Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan teknologi dewasa ini semakin pesat, demikan pula yang terjadi di Indonesia
sangat membutuhkan teknik pengelasan yang baik. Perkembangan teknologi ini dapat dilihat
dengan semakin kompleksnya proses penyambungan logam dengan pengelasan. Pada proses
pengelasan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengelasan, dimana pe-
rubahan logam yang disambung diharapkan mengalami perubahan sekecil–kecilnya sehingga
mutu las tersebut dapat dijamin.
Bahan yang sering digunakan dalam pengelasan adalah Baja. Dalam penelitian ini, kami
ingin menganalisa kekuatan tarik dari hasil pengelasan dan untuk mengetahui daerah HAZ baja
S-35C . Metode pengelasan yang dilakukan adalah SMAW, dengan menggunakan Filler E-
6013 . Material hasil penyambungan akan diuji dengan serangkaian pengujian, sehingga me-
lalui eksperimen ini kita bisa mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses
pengelasan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang diambil untuk praktikum kali ini yaitu bagaimana menganalisa
hasil pengelasan menggunakan las SMAW pada pelat S-35C dengan Filler E-6013 .

1.3 Batasan Masalah


1.3.1 Kekuatan tarik hasil pengelasan.
1.3.2 Proses pengelasan menggunakan SMAW
1.3.3 Bahan yang digunakan adalah plat Baja S-35C
1.3.4 Filler yang digunakan adalah E-6013

1.4 Tujuan
1.4.1 Untuk mengetahui kekuatan tarik dan kekerasan dari hasil pengelasan.
1.4.2 Untuk mengetahui kualitas hasil pengelasan pada pelat baja S-35C.
1.4.3 Untuk mengetahui daerah HAZ.

1
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Baja Karbon S-35C (JIS)


Baja karbon S-35C merupakan baja karbon rendah yang mengandung C 0,35%, Mn
0,60%, P 0,040%, dan S 0,050% .

2.2. Pengelasan
Pada saat ini teknik las telah banyak digunakan dalam proses penyambungan batang-
batang pada konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin. Banyaknya penggunaan teknologi
teknologi las pada proses penyambungan logam dikarenakan bangunan dan mesin yang dibuat
dengan menggunakan teknik ini menjadi lebih murah. Penggunaan proses las dalam konstruksi
sangat banyak, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja bejana tekan, perpipaan dan lain
sebagainya. Disamping itu proses las dapat digunakan untuk memperbaiki, misalnya untuk
menambal lapisan yangsudah aus.

2.3. Proses pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding)


Disebut Las Busur Listrik adalah proses pengelasan yang menggunakan panas untuk
mencairkan material dasar atau logam induk dan elektroda (bahan pengisi). Panas tersebut
dihasilkan oleh lompatan ion listrik yang terjadi antara katoda dan anoda (ujung elektroda dan
permukaan plat yang akan dilas ). Panas yang dihasilkan dari lompatan ion listrik ini besarnya
dapat mencapai 4000 derajat C sampai 4500 derajat C. Sumber tegangan yang digunakan pada
pengelasan SMAW ini ada dua macam yaitu AC (Arus bolak balik) dan DC (Arus searah).
Proses terjadinya pengelasan ini karena adanya kontak antara ujung elektroda dan material da-
sar sehingga terjadi hubungan pendek, saat terjadi hubungan pendek tersebut tukang las
(welder) harus menarik elektroda sehingga terbentuk busur listrik yaitu lompatan ion yang men-
imbulkan panas.
Panas akan mencairkan elektroda dan material dasar sehingga cairan elektrode dan
cairan material dasar akan menyatu membentuk logam lasan (weld metal). Untuk menghasilkan
busur yang baik dan konstan tukang las harus menjaga jarak ujung elektroda dan permukaan
material dasar tetap sama. Adapun jarak yang paling baik adalah sama dengan 1,5 x diameter

2
elektroda yang dipakai.

Sumber: Harsono (2000)


Gambar 2.1. Las SMAW

2.4 Posisi Pengelasan 1G Kampuh ½ V


2.4.1 Pengertian
Kampuh 1/2V banyak digunakan pada sistem sambungan pada pelatpelat tebal.
Untuk pengelasan ini dilakukan pengelasan pada satu sisi (single side) dengan urutan
pengelasan mulai dari akar (root), pengisian (Filler), dan penutup (caping).

2.4.2 Langkah Kerja Teknik Pengelasan 1G Kampuh ½ V

1. periksa kesiapan peralatan kerja, termasuk perlengkapan keselamatan dan


kesehatan kerja las.
2. siapkan 2 buah bahan /pelat baja ukuran 195 x 60 x 14 mm yang salah satu
plat sisi panjangnya telah dibevel 30 derajat – 35 derajat.
3. Bersihkan bahan dan hilangkan sisi-sisi tajamnya dengan kikir atau grinda.
4. Buat root face selebar 3 mm dengan menggunakan grinda dan kikir pada salah
satu sisi plat
5. Atur arus pengelasan tiap tahapan sesuai dengan jenis dan diameter elektroda
yang digunakan antara 50 – 120 Amper.
6. Atur peletakan benda kerja sesuai dengan posisi pengelasan
7. Buat las catat sepanjang 10 – 15 mm pada kedua ujung bahan dan yakinkan
bahwa kedua kepingan tersebut rapat dan sejajar dengan jarak root gap 1 – 3
mm.
8. Las lapisan akar dengan tarikan
9. Bersihkan kampuh lapisan akar
10. Las lapisan tengah dengan ayunan
11. Bersihkan kampuh lapisan tengah

3
12. Las lapisan penutup dengan ayunan
13. Bersihkan kampuh hasil pengelasan

2.4.3 Cara Kerja Pengelasan 1G Kampuh ½ V


Kedua pelat yang telah dipersiapkan, diletakkan terbalik diatas meja las. Jangan
sampai ada kotoran yang mudah menyala misalnya; cat, karat dan terak yang tertinggal
melekat pada sisi pertemuan sambungan. Dengan meletakkan potongan-potongan
pelat panjang di bawah masingmasing bagian yang akan dilas, lalu pasangan kedua
pelat ini membentuk sudut ± 30. Jarak antaranya sebesar ± 3 mm. Dengan memberi
kedudukan dalam sudut ± 30 , dimaksudkan untuk mengatasi mengkerut-
nya sudut setelah benda kerja di las dan menjadi dingin. Untuk mengikat dipakai dua
lasan pengikat yang kuat dan setelah itu benda kerja dibalik untuk dilas.

2.4.4 Pengelasan Benda Kerja


Banyaknya lapisan untuk mengelas kampuh ½ V ditentukan oleh tebalnya pelat.
Kampuh las tersusun dari lapisan akar, lapisan tengah dan lapisan penutup. Sudut
pinggulan /kemiringannya 60 derajat. Dalam mengelas lapisan akarnya, dipakai pe-
nopang (landasan), supaya penembusan akarnya bebas. Dengan demikian anda dapat
menghasilkan pengelasan lapisan akar yang baik. Setelah selesai pengelasan, pada ba-
gian punggungnya harus tampak kampuh yang rata. Setiap peletakan alur las, sisa-sisa
terak las harus dibersihkan dengan memakai sikat kawat, sebelum alur las berikutnya
diletakkan. Lapisan akar dan lapisan tengah supaya selalu rata peletakkannya, sebab
dengan meningginya kampuh, akan mempermudah terjepitnya terak di dalam kampuh
las. Lapisan penutup diletakkan dengan gerak ayunan, supaya kampuh tampak lebih
bagus.

2.4.5 Persiapan Kampuh


Apabila bidang calon sambungan dari kedua pelat berkedudukan sejajar satu
sama lain, maka pertemuan ini disebut pertemuan tumpul. Dengan mencairnya kedua
bidang pertemuan ini dan adanya tambahan dari bahan tambah selama pengelasan,
maka tersusunlah kampuh lasan.

2.4.6 Sambungan Tumpul


Meletakkan begitu saja kedua pelat berdampingan tanpa persiapan lebih dahulu,
maka seluruh permukaan pertemuan tumpulnya tidak akan terkena las. Sambungan las
tersebut hanya merupakan sambungan permukaan saja dan tidak menyeluruh. Untuk
menghasilkan sambungan tumpul yang sempurna, diperlukan adanya persiapan kam-
puh yang baik dan teliti. Bekas potongan pelatnya, sebelum dilas harus bersih,

4
dan digerinda supaya menjadi sejajar. Persiapan kampuh harus dikerjakan secara teliti
/ akurat, supaya dapat menghasilkan akar lasan yang memenuhi syarat. Untuk ini perlu
adanya jarak antara yang sesuai dengan tebal pelat. Sebagai contoh persiapan un-
tuk kampuh I, kampuh V, ataupun kampuh ganda juga harus teliti dan bersih.

2.6 Uji Tarik


Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan untuk mengetahui
kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Pengujian tarik untuk mengetahui berapa besar nilai
kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah
pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik pada arah yang berla-
wanan arah pada salah satu ujung benda. Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan
terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada ba-
han uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan lemahnya gaya el-
ektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksi-
mum. Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan-pelan bertambah besar,
bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji
dan dihasilkan kurva tegangan-regangan.

2.7 Uji Kekerasan


Adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan
suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan man-
galami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu
keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari
material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat
kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan
suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).Mengapa diperlukan
pengujian kekerasan? Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua
pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu untuk
memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu. Didunia teknik, umumnya
pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :
2.7.1 Brinnel (HB / BHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor)
yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (E-6013). Idealnya, pengujian

5
Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki permukaan yang kasar dengan uji
kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan
diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten.
2.7.2 Rockwell (HR / RHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan
suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja
ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Metode
inilah yang sering digunakan dan akan digunakan pula pada praktek kali ini.
2.7.3 Vikers (HV / VHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan
suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil
dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada gambar
3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell
dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.

2.8 Uji Struktur Mikro


Pada percobaan ini akan dipelajari sifat-sifat logam dari struktur mikronya. Perlakuan
panas (heat treatment) pada baja akan mengubah sifat logam. Salah satunya aalah sifat mekanik
yang dapat dilihat dari hasil uji kekerasan dan sifat fisis yang dapat dlihat dari stuktur mikronya.
Logam terlebih dahulu harus dihaluskan hingga rata dan halus pada permukaanya. Namun un-
tuk melihat struktur mikronya specimen harus dietsa terlebih dahulu.
Etsa merupakan proses pengikisan batas butir secara selektif. Yaitu benda diberi-
kan/dicelupkan pada larutan asam atau larutan yang bersifat korosif dalam jangka waktu ter-
tentu. Akibat adanya medium korosif tersebut permukaan logam menjadi terkorosi secara sel-
ektif karana laju korosi di setiap titik tidak sama. Larutan etsa yang digunakan tergantung dari
jenis logam. Untuk logam besi biasanya digunakan larutan Nital 5% (5%HNO3).

2.9 Daerah HAZ


Daerah pengaruh panas atau HAZ adalah logam dasar yang bersebelahan dengan
logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendingi-
nan cepat. Logam induk tidak terpengaruhi adalah bagian logam dasar dimana panas dan suhu
pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur dan sifat.

6
Sumber: www.shintaleon.wordpress.com
Gambar 2.2. Daerah HAZ pada Logam Las

7
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Flow Chart

START STUDY LIT-


ERATUR

PEMBUATAN PEMILIHAN DAN


GROVE DAN PERENCANAAN
PENGELASAN (WPS)

PERSIAPAN DAN
PEMBUATAN
SPESIMEN UJI

UJI TARIK, UJI


KEKERASAN,
DAN POTO
MIKRO

ANALISA HASIL
PENGELASAN EVALUASI

FINISH

8
3.2 Parameter Pengelasan

Base Metal : Base metal yang kita gunakan menggunakan baja


dengan kode S-35C dengan ketebalan 14 mm.

Filler : Filler yang kita gunakan adalah Esab AWS


A5.1:E6013 dengan diameter 2,6 mm.

Kecepatan Pengelasan : Kecepatan pengelasan disesuaikan dengan tebal plat


yang akan kita las. Bahan yang akan kami las mem-
iliki tebal 14 mm. Berdasarkan buku standard AWS
maka kecepatan pengelasan yang digunakan adalah
10,3 – 12,7 mm/s

Posisi Pengelasan : Berdasarkan buku standard AWS Posisi pengelasan


yang cocok untuk bahan kami adalah 1 G

Polaritas Mesin Las : Polaritas mesin las yang kita gunakan berdasarkan
standard AWS adalah DCEP.

Arus : Pada pengelasan Root Pass sebesar 80 A


Pada pengelasan Root Pass sebesar 120 A

Sambungan Pengelasan : Pada pengelasan bahan Baja S-35C dengan tebal 14


mm kita menggunakan grove ½ V dengan jarak Root
Opening 2,6 mm

3.3. Prosedur Pengelasan


3.2.1. Standar Pengelasan
Pada praktikum las kali ini, kelompok kami menggunakan standart AWS se-
bagai acuan atau pedoman untuk Pengelasan dan Pengujian. (terdapat pada lampiran)

3.2.2. Base Metal


Pada praktikum ini kelompok kami menggunakan Base Metal Baja Karbon Tipe
S-35C dengan ketebalan 14 mm. Dimana S-35C memiliki arti bahwa bsjs tersebut terdiri
dari campuran magnesium, sulfur, Phosphor dengan kadar carbon sebesar 0,35%.

9
3.2.3. Elektrode / kawat las / bahan pengisi
Pemilihan suatu elektrode pada pengelasan dilakukan berdasarkan standart yang
ada. Pemilihan elektrode dilakukan berdasarkan beberapa hal diantaranya jenis bahan
yang akan digunakan apa, berapa ketebalan pelat yang akan di las, berapa ukuran elec-
trode yang diperlukan, berapa besar arus yang dipakai, dll. Berikut perinciannya :
Jenis kawat las : Esab AWS A5.1 E6013
Diameter : 2,6 mm

3.2.4. Sambungan Las


Karena bahan yang digunakan memiliki tebal 14 mm, maka kami menggunakan
bentuk Sambungan Las ½ V dengan jarak Root gape 2,6 mm dengan leyer sebanyak 5
buah.

3.4. Sket Bahan


Skala bahan dalam perencanaan mengenai dimensi dari benda kerja sangat diperlukan.
Pada awalnya bahan terdiri dari 2 lembar pelat dengan ukuran panjang 250 mm dan lebar 100
mm. Selanjutnya kedua bahan tersebut disambung dengan cara pengelasan menggunakan las
jenis SMAW.

Gambar 3.1 Sket Bahan S-35C

T : 14 mm
W : 120 mm
L : 195 mm

Bentuk E-6013 mengikuti standar


AWS A 5.20

10
3.5. Analisa Hasil Pengujian
Proses pengujian specimen hasil pengelasan pada praktikum ini dilakukan dengan
dua proses pengujian yaitu :

3.5.1. Uji Tarik


Tujuan : Untuk mendapatkan data kekuatan dari sambungan las pada baja S-35C
dengan parameter Menggunakan Standart ASTM E8

Gambar 3.2. Uji Tarik Standar ASTM E8

Gambar 3.3. Dimensi Spesimen Benda Uji Tarik yang Terbentuk

Dari hasil pengujian tarik yang dilakukan pada specimen hasil pengelasan
didapat data sebagai berikut :
 Panjang mula mula : 195
 Gaya tarik maksimum : 1. Benda kerja 1 : 1709.04 kgf
2. Benda erja 2 : 2960.76 kgf
Rata rata gaya Tarik : 2334.9 kgf
 Ultimate tensile strength (UTS) : 1. Benda Kerja 1 : 15.26 kgf/mm2
2. Benda kerja 2 : 26.44 kgf/mm2
Rata rata UTS : 20.85 kgf/mm2

11
Gambar 3.4. Grafik Hasil Uji Tarik 1 dan 2

12
Gambar 3.5. Hasil Uji Tarik.

Gambar 3.6. Hasil Uji Tari

8mm
X

Gambar 3.7.Penghitungan Jarak Patahan

Berdasarkan gambar 3.6 jarak patahan dari sumbu X= 0 adalah sebesar 8 mm, sehingga
dapat disimpulkan bahwa patahan terdapat di logam las atau Weld Metal. Hal ini di sebabkan
karena adanya slak yang terjebak didalam logam las, dikarenakan kurang bersihnya dalam
membersihkan slak.

13
3.5.2. Uji kekerasan

Pengujian kekerasan menggunakan metode kekerasan Rockwell, menggunakan


standar ASTM E40D

Gambar 3.8. Mesin Uji Kekerasan

Gambar 3.9. Spesimen Uji Kekerasan

14
Gambar 3.9. Hasil Uji Kekerasan

Uji kekerasan Rockwell dilakukan pada 11 titik di sepanjang E-7016 dan E-6013
sebanyak 2 baris untuk mendapatkan data tingkat kekerasan pada setiap bagian dari E-
7016 dan E-6013. Data kekerasan inilah yang akan diolah untuk mendapatkan
besarnya jarak HAZ di base metal. Berikut adalah data kekerasan yang didapatkan
setelah uji kekerasan dilakukan di 11 titik dihitung dari titik di ujung Kiri - Kanan:

Titik Tingkat Kekerasan


1 84,2
2 65
3 86,5
4 74,3
5 85,4
6 82
7 83,9
8 82,1

Tabel Data Hasil Pengujian Kekerasan Rockwell

15
Gambar 3.10. Gambar penampang HAZ

Dari data hasil uji kekerasan Rockwell dapat disimpulkan bahwa perbedaan
tingkat kekerasan disimpulkan:
1. Daerah HAZ terdapat pada koordinat pada daerah yang diarsir biru.
2. Daerah Weld Metal terdapat pada diantara HAZ
3. Daerah Base Metal terdapat di luar daerah HAZ

3.5.3. Uji Struktur Mikro


Pengujian Struktur Mikro dilakukan pada 3 bagian yaitu terletak pada bagian
Base Metal, Weld Metal, dan HAZ dengan perbedaan penggunaan cairan ETSA.
Gambar 3.12, 3.13, dan 3.14 dibawah ini, merupakan hasil penelitian menggunakan
mikroskop optik dengan perbesaran 50 kali. Pada gambar 3.12 yang merupakan Base Metal
atau logam induk, tampak butir-butir ferrite (berwarna terang) dan fase perlite (berwarna gelap).
Butir Ferite cenderung lebih halus dan lunak sedangkan butir perlite cenderung lebih kasar
karena mengandung karbon. Berdasarkan Gambar 3.11. (diagram Fe3C) , Baja ini termasuk
jenis Baja Hypoeutektoid karena logam induk terdiri dari ferrite dan perlite. Ferrite adalah suatu
komposisi logam (fase) yang mempunyai batas maksimum kelarutan karbon 0,025% pada suhu
723 derajat celcius. Sedangkan Perlite ialah campuran eutektod antara ferrite dengan sementite
yang terbentuk pada suhu 723 derajat dengan kandungan karbon 0,83%.

16
Gambar 3.11. Diagram FE-3C

Gambar 3.12. Hasil Pengujian Pada Base Metal dengan Perbesaran 50 kali pada koordinat
X=26 Y=0

17
Pada saat pengujian struktur mikro pada daerah HAZ dan WELD tidak dapat
diperlihatkan struktur mikro nya karena permukaan benda kerja pada daerah HAZ dan WELD
kurang halus yang disebabkan proses polishing yang kurang sempurna. Hasil pengujian pada
daerah HAZ dan WELD adalah sebagai berikut

Gambar 3.13. Hasil Pengujian Pada Weld Metal dengan Perbesaran 50 kali pada koordinat
X=10, Y=0

Gambar 3.14. Hasil Pengujian Pada HAZ dengan Perbesaran 50 kali pada koordinat X=18,
Y=0

18
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah pengelasan menggunakan las SMAW pada pelat Baja Tipe S-35C dengan Filler
dan E-6013 dan dilakukan uji Tarik dan uji kekerasan maka didapat:
 Pada uji Tarik patah terjadi didaerah weld metal dengan nilai Ultimate Tensile Strength
sebesar 20,85 kgf/mm2
 Pada pengujian Kekerasan, letak HAZ berada pada titik ke-4 dan ke-8 dengan
perbedaan nilai kekerasan rata – rata sebesar 5
 Pada pengujian Struktur Mikro didapatkan struktur mikro berupa struktur Ferrite dan
Pearlite

4.2 Saran
 Sebelum melakukan pengujian tarik dengan specimen pengelasan, sebaiknya dilakukan
uji tarik dengan basemetal tersebut untuk memastikan besar nilai Ultimate Tensile
Strengthnya. Sehingga besar penyimpangan dapat diketahui secara akurat.
 Sebelum dilakukan uji struktur mikro sebaiknya specimen yang akan diuji benar-benar
rata dan dilakukan polishing dan juga dilakukan etsa terhadap specimen yang akan diuji.
Sehingga data yang dihasilkan akurat.
 Sebaiknya saat melakukan pengelasan dilakukan oleh orang yang benar – benar ahli,
sehingga kemungkinan cacat pengelasan dapat diminimalisir.
 Dalam proses pengujian struktur mikro sebaiknya polishing dilakukan secara baik agar
didapatkan permukaan yang benar-benar halus

19
DAFTAR PUSTAKA

Riyaldi Fajar, Setyawan Dony, S.T., M.Eng. Analisa Mechanical dan Metallugrical Pengela-
san Baja Karbon A36 dengan Metode SMAW (http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergradu-
ate-16631-4103100027-Paper.pdf)

Ir. Naryono ,Rakhman Farid. PENGARUH VARIASI KECEPATAN PENGELASAN PADA


PENYAMBUNGAN PELAT BAJA SA 36 MENGGUNAKAN ELEKTRODA E6013 DAN
E7016 TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA. 2011
(https://jurnal.ftumj.ac.id/index.php/sintek/article/view/123/105)

https://danidwikw.wordpress.com/2010/04/10/pengelasan-welding/

20

Anda mungkin juga menyukai