Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN ANALISIS SINTESIS TINDAKAN

Analisis Sintesis Tindakan pemberian foto terapi pada bayi Ny. N


dengan Hiperbilirubinemia Di Ruang Perinatologi RSUD Kota Salatiga

Hari : Sabtu
Tanggal : 29 Januari 2019
Jam : 09.00 WIB

A. Keluhan Utama
By Ny B tampak kekuningan Ikterik
B. Diagnosa Medis
BBLSR dengan komplikasi hiperbilirubinemia
C. Diagnosa Keperawatan
Hiperbilirubin neonatus b.d peningkatan destruksi eritrosit
D. Data yang mendukung diagnosa keperawatan
Ds : -
Do :
1. Keadaan umum : sedang
2. Kesadaran : composmentis
3. TTV :
Nadi : 141 x/menit
Suhu : 36,9oC
RR : 55x/i
4. BB 1340
5. Asi 15-20cm (+) via sonde, residu 4-5cc susu pecah, skor
kremer 4, anemis (+), letargi (+)
6. kadar bilirubin total 26,29mg/dl; indirek 3,71mg/dl; indirek
3,71mg/dl
E. Dasar Pemikiran
Jaundice adalah suatu istilah yang mengacu pada
penampilan kuning pada kulit yang terjadi akibat deposisi bilirubin
di jaringan dermal dan subkutan. Biasanya di dalam tubuh, bilirubin
diproses melalui hati, di mana ia terkonjugasi dengan asam
glukuronat oleh enzim uridin difosfat glukuronil transferase (UGT)
1A1. Bentuk bilirubin terkonjugasi ini kemudian diekskresikan ke
dalam empedu dan dikeluarkan dari tubuh melalui usus. Ketika
proses ekskresi ini rendah setelah kelahiran, tidak bekerja secara
efisien, atau kewalahan dengan jumlah bilirubin yang diproduksi
secara endogen, jumlah bilirubin dalam tubuh meningkat,
menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus (sawyer, 2018).
Penyakit kuning terjadi pada sebanyak 60% dari semua bayi
yang baru lahir normal dalam minggu pertama kehidupan. Penyakit
kuning pada bayi baru lahir dapat terjadi dari kondisi patologis
yang mendasari, seperti hemolisis isoimun atau defisiensi enzim
RBC. Namun, hal ini lebih sering karena ketidakmampuan fisiologis
normal pada bayi baru lahir untuk memproses bilirubin secara
adekuat karena efek gabungan peningkatan perputaran RBC dan
defisit sementara dalam konjugasi bilirubin di hati. Jenis ikterus
nonpathologic ini disebut sebagai ikterus fisiologis pada bayi baru
lahir (Sawyer, 2018).
Adapun penyebab hiperbilirubin pada neonatus adalah
sebagai berikut

Sumber : Maisel MJ (2006 Dalam sawyer 2018).


Seiring perkembangan zaman terdapat 2 metode untuk
menangani hiperbilirubin yaitu foto terapi dan transfusi tukar. Pada
neonatal modern ICU (NICUs) transfusi tukar jarang terjadi dan
hanya digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk menghindari
kernikterus pada bayi baru lahir dengan ikterus yang parah ketika
fototerapi tidak adekuat (Sawyer, 2018).
F. Prinsip Tindakan Keperawatan
Pengertian : Terapi sinar yang dilakukan selama 24 jam atau
setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang
batas normal.
Tujuan : Dilakukan pada anak dengan ikterus untuk menjaga kadar
bilirubin dalam darah hingga batas normal.
Prosedur :
A. KRITERIA ALAT
1. Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm
2. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12
mwatt/cm² per nm
3. Cahaya diberikan pada jarak 35 cm di atas bayi
4. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8
buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus
(F20T12/BB) atau daylight flourescent tubes
B. PROSEDUR PEMBERIAN
1. Persiapan Unit Terapi
b. Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila
perlu, sehingga suhu di bawah lampu 38 `C smapai 30 `C
c. Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung flouresens
berfungsi dengan baik
d. Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3
bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi
e. Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan
tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi ditempatkan
untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi
2. Pemberian Terapi Sinar
o Tempatkan bayi dibawah sinat terapi sinar
- bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempakan bayi dalam
keadaan telanjang dalam inkubator
- letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik
o Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang
hidung bayi tidak ikut tertutup.
o tutup bagian genital bayi dengan plastik kain yg tidak tembus
cahaya
o Balikkan bayi setiap 3 jam
o Pastikan bayi diberi makan
o Motivasi ibu untuk menyusui bayi dengan ASI ad libitum,
paling kurang setiap 3 jam. Selama menyusui, pindahkan
bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata
o Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan
atau cairan lain contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll)
o Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah
dipompa (ASI Perah), tingkatkan volume cairan atau ASI
sebanyak 20% volume total per hari selama bayi masih
diterapi sinar.
o Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui
NGT, jangan pindakan bayi dari sinar terapi sinar
o Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja
bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning.
keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus
o Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan
o Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan
prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar
o m. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi
sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami
sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
o Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar
setiap 3 jam. bila suhu bayi lebih dari 37.5 `C, sesuaikan
suhu ruangan untuk sementara pindahkan bayi dari unit
terapi sinar sampai suhu bayi antara 36.5 - 37.5 `C.
o Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-
kasus khusus
o Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/Dl
o Bila kadar bliubin serum mendekati jumlah indikasi tranfusi
tukar,
o persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi
ke rumah sakit tersier atau senter untuk tranfusi tukar.
o Sertakan contok darah ibu dan bayi
a. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi
sinar setelah 3 hari
b. Setelah terapi sinar dihentikan observasi bayi selama 24
jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila
memungkinkan atau perkirakan keparahan ikterus
menggunakan metode klinis
c. Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada
di atas nilai untuk memulai terapi sinar, ulangi terapi sinar
seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap
penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil
pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di
bawah nilai untuk memulai terapi sinar.
d. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa
makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama
perawatan, pulangkan bayi
e. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk
membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning

G. Analisis Tindakan
Sudah 40 tahun lebih fototerapi dipilih sebagai terapi yang
paling efektif dalam menurunkan kadar bilirubin, terapi ini
merupakan terapi yang paling sedikit menimbulkan efek samping
dibandingkan transfusi tukar dan pemberian medikamentosa
lainya.
Sejak munculnya fototerapi sebagai modalitas pengobatan
hiperbilirubinemia neonatal, beberapa penelitian telah dilakukan
untuk meningkatkan outcome yang ingin dicapai. Faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil fototerapi adalah spektrum cahaya yang
digunakan, intensitas fototerapi, penyebab hiperbilirubinemia, total
serum bilirubin (TSB) awal dan luas permukaan tubuh bayi terkena
fototerapi.
Selain strategi di atas, fototerapi intermiten dan perubahan
posisi tampaknya menjadi kemungkinan intervensi meningkatkan
efikasi fototerapi dengan yang mendasarinya dasar pemikiran
biologis. Studi oleh Vogl et al.3 dan Lau et al.4 miliki menunjukkan
bahwa fototerapi intermiten sama efektifnya dengan fototerapi
terus menerus. Penjelasan untuk observasi ini adalah kulit yang
pucat akan diisi ulang dengan bilirubin kapan fototerapi dihentikan
secara berkala selama intermiten fototerapi, sehingga
meningkatkan efektivitas fototerapi.
Alternatif logis lainnya untuk ini adalah mengubah posisi
selama fototerapi untuk mengekspos sisi yang mengandung
bilirubin kemudiaan sementara sisi pucat akan diisi ulang dengan
bilirubin sehingga bilirubin dalam tubuh cepat untuk dieliminasi.
Studi lebih lanjut telah dilakukan oleh Bhethanabhotla pada
tahun 2013 yang berjudul “Effect of position of infant during
phototherapy in management of hyperbilirubinemia in late preterm
and term neonates: a randomized controlled trial”, penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi efek fototerapi yang dilakukan
kepada bayi preterm dan term dengan menggunakan posisi supine
dibandingkan posisi yang diubah ubah secara periodik. hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak
menunjukan perbedaan turunnya kadar bilirubin pada bayi.
Bersdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan
bahwa posisi supine pada bayi dan mengubah posisi secara
periodik pada bayi saat dilakukan tindakan foto terapi tidak
menjukan perbedaan signifikan pada penurunan kadar bilirubin,
namun perlu diyakini bahwa dengan mengubah posisi dapat
menambah nilai estetika kepda warna kulit yang terkena sinar.

H. Bahaya dilakukannya tindakan


walaupun tindakan foto terapi memiliki resiko paling sediky atau
minimal namun dapat menimbulkan beberapa komplikasi atau
resiko yang mungkin terjadi
1) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan
mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss (IWL)
(penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat
meningkat 2-3kali lebih besar. Hal ini dapat dicegah dengan
memonitor cairan secara berkala.
2) Tinja lembek dan frekuensi defekasi meningkat sebagai
meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan
meningkatnya peristaltik usus.
3) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena
sinar (berupa Ruam Makular Eritematosa) tetapi akan hilang
setelah terapi selesai.
4) Bronze Baby Syndrome
Perubahan warna kulit yang coklat keabu-abuan gelap,
biasanya terjadi pada bayi yang menderita hiperbilirubinemia
dengan peningkatan kadar bilirubin direk yang bermakna dan
sering pada ikterus kolestatik
5) Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi
sebagian lampu dimatikan,terapi diteruskan. Jika suhu terus
naik lampu semua dimatikan sementara, bayi dikompres
dingin dan diberikan ekstra minum.
6) Komplikasi pada gonad yang diduga menimbulkan
kemandulan. Dan dapat dicegah dengan memakai penutup
pada organ reproduksi bayi.

I. Tindakan Keperawatan Lain sesuai NIC (Nurse Intervention


Criteria)
1. Memonitor adanya tanda ikterik
2. menimbang BB Setiap hari
3. memastikan intake asi terpenuhi sesuai kebutuhan
4. memonitor nilai lab bilirubin
5. memonitor tanda tanda dehidrasi
6. mengelola cairan yang masuk dan keluar
J. Hasil yang di dapatkan setelah dilakukan tidakan
Jam evaluasi : 14.00 / 27-11-2018
Ds :
DO : Keadaan umum : sedang
 Kesadaran : CM
 foto terapi on hingga jam 16.00 tanggal 28/11/18
 kebutuhan cairan + 20%, asi 20cc/24jam (+) via sonde,
infus D10% 4tpm, AA 6% 22cc/24jam, residu 4cc
 tanda tanda dehidrasi (-) turgor baik, ubun ubun cekung (-),
mukosa lembab, BB : 1410g, skor kremer 4
 TTV :
Nadi : 158x/menit, Suhu : 37,2oC, RR : 56x/Menit,

A: Masalah teratasi sebagian


P: lanjutkan intervensi nomor 1,2,3,4,5,6
H. Evaluasi diri
SOP dilakukan sesuai prosedur, kemudian pada pada bayi yang
dilakukan foto terapi harus benar benar diobservasi ketat untuk
menghindar adanya komplikasi pada bayi seperti hipertermi,
dehidrasi sampai luka bakar.
I. Daftar Pustaka / referensi

Bhethanabhotla, 2013. Effect of position of infant during


phototherapy in management of hyperbilirubinemia in late
preterm and term neonates: a randomized controlled trial,
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23743672). diakses
pada tanggal 30 November 2018.

Bulechek, Gloria M et all. 2016. Nursing Intervention Clasification


(NIC) Edisi Bahasa Indonesia, Edisi 6. Elsevier

Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.


Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Sawyer, 2018. Phototherapy for Jaundice,


(https://emedicine.medscape.com/article/1894477-overview).
diakses pada tanggal 30 November 2018.

Mengetahui

Mahasiswa Praktikan Pembimbing Klinik/CI

Sahabuddin Ahmad.P (. )

Anda mungkin juga menyukai