Askep Bedah Jantung
Askep Bedah Jantung
oleh:
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya
dapat dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan
sepuluh tahun sham. Dengan prosedur diagnostik yang canggih yang memungkinkan
diagnostik dimulai lebih awal dan lebih akurat, menyebabkan penanganan dapat
dilakukan jauh sebelum terjadi kelemahan yang berarti.
1.3 Tujuan
B. JANTUNG BUATAN
Pemasangan jantung buatan telah menarik perhatian dunia sejak akhir tahun
1950-an. Semenjak itu banyak terjadi kemajuan sehingga jantung buatan secara klinis
dapat dipakai manusia. Cooley menggunakan jantung buatan di Texas pada tahun
1969 untuk menunjang sirkulasi sebelum transpiantasi. Implantasi permanen jantung
buatan total dilakukan pertama kali pada tahun 1982 untuk drg. Barney Clark di
University of Utah.. Perkembangan jantung buatan terus berlanjut untuk memperbaiki
daya tahan hidup dan mengurangi morbiditas. Institut Jantung, Paru, dan Darah
Nasional (National Heart, Lung, and Blood Institute, NHLBI) dan Institut Kesehatan
Nasional (National Institutes of Health, NIH) telah menyediakan pendanaan untuk
jantungbuatan elektromekanik permanen tanpa kabel. Institut jantung Texas dan 3-M
dan Penn Statet Abiomed turut berpartisipasi dalam eksperimen fase II. Tujuan
keseluruhan pemasangan mi adalah untuk memberi kualitas hidup yang tinggi bagi
pasien yaitu bebas dan pemasangan jalur perkutaneus. Alat mi dijalankan
menggunakan sistem transmisi energi listrik transkutaneus (transcutaneous electrical
energy transmission systems, TEETS) dengan baterai portabel.
C. TRANSPLANTASI JANTUNG
Transplantasi dari manusia ke manusia, pertama kali dilakukan di tahun 1967.
sejak itu prosedur, peralatan dan pengobatan transplantasi terus dikembangkan. Di
tahun 1983, sikosporin sudah tersedia untuk penggunaan umum. Siklosporin adalah
imunosupresan yang menekan dengan kuat kemampuan tubuh menolak protein asing
seperti, organ yang ditransplansikan. Sayangnya siklosporin juga menurunkan
kemampuan tubuh untuk melawan infeksi, sehingga harus diperoleh keseimbangan
yang sangat baik antara penekanan penolakan dan pencegahan infeksi. Sejak
tersedianya siklosporin di tahun 1983, transplantasi jantung telah menjadi terapi
pilihan bagi pasien dengan penyakit jantung tahap akhir.
Indikasi transplantasi yang paling sering adalah kardiomiopati, penyakit
jantung iskemik, penyakit jantung kongenital, penyakit katup dan penolakan
transplantasi jantung sebelumnya. Pasien biasanya memiliki gejala sangat berat yang
tidak dapat dikontrol dengan pengobatan, tidak ada pilihan pembedahan lain dan
prognosis hidupnya kurang dari 12 bulan. Pasien diseleksi oleh suatu tim
multidisipliner sebelum dinyatakan sebagai kandidat transplantasi jantung. Umur
pasien, status paru, kondisi kesehatan kronis lain, infeksi, riwayat transplantasi,
penyesuaian dan status kesehatan terakhir digunakan untuk mengevaluasi pasien
untuk transplantasi.
Transplantasi jantung dianggap sebagai uaha terakhir untuk mengatasi untuk
mengatasi penyakit jantung tahap akhir yang refrakter terhadap
pengobatankonvensional dan pembedahan. Gagal jantung kelas III dan IV memiliki
harapan hidup kurang dan satu tahun. Dua penyebab tersering memburuknya
miokardium adalah kardiomiopati kongestif dan penyakit koroner lanjut. Penyakit-
penyakit ini merupakan 80%-90% alasan dilakukarmya transplàntasi jantung.
Kardiomiopati adalah penyakit otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya. Kunci
yang membedakan kardiomiopati dan kelainan jantung lain adalah adanya penyakit
mendasari yang hanya menyerang miokardium ventrikel namun tidak menyerang
struktur miokardium lain seperti katup atau arteria koronaria. Kardiomiopati
dikelompokkan menurut tiga jenis kelainan struktur dan fungsi:
(1) kongestif (dilatasi), (2) restriktif atau obliteratif, atau (3) hipertrofi.
Kardiomiopati kongestif ditandai dengan dilatasi nyata dan ventrikel yang
hipodinamik. Dapat teijadi hipertrofi miokardium yang lebih ringan. Ventrikel yang
hipodinamik berkontraksi secara buruk, menyebabkan gagal ke depan dan ke
belakang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Perlu dicatat bahwa keempat
ruang jantung mengalami dilatasi sekunder akibat bertambahnya volume dan tekanan.
Seringkali terbentuk trombus dalam ruang-ruang ini akibat darah yang mengumpul
dan stasis; sehingga terancam terjadi emboli. Biasanya awitan penyakit tidak jelas;
tetapi dapat berkembang menjadi gagal jantung tahap akhir yang refrakter. Prognosis
gagal jantung refrakter sangat buruk dan dapat menyebabkan dipertimbangkarmya
transplantasi jantung. Penyebab pasti kardiomiopati kongestif masih belum diketahui;
namun diperkirakan disebabkan faktorautoimun dan virus. Penyebab multifaktorial
mungkin merupakan penjelasan yang lebih memuaskan.
Kardiomiopati hipertrofik, berlawanan dengari kardiomiopati kongestif,
ditandai oleh jantung yang hipertrofi dan hiperdinamik. Bertambahnya massa otot
tidak disertai dilatasi miokardium bermakna. Diduga terdapat dasar genetika.
Kardiomiopati restriktif mencerminkan gangguan pengisian ventrikel akibat
berkurangnya daya regang ventrikel. Fibrosis endokardium atau miokardium dapat
mengakibatkan restriksi pengisian. Restriksi mengurangi ukuran rongga;
berkembangnya kardiomiopati ke bentuk restriksi rongga yang lebih berat dikenal
sebagai kardiomiopati obliteratif Meskipun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif
dapat mengakibatkan gagal jantung, kardiomiopati kongestif merupakan penyebab
tersering dilakukannya transpiantasi jantung.
Kriteria Seleksi
Resipien transplantasi jantung yang memenuhi kriteria seleksi menjalani
pemeriksaan klinis dan psikologis yang terperinci. Dengan semakin luasnya
penerapan prosedur ini, keputusan untuk menentukan siapa yang berhak menjalani
ttansplantasi jantung menjadi semakin kontroversial. Tersedianya donor tetap
merupakan faktor pembatas. Akibatnya, begitu diputuskan untuk melakukan
transpiantasi, maka timbul masalah dalam menentukan prioritas antara satu dengan
yang lain. Penentuan yang lebih sulit lagi adalah untuk menentukan prioritas di antara
pasien pengguna VADs dan jantung buatan sebagai jembatan untuk dilakukannya
transplantasi.
Umumnya, faktor-faktor yang dapat menimbulkan komplikasi setelah operasi
atau memengaruhi kelangsungan hidup jangka panjang harus disingkirkan. Faktor-
faktor ini mencakup penyakit atau infeksi sistemik aktif, hipertensi pulmonalis dengan
resistensi vaskular paru yang menetap (lebih dan 4 satuan Wood), emboli atau infark
paru, ulkus peptikum yang aktif, diabetes melitus bergantung insulin dengan penyakit
sekunder pada organ lain, gagal ginjal atau hati yang ireversibel, peminum alkohol
atau pecandu obat-obatan. Hal-hal yang tidak nyata, seperti motivasi untuk melakukan
rehabilitasi, dukungan keluarga, dan keadaan psikologis, juga harus dipertimbangkan.
Dengan makin luasnya penggantian oleh asuransi, masalah keuangan pribadi menjadi
semakin kurang berarti untuk proses seleksi. Apabila diidentifikasi tidak terdapat
kontraindikasi, maka dapat dimulai proses pencarian donor.
Donor potensial biasanya adalah korban kecelakaan usia muda yang tidak
mengalami kerusakan jantung atau penyakit jantung yang jelas dan tidak ada infeksi
sistemik. Pencocokan jaringan donor terhadap resipien meliputi pencocokan sistem
ABO. Pencocokan berat tubuh yang sesuai juga penting untuk dilakukan; 20%
perbedaan berat tubuh dianggap masth dapat diterima.
Prosedur
Teknik pembedahan untuk transpiantasi jantung relatif mudah dimengerti, seperti
yang digambarkan pada Gbr. 33—17. Bagian dan kedua atrium dibiarkan pada
tempatnya untuk beranastomosis pada jantung donor. Bagian atrium kanan dekat vena
kava superior dibiarkan utuh untuk mempertahankan fungsi nodus sinus. Jantung
donor kemudian dijahit pada kedua atrium resipien dan pada aorta dan arteria
pulmonalis. Prosedur mi (yaitu saat transplan menggantikan jantung resipien) dikenal
sebagai transpiantasi ortotopik, berbeda dengan transpiantasi heterotopik atau
“piggyback”, yang dilakukan oleh beberapa pusat kesehatan jika resistensi vaskular
paru-paru sangat tinggi dan bila beban akhir yang tinggi pada arteria pulmonalis
mungkin menyebabkan gagal ventrikel kanan refrakter pada jantung transplan.
Alasannya adalah bahwa ventrikel kanan yang asli telah beradaptasi dengan beban
akhir yang tinggi sehingga harus dibiarkan pada tempatnya. Sebagai alternatif,
beberapa pusat kesehatan melakukan transplantasi kardiopulmonar pada hipertensi
pulmonalis primer atau penyakit vaskular paru-paru akibat penyakit jantung
kongenital.
Penolakan dan Infeksi
Tantangan terbesar dalam transplantasi adalah penanganan reaksi penolakan.
Usaha tubuh untuk menolak jaringan asing merupakan proses biologis yang mendasar.
Penemuan sikiosporin dan antibodi monoklonal telah banyak memperbaiki
kelangsungan hidup setelah transpiantasi. Terapi imunosupresif dengan sikiosporin
dapat dimulai sebelum operasi. Terapi imunosupresif tiga obat dengan azatioprin,
siklosporin, dan steroid diberikan terus menerus setelah operasi. Pemantauan
imunologis akan tandatanda penolakan dilakukan dengan ketat.
Biopsi endomiokardium tramsvenosa adalah penentu pasti (standar emas)
untuk deteksi dan diagnosis penolakan. Biopsi dilakukan dalam selang waktu tertentu
dan sesuai indikasi. (Metode non-invasif untuk mendeteksi reaksi penolakan, seperti
MRI dan ekokardiografi, masih diteliti) Teknik biopsi endomiokardium meliputi
pemasangan kateter biopsi (atau bioptome) melalui vena jugularis dekstra atau vena
subklavia ke dalam ventrikel kanan untuk mengambil beberapa bagian endokardium
untuk analisis. Selanjutnya terapi imunosupresif dapat disesuaikan berdasarkan hasil
biopsi. Antitimosit globulin (ATG), antilimfosit globulin (ALG), atau antibodi-
antibodi monoklonal OKT3 dapat ditambahkan untuk menangani reaksi penolakan.
Selain reaksi penolakan, juga merupakan masalah serius akibat terapi imunosupresif.
Infeksi merupakan penyebab utama kematian dalam tahun pertama setelah
transplantasi. Untuk itu dilakukan pencegahan dan tindakan terapeutik yang tepat.
Perjalanan Pascaoperasi. Pasien transplantasi jantung harus tetap dijaga dalam
keseimbangan antara risiko penolakan dan risiko infeksi. Mereka harus mcmaluhi
aturan kompleks tentang diit, obat-obatan, aktivitas, pemeriksaan laboratorium. biopsi
(untuk mendiagnosa penolakan) dan kunjungan ke klinik. Pasien sering diberi
siklosporin dan kortikosteroid untuk meminirnalkan penolakan. Selain penolakan dan
infeksi, komplikasi dapat mencakup percepatan terjadinya arteriosklerosis arteri
koroner; hipertensi dan hipotensi; gangguan sistern saraf pusat, pernapasan, dan
gastrointestinal (UI); gagal ginjal; dan respons terhadap stres psikososial akibat
transplantasi organ.Pasien transplantasi jantung dengan angka bertahan hidup 1 tahun
sekitar 80% sampai 90% dan angka bertahan hidup 5 tahun sekitar 60% sarnpai 70%.
E. EKSISI TUMOR
Tumor jantung cukup jarang. Tumor primer terjadi kurang dan 1% pada
populasi; tumor metastatik dilaporkan terjadi 1,5% sampai 35% pada pasien onkologi.
Tumor bisa menjadi tempat pembentukan trombus sehingga menciptakan risiko
emboli. Disritmia dapat terjadi bila mengenai miokardium atau sistem hantaran.
Kebanyakan tumor jantung adalah jinak.
Eksisi bedah dilakukan hanya untuk mencegah obstruksi ruang jantung atau
katup. Pintasan jantung-paru digunakan. kecuali pada tumor epikardial, yang dapat
dieksisi tanpa memasuki jantung dan tanpa menghentikan denyutan jantung. Akibat
lokasinya, eksisi tumor mungkin perlu diikuti penggantian katup. penambalan
jantung, atau implantasi pacu jantung. Asuhan keperawatan sama dengan yang
diberikan pada pembedahan jantung lain.
Hipoksia
Jaringan Perubahan
iskemic metabolisme
Fungsi Ventrike
Gangguan gerakan menurun Kontraksi
jantung Miokardium
menurun
Perubahan
hemodinamik
Curah jantung
menurun
Tekanan darah
meningkat,
denyut jantung
menurun
Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan bagi pasien yang menjalani pembedahan jantung sangat
bervariasi antara pasien satu dengan pasien lain, tergantung penyakit jantung
mereka dan simptomatologinya - Kebanyakari pasien mernpunyai diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Selain itu, diagnosa kepenawatan
praoperatif bagi kebanyakan pasien mencakup yang berikut:
a. Takut sehubungan dengan prosedur pembedahan. hasil pembedahan yang belum
jelas, dan takut akan kehilangan keadaan sehat
b. Kurangnya pengetahuan mengenai prosedur pcmbedahan dan penjalanan
pascaoperatif
Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
a. Memperlihatkan berkurangnya kecetnasan
- Mengidentifikasi rasa takut
- Mendiskusikan rasa takut dengan keluarga
- Menggunakan pengalaman dahulu sebagai fokus perbandingan
- Mengekspresikan pandangan positif mengenai hasil pembedahan
- Mengeksprcsikan rasa percaya diri mengenai cara yang digunakan untuk
mengurangi rasa sakit
b. Menerima pcngetahuan mengenai prosedur pembedahan dan perjalanan
pascaoperatif
- Mengidentifikasi maksud prosedur persiapan praoperatif
- Meninjau unit perawatan intensif bila diinginkan
- Mengidentitikasi keterbatasan hasil setelah pembedahan
- Mendiskusikan lingkungan pascaoperatif dengan segera, mis, pipa. mesin.
pemeriksaan perawat.
- Memperagakan aktivitas yang seharusnya dilakukan setelah pembedahan (mis.,
menarik napas dalam, batuk efektif, latihan kaki)
Pengkajian Komplikasi
Pasien terus-menerus dikaji mengenai adanya indikasi ancaman komplikasi.
Perawat dan dokter bekerja secara kolaboratif unruk mengetahui tanda dan
gejala awal komplikasi dan memberikan tindakan untuk mencegah
perkemhangannya.
Penurunan Curah Jantung. Penurunan curah jantung selalu merupakan
ancaman bagi pasien yang baru saja menjalani pembedahan jantung. Hal ini
dapat terjadi karena berbagai penyebab:
a. Gangguan preload—terlalu sedikit atau terlalu banyak volume darah yang
kembali ke jantung akibat hipovolemia. perdarahan yang berlanjut. tamponade
jantung, atau cairan yang berlebihan.
b. Gangguan afterload—arteri dan kapiler yang terlalu konstriksi atau terlalu
dilatasi karena perubahan suhu tubuh atau hipertensi.
c. Gangguan frekuensi jantung—terlalu cepat, terlalu lambat. atau disritmia
d. Gangguan kontraktilitas—gagal jantung. infark miokardium.
ketidakseiinbangan elektrolit, hipoksia
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi setelah
pembedahan jantung. Pengkajian keperawatan untuk komplikasi ini meliputi
pemantauan asupan dan haluaran, berat PAWP, hasil pengukuran tekanan
atrium kiri dan CVP, tingkat hematokrit, distensi vena leher, edema, ukuran
hati, suara napas (misalnya krekels halus, wheezing) dan kadar elektrolit.
Perubahan elektrolit serum harus dilaporkan segera sehingga penanganan
dapat segera diberikan. Yang penting kadar kalium, natrium dan kalsium tinggi
atau rendah.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian dan jenis prosedur bedah yang dilakukan.
diagnosis utama keperawatan mencakup yang berikut:
a. Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan
fungsi jantung yang terganggu.
b. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat
pembedahan dada ekstensif
c. Risiko kekurangan volume cairan dan keseirnbangan elektrolit berhubungan
dengan berkurangan volume darah yang beredar
d. Risiko gangguan persepsi-penginderaan berhubungan dengan penginderaan
yang berlebihan (suasana ruangan asuhan kritis, pengalaman pembedahan)
e. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi akibat selang dada
f. Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan stasis vena,
embolisasi. penyakit aterosklerosis yang mendasarinya. efek vasopresor, atau
rnasalah pembekuan darah.
g. Risiko perubahan perfusi ginjal berhubungan dengan penurunan curah
jantung, hemolisis, atau terapi obat vasopresor
h. Risiko hipertermia berhubungan dengan infeksi atau sindrorn pasca
perikardiotomi
i. Kurang pengetahuan mengenai aktivitas perawatan diri
Intervensi Keperawatan
Menjaga Curah Jantung.
Penatalaksanaan keperawatan mencakup observasi terus-menerus status
jantung pasien dan segera memberitahu ahli bedah setiap perubahan yang
menunjukkan penurunan curah jantung. Perawat dan ahli bedah kemudian
bekerja sarna secara kolaboratif untuk memperbaiki masalah yang terjadi.
Disritmia, yang dapat terjadi ketika perfusi jantung berkurang, juga
merupakan indikator penting mengenai fungsi jantung. Disritmia yang paling
sening terjadi selama peniode pascaoperasi adalah bradikardi, takikardi dan
denyutan ektopik. Observasi terus-menerus pantauan jantung untuk adanya
berbagai disritmia merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan dan
perawatan pasien.
Setiap petunjuk adanya penurunan curah jantung harus segera dilaporkan ke
dokter. Data dan hasil pengkajian uji tersebut kemudian akan digunakan
dokter untuk menentukan penyebab masalahnya. Begitu diagnosa telah
ditegakkan, dokter bersama perawat bekerja secara kolaboratif untuk menjaga
curah jantung dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Bila perlu, dokter dapat
membenikan komponen darah, cairan, digitalis, diuretik, vasodilator, atau
vasopresor. Bila perlu dilakukan pembedahan lagi, maka pasien dan
keluanganya harus dibenitahu mengenai prosedur tersebut.
Pengurangan Nyeri.
Nyeri dalam kemungkinan tidak dapat dirasakan tepat di atas daerah cedera
tetapi ke tempat yang lebih luas dan merata. Pasien yang baru saja menjalani
pembedahan jantung akan mengalami nyeri akibat terpotongnya syaraf
interkostal sepanjang irisan dan iritasi pleura oleh kateter dada. (Begitu pula,
pasien dengan CABG arteria mamaria interna dapat mengalami parestesia
saraf ulna pada sisi yang sama dengan sisi grafnya.)
Observasi dan mendengarkan adanya Tanda nyeri yang diucapkan ataupun
tidak diucapkan oleh pasien perlu diperhatikan. Perawat harus mencatat secara
akurat sifat, jenis, lokasi, dan durasi nyeri. (Nyeri irisan harus dibedakan
dengan nyeri angina.) Pasien harus dianjurkan minum obat sesuai resep untuk
mengurangi nyeri. Kemudian pasien harus dapat berpartisipasi dalam benlatih
menarik napas dalam dan batuk. dan secara progresif memngkatkan perawatan
diri.
Nyeri menyebabkan ketegangan. yang akan menstimulasi sistem saraf pusat
untuk mengeluarkan adrenalin, yang mengakibatkan konstriksi arteri. Hal ini
akan mengakibatkan peningkatan afrerload dan penurunan curah jantung.
Morfin sulfat dapat mcngurangi nyeri dan kecemasan serta merangsang tidur,
yang pada gilirannya menurunkan kecepatan metabolik dan keburuhan
oksigen. Setelah pemberian opioid (narkotika), setiap tanda-tanda adanya
penurunan aprehensi dan nyeri harus dicatat dalam status pasien. Pasien juga
harus dipantau akan adanya tanda efek depresi pernapasan akibat analgetika.
Bila terjadi depresi pernapasan. harus diberikan antagonis opioid (mis.,
naloxone [Narcan]) untuk melawan efek rersebut.
Meningkatkan Istirahat.
Upaya dasar untuk memberikan rasa nyaman pada pasien bersama dengan
pembehan analgetika akan memperkuat efek analgesia dan meningkatkan
istirahat. Pasien harus dibantu merubah posisi setiap 1 sampai 2 jam dan
diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari ketegangan pada
daerah luka operasi dan selang dada. Penekanan pada daerah irisan selama
batuk dan nenarik napas clalam dapat mengurangi nyeri. Aktivita keperawatan
dijadwalkan sebanyak mungkin uniuk mengurangi gangguan saat istirahat.
Bila kondisi sudah mulai stabil dan prosedur terapi serta pemantauan sudah
mulai berkurang, maka pasien dapat beristirahat lebih lama lagi.
Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
a. Tercapainya curah jantung yang adekuat
b. Terpeliharanya pertukaran gas yang adekuat
c. Terpeliharanva keseimbangan cairan dan elekirolit
d. Hilangnya gejala penginderaan yang berlebihan, kembali terorientasi
terhadap orang. tempat dan waktu
e. Hilangnya nyeri
f. Terpeliharanya perfusi jaringan yang adekuat
g. Tercapainya istirahat yang adekuat
h. Terpeliharanya perfusi ginjal yang adekuat
i. Terpeliharanya suhu tubuh normal
j. Mampu melakukan aktivitas perawatan diri
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung.
Prosedur yang sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi
arteri koroner dan perbaikan penggantian katup jantung yang rusak
Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang
menyertainya dapat dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih besar
dan yang diperkirakan sepuluh tahun silam.
Perkembangan yang paling revolusioner dalam perkembangan
pembedahan jantung adalah teknik pintasan jantung-paru. Pertama kali
digunakan dengan berhasil pada manusia di tahun 1951. Di masa kini lebih
dari 250.000 prosedur yang dilakukan dengan menggunakan pintasan jantung
paru. Terbanyak (lebih dari 200.000) dilakukan di Amerika Utara. Kebanyakan
prosedur adalah graft pintasan arteri koroner (CABG = coronary artery bypass
graft) dan perbaikan atau penggantian katup.
Kemajuan dalam diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik bedah dan
anestesia, dan pintasan jantung paru, dan juga perawatan yang diberikan di
unit perawatan kritis serta program rehabilitasi telah banyak membantu
pembedahan menjadi pilihan penanganan yang aman untuk pasien dengan
penyakit jantung.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA