia sering tidak memberikan efek
yang efektif untuk penderita epilepsi.[4] secara luas dalam berbagai model
Kegagalan pengobatan dan kepatuhan kejang. Dengan meningkatkan variasi
yang buruk, sangat umum terjadi pada target farmakologi, gangguan kejang
pasien yang mengalami efek samping komplek lebih banyak dapat
karena AED. Pada sekitar 25% pasien, memperoleh pilihan pengobatan yang
efek samping menyebabkan tepat.[7]
penghentian pengobatan. Asam valproat Asam valproat (VPA) adalah
efektif dalam pengobatan semua jenis salah satu obat antiepilepsi yang paling
epilepsi. Ini adalah salah satu obat sering diresepkan dan penstabil mood
antiepilepsi yang paling banyak lini pertama untuk maniak bipolar akut
digunakan dalam praktik klinis.[5] dan depresi bipolar.[8] Penggunaan VPA
Penelitian-peneltian terapeutik yang meluas telah menyebabkan
untuk pengobatan kejang telah meningkatnya efek samping yang
meningkat secara signifikan selama bermasalah, termasuk hepatotoksisitas,
dekade terakhir. Banyak obat AED mual, muntah, ataksia, kelesuan,
terbaru memiliki keunggulan klinis alopesia, trombositopenia,
dibandingkan AED generasi pertama hiperamonemia, peningkatan nafsu
1
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
makan, kenaikan berat badan dan pertumbuhan sangat berpengaruh serta
menghambat pertumbuhan tulang.[9] tempat pertumbuhan tulang
Sistem rangka menentukan berlangsung.[1] Asam valproat juga
ketinggian seseorang. Tulang adalah menekan proliferasi kondrosit dalam
jaringan hidup yang terus bergenerasi metatarsal rudiments. Hasil ini
sepanjang hidup. Sel-sel khusus yang menunjukkan bahwa asam valproat
terlibat dalam proses remodeling tulang, menekan pertumbuhan tulang
seperti osteoblas yang memulai longitudinal dengan menghambat
pembentukan tulang, osteosit pembentukan tulang rawan dan
memantau tekanan mekanis pada mempercepat pengerasan pelat
tulang dan osteoklas yang bekerja pertumbuhan.[14]
dalam penyerapan tulang.[10]
Pertumbuhan tulang berada di ujung 2. ISI
tulang panjang, terdiri dari kondrosit Epilepsi adalah kelainan
pada tahap diferensiasi yang berbeda neurologis akibat pelepasan aktivitas
dan terbagi secara histologis menjadi listrik neuron yang abnormal dan
tiga zona berbeda: istirahat, proliferatif berlebihan. Kejang pada epilepsi dapat
dan hipertrofi. Pertumbuhan tulang bermanifestasi seperti kesadaran yang
longitudinal terutama dilakukan pada berubah, gerakan tidak sadar, fenomena
kondrosit di zona proliferatif dari plat sensorik yang abnormal, peningkatan
pertumbuhan. Terlepas dari efek aktivitas otonom atau gangguan perilaku
hormon sistemik dan lokal yang sementara yang tergantung pada lokasi
bersirkulasi terus menerus, kalsium dan gangguan epilepsi.[4,15] Selain gejala
bahan kimia lainnya, yang disediakan kejang, pelepasan listrik patologis yang
oleh tulang untuk mempertahankan terdeteksi dalam elektroensepalograpi
simpanan mineral intra dan (EEG) selama kejang dan pada periode
ekstraselular, yang bekerja dalam tidak kejang juga dapat menjelaskan
osteoblas, osteosit dan protein matriks lokasi asal kerusakan. Meskipun
ekstraselular untuk mineralisasi osteoid. serangan epilepsi dapat menjadi
Kalsium sangat penting untuk penyebab penyakit pada otak, pada
pengembangan plat pertumbuhan sebagian besar kasus epilepsi
epifisis normal dan perubahan kalsium penyebabnya tidak diketahui dan
ekstraseluler memodulasi fungsi diagnosisnya semata-mata didasarkan
kondrosit. Proliferasi lempeng pada deskripsi kejang dan temuan pada
pertumbuhan pada epifisis diakibatkan EEG.[16]
oleh interaksi yang kompleks antara Semua faktor yang
efek hormon dan faktor pertumbuhan, menyebabkan perubahan struktural atau
yang secara langsung atau tidak fungsional patologis di otak dapat
langsung dapat mempengaruhi kadar menjadi predisposisi epilepsi. Pada
kalsium serum dan kondisi sel-sel orang dewasa, trauma, tumor otak dan
tersebut, yang menyebabkan penyakit pembuluh darah otak adalah
perawakan terganggu.[11,12] penyebab epilepsi yang paling umum,
Asam valproat banyak sementara pada anak-anak kelainan
digunakan dalam pengobatan anak- metabolik, kelainan kongenital, infeksi,
anak dengan epilepsi. Bukti penyakit genetik dan cedera perinatal
menunjukkan bahwa asam valproat adalah salah satu penyebab. Namun,
memiliki efek teratogenik pada sistem etiologi epilepsi tetap belum
rangka.[13] Selain itu, penggunaan asam terselesaikan pada sejumlah besar
valproat pada anak-anak telah dikaitkan pasien. Faktor genetik juga bisa menjadi
dengan perawakan pendek. Dengan predisposisi epilepsi. Sebagian besar
demikian, bahwa asam valproat juga kasus epilepsi disebabkan oleh interaksi
dapat mempengaruhi pertumbuhan banyak gen dan lingkungan dan pada
tulang setelah morfogenesis kerangka sebagian kecil kasus epilepsi dapat
selesai. Asam valproat secara nyata dikaitkan dengan kelainan gen
menekan pertumbuhan longitudinal tunggal.[3,15,16]
metatarsal. Untuk menentukan Epilepsi Genetik Umum, Contoh
mekanisme yang mendasari, hubungan epilepsi genetik umum termasuk epilepsi
proliferasi sel dan hipertrofi di piring pada masa kanak-kanak, epilepsi absen
2
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
pada remaja, epilepsi mioklonik pada Model Kejang Umum. Beberapa
remaja, epilepsi dengan kejang tonik- model percobaan sangat membantu
klonik generalisata dan epilepsi dalam memahami patofisiologi epilepsi,
mioklonial pada dewasa. Beberapa termasuk penyebabnya, epileptogenesis
sindrom dapat seperti epilepsi umum, dan respons terhadap pengobatan.
termasuk kelainan transport transporter Beberapa model (misalnya,
seperti defisiensi glukosa transformator- electroshock dan penggunaan
1 (GLUT1), sindrom West, sindrom pentylenetetrazole) mengacu pada jenis
Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonal kejang spesifik, termasuk absent, tonik-
yang progresif. Beberapa gen telah klonik dan kejang mioklonik.[19,20]
dikaitkan dengan perkembangan
epilepsi genetik umum.[17,18]
Secara umum, mekanisme
pengobatan pada obat antiepilepsi
dapat dikategorikan berdasarkan
pengaruhnya terhadap potensial aksi
neuronal atau penghambatan impuls
post-sinaptik neuronal.[24]
Penghambatan potensial aksi neuron
biasanya difokuskan pada pengaktifan
Gambar 1. Jaringan konseptual untuk kanal potensial aksi yang terlibat dalam
kejang umum yang melibatkan sirkuit yang mengakibatkan kejang. Kanal
kortikotelik. Secara teoritis, kejang natrium merupakan bagian potensial
umum bisa dimulai dari berbagai titik di aksi dan depolarisasi neuron. Potensi
jaringan dan melibatkan jaringan aksi akan terpenuhi biasanya
terdistribusi secara bilateral. Kejang, menghasilkan pelepasan
bisa dimulai dari lobus frontal atau neurotransmitter, yang selanjutnya
bahkan parietal. Dalam ilustrasi ini, menyebarkan sinyal pada sinapsis
diagram konseptual jaringan dilapiskan neuron atau menghasilkan efek terminal
pada pemetaan resonansi magnetik dan pada otak atau neuron lain yang
resonansi fungsional dari aktivitas mengarah ke organ ekstrakranial.[23,25]
lonjakan gelombang.[20,21]
3
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
depolarisasi tercapai. Konsentrasi karena perbedaan gradien konsentrasi
natrium ekstraselular yang besar, serta ekstraselular. Hiperinfraseasi
gradien listrik negatif di dalam sel, selanjutnya menurunkan potensi
menghasilkan masuknya natrium yang membran neuron, membuat generasi
signifikan saat kanal natrium terbuka. potensial aksi lebih tidak mungkin dan
Fenitoin, karbamazepin dan valproat keadaan depolarisasi neuron yang
merukapan AED generasi pertama, dan diaktifkan menjadi tidak terjadi.
AED generasi kedua seperti Barbiturat yang mengikat reseptor
oxcarbazepin dan lamotrigine yang GABA berbeda dari benzodiazepin
bekerja dengan cara ini. Fenitoin obat karena situs pengikat berada di bagian
yang menggunakan prinsip dari membran reseptor.[26] Barbiturat juga
penghambat kanal natrium, yang tampaknya mempotensiasi aktivitas
menghambat depolarisasi pada kanal GABA (dan benzodiazepin) dengan
natrium pada korteks motor dan meningkatkan respon inhibisi terhadap
menghalangi pengeluaran neuron GABA endogen. Barbiturat sangat
berulang.[26] Oleh karena itu, ada efek bervariasi dalam strukturnya, yang
fenitoin yang lebih besar pada neuron memberi spektrum efek sedatif (yaitu,
dengan depolarisasi yang lebih pentobarbital dan thiopental yang
menonjol atau lebih sering dikeluarkan. sangat menenangkan).[23]
Phenytoin mengurangi gerakan natrium Penghambat kanal kalsium.
ke dalam sel dengan mengikat kanal- Penghambat kanal kalsium juga salah
kanal sehingga mengalami gangguan satu mekanisme kerja obat antiepilepsi.
voltase setelah depolarisasi dan Kanal kalsium terlihat pada neuron
memodifikasi permeabilitas natriumnya. presinaptik dan terlibat dalam
Phenytoin juga tampaknya mengurangi depolarisasi neuron. Ethosuximide
amplitudo potensial aksi dan adalah bahan unik yang digunakan
memperlambat konduksi neuron, untuk menghilangkan kejang, yang
keduanya kemungkinan terkait dengan tampaknya menghambat kanal kalsium
penghambatan kanal natrium. ambang rendah pada neuron thalamic.
Menariknya, tampak seolah-olah Asam valproat tampaknya memiliki
lamotrigin, karbamazepin dan fenitoin aktivitas serupa pada kanal ini, yang
semua mengikat reseptor yang sama juga membantu untuk tidak mengalami
pada aspek ekstraselular saluran kejang. Beberapa bukti menunjukkan
natrium, tetapi sebenarnya bahwa bahwa fenitoin mungkin memiliki
masing-masing obat dapat bersaing beberapa aktivitas dalam menghambat
dengan yang lain untuk mendapatkan aktivasi saluran kalsium secara
reseptor yang tersedia.[25,27] presinaptik. Agen lain seperti felbamate,
Potensiasi GABA. Potensiasi yang menentang reseptor glutamat-
atau agonisme reseptor GABA dan NMDA, dan barbiturat yang menipiskan
penghambat kanal klorida adalah respons terhadap ransangan
mekanisme kerja obat yang berbeda neurotransmitter seperti glutamat,
untuk AED generasi pertama, terutama menghambat masuknya kalsium secara
benzodiazepin. Dengan memodifikasi postsinaps.[29]
masuknya kation, agonis GABA Tulang terdiri dari sel
menekan neuron untuk menjadi pendukung, yaitu osteoblas dan
hiperpolasiasi dengan membuka kanal osteosit. Yang bekerja merenovasi sel,
klorida. Barbiturat juga mengaktifkan yaitu osteoklas dan matriks non-mineral
reseptor GABA dengan mengikat ke dari protein kolagen dan non-kolagen
tempat yang berbeda dari yang disebut osteoid, dengan garam
benzodiazepin. Asam valproat menekan mineral anorganik yang tersimpan
pembentukan dan menghambat dalam matriks.[7] Selama hidup, tulang
degradasi GABA endogen, walaupun menjalani proses pertumbuhan
dampak klinis mekanisme kerjai ini tidak longitudinal dan radial, pemodelan
jelas. Benzodiazepin mengikat reseptor (pembentukan kembali) dan remodeling.
GABA antara subunit a dan g, terutama Pertumbuhan longitudinal terjadi pada
a-1 dan g-2.[28] Pengikatan ekstraselular pelat pertumbuhan, dimana tulang
ini membuka kanal klorida dan rawan berproliferasi di daerah epifisis
memungkinkan masuknya klorida dan metafisis pada tulang panjang,
4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
sebelum kemudian menjalani dan tidak ada pedoman definitif untuk
mineralisasi untuk membentuk tulang evaluasi atau pengobatan yang telah
primer baru.[12] ditentukan. Sebagian besar pasien
Meskipun beberapa penelitian epilepsi didiagnosis dan dirawat di masa
menunjukkan bahwa pasien dengan kanak-kanak dan remaja, dan periode
epilepsi yang diobati dengan AED ini sangat penting dalam mencapai
memiliki peningkatan risiko patah tulang, massa pertumbuhan tulang. Oleh
kepadatan mineral tulang yang rendah karena itu, perlu diselidiki apakah AED
(BMD), dan kelainan pada metabolisme mempengaruhi pertumbuhan tulang
tulang, penyakit kerangka yang terkait pasien pediatrik dengan epilepsi.[33]
dengan pengobatan AED jangka Pemeliharaan pertumbuhan dan
panjang tidak dikenali mekanismenya kesehatan tulang merupakan proses
secara rinci.[1] Dalam sebuah survei yang kompleks yang dapat dipengaruhi
terhadap> 1000 ahli neurologi dewasa oleh penyakit dan status gizi pasien
dan anak-anak yang dirancang untuk yang mendasarinya, namun juga oleh
menilai kesadaran akan efek terapi AED faktor kimia. Jika pengobatan AED
terhadap kesehatan tulang, hanya 28% dikaitkan dengan gangguan
orang dewasa dan 41% anak-anak yang pertumbuhan yang alami dan
dilaporkan terdapat penyakit tulang. metabolisme kalsium, parameter klinis
Kurangnya konsensus antara dokter seperti kadar kalsium serum dan
mengenai dampak terapi AED terhadap pertumbuhan tinggi badan alami dapat
tulang dapat membuat pasien epilepsi mengungkapkan kelainan setelah terapi
berisiko, terutama anak-anak, berkaitan AED pada pasien anak-anak dengan
dengan kesehatan tulang atau epilepsi.[34] Penelitian lain menunjukkan
mengembangkan penyakit tulang.[30,31] bahwa, asam valproate disamping dapat
Bukti menunjukkan bahwa mengganggu proliferasi kondrosit plat
pasien dengan epilepsi cenderung pertumbuhan secara langsung juga
mengalami masalah tulang dan patah mempengaruhi kadar kalsium serum,
tulang. Namun, satu meta-analisis sehingga secara signifikan
menyimpulkan bahwa defisit kepadatan mempengaruhi pertumbuhan anak-anak
mineral tulang terlalu kecil untuk dengan epilepsi secara alami. Hasil ini
menjelaskan peningkatan risiko patah menimbulkan kekhawatiran serius
tulang pada pasien dengan epilepsi. tentang pertumbuhan pasien epilepsi
Kelainan tulang seperti perawakan pediatrik yang menggunakan AED, dan
pendek, gigi yang tidak normal, rakhitis berpotensi untuk memantau secara
dan osteomalasia dilaporkan terkait ketat pertumbuhan anak-anak dan
dengan penggunaan AED.[32] remaja epilepsi dengan perawatan AED,
Mekanisme yang melaluinya AED terutama VPA.[35]
menyebabkan metabolisme tulang yang Asam valproat (VPA) adalah
abnormal dan meningkatkan fraktur antikonvulsi spektrum luas. Ini bukan
tidak sepenuhnya dipahami. Laporan obat penenang dan dikaitkan dengan
telah menunjukkan bahwa hipokalsemia efek kognitif atau perilaku yang lebih
adalah kelainan biokimia penting pada sedikit daripada obat lain seperti
individu yang menerima enzim sitokrom Phenobarbital. Di sisi lain, VPA
P450 yang dirangsang enzim AED, yang menyebabkan banyak efek samping
berpotensi meningkatkan katabolisme yang dapat mengganggu kepatuhan
vitamin D ke metabolit yang tidak aktif, pengobatan.1 Pada penelitian lain
yang dapat menyebabkan pengurangan menunjukkan bahwa, terdapat
kalsium. Namun, beberapa AED yang penurunan yang signifikan dari
tidak mengurangi enzim juga dikaitkan pertumbuhan linier (tinggi) dan kenaikan
dengan massa tulang rendah.7 Generasi berat badan dan BMI dengan dimulainya
baru AED, termasuk oxcarbazepine waktu pada monotarpay VPA regular,
(OXA), topiramate (TPM) dan lamotrigin meskipun pada tingkat normal, terjadi
(LTG), telah disetujui sebagai pilihan peningkatan kadar glukosa serum yang
terapeutik untuk epilepsi. Namun, signifikan pada usia 6 dan 12 bulan,
sampai saat ini, tidak ada konsensus sementara kalsium serum tidak
tentang efek pada metabolisme tulang menunjukkan perubahan. Untuk
pada individu yang menerima AED ini mendukung temuan kami, peneliti lain
5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
melaporkan terdapat penurunan massa 3. WHO. WHO | Epilepsy Fact
tulang di tulang belakang lumbal dan sheet. WHO. 2017.
tengah radius distal pada anak-anak 4. Listiana SA, Setiawan D, Susanti.
tanpa cacat fisik yang diobati dengan Identifikasi Permasalahan Dosis
VPA selama ≥6 atau 18 bulan. Hal ini dan Interaksi Obat pada Pasien
menunjukkan bahwa VPA dapat Askes dan Umum Penderita
mengganggu pertumbuhan tulang.[5,36] Epilepsi di RSUD Prof. Dr.
Hasil ini dan yang lainnya Margono Soekardjo Purwokerto.
mendukung anggapan bahwa AEDs Pharmacy. 2012;9(2):58–73.
dapat menyebabkan keropos tulang 5. Tatum WO. Antiepileptic drugs:
tanpa menimbulkan kekurangan vitamin adverse effects and drug
D dan kekurangan vitamin D, yang interactions. Continuum
menunjukkan bahwa mekanisme lain (Minneap Minn). 2010;16(3
mungkin bertanggung jawab. Selain itu, Epilepsy):136–58.
dilaporkan bahwa, efek VPA yang 6. Rogawski MA, Cavazos JE.
dilaporkan pada keropos tulang pada Mechanisms of action of
pasien epilepsi beragam, termasuk antiepileptic drugs. Wyllie’s Treat
kehilangan tulang, hiper dan Epilepsy Princ Pract. 2015;1128.
hipokalsemia atau kadar kalsium serum 7. Lee H-S, Wang S-Y, Salter DM,
normal.[9] Wang C-C, Chen S-J, Fan H-C.
The impact of the use of
3. KESIMPULAN antiepileptic drugs on the growth
Epilepsi merupakan kelainan of children. BMC Pediatr.
neurologis yang dapat menyerang 2013;13:211.
dewasa ataupun anak. Pengobatan 8. Kanemura H, Sano F, Maeda YI,
epilepsi merupakan pengobatan yang Sugita K, Aihara M. Valproate
tidak sebentar. Secara epidemiologi sodium enhances body weight
epilepsi banyak menyerang anak. Masa gain in patients with childhood
kanak-kanak dan remaja adalah periode epilepsy: A pathogenic
penting untuk mencapai massa tulang mechanisms and open-label
puncak, dan ini adalah periode penting clinical trial of behavior therapy.
untuk pertumbuhan pada umumnya; dan Seizure. 2012;21(7):496–500.
kebanyakan pasien dengan epilepsi 9. Svalheim S, Sveberg L, Mochol
didiagnosis dan dirawat pada periode M, Taubøll E. Interactions
ini, oleh karena itu, AED, dan terutama between antiepileptic drugs and
VPA, harus digunakan dengan hati-hati hormones. Seizure. 2015;28:12–
pada pasien anak-anak dengan epilepsi. 7.
Sehingga saran penulis untuk 10.Grabowski P. Physiology of
penelitian selanjutnya agar meneliti obat bone. In: Calcium and Bone
antiepilepsi lain yang dapat Disorders in Children and
menghambat pertumbuhan anak pada Adolescents: Second Edition.
pasien epilepsi anak. 2015. 33–55.
11.Clarke B. Normal bone anatomy
Daftar Pustaka and physiology. Vol. 3 Suppl 3,
1. Maksoud HMA, El-Shazly SM, Clinical journal of the American
El Saied MH. Effect of Society of Nephrology : CJASN.
antiepileptic drug (valproic acid) 2008.
on children growth. Egypt 12. Kini U, Nandeesh BN.
Pediatr Assoc Gaz. Physiology of bone formation,
2016;64(2):69–73. remodeling, and metabolism. In:
2. Xu X, Zhang H, Xu Y, Zhao Z, Radionuclide and Hybrid Bone
Xu D, Wu Y. Effects of Imaging. 2012. 29–57.
antiepileptic drugs on 13. Kiranadi B, Winanto A, Manalu
reproductive endocrine function, W, Handharyani E. Pemberian
sexual function and sperm Asam Valproat pada Induk Tikus
parameters in Chinese Han men Bunting Menghambat Sintesis
with epilepsy. J Clin Neurosci. Insulin pada Sel Otak Anak Tikus
2013;20(11):1492–7. (Valproic Acid Administration in
6
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Pregnant Rats Inhibits Insulin Mechanisms of Action of
Synthesis n in Brain Cells of the Antiepileptic Drugs. Wyllie’s
Offsprings). 2016;49(3). Treat Epilepsy. 2014;(6):1–8.
14. Verrotti A, Scardapane A, 26. McNamara JO.
Franzoni E, Manco R, Chiarelli Pharmacotherapy of the
F. Increased oxidative stress in Epilepsies. In: Goodman &
epileptic children treated with Gilman’s: The Pharmacological
valproic acid. Epilepsy Res. Basis of Therapeutics, 12e.
2008;78(2–3):171–7. 2011. 583–606.
15. World Health Organization. 27. Stafstrom CE. Mechanisms of
Epilepsy in the WHO South- action of antiepileptic drugs: the
East Asian Region. 2017;18–20. search for synergy. Curr Opin
16. Henry TR. Seizures and Neurol. 2010;23(2):157–63.
Epilepsy : Pathophysiology and 28. Uusi-Oukari M, Korpi E.
Principles of Diagnosis. Hosp Regulation of GABAA receptor
Physician Epilepsy Board Rev subunit expression by
Man. 2012;1(1):1–21. pharmacological agents.
17. Goldenberg MM. Overview of Pharmacol Rev. 2010;62(1):97–
drugs used for epilepsy and 135.
seizures: etiology, diagnosis, 29. Brown C. Pharmacological
and treatment. P T. management of epilepsy. Vol.
2010;35(7):392–415. 20, Progress in Neurology and
18. Moshé SL, Perucca E, Ryvlin P, Psychiatry. 2016. p. 27–34.
Tomson T. Epilepsy: New 30. Pack AM. The Association
advances. Vol. 385, The Lancet. Between Antiepileptic Drugs
2015. 884–98. and Bone Disease. Epilepsy
19.Vykuntaraju KN, Bhat S, Sanjay Curr. 2003;3(3):91–5.
KS, Govindaraju M. Symptomatic 31. Singh A, Trevick S. The
west syndrome secondary to Epidemiology of Global
Glucose Transporter-1(GLUT1) Epilepsy. Vol. 34, Neurologic
deficiency with complete Clinics. 2016. p. 837–47.
response to 4:1 ketogenic diet. 32. Parakh M, Katewa V. Non-
Indian J Pediatr. Pharmacologic Management of
2014;81(9):934–6. Epilepsy. Vol. 81, Indian Journal
20. Felton EA. The Generalized of Pediatrics. 2014. p. 1073–80.
Epilepsies: Description, 33. Christian Machado Ximenes J,
Pathophysiology, Treatment, Crisóstomo Lima Verde E, da
and Prognosis. Neurol Rep. Graça Naffah-Mazzacoratti M,
2015;11–8. Socorro de Barros Viana G.
21. Handbook of Clinical Neurology Valproic Acid, a Drug with
3RD Series. Handb Clin Neurol. Multiple Molecular Targets
2012;108(C):v. Related to Its Potential
22. Fisher RS, Cross JH, French Neuroprotective Action.
JA, Higurashi N, Hirsch E, Neurosci Med. 2012;3(1):107–
Jansen FE, et al. Operational 23.
classification of seizure types by 34. Schmidt D, Schachter SC. Drug
the International League Against treatment of epilepsy in adults.
Epilepsy: Position Paper of the BMJ. 2014;348:g254.
ILAE Commission for 35. Diederich M, Chateauvieux S,
Classification and Terminology. Morceau F, Dicato M. Molecular
Epilepsia. 2017;58(4):522–30. and therapeutic potential and
23. Cook AM, Meriem K. R eview toxicity of valproic acid. J
Mechanisms of action of Biomed Biotechnol. 2010;2010,
antiepileptic drugs R eview. 201.
2011;8:307–13. 36. Perucca P, Gilliam FG. Adverse
24. Jefferys J. Basic mechanisms of effects of antiepileptic drugs.
epilepsy. Epilepsia. 2009;15–9. Vol. 11, The Lancet Neurology.
25. Rogawski M, Cavazos JE. 2012. 792–802.
7
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
PERBANDINGAN PANDUAN
Artikel
NASIONAL TATALAKSANA
Penyegar TUBERKULOSIS TAHUN 2014 DI
INDONESIA DAN PANDUAN
TERBARU TERAPI UNTUK TERDUGA
TB MENURUT WHO TAHUN 2017
1
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
1
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
2. ISI gambaran histologi TB atau bukti klinis
2.1 Defenisi Kasus Tuberkulosis sesuai TB.[1]
Suspek TB adalah seseorang Diagnosis TB ditegakkan
dengan gejala atau tanda sugestif TB berdasarkan terdapat paling sedikit satu
(WHO pada tahun 2013 merevisi istilah spesimen konfirmasi M.tuberculosis
suspek TB menjadi presumtif/terduga atau sesuai dengan gambaran histologi
TB). Gejala umum TB adalah batuk atau bukti klinis dan radiologi sesuai
produktif lebih dari dua minggu yang TB.[1]
disertai gejala pernapasan seperti sesak
napas, nyeri dada, batuk darah dan/atau 2.3 Rekomendasi Pengobatan TB
gejala tambahan seperti menurunnya Paru Kasus Baru di Indonesia
Menurut ISTC (International
nafsu makan, menurun berat badan, Standards for Tuberculosis Care)
keringat malam dan mudah lelah.[1] Tahun 2014
International Standar for
Defenisi kasus TB adalah sebagai Tuberculosis Care (ISTC)
berikut :[1] dikembangkan pada tahun 2005 dan
telah mengalami dua kali perbaruan
Kasus TB definitif adalah kasus pada tahun 2009 dan 2014. International
dengan salah satu dari Standards for Tuberculosis Care
spesimen biologis positif merupakan standar minimal yang harus
dengan pemeriksaan dipenuhi dalam tatalaksana pasien TB
yang terdiri atas 6 standar untuk
mikroskopis apusan dahak penegakan diagnosis TB, 7 standar
biakan atau diagnosistik cepat untuk pengobatan TB, 4 standar untuk
yuang telah disetujui oleh WHO fungsi tanggungjawab kesehatan
( seperti Xpert MTB/RIF). masyarakat.[1]
Kasus TB diagnosis klinis Pengobatan tuberkulosis terbagi
adalah kasus TB yang tidak menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7
dapat memenuhi criteria
bulan.[2] Berdasarkan hasil penelitian
konfirmasi bakteriologis wal;au metaanalisis maka WHO
telah diupayakan maksimal merekomendasikan paduan standar
tetapi ditregakkan diagnosis TB untuk TB Paru kasus baru adalah
aktif oleh klinisi yang 2RHZE/4RH (Rekomendasi A).[1]
memutuskan untuk memberikan Paduan alternative 2RHZE/4R3H3 harus
pengobatan TB berdasarkan disertai pengawasan ketat secara
langsung untuk setiap dosis
foto thorax abnormal, obat.(Rekomendasi B)[1]
pemeriksaan histopatologi Saat ini paduan tatalaksana
subjektif dan kasus ektraparu. Indonesia menggunakan paduan
2RHZE/4R3H3 dengan pengawasan
Semua orang dengan batuk ketat secara langsung oleh PMO.[1]
produktif dua sampai tiga minggu yang Pengobatan TB harus selalu meliputi
tidak dapat dijelaskan sebaiknya pengobatan tahap awal dan tahap
dievaluasi untuk TB (Standar 1 lanjutan dengan maksud:[7]
International Standards for Tuberculosis
Tahap awal (fase intensif):
Care)[1] Pengobatan diberikan setiap
hari. Paduan pengobatan pada
2.2 Diagnosis Tuberkulosis tahap ini adalah dimaksudkan
Diagnosis TB ditegakkan untuk secara efektif
berdasarkan terdapatnya paling sedikit menurunkan jumlah kuman
satu specimen konfirmasi M. yang ada dalan tubuh pasien
tuberculosis atau sesuai dengan dan menimalisir pengaruh dari
2
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
sebagian kecil kuman yang Paduan OAT yang digunakan di
mungkin sudah resisten sejak Indonesia (sesuai rekomendasi WHO
awal pada semua pasien baru, dan ISTC) yang digunakan oleh
harus diberikan selama 2 bualn. Program Nasional Pengendalian
Tahap lanjutan (fase lanjutan): Tuberkulosis di Indonesia adalah :[7]
Pengobatan tahap lanjutan Kategori 1 :
merupakan tahap yang penting 2(HRZE)/4(HR)3
untuk membunuh sisa-sisa Kategori2:
kuman yang masih ada dalam 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
tubuh khususnya kuman
persisten sehingga pasien dapat Paduan OAT Kategori 1 dan Kategori 2
sembuh dan mencegah disediakan dalam bentuk paket obat
terjadinya kekambuhan. kombinasi dosis tetap (OAT-KDT).[7]
Dosisrekomendasi
Harian 3 kali per minggu
OAT
Dosis (mg/kgBB) Maksimum Dosis Maksimum
(mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifamfisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) 35 (20-40)
Etambutol 15 (15-20) 30 (25-35)
Stretomisin 15 (12-18) 15 (12-18) 1000
Catatan : Pasien berusia di atas 60 tahun tidak dapat mentoleransi streptomisin lebih dari 500-700 mg per hari,
beberapa pedoman merekomendasikan dosis 10 mg/kgBB pada pasien kelompok usia ini. Pasien dengan berat
badan di bawah 50 kg tidak dapat mentoleransi dosis lebihdari 500-750 mg per hari.[1]
3
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
2.4 Panduan Terapi untuk Terduga TB mikroorganisme tertentu. Berdasarkan
menurut WHO 2017 nilai MIC90, fluorokuinolon generasi
keempat seperti moksifloksasin dan
2.4.1 Efektivitas terapi singkat 4 gatifloksasin memiliki nilai MIC90 yang
bulan dengan regimen Florokuinolon kecil terhadap Mycobacterium
pada pasien tersangka TB Paru. tuberculosis dikuti oleh levofloksasin,
ofloksasin dan siprofloksasin.[9]
Rekomendasi : Pada pasien Namun demikian, hasil
tersangka TB paru, terapi singkat 4 penelitian meta analisis menunjukkan
bulan dengan regimen Florokuinolon bahwa penggunaan florokuinolon pada
seharusnya tidak digunakan dan terapi terapi awal tuberkulosis memperlihatkan
dasar 6 bulan regimen 2RHZE/4HR peningkatan angka relaps dalam 4 bulan
tetap menjadi regimen yang dianjurkan. terapi awaldan dapat meningkatkan
(Rekomendasi kuat)[8] angka resistensi terhadap
Meskipun pemendekan durasi florokuinolon.[8]
terapi TB merupakan target penelitian Pada penelitian metanalisis
global, namun GDG (Guideline lainnya oleh Chen dkk
Development Group) sangat tidak menunjukkanadanya 19 hari
menganjurkan penggunaan regimen keterlambatan diagnosis pada TB paru
florokuinolon kurang dari 4 bulan dan yang diterapi dengan florokuinolon.
tetap merekomendasikan pengobatan Waktu tersebut lebih lama dibandingkan
standar 6 bulan dengan regimen dengan TB paru yang diterapi dengan
Rifamfisin (2RHZE/4HR) sebagai terapi antibiotik non florokuinolon. Selain itu,
utama pada terduga TB. [8] TB paru yang diterapi florokuinolon
Data GDG dari beberapa memiliki resiko 2,7 kali lebih besar untuk
penelitian menyatakan bahwa terapi berkembang menjadi TB paru resisten
kuinolon yang lebih singkat yaitu 4 bulan florokuinolon.[10] Penelitian terbaru oleh
berkaitan dengan peningkatan signifikan Chaterine dkk memperlihatkan bahwa
akan kejadian TB paru relaps pada 18 rata-rata 12,9 hari keterlambatan
bulan evaluasi awal dibandingkan diagnosis dengan florokuinolon juga
dengan pengobatan standart 6 bulan berkontirbusi terhadap penundaan
terapi rifamfisin, meskipun pada 2 bulan diagnosis tuberkulosis.[11]
terapi florokuinolon menunjukkan Adanya kaitan antara durasi
peningkatan yang cukup tinggi pada penggunaan dan resistensi florokuinolon
hasil konversi kultur.[8] masih menjadi pertanyaan yang
Fluorokuinolon secara menarik.[10,11] Pada laporan sebelumnya
farmakologis bekerja menghambat penggunaan florokuinolon jangka
enzim DNA gyrase dan topoisomerase pendek tidak berhubungan dengan
IVyang menyebabkan kegagalan resistensi.[11] Namun, laporan terbaru
replikasi DNA pada bakteri dan memperlihatkan penggunaan
mikobakteri. Perbedaan efek florokuinolon lebih dari 10 hari
bakterisidal obat-obatan golongan berhubungan dengan resistensi.[10]
fluorokuinolon dilihat berdasarkan nilai Fluorokuinolon generasi
Minimum Inhibitory Concentration (MIC), keempat memang memiliki aktivitas
yaitu konsentrasi terendah dari suatu antimikobakterial yang tinggi terhadap
antibiotik yang dapat menghambat Mycobacterium tuberculosis, dalam
pertumbuhan mikroorganisme tertentu. mengurangi gelaja respiratori dan
Nilai MIC berlawanan dengan menghasilkan gambaran perbaikan
sensitivitas antibiotik, semakin kecil nilai radilogi yang membaik sehingga dapat
MIC maka semakin besar sensitivitas dipertimbangkan sebagai salah satu
antibiotik tersebut terhadap obat pengobatan TB.[9,110] Namun,
mikroorganisme tertentu. Nilai MIC penggunaan florokuinolon sebagai
dinyatakan dalam MIC90 atau terapi awal TB akan mengurangi
konsentrasi terendah antibiotik yang efektifitas penggunaan florokuinolon
dapat menghambat 90% pertumbuhan sebagai terapi TB MDR.[12]
4
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
2.4.2 Efektifitas Penggunaan Saat ini belum ada studi
Kombinasi Dosis Tetap dibandingkan farmakoninetik yang dilakukan untuk
dengan Dosis Terpisah pada Pasien membandingkan antara penggunaan
Terduga TB KDT dalam biovalibitas jika
dibandingkan dengan dosis terpisah.
Rekomendasi: Penggunaan Oleh sebab itu diperlukan penelitian
Kombinasi Dosis Tetap yang lebih lanjut di masa depan. [8]
direkomendasikan lebih baik
dibandingkan dosis terpisah pada 2.4.5 Efektivitas dari dosis intermiten
pasien terduga TB.[8] (tiga kali seminggu) pada terapi TB
Data GDG yang didasarkan dibandingkan dengan dosis perhari
pada sistematik review secara
Randomized Controlled Trials Rekomendasi :Pada semua
menunjukkan bahwa terdapat sedikit pasien terduga TB Paru, penggunaan
peningkatan konversi kultur pada 2 dosis tiga kali seminggu tidak
bulan pertama terapi dengan KDT, direkomendasikan baik pada fase
meskipun tidak ada perbedaan pada intensif maupun pada fase lanjutan dan
hasil akhir terapi TB.[8] dosis perhari tetap menjadi frekuensi
Penelitian yang dilakukan Al dosis yang dianjurkan.[8]
Shaer dkk. memperlihatkan tidak ada Penggunaan dosis intermiten
perbedaan signifikan antara (tiga kali seminggu) pada terapi TB telah
penggunaan KDT dibandingkan dosis diadopsi pada beberapa Negara dalam
terpisah pada pasien baru TB tanpa rangka untuk meningkatkan kepatuhan
disertai penyakit penyerta. Namun, pada berobat dan mengurangi beban sistem
pasien TB yang juga menderita DM kesehatan.[8]
memperlihatkan perubahan konversi Penelitian menunjukkan bahwa
kultur yang lebih cepat pada pasien yang menggunakan dosis tiga
penggunaan KDT dibandingkan dosis kali seminggu dalam terapi TB selama
terpisah. Pada efek samping yang fase intensif memiliki resiko besar
ditemukan gangguan visual dan terjadinya gagal terapi, relaps, and
muskuloskeletal lebih banyak ditemukan resisten obat. Oleh karena itu, dosis tiga
pada penggunaan dosis terpisah kali seminggu dalam fase intensif
dibandingkan KDT. Namun penelitian seharusnya tidak pernah digunakan.[8]
lain, memperlihatkan bahwa Hal ini juga terjadi ketika dosis
penggunaan KDT dapat meningkatkan tiga kali seminggu selama fase lanjutan
efek samping pada gangguan dibandingkan dengan dosis perhari.
gastrointestinal.[13] Terdapat risiko yang lebih besar untuk
Kepuasan pasien meningkat terjadinya gagal terapi dan relaps pada
pada penggunaan KDT dibandingkan pasien yang menggunakan dosis tiga
dosis terpisahkarena penggunaan KDT kali seminggu selama fase lanjutan.
menurunkan jumlah pil yang harus Pada kasus ini, resisten obat yang
diminum tiap harinya oleh pasien. KDT terjadi berbeda dari fase intensif. Jika
memiliki beberapa keuntungan seperti dosis tiga kali seminggu digunakan,
pemesanan menjadi lebih mudah, penting untuk meyakinkan bahwa
memudahkan manajemen pasokan, dan pasien tidak akan lupa akan terapinya.[8]
mengurangi terjadinya kehabisan obat.[8] Penelitian oleh Mandal dkk.
Keuntungan lainnya, KDT dapat melaporkan bahwa berdasarkan
meningkatkan penerimaan dan success rate dalam konversi sputum
kepatuhan penderita. Kepatuhan dari positif ke negative, tidak ada
pengobatan sendiri merupakan salah perbedaan yang signifikan antara dosis
satu kunci keberhasilan terapi.[15]Oleh intermiten dan dosis perhari. Namun,
sebab itu, meskipun tidak ada jika dilihat dari jumlah kasus default
perbedaan yang signifikan secara nampaknya pola intermiten memiliki
stastistik antara penggunaan KDT pada jumlah kasus default yang lebih banyak.
kasus relaps, resistensi dan efek Namun, pola terapi perhari dilaporkan
samping, namun KDT lebih dianjurkan memiliki frekuensi kemunculan efek
sebagai rekomendasi terapi. samping obat yang lebih tinggi.[16]
5
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
Sedangkan penelitian Kazosi intermitten (5%) dibandingkan dosis
dkk. menunjukkan keberhasilan terapi perhari (4%).Namun demikian, kasus
yang lebih tinggi pada dosis perhari default justru lebih banyak didapatkan
(90%) dibandingkan dosis intermitten pada dosis perhari(5%) dibandingkan
(88%). Kasus relaps dan gagal lebih dosis intermiten (0%).[17]
banyak ditemukan pada dosis
Paduan standar untuk TB Paru kasus Baru Pada semua pasien tersangka TB Paru
adalah 2RHZE/4RH (rekomendasi A) kasus Baru, penggunaan dosis tiga kali
Paduan alternative 2RHZE/4R3H3 harus seminggu pada fase intensif maupun fase
disertai pengawasan ketat secara lanjutan tidak direkomendasikan dan dosis
langsung untuk setiap dosis (rekomendasi perhari menjadi dosis yang
B) direkomendasikan (Rekomendasi
kondisional).
Rekomendasi didasarkan atas ISTC
(International Standard for Tuberculosis)
6
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
3. KESIMPULAN Report 2017. France : World
Health Organization.
Tuberkulosis sampai saat ini 4. Pusat Data dan Informasi
masih menjadi masalah kesehatan Kementerian Kesehatan
masyarakat yang penting di dunia ini. Indonesia. 2016. Tuberkulosis
Pengobatan Tuberkulosis yang tidak Temukan Obati Sampai
tepat akan memberikan masalah baru Sembuh. Pusat Data dan
yaitu meningkatnya kasus resistensi, Informasi Kementerian
gagal terapi dan relaps. Saat ini paduan Kesehatan Indonesia.
tatalaksana Indonesia berdasarkan 5. Kementerian Kesehatan
WHO dan ISTC 2014 menggunakan Republik Indonesia Direktorat
paduan 2RHZE/4R3H3 dengan Jendral Pengendalian Penyakit
pengawasan ketat secara langsung oleh dan Penyehatan Lingkungan.
PMO. 2011. Stop TB Terobosan
Adapun rekomendasi terbaru Menuju Akses Universal
WHO 2017 menganjurkan pada pasien Strategi Nasional Pengendalian
terduga TB seharusnya tidak dilakukan TB di Indonesia. Kementerian
pemberian florokuinolon sebagai terapi Kesehatan Republik Indonesia
awal. Meskipun florokuinolon dapat Direktorat Jendral Pengendalian
mengurangi gejala respiratori dam Penyakit dan Penyehatan
perbaikan radilogi, hal ini justru akan Lingkungan 2011.
meningkatan kasus relaps dan 6. Pusat Data dan Informasi
resistensi terhadap flokuinolon. Kementerian Kesehatan RI
Akibatnya terjadi resistensi florokuinolon 2017. Data dan pnformasi Profil
sebagai terapi tuberkulosis pada kasus Kesehatan Indonesia 2016.
MDR-TB nantinya. Kementerian Kesehatan
Pada pemberian dosis, WHO Republik Indonesia.
menganjurkan untuk memberikan KDT 7. Kementerian Kesehatan
sebagai rekomendasi regimen. Republik Indonesia Direktorat
Penggunaan dosis intermiten (tiga kali Jendral Pengendalian Penyakit
seminggu) tidak lagi dianjurkan, dan dan Penyehatan Lingkungan.
pemberian dosis perhari menjadi 2014. Stop TB Pedoman
regimen yang direkomendasikan. Hal ini Nasional Pengendalian
didasarkan pada fakta bahwa dosis Tuberkulosis. Jakarta :
intermiten memiliki resiko besar Kementerian Kesehatan
terjadinya gagal terapi, relaps, and Republik Indonesia Direktorat
resisten obat. Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA 2014.
8. World Health
1. Kementerian Kesehatan Organization.2017. Treatment of
Republik Indonesia.2016. Tuberculosis : Guideline for
Keputusan Menteri Kesehatan Treatment of Drug Susceptible
Republik Indonesia Nomor Tuberculosis and Patient Care
HK.02.02/Menkes/305/2014 Update 2017. World Health
tentang Pedoman Nasional Organization.
Pelayanan Kedokteran 9. Tamsil Tamam A., Arifin Nawas,
Tatalaksana Tuberkulosis. Dianiati Kusumo Sutoyo. 2014.
Kementerian Republik Pengobatan Multidrugs
Indonesia 2016. Resistant Tuberculosis (MDR-
2. Perhimpunan Dokter Paru TB) dengan Paduan Jangka
Indonesia. 2003. Pedoman Pendek. Jakarta : Departemen
Diagnosis dan Penatalaksanaan Pulmonologi dan Ilmu
Tuberkulosis di Indonesia. Kedokteran Respirasi Fakultas
Perhimpunan Dokter Paru Kedokteran Universitas
Indonesia 2013. Indonesia
3. World Health Organization. 10. Chen Tun Chieh, et al. 2010.
2017. Global Tuberculosis Floroquinolone are associated
7
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018
with delayed treatment and Report : Treatment of
resistance in Tuberculosis : a Tuberculosis. Department of
systematic review and meta- Health and Human Services
analysis. New York : Center for Disease Control and
International Journal of Prevention : p.25
Infectious Disease 15 (2011):
p.215 15. Kautsar Angga P., Tina A.Intani.
11. Hogan Catherine A, et al. 2016. 2016. Kepatuhan dan Efektifitas
Impact of Fluoroquinolone Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Treatment on Delay of Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
Tuberculosis Diagnosis: A dan Tunggal pada Pnederita Tb
Systematic Review and Meta- Paru Anak di Salah Satu Rusah
Analysis.Journal of Clinical Sakit di Kota Bandung. Jurnal
Tuberculosis and other Farmasi Klinik Indonesia
Mycobacterial Diasease 6 Volume 5 Nomo 3 (2016) :
(2017) : p.5 p.221
12. Takiff Howard dan Elba 16. Mandal Pranab Kumal, Abhijit
Guerrero. 2011. Minireview Mandal, Sujit Kumal
:Current Prospects for the Bhattacharyya. 2013.
Florokuinolon as the First-Line Comparing the Daily Versus the
Tuberculosis Therapy. American Intermiten Regimens of the Anti-
Society for Microbiology Vol 55 Tubercular Chemotherapy in the
No.12 : p.5421-5429 Initial Intensive Phase in Non-
13. Al-Shaer Mohammad H, et al. HIV, Sputum Positif, Pulmonary
2017. Treatment outcomes of Tuberculosis Patients. Journal
fixed-dose combination versus of Clinical and Diagnostic
separate tablet regimens in Research 2013 February Vol-
pulmonary tuberculosis patients 7(2): p.292-295
with or without diabetes in 17. Kasozi Samuel, Justin Clark,
Qatar. BMC Infectious Disease dan Suhail A.R. Doi. 2015.
(2017) 17:118 p.3-5 “Intermiten Versus Daily
14. American Thoracic Society, Pulmonary Tuberculosis
CDC, and Infectious Disease Treatment Regimens : A Meta
Society of America. 2003. Analysis. Marshfield Clinic
Morbidity and Mortality Weekly Health System.
8
JIMKI Volume 6 No.1 | Maret - September 2018