Makalah Pemasangan Infus
Makalah Pemasangan Infus
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis
kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh dengan hampir 90% dari total berat
badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan,
presentase cairan tubuh berbeda berdasarkan usia. Presentase cairan tubuh bayi baru lahir
sekitar 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa
55% dari tital berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Selain itu, presentase
jumlah cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada lemak dalam tubuh dan jenis
kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairan tubuh pun lebih besar. Wanita dewasa
mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibandingkan pada pria, karena jumlah lemak
pada tubuh wanita dewasa lebih banyak dibandingkan dengan lemak pada tubuh pria dewasa.
Salah satu tindakan untuk mengatasi masalah atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
cairan dan elektrolit adalah dengan pemberian cairan melalui infus. Pemberian cairan melalui
infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian
makanan.
Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah
jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan
atau zat-zat makanan dari tubuh (Yuda, 2010). Pemberian cairan intravena (Infus) yaitu
memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan
waktu tertentu dengan menggunakan infus set. (Potter, 2005)
Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk penggantian caian tubuh dan
memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap
yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah
operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obatan lain.
(Lachman, 2008)
Salah satu tugas penting bidan adalah memberikan pelayanan yang aman dan nyaman bagi
klien. Salah satunya yaitu dengan memberikan cairan infus kepada klien yang sedang
mengalami kekurangan cairan. Seorang bidan memiliki tanggung jawab penuh dalam
memperhatikan status kesehatan dengan memberikan asuhan khususnya pemberian cairan
infus kepada klien.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas dari Manajemen.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui cara pemasangan infus.
b. Mengetahui fungsi dari pemasangan infus.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
C. Jenis Cairan
1. Cairan zat gizi (nutrien)
Pasien yang istirahat ditempat tidur memerlukan kalori 450 kalori setiap hari.
Cairan nutrien dapat diberikan melalui intra vena dalam bentuk karbohidrat, nitrogen
3
dan vitamin untuk metabolisme. Kalori yang terdapat dalam cairan nutrien dapat
berkisar antara 200-1500 kalori per liter.
Cairan nutrien terdiri atas:
a. Karbohidrat dan air, contoh: dekstrosa(glukosa), levulosa (fruktosa), serta invert sugar
(1/2 dekstrosa dan ½ levulosa).
b. Asam amino, contoh: amigen, aminosol, dan travamin.
c. Lemak, contoh: lipomul dan liposyn.
2. Blood volume expanders
Blood volume expanders merupakan jenis cairan yang berfungsi meningkatkan
volume darah setelah kehilangan darah atau plasma. Hal ini terjadi pada saat pasien
mengalami perdarahan berat, maka pemberian plasma akan mempertahankan jumlah volume
darah. Pada pasien dengan luka bakar yang berat, sebagian besar cairan akan hilang dari
pembuluh darah didaerah luka. Plasma sangat perlu diberikan untuk menggantikan cairan ini.
Jenis blood volume expanders antara lain: humen serum albumin dan dextran dengan
konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai tekanan osmotik, sehinggan secara
langsung dapat meningkatkan jumlah volume darah.
4
5) Oliguria
6) Nadi dan pernafasan meningkat
7) Kehilangan cairan mencapai > 10% BB
b. Dehidrasi sedang
1) Kehilangan cairan 2-4 I atau antara 5-10% BB
2) Serum natrium 152-158 mEq/L
3) Mata cekung
c. Dehidrasi ringan,dengan terjadinya kehilangan cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2 L
2. Hipervolume atau overhidrasi
Terdapat dua manifrestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu
hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada
interstisial). Normalnya cairan interstisial tidak terikat dengan air, tetapi elastis dan
hanya terdapat di antara jaringan. Keadaan hipervolume dapat menyebabkan piting
edema, merupakan edema yang berada pada darah perifer atau akan mencekung
setelah ditekan pada daerah yang bengkak. Manifestasi edema paru-paru adalah
penumpukan sputum, dispnea, batuk, dan suara ronkhi. Keadaan edema ini
disebabkan oleh gagal jantung yang mengakibatkan peningkatan penekanan pada
kapiler darah paru-paru dan perpindahan cairan ke jaringan paru-paru.
E. Kebutuhan Elektrolit
Elektolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen,
nutrien, dan sisa metabolisme (seperti karbondioksida), yang semuanya disebut dengan
ion. Beberapa jemis garam dalam air akan dipecah dalam bentuk ion elektrolit.
Contohmya NaCl akan dipecah menjadi ion Na dan CI . pecahan elektrolit tersebut
merupakan ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan negatif
disebut anion sedangkan ion yang bermuatan positif disebut kation. Contoh kation antara
lain natrium, kalium, kalsium, dan magnesium.
Contoh anion antara lain klorida, bikarbonat, dan fosfat.
F. Pengaturan Elektrolit
1. Pengaturan keseimbangan natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi dalam pengaturan o
smolaritas dan volume cairan tubuh. Natrium ini paling banyak pada cairan
ekstrasel.
2. Pengaturan keseimbangan kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan
berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh
ginjal dengan mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal.
5
3. Pengaturan keseimbangan kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi dalam pembentukan tulang, penghantar impuls
kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah), dan membantu beberapa
enzim pankreas.
4. Pengaturan keseimbangan magnesium
Magnesium merupakan kation dalam tubuh yang terpenting kedua dalam cairan
intrasel. Keseimbanganya diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium diabsorpsi
dari saluran pencernaan.
5. Pengaturan keseimbangan klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel, tetapi klorida dapat
ditemukan pada cairan eksternal dan intrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu
dengan natrium yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan osmotik dalam
darah.
6. Pengaturan keseimbangan bikarbonat
Bikarbonat merupakan elektrolit utama dalam larutan buffer (penyangga) dalam
tubuh.
7. Pengaturan keseimbangan fosfat (PO4)
Fosfat bersama-sama dengan kalsium berfungsi dalam pembentukan gigi dan
tulang. Fosfat diserap dari saluran pencernaan dan dikeluarkan melalui urine
G. Pemasangan Infus
a. Pemberian Cairan Melalui Pemasangan Infus
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui
intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus. Tindakan ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan
pengobatan dan pemberian makanan.
b. Tujuan Pemasangan infus
1. Sebagai akses pemberian obat
2. Mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
3. Sebagai makanan bagi pasien yang tidak dapat atau tidak boleh makan melalui
mulut
c. Indikasi
Pasien dehidrasi, syok, intoksikasi berat, pra dan pasca bedah, sebelum transfusi
darah, pasien yang tidak bisa atau tidak boleh makan dan minum melalui mulut,
pasien yang memerlukan pengobatan tertentu.
d. Kontraindikasi
1. Inflamasi (bengkak, nyeri demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci
darah)
6
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki) (Yuda, 2010)
e. Resiko Pemasangan Infus
1. Flebitis (peradangan pembuluh vena)
Tanda-tanda: hangat, merah, bengkak di daerah luka tusukan.
Penyebab: kurangnya aliran darah di sekitar abbocath, gesekan di dalam vena.
Intervensi: ganti abbocath, gunakan kompres hangat, pemberian analgesik anti
inflamasi.
2. Hematoma
Yaitu darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah,
terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan
berulang pada pembuluh darah.
Tanda-tanda: tenderness, memar.
Penyebab: vena terembes, jarum tidak pada tempatnya dan darah mengalir.
Intervensi: abbocath dipindahkan, gunakan tekanan dan kompres, cek kembali
tempat keluar darah.
3. Infiltrasi
Yaitu masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah)
atau kebocoran cairan infus ke jaringan sekitar. Terjadi akibat ujung jarum infus
melewati pembuluh darah.
Tanda-tanda: kepucatan, bengkak, dingin, nyeri dan terhentinya tetesan infus.
Intervensi: kaji tingkat keparahan, lepas infus, tinggikan ekstremitas yang terpasang
infus.
f. Pedoman Pemilihan Vena
1. Gunakan vena distal terlebih dahulu
2. Gunakan tangan yang tidak dominan jika mungkin
3. Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang adekuat
4. Pilih lokasi yang tidak mempengaruhi prosedur atau pembedahan yang direncanakan
5. Pastikan lokasi yang dipilih tidak mengganggu aktivitas pasien
7
h. Tipe Vena yang perlu Dihindari
1. Vena yang telah digunakan sebelumnya
2. Vena yang telah mengalami infiltrasi atau flebitis
3. Vena keras dan sklerotik
4. Vena kaki, karena sirkulasi lambat dan komplikasi sering terjadi
5. Ekstremitas yang lumpuh
6. Vena yang dekat area terinfeksi
7. Vena pada jari, karena mudah terjadi komplikasi (flebitis, infiltrasi) dan dekat
dengan persyarafan
8. Vena yang terletak di bawah vena yang terjadi flebitis dan infiltrasi
i. Pemilihan Abbocath
Pemilihan abbocath, tergantung pada vena yang digunakan. Pemilihan abbocath juga
harus mempertimbangkan kondisi pasien dan jenis cairan yang akan diberikan. Di
bawah ini adalah ukuran abbocath serta penggunaanya:
24-22 : untuk anak-anak dan lansia
24-20 : untuk klien penyakit dalam dan post operasi
18 : untuk pasien operasi dan diberikan transfusi darah
16 : untuk pasien yang trauma dan memerlukan rehidrasi yang cepat.
8
4. Mencuci tangan
5. Memasang perlak dan pengalas
6. Memakai sarung tangan
7. Menggantungkan flabot pada tiang infus
8. Membuka kemasan infus set
9. Mengatur klem rol sekitar 2-4 cm dibawah bilik drip dan menutup klem yang ada
pada saluran infus
10. Menusukkan infus set ke dalam flabot infus dan mengisi tabung tetesan dengan
cara memencet tabung tetesan infus hingga setengahnya.
11. Membuka klem dan mengalirkan cairan keluar sehingga tidak ada udara pada
selang infus lalu tutup kembali klem
12. Memilih vena yang akan dipasang infus
13. Meletakkan torniquet 10-12 cm di atas tempat yang akan ditusuk, menganjurkan
pasien menggenggam tangannya
14. Melakukan desinfeksi daerah penusukkan dengan kapas alkohol secara sirkuler
dengan diameter ±5 cm
15. Menusukkan jarum abbocath ke vena dengan lubang jarum menghadap ke atas,
dengan menggunakan tangan yang dominan.
16. Melihat apakah darah terlihat pada pipa abbocath
17. Memasukkan abbocath secara pelan-pelan jarum yang ada pada abbocath, hingga
plastik abbocath masuk semua dalam vena, dan jarum keluar semua
18. Segera menyambungkan abbocath dengan selang infus
19. Melepaskan tourniquet, menganjurkan pasien membuka tangannya dan
melonggarkan klem untuk melihat kelancaran tetesan
20. Merekatkan pangkal jarum pada kulit dengan plester
21. Mengatur tetesan infus
22. Menutup tempat tusukan dengan kassa steril, dan direkatkan dengan plester
23. Mengatur letak anggota badan yang dipasang infus supaya tidak digerak-
gerakkan agar abbocath tidak bergeser
24. Membereskan alat dan merapikan pasien
25. Melepas sarung tangan
26. Mencuci tangan
27. Melakukan dokumentasi
9
DAFTAR PUSTAKA
Uliyah, Musrifatul dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik
untuk Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
C Long Barbara (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK.
Jan Tambayong (2000). Patofisiologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.
10