Anda di halaman 1dari 7

1.

Metilasi DNA
Metilasi DNA melibatkan enzim DNA metiltransferase yang bertanggung
jawab menambahkan grup metil. Pada eukaryot, penambahan grup metil pada basa
sitosin dalam molekul DNA kromosomal menyebabkan basa sitosin berubah menjadi
5-metilsitosin.Pola metilasi DNA tidak terjadi secara acak, melainkan terbatas pada
sitosin dalam sequence 5’-CG-3’ dan pada tumbuhan dalam sequence 5’-CNG-3’.
Metilasi DNA meliputi 2 tipe aktivitas metilasi, antara lain :
a. Maintenance methylation Mekanisme ini bertanggung jawab dalam
menambahkan grup metil pada untai DNA yang baru disintesis pada posisi
metilasi yang berlawanan dengan untai induknya setelah DNA direplikasi.
Hal ini menyebabkan semua DNA anak mempertahankan pola metilasi dari
molekul induknya.
b. De novomethylation Mekanisme ini melibatkan penambahan semua grup
metil pada posisi yang baru, sehingga merubah pola metilasi. Artinya,
molekul DNA anak memiliki pola metilasi yang berbeda dengan molekul
DNA induk.
Dnmt1 adalah DNA metiltransferase yang ditemukan pertama kali dan
merupakan enzim yang berperan dalam kedua tipe aktivitas metilasi pada sel mamalia,
namun kemudian ditemukan bahwa mencit memiliki gen penginaktivasi Dnmt1 yang
bertanggung jawab terhadap de novomethylation. Hal ini mendorong pencarian enzim
baru yang bertanggung jawab terhadap de novomethylation dan akhirnya ditemukanlah
Dnmt 3a dan Dnmt 3b, sedangkan Dnmt1 bertanggung jawab utama terhadap aktivitas
maintenance . Metilasi mampu menekan aktivitas gen. Eksperimen yang dilakukan
melalui gen termetilasi dan tak termetilasi yang dimasukkan ke dalam sel melalui
kloning menunjukkan hasil pengukuran level ekspresi gen dimana ekspresi gen tidak
terjadi jika sequence DNA dimetilasi. Selain itu, pengujian pola metilasi pada DNA
kromosomal menunjukkan bahwa lokasi gen yang aktif adalah pada daerah yang tak
termetilasi. Contohnya yaitu ekspresi gen manusia yang sering terjadi pada CpG island
yang tak termetilasi. Pola metilasi tetap dipertahankan setelah pembelahan sel, sehingga
informasi mengenai gen yang seharusnya diekspresikan diwarisi oleh sel anakannya.
Metilasi DNA berperan penting dalam mempelajari penyakit pada manusia. ICF
(immunodeficiency, centromere instability and facial anomalies) adalah salah satu
contoh penyakit yang disebabkan oleh mutasi gen Dnmt3b. Selain itu, hipermetilasi
dapat menyebabkan perubahan pola ekspresi pada penyakit kanker tertentu.
Metilasi mempengaruhi ekspresi genom melalui methyl -CpG- binding proteins
(MeCps) yang merupakan komponen dan kompleks deasetilasi histon baik Sin3
maupun NuRD. Penemuan ini mendorong adanya model CpG island yang termetilasi
sebagai target dalam melengkapi kompleks HDAC, sehingga dapat memodifikasi
kromatin agar gen-gen yang berdekatan tak dapat diekspresikan.
2. Restriksi dan modifikasi
Hakekat Mekanisme Restriksi
Semua sel memiliki mekanisme restriksi DNA, yang penting untuk
mempertahankan genom yang tidak rusak yang harus diturunkan utuh pada
keturunannya. Mekanisme perbaikan diungkapkan melalui penelitian terhadap
kerusakan UV dan DNA yang menekankan pengaruh yang membahayakan dari sinar
matahari dengan sinar UV-nya, terhadap system kehidupan dan kepentingan dari
mekanisme biokimiawi terhadap system kehidupan untuk mengatasi masalah ini.
Enzim Modifikasi dan Restriksi
Suatu penemuan baru yang didapat dari penelitian molecular mengenai bakteri
adalah bahwa sebagian besar prokariota, contohnya bakteri E. coli dari spesies
Haemophilus, memiliki mekanisme enzimatik spesifik untuk mendegradasi DNA asing
yang memasuki sel, contohnya, bakteriofag DNA. Kemampuan suatu prokariota untuk
merusak DNA asing tanpa membahayakan genomnya sendiri, melibatkan suatu
keadaan yang saling mempengaruhi antara dua reaksi enzimatik. Suatu enzim (metilase)
memodifikasi DNA sel dengan memasukkan pola basa termetilasi yang tertentu ke
dalam struktur, yang pada gilirannya, menjamin perlindungan terhadap serangan oleh
enzim lain (endonuclease). Enzim yang terakhir ini membelah (membatasi) setiap
molekul DNA yang tidak mempunyai identitas metilasi tertentu. Kedua reaksi
enzimatik saling terkait karena berbagi kebutuhan untuk rangkaian basa yang sama
(umumnya empat hingga delapan) dalam DNA untaian-ganda. Contohnya
endonuclease pembatas Ecor I dan modifikasi metilase dari E. coli yang sesuai
rangkaian basa spesifik. Peranan dari metilase adalah untuk menjamin bahwa kedua
residu adenil, pada rangkaian seperti ini dalam DNA sel, dimetilasi. Rangkaian dengan
pola metilasi ini tidak dikenali oleh endonuclease sebagai suatu substrat, dan dengan
demikian, merupakan pembelahan yang dikecualikan. Donor metil untuk reaksi
metilasi adalah S-adenosil metionin. Menarik untuk dicatat bahwa DNA yang baru
direplikasi, yang mempunyai untaian induk termetilasi dan untaian anak tidak
termetilasi, adalah mudah dimetilasi.
Enzim restriksi merupakan enzim nuklease yang mendegradasi molekul DNA
dengan memecah ikatan fosfodiester penghubung satu nukleotida dengan nukleotida
lain suatu molekul DNA. Enzim nuklease terdiri atas eksonuklease dan endonuklease.
Eksonuklease dapat mendegradasi polinukleotida DNA satu per satu dari ujung
molekul DNA. Sementara enzim endonuklease dapat memecah ikatan fosfodiester
internal pada molekul DNA. Pengamatan terhadap fenomena enzim restriksi pertama
kali dilakukan oleh W. Arber dan kawan-kawan pada tahun 1960. Mereka menemukan
bahwa virus yang menginfeksi bakteri E. coli strain tertentu dapat menginfeksi bakteri
E. coli strain yang sama dengan lebih baik jika dibandingkan dengan infeksinya
terhadap bakteri E. coli strain lain. Hasil penelitian selanjutnya menemukan bahwa
penurunan efisiensi infeksi pada bakteri strain lain diakibatkan oleh adanya sistem
restriksi dan modifikasi pada bakteri E. coli.
Enzim restriksi yang digunakan dalam teknik rekayasa genetika berasal dari
golongan enzim endonuklease. Cara kerja enzim restriksi ini mula-mula mengenal
urutan basa tertentu pada DNA (urutan pengenal= recognition sequence), kemudian
melakukan reaksi pemotongan ikatan fosfodiester. Jumlah enzim restriksi ini sangat
banyak, yang berasal dari berbagai organisme, terutama dari organisme tingkat rendah.
Secara umum enzim restriksi digolongkan dalam tiga tipe, yaitu enzim restriksi tipe I,
II, dan enzim restriksi tipe III. Penggolongan ini didasarkan pada kemampuan mengenal
dan memotong urutan DNA. Masing-masing golongan enzim memiliki cara kerja
berbeda-beda.
Enzim restriksi tipe I dan III memiliki mekanisme kerja yang hampir sama.
Kedua golongan enzim ini melakukan pemotongan di luar urutan pengenal DNA.
Enzim restriksi tipe I mengenal urutan pengenal dalam kisaran 10005000 basa
sepanjang molekul DNA dan melakukan pemotongan ikatan fosfodiester secara acak.
Golongan enzim ini memerlukan ATP dan Sadenosil metionin agar dapat bekerja.
Enzim restriksi tipe III juga melakukan pemotongan acak di luar urutan pengenal yang
dikenali. Enzim ini hanya mendegradasi satu rantai molekul DNA berantai ganda, yang
menghasilkan DNA rantai tunggal. Karena kedua tipe enzim ini agak kompleks dan
hanya mempunyai kemampuan terbatas dalam rekayasa genetika, maka kedua
golongan enzim ini jarang dimanfaatkan pada rekayasa genetika.
Enzim restriksi yang umum digunakan dalam bidang biologi molekul dan
teknologi DNA rekombinan adalah enzim restriksi tipe II, karena memotong DNA pada
posisi tertentu di dalam urutan pengenal. Ciri utama enzim restriksi tipe II adalah
mampu mengenal secara spesifik 4 sampai 7 pasang urutan nukelotida pada DNA untai
ganda. Urutan ini bersifat polindrom, yaitu mempunyai suatu urutan basa yang simetri
jika urutan tersebut ditarik garis sumbu di tengah-tengah. Ciri lain adalah mampu
memotong molekul DNA pada atau dekat kedua untai urutan pengenal tersebut. Enzim
restriksi menghasilkan fragmen DNA tertentu dan panjangnya terbatas dengan urutan
basa tertentu sebagai hasil pemotongan DNA.
Ada tiga jenis hasil potongan enzim restriksi, yaitu fragmen DNA berujung
tumpul (blunt end), misalnya enzim HaeII –GG/GC; fragmen DNA berujung
5’lengket/lancip (sticky/ cohesive end at 5’), misalnya enzim EcoRI-G/AATTC-; dan
fragmen dengan ujung 3’ lengket/lancip (sticky/cohesive at 3’), misalnya enzim PstI-
CTGCA/G-. Jumlah tempat yang dipotong oleh enzim restriksi pada setiap molekul
DNA ditentukan oleh banyaknya urutan pengenal yang dimiliki oleh DNA tersebut.
Bila enzim mempunyai urutan pengenal dengan 4 nukleotida (misalnya GGCC), maka
tempat pemotongan enzim restriksi diperkirakan sebanyak 44 (256) nukleotida.
Meskipun tidak terlalu tepat, perhitungan ini dapat digunakan untuk memprediksi
banyaknya hasil potongan enzim tersebut. Urutan pengenal tersebut dapat memiliki 4
– 7 nukleotida. Contoh enzim restriksi yang mengenali 7 nukleotida adalah EcaI
(GGTNACC); mengenali 6 nukleotida, misalnya enzim AvaIII (ATGCAT), BalI
(TGG¯CCA), BclI (T¯GATCA), SmaI (CCC¯GGG), dan lain-lain; contoh enzim
restiriksi yang mengenal 5 nukleotida adalah : EcoRII (¯CC(T/A) GC), HaeI
(A/T)GG¯CC(T/A), dan lain-lain; Enzim restriksi yang mengenal 4 nukleotida adalah :
AluI (AG¯CT), HaeIII (GG¯CC), MboI (¯GATC), dan lain-lain.
Untuk menyederhanakan tata nama enzim restriksi telah dibuat nomenklatur
atas dasar singkatan nama bakteri yang merupakan sumber enzim tersebut. Nama
tersebut berasal dari nama genus, spesies, dan strain organisme asal enzim restriksi.
Misalnya penamaan enzim restriksi TaqI, huruf T berasal dari huruf pertama genus
bakteri (Thermus), ag berasal dari huruf pertama dan kedua nama spesies (aguaticus),
dan huruf I berasal dari nama strain bakteri Thermus aquaticus. Huruf pertama, kedua
dan ketiga harus ditulis dengan huruf italic.

3. DNA Repair
DNA sebagai materi genetic yang selalu mengalami berbagai reaksi kimia dan
selalu melakukan kopi DNA. Perubahan struktur DNA ini disebut mutasi DNA yang
dapat terjadi pada saat proses replikasi DNA. Untuk menstabilkan hal tersebut maka
DNA memiliki kemampuan untuk memperbaiki (repair) kesalahan yang terjadi pada
dirinya sendiri. Jika mutasi DNA yang terjadi cukup banyak dan DNA tidak sempat
untuk memperbaiki (repair) dirinya sendiri maka akan terjadi kelainan ekspresi genetic
bahkan menyebabkan terjadinya penyakit genetik. Konsumsi makanan yang bergizi
serta istirahat yang cukup memungkinkan tubuh untuk dapat melakukan repair DNA.
DNA repair merupakan suatu mekanisme perbaikan DNA yang mengalami
kerusakan / kesalahan yang diakibatkan oleh proses metabolisme yang tidak normal,
radiasi dengan sinar UV, radiasi ion, radiasi dengan bahan kimia, atau karena adanya
kesalahan dalam replikasi DNA. Mekanisme perbaikan yang terdapat ditingkat selular
secara garis besar disesuaikan dengan jenis kerusakan yang tentu saja terkait erat
dengan jenis factor penyebabnya. Sel-sel menggunakan mekanisme-mekanisme
perbaikan DNA untuk memperbaiki kesalahankesalahan pada sekuens basa molekul
DNA. Kesalahan dapat terjadi saat aktivitas selular normal, ataupun dinduksi. DNA
merupakan sasaran untuk berbagai kerusakan: baik eksternal agent maupun secara
spontan.
Apabila ada kesalahan / kerusakan DNA, sel mempunyai dua pilihan :
1. Kesalahan tersebut diperbaiki dengan cara mengaktifkan DNA repair. Namun
apabila kesalahan yang ada sudah tidak mampu lagi ditanggulangi, sel memutuskan
untuk beralih ke pilihan kedua.
2. Apabila DNA tidak mampu diperbaiki lagi, akibat dari adanya kesalahan yang fatal
maka akan dimatikan daripada hidup membawa pengaruh yang buruk bagi
lingkungan sekelilingnya. Kemudian sel dengan DNA yang normal akan
meneruskan perjalanan untuk melengkapi siklus yang tersisa yaitu S (sintesis) G2
(Gap 2) dan M (Mitosis).
Proses perbaikan DNA itu harus melibatkan berbagai macam komponen, yang
sangat berperan penting dalam mekanisme perbaikan DNA tersebut. Komponen-
komponen yang terlibat dalam mekanisme perbaikan DNA dapat dijelaskan secara rinci
pada penjelasan berikut ini.
Komponen yang Terlibat dalam Proses DNA Repair
Repair system Enzim/ protein
Base excision DNA glycosylase
AP Endonuklease
DNA Polymerase I
DNA ligase
Nucleotide excision Uvr-A, Uvr-B, Uvr-C
DNA polymerase I
DNA ligase
Mismatch Dam Metilase
Mut-S, Mut-L, Mut-H
Exonuclease
DNA Helicase II
SSB Protein
DNA Polimerase III
DNA Ligase
Mekanisme DNA repair
Pada dasarnya perbaikan DNA dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
a. Demage reversal : penggantian secara langsung, photoreactivation merupakan cara
perbaikan DNA dengan melibatkan pembuangan atau pembalikan DNA yang rusak
oleh sebuah enzim tunggal yang tergantung oleh cahaya. Pada bakteri E. Coli enzim
itu dikodekan oleh gen phr. Adanya kerusakan pada suatu segmen pirimidin (timin
dan sitosin) yang telah berpasangan (dimer) pada suatu struktur DNA, akan
mengaktifkan suatu proses perbaikan dimana suatu kompleks protein enzim
fotoreaktif akan memutuskan ikatan hydrogen tetapi tanpa memutuskan ikatan
fosfodiester antar nukleotida. Perubahan urutan akan diperbaiki dengan pergantian
sesame nukleotida dengan basa pirimidin, dan akan diikuti proses penangkupan
kembali celah yang semula tercipta.
b. Demage removal : proses ini lebih kompleks karena melibatkan replacing atau
penggantian dengan dipotong-potong. Pada excision repair diawali dengan proses
pengidentifikasian ketidaksesuaian sekuen / urutan DNA dalam suatu proses
pengawasan yang dilakukan oleh endonuklease perbaikan DNA. Kompleks enzim
tersebut akan menginisiasi proses pemisahan DNA heliks utas ganda menjadi suatu
segmen utas tunggal. Proses ini akan diakhiri dengan pertautan kembali antara dua
utas tunggal tersebut untuk kembali menjadi bagian dari heliks utas ganda, dengan
perantaraan enzim DNA ligase.
c. Demage tolerance : Mentoleransi kesalahan.Hal ini dilakukan bila kesalahan tidak
dapat diperbaiki sehingga kesalahan terpaksa ditoleransi dan yang terotong adalah
kedua strand. Mekanisme ini adalah sebentuk replikasi rawan kesalahan (error-
phone) yang memprbaiki kerusakan-kerusakan pada DNA tanpa mengembalikan
sekuens basa awal. Tipe perbaikan ini bisa dipicu oleh kerusakan DNA dalam
tingkat tinggi. Pada bakteri E. Coli, system tersebut diatur oleh gen-gen recA dan
umu yang dihipotesiskan mengubah fidelitas (ketepatan) polymerase DNA
setempat. Dalam rose situ, polymerase melakukan replikasi melewati kerusakan
DNA, sehingga memungkinkan sel untuk bertahan hidup atau sintas. Jika sel
tersebut berhasil sintas melalui seluruh kerusakan DNA, besar kemungkinan sel itu
mengandung satu atau lebih mutasi.
Ada 3 tipe demage removal yaitu :
1) Base excision repair, hanya 1 basa yang rusak dan digantikan dengan yang lain.
Basa-basa DNA dapat dirusak melalui deaminasi. Tempat kerusakan basa tersebut
dinamakan dengan”Abasic site” atau “AP site”. Pada E.coli enzim DNA glycosilase
dapat mengenal AP site dan membuang basanya. Kemudian AP endonuklease
membuang AP site dan Nukleotida sekitarnya. Kekosongan akan diisi dengan
bantuan DNA Polymerase I dan DNA Ligase. DNA polymerase I berperan didalam
mensintesis atau menambahkan pasangan basa yang sesuai dengan
pasangannya.sedangkan DNA Ligase berperan dalam menyambungkan pasangan
basa yang telah disintesis oleh DNA polymerase I.
2) Nucleotide excision repair, adalah memotong pada bagian / salah satu segmen
DNA, dari DNA yang mengalami kerusakan. Kerusakan nukleotida yang
disebabkan oleh sinar UV, sehingga terjadi kesalahan pirimidin dimer (kesalahan
dua basa tetangga). Pada E. Coli terdapat protein yang terlibat dalam proses
pembuangan atau pemotongan DNA yang mengalami kerusakan, protein tersebut
adalah UVrA, UVrB, UVrC, setelah protein tersebut mengenali kesalahan, maka
nukleotida yang rusak tersebut dihilangkan (dipotong) sehingga terjadi kekosongan
pada segmen untaian nukleotida tersebut. Selanjutnya untuk mengisi kekosongan
tersebut maka RNA polymerase I mensintesis nukleotida yang baru untuk
dipasangkan pada segmen DNA yang mengalami kekosongan tadi, tentu saja
dengan bekerja sama dengan DNA ligase dalam proses penyambungan segmen
DNA tersebut.

3) Mismatch repair. Pada tahap ini yaitu memperbaiki kesalahankesalahan yang terjadi
ketika DNA disalin. Selama replikasi DNA, DNA polymerase sendirilah yang
melakukan perbaikan salah pasang. Polimerase ini mengoreksi setiap nukleotida
terhadap cetakannya begitu nukleotida ditambahkan pada untaian. Dalam rangka
mencari nukleotida yang pasangannya tidak benar, polymerase memindahkan
nukleotida tersebut kemudian melanjutkan kembali sintesis, (tindakan ini mirip
dengan mengoreksi kesalahan pada pengolah kata dengan menggunakan tombol
“delete” dan kemudian menuliskan kata yang benar). Protein-protein lain selain
DNA polymerase juga melakukan perbaikan salah pasang. Para peneliti
mempertegas pentingnya protein-protein tersebut ketika mereka menemukan
bahwa suatu cacat herediter pada salah satu dari protein-protein ini terkait dengan
salah satu bentuk dari kanker usus besar. Rupanya cacat ini mengakibatkan
kesalahan penyebab kanker yang berakumulasi di dalam DNA. Pada intinya
mekanisme perbaikan mismatch ini mendeteksi terlebih dahulu pasangan basa yang
tidak “cocok (matched)” atau tidak berpasangan dengan benar. Kesalahan
berpasangan basa atau mismatch dapat terjadi saat replikasi ataupun rekombinasi
DNA, dimana untuk memperbaiki basa yang tidak berpasangan, terlebih dahulu
harus diketahui pasangan basa mana yang mengalami kesalahan basa pada untai
DNA. Caranya segmen DNA yang membawa basa yang salah dibuang, sehingga
terdapat celah (gap) di dalam untai DNA. Selanjutnya dengan bantuan enzim
polymerase celah ini akan diisi oleh segmen baru yang membawa basa yang telah
diperbaiki, yang kemudian dilekatkan dengan bantuan enzim ligase.

Anda mungkin juga menyukai