Anda di halaman 1dari 28

BERBAGAI MACAM MODEL PENGEMBANGAN BAHAN AJAR DAN

MEDIA PEMBELAJARAN

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah Pengembangan Bahan Ajar dan Media Biologi
yang dibina oleh Dr. Susriyati Mahanal, M.Pd

Disusun oleh
Fatma Rahmadhani 180341863030
Helsa Rahmatika 180341863055
Jessy Damayanti 180341663070
M. Amien Rais 180341663060

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PENDIDIKAN BIOLOGI PROGRAM MAGISTER
FEBRUARI 2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah tentang “Berbagai Macam Model Pengembangan
Bahan Ajar Dan Media Pembelajaran”. Adapun tujuan penulisan makalah yang
berjudul “Berbagai Macam Model Pengembangan Bahan Ajar Dan Media
Pembelajaran” untuk memenuhi tugas mata kuliah ”Pengembangan Bahan Ajar
dan Media Biologi”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian ini tidak lepas dari
peran serta beberapa pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, pengarahan,
dan petunjuk serta fasilitas. Oleh karena itu, di dalam kesempatan ini penulis
menghaturkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Susriyati Mahanal, M.Pd selaku Dosen mata kuliah Pengembangan
Desain Pembelajaran Biologi yang telah memberikan pengarahan, bimbingan,
serta petunjuk dalam penyelesaian tugas makalah ini.
2. Anggota kelompo dan semua mahasiswa yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa resensi yang telah penulis buat ini tidak lepas dari
kekurangan dan jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis
mengharap kritik, saran, dan masukan dari semua pihak demi perbaikan.
Semoga apa yang penulis sajikan dapat bermanfaat guna menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan.
Malang, 01 Februari 2019

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
A. Model Pengembangan Borg and Gall ........................................................... 4
1. Tujuan Penelitian Pengembangan ............................................................. 4
2. Karakteristik Penelitian dan Pengembangan ............................................ 5
3. Langkah-langkah Pengembangan Buku Teks Borg and Gall................... 6
4. Kelebihan dan Kekurangan ....................................................................... 8
B. Model Pengembangan Plomp ........................................................................ 9
1. Tahap Investigasi Awal (Preliminary Research) .................................... 11
2. Tahap desain ........................................................................................... 11
3. Tahap realisasi/konstruksi (realization/construction) ............................. 12
4. Tahap tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision) ................. 12
5. Tahap implementasi (implementation) ................................................... 13
C. Model Pengembangan Smith & Ragan ....................................................... 14
1. Analisis Dan Penilaian ............................................................................ 16
2. Strategi Pengajaran ................................................................................. 19
3. Implementasi, Manajemen, Dan Evaluasi .............................................. 19
4. Diferensiasi Dan Kesimpulan ................................................................. 22
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 23
A. Kesimpulan .................................................................................................. 23
B. Saran ............................................................................................................ 23
DAFTAR RUJUKAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan mengambil pendekatan logis dan terstruktur untuk proses
pengembangan, penyampaian, dan evaluasi instruksi dan materi pengajaran telah
populer di kalangan sarjana dan pascasarjana maupun praktisi selama hampir
seabad. Sejumlah model telah dikembangkan untuk membantu menjelaskan
proses pengajaran serta proses merancang dan mengembangkan bahan untuk
pengajaran (Brown, 2016).
Pada awalnya belum ada organisasi yang mengabdikan diri untuk
mempelajari bagaimana orang belajar atau bagaimana mempelajari metode
penyampaian instruksi. Meskipun ada upaya yang tersebar untuk meningkatkan
pengajaran sepanjang sejarah, tidak ada disiplin khusus yang muncul untuk
memandu upaya ini. Organisasi yang berorientasi pendidikan ada untuk
melindungi dan mengarahkan kurikulum dan isi pengajaran, tetapi sangat sedikit
perhatian diberikan pada bagaimana pengajaran dapat dibuat lebih efektif (Gagne,
2004).
Seiring berjalannya abad dan semakin banyak ilmuwan dan akademisi yang
memusatkan perhatian mereka pada ilmu untuk merancang instruksi. Psikologi
pendidikan berkembang menjadi departemen universitas dan organisasi
internasional yang melaporkan dan membahas penelitian mengenai
pengembangan instruksi di lapangan. Disiplin desain pembelajaran langsung
diturunkan dari psikologi pendidikan. Meskipun beberapa ahli berpendapat bahwa
sebenarnya hal tersebut adalah bukan bidangnya sendiri tetapi lebih merupakan
subaktivitas dalam psikologi pendidikan, desain instruksional dapat menunjuk ke
departemen universitas sendiri dan organisasi internasional sebagai indikator
bahwa itu memang termasuk kedalam disiplin yang berbeda (Brown, 2016).
Instruksi (dalam bahasa inggris instruction) adalah suatu usaha yang
disengaja untuk memfasilitasi proses pembelajaran guna mencapai tujuan belajar
yang diinginkan. (Smith & Ragam, 2005). Desain instruksional (DI),

1
2

juga dikenal sebagai desain sistem instruksional (DSI), adalah praktik merancang,
mengembangkan, dan memberikan produk dan pengalaman pembelajaran secara
sistematis, baik digital maupun fisik, secara konsisten dan andal ke arah yang
efisien, efektif, menarik, akuisisi pengetahuan yang menarik dan menginspirasi.
(Merrill, 1966). Proses ini secara luas terdiri dari menentukan keadaan dan
kebutuhan pelajar, menentukan tujuan akhir dari pengajaran, dan menciptakan
beberapa "intervensi" untuk membantu dalam transisi. Hasil dari instruksi ini
dapat secara langsung diamati dan diukur secara ilmiah atau sepenuhnya
tersembunyi dan diasumsikan (Wagner, 2012). Banyak model desain
pembelajaran tetapi banyak didasarkan pada model ADDIE dengan lima fase:
analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi.
Selain model pengembangan ADDIE juga terdapat banyak model
pengembangan yang dapat digunakan untuk mengembangkan suatu produk
pendidikan, diantaranya adalah model Plomp, Borg and gall, dan model Ragan
and Smith. Model-model tersebut penting untuk dipelajari mahasiswa sarjana
maupun pascasarjana di bidang pendidikan. Dalam penyelesaian tugas akhir
mahasiswa, penelitian pengembangan adalah salahsatu jenis penelitian yang
sering dilakukan oleh mahasiswa. Penelitian tersebut mengembangkan beragam
produk pendidikan seperti bahan ajar, modul, buku ajar dan sebagainya. Pemilihan
model pemgembangan tentunya akan disesuaikan dengan produk yang akan
dikembangkan sehingga penting untuk mengetahui berbagai macam model
pengembangan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengembangkan media dan bahan ajar dengan menggunakan
Model pengembangan Borg and Gall
2. Bagaimana mengembangkan media dan bahan ajar dengan menggunakan
Model pengembangan Plomp
3. Bagaimana mengembangkan media dan bahan ajar dengan menggunakan
Model pengembangan Ragan and Smith
3

C. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui cara mengembangkan media dan bahan ajar dengan
menggunakan Model pengembangan Borg and Gall
2. Untuk mengetahui cara mengembangkan media dan bahan ajar dengan
menggunakan Model pengembangan Plomp
3. Untuk mengetahui cara mengembangkan media dan bahan ajar dengan
menggunakan Model pengembangan Ragan and Smith

D. Manfaat Penulisan
1. Sebagai referensi untuk akademisi dalam mengembangkan media/bahan ajar
dengan menggunakan model yang sesuai
2. Sebagai sumber bacaan bagi mahasiswa pendidikan yang ingin dan akan
melakukan penelitian pengembangan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Pengembangan Borg and Gall


Menurut Borg and Gall (1989) dalam Silalahi (2017), educational research
and development is a process used to develop and validate educational product,
artinya bahwa penelitian pengembangan pendidikan (R & D) adalah sebuah
proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk
pendidikan. Maka dari pengertian tersebut penelitian pengembangan merupakan
rangkaian langkah-langkah penelitian dan pengembangan dilakukan secara
sistematis dan pada setiap langkah yang akan dilalui atau dilakukan selalu
mengacu pada hasil langkah sebelumnya hingga pada akhirnya diperoleh suatu
produk pendidikan yang baru.
Menurut Borg&Gall (1989), yang dimaksud dengan model penelitian
danpengembangan adalah “a process used develop and validate
educationalproduct”. Kadang-kadang penelitian ini juga disebut “research
baseddevelopment”, yang muncul sebagai strategi dan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Borg & Gall (1989)menyatakan bahwa untuk
penelitian analisis kebutuhan sehingga mampu dihasilkan produk yang bersifat
hipotetik sering digunakan metode penelitian dasar (basic research). Kemudian
untuk menguji produk yang masih bersifat hipotetik tersebut, digunakan
eksperimen atau action research. Setelah produk teruji, maka dapat diaplikasikan.
Proses pengujian produk dengan eksperimen tersebut dinamakan penelitian
terapan (applied research).

1. Tujuan Penelitian Pengembangan


Dalam teknologi pembelajaran, deskripsi tentang prosedur dan langkah-
langkah penelitian pengembangan sudah banyak dikembangkan. Borg &Gall
(1989) menyatakan bahwa prosedur penelitian pengembangan pada dasarnya
terdiri dari dua tujuan utama, yaitu: (1) mengembangkan produk, dan (2) menguji
keefektifan produk dalam mencapai tujuan.

4
5

Tujuan pertama disebut sebagai fungsi pengembang sedangkan tujuan kedua


disebut sebagai validasi. Dengan demikian, konsep penelitian pengembangan
lebih tepat diartikan sebagai upaya pengembangan yang sekaligus disertai dengan
upaya validasinya.

2. Karakteristik Penelitian dan Pengembangan


Borg & Gall (1989) dalam Silalahi (2017) menyatakan bahwa ”The steps of
this process are usually referred to as the R&D cycle, which consists of studying
research findings pertinent to the product to be developed, developing the
products based on these findings, field testing it in the setting where it will be used
eventually, and revising it to correct the deficiencies found in the filed-testing
stage. In more rigorous programs of R&D, this cycle is repeated until the field-
test data indicate that the product meets its behaviorally defined objectives”.
Selanjutnya, Borg & Gall (1989) dalam Silalahi (2017) menjelaskan empat
karakteristik utama dalam penelitian dan pengembangan, sebagai berikut.
a. Studying research findings pertinent to the product to be develop
Artinya, melakukan studi atau penelitian awal untuk mencari temuan-temuan
penelitian terkait dengan produk yang akan dikembangkan.
b. Developing the product base on this findings
Artinya, mengembangkan produk berdasarkan temuan penelitian tersebut.
c. Field testing it in the setting where it will be used eventually
Artinya, dilakukannya uji lapangan dalam setting atau situasi senyatanya di
mana produk tersebut nantinya digunakan
d. Revising it to correct the deficiencies found in the field-testing stage.
Artinya, melakukan revisi untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang
ditemukan dalam tahap-tahap uji lapangan.
6

3. Langkah-langkah Pengembangan Buku Teks Borg and Gall


Develop
Reseach and
Primary Preminilary
Information Planning
Forms of Field Testing
Collecting
Product

Operational
Main Product Main Field Operational
Product
Revision Testing Field Testing
Revision

Final Product Disemination and


Revision Implementation

Gambar 1. Langkah-langkah Penelitian Pengembangan Menurut Borg and


Gall

Menurut Borg & Gall (1989) dalam Silalahi (2017), pendekatan research
and development(R&D) dalam pendidikan meliputi sepuluh langkah, sebagai
berikut.
1. Research and Information Collection (Melakukan Penelitian dan Pengumpulan
Informasi)
Tahap ini merupakan penelitian awal terkait dengan produk pendidikan
yang akan dikembangkan, termasuk dalam langkah ini antara lain studi literatur
yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, pengukuran kebutuhan,
penelitian dalam skala kecil, dan persiapan untuk merumuskan kerangka kerja
penelitian.
2. Planning (Membuat Perencanaan)
Termasuk dalam langkah ini menyusun rencana penelitian yang meliputi
merumuskan kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan permasalahan,
menentukan tujuan yang akan dicapai pada setiap tahapan, desain atau langkah-
langkah penelitian dan jika mungkin/diperlukan melaksanakan studi kelayakan
secara terbatas.
3. Develop Preliminary Form of Product (Mengembangkan Bentuk Awal
Produk)
Mengembangkan bentuk awal produk yang dimaksud yaitu
mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan dihasilkan, termasuk
7

dalam langkah ini persiapan komponen pendukung, menyiapkan pedoman dan


buku petunjuk, dan melakukan evaluasi terhadap kelayakan alat-alat pendukung
(misalnya pengembangan bahan pembelajaran, proses pembelajaran, dan
instrumen evaluasi)
4. Preliminary Field Testing (Melakukan Uji Lapangan Awal)
Uji lapangan awal yaitu melakukan ujicoba lapangan awal dalam skala
terbatas, dengan melibatkan 1 sampai dengan 3 sekolah, dengan jumlah 6-12
subyek, pada langkah ini pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan dengan
cara wawancara, observasi, atau angket
e. Main Product Revision (Melakukan Revisi Produk Utama)
Revisi produk utama yaitu melakukan perbaikan terhadap produk awal yang
dihasilkan uji coba awal, perbaikan ini sangat mungkin dilakukan lebih dari satu
kali sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam uji coba terbatas sampai
diperoleh draft produk utama yang siap diuji coba lebih luas.
f. Main Field Testing (Melakukan Uji Lapangan untuk Produk Utama)
Uji lapangan produk utama biasanya disebut uji coba utama yang
melibatkan khalayak lebih luas, yaitu 5 sampai 15 sekolah, dengan jumlah subyek
30 sampai dengan 100 orang, pengumpulan data dilakukan sebelum dan sesudah
penerapan uji coba, hasil yang diperoleh dari uji coba ini adalah sebagai hasil
evaluasi terhadap pencapaian hasil uji coba produk yang dibandingkan terhadap
pencapaian kelompok control, dengan demikian pada umumnya langkah ini
menggunakan rancangan penelitian eksperimen.
g. Operational Product Revision (Melakukan Revisi Produk Operasional)
Pada tahap ini dilakukan perbaikan/penyempurnaan terhadap hasil uji coba
lebih luas, sehingga produk yang dikembangkan sudah merupakan desain model
operasional yang siap divalidasi.
h. Operational Field Testing (Melakukan Uji Lapangan terhadap Produk)
Operational Field Testing yaitu langkah uji validasi terhadap model
operasional yang telah dihasilkan, dilaksanakan pada 10 sampai dengan 30
sekolah, melibatkan 40 sampai dengan 200 subyek, pengujian ini dilakukan
melalui angket, wawancara, observasi dan analisis hasilnya, tujuan langkah ini
adalah untuk menentukan apakah desain model yang dikembangkan sudah dapat
8

dipakai di sekolah tanpa harus dilakukan pengarahan atau pendampingan oleh


peneliti/pengembang model.
i. Final Product Revision (Melakukan Revisi Produk Final)
Setelah melakukan melakukan ujilapangan terhadap produk kemudian
dilakukan perbaikan akhir terhadap model yang dikembangkan agar menghasilkan
produk akhir.
j. Disemination and Implementation (Diseminasi dan Implementasi)
Langkah terakhir yaitu menyebarluaskan produk/model yang dikembangkan
kepada khalayak/masyarakat luas, langkah ini adalah mengkomunikasikan dan
mensosialisasikan produk,baik dalam bentuk seminar hasil penelitian, publikasi
pada jurnal, maupun pemaparan kepada stakeholders yang terkait dengan produk
tersebut.

Untuk melakukan penelitian dan pengembangan ini, peneliti dituntut harus


mampu memilih dan mengkombinasikan berbagai metode penelitian yang relevan.
Pada saat penelitian awal, mungkin peneliti akan menggunakan metode survey,
studi kasus, kajian hasil penelitian sebelumnya, dan lain lain. Pada saat
pengembanganpun dalam rangka uji coba, validasi, dan revisi diperlukan metode
penelitian lain seperti survey, eksperimen dan lain-lain disamping evaluasi
formatif seperti uji lapangan yang berulang-ulang (Brog & Gall, 1983 dalam
Silalahi, 2017) atau jenis evaluasi lain seperti small group evaluation, expert
review, focus group discussion, dan lain-lain.

4. Kelebihan dan Kekurangan


Pada dasarnya Model Borg dan Gall bagian dari penelitian pengembangan
(R&D) yang memiliki kelebihan, sebagai berikut.
a. Mampu mengatasi kebutuhan nyata dan mendesak (real needs in the here-and-
now) melalui pengembangan solusi atas suatu masalah sembari menghasilkan
pengetahuan yang bisa digunakan di masa mendatang.
b. Mampu menghasilkan suatu produk/ model yang memiliki nilai validasi tinggi,
karena melalui serangkaian uji coba di lapangan dan divalidasi ahli.
9

c. Mendorong proses inovasi produk/ model yang tiada henti sehingga diharapkan
akan selalu ditemukan produk/ model yang selalu aktual dengan tuntutan
kekinian.
d. Merupakan penghubung antara penelitian yang bersifat teoritis dan lapangan.

Adapun kekurangannya sebagai berikut.


a. Pada prinsipnya memerlukan waktu yang relatif panjang, karena prosedur yang
harus ditempuh relatif kompleks.
b. Tidak bisa digeneralisasikan secara utuh, karena penelitian ditujukan untuk
pemecahan masalah “here and now”, dan dibuat berdasar sampel (spesifik),
bukan populasi.
c. Penelitian memerlukan sumber dana dan sumber daya yang cukup besar.

B. Model Pengembangan Plomp


Rechey dan Nelson; Greeno, Collins dan Resnick adalah beberapa ahli
pendidikan yang telah atau pernah melakukan penelitian pengembangan (research
and development) dalam bidang pembelajaran (van den Akker, 1999). Teori-teori
penelitian pengembangan banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan
misalnya oleh van den Akker, Nieveen, Berg, Moonen, dan Plomp dari
Universitas Twente Belanda; Gustafson, Reevers dari Universitas Georgia. Desain
pengembangannya bervariasi, yang satu mungkin berbeda dengan lainnya
dipengaruhi oleh karakteristik penelitian dan pendekatan penelitian yang dipakai.
Para ahli pendidikan memandang penelitian pengembangan (research and
development) berbeda dengan jenis penelitian lainnya. Pendekatan penelitian
misalnya eksperimen, survey, dan analisis korelasional oleh van den Akker (1999)
digolongkan dalam pendekatan penelitian tradisional yang memfokuskan pada
pengetahuan diskriptif dan kurang menekankan pada kepraktisan. Berbeda dengan
penelitian tradisional, penelitian pengembangan menekankan pada keduanya
kontribusi praktis (practical constribution) dan kontribusi ilmu pengetahuan
(scientific constribution). Menurut Visscher-Voerman, Gustafson, dan Plomp
(1999) paradigma penelitian pengembangan terdiri dari empat paradigma: (1)
paradigma instrumental (instrumental paradigm); (2) paradigma komunikatif
10

(communicative paradigm); (3) paradigma pragmatis (pragmatic paradigm); dan


(4) paradigma artistik (artistic paradigm).
Karakteristik dari paradigma instrumental adalah planning-by-objective,
yakni rencana yang didasarkan pada tujuan. Analisis kebutuhan dan masalah
dilakukan di awal proses pengembangan. Rumusan tujuan merupakan pusat dari
model. Setelah merumuskan tujuan, menentukan alat-alat yang diperlukan untuk
mencapai tujuan. Paradigma komunikatif ditentukan oleh keterlibatan orang-orang
dalam penelitian. Mereka memiliki pendapat dan persepsi yang berbeda-beda
tentang produk yang akan dihasilkan dalam penelitian pengembangan. Dengan
adanya keterlibatan sosial dalam penelitian, menjadikan pencapaian dan
kesimpulan penelitian diperoleh melalui konsensus dari berbagai pihak. Dengan
demikian proses pengembangan dipengaruhi oleh aktivitas kegiatan sosial antar
subjek (inter-subject).
Plomp (1997) menyatakan: ”we characterized educational design in short
as method within which one is working in systematic way towards the solving of a
‟make‟ problem”. Karakteristik dari desain bidang pendidikan sebagai metode
yang didalamnya orang bekerja secara sistematik menuju ke pemecahan dari
masalah yang dibuat.‟ Alasan dari penggunaan desain Plomp karena dipandang
lebih luwes dan fleksibel. Setiap langkah dalam Model Plomp memuat kegiatan
pengembangan yang dapat disesuaikan dengan karakteristik penelitiannya.

Gambar 1. Model Umum untuk Memecahkan Masalah Bidang Pendidikan (Sumber: Plomp, 1997)
11

Model Plomp tersebut di atas terdiri dari fase investigasi awal


(prelimenary investigation), fase desain dan pembuatan prototipe (design or
prototyping phase), fase realisasi/konstruksi (realization/construction), dan fase
tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision), dan implementasi
(implementation). Uraian penjelasan kegiatan yang terkandung dalam setiap fase
disajikan sebagai berikut:

1. Tahap Investigasi Awal (Preliminary Research)


Salah satu unsur penting dalam proses desain adalah mendefinisikan
permasalahan (definiting the problem) yang ada. Pada tahap investigasi awal
dibutuhkan penyelidikan dan penjabaran dari berbagai kesenjangan yang ada.
Istilah preliminary research juga dikenal dengan analisis kebutuhan atau analisis
masalah. Unsur-unsur penting dalam investigasi adalah mengumpulkan dan
menganalisis informasi, mendefinisikan masalah dan merencanakan kegiatan
selanjutnya dalam merancang alternatif pemecahan masalah. Adapun analisis
kebutuhan atau masalah yang dilakukan berdasarkan hasil tinjauan langsung ke
lapangan, studi literatur, pendapat para ahli, sehingga dihasilkan alternatif
pemecahan masalah.
Menurut Plomp dan Nieveen (2013) tujuan pada tahap ini adalah sebagai
berikut ini.
a. Mendapatkan informasi mengenai permasalahan yang ada dan
kemungkinan alternatif solusinya.
b. Penentuan kerangka solusi tentatif.
2. Tahap desain
Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk mendesain pemecahan masalah
yang dikemukankan pada fase investigasi awal. Plomp (1997) menyatakan
karakteristik kegiatan dalam fase ini adalah turunan dari semua bagian-bagian
pemecahan, membandingkan dan mengevaluasi dari berbagai alternatif, dan
menghasilkan pilihan desain terbaik yang menjanjikan. Desain merupakan
rencana kerja atau cetak-biru untuk direalisasikan dalam rangka memperoleh
pemecahan pada fase realisasi/konstruksi. Desain merupakan rencana tertulis atau
12

rencana kerja dengan format titik keberangkatan dari tahap ini adalah pemecahan
direalisasikan atau dibuat.
3. Tahap realisasi/konstruksi (realization/construction)
Titik awal pada fase ini adalah realisasi pemecahan masalah dengan kegiatan
konstruksi atau produksi (Plomp, 1997), seperti perkembangan kurikulum atau
produksi materi audio-visual.
4. Tahap tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision)
Suatu pemecahan yang dikembangkan harus diuji dan dievaluasi dalam
praktik. Evaluasi adalah proses pengumpulan, memproses dan menganalisis
informasi secara sistematik, untuk memperoleh nilai realisasi dari pemecahan.
Plomp dan van den Wolde (1992) menyatakan: Tanpa evaluasi tidak dapat
ditentukan apakah suatu masalah telah dipecahkan dengan memuaskan
Berdasarkan pada data evaluasi yang telah terkumpul dapat ditentukan pemecahan
yang memuaskan dan yang masih perlu pengembangan. Hal ini berarti ada
tambahan yang mungkin diperlukan dalam fase-fase sebelumnya yang disebut
siklus balik (feedback cycle). Siklus dilakuan berulang kali sampai pemecahan
yang diinginkan tercapai.
Lebih lanjut Plomp dan Nieveen (2013) mengemukakan bahwa terdapat
beberapa pendekatan yang dapat dipilih dalam melakukan evaluasi formatif
seperti berikut ini.

Gambar 2. Lapisan Evaluasi Formatif (Sumber: Plomp and Nieveen, 2013)


13

1) Self evaluation dilakukan oleh penelitidenganmengecek desain dari beberapa


daftar checklist pada karakteristik yang penting dari komponen prototipeyang
dikembangkan.
2) Peninjauan oleh pakar (expert review) memberikan penilaian dan saran-saran
terhadap produk yang dikembangkan.
Peneliti
3) Evaluasi secara one to one pada peserta target yang representatif. beserta
satu atau beberapa target kelompok yang representatif bersama-sama
melakukan penilaian terhadap produk yang dikembangkan. Biasanya dilakukan
secara face to face.
4) Kelompok kecil (small group) atau mikro-evaluasi. Kelompok kecil dari
pengguna target seperti peserta didik menggunakan bagian-bagian dari produk
yang dikembangkan di luar pengaturannya secara normal. Di sini kegiatan
utama yang dilakukan evaluator adalah mengamati dan mewawancarai
responden.
5) Uji lapangan (field test) atau uji coba (try-out). Beberapa pengguna dalam
kelompok terbatas menggunakan produk pada kondisi yang sebenarnya.Jika
evaluasi fokus pada praktikalitas produk, maka kegiatan evaluasi yang dapat
dilakukan berupa observasi, wawancara, dan mengisi kuesioner. Jikaevaluasi
terfokus pada efektivitas dariproduk, maka evaluator dapat meminta laporan
pembelajaran atau memberikan sebuah tes.
5. Tahap implementasi (implementation)
Setelah dilakukan evaluasi dan diperoleh produk yang valid, praktis, dan
efektif; maka produk dapat diimplementasikan untuk wilayah yang lebih luas.
Plomp (1997) menyatakan: “Solutions have to be introduced, in other words, have
to be implemented.” Pemecahan (solusi) harus dikenalkan. Dengan perkataan lain,
harus diimpementasikan. Implementasi ini dapat dilakukan dengan melakukan
penelitian lanjutan penggunaan produk pengembangan pada wilayah yang lebih
luas.
Model Pengembangan Plomp sebagai salah satu model yang sering
digunakan dalam penerapannya ditemukan berbagai kelebihan dan kekurangan.
Menurut Rochmat (2012) kelemahan model Plomp yaitu tahapan model ini sedikit
lebih rumitsehingga pengaplikasiannya sedikit membutuhkan waktu serta tenaga
14

yang lebih, sedangkan kelebihaan dari model Plomp yaitu dikembangkan melalui
tahapan yang tidak sederhana, sehinggi hasil dari pengembangannya lebih
bermutu dan teliti serta tahapan evaluasi sebelum implementasi yang dilakukan
dapat menjamin keefisiensian penerapan pengembangan yang dilakukan.

C. Model Pengembangan Smith & Ragan


Gustafson dan Branch (2002), mengklasifikasikan model Smith dan Ragan
sebagai model pengembangan yang berorientasi pada sistem. Klasifikasi
(berorientasi pada sistem) ini menandakan model tersebut adalah model yang
paling cocok untuk mengembangkan sejumlah besar instruksi seperti rangkaian
pelajaran atau kurikulum. Karakteristik lain dari model yang berorientasi sistem
meliputi: ketersediaan sumber daya yang signifikan untuk tim desain yang terlatih,
analisis front-end yang tinggi, penekanan pada try-out dan revisi, dan penyebaran
luas. Dalam Survei Model Pengembangan Instruksional mereka (2002), Gustafson
dan Branch menyarankan model ini mungkin sangat berguna bagi mereka yang
tertarik dalam psikologi desain pembelajaran.
Model Smith dan Ragan mencerminkan keyakinan filosofis mereka yang
menerapkan proses yang sistematis, pemecahan masalah dapat mengakibatkan
instruksiefektif, berpusat pada peserta didik. Model mereka mempunyai
keterangan yang kuat di bidang pengembangan strategi pembelajaran yang
spesifik, dibanding sebuah kelemahan umum yang banyak pada model lainnya.
Smith dan Ragan mengklaim bahwa mereka tidak menganjurkan
penggunaan model desain instruksional mana pun di atas yang lain. Sebagai
gantinya, mereka merekomendasikan untuk memahami prinsip-prinsip yang
memandu desain. Landasan yang kuat dalam teori, model, dan prinsip-prinsip
desain menyediakan satu dengan basis pengetahuan yang diperlukan untuk
memilih elemen dari berbagai model. Mereka merekomendasikan penggunaan
model ini untuk mengembangkan kerangka kerja mental yang akan memandu
proses "membangun model Anda sendiri," (Smith & Ragan, 2005).
Smith dan Ragan memuji Robert M. Gagné, M.D. Merril, dan C.M.
Reigeluth dalam penemuan teori belajar dan kontribusi signifikan terhadap
pengembangan teori pembelajaran. Mereka mengakui bahwa Gangé
15

mengklarifikasi hubungan antara peristiwa pengajaran, proses pembelajaran,


dan hasil belajar. Karyanya memberikan dasar untuk model pengajaran
berdasarkan kondisi (Smith & Ragan, 1996). Implikasi dari karya Gagne dapat
dengan jelas diidentifikasi dalam model berbasis filosofi dalam kondisi Smith dan
Ragan. Dalam edisi ketiga dari Desain Instruksional, Smith dan Ragan
memperluas Sembilan Acara Instruksi Gagne untuk memberikan strategi
pengajaran generatif dan pelengkap. Smith dan Ragan mengeksplorasi
keseimbangan antara strategi pembelajaran dan strategi pembelajar dalam
kaitannya dengan variabel konteks, pembelajar, dan tugas. Mereka menawarkan
proposisi bahwa ada "jalan tengah" yang menghubungkan instruksi pelengkap dan
tindakan yang diprakarsai pembelajar di mana desain memfasilitasi proses
kognitif yang diperlukan (Smith dan Ragan, 2001).
Smith dan Ragan menyarankan itu adalah "Model Umum Desain
Instruksional” (Smith & Ragan, 2005,). Tiga kegiatan utama analisis,
pengembangan strategi, dan evaluasi memang merupakan bagian dari banyak
desain instruksional model. Perbedaan utama antara ini dan model lainnya adalah
perlakuan rinci dari strategi pembelajaran. Perhatian yang hati-hati dan perlakuan
yang bijaksana dari strategi pengajaran tidak sering ditemukan dalam model
desain lainnya (Gustafson & Branch, 2002).

Gambar 3. Representasi visual dari model Smith dan Ragan (Smith & Ragan, 2005)
16

Dalam teks mereka, Smith dan Ragan membahas kecenderungan yang


sering salah, kecenderungan untuk melihat visual dan menganggap proses desain
bersifat linier. Para penulis menjelaskan bahwa visual pada gambar 4 adalah
sarana untuk menyederhanakan dan mengatur diskusi di sekitar proses desain.
Para penulis menggambarkan kegiatan yang terkait dengan pengembangan
pengajaran sebagai sering bersamaan. Langkah-langkah dalam setiap fase sering
terjalin sedemikian rupa sehingga perubahan dalam satu langkah menyebabkan
perancang atau tim desain, untuk membuat perubahan dalam langkah-langkah
lain.

Gambar 4. Hubungan antara Kebutuhan Penilaian dan Evaluasi


Deskripsi umum untuk setiap fase model Smith dan Ragan telah diringkas
dari teks mereka, Desain Instruksional (2005), dan dapat ditemukan di beberapa
halaman berikutnya. Mereka diatur sebagai berikut: (1) Analisis dan penilaian,
(2) Strategi pengajaran, dan (3) Implementasi, manajemen, dan evaluasi
1. Analisis Dan Penilaian
Fase analisis dan penilaian terjadi sebelum pengembangan pengajaran dan
melibatkan empat komponen: analisis kontekstual, analisis pelajar, analisis
tugas, dan perencanaan untuk penilaian pembelajaran. Dalam upaya
menghemat waktu, desainer sering mengabaikan atau melewatkan analisis front
end. Smith dan Ragan berpendapat bahwa dalam jangka panjang, perhatian yang
terfokus pada analisis awal akan menghemat waktu dan uang.
a. Analisis Kontekstual
Investasi ini memungkinkan seseorang untuk merancang dan
mengembangkan bahan ajar yang mendukung pembelajaran apa yang benar-benar
penting, sehingga bahan tersebut dapat benar-benar digunakan oleh peserta didik
17

yang dimaksud dalam lingkungan belajar mereka. Analisis konteks pembelajaran


melibatkan dua komponen utama
a) Needs Assessment
Komponen pertama dari analisis kontekstual melibatkan melakukan
penilaian kebutuhan. Perancang instruksional menggunakan penilaian kebutuhan
untuk menentukan apakah pengembangan pengajaran dan pembelajaran
selanjutnya akan menghasilkan kinerja yang diinginkan. Karena kinerja dan
kebutuhan yang diinginkan harus diperiksa secara paralel, Smith dan Ragan
menyarankan perencanaan untuk evaluasi sumatif bersama dengan fase ini.
Penulis membahas tiga jenis model penilaian kebutuhan:
• Model Masalah - ada masalah yang harus diperbaiki.
• Model Inovasi - mungkin ada sesuatu yang baru untuk dipelajari.
• Model Ketidaksesuaian - evaluasi program diperlukan atau diperlukan. Penilaian
kebutuhan harus menghasilkan daftar tujuan pembelajar yang akan menunjukkan
apa yang harus dapat dilakukan oleh peserta didik setelah pengajaran.
b) Deskripsi Lingkungan
Komponen kedua dari analisis kontekstual harus menggambarkan
lingkungan di mana instruksi akan dilaksanakan. Smith dan Ragan berpendapat
bahwa pemahaman menyeluruh tentang lingkungan belajar akanmembantu
menjamin bahwa instruksi yang baru dikembangkan akan benar-benar digunakan.
Para penulis memberikan enam pertanyaan kepada pembaca yang ditujukan untuk
mengumpulkan informasi tentang lingkungan belajar. Pertanyaan fokus pada
faktor-faktor seperti guru, kurikulum yang ada, peralatan, fasilitas, organisasi, dan
sistem yang lebih besar.
b. Menganalisis Pelajar
Smith dan Ragan menegaskan bahwa identifikasi dan deskripsi yang cermat
dari audiens target sangat penting untuk keberhasilan upaya desain instruksional.
Pemahaman yang mendalam tentang pelajar memberikan desainer informasi yang
diperlukan untuk membangun instruksi yang efektif dan menarik.
c. Jenis Karakteristik Pembelajar
Karakteristik pelajar dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori utama:
kognitif, fisiologis, afektif, dan sosial. Para penulis memberikan daftar terperinci
18

dari karakteristik utama untuk dipertimbangkan dalam setiap kategori (hal.69-70).


Selain itu, setiap faktor mungkin tidak diperlukan untuk analisis pembelajaran
beberapa proyek
d. Menganalisis Tugas Belajar
Penilaian kebutuhan memberi perancang pemahaman tentang apa yang tidak
dapat dilakukan peserta didik. Pelajar perlu mengarahkan tujuan instruksional dan
mempersiapkan perancang untuk mulai menganalisis tugas belajar. Langkah-
langkah utama dalam melakukan analisis tugas belajar adalah sebagai berikut:
1. Tulis tujuan pembelajaran.
2. Tentukan jenis pembelajaran dalam tujuan.
3. Melakukan analisis pemrosesan informasi tujuan tersebut.
4. Lakukan analisis prasyarat dan tentukan jenis pembelajaran prasyarat.
5. Tulis tujuan pembelajaran untuk tujuan pembelajaran dan masing-masing
prasyarat.
6. Tulis spesifikasi tes.
Produk akhir dari analisis tugas belajar adalah daftar tujuan, diperkuat
dengan spesifikasi tes, yang menggambarkan apa yang harus diketahui atau dapat
dilakukan oleh peserta didik pada penyelesaian instruksi dan keterampilan
prasyarat dan pengetahuan yang dibutuhkan peserta didik untuk mencapai tujuan
tersebut. (Smith & Ragan, 2005, hlm. 76)
e. Menilai Belajar dari Instruksi
Penilaian pembelajaran memberikan informasi tentang kinerja siswa.
Dengan kata lain, apakah pengajaran memiliki efek yang diinginkan pada
pengetahuan dan keterampilan peserta didik? "Seorang desainer yang baik
umumnya mulai berpikir tentang instrumen penilaian ketika dia mengembangkan
tujuan pembelajaran” (Smith & Ragan, 2005, hal. 104). Smith dan Ragan
merekomendasikan pengembangan tujuan dan penilaian secara bersamaan karena
hasilnya adalah item penilaian yang direferensikan dengan kriteria . Menurut
penulis, instrumen penilaian kualitas berasal dari sasaran berkualitas tinggi. Daftar
berikut adalah versi singkat dari urutan yang direkomendasikan untuk merancang
penilaian dalam model Smith dan Ragan.
19

1. Identifikasi tujuan penilaian dan jenis model pengembangan yang akan


digunakan.
2. Tentukan jenis penilaian apa yang diperlukan dan di mana harus terjadi dalam
instruksi.
3. Menentukan bentuk barang apa yang harus diambil (esai, pilihan ganda, dll.)
4. Tulis item tes dan arahan.
5. Tentukan berapa banyak barang yang dibutuhkan.
6. Tulis cetak biru instruksional.

2. Strategi Pengajaran
a. Strategi Organisasi
Individu belajar melalui operasi mental, proses yang disebut persepsi
selektif. Smith dan Ragan merekomendasikan dengan hati-hati
mempertimbangkan jenis dan jumlah perancah yang disediakan oleh instruksi dan
/ atau oleh pelajar. Strategi organisasi perancang harus menjawab tiga pertanyaan
berikut: (1) konten apa yang dibutuhkan? (2) bagaimana seharusnya konten
disajikan? (3) bagaimana seharusnya diurutkan?
b. Strategi pengiriman
Smith dan Ragan memberikan contoh dan saran terperinci untuk
mengembangkan penyampaian instruksi khusus pengetahuan. Menurut Gustafson
dan Branch (2002), sifat detail dan preskriptif dari strategi pengajaran yang
disediakan oleh Smith dan Ragan adalah unik untuk model mereka.

3. Implementasi, Manajemen, Dan Evaluasi


Dalam representasi visual model Smith dan Ragan, fase evaluasi tampaknya
terpisah dari strategi untuk pengajaran, implementasi, dan manajemen. Pada
kenyataannya, bagian-bagian ini terjalin dan ketiga topik tersebut bercampur
dengan evaluasi dan revisi.
a. Pelaksanaan
Implementasi adalah tindakan menggunakan desain dalam konteks yang
dimaksudkan (Smith dan Ragan, 2005). Para penulis menganjurkan percakapan
awal dan keputusan mengenai empat konsep utama implementasi: difusi,
20

diseminasi , adopsi, dan pemangku kepentingan. Prinsip-prinsip untuk mendorong


implementasi melalui tahapan proses adopsi: kesadaran, minat, evaluasi, uji coba,
adopsi, dan integrasi. Para penulis mempresentasikan Concerns Based Adoption
Model (CBAM) sebagai metode untuk memfasilitasi implementasi. CBAM
memiliki fokus pengguna dan membahas sudut pandang pengguna potensial
terhadap penerapan desain baru. Tujuan umum model adalah untuk mendukung
pengguna dalam suatu organisasi sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka.
CBAM berguna untuk kasus-kasus di mana implementasi yang diinginkan rumit
dan akan menghasilkan tingkat perubahan yang tinggi bagi organisasi dan
pengguna.
b. Manajemen Instruksi
Manajer proyek memfasilitasi pekerjaan tim desain. Tim dan manajer desain
harus berfungsi secara efisien dalam pembatasan proyek yang saling tergantung
berikut ini: kualitas / kinerja, biaya, waktu, dan ruang lingkup. Selain menjadi
perancang pengajaran yang terampil, manajer proyek juga harus mahir dalam
komunikasi, fasilitasi pertemuan, presentasi, pembelajaran, revisi, etika, evaluasi,
anggaran, dll (Smith dan Ragan, 2005). Manajer menjaga semua komponen
proyek terkoordinasi dan memastikan tenggat waktu terpenuhi. Praktik
manajemen bervariasi berdasarkan budaya dan konteks pekerjaan dan bergantung
pada dokumentasi yang efektif untuk merencanakan dan melacak pengembangan
proyek desain. Secara umum, semakin besar cakupan proyek, semakin banyak
dokumentasi yang penting untuk keberhasilan proyek. Smith dan Ragan
mendaftar tujuh dokumen berikut sebagai hal yang penting bagi manajemen yaitu,
proposal, analisis sumber daya, jadwal, anggaran, analisis resiko, penilaian dan
evaluasi, dan laporan proyek (ringkasan).
c. Evaluasi Formatif dan Summatif
Evaluasi terjadi selama dan setelah pengembangan desain dan memberi tahu
perancang dan pelajar jika pembelajaran yang diinginkan telah terjadi. Dengan
kata lain, evaluasi menentukan apakah strategi instruksional dan materi berfungsi
sebagaimana dimaksud. Alat bantu evaluasi formatif dalam menentukan
kelemahan dalam instruksi sehingga revisi dapat dilakukan untuk meningkatkan
bahan dan strategi proyek. Evaluasi sumatif terjadi setelah pengembangan proyek
21

dan memverifikasi efektivitas keseluruhan bahan ajar. Smith dan Ragan


menyarankan evaluasi formatif dan sumatif harus direncanakan pada fase awal
proses desain sesuai dengan jenis dan pembelajaran serta strategi untuk
penyampaian. Smith dan Ragan memberikan pedoman terperinci untuk evaluasi
formatif (Willis & Wrigth, 2000).
Evaluasi formatif melibatkan uji coba bahan ajar dengan audiens yang
dituju. Meskipun uji coba seperti itu biasanya menghasilkan bahan yang lebih
efisien, evaluasi formatif sering dilewati karena biaya yang diperlukan. Smith dan
Ragan berpendapat bahwa pelatihan yang efektif dihasilkan dari evaluasi formatif
yang berkualitas dan karenanya menciptakan produk yang lebih menguntungkan.
Instruksi harus diuji secara formal dengan anggota populasi pembelajaran
yang dimaksud. Evaluasi satu ke satu menghasilkan identifikasi masalah
menyeluruh dalam instruksi. Evaluasi kelompok kecil memungkinkan perancang
untuk menguji revisi yang dibuat sebagai hasil dari data yang dikumpulkan dari
evaluasi satu-ke-satu. Data kinerja, sikap, dan waktu harus dikumpulkan selama
evaluasi kelompok kecil dan digunakan untuk merevisi instruksi sebelum uji coba
lapangan. Uji coba lapangan mengevaluasi perubahan yang dilakukan setelah
evaluasi kelompok kecil dan digunakan untuk menentukan potensi masalah yang
dapat terjadi selama administrasi instruksi dalam konteks yang dimaksud.
Akhirnya, uji coba lapangan memungkinkan perancang untuk menguji instruksi
dengan sampel yang lebih besar dari populasi target dan membuat prediksi tentang
efektivitas produk.
Evaluasi sumatif mengumpulkan dan merangkum data sehubungan dengan
keseluruhan efektivitas, daya tarik, dan efisiensi instruksi. Smith dan Ragan
menyarankan pertanyaan spesifik berikut untuk memandu evaluasi sumatif (Smith
dan Ragan, 2005):
 Apakah peserta didik mencapai tujuan pengajaran?
 Bagaimana perasaan peserta didik tentang instruksi tersebut?
 Berapa biaya instruksi?
 Berapa banyak waktu yang diperlukan bagi pelajar untuk menyelesaikan
instruksi?
 Apakah instruksi dilaksanakan seperti yang dirancang?
22

 Apa hasil tak terduga yang dihasilkan dari instruksi?


Penulis menyarankan evaluasi sumatif tidak boleh dilakukan selama
implementasi pertama dari program. Mereka mengingatkan bahwa pelatih dan
guru sering belajar bagaimana menerapkan instruksi selama administrasi pertama.
Prosedur evaluasi sumatif meliputi:
1. Menentukan tujuan evaluasi 5. Rancang atau pilih ukuran evaluasi
2. Pilih indikator keberhasilan 6. Kumpulkan data
3. Pilih orientasi evaluasi 7. Analisis data
4. Pilih desain evaluasi 8. Laporkan hasil

4. Diferensiasi Dan Kesimpulan


Dalam Survei Model Desain Instruksional (2002), Gustafson dan Branch
menggambarkan sifat strategi instruksional yang terperinci dan preskriptif yang
diberikan oleh Smith dan Ragan. Bahkan, seluruh model bersifat preskriptif dan
memberikan deskripsi dan rekomendasi yang menyeluruh untuk tidak hanya
setiap fase proses desain tetapi juga untuk jenis pembelajaran dan peserta didik
yang terlibat. Model Dick, Carey, dan Carey menyediakan proses terperinci untuk
analisis dan evaluasi tetapi deskripsi yang lebih umum untuk strategi
pembelajaran.
Karya Smith dan Ragan dibangun berdasarkan teori berbasis kondisi
bahwa hasil belajar dapat dikategorikan dan kategori hasil yang berbeda
memerlukan kegiatan pemrosesan kognitif internal yang berbeda. Selanjutnya,
hasil belajar tergantung pada hierarki pembelajaran dan hasil belajar yang
berbeda membutuhkan kondisi eksternal yang berbeda. Jonassen (1997),
melaporkan bahwa Smith dan Ragan merekomendasikan perluasan acara
pengajaran, meskipun tidak sepenuhnya memadai, untuk pembelajaran berbasis
masalah ketika mayoritas literatur desain pembelajaran belum menangani tugas.
Model ini juga dapat diadaptasi untuk perancah instruksi berbasis web, (Dabbagh,
2002). Sebagai kesimpulan, model Smith dan Ragan menekankan pada strategi
pembelajaran spesifik yang dirancang untuk jenis pembelajaran dan peserta didik
tertentu. (Smith & Ragan, 2001)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Menurut Borg & Gall (1989) dalam Silalahi (2017), pendekatan research and
development (R&D) dalam pendidikan meliputi sepuluh langkah, sebagai
berikut. 1. Research and Information Collection (Melakukan Penelitian dan
Pengumpulan Informasi) 2. Planning (Membuat Perencanaan) 3. Develop
Preliminary Form of Product 4. Preliminary Field Testing (Melakukan Uji
Lapangan Awal) 5. Main Product Revision 6. Main Field Testing 7.
Operational Product Revision 8. Operational Field Testing 9. Final Product
Revision 10. Disemination and Implementation
2. Menurut Plomp Model Pengembangan meliputi fase investigasi awal
(prelimenary investigation), fase desain dan pembuatan prototipe (design or
prototyping phase), fase realisasi/konstruksi (realization /construction), dan
fase tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision), dan implementasi
(implementation).
3. Model Smith dan Ragan telah diringkas dan terdiri dari tiga langkah sebagai
berikut (1) Analisis dan penilaian, (2) Strategi pengajaran, dan (3)
Implementasi, manajemen, dan evaluasi

B. Saran
Saran kepada pembaca terutama calon pendidik diharapkan mampu
menerapkan model pengembangan bahan ajar dan media pembelajaran yang
sesuai dengan kebuuhan siswa dalam pembelajaran.

23
DAFTAR RUJUKAN

Borg, W.R. & Gall, M.D. Gall. 1989. Educational Research : An Introduction,
Fifth Edition. New York: Longman.
Brown, Abbie H. Timothy D. Green. 2016. The Essentials of Instructional Design
Connecting Fundamental Principles with Process and Practice Third
Edition. New York : Routledge
Dabbagh, N. (2002). Scaffolding: An Important Teacher Competency in Online
Learning. TechTrends , 47 (2), 39‐44.
Gagne, Robert M., Walter W Wager., Katharine C Golas., John M.Keller. 2004.
PrinciplesOf Instructional Design 5 th Edition. USA : Thomson Publisher
Gustafson, K. L., & Branch, R. M. (2002). Survey of instructional development
models. (Fourth Edition ed.). Syracuse, New York, Syracuse University.
Jonassen, D. H. (1997). Instructional Design Models for Well‐Structured and
Ill‐Structured Problem‐Solving Learning Outcomes. Educational
Technology Research and Design , 45, 65‐94.
Merrill, M. D.; Drake, L.; Lacy, M. J.; Pratt, J. (1996). "Reclaiming instructional
design" (PDF). Educational Technology. 36 (5): 5–7
Plomp, Tj. 1997. Educational Design: Introduction. From Tjeerd Plomp (eds).
Educational & Training System Design: Introduction. Design of Education
and Training (in Dutch).Utrecht (the Netherlands): Lemma.
Netherland.Faculty of Educational Science and Technology, University of
Twente.
Plomp, Tj & Wolde, J. van den. 1992. The General Model for Systematical
Problem Solving. From Tjeerd Plomp (Eds.). Design of Educational and
Training (in Dutch). Utrecht (the Netherlands): Lemma. Netherland.
Faculty of Educational Science and Technology, University of Twente.
Enschede the Netherlands.
Plomp, T. 2013. An Introduction to Educational Design Research. Netherland:
SLO.
Plomp, T; Nieven, N; Gustafon, K; Branch, R.M; dan van den Akker, J (eds).
1999. Design Approach and Tools in Education and Training. London:
Kluwer Academic Publisher.
Rochmat. 2012. Desain Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Matematika. Jurnal Kreano, ISSN : 2086-2334 Diterbitkan Oleh Jurusan
Matematika FMIPA UNNES Volume 3 Nomor 1, Juni 2012 (Online)
(http// ipi.136826.pdf), diakses tanggal 29 Januari 2019
Ragan, T. J., & Smith, P. L. (1994). Opening the black box: instructional
strategies examined. USA : Assocation for Educatonal Communications
and Technology.
Silalahi, A. Development Research (Penelitian Pengembangan) dan Research &
Development (Penelitian & Pengembangan) dalam Bidang Pendidikan/
Pembelajaran. Disampaikan pada Seminar & Workshop Penelitian
Disertasi Program Doktoral Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. (3-
4 Februari 2017).
Smith, P. L., & Ragan, T. J. (2001). Conditions‐based models for designing
instruction. (Jonassen, Ed.) The Handbook for Educational
Communications and Technology , 623‐ 644.
Smith, P. L., & Ragan, T. J. (1996). Impact of R.M. Gagne's work on instrctional
theory. Assocation for Educatonal Communications and Technology.
Smith, P. L., & Ragan, T. J. (2005). Instructional Design (Third ed.). Hoboken,
NJ: John Wiley & Sons, Inc.
Willis, J., & Wrigth, K. E. (2000, March‐April). A General Set of Procedures for
Constructivist Instructional Design. Educational Technology , 5‐20.
Wagner, Ellen (2011). "Essay: In Search of the Secret Handshakes of ID". The
Journal of Applied Instructional Design. 1 (1): 33–37.

Anda mungkin juga menyukai