Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN

HIFEMA

DOKTER PEMBIMBING :

dr. H. Agam Gambiro, Sp. M

OLEH :

Jessie Widyasari

(2005730037)

BAGIAN MATA RSUD CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


2010

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan yang berjudul Hifema.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada dr. H. Agam Gambiro, Sp. M,
selaku konsulen di bagian Mata di RSUD Cianjur dan rekan-rekan yang telah membantu
penulis dalam pembuatan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak terdapat
kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
guna perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca.

Cianjur, Agustus 2010

Penulis,

2
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Trauma mata oleh benda tumpul merupakan peritiwa yang sering terjadi.
Kerusakan jaringan yang terjadi akibat trauma demikian bervariasi mulai dari
yang ringan hingga berat bahkan sampai kebutaan. Untuk mnegetahui kelainan
yang ditimbulakan perlu diadakan pemeriksaan yang cermat, terdiri atas
anamnesis dan pemeriksaan. Trauma dapat menyebabkan kerusakan pada bola
mata yang dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu
fungsi penglihatan. Oleh karena itu memerlukan perawatan yang tepat untuk
mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan
kebutaan. Trauma tumpul merupakan peristiwa yang sering terjadi. Meski mata
merupakan organ yang sangat terlindung dalam orbita, kelopak dan jaringan
lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih
sering mengalami cedera dari dunia luar. Cedera yang dapat terjadi antara lain :
1. Benda asing yang menempel di bawah kelopak mata atas atau pada pemukaan
mata, terutama pada kornea.
2. Trauma tumpul
3. Trauma tembus bola mata
4. Trauma kimia dan radiasi
Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan akibat trauma perlu diadakan
pemeriksaan yang cermat, yang terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan. Sehingga
kita dapat mengetahui jaringan mata mana yang mengenai trauma tersebut.
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan
dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau
badan siliar yang robek. Menurut Duke Elder (1954), hifema disebabkan oleh
robekan pada segmen anterior bola mata yang kemudian dengan cepat akan
berhenti dan darah akan diabsorbsi dengan cepat. Hal ini disebut dengan hifema
primer. Bila oleh karena sesuatu sebab misalnya adanya gerakan badan yang
berlebihan, maka timbul perdarahan sekunder atau hifema sekunder yang
pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.

II. Tujuan

3
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat mengetahui tinjauan pustaka
dari penyakit dengan trauma tumpul yaitu hifema sehingga nantinya jika menemui
kasus di tempat praktek dapat melakukan tata laksana yang baik mengenai
penyakit tersebut dan penyakit mata lainnya.

BAB II

PEMBAHASAN

4
I. Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor
aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan
biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik
mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema
akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruang bilik mata depan.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang teriha iridoplegia dan
iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan
blefarospasme.
Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut bili
mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan yang dapat
terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat oleh
fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan bokade pupil.

II. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:

 Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen
anterior bola mata.

 Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).

 Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga
pembuluh darah pecah.

 Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).

 Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).

5
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:

 Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

 Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan


klinisnya:

 Grade I: darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

 Grade II: darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)

 Grade III: darah mengisi hampir total COA (14%)

 Grade IV: darah memenuhi seluruh COA (8%)

III. Penyebab

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola,
batu, peluru senapan angin, dll. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena
kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema
namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan
kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).

Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh
kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan
jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak
pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Perdarahan di dalam
bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah
ini karena gaya berat akan berada di bagian terendah

6
Gambar 1. Ilustrasi Hifema

IV. Patofisiologi
Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh
darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam
bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu
trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat
menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter
sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu
trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior
posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola
mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa
hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik
mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.

V. Gejala Klinis

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang
terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk,
hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema
dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Selain itu, dapat terjadi
peningkatan tekanan intra ocular, sebuah keadaan yang harus diperhatikan untuk
menghindari terjadinya glaucoma.

7
Gambar 2. Hifema pada 1/3 bilik mata depan

Gambar 3. Hifema pada ½ bilik mata depan

Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah


mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara
langsung dapat mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat
bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini
disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa
darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor
aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada
di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan
kerusakan jaringan kornea.

Terdapat pula tanda dan gejala yang relative jarang: penglihatan ganda,
blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat.

8
VI. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen;
visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan
retina.
- Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi
vaskuler okuler, glaukoma.
- Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.
- Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan
iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
- Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.
- Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila
TIO normal atau meningkat ringan.

VII. Tatalaksana

Pasien dengan hifema yang tampak mengisi lebih dari 5% bilik mata depan
sebaiknya diistirahatkan. Pemberian steroid tetes harus segera dimulai. Aspirin
dan antiinflamasi nonsteroid harus dihindari. Dilatasi pupil dapat meningkatkan
risiko perdarahan kembali sehingga mungkin ditunda sampai hifema reda dengan
penyerapan spontan. Oleh karena itu, pemeriksaan dini untuk mencari kerusakan
segmen posterior mungkin memerlukan pemeriksaan ultrasonografi. Mata
sebaiknya diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder,
glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi. Perdarahan ulang
terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3 hari. Komplikasi ini memiliki risiko tinggi
menimbulkan glaukoma dan pewarnaan kornea. Beberapa penelitian
mengisyaratkan bahwa penggunaan asam aminokaproat oral (100 mg/kg setiap 4
jam sampai maksimum 30 g/hari selama 5 hari) untuk menstabilkan pembentukan
bekuan darah sehingga menurunkan risiko perdarahan ulang. Tatalaksana
glaukoma meliputi terapi topikal dengan penyekat-β (mis, timolol 0,25% 2 kali
sehari), analog prostaglandin (mis, latanoprost 0,005% malam hari), dorzolamide
2% dua atau tiga kali sehari, atau apraclonidine 0,5% tiga kali sehari. Terapi oral
dengan acetazolamide 250 mg per oral empat kali sehari, dan obat hiperosmotik
(manitol, gliserol, dan sorbitol) dapat pula digunakan bila terapi topikal tidak
efektif. Bedah drainase glaukoma mungkin diperlukan pada kasus-kasus yang
sangat berat.

9
Hifema harus dievakuasi secara bedah bila tekanan intraokular tetap tinggi (> 35
mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan
nervus optikus dan pewarnaan kornea, tetapi terdapat risiko terjadinya perdarahan
kembali. Jika pasien mengidap hemoglobulinopati, besar kemungkinan terjadi
atrofi optik glaukomatosa dan pengeluaran bekuan darah secara bedah harus
dipertimbangkan lebih dari awal. Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan
untuk mengeluarkan bekuan di sentral dan membilas (levage) bilik mata depan.
Dimasukkan alat irigasi dan probe mekanis di sebelah anterior limbus melalui
bagian kornea yang jernih untuk menghindari kerusakan iris dan lensa. Jangan
mencoba mengeluarkan bekuan yang terdapat di sudut bilik mata depan atau di
jaringan iris. Di sini, dilakukan iridektomi perifer. Cara lain untuk membersihkan
bilik mata depan adalah dengan evakuasi viskoelastik. Dibuat sebuah insisi kecil
di limbus untuk menyuntikkan bahan viskoelastik, dan sebuah insisi yang lebih
besar berjarak 180 derajat (dari insisi pertama) untuk memungkinkan hifema di
dorong keluar.

Glaukoma onset lambat dapat timbul setelah beberapa bulan atau tahun, terutama
bila terdapat penyempitan sudut bilik mata depan lebih dari satu kuadran. Pada
sejumlah kasus yang jarang, bercak darah di kornea menghilang secara perlahan-
lahan dalam jangka waktu hingga satu tahun.

Bedah pada hifema

Parasentesis

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah


atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi
kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris.
Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik
mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan
dibilas dengan garam fisiologik.

Iridosiklitis

10
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan
iridosiklitis atau radang uvea anterior.

Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah dalam bilik mata depan
akan terdapat suar dan pupil yang mengecil dengan tajam penglihatan menurun.

Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal. Bila terlihat
tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik.

Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa
fundus dengan midriatika.

VIII. Pencegahan
Hifema dapat terjadi bila terdapat trauma pada mata. Gunakan kacamata
pelindung saat bekerja di tempat terbuka atau saat berolahraga.

IX. Komplikasi
Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi
perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya
akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.
Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu
reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.
Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila
didiamkan akan dapat menimbulkan fisis bulbi dan kebutaan.
Hifema pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia dan
retinoblastoma.

X. Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli
anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma,
prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang
sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami
glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut
menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah
mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam)
karena dapat menyebabkan kebutaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas,Sidharta. Katarak lensa mata Keruh. Glosari Sinopsis. Cerakan Kedua. Balai Penerbitan
FKUI. Jakarta. 2007.

Ilyas, Sidharta; Mailangkay; Taim, Hilman; Saman,Raman; Simarmata,Monang;


Widodo,Purbo. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Edisi
kedua. Sagung Seto. Jakarto. 2002.

12
Ilyas,Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ketiga. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. 2006.

Vaughan, Daniel; Asbury, Taylor; Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi Empat belas.
KDT. Jakarta. 2006.

Radjamin, Tamin, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.
Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya. 1984.

13

Anda mungkin juga menyukai