PENDAHULUAN
Masa terakhir pada kehamilan pada manusia ditandai dengan kontraksi uterus yang
menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong janin melalui jalan lahir. Banyak energi
dikeluarkan pada waktu ini, oleh karena itu, penggunaan istilah labor (kerja keras) dimaksudkan
untuk menggambarkan proses ini. Kontraksi miometrium pada persalinan terasa nyeri, sehingga
istilah nyeri persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini. Beberapa jam terakhir pada
kehamilan manusia ditandai dengan kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan
Banyak energi dikeluarkan pada waktu ini; oleh karena itu, penggunaan istilah labor (kerja
keras) dimaksudkan untuk menggambarkan proses ini. Kontraksi miometrium pada persalinan
terasa nyeri, sehingga istilah nyeri persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini. Fase-
fase dalam parturition, merupakan suatu proses fisiologis dalam kelahiran yang terdiri dari
empat fase yaitu fase 0 (fase awal menuju kelahiran), fase 1( persiapan untuk kelahiran), fase 2
Adanya perbedaan alamiah dari fase-fase fisiologis ini membuktikan bahwa dalam uterus
terjadi transformasi fungsi uterus secara multipel yang hanya dapat dibuktikan dengan waktu-
waktu dalam setiap proses kelahiran. Keempat fase ini bertanggung jawab terhadap perubahan
1.2.2.4 Untuk mengetahui Pola-pola Persalinan Proses Fisiologis dan Biokimiawi Persalinan
1.2.2.8 Untuk mengetahui Sistem Anti Gagal Untuk Memastikan Keberhasilan Fase 2
Persalinan
TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa jam terakhir pada kehamilan manusia ditandai dengan kontraksi uterus yang
menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong janin melalui jalan lahir. Banyak energi
dikeluarkan pada waktu ini, oleh karena itu, penggunaan istilah labor (kerja keras) dimaksudkan
Kontraksi miometrium pada persalinan terasa nyeri, sehingga istilah nyeri persalinan
digunakan untuk mendeskripsikan proses ini. Namun, sebelum kontraksi yang kuat dan terasa
nyeri ini dimulai, uterus harus dipersiapkan untuk persalinan. Pada 36 sampai 38 minggu
pertama kehamilan, miometrium tidak responsif; setelah masa tenang yang panjang ini,
diperlukan fase transisi agar ketidakresponsifan miometrium menghilang dan serviks melunak
dan mendatar. Memang, ada banyak status fungsional uterus yang harus dilaksanakan selama
kehamilan dari masa nifas; status-status fungsional ini diuraikan belakangan dan digolong-
Kontraksi miometrium yang tidak menyebabkan dilatasi serviks dapat dirasakan kapan pun
selama kehamilan. Kontraksi-kontraksi ini ditandai dengan kejadian yang tidak dapat
diramalkan, intensitas rendah dan durasinya singkat. Rasa tidak nyaman yang ditimbulkan
Menjelang akhir masa kehamilan, ketika uterus mengalami persiapan untuk bersalin,
kontraksi jenis ini lebih sering, khususnya pada multipara, dan kadangkala disebut sebagai
persalinan palsu. Namun, pada beberapa ibu, kontraksi kuat uterus yang menimbulkan dilatasi
serviks, penurunan janin dan pelahiran konseptus dimulai secara mendadak, dan tampaknya
tanpa peringatan.
2.1.1 Miometrium
Ada ciri-ciri unik otot miometrium (dan otot polos lainnya) dibanding dengan otot
rangka. Perbedaan-perbedaan ini menciptakan keuntungan yang istimewa bagi miometrium dari
1) Derajat pemendekan sel otot polos saat kontraksi mungkin satu tingkat lebih besar
2) Sel otot polos gaya-gaya kontraksi dapat diberikan ke berbagai arah, sedangkan gaya
kontraksi yang ditimbulkan oleh otot rangka selalu sejajar dengan sumbu serat otot.
3) Otot polos tidak diorganisasi dengan cara yang sama seperti otot rangka, pada
miometrium ditemukan filamen tebal dan tipis pada berkas-berkas yang panjang dan acak
di seluruh sel tersebut dan mempermudah daya pemendekan yang lebih besar dan
4) Terdapat keuntungan bahwa pembangkitan gaya yang multidireksional pada otot polos
sehingga pelahiran dapat dilakukan tanpa memandang letak atau presentasi janin.
Interaksi miosin dan aktin penting untuk kontraksi otot. Miosin (Mr sekitar 500.000)
terdiri dari rantai ganda ringan dan berat dan terletak pada miofilamenmiofilamen tebal. Interaksi
miosin dan aktin yang menyebabkan aktivasi ATPase, hidrolisis ATP dan pembentukan kekuatan
dipengaruhi oleh fosforiIasi enzimatik rantai ringan miosin 20-kd (Stull dkk, 1988, 1998). Reaksi
fosforilasi ini dikatalisis oleh enzim kinase miosin rantai ringan, yang diaktifkan oleh Ca2+.
Ca2+ mengikat kalmodulin, suatu protein pengatur pengikatan kalsium, yang selanjutnya akan
mengikat dan mengaktifkan kinase miosin rantai ringan. Dengan cara ini, agen- agen yang
bekerja pada sel otot polos miometrium untuk meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol
agen yang menyebabkan peningkatan kontraksi adenosin monofosfat siklik intraselular (cAMP)
atau guanosin monofosfat siklik (cGMP) menyebabkan relaksasi uterus. Kerja cAMP dan cGMP
Gambar 1.
kinase yang mengatalisis fosforilasi miosin rantai ringan 20-kd. Miosin yang terfosforilasi
berinteraksi dengan aktin dan mengaktifkan ATPase; dengan hidrolisis ATP, dihasilkan tenaga
dan otot memendek. Relaksasi ditimbulkan oleh sekuestrasi Ca2+ di retikulum sarkoplasma,
defosforilasi miosin terfosforilasi akibat kerja fosfatase dan kemungkinan dengan fosforilasi
(inaktivasi) kinase miosin rantai ringan oleh protein kinase yang bergantung pada cAMP.
Persalinan aktif dibagi menjadi empat kala yang berbeda. Kala satu persalinan mulai
ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas dan durasi yang cukup untuk
menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang progresif. Kala satu persalinan selesai ketika
serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat.
Oleh karena itu, kala satu persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks.
Kala dua persalinan mulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhir ketika janin
sudah lahir. Kala dua persalinan adalah stadium ekspulsi janin. Kala tiga persalinan mulai segera
setelah janin lahir, dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin.
Kala tiga persalinan adalah stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta dan Kala empat
Secara Klinis Tanda yang dapat diandalkan dimulainya dengan awitan persalinan aktif
(asalkan belum dilakukan pemeriksaan rektal atau vaginal dalam 48 jam sebelumnya) adalah
kehamilan dan disebut sebagai “show” atau “bloody show” (darah lendir).
Normalnya, darah yang keluar dari sumbat mukus hanya beberapa tetes, perdarahan yang
Kontraksi otot polos uterus pada persalinan terasa sangat nyeri, dan hal ini merupakan
sesuatu yang unik dibanding kontraksi otot fisiologis lainnya. Penyebab nyeri tidak diketahui
2) Penekanan ganglia saraf di serviks dan uterus bagian bawah oleh berkas-berkas otot yang
saling bertautan.
Penekanan ganglia saraf di serviks dan segmen bawah uterus oleh miometrium yang
sedang berkontraksi adalah hipotesis yang sangat menarik. Infiltrasi paraservikal dengan
anestetik lokal biasanya menghasilkan peredaan nyeri yang signifikan pada kontraksi-kontraksi
uterus berikutnya, Kontraksi uterus bersifat involuntar dan, sebagian besar tidak bergantung pada
kendali ekstrauteri. Blokade saraf dari, analgesi epidural tidak mengurangi frekuensi dan
Selain itu, kontraksi miometrium pada, perempuan paraplegik adalah normal, meskipun
tidak terasa nyeri seperti pada perempuan yang mengalami simpatektomi lumbal bilateral.
Peregangan mekanis serviks meningkatkan aktivitas uterus Mekanisme pasti yang membuat
Pembebasan oksitosin diduga sebagai penyebabnya, tetapi hal ini tidak terbukti.
Manipulasi serviks dan “pelucutan” selaput ketuban diikuti dengan peningkatan kadar
metabolit prostaglandin F2a (PGFM) di dalam darah. Interval antar kontraksi berkurang secara
bertahap dari sekitar 10 menit pada awitan kala satu persalinan menjadi 1 menit atau kurang pada
kala dua. Namun, masa-masa relaksasi antar kontraksi penting untuk kesejahteraan janin.
Kontraksi uterus yang tidak mereda mengancam aliran darah uteroplasenta, dan akhirnya, aliran
Pada fase aktif persalinan, lama masing-masing kontraksi berkisar dari 30 sampai 90
detik, dengan rata-rata sekitar 1 menit. Intensitas kontraksi uterus bervariasi lumayan besar pada
persalinan yang jelas normal, seperti yang ditekankan oleh Schulman dan Romney (1970).
Mereka mencatat tekanan-tekanan cairan amnion yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus pada
persalinan spontan: rata-ratanya sekitar 40 mmHg, tetapi berkisar dari 20 sampai 60 mmHg.
Selama persalinan aktif, uterus berubah menjadi dua bagian yang berbeda. Segmen atas
yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan maju. Bagian bawah yang
terdiri dari segmen bawah uterus dan serviks, relatif pasif dibanding dengan segmen atas dan
bagian ini berkembang menjadi jalan yang berdinding jauh lebih tipis untuk janin.
Segmen bawah uterus analog dengan ismus uterus yang melebar dan menipis keluar pada
perempuan yang tidak hamil, pembentukannya tidak hanya merupakan fenomena persalinan.
Segmen bawah secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis
sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen kedua segmen dapat dibedakan ketika
terjadi kontraksi, sekalipun selaput ketuban belum pecah. Segmen atas uterus cukup kencang
atau keras, sedangkan konsistensi segmen bawah uterus jauh kurang kencang. Segmen atas
uterus merupakan bagian uterus yang berkontraksi secara aktif, segmen bawah adalah bagian
Gambar 2.
Urutan perkembangan segmen-segmen dan cincin di uterus pada perempuan hamil aterm dan
saat bersalin.
Perhatikan perbandingan antara uterus perempuan tidak hamil, uterus aterm dan uterus
pada saat bersalin. Segmen bawah korpus uteri yang pasif berasal dari istmus, cincin retraksi
fisiologis terbentuk pada persambungan segmen bawah dan atas uterus. Cincin retraksi patologis
terbentuk dari cincin fisiologis. (OS. INT. ANAT = os internum anatomic; E.O. = os eksternum;
Seandainya seluruh dinding otot uterus, termasuk segmen bawah uterus dan serviks,
berkontraksi secara bersamaan dan dengan intensitas yang sama, gaya dorong bersih akan jelas
menurun. Di sinilah letak pentingnya pembagian uterus menjadi segmen atas yang aktif
berkontraksi dan segmen bawah yang lebih pasif yang berbeda bukan hanya secara anatomis
melainkan juga secara fisiologis. Segmen atas berkontraksi, mengalami retraksi dan mendorong
janin keluar sebagai respons, terhadap gaya dorong kontraksi segmen atas, segmen bawah uterus
dan serviks yang semakin lunak berdilatasi dan dengan cara demikian membentuk suatu saluran
muskular dan fibromuskular yang menipis keluar sehingga janin dapat menonjol keluar.
Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke panjang
aslinya setelah kontraksi; namun, menjadi relatif menetap pada panjang yang lebih pendek.
Gambar 3.
Segmen atas uterus yang aktif beretraksi di sekeliling janin karena janin turun melalui
jalan lahir. Di dalam segmen bawah yang pasif, tonus miometrium jauh lebih kecil. Namun,
Bagian atas uterus, atau segmen aktif, berkontraksi ke bawah ketika isinya berkurang,
tetapi tegangan miometrium tetap konstan. Efek akhirnya adalah mengencangkan yang kendur,
dengan mempertahankan kondisi menguntungkan yang diperoleh dari ekspulsi janin dan
Sebagai konsekuensi retraksi, setiap kontraksi yang berikutnya mulai di tempat yang
ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga uterus menjadi sedikit
lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena pemendekan serat otot yang terus menerus
pada setiap kontraksi, segmen atas uterus yang aktif menjadi semakin menebal di sepanjang kala
pertama dan kedua persalinan dan menjadi tebal sekali tepat setelah pelahiran janin.
Fenomena retraksi segmen atas uterus bergantung pada berkurangnya volume isi uterus.
Agar isi uterus berkurang, terutama pada awal persalinan ketika seluruh uterus benar-benar
merupakan sebuah kantong tertutup dengan hanya sebuah lubang kecil pada os serviks, otot-otot
segmen bawah harus meregang. Ini memungkinkan semakin banyak isi intrauteri mengisi
segmen bawah, dan segmen atas hanya beretraksi sejauh mengembangnya segmen bawah dan
dilatasi serviks. Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tetapi
lebih merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang pada setiap
kontraksi segmen atas dan sesudahnya tidak kembali ke panjang sebelumnya namun relatif tetap
mempertahankan panjangnya yang lebih panjang; namun, tegangan pada dasarnya tetap sama
seperti sebelumnya.
Otot-otot masih menunjukkan tonus, masih menahan regangan, dan masih berkontraksi
sedikit pada saat ada rangsangan. Ketika persalinan maju, pemanjangan berturut-turut serabut
otot di segmen bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa milimeter
pada bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen bawah uterus dan bersamaan
dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya ditandai oleh suatu rete pada permukaan
dalam uterus, cincin retraksi fisiologis. Jika pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis,
seperti pada partus macet, cincin ini sangat menonjol, sehingga membentuk cincin retraksi
patologis. Ini merupakan kondisi abnormal yang juga disebut cincin Bandl.
Adanya suatu gradien aktivitas fisiologis yang semakin mengecil dari fundus sampai ke
serviks diketahui dari pengukuran perbedaan perilaku bagian atas dan bawah uterus pada
persalinan normal.
diameter horizontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efek-efek penting pada proses persalinan
yaitu :
dengan menekankan kutub atasnya rapat-rapat terhadap fundus uteri, sementara kutub
bawah didorong lebih jauh ke bawah dan menuju ke panggul. Pemanjangan janin
cm. Tekanan yang diberikan dengan cara ini dikenal sebagai tekanan sumbu janin.
2) Memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik tegang dan karena segmen bawah
dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik ke
atas pada kutub bawah janin. Efek ini merupakan faktor yang penting untuk dilatasi
Setelah serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada ekspulsi janin adalah
gaya yang dihasilkan oleh tekanan intraabdominal ibu yang meninggi. Gaya ini terbentuk oleh
kontraksi otot-otot abdomen secara bersamaan dengan upaya pernapasan paksa dengan glottis
tertutup. Gaya ini disebut “mengejan”. Sifat gaya yang ditimbulkan sama dengan gaya yang
Pentingnya tekanan intraabdominal pada ekspulsi janin paling jelas terlihat pada
persalinan perempuan yang menderita paraplegi. Perempuan seperti ini tidak menderita nyeri,
meskipun uterus mungkin berkontraksi kuat sekali. Dilatasi serviks yang sebagian besar adalah
hasil dari kontraksi uterus yang bekerja pada serviks yang melunak berlangsung secara normal,
tetapi ekspulsi bayi terlaksana dengan lebih mudah kalau ibu diminta mengejan dan dapat
persalinan spontan, tenaga ini sia-sia sampai serviks sudah membuka lengkap. Secara spesifik,
tekanan ini merupakan bantuan tambahan yang diperlukan oleh kontraksikontraksi uterus pada
kala dua persalinan, tetapi mengejan hanya membantu sedikit pada kala satu selain menimbulkan
kelelahan belaka.
Tekanan intraabdominal mungkin juga penting pada kala tiga persalinan, terutama bila
ibu yang melahirkan tidak diawasi. Setelah plasenta lepas, ekspulsi spontan plasenta dibantu oleh
2.1.2 Serviks
Sebelum persalinan mulai, pada fase pembangkitan dan persiapan uterus, serviks melunak,
sehingga mempermudah dilatasi serviks begitu kontraksi miometrium yang kuat dimulai pada
persalinan.
2.1.2.1 Perubahan pada Serviks yang Diinduksi
Persalinan Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi uterus, yang
selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban terhadap serviks
dan segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin dipaksa
Sebagai akibat kegiatan daya dorong ini, terjadi dua perubahan mendasar pendataran dan
dilatasi pada serviks yang sudah melunak. Untuk lewatnya kepala janin rata-rata aterm melalui
serviks, saluran serviks harus dilebarkan sampai berdiameter sekitar 10 cm, pada saat ini, serviks
dikatakan telah membuka lengkap. Mungkin tidak terdapat penurunan janin selama pendataran
serviks, tetapi paling sering bagian terbawah janin turun sedikit ketika serviks membuka.
Pada kala dua persalinan, penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas agak
lambat tetapi mantap pada nulipara. Namun, pada multipara, khususnya yang paritasnya tinggi,
serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas, atau, dipendekkan, menuju segmen
bawah uterus, sementara kondisi os eksternum untuk sementara tetap tidak berubah, pinggiran os
internum ditarik ke atas beberapa sentimeter sampai menjadi bagian (baik secara anatomik
Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang persiapan uterus
untuk persalinan, pendataran yang lumayan besar pada serviks yang lunak kadangkala selesai
sebelum persalinan aktif mulai pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mukus ketika saluran
serviks memendek.
Gambar 4.
Serviks mendekati akhir kehamilan tetapi sebelum persalinan. Atas, primigravida; bawah,
multipara.
Dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks merupakan daerah
yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi kontraksi, struktur-struktur ini
mengalami peregangan, yang dalam prosesnya serviks mengalami tarikan sentrifugal. Ketika
kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong
amnion akan melebarkan saluran serviks seperti sebuah baji. Bila selaput ketuban sudah pecah,
tekanan pada bagian terbawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama
efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks selama bagian
terbawah janin berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah
uterus.
Proses pendataran dan dilatasi serviks ini menyebabkan pembentukan kantong cairan
Gambar 5.
Gambar 6.
Kanalis servikalis mengalami obliterasi yaitu serviks mendatar sempurna. Atas, primigravida dan
bawah mutigravida
2.1.3 Pola-pola Persalinan
Dalam risalahnya tentang persalinan (1978), menyatakan bahwa “ciri-ciri klinis kontraksi
uterus yaitu frekuensi, intensitas dan durasi tidak dapat diandalkan sebagai ukuran kemajuan
persalinan dan sebagai indeks normalitas. Selain dilatasi serviks dan turunnya janin, tidak ada
ciri klinis pada ibu melahirkan yang tampaknya bermanfaat untuk menilai kemajuan persalinan.”
Pola dilatasi serviks yang terjadi selama berlangsungnya persalinan normal mempunyai bentuk
kurva sigmoid. dua fase dilatasi serviks adalah fase laten dan fase aktif. Fase aktif dibagi lagi
menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimum dan fase deselerasi (Friedman, 1978).
Lamanya fase laten lebih variabel dan rentan terhadap perubahan-perubahan sensitif oleh
faktor-faktor luar dan oleh sedasi (pemanjangan fase laten). Lamanya fase laten kecil
biasanya mempunyai nilai prediktif terhadap hasil akhir persalinan tersebut. Friedman
menganggap fase landai maksimum sebagai alat ukur yang bagus terhadap efisiensi mesin ini
secara keseluruhan, sedangkan sifat fase deselerasi lebih mencerminkan hubungan- hubungan
fetopelvik. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif persalinan dihasilkan oleh retraksi serviks
disekeliling bagian terbawah janin. Setelah dilatasi serviks lengkap, kala dua persalinan mulai;
sesudah itu, hanya turunnya bagian terbawah janin secara progresiflah satu-satunya alat ukur
Kerja hidrostatik selaput ketuban janin untuk menimbulkan pendataran dan dilatasi serviks.
Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin yang menempel ke serviks dan
membentuk egmen bawah uterus berfungsi sama. Dalam gambar ini Berta Gambar 11-9 dan 11-
10, perhatikan perubahan hubungan- hubungan os eksternum (OE) dan os internum (OI)
Gambar 8.
Pada banyak nuhpara, masuknya kepala janin ke pintu atas panggul telah tercapai
sebelum persalinan mulai dan penurunan janin lebih jauh tidak akan terjadi sampai akhir
persalinan. Pada multipara yang masuknya kepala janin ke pintu atas panggul mula-mula tidak
begitu sempurna, penurunan lebih jauh terjadi pada kala satu persalinan.
Dalam pola penurunan pada persalinan normal, terbentuk kurva hiperbolik yang khas
ketika station kepala janin diplpt pada suatu fungsi durasi persalinan. Penurunan aktif biasanya
terjadi setelah dilatasi serviks sudah maju untuk beberapa lama. Pada nulipara, kecepatan turun
biasanya bertambah cepat selama fase lereng maksimum dilatasi serviks. Pada waktu ini,
kecepatan turun bertambah sampai maksimum, dan laju penurunan maksimal ini dipertahankan
Kelompok perempuan yang diteliti adalah nulipara dan multipara yang tidak mempunyai
disproporsi fetopelvik, tidak ada kehamilan ganda, dan tidak ada yang diobati dengan sedasi
berat atau analgesi konduksi, oksitosin, atau intervensi operatif. Semuanya mempunyai panggul
normal, kehamilan aterm dengan presentasi verteks, dan bayi berukuran rata-rata.
Pecah ketuban secara spontan paling sering terjadi sewaktu- waktu pada persalinan aktif.
Pecah ketuban secara khas tampak jelas sebagai semburan cairan yang normalnya jernih atau
sedikit keruh, hampir tidak berwarna dengan jumlah yang bervariasi. Selaput ketuban yang
masih utuh sampai bayi lahir lebih jarang ditemukan. Jika kebetulan selaput ketuban masih utuh
sampai pelahiran selesai, janin yang lahir dibungkus oleh selaput ketuban ini dan bagian yang
membungkus kepala bayi yang baru lahir kadangkala disebut sebagai caul.
Pecah ketuban sebelum persalinan mulai pada tahapan kehamilan mana pun disebut
Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh sejumlah lapisan jaringan yang
bersama-sama membentuk dasar panggul. Struktur yang paling penting adalah m. levator ani dan
fasia yang membungkus permukaan atas dan bawahnya, yang demi praktisnya dapat dianggap
sebagai dasar panggul. Kelompok otot ini menutup, ujung bawah rongga panggul sebagai sebuah
diafragma sehingga memperlihatkan permukaan atas yang cekung dan bagian bawah cembung
Di sisi lain, m. levator ani terdiri dari bagian pubokoksigeus dan iliokoksigeus.
Bagian posterior dan lateral dasar panggul, yang tidak diisi oleh m. levator ani, diisi oleh
m. piriformis dan m. koksigeus pada sisi lain. Ketebalan m. levator ani bervariasi dari 3 sampai 5
mm, meskipun tepi-tepinya yang melingkari rektum dan vagina agak lebih tebal. Selama
kehamilan m. levator ani biasanya mengalami hipertrofi. Pada pemeriksaan per vaginam, tepi
dalam otot ini dapat diraba sebagai tali tebal yang membentang ke belakang dari pubis dan
melingkari vagina sekitar 2 cm di atas himen. Sewaktu kontraksi, m. levator ani menarik rektum
dan vagina ke depan dan ke atas sesuai arah simfisis pubis sehingga bekerja menutup vagina.
Otot-otot perineum yang lebih superfisial terlalu halus untuk berfungsi lebih dari sekedar
sebagai penyokong. Pada kala satu persalinan, selaput ketuban dan bagian terbawah janin
memainkan peran untuk membuka bagian atas vagina. Namur, setelah ketuban pecah,
perubahan-perubahan dasar panggul seluruhnya dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh
bagian terbawah janin. Perubahan yang paling nyata terdiri dari peregangan serabut-serabut m.
levatores ani dan penipisan bagian tengah perineum, yang berubah bentuk dari massa jaringan
berbentuk baji setebal 5 cm menjadi (kalau tidak dilakukan episiotomi) struktur membran tipis
yang hampir transparan dengan tebal kurang dari 1 cm. Ketika perineum teregang maksimal,
anus menjadi jelas membuka dan terlihat sebagai lubang berdiameter 2 sampai 3 cm dan di sini
Jumlah dan besar pembuluh darah yang luar biasa yang memperdarahi vagina dan dasar
panggul menyebabkan kehilangan darah yang amat besar kalau jaringan ini sobek. f. Pelepasan
Plasenta Kala tiga persalinan mulai segera setelah kelahiran janin dan melibatkan pelepasan dan
ekspulsi plasenta.
Setelah. kelahiran plasenta dan selaput janin, persalinan aktif selesai. Karena bayi sudah
lahir, uterus secara spontan berkontraksi keras dengan isi yang sudah kosong. Normalnya, pada
saat bayi selesai dilahirkan, rongga uterus hampir terobliterasi dan organ ini berupa suatu massa
otot yang hampir padat, dengan tebal beberapa sentimeter di atas segmen bawah yang lebih tipis.
Penyusutan ukuran uterus yang mendadak ini selalu disertai dengan pengurangan bidang
tempat implantasi plasenta. Agar plasenta dapat mengakomodasikan diri terhadap permukaan
yang mengecil ini, organ ini memperbesar ketebalannya, tetapi karena elastisitas plasenta
desidua yang paling lemah lapisan spongiosa, atau desidua spongiosa mengalah dan pemisahan
terjadi di tempat ini. Oleh karena itu, pelepasan plasenta terutama disebabkan oleh disproporsi
yang terjadi antara perubahan ukuran plasenta dan mengecilnya ukuran tempat implantasi di
bawahnya pada seksio sesarea, fenomena ini mungkin dapat diamati langsung bila plasenta
berimplantasi di posterior.
Pemisahan plasenta amat dipermudah oleh sifat struktur desidua spongiosa yang longgar,
yang dapat disamakan dengan garis perforasi pada perangko. Ketika pemisahan berlangsung,
terbentuk hematoma di antara plasenta yang sedang terpisah dan desidua yang tersisa.
Pembentukan hematoma biasanya merupakan akiba bukan penyebab dari pemisahan tersebut,
karena pada beberapa kasus perdarahan dapat diabaikan. Namun hematoma dapat mempercepat
proses pemisahan. Karena pemisahan plasenta melalui lapisan spongiosa desidua, bagian dari
desidua tersebut dibuang bersama plasenta, sementara sisanya tetap menempel pada miometrium.
Jumlah jaringan desidua yang tertinggal di tempat plasenta bervariasi. Pemisahan plasenta
membran janin (amniokorion) dan desidua parietalis terlepas menjadi lipatan yang banyak sekali
dan menambah ketebalan lapisan tersebut dari kurang dari 1 mm menjadi 3 sampai 4 mm.
Lapisan uterus pada awal stadium ketiga menunjukkan bahwa banyak dari lapisan parietal
desidua parietalis termasuk di dalam lipatan-lipatan amnion dan korion laeve yang melekuk-
lekuk tersebut.
lengkap. Kemudian membran ini terkelupas dari dinding uterus, sebagian karena kontraksi
miometrium yang lebih kuat dan sebagian karena tarikan yang dilakukan oleh plasenta yang
terlepas, yang terletak di segmen bawah uterus yang lebih tipis atau di bagian atas vagina.
Korpus uteri pada waktu itu normalnya membentuk suatu massa otot yang hampir padat, yang
Gambar 10.
Pengecilan ukuran tempat plasenta setelah bayi lahir. A. Hubungan-hubungan spasial sebelum
Setelah plasenta terpisah dari tempat implantasinya, tekanan yang diberikan padanya oleh
dinding uterus menyebabkan organ ini menggelincir turun menuju ke segmen bawah uterus atau
bagian atas vagina. Pada beberapa kasus, plasenta dapat terdorong keluar dari lokasi-lokasi itu
akibat meningginya tekanan abdomen, tetapi ibu yang dalam posisi telentang sering tidak dapat
mendorong keluar plasenta secara spontan. Dengan demikian, diperlukan cara-cara artificial
untuk menyelesaikan stadium ketiga. Metode yang biasa dilakukan adalah bergantian menekan
dan menaikkan fundus, sambil melakukan traksi ringan pada tali pusat.
Bila terjadi pemisahan plasenta tipe sentral, atau tipe biasa, hematoma retroplasenta
dipercaya mendorong plasenta menuju ke rongga uterus, pertama bagian tengah dan kemudian
sisanya. Dengan demikian plasenta mengalami inversi dan dibebani oleh hematoma tersebut,
kemudian turun. Karena membran di sekitarnya menempel kakis pada desidua, plasenta hanya
tersebut mengelupas bagian perifernya. Akibatnya, kantong yang terbentuk oleh membran
tersebut mengalami inversi dan yang muncul di vulva adalah amnion yang mengkilap di atas
permukaan plasenta.
inversi. Pada proses ini yang dikenal sebagai ekspulsi plasenta mekanisme Schultze, darah dari
tempat plasenta tercurah ke dalam kantong inversi tersebut dan tidak, mengalir keluar sampai
setelah ekstrusi plasenta. Cara ekstrusi plasenta yang lain dikenal sebagai mekanisme Duncan,
yakni pemisahan plasenta pertamA kali terjadi di perifer, dengan akibat darah mengumpul di
antara membran dan dinding uterus dan keluar dari plasenta. Pada situasi ini, plasenta turun ke
vagina secara menyamping, dan permukaan ibu adalah yang pertama kali terlihat di vulva.
ketenangan uterus sampai mendekati akhir kehamilan. Pada banyak spesies ini, penurunan kadar
progesteron di dalam plasma ibu yang kadang-kadang terjadi mendadak ini biasanya dimulai
Selain itu, pemberian progesteron pada spesies-spesies ini di akhir masa kehamilan
pelucutan progesteron tidak mendahului awitan partus. Kadar progesteron di dalam plasma
perempuan hamil meningkat sepanjang kehamilan, baru menurun setelah pelahiran plasenta,
Dua observasi yang terpisah mempengaruhi arah riset persalinan selama 35 tahun terakhir.
Salah satu identifikasi mekanisme yang dipakai untuk mensintesis estrogen pada kehamilan
manusia. Pada tahun 1960, telah diketahui bahwa kehamilan manusia adalah suatu status
hiperestrogenik , dan bahwa plasenta sebenarnya merupakan satu-satunya tempat jaringan untuk
pembentukan estrogen. Selain itu plasenta manusia tidak dapat mensintesis estrogen de novo,
dari asetat atau kolesterol. plasenta dapat mengubah steroid-C19, menjadi estrogen. Pada tahun
1960-an, diketahui bahwa kelenjar adrenal janin memproduksi steroid-C19 dalam jumlah yang
sangat banyak, yang dihantarkan oleh darah janin ke plasenta. Di dalam sinsitio trofoblas, steroid
C19 adrenal janin ini dimetabolisme menjadi estrogen dengan efisiensi yang besar. Oleh karena
itu, plasenta manusia adalah organ endokrin yang tidak lengkap, setidaknya dalam hal biosintesis
estrogen. Beberapa temuan ini disusun sebagai satu bagian dari konsep tentang sistem
Janin Manusia dan Partus terdapat bukti yang tidak lengkap bahwa kehamilan yang relatif
mengalami hipoestrogenisme anensefali janin atau hipoplasia adrenal, atau defisiensi sulfatase
plasenta kadangkala disertai dengan pemanjangan masa kehamilan. Namun, meski estrogen
kapasitas miometrium, untuk berkontraksi dan berespons terhadap agen-agen kontraktil, zat ini
Kelainan-kelainan janin lainnya yang mencegah atau yang amat mengurangi masuknya
urine janin (tidak adanya ginjal janin) atau sekret paru (hipoplasia paru) ke dalam cairan amnion
tidak menyebabkan pemanjangan kehamilan pada manusia. Dengan demikian, suatu sinyal dari
janin melalui lengan parakrin sistem komunikasi janin-ibu tampaknya tidak diperintahkan untuk
Persalinan, melahirkan bayi, mencakup seluruh proses fisiologis yang terlibat pada saat
melahirkan: pendahuluan, persiapan, proses persalinan, dan pemulihan ibu dari kelahiran anak.
Dari proses-proses fisiologis yang memiliki sifat berbeda-beda ini, jelas bahwa banyak
transformasi fungsi uterus yang harus disesuaikan secara tepat waktu selama kehamilan dan
persalinan yang berhasil, partus dapat dibagi menjadi empat fase uterus yang bersesuaian dengan
Fase partus ini ditandai dengan ketenangan otot polos miometrium disertai pemeliharaan
integritas struktural serviks. Dalam fase inilah kecenderungan inheren miometrium untuk
berkontraksi ditahan. Pada fase ini, yang menetap selama sekitar 95 persen kehamilan pertama
pada kehamilan normal, otot polos miometrium dibuat tidak responsif terhadap rangsangan alami
dan paralisis kontraktil relatif terjadi terhadap sekelompok tantangan mekanik dan kimiawi yang
mendekati akhir kehamilan miometrium harus bangun dari masa tidur persalinan yang panjang
ini dalam persiapan untuk bersalin. Selama fase 0 partus ketika miometrium dalam status tenang,
serviks harus tetap kencang dan tak mudah terangsang. Pemeliharaan integritas anatomik dan
Dilatasi serviks dini, inkompetensi struktural atau keduanya, menandakan hasil akhir
kehamilan yang tidak menguntungkan yang paling sering berakhir dengan pelahiran preterm.
Pemendekan serviks, bila ditemukan antara minggu gestasi ke-24 sampai 28, merupakan indikasi
Untuk mempersiapkan uterus terhadap persalinan, ketenangan uterus pada fase 0 partus
harus dihentikan, inilah saatnya uterus bangun. Perubahan morfologis dan fungsional pada
miometrium dan serviks yang mempersiapkan uterus untuk persalinan mungkin merupakan hasil
alami penghentian. fase 0 uterus, tetapi apapun mekanismenya, kapasitas sel miometrium untuk
terbentuk. Karena kapasitas fungsional otot polos miometrium untuk berkontraksi ini telah
kembali dan serviks menjadi matang, fase partus berlanjut dengan fase 2, persalinan aktif.
Challis and Lye (1994) menyebut perubahan fungsi uterus sebelum persalinan sebagai “aktivasi”.
3) Iritabilitas uterus.
kadang-kadang tanpa nyeri menjadi status kontraktil dengan kontraksi yang lebih sering
terjadi
7) Pelunakan serviks
Dengan berkembangnya segmen bawah uterus yang terbentuk dengan baik, kepala janin
seringkali turun ke atau bahkan melewati pintu atas panggul ibu, suatu peristiwa tersendiri yang
yang kadangkala diceritakan oleh ibu sebagai “bayinya jatuh”. Tidak diragukan bahwa ada
banyak perubahan uterus lain pada akhir kehamilan selama fase 1, beberapa di antaranya
mencolok-50 kali lipat atau lebih jumlah reseptor oksitosin di miometrium. Hal ini bertepatan
dengan peningkatan resposivitas kontraktil uterus terhadap oksitosin. Demikian juga, kehamilan
manusia yang memanjang disertai penundaan peningkatan reseptor ini . Juga pada fase 1, jumlah
dan besar persambungan celah antara sel miometrium membesar sebelum awitan persalinan,
terus melebar sepanjang persalinan, dan kemudian mengecil dengan cepat setelah pelahiran. Hal
ini terjadi pada partus spontan, baik aterm maupun preterm (Garfield and Hayashi, 1981).
Korpus uteri (fundus) dan serviks, meskipun merupakan bagian organ yang sama, harus
berespons, dengan cara yang cukup berbeda selama kehamilan dan partus. Di satu pihak, pada
sebagian besar masa kehamilan, miometrium harus dapat mengembang tetapi tetap tenang. Di
lain pihak, serviks harus tetap tak responsif dan cukup kaku. Namun, bersamaan dengan inisiasi
partus, serviks harus melunak, mengalah, dan menjadi lebih mudah melebar. Fundus harus
berubah dari organ yang relatif relaks dan tidak responsif yang khas pada sebagian besar masa
kehamilan menjadi organ yang akan menimbulkan kontraksi yang efektif daft mendorong janin
hasil kehamilan yang kurang baik. Namun, meskipun peran-peran antara serviks dan fundus
tampak membalik dari sebelumnya sampai pada masa bersalin, kemungkinan proses-proses pada
kedua bagian uterus tersebut diatur oleh agen- agen yang sama.
Ada tiga komponen struktural utama pada serviks: kolagen, otot polos, dan jaringan ikat
atau substansi dasar. Konstituen serviks yang penting pada perubahan serviks saat partus adalah
yang terdapat dalam matriks ekstraselular dan. substansi dasar, glikosaminoglikan, dermatan
sulfat dan asam hialuronat. Kandungan otot polos pada serviks jauh lebih sedikit daripada
kandungan di fundus, dan bervariasi secara anatomis dari 25 sampai hanya 6 persen.
yang terjadi pada kolagen, jaringan ikat dan substansi dasarnya pelunakan serviks disertai dua
perubahan yang saling melengkapi yaitu pemecahan kolagen dan penyusunan kembali serat
dikaitkan dengan kapasitas suatu jaringan untuk menahan air. Mendekati aterm, terdapat
peningkatan mencolok jumlah relatif asam hialuronat di serviks, disertai penurunan dermatan
Peranan otot polos pada proses pelunakan serviks tidak jelas, tetapi mungkin lebih
penting daripada yang dipercayai sebelumnya. Prostaglandin E2 dan PGF2a yang dioleskan
prostaglandin, yang dipasang intravagina di dekat serviks, digunakan secara klinis untuk
menimbulkan pelunakan serviks dan digunakan untuk mempermudah induksi persalinan. Pada
beberapa spesies, peristiwa-peristiwa ini dapat diinduksi sebagai respons terhadap penurunan
kadar progesteron. Senyawa- senyawa yang lain lagi mungkin bekerja sebagai partisipan aktif
bekerja menimbulkan pelunakan serviks sambil mempertahankan uterus dalam keadaan tenang.
Apabila proses yang dimediasi oleh relaksin bekerja pada kehamilan manusia, proses ini akan
menjadi perubahan fungsional yang paling awal pada fase 1, sehingga relaksin dapat dianggap
sebagai suatu partisipan dalam menjalankan fase 1 uterus. Tetapi, sekalipun pelunakan serviks
amat penting demi kesuksesan persalinan, urut- urutan pasti (atau pengaturan) proses-proses
Fase 2 sinonim dengan persalinan aktif, yaitu, kontraksi uterus yang menghasilkan
dilatasi serviks progresif dan pelahiran konseptus. Fase 2 persalinan biasanya dibagi menjadi tiga
tahapan persalinan yang diterangkan sebelumnya dalam bab ini. Awitan persalinan adalah
Fase 3 meliputi peristiwa-peristiwa nifas pemulihan ibu dari melahirkan, kontribusi ibu
untuk kelangsungan hidup bayi dan pemulihan fertilitas ibu melahirkan. Segera setelah pelahiran
konseptus, dan selama sekitar satu jam atau sesudahnya, miometrium harus dipertahankan pada
pembuluh- pembuluh besar uterus dan trombosis lumen-lumennya. Dalam cara yang
terkoordinasi ini, perdarahan pascapartum yang fatal dapat dicegah. Pada masa nifas awal, pola
perilaku keibuan berkembang dan ikatan ibu-bayi mulai terbentuk. Awitan laktogenesis dan
pengeluaran ASI di kelenjar mammae ibu juga dalam pengertian evolusioner amat penting untuk
membesarkan anak.
Akhirnya, involusi uterus yang memulihkan organ ini ke keadaan tidak hamil dan
kembalinya ovulasi harus diselesaikan sebagai persiapan untuk kehamilan berikutnya. Biasanya
diperlukan empat sampai enam minggu untuk mencapai involusi sempurna uterus, tetapi
lamanya fase 3 partus bergantung pada lamanya menyusui. Infertilitas biasanya berlangsung
terus sepanjang menyusui diteruskan karena terjadi anovulasi dan amenore yang diinduksi laktasi
(prolaktin).
Ketenangan miometrium pada fase 0 partus begitu jelas (dan biasanya begitu berhasil)
karena mungkin diinduksi oleh banyak proses yang independen dan kooperatif. Secara sendiri-
sendiri, beberapa di antara proses-proses ini mungkin terjadi berlebihan, yaitu, kehamilan
mungkin berlanjut tanpa satu atau beberapa proses yang normalnya ikut andil dalam sistem anti-
Otot polos miometrium fasik secara inheren adalah suatu jaringan kontraktil, pita-pita
miometrium pada uterus perempuan tidak hamil bila ditempatkan di dalam bak air isotonik
berkontraksi secara ritmik tanpa rangsangan tambahan, sekalipun ada inhibitor prostaglandin
sintase. Oleh karena itu, sulit dimengerti bagaimana uterus dapat mengembang untuk
menampung janin 3500 g, 1 L cairan amnion dan 800 g plasenta serta selaput ketuban tanpa
mencetuskan kontraksi kuat. Kapasitas volume rongga uterus meningkat beberapa tingkatan
pembesaran selama kehamilan. Uterus bertambah besar dari sebuah organ dengan berat sekitar
50 sampai 70 gram menjadi organ yang mempunyai berat lebih dari 1000 g pada aterm.
Dengan mengetahui daya luar biasa yang akan ditimbulkannya pada persalinan, amat
mengherankan bahwa beban intrauteri pada kehamilan manusia ditoleransi dengan ketenangan
miometreium fungsional seperti itu. defek pada satu komponen dalam sistem ini (baik yang
terjadi secara alami atau terinduksi secara farmakologis), seberapa pun beratnya, mungkin tidak
Proses-proses fisiologis yang berlebihan pada kehamilan manusia telah dikenali dengan
baik. Sebagai contoh, pembentukan laktogen plasenta manusia (hPL), serta varian hormon
pertumbuhan plasenta, dapat sama sekali tidak ada namun kehamilan tetap normal. Hampir tidak
adanya pembentukan estrogen pada kehamilan manusia yang disebabkan oleh beberapa macam,
gangguan tidak menghalangi keberhasilan kehamilan dan partus. Bahkan pemberian suatu
antiprogestin pada perempuan hamil dekat aterm pun tidak menyebabkan awitan persalinan.
1) Estrogen
kapasitas miometrium untuk menimbulkan daya kontraksi yang kuat, hipertrofi sel
melakukan kontraksi yang kuat dan terkoordinasi progesteron (langsung atau tak
persambungan celah (gap junctions) antara sel miometrium dan saluran-saluran Ca2+
tipe-L; tetapi persambungan dan saluran- saluran ini harus dibuka untuk memfasilitasi
kontraksi. Kemungkinan besar, estrogen dan progesteron bekerja secara selaras untuk
bekerja melalui elemen respons estrogen pada gen reseptor progesteron menginduksi
2) Progesteron
pemeliharaan kehamilan. Namun, patut disesalkan bahwa ternyata tak satu pun partikel
keadaan uterus yang toleran ini yang telah ditetapkan dengan. jelas. Meski demikian,
karena kerjanya pada spesies mamalia lain, timbul anggapan bahwa progesteron bekerja
3) Hormon Steroid dan Komunikasi Sel ke Sel pada Miometrium Komunikasi antara sel-sel
konekson- konekson. Saluran ini merupakan suatu susunan heksamerik dari suatu
koneksin spesifik (protein persambungan celah) yang tersambung secara simetri cermin
ini membentuk suatu saluran untuk pertukaran molekulmolekul kecil (Mr kurang dari
1000) dan ion-ion antarsel. Karena penting untuk fungsi kontraktil miometrium, cAMP
dan Ca2+ harus diangkut melalui saluran-saluran ini. Di jantung dan miometrium,
koneksin43 (Mr. sekitar 43 kd) adalah protein utama persambungan celah. Jumlah (luas)
koneksin43. Pemberian anti-estrogen pada saat yang sama mencegah hal ini. Terapi
4) Hormon Steroid dan Reseptor Oksitosin Sebagian besar penelitian pengaturan sintesis
reseptor oksitosin di miometrium dilakukan. pada tikus. Terapi estradiol- 17b in vivo atau
miometrium. Kerja estradiol-17b ini dihambat oleh pemberian progesteron pada saat
peningkatan reseptor oksitosin, tetapi terapi oksitosin dan progesteron menurunkan kadar
reseptor ini. Kadar reseptor oksitosin mRNA di jaringan miometrium manusia yang
diambil aterm lebih besar dibanding pada jaringan uterus pada perempuan yang tidak
hamil. Oleh karena itu, peningkatan jumlah reseptor oksitosin di miometrium aterm dapat
terdapat di dalam endometrium manusia dan desidua aterm dan ini merangsang produksi
prostaglandin (Fuchs dkk, 1981). Reseptor oksitosin juga ada di dalam amnion dan
jaringan korion-desidua.
(mifepriston), yang diberikan kepada perempuan selama fase akhir siklus ovulasi,
aborsi pada beberapa minggu pertama kehamilan manusia. RU-486 kurang efektif untuk
menginduksi aborsi atau persalinan pada perempuan kalau kehamilannya sudah lanjut.
persalinan dengan oksitosin tetapi amat tidak efektif untuk menyebabkan persalinan bila
digunakan tersendiri. Ini berlawanan dengan induksi persalinan prematur oleh RU-486
persalinan.
6) Reseptor LH/hCG Kadar reseptor LH/hCG di miometrium selama kehamilan lebih besar
mengaktifkan adenilil siklase melalui reseptor membran plasma sistem yang terkait Gus.
Ini menyebabkan penurunan frekuensi dan kekuatan kontraksi serta menurunkan
7) Relaxin Ada dua gen relaksin manusia yang berbeda, yang disebut H1 dan H2. Relaksin
di dalam plasma perempuan hamil dipercaya berasal secara eksklusif dari sekret korpus
luteum. Kadar relaksin dalam plasma paling besar (sekitar 1 ng/mL) pada usia gestasi
antara 8 sampai.12 minggu, dan sesudah itu turun ke kadar yang lebih rendah dan
menetap sampai aterm. Reseptor membran plasma untuk relaksin memerantarai aktivasi
Akibatnya, peran nyata hormon ini pada persalinan manusia belum terbayangkan.
dan miometrium. kadar plasma CRH meningkat selama awal kehamilan, tetapi selama 6
sampai 8 minggu terakhir kehamilan normal kadarnya meningkat secara dramatik. CRH
terlibat dalam inisiasi persalinan manusia. Namun, bagaimana persalinan yang diinduksi
CRH dapat terjadi tidak dapat langsung terlihat, karena CRH bekerja meningkatkan
pembentukan cAMP dan hal ini diharapkan meningkatkan relaksasi otot polos
miometrium.
yang lebih disukai dan terdapat secara alami) adalah TP (tromboksan A2), DP (PGD2),
menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan vasodilatasi pada banyak kondisi.
Pada konsentrasi tinggi, PGE2 dapat bekerja melalui Gai atau Gaq untuk menghambat
menyebabkan peningkatan kontraksi miometrium. Oleh karena itu, kerja besih prostanoid
amat bergantung pada banyak faktor. Mungkin sekali prostanoid ikut membantu relaksasi
miometrium pada satu tahapan kehamilan dan membantu kontraksi miometrium setelah
uterotonin merupakan penyebab inisiasi persalinan yang paling mungkin, dan hal ini sebagian
manusia. Begitu fase 0 terhenti dan proses fase 1 uterus dilaksanakan, sejumlah uterotonin
ketidakresponsifan miometrium pada fase 0 persalinan, proses- proses lain juga mungkin
bergabung dan ikut serta dalam suatu sistem untuk menjamin keberhasilan persalinan. Banyak
uterotonin yang diketahui menyebabkan kontraksi otot polos miometrium in vitro telah diusulkan
: oksitosin, prostaglandin, serotonin, histamin, faktor pengaktif trombosit (PAF), angiotensin II,
dan banyak yang lain. Berlawanan dengan sistem- sistem miometrium terkait adenilil siklase Gas
yang diperantarai reseptor yang mungkin meningkatkan akumulasi cAMP, telah diidentifikasi
reseptor-reseptor heptaheliks lain di dalam miometrium manusia yang lebih sering mengaktifkan
proses-proses yang diperantarai Gai atau Gaq yang akhirnya menyebabkan peningkatan [Ca2+]i
sel miometrium.
Persalinan Oksitosin berarti kelahiran cepat dan oksitosin adalah uterotonin pertama
yang dilibatkan dalam inisiasi partus. Pada tahun 1906 Sir Henry Dale menemukan
persalinan aktif. Oksitosin tampaknya merupakan hormon yang sangat penting pada
fase 3 persalinan.
2) Apakah Oksitosin Terlibat dalam Inisiasi Persalinan Induksi persalinan yang aman dan
berhasil dengan pemberian oksitosin pada perempuan hamil yang mendekati aterm.
Oleh karena itu, langsung dibuat hipotesis bahwa oksitosin secara fisiologis terlibat
dalam inisiasi persalinan spontan. Serangkaian bukti mendukung dasar pemikiran ini.
Efektivitas oksitosin dalam menginduksi persalinan aterm, potensi besar uterotonin ini,
dan keberadaannya secara alami pada manusia cukup menjadi alasan untuk menduga
Penemuan- penemuan yang lebih baru memberikan dukungan tambahan untuk teori ini :
pelepasan prostaglandin.
(3) Oksitosin disintesis secara langsung di jaringan desidua dan jaringan janin
manusia. Kadar oksitosin lebih tinggi di dalam arteria umbilikalis daripada vena
plasma dan lebih tinggi setelah persalinan spontan daripada sebelum persalinan mulai.
Namun tidak ada bukti bahwa oksitosin dapat lolos melalui degradasi plasenta dan
Semua bukti ini, bila dikaji secara kritis, tidak menunjukkan suatu peran oksitosin
dalam inisiasi persalinan. Kadar oksitosin di dalam darah itu tidak meningkat sebelum
miometrium pada akhir kehamilan, hal ini terjadi beberapa saat sebelum persalinan
dimulai. Selain itu, oksitosin tidak bekerja sebagai antiprogestin. Tidak ada bukti
dalam jumlah besar, relatif tidak efektif untuk menginduksi pada kebanyakan
Ada banyak sekali bukti yang mendukung peran penting oksitosin pada stadium kedua
persalinan dan selama masa nifas, fase 3 partus. Terdapat peningkatan kadar oksitosin dalam
plasma ibu pada stadium kedua persalinan (akhir fase 2 partus), pada masa pascapartum dini dan
selama menyusui (fase 3 partus). Waktu meningkatnya pelepasan oksitosin ini menunjukkan
peran oksitosin pada akhir persalinan dan selama masa nifas. Segera setelah pelahiran janin,
plasenta, dan selaput janin (selesainya fase 2 uterus), kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan
kadar oksitosin di dalam plasma ibu meningkat pada saat ini, dan peningkatan reseptor oksitosin
1) Involusi Uterus Infus oksitosin pada perempuan merangsang peningkatan kadar mRNA
involusi uterus. Protein ini antara lain adalah kolagenase, monocyte chemoattractan
(MacDonald dan Casey, observasi yang tidak dipublikasikan). Oleh karena itu, kerja
oksitosin pada akhir persalinan dan selama fase 3 partus mungkin terlibat dalam
involusi uterus.
2) Oksitosin dan Pengeluaran ASI Populasi reseptor oksitosin sel mioepitelial di duktus
jaringan mammae meningkat dengan cara yang sama seperti di sel otot polos
miometrium pada akhir kehamilan. Selama masa nifas, oksitosin bekerja pada sel
duktus payudara ini untuk menimbulkan pengeluaran ASI, yang merupakan komponen
fase 3 partus.
PGF2a dan PGE2 terlibat pada inisiasi partus aterm. Serangkaian bukti mendukung teori ini.
1) Kadar prostaglandin (atau metabolitnya) di dalam cairan amnion, plasma ibu dan urine
3) Pemberian inhibitor PGH2 sintase kepada perempuan hamil akan menunda waktu
persalinan preterm.
menyebabkan kontraksi, bergantung pada prostanoid yang diuji dan status fisiologis
cairan amnion pada semua stadium kehamilan. Sebelum persalinan mulai, prostanoid di dalam
cairan amnion berasal dari ekskresi di urine janin dan mungkin kulit, paru, dan tali pusat (Casey
dkk., 1983).
Ketika janinnya tumbuh, kadar prostaglandin di dalam cairan amnion meningkat secara
bertahap. Namun, tidak ada peningkatan kadar prostaglandin yang dapat dihubungkan dengan
atau diinterpretasikan sebagai peningkatan yang berkait dengan prapartus. Sebenarnya, jumlah
prostaglandin total pada aterm sebelum persalinan dimulai kecil sekah (sekitar 1μg). Karena
waktu paruh prostaglandin di dalam cairan amnion sangat panjang (6 sampai 12 jam), laju
(dan mediator inflamasi lainnya) di dalam cairan amnion saat partus, perubahan anatomis yang
melibatkan selaput janin selama dilatasi serviks harus ditinjau. Kutub paling bawah membran
janin secara struktural dimodifikasi untuk membentuk kantong depan sakus amnion. Sebelum
persalinan, membran janin menempel dan melekat pada desidua parietalis uterus, dan di segmen
Pergerakan otot uterus yang sangat ringan di bawahnya pada waktu kontraksi
menyebabkan membran janin tertarik dari dan kemudian menyisip maju-mundur di atas desidua.
Ketika kutub bawah sakus amnion tertarik dari dinding uterus, fragmen-fragmen desidua
parietalis robek tetapi tetap menempel agak kuat ke permukaan luar korion laeve. Fenomena
normal pada awal persalinan ini merupakan pelengkap keberhasilan dilatasi serviks.
Membran yang mudah bergeser pada segmen bawah uterus dan sebagian melewati
serviks merupakan dilator yang jauh lebih efektif. Selama selaput janin masih utuh, kutub bawah
membran (kantong depan) ini menjadi baji terdepan yang memfasilitasi dilatasi serviks pada
awal persalinan. Inilah yang terjadi sebelum bagian terdepan janin turun cukup jauh ke panggul
ibu untuk mengambil peranannya. Karena kantong depan terbentuk melalui proses penipisan dan
dilatasi serviks, kantong ini baru ada setelah persalinan mulai atau pada dilatasi serviks abnormal
atau inkompetensi serviks. Ketika serviks terbuka, kantong depan muncul melewati serviks di
vagina bagian atas, seperti ujung balon berisi cairan penuh yang ditekan dan didorong melewati
diameter silinder rongga yang semakin membesar. Luas permukaan kantong depan yang terpajan
semakin besar ketika dilatasi serviks berlanjut pada fase 2 partus. Jaringan kantong depan yang
paling dalam adalah membran amnion avaskular, yang dibasuh oleh cairan amnion pada
permukaan epitelnya.
Permukaan luar amnion ini melekat ke korion laeve yang avaskular. Fragmen-fragmen
jaringan desidua yang mengalami trauma dan devaskularisasi yang terlepas dari uterus
membentuk lapisan iregular pada permukaan luar kantong depan tersebut, yang tampak di
vagina. Pada sekitar tahap perkembangan persalinan ini, bagian terbawah janin umumnya sudah
cakap di panggul ibu, sehingga memisahkan cairan amnion secara anatomis dan fungsional
menjadi dua kompartemen. Sebelum pemisahan kedua kompartemen ini sempurna, konstituen
cairan amnion kantong depan dapat bercampur dengan cairan amnion di kompartemen atas;
tetapi setelah pemisahan cairan amnion sempurna, transfer prostaglandin dari kantong depan ke
Temuan-temuan penelitian ini juga menunjukkan bahwa desidua parietalis yang melapisi
kantong depan merupakan tempat utama pembentukan prostaglandin yang masuk ke dalam
cairan amnion kantong depan. Khususnya, PGF2a dan metabolit stabilnya, PGFM, terdapat di
dalam cairan amnion kantong depan dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada PGE2.
Desidua memproduksi PGF2a dan PGE2, tetapi amnion dan korion laeve terutama memproduksi
PGE2 dan sangat sedikit PGF2a. Tidak ada peningkatan kadar prostaglandin di dalam cairan
amnion yang berkaitan dengan persalinan sebelum persalinan mulai. Jumlah total prostaglandin
di dalam cairan amnion dan laju masuknya autakoid-autakoid ini ke dalam cairan amnion
sebelum dan selama persalinan amat kecil dibanding dengan jumlah yang diperlukan untuk
menginduksi persalinan.
Kadar prostaglandin di dalam cairan amnion yang diambil pada stadium kemajuan
persalinan yang sama amat bervariasi (100 kali lipat atau lebih) di antara kehamilan-kehamilan
normal. Konsentrasi prostaglandin di kompartemen kantong depan berhubungan dengan lebarnya
dilatasi serviks. Prostaglandin disekresi dengan kecepatan yang tinggi dari kantong depan ke
vagina selama persalinan. Meskipun memang proses-proses ini terlibat pada persalinan aterm
sama seperti keterlibatannya pada suatu reaksi radang, kemungkinan. bahwa proses peradangan
menginisiasi partus sangat kecil. Namun, jelas bahwa proses-proses persalinan normal
abortus oleh inhibitor prostaglandin sintase ini secara realistik tidak mungkin dilakukan
karena terdapat banyak sekali variabel pada penelitian seperti ini. Pemberian larutan
hipertonik ke dalam cairan amnion bukan merupakan ciri fisiologis partus spontan. Selain
itu, pemeliharaan kehamilan pada usia gestasi 12 sampai 16 minggu tidak identik dengan
mengakibatkan abortus pada awal kehamilan, tetapi kemanjuran agen-agen ini untuk
Mendekati aterm, terapi RU- 486 tidak akan menyebabkan awitan persalinan pada
kehamilan manusia. Selain itu, efek indometasin dan larutan hipertonik pada janin
kemungkinan yang menarik dengan sejumlah alasan, baik anatomik maupun fungsional.
Terdapat pula serangkaian bukti bahwa aktivasi desidua menyertai persalinan pada
manusia. Namun, pertanyaan yang terpenting adalah apakah aktivasi desidua terjadi
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
kehamilan manusia tidak dapat dipastikan atau disangkal. Tampaknya kemungkinan besar kerja
estrogen dan progesteron terlibat sebagai komponen dari suatu sistem biomolekular anti-gagal
yang lebih luas yang melaksanakan dan memelihara fase 0 pada persalinan manusia.
Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi uterus, yang selanjutnya
akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban terhadap serviks dan segmen
bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin dipaksa langsung
mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Sebagai akibat kegiatan daya dorong ini, terjadi dua
perubahan mendasar pendataran dan dilatasi pada serviks yang sudah melunak.
Untuk lewatnya kepala janin rata-rata aterm melalui serviks, saluran serviks harus
dilebarkan sampai berdiameter sekitar 10 cm, pada saat ini, serviks dikatakan telah membuka
lengkap. Mungkin tidak terdapat penurunan janin selama pendataran serviks, tetapi paling sering
Pada kala dua persalinan, penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas agak lambat
tetapi mantap pada nulipara. Namun, pada multipara, khususnya yang paritasnya tinggi,
3.2.1 Institusi
3.2.2 Pembaca
3.2.3 Penulis