Anda di halaman 1dari 16

OPTIMASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR DALAM

FORMULA EMULSI TOPIKAL PENGHILANG KUTU PADA ANJING

Zunita Nurhais1; Setyawan Eka Indra1; Prasetia Jemmy Anton I.G.N1; I G.N.A.
Dewantara Putra1

1
Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana
latuamury_23@hotmail.com

ABSTRACT

Has been studied physical stability of emulsion using Triethanolamine as emulsifying


agent in storage. This research was performed to observe the stability of the emulsion during
storage. Formula made with different concentrations of emulsifying agent Triethanolamine
(2%, 5%, and 8%) and then continued with physical emulsion stability test which includes
testing of emulsion type, appearance, phase separation of emulsions, viscosity and pH and
also accelerated testing by centrifugation 3750 rpm to see the stability of the emulsion if it
was stored for one year and temperature manipulation was performed to see the instability of
the emulsion. Emulsion stability test was performed every week during a month in room
temperature (27-28oC). Data of emulsion phase separation, viscosity and pH were analyzed
statistically using ANOVA and sought correlation with simple regression linear.

From the results revealed that the three formulas may affect the stability of the
emulsion during a month of storage. The formula with 2% concentration of Triethanolamine
more stable than the other two formulas and a formula that produces the least phase
separation in the emulsion after a month of storage and has the most stable viscosity among
the other formulas.

Key words: emulsion, stability, Trietanolamine

PENDAHULUAN hewan. Padahal penyakit pada hewan


semakin bertambah jenisnya.
Dewasa ini tingkat perkembangan Di Indonesia sendiri
ilmu pengetahuan kesehatan terus-menerus perkembangan farmasi veteriner belum
meningkat termasuk juga dalam bidang begitu berkembang padahal peluang obat
farmasi. Namun pengembangan obat-obat veteriner sangat luas dan terbuka. Saat ini
baru masih banyak dilakukan hanya untuk sebagian besar obat untuk hewan
mengobati berbagai penyakit pada peliharaan rumah (pet animals) adalah
manusia. Tidak sama halnya dengan berupa obat impor (paten dan generik
pengembangan obat untuk manusia, dengan nama dagang) dimana obat impor
penelitian mengenai pengembangan obat ini tentunya memiliki harga yang jauh
untuk hewan masih sangat sedikit lebih mahal, sehingga dengan membuat
dilakukan. Hal ini dapat dibuktikan obat veteriner di Indonesia merupakan
dengan masih jarangnya formula peluang bisnis veteriner yang cukup
farmasetik yang khusus ditujukan untuk menjanjikan dan dapat dikembangkan.
Apalagi kini makin banyak penggemar insektisida Deltametrin 0,6% terhadap
hewan dan makin tingginya kebutuhan Rhipicephalus sanguineus telah dilakukan
akan kesehatan dan kecantikan hewan pada tahun 2007, menunjukkan bahwa
peliharaan terbukti dengan makin Deltametrin 0,6% sangat baik untuk
berjamurnya klinik hewan dan pet shop mengontrol Rhipicephalus sanguineus
(PB PDHI, 2010). (Sudira, 2009). Bahan aktif Deltametrin
Produk dari farmasi veteriner yang bersifat lipofil sehingga harus dibuat
memiliki peluang pasar yang besar dan dalam bentuk sediaan emulsi. Selain itu
cukup menjanjikan khususnya di Bali juga karena adanya bahan tambahan yang
yaitu produk kesehatan untuk anjing. Data merupakan golongan lemak yang
resmi pemerintah Bali tahun 2009 ditambahkan kedalam campuran emulsi.
menyebutkan ada 408.673 ekor anjing di Kestabilan dari suatu sediaan emulsi
Provinsi Bali. Jumlah yang tidak sedikit sangat dipengaruhi oleh emulgator yang
ini menunjukkan peluang penularan digunakan. Emulgator merupakan
penyakit yang sangat tinggi dari anjing ke komponen penting dalam formula sediaan
manusia. Tingginya interaksi anjing dan emulsi untuk menghasilkan dan menjaga
manusia ini maka sangat perlu stabilitas emulsi selama penyimpanan dan
diperhatikan kesehatan dan kebersihan pemakaian. Tanpa adanya emulgator,
dari anjing tersebut karena dikhawatirkan maka emulsi akan segera pecah dan
anjing dapat menjadi hospes dari penyakit terpisah menjadi fase terdispersi dan
yang mampu menjangkiti manusia. medium pendispersinya (Anief, 2007).
Namun kebanyakan penanganan masalah Ada banyak zat pengemulgator yang
kesehatan anjing masih menggunakan umumnya digunakan dalam bidang
produk yang biasanya digunakan juga oleh farmasi, salah satunya adalah
manusia (anonim a, 2010). Trietanolamin. Sebagai emulgator
Salah satu hal yang perlu konsentrasi Trietanolamin yang digunakan
diperhatikan dalam menggunakan suatu berbeda-beda yaitu menurut Kibbe (2000)
produk topikal untuk anjing yaitu pH kulit yaitu antara 2-4%. Menurut Wilson (1930)
anjing dimana pH normal kulit anjing penggunaan Trietanolamin sebagai
berkisar antara 7,37-8,07 yang cenderung emulgator adalah sebesar 5%. Sedangkan
bersifat basa (Young et al., 2002). Angus Chemical Company (2007)
Sedangkan kulit kepala manusia memiliki menyatakan penggunaan Trietanolamin
pH fisiologis berkisar antara 4,5-6,5 sebagai emulgator sebesar 1,5-2 % dan
sehingga bersifat asam lemah (Tranggano menurut Weinstein dan Paramus (1975)
dan Fatma, 2007). Oleh sebab itu, formula yaitu 8-12% sebagai emulgator.
sediaan untuk manusia tidak dapat Berdasarkan pertimbangan tersebut,
digunakan pada anjing karena dapat penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
mengganggu keseimbangan pH pada kulit pengaruh konsentrasi penggunaan
anjing dan dapat menimbulkan masalah Trietanolamin pada konsentrasi 2%, 5%
seperti iritasi sampai kerontokan bulu pada dan 8% sebagai emulgator terhadap
anjing (Bunawan, 2008). stabilitas emulsi topikal penghilang kutu
Masalah yang umumnya terjadi anjing yang mengandung bahan aktif
pada anjing yaitu adanya gangguan kutu. Deltametrin 0,6% dan menentukan
Penanganan masalah penyakit yang konsentrasi emulgator yang paling
disebabkan oleh kutu anjing dapat diatasi optimum untuk digunakan.
dengan penggunaan sediaan topikal yang Tujuan dari penelitian ini adalah
mengandung bahan aktif Deltametrin untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
0,6%. Deltametrin sering kali juga penggunaan Trietanolamin sebagai
digunakan untuk mengontrol penyebaran emulgator dengan variasi 2%, 5% dan 8%
penyakit yang dibawa oleh caplak terhadap stabilitas emulsi topikal
terutama pada anjing (Bowman, 2006). penghilang kutu anjing yang mengandung
Suatu percobaan untuk mengevaluasi bahan aktif Deltametrin 0,6% dan untuk
mengetahui konsentrasi emulgator rpm, dilakukan pengadukan kontinu
o
Trietanolamin yang paling optimum hingga mencapai suhu ruang (27-28 C).
digunakan dalam formula emulsi topikal C. Uji Tipe Emulsi
penghilang kutu anjing yang mengandung Uji tipe emulsi dilakukan pada awal
bahan aktif Deltametrin 0,6%. (setelah sediaan dibuat) dan akhir
pengamatan (setelah 4 minggu) dengan
cara meneteskan sebanyak 1 tetes sediaan
BAHAN DAN METODE dan ditempatkan di atas gelas objek,
ditambah 1 tetes larutan Sudan III,
Bahan dicampur merata, diamati di bawah
Bahan penelitian yang digunakan adalah mikroskop, jika terjadi warna merah
Deltametrin (Butox®), Trietanolamin, homogen pada fase luar, maka tipe emulsi
CMC Na, Lexgard-p, alfa tokoferol, adalah air dalam minyak (A/M). Dan
aquades, dan asam sitrat. sebanyak 1 tetes sediaan berbeda
ditempatkan di atas gelas objek, ditambah
Alat 1 tetes larutan metilen blue, dicampur
Alat yang digunakan adalah timbangan merata, diamati di bawah mikroskop, jika
elektrik, sendok tanduk, cawan porselen, terjadi warna biru homogen pada fase luar,
termometer, gelas beker, stirer, gelas ukur, maka tipe emulsi adalah minyak dalam air
tabung reaksi, pipet ukur, pipet tetes, (M/A). Sebanyak 1 tetes sediaan
batang pengaduk, pH-meter (Oakton pH ditempatkan pada gelas beaker yang telah
510 series), viskometer Brooke field (DV- berisi aquades sebanyak 10 mL, diamati,
E), aluminium foil, oven dan heater. jika sediaan dapat larut dengan sempurna
maka tipe emulsi adalah minyak dalam air
Prosedur Kerja (M/A).
A. Kontrol Kualitas Bahan Baku
Kontrol kualitas bahan baku bertujuan D. Uji organoleptis
untuk mengidentifikasi mutu bahan-bahan Diamati ada tidaknya perubahan bau,
yang digunakan dalam formulasi. Hal ini perubahan warna dan pertumbuhan jamur
dapat dilihat pada COA (Certificate of pada sediaan setiap minggu selama 4
Analysis) yang terlampir pada masing- minggu.
masing bahan.
E. Uji koalesensi
B. Prosedur Kerja Uji ini dilakukan dengan pengocokan
Ditimbang dan diukur bahan-bahan yang ringan pada sediaan emulsi selama satu
digunakan sesuai pada Tabel 3.3. Aquades menit setelah penyimpanan empat minggu
dimasukkan ke dalam gelas beaker, pada suhu ruang. Diamati sifat emulsi
ditambahkan CMC Na stirrer 500 rpm yang terjadi bersifat reversibel atau
selama 5 menit, ditambahkan irreversibel.
Trietanolamin 500 rpm selama 5 menit,
dipanaskan hingga suhu 75oC dengan F. Evaluasi stabilitas emulsi pada suhu
pengadukan (campuran I). Lanolin dilebur o
normal/ruang (T=27 C)
secara terpisah pada suhu 60oC. Gliseril Uji pemisahan fase emulsi dilakukan
monostearat, alfa tokoferol, Lanolin, dengan menempatkan sediaan dalam
Lexgard-p dan Deltametrin dicampur, tabung reaksi (tinggi = 8 cm), diamati
dipanaskan hingga suhu 75oC dengan pemisahan fase emulsinya setiap minggu
pengadukan (campuran II). Campuran II selama 4 minggu. Uji viskositas dilakukan
dimasukkan ke dalam campuran I secara dengan menempatkan sediaan dalam
perlahan sambil diaduk dengan stirer 1000 beaker flask viscotester, viskositas sediaan
o
rpm hingga suhunya turun mencapai 45 C. diukur menggunakan viskometer Brooke
Kecepatan stirrer diturunkan menjadi 100 field (DV-E) dengan spindle nomor 2 pada
kecepatan 60 rpm. Pengujian dilakukan
setiap seminggu selama 4 minggu. Uji > 0,05 = H0 diterima, menyatakan
stabilitas pH dilakukan dengan sebaliknya.
menempatkan sediaan dalam gelas beaker, H0 : µ 1 = µ 2 = µ 3
pH sediaan diukur menggunakan pH- H1 : tidak semua mean sama
meter Oakton pH 510 series. Pengujian Tingkat signifikansi ( ) = 5
dilakukan setiap seminggu selama 4 % (0,05)
minggu. Pengujian dilanjutkan dengan uji Least
Significant Different (LSD). Uji LSD
G. Evaluasi stabilitas emulsi dipercepat dilakukan untuk mengetahui perbedaan
a) Sentrifugasi pengaruh yang diberikan antar formula.
Sediaan dimasukkan dalam Perbedaan bermakna antar formula dapat
tabung sentrifugasi (tinggi = 10 dilihat dari nilai signifikan pada output
cm). Bagian mulut tabung SPSS yang menunjukkan Sig. < 0,05,
ditutup rapat. Diputar pada alat begitu pula sebaliknya. Penentuan formula
sentrifugasi dengan kecepatan dengan stabilitas fisik optimum ditentukan
3750 rpm selama 5 jam. Derajat dari formula optimum untuk tiap-tiap
pemisahan diamati dan diukur pengujian.
setiap jam.
b) Manipulasi suhu HASIL DAN PEMBAHASAN
Sediaan disimpan pada suhu
o
rendah (4 C) tidak kurang dari 48 Pemilihan zat pengemulsi harus
jam kemudian penyimpanan menjamin bahwa produk yang dihasilkan
dipindahkan pada suhu tinggi stabil selama masa penyimpanan.
(40oC) tidak kurang dari 48 jam (1 Kestabilan emulsi dicirikan dengan tidak
kali siklus). Perlakuan tersebut adanya penggabungan dan pemisahan fase
diulang terus hingga 8 kali siklus. dalam, tidak adanya creaming dan
Diukur viskositas sediaan dan ada flokulasi, tidak terjadi perubahan kimia
tidaknya gejala ketidakstabilan dan fisika, serta tidak adanya inverse fase
emulsi setelah 8 kali siklus. (perubahan tipe emulsi m/a menjadi a/m
atau sebaliknya dan bersifat irreversible).
F. Analisis Data Stabilitas emulsi dapat dilihat setelah
Masing-masing formula dibuat penyimpanan produk selama waktu
dengan replikasi sebanyak 3 kali. Data simpannya (shelf-life), namun cara ini
yang diperoleh dari pengukuran volume membutuhkan waktu yang lama.
pemisahan fase, viskositas dan pH sediaan Sedangkan siklus pengembangan produk
pada suhu normal/ruang (27-28oC) dan kosmetik relatif singkat. Sehingga
pengujian dipercepat dianalisis secara digunakan pengujian stabilitas dipercepat
statistik menggunakan software SPSS for untuk memperkirakan stabilitas jangka
windows 17.0 dengan metode Analysis of panjang. Tes stabilitas dipercepat untuk
Variance (ANOVA), dengan taraf memprediksikan seberapa jauh produk
kepercayaan 95%. ANOVA digunakan akan tahan terhadap tekanan dan
untuk melihat pengaruh variasi konsentrasi temperatur ekstrim (Lachman et al.,
emulgator Trietanolamin terhadap 2008). Tujuan dari penelitian ini adalah
parameter stabilitas fisik emulsi dilihat untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
dari nilai signifikan pada output SPSS. emulgator Trietanolamin terhadap
Hipotesis nol yang diajukan dalam stabilitas fisik sediaan emulsi. Sediaan
penelitian ini adalah tidak ada. Nilai < dibuat dalam 3 variasi konsentrasi
0,05 = H0 ditolak, menyatakan terdapat emulgator yaitu 8 % (formula I), 5%
perbedaan terhadap parameter stabilitas (formula II) dan 2 % (formula III). Uji
fisik emulsi dari ketiga formula dengan stabilitas fisik emulsi dilakukan setiap
konsentrasi emulgator yang berbeda. Nilai minggu selama 1 bulan. Pengujian
stabilitas emulsi meliputi : stabilitas
emulsi pada suhu ruang (27-28oC) I Dapat Memb Memb m/a
meliputi tipe emulsi, organoleptis dan diencer erikan erikan
koalesensi, derajat pemisahan fase emulsi, kan warna warna
viskositas dan pH serta pengujian dengan biru merah
dipercepat dengan sentrifugasi dan variasi air yang yang
suhu yaitu pemisahan fase dan viskositas. merata tidak
Masing-masing formula diberikan merata
perlakuan uji yang sama. II Dapat Memb Memb m/a
diencer erikan erikan
A. Stabilitas Emulsi pada Suhu kan warna warna
Normal/Ruang (27-28oC) dengan biru merah
Uji Tipe Emulsi dan Koalesensi air yang yang
merata tidak
Tabel 4.1 Hasil pengujian tipe emulsi merata
III Dapat Memb Memb m/a
Pengujian awal diencer erikan erikan
Metode Pengujian Tipe kan warna warna
Tip
Emulsi dengan biru merah
For e
Pengen Pewar Pewar air yang yang
mula Em
ceran naan naan merata tidak
ulsi
Metile Sudan merata
n Blue III Keterangan : m/a = minyak dalam air
I Dapat Memb Memb m/a
diencer erikan erikan Pengujian tipe emulsi dilakukan
kan warna warna untuk membuktikan bahwa sediaan yang
dengan biru merah dibuat merupakan tipe emulsi m/a dengan
air yang yang melakukan beberapa metode yaitu
merata tidak pengenceran dan pewarnaan. Metode
merata pengenceran dilakukan dengan
II Dapat Memb Memb m/a mengencerkan emulsi yang dibuat dengan
diencer erikan erikan menggunakan air dimana ketiga formula
kan warna warna tersebut larut dengan cepat pada air ketika
dengan biru merah dilarutkan. Berdasarkan hasil pengujian
air yang yang tipe emulsi dengan metode pengenceran
merata tidak diketahui bahwa formula I, formula II dan
merata formula III dapat diencerkan dengan air
III Dapat Memb Memb m/a dan merupakan tipe emulsi minyak dalam
diencer erikan erikan air (m/a). Anief (2007) menyebutkan
kan warna warna bahwa bila emulsi dapat diencerkan
dengan biru merah dengan air maka tipe emulsi adalah
air yang yang minyak dalam air.
merata tidak Pengujian selanjutnya yaitu
merata dengan metode pewarnaan dimana
digunakan dua pewarna yaitu metilen blue
Pengujian Minggu ke-4 yang merupakan pewarna yang larut dalam
Metode Pengujian Tipe air dan pewarna sudan III yang merupakan
Tip pewarna yang larut dalam minyak.
Emulsi
For e Masing-masing formula diteteskan dengan
Pengen Pewar Pewar Em
mula pewarna metilen blue dan pewarna sudan
ceran naan naan
ulsi III pada gelas objek yang berbeda
Metile Sudan
n Blue III kemudian diamati dibawah mikroskop.
Pengujian dengan metode pewarnaan
menggunakan sudan III memberikan A. Pengamatan Organoleptik
warna merah yang tidak merata, Telah dilakuakan pengamatan
sedangkan pewarnaan menggunakan organoleptis pada penyimpanan suhu
metilen blue memberikan warna biru normal/ruang (27-28oC). Parameter uji
merata. Pewarnaan emulsi menggunakan organoleptis meliputi perubahan bau,
sudan III memberikan warna merah yang perubahan warna dan pertumbuhan jamur.
tidak merata karena sudan III yang bersifat Pengamatan dilakukan setiap minggu
lipofil akan terlarut ke dalam globul- selama 4 minggu penyimpanan. Hasil
globul fase minyak yang terdispersi pengamatan organoleptis dapat dilihat
didalam fase air. Pewarnaan emulsi pada tabel 4.3.
menggunakan metilen blue memberikan Tabel 4.3 Hasil pengamatan
warna biru yang merata karena metilen organoleptis
blue yang bersifat hidrofil akan terlarut Pengamatan Organoleptik
pada fase air emulsi bagian luar yang Min Formula Formula Formula
menyelimuti fase minyak. Dengan ggu I II III
demikian tipe emulsi formula I, formula II ke- P P P P P P P P P
dan formula III merupakan emulsi tipe B W J B W J B W J
minyak dalam air. 1 - - - - - - - - -
Pengujian tipe emulsi untuk formula 2 - - - - - - - - -
I, formula II dan formula III setelah 3 - - - - - - - - -
penyimpanan selama 4 minggu pada suhu 4 - - - - - - - - -
o
normal/ruang (27-28 C) Keterangan :
memperlihatkankan hasil yang sama PB : Perubahan Bau
dengan pengujian tipe emulsi awal. Hal ini PW : Perubahan Warna
menunjukkan bahwa sediaan emulsi PJ : Pertumbuhan
formula I, formula II dan formula III tidak Jamur
mengalami perubahan tipe emulsi atau + : Terjadi
inversi fase selama waktu penyimpanan. - : Tidak Terjadi
Tabel 4.2 Hasil pengujian koalesensi Hasil ini menunjukan bahwa
sediaan emulsi yang dibuat stabil
Sifat emulsi
karena tidak terjadi perubahan bau,
setelah
Formula pengocokan Kesimpulan
warna dan juga tidak terdapat
ringan selama pertumbuhan jamur. Tidak adanya
1 menit pertumbuhan jamur menandakan
I Reversibel Non bahwa pengawet yang digunakan
koalesensi cukup untuk menghambat
II Reversibel Non pertumbuhan jamur.
koalesensi
III Reversibel Non B. Penyimpanan pada suhu ruang
koalesensi Pengujian stabilitas emulsi
pada suhu normal dilakukan dengan
Pengujian koalesensi dilakukan memasukkan sediaan emulsi yang baru
dengan cara pengocokan ringan selama 1
dibuat kedalam tabung-tabung kecil
menit terhadap masing-masing formula
yang telah diukur tingginya yaitu 8 cm.
yaitu formula I, formula II, formula III.
Hasil yang diperoleh yaitu ketiga formula Emulsi tersebut dimasukkan hingga
bersifat reversibel dimana emulsi kembali mencapai 8 cm, kemudian tabung-
ke keadaan semula yaitu terdispersinya tabung tersebut ditutup dan disimpan
kembali partikel-partikel kecil pada emulsi di lemari pada suhu kamar selama 4
ketika dikocok kembali serta tidak minggu, dimana setiap minggunya
menghasilkan koalesensi. dilihat dan diukur pemisahan fase yang
terjadi. Hal ini dilakukan untuk setiap Keterangan :
formula dengan pengulangan tiga kali. FI : Formula I FII
: Formula II FIII :
Hasil yang diperoleh setelah Formula III
penyimpanan 4 minggu seperti yang Berdasarkan garfik terlihat bahwa
tertera pada tabel 4.4 sedimentasi suhu pemisahan fase terkecil ditunjukan mulai
ruang. dari formula III dengan konsentrasi
Tabel 4.4 Derajat pemisahan fase Trietanolamin 2 %, formula II dengan
emulsi pada penyimpanan suhu konsentrasi Trietanolamin 5%, formula I
normal/ruang dengan konsentrasi Trietanolamin 8%.
% Pemisahan Fase Ketiga formula menunjukan trend grafik
peningkatan pemisahan fase hingga
Formula Ming Ming Ming Ming
minggu ke-4 walaupun peningkatan
gu gu gu gu
pemisahan fase setiap minggu tidak begitu
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4
signifikan.
13.96 14.79 15.62 15.83
Pemisahan fase terbesar terjadi
± ± ± ±
I pada konsentrasi emulgator Trietanolamin
0.36 0.36 0.63 0.36
terbanyak 8% pada formula I. Hal ini
KV 2.56 2.46 4.00 2.30 mungkin karena pada konsentrasi 8%
8.75 10.41 11.25 11.46 Trietanolamin tersebut lebih banyak
± ± ± ± bersifat sebagai deterjen dibandingkan
II
1.25 1.81 2.17 2.52 sebagai emulgator akibatnya kemampuan
KV 14.29 17.35 19.25 22.02 Trietanolamin dalam membentuk lapisan
9.37 10.00 10.00 11.25 film pelindung juga berkurang sehingga
II ± ± ± ± akan memperbesar terjadinya pemisahan
I 0.63 0.00 0.00 1.25 fase. Hal ini ditunjukan dengan adanya
KV 6.67 0.00 0.00 11.11 busa yang banyak pada sediaan emulsi
Keterangan : = Rata-rata tiap pengulangan formula I dibandingkan dengan formula II
pada masing-masing formula dan formula III. Selain itu menurut Dow
SD = Standar Deviasi chemical (2008), Trietanolamin selain
KV = Koefisien Variasi berfungsi sebagai emulgator juga dapat
berfungsi sebagai detergen. Menurut
Zoller (2008) konsentrasi Trietanolamin 5-
10% dapat digunakan sebagai detergen
sehingga pada formula I dengan

konsentrasi 8% lebih banyak


menghasilkan pemisahan fase karena lebih
banyak bersifat deterjen dibandingkan
bersifat sebagai emulgator. Pemisahan
terkecil yang dihasilkan oleh formula III
dengan konsentrasi Trietanolamin 2%
sudah sesuai dengan literatur Kibbe
(2000) yang menyatakan bahwa
konsentrasi Trietanolamin sebagai
emulgator yaitu 2-4%.
Berdasarkan statistika
menggunakan SPSS 17.0 dengan cara
ANOVA one way dengan taraf
Gambar 4.1 Profil kestabilan kepercayaan 95% ( = 0,05) diperoleh
pemisahan fase hasil bahwa ketiga formula adalah berbeda
bermakna yang dilihat dari nilai
signifikannya pada tabel anova yaitu
sig<0,05. Namun berdasarkan uji LSD Tabel 4.5 Nilai viskositas emulsi pada
dikatakan bahwa formula I terhadap penyimpanan suhu normal/ruang
formula III adalah berbeda bermakna
Viskositas (cps)
dimana nilai sig<0,05 sedangkan untuk
Form Ming Min Min Min Min
formula II terhadap formula I dan formula
ula gu ggu ggu ggu ggu
III dikatakan tidak berbeda bermakna
ke-0 ke-1 ke-2 ke-3 ke-4
dimana nilai sig>0,05.
363.5 561. 581. 576. 488.
7± 80 ± 81 ± 69 ± 91 ±
C. Viskositas
I 1.39 1.02 1.68 1.76 1.02
Faktor lain untuk melihat
K
kestabilan suatu emulsi yaitu dilihat dari 0.38 0.18 0.29 0.31 0.21
V
viskositasnya selama penyimpanan.
Pengujian viskositas dilakukan dengan 237.3 561. 561. 561. 563.
4± 80 ± 36 ± 80 ± 36 ±
cara menempatkan sediaan didalam beaker I
0.67 1.02 1.15 0.77 0.67
flask viscotester, lalu mendiamkan sediaan I
selama 5 menit, untuk membebaskan gaya K
0.28 0.18 0.21 0.14 0.12
geser yang mungkin terjadi saat V
penuangan. Waktu 5 menit diasumsikan 210.0 531. 560. 560. 561.
cukup untuk membuat emulsi dalam I 1± 81 ± 03 ± 47 ± 36 ±
keadaan stabil. Viskositas menunjukkan I 7.21 0.39 0.67 0.38 0.00
I K
kekentalan produk. Pengukuran viskositas 3.43 0.07 0.12 0.07 0.00
dilakukan pada awal setelah sediaan V
emulsi dibuat kemudian disimpan pada Keterangan : = Rata-rata tiap pengulangan
suhu kamar selama 4 minggu dan pada masing-masing formula
SD = Standar Deviasi
dilakukan pengukuran nilai viskositas
KV = Koefisien Variasi
setiap minggu untuk masing-masing
formula. Pengukuran viskositas ini
menggunakan spindel No. 2 dengan
kecepatan 60 rpm. Hasil pengukuran nilai
viskositas sediaan pada penyimpanan suhu
normal/ruang disajikan pada tabel 4.5 dan
gambar 4.4.

Gambar 4.2 Profil kestabilan


Viskositas
Keterangan :
FI : Formula I
FII : Formula II
FIII : Formula III
Berdasarkan grafik di atas
terlihat bahwa viskositas yang paling
stabil di tunjukan mulai dari formula
III dengan konsentrasi Trietanolamin
2%, formula II dengan konsentrasi
Trietanolamin 5%, dan formula I
dengan konsentrasi Trietanolamin 8%.
Namun untuk ketiga formula yang mempengaruhi stabilitas fisik jika terjadi
dibuat memiliki nilai viskositas yang perubahan yang drastis. Jika fase dispers
tidak berbeda jauh. kurang rapat dibandingkan fase kontinyu
Untuk formula I dari minggu ke-0 menyebabkan creaming ke atas (Martin,
menuju minggu pertama mengalami 1993), yang berarti jika viskositas turun
peningkatan yang cukup signifikan maka molekul-molekul pada sediaan (fase
kemudian dari minggu ke-1 hingga dispers) menjadi kurang rapat dan dapat
minggu ke-3 mengalami peningkatan tapi menurunkan stabilitas fisiknya karena bisa
tidak begitu signifikan namun pada menyebabkan molekul-molekul ataupun
minggu ke-4 nilai viskositasnya menurun. globul emulsi dapat berpindah ke atas.
Berbeda dengan nilai viskositas untuk Berdasarkan uji statistika dengan
formula II dan formula III yang cenderung taraf kepercayaan 95% ( = 0,05) di
stabil dari minggu ke-1 hingga minggu ke- peroleh hasil dengan uji LSD, ketiga
4. Ketiga formula ini mengalami formula tersebut menunjukan nilai
peningkatan nilai viskositas yang cukup sig<0,05 sehingga dapat dikatakan ketiga
besar dari minggu ke-0 menuju minggu formula tersebut adalah berbeda
ke-1 setelah itu viskositasnya cenderung bermakna, sehingga dapat dikatakan
stabil. bahwa konsentrasi emulgator
Menurut Lachman (2008), untuk Trietanolamin berpengaruh terhadap
emulsi minyak dalam air viskositas akan viskositas.
meningkat setelah penyimpanan 5-15 hari
pada temperatur kamar dimana dalam hal D. pH
ini bulatan gumpalan menyebabkan Emulsi yang baru dibuat diukur
peningkatan viskositas secara tiba-tiba. pH awalnya dan ternyata pH awal masing-
Sesudah perubahan awal ini, viskositas masing formula sebelum dilakukan
emulsi akan relatif konstan. Hal ini sudah adjustmen pH adalah diluar rentang pH
sesuai dengan hasil yang didapat, anjing yaitu 7,37-8,07 yang cenderung
walaupun terdapat sedikit perbedaan pada bersifat basa (Young, et al., 2002), dimana
formula I, namun penurunan viskositas pH awal masing-masing formula sekitar
pada formula I tidak begitu signifikan. 9,90-10,59. Sehingga perlu dilakukan
Viskositas menjadi naik mungkin adjustment pH dengan menggunakan asam
sitrat 50%. Digunakan buffer asam sitrat
dikarenakan adanya pembentukan
karena sediaan emulsi masing-masing
network attraction. Hal ini dapat formula bersifat basa. Sediaan emulsi yang
disebabkan oleh karena adanya dibuat bersifat basa mungkin dikarenakan
fenomena flokulasi dari droplet-droplet pH dari emulgator Trietanolamin 10,5
dengan ukuran kecil dan menjebak (Lide & Milne, 1996). Adjustment pH
sejumlah besar air pada fase dispers, hanya dilakukan pada awal pembuatan
sehingga akan dibutuhkan gaya geser hingga pH sediaan masuk rentang pH kulit
yang lebih tinggi (Tadros, 1992). anjing yaitu 7,37-8,07 (Young, et al.,
Adanya penggunaan pengental 2002), kemudian sediaan emulsi disimpan
dalam formula I, formula II, dan formula pada suhu ruang dan diukur pH sediaan
III mungkin juga mempengaruhi emulsi masing-masing formula tiap
kestabilan dari emulsi yang dibuat dimana minggunya. Hasil pengukuran pH setelah
emulsi yang kental lebih stabil daripada penyimpan 4 minggu dapat dilihat pada
emulsi yang mobile, karena terjadinya tabel 4.3 Nilai pH sediaan pada
hambatan flokulasi dan penggabungan. penyimpanan suhu normal/ruang.
Menurut Martin (1993), berdasarkan hasil
penelitian Knoechel dan Wurster telah
dibuktikan bahwa viskositas memainkan
peran kecil dalam kestabilan emulsi m/a
secara keseluruhan. Viskositas dapat
Tabel 4.6 Nilai pH sediaan pada terjadi peningkatan nilai pH dari minggu
penyimpanan suhu normal/ruang ke-1 kemudian turun pada minggu ke-2
setelah itu tidak terjadi perubahan nilai pH
pH yang signifikan pada minggu-minggu
Form Min Min Min Min Min berikutnya. Sedangkan untuk formula II
ula ggu ggu ggu ggu ggu konsentrasi Trietanolamin 5% dan formula
ke-0 ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 I konsentrasi Trietanolamin 8%
8.05 7.83 7.94 7.94 7.76 menunjukan nilai grafik yang tidak
± ± ± ± ± berbeda jauh dimana pada minggu ke-1
I 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 kedua formula mengalami penurunan nilai
K pH setelah itu perubahan nilai pH masing-
0.00 0.13 0.07 0.15 0.15
V masing formula tidak begitu signifikan.
8.01 7.75 7.80 7.86 7.65 Namun perubahan pH dari ketiga formula
± ± ± ± ± tersebut selama penyimpanan 4 minggu
I
0.04 0.02 0.01 0.02 0.02 masih masuk dalam rentang pH kulit
I
K anjing yaitu 7,37-8,07 (Young, et al.,
0.47 0.20 0.07 0.19 0.20
V 2002). Perubahan kimia tersebut dapat
7.86 8.02 7.85 7.88 7.79 terjadi karena adanya reaksi oksidasi
I ± ± ± ± ± (Lachman et al., 2008).
I 0.11 0.01 0.01 0.01 0.15 Berdasarkan uji statistika dengan
I K menggunakan metode ANOVA dengan
1.42 0.12 0.07 0.13 1.93
V taraf kepercayaan 95% ( = 0,05)
Keterangan : diketahui bahwa dari ketiga formula
= Rata-rata tiap pengulangan pada adalah tidak berbeda bermakna karena
masing-masing formula nilai sig>0,05 yang berarti bahwa tidak
SD = Standar Deviasi terdapat pengaruh konsentrasi emulgator
KV = Koefisien Variasi Trietanolamin terhadap pH.

E. Stabilitas Emulsi Dipercepat


Pengujian stabilitas emulsi
dipercepat merupakan suatu metode yang
umumnya digunakan untuk memprediksi
kestabilan emulsi jangka panjang. Hal ini
dilakukan karena untuk melihat stabilitas
emulsi setelah penyimpanan produk
selama waktu simpannya (shelf-life) pada
kondisi lingkungan membutuhkan waktu
yang lama, sedangkan siklus
pengembangan produk kosmetik relatif
singkat. Uji dipercepat ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi yang diinginkan
pada waktu sesingkat mungkin dengan
cara menyimpan sampel pada kondisi yang
Gambar 4.3 profil kestabilan pH dirancang untuk mempercepat terjadinya
Keterangan : perubahan yang biasanya terjadi pada
FI : Formula I kondisi normal. Atau dengan kata lain
FII : Formula II untuk memprediksi seberapa jauh sampel
FIII : Formula III tersebut tahan terhadap kondisi ekstrim
yang diberikan. Pengujian dipercepat biasa
Berdasarkan grafik terlihat bahwa
digunakan dengan memberikan kondisi
formula III konsentrasi Trietanolamin 2%
tekanan pada produk untuk mengevaluasi
berbeda dari formula II dan formula I yaitu
kestabilan emulsi yang meliputi
sentrifugasi dan manipulasi suhu Gambar 4.4 Grafik derajat pemisahan
(Lachman, et al., 2008). emulsi pada uji dipercepat dengan
sentrifugasi 3750 rpm selama 5 jam
F. Sentrifugasi Keterangan :
Sentrifugasi digunakan untuk FI : Formula I
meramalkan dengan cepat shelf-life suatu FII : Formula II
produk emulsi pada kondisi penyimpanan FIII : Formula III
normal dimana emulsi diputar dengan
kecepatan tertentu dan mengamati Tabel dan grafik diatas
pemisahan dari fase terdispersi karena menunjukkan bahwa ketiga formula
pembentuk menghasilkan pemisahan emulsi dimana
an krim atau penggumpalan yang fase air berada di bagian bawah tabung
terjadi pada emulsi. Menurut hukum dari masing-masing formula. Namun
Stokes pembentukan krim merupakan pemisahan fase air dari tiap formula
suatu fungsi gravitasi, dan karenanya berbeda-beda. Pemisahan yang terkecil
kenaikan dalam gravitasi mempercepat ditunjukkan mulai dari formula III
pemisahan. Becher menyatakan bahwa Trietanolamin 2%,formula II
sentrifugasi pada 3750 rpm dalam radius Trietanolamin 5%, dan formula I
sentrifugasi 10 cm untuk waktu 5 jam Trietanolamin 8%. Dapat diperkirakan
setara dengan efek gravitasi kira-kira 1 derajat pemisahan fase setelah 1 tahun
tahun (Lachman et al., 2008). untuk formula I sebesar ± 18,80 %,
Tabel 4.7 Derajat pemisahan fase emulsi formula II sebesar ± 3,33 %, dan formula
pada sentrifugasi 3750 rpm pada jam ke-5 III sebesar ± 1,67 %. Dengan demikian
% sentrifugasi jam ke-5 hasil sentrifugasi selama 5 jam yang setara
dengan efek gravitasi selama 1 tahun dapat
FI FII FIII
dikatakan bahwa formula I lebih stabil
18.80 ± 3.33 ± 1.67 ± dibandingkan formula II dan formula III.
1.48 0.41 0.41
Berdasarkan hasil yang didapat
KV maka dapat dikatakan bahwa derajat
Keterangan : = Rata-rata tiap pemisahan fase emulsi mengalami
pengulangan pada masing-masing formula peningkatan seiring dengan bertambahnya
SD = Standar Deviasi jam sentrifugasi. Formula I, formula II
KV = Koefisien Variasi mengalami peningkatan dari jam pertama
FI = Formula I hingga jam ke-5. Sedangkan pada formula
FII = Formula II
III pemisahan fase air terjadi mulai pada
FIII = Formula III
jam ke 4 hingga jam ke-5. Dari diagram
tersebut, diketahui bahwa pemisahan fase
emulsi berbanding lurus dengan lamanya
waktu sentrifugasi, semakin lama waktu
sentrifugasi maka pemisahan fase emulsi
akan semakin tinggi.
Berdasarkan statistika menggunakan
SPSS 17.0 dengan cara ANOVA one way
dengan taraf kepercayaan 95% ( = 0,05)
diperoleh hasil dengan uji LSD ketiga

formula tersebut dikatakan bahwa formula


I terhadap formula II dan Formula III
adalah berbeda bermakna dimana nilai
sig<0,05 sedangkan untuk formula II
terhadap formula III dikatakan tidak
berbeda bermakna dimana nilai sig>0,05
begitu juga dengan formula III terhadap
formula II memiliki nilai sig>0,05.

G. Manipulasi suhu
Manipulasi suhu juga merupakan
salah satu pengujian stabilitas emulsi di
percepat dengan cara memberikan variasi
suhu ekstrim yaitu pada suhu rendah yaitu
4 0C dan pada suhu tinggi yaitu 40 0C yang
dilakukan sebanyak 8 kali siklus.
Penyimpanan sediaan emulsi masing-
masing formula di awali dengan
penyimpanan pada kulkas dengan suhu 4
0
C kemudian setelah 2 hari sediaan
tersebut dipindahkan ke oven dengan suhu
40 0C perlakuan ini dilakukan hingga
siklus ke-8. Pengujian terhadap sediaan
emulsi yang disimpan pada suhu rendah

Gambar 4.5 Grafik derajat pemisahan


emulsi dengan variasi suhu antara 4 dan
40oC
o o Keterangan :
(4 C) dan suhu tinggi (40 C) dengan FI : Formula I
parameter pengujian sama seperti FII : Formula II
pengujian pada suhu ruang dimana analisa FIII : Formula III
dilakukan pada akhir pengamatan.
Tabel 4.8 Hasil pengujian derajat Berdasarkan tabel dan grafik di
sedimentasi dengan variasi suhu antara 4 peroleh setelah dilakukan delapan kali
o
dan 40 C siklus yaitu ketiga formula menghasilkan
% Viskositas akhir pada pemisahan fase yang berbeda-beda.
siklus ke-8 Pemisahan fase dari yang terbesar hingga
FI FII FIII yang terkecil berturut-turut adalah formula
± ± ± III sebesar 0,17%, formula II sebesar
0,72%, dan formula I 1,20%. Ketiga
KV formula tidak memperlihatkan adanya
Keterangan : = Rata-rata tiap creaming atau flokulasi setelah diberikan
pengulangan pada masing-masing formula perlakuan dan dapat kembali membentuk
SD = Standar Deviasi emulsi setelah dilakukan pengocokan.
KV = Koefisien Variasi Lachman et al. (2008) menyebutkan
FI = Formula I bahwa emulsi dapat dikatakan stabil jika
FII = Formula II dapat kembali ke keadaan awalnya setelah
FIII = Formula III temperaturnya diganggu. Emulsi bisa tetap
dapat diterima secara farmasetik selama
emulsi tersebut dapat dibetuk kembali
dengan pengocokan biasa.
Berdasarkan statistika
menggunakan SPSS 17.0 dengan cara
ANOVA one way dengan taraf
kepercayaan 95% ( = 0,05) di peroleh
hasil dengan uji LSD formula tersebut dikatakan
bahwa formula I terhadap formula III adalah
berbeda bermakna begitu juga formula III
terhadap formula I dimana nilai sig<0,05.
Sedangkan formula II terhadap formula I dan
formula III
adalah tidak berbeda bermakna dimana Dari tabel 4.9 dan gambar 4.11
nilai sig>0,05. terlihat bahwa terjadi kenaikan viskositas
Tabel 4.9 Hasil pengujian viskositas setelah formula I, formula II dan formula
o
dengan variasi suhu antara 4 dan 40 C III diberikan perlakuan. Kenaikan
% Viskositas pada awal viskositas formula formula I sebesar
FI FII FIII 198,24, formula II sebesar 324,98, dan
363.57 237.34 210.01 formula III sebesar 352,02 dari minggu ke-
± 1.39 ± 0.67 ± 7.21 0. Kenaikan viskositas ini dapat
disebabkan karena sediaan emulsi tidak
KV 0.38 0.28 3.43
dikocok atau diaduk selama siklus beku-
Keterangan : = Rata-rata tiap
cair. Pengentalan ini dapat berlebihan jika
pengulangan pada masing-masing formula
SD = Standar Deviasi
emulsi tidak dikocok selama siklus
KV = Koefisien Variasi (Lachman et. al., 1994).
FI = Formula I
FII = Formula II
FIII = Formula III

% Viskositas akhir pada


siklus ke-8
FI FII FIII
561.81 562.32 562.03
± 0.97 ± 1.12 ± 0.38
KV 0.17 0.20 0.07

Keterangan : = Rata-rata tiap


pengulangan pada masing-masing formula
SD = Standar Deviasi
KV = Koefisien Variasi
FI = Formula I
FII = Formula II
FIII = Formula III
Gambar 4.7 Grafik viskositas emulsi
dengan dengan tiga perlakuan berbeda
Keterangan :
FI : Formula I
FII : Formula II
FIII : Formula III

terlihat perbedaan antara viskositas pada


penyimpanan suhu ruang dengan
viskositas dengan perlakuan variasi suhu
dimana pada formula I dengan perlakuan
variasi suhu mengalami peningkatan
viskositas sebesar 72,9 cps dibandingkan
dengan nilai viskositas pada penyimpanan
suhu ruang. Pada formula II dengan
perlakuan variasi suhu mengalami
penurunan viskositas sebesar 1,04 cps
Gambar 4.6 Grafik viskositas emulsi dibandingkan dengan nilai viskositas pada
dengan variasi suhu antara 4 dan 40oC penyimpanan suhu ruang. Sedangkan pada
Keterangan : formula III dengan perlakuan variasi suhu
FI : Formula I mengalami peningkatan viskositas sebesar
FII : Formula II 1,56 cps dibandingkan dengan nilai
FIII : Formula III
viskositas pada penyimpanan suhu ruang. DAFTAR PUSTAKA
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
dengan adanya variasi suhu dapat Angus Chemical Company. 2007.
menyebabkan peningkatan viskositas Excellent Emulsion Stability
dibandingkan viskositas dengan Over Wider pH Range. . (serial
penyimpanan pada suhu normal. online), (cited 2009 Oktober, 31).
Berdasarkan statistika
Available from :
menggunakan SPSS 17.0 dengan cara
http://www.dow.com/PublishedL
ANOVA one way dengan taraf
kepercayaan 95% ( = 0,05) diperoleh iterature/dh_0081/0901b8038008
hasil bahwa ketiga formula adalah tidak 1e97.pdf?filepath=angus/pdfs/no
berbeda bermakna dimana nilai sig>0,05. reg/319-
Hal ini berarti konsentrasi emulgator tidak 00833.pdf&fromPage=GetDoc
memberikan pengaruh terhadap viskositas
dengan perlakuan variasi suhu selama 8 Anonim a, 2010. Bali Gelar Sensus
kali siklus. Populasi Anjing (serial online),
Dari ketujuh uji yang telah dilaksanakan (cited 2010 mei, 11). Available
diketahui bahwa formula I (Trietanolamin from :
8%), formula II (Trietanolamin 5%) dan
http://www.antaranews.com/berit
formula III (Trietanolamin 2%) tidak
mengalami inversi fase, creaming,
a/1258782115/bali-gelar-sensus-
flokulasi, perubahan warna, perubahan bau populasi-anjing
maupun pertumbuhan jamur, tetapi
mengalami pemisahan fase, perubahan Anief, M., 1993. Farmasetika. Gadjah
nilai viskositas dan pH. Pemisahan fase Mada University Press,
pada formula III dan formula II lebih kecil Yogyakarta.
dan memiliki nilai viskositas yang relatif
lebih stabil jika dibandingkan dengan Anief, M., 2000. Ilmu Meracik Obat.
formula I. Namun dari ketiga formula Gadjah Mada University Press,
tersebut, formula yang terbaik ditunjukan Yogyakarta.
oleh formula III dengan konsentrasi
emulgator Trietanolamin 2%.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar
SIMPULAN
Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi
Berdasarkan uji tipe emulsi yang keempat. Universitas Indonesia.
dilakukan, formula I, formula II, formula Jakarta.
III termasuk emulsi tipe minyak dalam air
dan Trietanolamin sebagai emulgator Bunawan, Anita. 2008. Kulit dan Bulu
memberikan pengaruh terdapat stabilitas Anjing yang Sehat. (serial
fisik sediaan emulsi, dimana emulsi online), (cited 2009 Agustus, 08).
dengan konsentrasi emulgator Available from :
Trietanolamin 2% menghasilkan emulsi www.AnjingKita.com
yang lebih stabil dibandingkan dengan
konsentrasi 5% dan konsentrasi 8%.
Depkes RI. 1979. Farmakope
Konsentrasi yang paling optimum
dan menghasilkan emulsi yang paling Indonesia, Edisi III. Jakarta:
stabil adalah formula III dengan Departemen Kesehatan Republik
konsentrasi emulgator Trietanolamin 2%. Indonesia

Depkes RI. 1995. Farmakope


Indonesia, Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Weinstein, morris and Paramus, N. J.
Indonesia 1975. Hair Conditioning
Shampoo. United State Patent.
Dow Chemical Company (1998) The (serial online), (cited 2009
Specifier’s Guide to Buying and Oktober, 10). Available from :
Applying Triethanolamines, http://www.freepatentsonline.co
Midland, MI. (serial online), m/3988438.pdf
(cited 2009 Agustus, 16).
Available from : Young. A. Linda, John C. Dodge,
http://www.dow.com/PublishedL Kevin J. Guest, Jill L. Cline and
iterature/dh_004c/0901b8038004 Wendell W. Kerr. 2002. Age,
cfcd.pdf?filepath=productsafety/ Breed, Sex and Period Effects on
pdfs/noreg/233- Skin Biophysical Parameters for
00267.pdf&fromPage=GetDoc Dogs Fed Canned Dog Food.
American Society for Nutritional
Kibbe, A. H. 2000. Handbook of Sciences. United States of
Pharmaceutical Excipients Third America
Edition. London : Pharmaceutical
Press . Zoller, uri. 2008. Handbook of
Detergents. CRC Press. (serial
Lachman, Leon. 2007. Teori dan online), (cited 2010 Juli, 19).
Praktek Farmasi Industri I. Available from :
Jakarta: Penerbit Universitas http://www.ebook3000.com/Han
Indonesia. dbook-of-Detergents--Part-F--
Production_24149.html
Lachman, Leon. 2008. Teori dan
Praktek Farmasi Industri II.
Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.

PB PDHI (Pengurus Besar


Perhimpunan Dokter Hewan
Indonesia). 2010. (serial online),
(cited 2010 Februari, 06).
Available from :
http://duniaveteriner.com/dun
ia-veteriner

Wilson, A. L. 1930. Triethanolamine


Emulsions. Industrial and
Engineering Chemistry : New
York. (serial online), (cited 2009
Oktober, 26). Available from :
http://pubs.acs.org/doi/abs/10.10
21/ie50242a012

Anda mungkin juga menyukai