Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare merupakan penyakit sistem pencernaan yang ditandai dengan buang air

besar encer lebih dari tiga kali dalam sehari (WHO, 2009). Diare penyebab

nomer 1 kematian anak usia balita di dunia, UNICEF melaporkan setiap detik satu

anak meninggal karena diare (Kemenkopmk, 2014).

Di Indonesia, angka kejadian diare akut diperkirakan masih sekitar 60 juta

setiap tahunnya dan angka kesakitan pada balita sekitar 200-400 kejadian dari

1000 penduduk setiap tahunnya dan 1-5% berkembang menjadi diare kronik

(Soebagyo, 2008). Dari hasil survey morbiditas yang dilakukan oleh subdit diare,

Departemen Kesehatan dari tahun 2012 – 2015 memperlihatkan kecenderungan

insiden naik. Pada tahun 2012 angka kesakitan diare pada balita 900 per 1.000

balita, tahun 2013 insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-

10,2%). Tahun 2015 terjadi 18 kali KLB diare dengan jumlah penderita 1.213

orang dan kematian 30 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) = 2,47% (DEPKES

RI, 2015).

Penanganan yang tepat pada diare, akan menurunkan derajat keparahan

penyakit. Diare dapat diatasi dengan menjaga kebersihan dan mengolah makanan

yang sehat dan bersih dan anjuran pada ibu untuk mencegah dan menangani diare

secara cepat dan tepat agar angka morbiditas dan mortalitas diare menurun

(Soebagyo & Santoso, 2010). Pengetahuan ibu tentang diare pada anak merupakan

1
salah satu komponen faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku dalam

melaksanakan penanganan diare pada anak (Notoatmodjo, 2010).

2
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare Akut

Diare akut adalah buang air besar lembek /cair bahkan dapat berupa

air saja yang frekuensinya lebih sering biasanya (biasanya dalam sehari 3

kali atau lebih) dan berlangsung kurang dari 7 hari.

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap

tahunnya. Di dunia sebesar 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena

diare, di mana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang.

Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas

pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 miliar kejadian sakit dan

3-5 juta kematian setiap tahunnya. (Parashar,2003).

Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare

sebanyak 1-2 episode per tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survei

demografi kesehatan Indonesia tahun 2002-2003, prevalensi diare pada

anak – anak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah : laki-laki

10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi

terjadi pada usia 6-11 bulan(19,4%), 12-23 bulan (14,8) dan 24-35 bulan

(12,0) (Biro pusat statistik, 2003).

Berdasarkan laporan WHO 2003, kematian akibat diare di negara

berkembang telah turun dari 4,6 juta tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian

pada tahun 2003. Di Indonesia angka kematian diare juga telah turun tajam

3
dari 40% tahun 1972 menjadi 24,9 pada tahun 1980, 10% tahun 1985 hingga

7,4 % tahun 1996 dari semua kasus kematian. Walaupun angka kematian

karena diare telah turun, angka kesakitan karena diare tetap tinggi baik di

negara maju maupun di negara berkembang.

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan,

tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare

masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita

yang banyak dalam waktu yang singkat.

2.3 Etiologi

1) Faktor infeksi

Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan

penyebab utama diare)

 Infeksi bakteri : vibrio, E. coli, salmondla, shigella, campylo

bacter,yersinia, aeromonas, dan sebagainya

 Infeksi virus : enterovirus, adenovirus, rotavirus, astrovirus, daii lain-

lain

 Infeksi parasit : cacing (ascaris), protozoa (entamoeba

histolytica,giardia lamblia, tricomonas hominis dan jamur (candida

albicans).

2) Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA

(Otitis Media Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

ensefalitis, dan sebagainya (sering terjadi pada bayi dan umur

dibawah 2 tahun).

4
3) Faktor Malabsorpsi

Malabsorbsi karbohidrat

- Disakarida : intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa.

- Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa.

Malabsorbsi lemak

Malabsorbsi protein

4) Faktor makanan

Makanan besi, beracun, alergi terhadap makanan.

5) Lain-lain

Imunodefisiensi

Gangguan psikologis (cemas dan takut)

Faktor-faktor langsung:

- KKP (Kurang Kalori Protein).

- Kesehatan pribadi dan lingkungan.

- Sosioekonomi.

2.4 Patofisiologi

Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori

yaitu diare osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus.
- Diare osmotik terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat

diabsorpsi oleh usus akan difermentasi oleh bakteri usus sehingga

tekanan osmotik di lumen usus meningkat yang akan menarik cairan.


- Diare sekretorik terjadi karena toxin dari bakteri akan menstimulasi

cAMP dan cGMP yang akan menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit.

5
- Diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat adanya gangguan

pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropati, postvagotomi,

post reseksi usus serta hipertiroid.

Mekanisme primer yang menyebabkan diare akut adalah:

- Rusaknya vili-vili di sekitar daerah brush boarder usus halus, yang

menyebabkan malabsorbsi yang menyebabkan diare karena gangguan

osmotik.
-
Kuman yang melepaskan toxin yang berikatan dengan enterosit

reseptor yg spesifik yang menyebabkan terlepasnya ion klorida kedalam

membran intestinal sehingga menyebabkan gangguan absorbsi sehingga

menyebabkan diare.

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang

masuk melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan

menyebabkan infeksi dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang

rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, villi

mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan

dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan

meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare.

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang

berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,

cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella,

shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi

prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi)

sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi

6
sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak

sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat

menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.

2.5 Manifestasi kinis

Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan

berkurang kemudian timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah.

Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan,

daerah anus dan sekitarnya timbul luka lecet karena sering defekasi dan tinja

yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama diare. Gejala

muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan

karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam

basa dan elektrolit.

Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang

memadai gejala dehidrasi mulai tampak yaitu : BB turun, turgor kulit

berkurang, mata dan ubun-ubun cekung (bayi), selaput lender bibir dan

mulut, serta kulit kering. Bila keadaan ini terus berlanjut, akan terjadi

renjatan hypovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung menjadi

cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan daran turun, pasien tampak

lemah dan kesadaran menurun, karena kurang cairan, deuresis berkurang

(oliguria-anuria). Bila terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat,

nafas cepat dan dalam (pernafasan kusmaul).

7
2.6 Komplikasi Diare

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :

1. Kehilangan cairan (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena output air lebih banyak dari pada input air.

Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare yaitu :

Penilaian Dehidrasi Menurut MTBS

Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda

berikut ini:

 Letargis atau tidak sadar DEHIDRASI BERAT

 Mata cekung

 Tidak bisa minum atau malas minum

 Cubitan kulit perut kembalinya

sangat lambat

Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda

berikut ini: DEHIDRASI

 Gelisah, rewel/mudah masalah RINGAN/SEDANG

8
 Mata cekung

 Cubitan kulit perut kembalinya

lambat

Tidak cukup tanda-tanda untuk

diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau TANPA DEHIDRASI

ringan/sedang

Kriteria Dehidrasi menurut WHO 2000

1. Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis)

Metabolik asidosis terjadi karena :

a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses

b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna

sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.

c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.

d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat

dikeluarkan oleh ginjal.

9
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraselular ke dalam cairan

intraselular.

Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan

pernapasan, pernapasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut

pernapasan kuszmaull. Pernapasan ini merupakan homeostasis

respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH darah.

2. Hipoglikemia

Pada anak-anak dengan gizi baik/cukup, hipoglikemia ini jarang

terjadi, lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita

KEP. Hal ini terjadi karena :

a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu.

b. Adanya gangguan absorbsi glukosa.

Gejala hipoglikemia dapat muncul jika kadar glukosa darah menurun

sampai 40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala

hipoglikemia tersebut berupa: lemas, apatis, peka rangsang, tremor, pucat,

berkeringat, syok, kejang sampai koma.

3. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan

akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini

disebabkan karena :

a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau

muntahnya akan bertambah berat.

b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran.

10
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi

dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

4. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi

gangguan sirkulasi darah berupa rejatan (shock) hipovolemik. Akibatnya

perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah

berat. Kemudian dapat mengakibatkan perdarahan di otak yang

menimbulkan turunnya kesadaran (soporokomatusa) dan bila tidak segera

ditangani penderita dapat meninggal.

2.7 Kriteria Diagnosis

a. Anamnesis

 Lama diare berlangsung, frekuensi diare dalam sehari, warna dan

konsistensi tinja, lendir dan atau darah dalam tinj.

 Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air

kecil terakhir, demam, sesak, kejang, kembung.

 Jumlah cairan yang masuk selama diare.

 Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare,

mengonsumsi makanan yang tidak biasa.

 Penderita diare disekitarnya dan sumber air minum.

b. Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital.

 Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma,

rasa haus, turgor kulit abdomen menurun.

11
 Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa

bibir, mulu, dan lidah.

 Berat badan.

 Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas

cepat dan dalam (asidosos metabolik), kembung (hipokalemia), kejang

(hipo atau hipernatremia).

 Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria berikut:

 Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)

 Tidak ditemukan tanda utama dan tandda tambahan

 Keadaan umum baik, sadar

 Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,

mukosa mulut dan bibir basah

 Turgor abdomen baik, bising usus normal

 Akral hangat

 Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)

 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda

tambahan.

 Keadaan umum gelisah atau cengeng.

 Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata

kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering.

 Turgor kurang, akral hangat.

12
 Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)

 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih

tanda tambahan.

 Keadaan umum lemah, letargi, atau koma.

 Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak

ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering.

 Turgor sangat kurang dan akral dingin.

c. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak

diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya

penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare

akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan

darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.

Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada saat diare

akut :

Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,

kultur dan kepekaan terhadap antibiotika.

Feses :

PH asam  diare osmotic.

Leukosit > 5 / LPB  disentri

Hal yang dinilai pada pemeriksaan feses:

- Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau.

- Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri.

13
Bentuk klinis diare berdasarkan penyebabnya :

2.8 Pengobatan Diare

Prinsip penatalaksanaan penderita diare adalah:

a. Mencegah terjadinya dehidrasi

Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah dehidrasi.

Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan

memberikan minum lebih banyak dengan rumah tangga yang dianjurkan,

seperti air tajun, kuah sayur, air sup, air teh. Bila tidak memberikan cairan

rumah tangga yang dianjurkan, berikan air matang. Jangan diberikan cairan

yang osmolaritasnya tinggi, yaitu yang terlalu manis sepeti soft drink.

b. Mengobati dehidrasi

Bila terjadi dehidrasi terutama pada anak balita, penderit harus segera

dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan

14
pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi

berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan Ringer Laktat

sebelum dilanjutkan terapi oral.

c. Pemberian ASI / makanan

Pemberian ASI / makanan selama serangan diare bertujuan untuk

memberikan gizi pada penderita terutama bertujuan agar anak tetap kuat dan

tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.

d. Pemberian Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih

dari 90 macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai kofaktornya,

termasuk enzim superoksida dismutase (Linder,1999). Enzim ini berfungsi

untuk metabolisme radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal bebas ini

dalam tubuh berkurang. Pada proses inflamasi, kadar radikal bebas superoksida

meningkat, sehingga dapat merusak berbagai jenis jaringan termasuk jaringan

epitel dalam usus (Cousins et al, 2006).

Zinc yang ada dalam tubuh akan hilang dalam jumlah besar pada saat

seorang anak menderita diare. Dengan demikian sangat diperlukan pengganti

zinc yang hilang dalam proses kesembuhan seorang anak dan untuk menjaga

kesehatannya di bulan-bulan mendatang.

Mulai tahun 2004, WHO-UNICEF merekomendasikan suplemen Zinc

untuk terapi diare karena suplementasi zinc telah terbukti menurunkan jumlah

hari lamanya seorang anak menderita sakit, menurunkan tingkat keparahan

penyakit tersebut, serta menurunkan kemungkinan anak kembali mengalami

diare 2-3 bulan berikutnya.

15
Banyak uji klinik yang melaporkan bahwa suplemen Zinc sangat

bermanfaat untuk membantu penyembuhan diare. Zinc sebaiknya diberikan

sampai 10-14 hari, walaupun diarenya sudah sembuh. 11 Sayangnya suplemen

Zinc ini belum banyak beredar di apotek di Indonesia. Di beberapa RS besar di

Indonesia telah menggunakan suplemen Zinc dalam bentuk suspensi untuk

penatalaksanaan diare akut.

Adapun cara pemberian Tablet Zinc yaitu :

 Untuk bayi usia di bawah 6 bulan berikan setengah tablet zinc (10mg) sekali

sehari selama sepuluh hari berturut-turut.

 Untuk anak usia 6 bulan ke atas berikan satu tablet zinc (20 mg) sekali sehari

selama sepuluh hari berturut-turut.

 Larutkan tablet tersebut dengan sedikit (beberapa tetes)air matang atau ASI

dalam sendok teh.

 Jangan mencampur tablet zinc dengan oralit

 Tablet harus diberikan selama sepuluh hari penuh (walaupun diare telah

berhenti sebelum 10 hari)

 Apabila anak muntah sekitar setelah jam setelah pemberian tablet zinc,

berikan lagi tablet zinc dengan cara memberikan potongan lebih kecil dan

berikan beberapa kali hingga satu dosis penuh.

 Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus,tetap

berikan tablet zinc segera setelah anak dapat minum atau makan.

e. Pemberian Probiotik

Probiotik adalah suatu suplemen makanan, yang mengandung bakteri

atau jamur yang tumbuh sebagai flora normal dalam saluran pencernaan

16
manusia, yang bila diberikan sesuai indikasi dan dalam jumlah adekuat

diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan dengan cara

meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna

sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik

melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati penomena

tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan dan

pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun

mikroorganisme lain, speudomembran colitis maupun diare yang

disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional

(antibiotik asociated diarrhea ) dan travellers’s diarrhea.

Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam

tatalaksana diare akut pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk

menyatakan lactobacillus aman dan efektif dalam pengobatan diare akut

infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare,

dan menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua pemberian sebanyak 1-2

kali. Kemungkinan mekanisme efekprobiotik dalam pengobatan diare

adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan anti

mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi

patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik

pada mukosa usus dan imunno modulasi.

Terdapat berbagai macam jenis probiotik yang hingga saat ini sering

digunakan sebagai suplemen. Golongan yang paling banyak digunakan

adalah Lactic Acid Bacteria (LAB). Golongan LAB dapat mengubah gula

dan karbohidrat menjadi asam laktat, yang berfungsi menurunkan kadar pH

17
saluran gastrointestinal, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri

patogen. Contoh strain golongan LAB adalah Lactobacillus dan

Bifidobacterium.

Sejak dipublikasikan pertama kali oleh seorang peneliti Rusia, Eli

Metchnikoff, pada awal abad 20, penelitian tentang probiotik hingga saat

ini banyak dilakukan untuk menguji kemanfaatannya pada populasi anak.

Produk komersial yang mengandung probiotik sebagai suplemen banyak

tersedia di pasaran. Kemanfaatan probiotik terutama banyak dilihat dari

aspek pencegahan dan terapi penyakit, terutama penyakit alergi dan infeksi.

Penggunaan probiotik untuk diare pada anak merupakan fokus studi

yang paling banyak dilakukan dalam penilaian kemanfaatan probiotik.

Secara teoritis, probiotik dapat mengurangi keparahan diare melalui efek

kompetisi dengan patogen, imunomodulator, meningkatkan sekresi IgA

mukosa usus, dan mengurangi kejadian intoleransi laktosa.

Pemberian probiotik terlihat bermanfaat dalam tatalaksana diare akut.

Meta-analisis yang dilakukan oleh Szajewska et al menunjukkan bahwa

pemberian suplemen Lactobacillus mengurangi durasi diare akut sehari

lebih cepat dibandingkan plasebo (95% CI) dengan level of evidence 1a.

Efektivitasnya terutama lebih baik pada mereka dengan etiologi rotavirus,

yang merupakan penyebab terbanyak diare akut pada anak.

f. Pemberian Antibiotik

Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan

antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting).

Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya

18
kholera shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus

(Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi

terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi

kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis

gajala yang berat serta berulang atau menunjukkan gejala diare dengan

darah dan lendir yang jelas atau segala sepsis. Anti motilitis seperti

difenosilat dan loperamid dapat menimbulkan paralisis obstruksi sehingga

terjadi bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi.

Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain:

 Kolera : Tetrasiklin 12,5mg/kgBB/ dibagi 3 dosis (3 hari) atau Erytromycin

12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari

 Shigella : Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari atau

Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari.

 Amebiasis : Metronidasol 10mg/kg/ 3x sehari selama 5 hari (10 hari pada

kasus berat), Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg

(maks 90mg)(im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)

 Giardiasis : Metronidazole 5mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.

g. Mengobati masalah lain

Obat-obatan “anti diare” dan anti muntah tidak boleh diberikan pada anak

dengan diare. Anti diare tidak dianjurkan karena belum adanya bukti mengenai

diare yang berdaya guna, sehingga penggunaan anti diare hanya menimbulkan

beban biaya.

19
h. Pemberian nasehat

Pemberian nasehat kepada orang tua anak (pengasuh) untuk segera membawa

anaknya kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau

menderita sebagai berikut:

 Buang air besar cair lebih sering

 Muntah berulang-ulang

 Rasa haus yang nyata

 Makan atau minum sedikit

 Demam

 Tinja berdarah

2.9 Tatalaksana Nutrisi Pada Diare

Ibu perlu dibimbing tentang cara pemberian makanan yang baik pada anak,

mengajari pentingnya meneruskan pemberian makanan penuh selama diare dan

membantu usaha mereka untuk mengikuti anjuran ini. Empat kunci utama

tatalaksana gizi diare yang benar:

 Menilai status gizi

 Memberi makanan yang tepat pada saat episode diare

 Memberi makanan yang tepat pada waktu penyembuhan dengan tindak

lanjutnya.

 Komunikasi yang efektif tentang anjuran diet kepada ibu.

Pemberian ASI selama diare tidak boleh di kurangi atau di hentikan tetapi

diperbolehkan sesering atau selama anak menginginkannya. ASI harus di

berikan untuk menambah larutan oralit. Susu sapi atau formula yang biasa di

terima bila timbul dehidrasi maka pemberian susu harus di hentikan selama

20
rehidrasi untuk 4-6 jam dan kemudian dilanjutkan lagi. Makanan lunak bila anak

berumur 4 bulan atau lebih sudah bisa menerima makanan lunak, makanan ini

harus di teruskan. Bayi umur 6 bulan atau lebih harus mulai di berikan makanan

lunak bila belum pernah di beri. Bila timbul dehidrasi makanan ini harus di

hentikan 4 – 6 jan untuk rehidrasi untuk kemudian di lanjutkan lagi. Paling tidak

separuh makanan diet harus berasal dari makanan porsi kecil tetapi sering (6

kali atau lebih) dan mereka harus di bujuk untuk makan.

Banyak literatur yang menyebutkan bahwa probiotik memberikan kebaikan

dalam penanganan diare akut pada bayi. Probiotik dengan pemberian dua kali

sehari selama 5 hari dipercaya terbukti memberikan kebaikan dalam mengurangi

frekuensi, serta durasi penyakit diare. Probiotik dipercaya dapat mengurangi

lama waktu kesakitan, dengan meningkatkan respon imun, memperbaiki mukosa

usus, sebagai substansi penting dalam antimikroba dan menyeimbangan jumlah

mikroba diusus. Angka penguranga dari frekuensi defekasi secara drastis dalam

<3 hari terdapat pada kelompok yang memeperoleh probiotik dengan kelompok

kontrol. Konsistensi faeces yang lebih padat dan durasi yang lebih pendek pada

kelompok probiotik. Rata-rata lama durasi diare juga mengalami hasil yang

signifikan pada kelompok probiotik.

2.10Pencegahan Diare

Penatalaksanaan kasus yang benar, yang terdiri dari upaya rehidrasi oral dan

pemberian makanan dapat mengurangi efek buruk diare yang meliputi dehidrasi,

kekurangan gizi dan resiko kematian. Cara-cara lain juga dibutuhkan, untuk

mengurangi insidensi diare, yaitu intervensi yang selain mengurangi penyebaran

21
mikroorganisme penyebab diare juga meningkatkan resistensi anak terhadap

infeksi kuman ini.

Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak,

kebanyakan meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan

kepada bayi, kebersihan perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air

bersih, pembuangan tinja yang aman dan imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi

sebagai sasaran untuk promosi, yaitu:

1. Pemberian ASI.

2. Perbaikan makanan pendamping ASI.

3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum.

4. Cuci tangan.

5. Penggunaan jamban.

6. Pembuangan tinja bayi yang aman.

7. Imunisasi campak.

Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan

enterik, termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita,

penggunaan jas panjang bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan

bila menyentuh bahan yang terinfeksi. Penderita dan keluarganya harus dididik

mengenai cara penularan enteropatogen dan cara-cara mengurangi penularan.

22
BAB III

METODOLOGI STUDI KASUS

3.1 Lokasi dan Waktu melakukan Studi Kasus.

Studi kasus dilakukan pertama kali saat pasien datang berobat di Posyandu

Turida timur dilakuakan pada bulan januari 2019. Selanjutnya dilakukan

pemeriksaan fisik kepada pasien.

3.2 Pengumpulan data /informasi

Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan pasien

informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi kepada bapak pasien.

3.3 Cara Pengumpulan data/informasi

Dilakukan dengan komunikasi personal dengan bapak pasien secara langsung

dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan how.

23
BAB IV

LAPORAN KASUS

4.1. Identitas Pasien

Nama penderita : An. Ayu Putri

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 11 bulan

Nama Ayah : Tn. Sigit

Umur : 28 tahun

Nama Ibu : Ny. Rohana

Umur : 26 tahun

Hubungan dengan

orangtua : Anak kandung

Agama : Islam

Suku : Sasak

Alamat : Turida Timur

4.2.Ananmnesis

(alloanamesis dari bapak pasien)

1. KeluhanUtama :

Mencret-mencret atau buang air besar berupa air.

2. Keluhan Tambahan :

24
Panas badan

3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang diantar oleh ibu dan bapaknya ke Posyandu

Cakranegara, karena mengeluh BAB mencret sebanyak 5 kali perhari

sejak 1 hari sebelum datang ke Posyandu. Tiap kali mencret sebanyak

1/2 gelas, berupa cairan berwarna kuning kehijauan, tanpa disertai lendir

dan darah. Keluhan mencret disertai panas badan yang tidak begitu

tinggi, hilang timbul, siang sama dengan malam sejak 1 hari. Keluhan

tidak disertai muntah, batuk, pilek, ruam di kulit dan kejang. Pasien

tidak tampak rewel dan masih mau minum. BAK tidak ada keluhan.

Sehari-hari menurut bapak pasien satu keluarga biasa meminum air

yang berasal dari PAM dan di masak sampai matang. Seluruh alat

makan dicuci menggunakan air PAM yang mengalir didapurnya.

memiliki 2 botol susu yang setiap hari di rebus dengan air mendidih.

4. Riwayat Penyakit Dahulu :

Menurut Bapaknya, Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini

sebelumnya.

5. Riwayat Penyakit Keluarga :

Dalam keluarga ada pernah yang sakit seperti ini baik ibu atau

bapak pasien.

6. Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien adalah seorang anak dari Tn. Sigit dan Ny. Rohana dengan

pekerjaan bapak sebagai penjaga toko dan ibu sebagai Ibu rumah tangga.

25
Sosial ekonomi keluarga ini termasuk keluarga dengan sosial ekonomi

menengah ke bawah.

7. Riwayat Kebiasaan :

Diakui oleh Bapak pasien bahwa anaknya yaitu An. Ayu memiliki

pola makan yang cukup yaitu 3 kali sehari, dan memiliki 2 botol susu

yang setiap hari di rebus dengan air mendidih.

Pasien dikatakan sering disuapi oleh ibunya namun bapaknya tidak

mengetahui kebiasaan jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum

menyuapi anaknya makan. Tetapi selalu menjaga kebersihan peralatan

makan secara benar, seperti mencuci peralatan makan dengan sabun dan

air yang mengalir.

8. Riwayat Pengobatan :

Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

9. Riwayat Alergi :

Alergi obat atau makanan disangkal. Riwayat alergi pada orang tua

disangkal.

10. Riwayat Kehamilan :

Selama hamil ibu pasien memeriksakan kehamilan ke bidan 1 bulan

sekali. Selama hamil ibu tidak menderita hipertensi, diabetes melitus,

eklampsia atau penyakit berat lainnya.

11. Riwayat Kelahiran :

Pasien lahir cukup bulan ( 9 bulan) dirumah ditolong oleh bidan dan

lahir spontan dan langsung menangis. Berat lahir 3000 gram. Bapak

pasien mengaku saat persalinan ibu tidak terdapat penyulit.

26
12. Riwayat Pemberian Makanan :

- Anak diberikan ASI eksklusif tanpa makanan tambahan apapun

semenjak lahir hingga sekarang.

- Kesan : pemberian makanan sesuai dengan usia.

13. Riwayat Perkembangan :

- Motorik kasar :

 Usia 3 bulan sudah bisa mengangkat kepala

 Usia 8 bulan sudah bisa merangkak

 Usia 11 bulan sudah bisa berdiri namun masih suka terjatuh

- Motorik halus :

 Usia 6 bulan sudah bisa menggapai benda

 Usia 10 memukulkan 2 benda (saling disentuhkan)

- Bahasa : sudah bisa mengoceh dan bisa menyebutkan mama

- Sosial : berespon terhadap orang yang baru dikenal, dan sudah bisa

tersenyum.

Kesan : perkembangan sesuai usia.

14. Riwayat imunisasi :

o Hepatitis B, BCG, Polio saat lahir

o DPT dengan HB di kombo sudah 3 kali

o Polio (ditetes) sudah 3 kali

o Campak (di paha) 1 kali

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia.

27
2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Pasien tampak sakit ringan.

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign :

- Tekanan darah : tidak diperiksa.

- Nadi : 88x / menit.

- Pernapasan : 34x /menit.

- Suhu : 36,8oC

- Berat Badan : 8,7 kg

Status Generalis :

Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh

- Pucat : (-)

- Sianosis : (-)

- Ikterus : (-)

- Perdarahan : (-)

- Oedem umum : (-)

- Turgor : Kembali Cepat.

- Kepala

- Bentuk : Bulat, simetris.

- UUB : Cekung (-).

- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.

28
- Kulit : Tidak ada kelainan.

- Mata :

- Palpebra inferior : Tidak cekung.

- Konjugtiva palpebra : Tidak hiperemis.

- Sklera : Tidak ikterik.

- Air mata : (+)

- Telinga :

- Bentuk : Normal.

- Hiperemis : (-)

- Serumen : (-)

- Membrane timpani : Tidak intak.

- Hidung :

- Bentuk : Normal.

- Septum nasi :deviasi (-)

- Pernafasan cuping hidung : (-)

- sekret : (-)

- Mulut :

- Mukosa bibir : Basah.

- POC : (-)

- Lidah : Bersih.

- Faring : Tidak hiperemis.

- Leher :

- Bentuk : Simetris.

- trachea : Di tengah.

29
- KGB : Tidak membesar.

- Retraksi SS : (-)

- Paru

- Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, tidak

ada bekas luka, tidak ada benjolan, retraksi ICS (-)

- Palpasi : vocal fremitus sulit dinilai

- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru kiri-

kanan. Ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

- Jantung

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.

- Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midclavicula

sinistra.

- Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra.

Batas jantung kanan sela iga IV garis parasternal

dextra.

Batas jantung kiri sela iga IV garis midklavikula

sinistra.

- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-).

- Abdomen

- Inspeksi : Datar, simetris.

- Palpasi : Turgor kembali cepat, hepar dan lien tidak teraba

membesar.

30
- Perkusi : Timpani.

- Auskultasi : Bising usus (+) meningkat.

- Genitalia eksterna

- Kelamin : Perempuan, tidak ada kelainan.

- Anus : kemerahan.

- Ekstermitas

- Akral hangat, Edema (-), CRT < 2 detik.

4.4 Diagnosis Holistik

A. Aspek personal :

Pasien datang ke Posyandu diantar oleh bapak pasien dengan

keluhan mencret sejak 1 hari yang lalu. Harapan setelah berobat ke

Posyandu adalah agar pasien dapat sembuh. Bapak pasien khawatir jika

diare pada anaknya tidak kunjung sembuh maka akan menyebabakan

anak akan menjadi lemas dan berat badan anak akan menurun.

B. Aspek klinik :

Diagnosis kerja : Diare Akut Tanpa Dehidrasi e.c Infeksi Virus.

Diagnosis banding : Diare Akut Tanpa Dehidrasi e.c infeksi

Bakteri.

C. Aspek resiko internal :

Tn Sigit (Bapak) kurang memperhatikan kebersihan makan anaknya

(An. Ayu) seperti tidak mengetahui kebiasaan ibu pasien sebelum

menyuapi anaknya makan.

31
D. Aspek psikososial keluarga :

Kesibukan Tn. Sigit dalam mencari nafkah menyebabkan anaknya

yaitu An. Ayu, Cenderung mengabaikan hal-hal penting yang

seharusnya mereka perhatikan seperti kebersihan mencuci tangan

dengan sabun saat menyuapin anak makan.

E. Aspek fungsional :

Sebelumnya An. Ayu masih dapat menjalankan aktifitas biasa

seperti bermain bersama ibunya dan anak tetangganya, akan tetapi dari

hari ke hari aktifitas fisik yang dilakukan An. Sahira semakin berkurang

dikarenakan sakit yang dideritanya. Bahkan sejak An. Ayu mencret

sudah tidak sama sekali bermain hanya dirumah saja untuk istirahat dan

tidur.

4.5 Rencana Pelaksanaan (sesuai dengan keempat aspek diatas)

Tabel 4. Rencana Pelaksanaan

Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Hasil yang Biaya Keterangan

diharapkan

Aspek Menginformasi- Pasien Saat pasien Pasien dapat Tidak Tidak

personal kan kepada berobat ke sembuh ada menolak

keluarga pasien Puskesmas dengan

baik kepada Tn. dan saat sempurna

Sigit untuk kunjungan dan dapat

memberikan atau ke rumah melakukan

meminumkan An. pasien aktifitas

32
Ayu dengan obat sehari-hari

yang sudah diberi dengan baik

sesuai anjuran

dokter Posyandu.

Disamping itu

rutin

memeriksakan An.

Ayu ke puskesmas

walaupun

kesehatannya

sudah membaik.

Aspek Menganjurkan Pasien Saat pasien Diare pasien Tidak Tidak

klinik agar orang tua berobat ke dapat bayar menolak

pasien Posyandu sembuh

memperhatikan dan

secara khusus diberikan

keadaan pasien, terapi oralit

meminumkan obat 100 ml

secara teratur, dan setiap kali

memeriksakan BAB, zinc

pasien rutin ke 1 x 20 mg,

Puskesmas dan pemberian

melakukan paracetamol

pemeriksaan 3x1/2 cth

33
penunjang seperti (jika panas)

feses rutin di dan tetap

puskesmas. diberikan

makan dan

saat

kunjungan

ke rumah

pasien

Aspek Menginformasikan Pasien Saat pasien Untuk Tidak Tidak

resiko kepada orang tua berobat ke menjaga agar ada menolak

internal pasien agar pasien Puskesmas penyakit

selalu istirahat dan saat yang diderita

yang cukup di kunjungan pasien tidak

rumah, ke rumah kambuh lagi

meminumkan obat pasien dan

yang teratur, mengurangi

memperhatikan faktor-faktor

kebersihan yang

mencuci tangan memberatkan

dengan sabun saat keadaan

menyuapin anak klinis pasien.

makan.

34
Aspek Menganjurkan Seluruh Saat mengurangi Tidak Tidak

psikososial agar orang tua Keluarga kunjungan faktor-faktor ada menolak

keluarga pasien merubah ke rumah yang dapat

kebiasaannya pasien memperberat

umtuk selalu keadaan

mencuci tangan klinis pasien.

dengan sabun saat Menjaga

memberikan anak keluarga

makan. tetap sehat

Aspek Menganjurkan Pasien Saat Agar kondisi Tidak Tidak

fungsional agar setelah kunjungan tubuh anak ada menolak

sembuh pasien ke rumah tetap sehat

dapat melakukan pasien dan membuat

aktifitas bermain anak lebih

seperti sedia kala aktif

dan tentu

memperhatikan

kebersihan anak

dan kebersihan

lingkungan sekitar

tempat anak

bermain.

35
4.6 Prognosis

1. Ad vitam : ad bonam

2. Ad sanasionam : ad bonam

3. Ad fungsionam : ad bonam

36
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil laporan kasus Diare Akut yang dilakukan di Posyandu

Turida Timur mengenai penatalaksanaan penderita Diare Akut dengan

pendekatan diagnosis holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan, maka

pasien atas nama Ayu menderita Diare Akut

2. Lingkungan anggota keluarga ada yang menderita keluhan serupa

seperti pasien yaitu ibu dan bapaknya.

3. Kebiasaan jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum menyuapi

pasien makan

5.2 Saran

Sebaiknya peranan keluarga dalam memelihara kesehatan dan

lingkungan sehat lebih ditingkatkan lagi serta cara mengolah dan

mengkonsumsi makanan yang baik.

37

Anda mungkin juga menyukai