Anda di halaman 1dari 12

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No.

85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

RESIDU ANTIBIOTIKA PADA PANGAN ASAL HEWAN, DAMPAK DAN


UPAYA PENANGGULANGANNYA

(Antibiotics Residues in Food of Animal Origin, Impact and


Prevention Efforts)
Dewi,A.A.S.,Widdhiasmoro,N.P., Nurlatifah,I., Riti, N., Purnawati,D.
Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Dewasa ini kebutuhan pangan asal hewan tidak terbatas pada kuantitas, tetapi lebih
dipertimbangkan dari segi kualitasnya, bergizi tinggi dan aman. Pangan asal hewan
dapat mengandung bahaya biologis dan kimia. Salah satunya adalah residu antibiotika.
Residu antibiotik dalam pangan dapat mengancam kesehatan masyarakat. Hasil
pengujian terhadap residu antibiotika menunjukkan bahwa residu antibiotika golongan
penisillin, tetrasiklin, aminoglikosida dan makrolida sebanyak 0,3%-9,15% masih
ditemukan pada sampel pangan asal hewan terutama sampel telur di Bali, NTB dan NTT.
Hal ini mengindikasikan bahwa pemakaian antibiotika di peternakan ayam, itik dan puyuh
masih cukup tinggi. Pemberian antibiotika secara tidak terkontrol pada ternak, sangat
berisiko sebagai penyebab keberadaan residu antibiotika pada produk yang dihasilkan,
termasuk produk hasil olahannya. Perlu penerapan hazard analysis and critical control
points (HACCP) untuk memperoleh produk pangan asal hewan yang lebih bermutu dan
lebih aman bagi konsumen.

Kata kunci : residu, antibiotika, pangan asal hewan

ABSTRACT
Recently the need for food of animal origin are not limited to the quantity, but is
considered in terms of quality, highly nutritious and safe. Food of animal origin may
contain biological and chemical hazards. One is the residue of antibiotics. Antibiotic
residues in food can threaten public health. Tests on antibiotic residues showed that class
of penicillin, tetracyclines, aminoglycosides and macrolides as much as 0.3% -9.15% is
found in foods of animal origin mainly samples egg in Bali, NTB and NTT. This indicates
that the use of antibiotics in chickens, ducks and quail farms are still quite high.
Antibiotics are not controlled in livestock, very risky as the cause of the presence of
antibiotic residues in products, including processed products. The application of HACCP
for food products of animal origin obtain better quality and safer for consumer.

Keywords : residues, antibiotics, foods of animal origin


Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

I. PENDAHULUAN terutama mengandung asam


amino esensial yang diperlukan
Pangan termasuk daging,
oleh tubuh untuk pertumbuhan
telur dan susu adalah kebutuhan
sel-sel baru, pergantian sel-sel
pokok manusia. Dewasa ini
yang rusak, serta proses
kebutuhannya tidak terbatas
metabolisme tubuh. Daging
pada jumlah atau kuantitas, tetapi
termasuk ke dalam pangan yang
lebih dipertimbangkan dari segi
mudah busuk dan juga
mutu atau kualitasnya.
berpotensi membawa bahaya
Masyarakat di beberapa negara
bagi kesehatan (Anon, 2009).
menuntut produk pangan yang
Daging, telur dan susu dapat
mempunyai kualitas baik, bergizi
mengandung bahaya biologis dan
tinggi dan aman. Bahkan
kimia. Salah satu bahaya kimia
organisasi perdagangan dunia
yang terdapat pada produk
WTO (World Trade Organization)
tersebut adalah residu antibiotika.
membuat persyaratan khusus
tentang mutu dan keamanan Residu antibiotika dalam
produk pangan yang pangan dapat mengancam
diperdagangkan. Hal ini mestinya kesehatan masyarakat. Ancaman
juga perlu mendapatkan tersebut antara lain resistensi
perhatian secara seksama baik bakteri, alergi terhadap pangan
oleh pemerintah, produsen dan juga keracunan. Masalah
maupun konsumen di Indonesia. residu antibiotika pada produk
pangan hewan diakibatkan
Produk hewan yang
praktik yang kurang baik dalam
berkualitas baik akan mempunyai
penggunaan antibiotika di
nilai jual yang tinggi disamping
peternakan. Penggunaan
akan mampu berkompetisi di
antibiotika saat ini adalah untuk
dalam perdagangan secara luas.
pengobatan dan juga pemacu
Dewasa ini masih banyak
pertumbuhan. Penggunaan
permasalahan yang berkaitan
antibiotika yang tidak
dengan mutu dan keamanan
memperhatikan masa henti obat,
produk hewan yang diindikasikan
akan menimbulkan residu
antara lain;1) banyak produk
antibiotika pada produk pangan
tidak memenuhi syarat mutu dan
hewan (Murdiati dan Bahri, 1991)
keamanan karena adanya
cemaran kimia dan mikroba yang Berkaitan dengan hal
tinggi, penanganan selama rantai tersebut, maka pengawasan
produksi kurang baik sehingga residu dalam pangan asal hewan
belum dapat bersaing di pasar sangat penting terutama dalam
internasional. 2) masih banyak kaitannya dengan perlindungan
kasus keracunan makanan. 3) kesehatan dan keamanan
masih rendahnya pengetahuan, konsumen. Salah satu upaya
ketrampilan dan tanggung jawab yang dapat dilakukan adalah
produsen produk hewan. dengan melakukan monitoring
dan surveilans residu secara
Daging, telur dan susu
teratur.
merupakan pangan hewani yang
mempunyai nilai gizi yang tinggi,
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

Penggunaan Antibiotika dalam Analisis Residu Antibiotika


Bidang Peternakan dalam Produk Pangan Asal
Hewan
Semakin berkembangnya
jenis antibiotika dalam bidang Untuk mengetahui
peternakan, terutama untuk sejauhmana kandungan residu
meningkatakan produksi antibiotika dalam produk ternak,
peternakan, maka para peternak maka ada beberapa teknik
perlu mengetahui cara- cara analisis residu antibiotika dalam
pemberian dan pemakaian pangan asal hewan dengan
antibiotika secara selektif dan mempergunakan instrument atau
sesuai dengan tujuan, seperti: 1) alat, disamping pemeriksaan
untuk pengobatan sehingga dengan uji mikrobiologi.
mengurangi resiko kematian dan
mengembalikan kondisi ternak Beberapa macam alat
yang dapat berproduksi kembali untuk pemeriksaan residu dalam
(normal), juga mencegah produk pangan asal hewan,
tersebarnya mikroorganisme diantaranya adalah:
pathogen keternak lainnya. 2)
1. High Pressure Liquid
untuk memacu pertumbuhan
Chromatography (HPLC)
(growth promotor), sehingga
atau Kromatografi Cair
dapat mempercepat
Kinerja Tinggi (KCKT).
pertumbuhan atau meningkatkan
Hampir semua golongan
produksi hasil ternak serta
antibiotika dapat dianalisis
mengurangi biaya pakan.
dengan mempergunakan
Untuk memacu alat ini, misalnya golongan
pertumbuhan biasanya antibiotika makrolida, β laktam,
ditambahkan sebagai imbuhan khloramfenikol dan
pakan (feed additive) yang antibiotika lainnya.
secara umum bermanfaat karena 2. Thin Layer
secara tidak langsung Chromatography (TLC)
berpengaruh terhadap atau Khromatografi Lapis
pertumbuhan mikroorganisme Tipis (KLT). Metoda ini
perusak zat-zat gizi dalam pakan kurang sensitif
dan merangsang pertumbuhan dibandingkan dengan
mikroorganisme pembentukan KCKT, tetapi pemeriksaan
asam amino. Jenis antibiotika lebih cepat terutama
yang digunakan pada ternak yaitu dalam uji screening dari
antibiotika khusus untuk bidang beberapa macam
kedokteran hewan, diantaranya (golongan) antibiotika yang
seperti penisilin, tetrasiklin serta dapat dilakukan dalam
antibiotika lain dengan preparat satu kali analisis.
tertentu. Sedangkan penggunaan 3. Gas Chromatography (GC)
jenis antibiotika lain yaitu atau Khromatografi Gas
antibiotika yang dapat (KG), dapat dipergunakan
dipergunakan baik di bidang untuk analisis antibiotika
kedokteran hewan maupun untuk golongan khloramfenikol.
manusia.
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

Prinsip analisis residu


antibiotika dengan kromatografi
diperlukan 3 tahapan, yaitu: II. MATERI DAN
METODE
1. Tahap ekstraksi,
pemisahan antibiotika dari Analisis Residu Antibiotika
matriks lain (lemak, protein dengan Metode Bioassay.
dsb) dengan bahan larutan
Bahan dan Alat
buffer atau bahan organik
lain (pelarut antibiotika) Bahan yang dibutuhkan
dengan cara pengocokan, untuk pengujian residu antibiotika
biasanya menggunakan mencakup Bacillus cereus ATCC
alat shaker atau vortex. 11778, Bacillus subtilis ATCC
2. Tahap pemurnian, 6633, Kocuria rizophilla/M.luteus
kebanyakan dilakukan ATCC 9341, Bacillus
dengan teknik yang cepat stearothermophillus ATCC 7953,
dan efisien dalam Natrium penisillin, Oksitetrasiklin
pemakaian bahan kimia, hidroklorida, Kanamisin sulfat,
yaitu teknik solid phase Tilosin tartrat, bacto pepton,
extraction (SPE), dengan bacto agar, beef extract, yeast
mempergunakan catridge extract, glucosa, dextrosa, paper
dan paling banyak dish blank.
menggunakan catridge
C18. Peralatan yang dibutuhkan
3. Tahap deteksi, yaitu hasil antara lain : pinset, gunting,
pemurnian diinjeksikan termos dingin, cawan petri,
pada alat KCKT atau KG incubator, freezer, refrigerator,
atau spotting pada plat stomacher, timbangan analitik,
KLT dan diikuti dengan anaerobic jar, mikro pipet, tabung
injeksi larutan standar reaksi, tabung durham, labu
antibiotika sebagai erlenmeyer, ose, api bunsen, pH
pembanding dan larutan meter, laminar air flow, autoclave,
fase gerak yang spesifik gelas ukur, oven.colony
tiap jenis antibiotika. counter,.mikroskop, evaporator,
homogenizer

Beberapa pemeriksaan Metode


residu antibiotika dengan cara
cepat, yaitu uji screening 1. Pengambilan sampel
berdasarkan hambatan mikroba Sampel daging segar diambil
dan telah dikembangkan untuk di rumah potong hewan, pasar
deteksi residu antibiotika dan tradisional, pasar swalayan
golongan sulphonamida dalam dan depot daging, Sampel
jaringan yaitu Calf Antibiotic and telur diambil di pasar
Sulfonamide Test (CAST) dan tradisional, pasar swalayan,
Fast Antimicrobial Screen Test sedangkan sampel susu
(FAST) yang masing- masing diambil di peternakan sapi
memerlukan waktu dalam 18 jam perah dan pasar swalayan.
dan 6 jam (Dey et al., 2005).
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

2. Penanganan dan transportasi kisaran kurva baku, apabila


sampel diameter hambatan yang terbentuk
melebihi nilai kurva baku maka
Semua sampel daging sampel harus diencerkan (Anon,
ditangani secara aseptis. 2008)
Sampel yang diperoleh
disimpan dan ditransportasikan
pada suhu dingin. Sedangkan
sampel telur diletakkan pada III. HASIL
rak telur.
Hasil uji residu antibiotika
3. Pengujian residu antibiotika terhadap 2803 sampel daging,
(bioassay) susu dan telur yang berasal dari
Provinsi Bali, NTB dan NTT,
Sampel diuji secara kualitatif menunjukkan bahwa residu
dengan metosde bioassay (SNI antibiotika golongan penisillin,
7424, 2008). Sampel ditimbang tetrasiklin, aminoglikosida dan
sebanyak 10 gram dipotong kecil- makrolida masih ditemukan pada
kecil ditambahkan pelarut dapar sampel telur ayam, itik dan puyuh
fosfat sebanyak 20 ml dan (0,3-9,15%), sedangkan sampel
disentrifus. Setelah disentrifus daging dan susu tidak ditemukan
diambil supernatannya. Kertas residu antibiotika. Residu
cakram diletakkan di atas media antibiotika yang paling banyak
yang telah ditambahkan bakteri uji ditemukan yaitu golongan
sesuai dengan jenis antibiotika aminoglikosida dan makrolida
yang akan diuji, kemudian ditetesi pada pada sampel telur. Residu
dengan suspensi sampel dan golongan aminoglikosida pada
kontrol antibiotika sebanyak 75 ul, telur ayam, telur itik dan telur
diinkubasikan selama 16-18 jam puyuh masing-masing 8,4%,
untuk golongan makrolida dan 2,66% dan 9,15%. Sedangkan
aminoglikosida pada temperatur residu golongan makrolida pada
360C ± 10C, golongan tetrasiklin sampel telur ayam sebanyak
pada temperatur 300C ± 10C dan 2,8%, telur itik 0,89% dan telur
golongan penisillin pada puyuh 7,89%. Hasil
temperatur 550C ± 10C. Diameter selengkapnya disajikan dalam
hambatan yang terbentuk pada dalam tabel dan gambar 1 di
sampel sebaiknya berada dalam bawah ini.
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

Tabel 1.
Prosentase residu antibiotika pada pangan asal hewan di wilayah Provinsi
Bali, NTB dan NTT Tahun 2013

Jenis Jenis Residu Antibiotika


sampel

Golongan Golongan Golongan Golongan


Penisillin Tetrasiklin Aminoglikosida Makrolida
(%) (%) (%) (%)

Daging 0 0 0 0

Telur 0,94 1,07 8,4 2,8


ayam

Telur itik 0,3 0,3 2,66 0,89

Telur 0,32 0,94 9,15 7,89


puyuh

Susu 0 0 0 0

10
8 Penisillin

6 Tetrasiklin

4 Aminoglikosida
Aminoglikosida Makrolida
2
0 Penisillin

Daging Telur Telur Telur Susu


ayam itik puyuh

Gambar 1,

Prosentase residu antibiotika pada sampel daging dan telur asal provinsi
Bali, NTB dan NTT
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

IV. PEMBAHASAN yang cukup penting, tidak hanya


untuk menjamin kesehatan ternak
tetapi juga mencegah terjadinya
transmisi penyakit dari hewan ke
Hasil uji residu antibiotika
manusia (zoonosis) dan
menunjukkan bahwa residu
meningkatkan efisiensi sistem
antibiotika golongan penisillin,
produksi. Namun demikian,
tetrasiklin, aminoglikosida dan
aplikasinya harus disertai dengan
makrolida masih ditemukan pada
kontrol yang baik agar tidak
sampel pangan asal hewan di
menimbulkan residu pada
Bali, NTB dan NTT. Residu
pangan asal hewan. Pangan asal
antibiotika banyak ditemukan
hewan yang mengandung residu,
pada sampel telur baik telur
apabila dikonsumsi dapat
ayam, telur itik maupun telur
menyebabkan gangguan
puyuh (0,3-9,15%). Hal ini bisa
kesehatan pada manusia.
terjadi mengingat ayam petelur,
itik maupun puyuh dipelihara
secara intensif dan dalam kurun
waktu yang cukup lama sehingga Dampak Residu Antibiotika
seluruh waktu hidupnya dalam Pangan Asal Hewan
mendapatkan antibiotika yang
ditambahkan dalam pakan Pemakaian antibiotika
maupun dalam minuman. sebagai pengobatan atau terapi
Antibiotika golongan atau sebagai imbuhan pakan
aminoglikosida (streptomysin) seperti telah disebutkan diatas
yang dikombinasi dengan dapat meningkatkan produksi
penisillin banyak dipergunakan ternak sehingga dapat mengejar
pada ternak unggas dan babi. target yang diinginkan bagi para
peternak. Tetapi disisi lain
Antibiotikia golongan pemakaian antibiotika dapat
makrolida terutama tilosin sering menyebabkan beberapa
dipergunakan sebagai anti- masalah, apabila pemberian
mikoplasma dan anti-treponema, antibiotika tidak beraturan yang
sedangkan antibiotika golongan dapat menyebabkan residu
penisillin merupakan senyawa dalam jaringan-jaringan atau
antibakterial yang cukup organ hewan. Residu ini dapat
potensial dan efektif terhadap membahayakan bagi kesehatan
berbagai spesies Gram negatif manusia yang
dan Gram positif. Antibiotika mengkonsumsinya, karena dapat
golongan penisillin juga sering menyebabkan reaksi alergi,
ditambahkan dalam pakan dan reaksi resistensi akibat
efektif untuk menstimulasi laju mengkonsumsi dalam
pertumbuhan, berat dan konsentrasi rendah dalam jangka
komposisi karkas dan efisiensi waktu yang lama.
konversi pakan pada ternak
muda (Soeparno, 1994). Dengan bahayanya efek
residu terhadap kesehatan, maka
Penggunaan antibiotika ada ketentuan nilai Batas
tersebut mempunyai peranan Maksimum Residu (BMR) dalam
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

produk ternak untuk masing- imunopotologik) dan dampak


masing antibiotika yang ekonomi.
berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. 01-6366- 1. Bahaya Toksikologi:
2000. Pada ketentuan SNI tertera a. Mutagenik dimana
daftar jenis antibiotika dan residu antibiotik
metabolitnya, serta diikuti dengan dapat
nilai BMR dalam masing-masing menyebabkan
produk ternak (daging, susu dan terjadinya
telur). Dengan adanya ketentuan perubahan genetik;
ini dapat mengetahui efek b. Teratogenik dimana
keberadaan residu dalam produk residu antibiotika
ternak, apakah masih aman dapat
untuk dikonsumsi apabila menyebabkan
dibawah nilai BMR atau terjadinya cacat
berbahaya bagi kesehatan lahir/cacat bawaan;
manusia, apabila kandungan c. Karsinogenik
residu sudah melewati nilai BMR. dimana residu
Kemudian ada juga ketentuan antibiotika dapat
nilai BMR menurut The European menyebabkan
Union tahun 1995, yang timbulnya sel-sel
ketentuan nilai BMR nya sedikit kanker atau pemicu
berlainan, misalnya untuk tunbuhnya kanker
antibiotika spiramisin dengan nilai 2. Bahaya Mikrobiologis :
BMR 0,2 mg/kg, sedangkan Resistensi pengobatan
menurut SNI (2000), nilai BMR antibiotika; Gangguan
untuk spiramisin: 0,05 mg/kg pertumbuhan flora
(Anon, 2000). normal usus
3. Bahaya Imunopatologi :
Reaksi alergis
Dampak Kesehatan Secara langsung, efek
penggunaan antibiotik yang
Pemberian antibiotika kurang tepat selama beberapa
secara tidak terkontrol pada dekade terakhir, dapat
ternak, sangat beresiko sebagai menimbulkan resistensi terhadap
penyebab keberadaan residu mikroorganisme. Semakin lama
antibiotika pada produk yang waktu bakteri terpapar dengan
dihasilkan, termasuk produk hasil antibiotik maka akan semakin
olahannya. Residu adalah bahan tinggi kesempatan terjadinya
induk atau metabolit yang mutasi, sehingga menimbulkan
terakumulasi atau tersimpan strain yang kurang sensitif
dalam sel atau jaringan. Secara terhadap antibiotik tersebut.
umum dampak negatif residu akibatnya, pengobatan menjadi
antibiotika pada produk hewan lebih kompleks, proses
adalah dampak kesehatan penyembuhan lebih lama, dan
(bahaya toksikologik, penyakit menjadi semakin parah,
mikrobiologik dan bahkan pada beberapa kasus
menimbulkan kematian.
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

Sedangkan secara tidak antibiotika baik untuk pengobatan


langsung, antibiotik pada maupun sebagai imbuhan pakan,
manusia dapat memiliki efek maka semakin besar manfaat
samping yang cukup serius, yang diperoleh dan semakin
seperti penekanan aktivitas besar resiko dalam tercapainya
sumsum tulang yang berakibat keamanan pangan. Untuk
pada gangguan pembentukan memperoleh manfaat yang
sel-sel darah merah. Kondisi ini sebesar-besarnya dan
dapat menyebabkan aplastik meminimalkan risiko ini, maka
anemia yang secara potensial penggunaan antibiotika dalam
berakibat fatal. Oleh sebab itu, bidang peternakan, perlu
bahaya residu antibiotik pada langkah-langkah sebagai berikut:
pangan asal hewan ini perlu
mendapat perhatian serius dan a) Langkah pengamanan
penting untuk menjamin dalam penggunaan
keamanan pangan bebas antibiotika dalam terapi
antibiotik. penyakit infeksi
Penggunaan antibiotika
untuk terapi harus
didasarkan atas diagnosa
Dampak Ekonomi yang tepat dan
penggunaannya lebih
selektif, seperti:
Penolakan produk
 Pembatasan dalam
terutama bila produk tersebut di
pemakaiannya
ekspor ke negara yang konsisten
 Pergiliran antibiotika
dan serius dalam menerapkan
yang dipakai
sistem keamanan pangan.
Residu antibiotika pada susu  Diversifikasi dengan
dapat menghambat efek kultur memanfaatkan
starter bakteri yang digunakan penemuan
dalam membuat produk susu antibiotika yang
yang mengalami proses baru
fermentasi, sehingga  Kombinasi
menyebabkan kerugian di industri antibiotika yang
pengolahan susu. Bahkan telah teruji
gangguan yang terjadi dalam b) Langkah pengamanan
memproduksi susu yang melalui dalam penggunaan
proses fermentasi di industri antibiotika dalam
pengolah susu kemungkinan profilaksis:
disebabkan karena adanya residu  Pengobatan dan
antibiotika pencegahan
penyakit dilakukan
pada saat sapi
Upaya Penanggulangan dikeringkan dengan
Penggunaan Antibiotika dosis yang lebih
besar, sehingga
Semakin besar terhindar terjadinya
peningkatan penggunaan residu pada saat
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

laktasi. Sebagai mengurangi dampak


contoh dalam residu.
pengobatan  Mencari withdrawal
penyakit mastitis. time yang pendek
 Peningkatan dari macam
kebersihan kandang antibiotika yang
dan perbaikan digunakan.
manegemen dapat Langkah- langkah yang
mengurangi telah disebutkan di atas, dapat
penggunaan terlaksana dengan baik apabila
antibiotika dan para tenaga lapangan dari Dinas
mengurangi infeksi Peternakan atau dari perusahaan
silang. swasta ikut partisipasi dalam
 Menyediakan membantu untuk memberikan
preparat antibiotika informasi atau pengawasan
yang khusus untuk dalam penggunaan antibiotika.
obat hewan, tidak Pengawasan atau kontrol residu
digunakan antibiotika dalam produk ternak,
pengobatan untuk terutama untuk susu dan daging
manusia. yang diolah, perlu penerapan
c) Langkah pengamanan HACCP (Hazard Analysis Critical
dalam penggunaan Control Point), salah satu sistim
antibiotika sebagai pemicu manajemen keamanan pangan
pertumbuhan (growth yang merupakan antisipasi
promotor), maka perlu adanya residu antibiotika dapat
dipertimbangkan hal- hal dilakukan dengan kontrol
sebagai berikut: terhadap bahan baku, sehingga
 Adanya standarisasi dapat dilakukan pencegahan
pemakaian dengan menolak bahan baku
antibiotika sebagai yang mengandung residu
imbuhan pakan. antibiotika (Sri Dadi, 1990).
 Pemberian
informasi yang jelas
mengenai V. KESIMPULAN DAN
withdrawal time SARAN
period untuk
masing- masing Kesimpulan
antibiotika yang
digunakan. Berdasarkan pengamatan
 Melakukan residu antibiotika dari sampel
pemantauan pangan asal hewan dari
terhadap adanya beberapa daerah dapat diambil
bakteri- bakteri yang kesimpulan bahwa masih
resisten. ditemukan adanya residu
 Pemberian antibiotika pada pangan asal
informasi tentang hewan khususnya telur yang
daya kerja mengindikasikan bahwa
antibiotika untuk pemakaian antibiotika
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

dipeternakan ayam, itik dan 7424:2008. ICS 67.050. Badan


puyuh masih cukup tinggi Standardisasi Nasional.
Pemberian antibiotika Anonimus, 2009. Kumpulan
secara tidak terkontrol pada Peraturan Menteri Pertanian
ternak, sangat beresiko sebagai Bidang Kesehatan Masyarakat
penyebab keberadaan residu Veteriner. Direktorat Jenderal
antibiotika pada produk yang Peternakan. Departemen
dihasilkan, termasuk produk hasil Pertanian.
olahannya
Dey, B. P., N. H. Thaker, Susan,
Perlu penerapan HACCP A. Bright dan A. M. Thaler. 2005.
untuk memperoleh produk Fast antimicrobial screen test
pangan asal hewan yang lebih (FAST): Improved screen test for
bermutu dan lebih aman bagi detecting antimicrobial residues
konsumen. in meat tissue. J. AOAC
International. 88(2) 440-447.
Murdiati, T.B., dan S.Bahri, 1991.
Saran Pola Penggunaan Antibiotika
Dalam Peternakan Ayam Di Jawa
Petugas perlu melakukan
Barat, Kemungkinan Hubungan
pengawasan terhadap peredaran
Dengan Masalah Residu.
dan pemakaian obat-obatan di
Preceeding Kongres Ilmiah ke-8
peternakan untuk menghindari
ISFI. Jakarta
adanya residu pada pangan asal
hewan. Soeparno, 1994. Ilmu dan
Teknologi Daging. Cetakan Ke
dua. Gajah Mada University
I. DAFTAR PUSTAKA Press. Yogyakarta.
Sri Dadi, W. 1990. Tinjauan
penggunaan antibioitka di
Anonimus, 2000. Batas Indonesia saat ini dan yang akan
Maksimum Cemaran Mikroba dan datang. Kumpulan Makalah
Batas Maksimum Residu dalam Seminar Nasional Penggunaan
Bahan Makanan Asal Hewan. Antibiotika dalam Bidang
Dewan Standarisasi Nasional- Kedokteran Hewan. PDHI.
DSN. Standard nasional Jakarta. hal. 1- 11.
Indonesia-SNI No. 01-6366-2000.
Direktorat Kesehatan Masyarakat
Veteriner. Direktorat Jenderal
Produksi Peternakan.
Departemen Pertanian.
Anonimus, 2008. Metode Uji tapis
(Screening Test) Residu
Antibiotika pada Daging, Telur
dan Susu secara Bioassay.
Standar Nasional Indonesia (SNI)
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 85, Desember 2014 ISSN : 0854-901X

Anda mungkin juga menyukai