Anda di halaman 1dari 60

PERCOBAAN 1

EVALUASI SEDIAAN SETENGAH PADAT

TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui sifat fisika pada sediaan setengah padat.
2. Mengetahui mutu fisik formulasi sediaan setengah padat.
3. Mengetahui perbedaan formulasi sediaan setengah padat terhadap evaluasi
fisik

TEORI
Persyaratan sediaan topikal secara estetik menyenangkan, stabil secara kimia
dan fisika, sehingga dibutuhkan berbagai eksipien dan memungkinkan penetrasi obat
secara optimal kedalam kulit (suatu jaringan yang komplek).Profil produk yang perlu
diperhatikan adalah tujuan indikasi terapi, bentuk sediaan yang diinginkan (krim, gel,
salep, spray), kekuatan produk (% Active Pharmaceutical Ingredient/API), profil
pelepasan yang diinginkan dan tujuan penetrasi ke kulit, kosmetik/sifat estetik (feel,
warna, daya sebar, absorbability) dan target shelf life.
Memilih jenis sediaan topikal tergantung padafleksibilitas sediaan
meningkatkan kesempatan suatu sediaan untuk dikembangkan menjadi sediaan
yang stabil dan elegan. Urutan tahapan pengembangan produk:
1. Mengetahui data kelarutan, stabilitas, dan kompatibilitas (menentukan jenis
sediaan)
2. Jika bahan aktif memungkinkan untuk dikembangkan menjadi berbagai jenis
sediaan topikal pemilihan selanjutnya berdasarkan data pelepasan dan
penetrasi bahan aktif ke kulit (stratum korneum, epidermis, dermis) sesuai
tujuan indikasi
3. Jika semua sediaan memungkinkan untuk profil stabilitas dan penetrasinya,
pemilihan selanjutnya didasarkan pada perkembangan penyakit, sifat
kosmetik, tes pada konsumen, dan kehendak pasar)
Jenis formulasi yang baik secara fisika dan kimia stabil (shelf life), melepaskan
bahan aktif dan dapat menghantarkan pada kulit sesuai dengan target indikasi,

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 1


secara kosmetik elegan dan dapat diterima oleh pasien Hanya mengandung eksipien
yang dibutuhkan dan memenuhi persyaratan badan regulatori dan sesuai dengan
perkembangan penyakit, Mudah dipakai/diaplikasikan dan kompatibel dengan wadah
dan apat diproduksi untuk skala komersial
Pemilihan eksipien seperti solvent, preservatif, antioksidan, surfaktan dan
bahan tambahan lain dipilih sesuai sifat fisikakimia bahan aktif. Secara kosmetik
elegan dan meningkatkan kepatuhan pasien. Menghindari kemungkinan terjadinya
interaksi dengan eksipien lain yang digunakan serta interaksi dengan bahan aktif
yang memungkinkan timbulnya bau, perubahan warna, perubahan viskositas dan
potensi bahan aktif.Evaluasi fisik sediaan sediaan setengah padat meliputi
Organoleptis (bentuk, bau, warna), homogenitas dan ukuran partikel, daya menyerap
air, kandungan air, konsistensi, pH berhubungan dengan keadaan kulit dan uji daya
sebar

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Lumpang dan Stamfer
2. Timbangan
3. Gelas ukur
4. Lampu spiritus
5. Sudip
6. Pipet tetes
7. Beaker glas
8. Batang pengaduk
9. Kaca Objek
10. Kertas Grafik
11. Anak Timbangan 1 gram, 2 gram dan 5 gram
12. Stop watch
13. Plastik transparan
14. Perkamen
15. Pinset
BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. Adeps Lanae
2. Oleum Sesami
3. Emulgid

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 2


4. Tragakan
5. Gliserin
6. Starch
7. Propilenglikol
8. TEA
9. Cera flava
10. Aquadest
11. Dapar pH 4
12. Dapar pH 7
PROSEDUR KERJA
1. Buatlah masing-masing sediaan sesuai dengan formula yang direncanakan
2. Evaluasi sediaan meliputi bentuk, warna dan bau dilakukan secara visual.
3. Homogenitas sediaan dilakukan dengan cara mengoleskan sedikit sediaan
pada kaca transparan, dimana harus menunjukkan susunan yang homogen
dan tidak terlihat bintik-bintik partikel.
4. Pemeriksaan pH, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu. Sebanyak satu gram
sediaan yang diperiksa diencerkan dengan air suling sampai 10 mL, kemudian
elektroda dicelupkan kedalam sediaan yang diperiksa, biarkan jarum pH meter
bergerak menunjukkan pH sampai posisi tetap dan catat pH.
5. Pemeriksaan Uji Daya Menyebar, ditentukan dengan cara sebagai berikut;
sebanyak 0,5 gram sediaan gel diletakkan dengan hati-hati di atas kertas
grafik yang dilapisi plastik transparan, dibiarkan sesaat (15 detik) dan luas
daerah yang diberikan oleh sediaan dihitung. Kemudian tutup dengan plastik
yang diberi beban tertentu masing-masing 1, 2 dan 5 gram dan dibiarkan
selama 60 detik, pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan dapat
dihitung.

PENGOLAHAN DATA
F1 F2 F3 F4 F5
Bentuk
Warna
Bau
Homogenitas
Ph
Uji iritasi

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 3


Daya Menyebar (cm2)
Formula
Awal Beban 1 gram Beban 2 gram Beban 5 gram

FI

rata-rata

F II

rata-rata

F III

rata-rata

F IV

rata-rata

FV

rata-rata

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 4


PERCOBAAN 2
KELARUTAN OBAT

TUJUAN PERCOBAAN
Mengamati peristiwa kelarutan suatu bahan obat dalam beberapa pelarut

TEORI
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan
jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang
berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam
cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas,
pembentukan kristal campuran)
Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif
didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mili liter pelarut yang dapat
melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 ml
air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen.
Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan “cair yang mengandung
satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang
karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak dimasukkan
kedalam golongan produk lainnya”.
Pelepasan zat dari bentuk sediannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat
diabsorbsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha
untuk mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya. Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu
menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan
pelarut tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut
sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:
1. pH
2. Temperatur

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 5


3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dan
lain-lain.
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas pelarut yaitu oleh
momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lainnya.
Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan
dengan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain.
Istilah kelarutan menurut Farmakope Indonesia Edisi III
Istilah Kelarutan Jumlah bagian pelarut yang dibutuhkan untuk
melarutkan 1 bagian zat
sangat mudah larut kurang dari 1
mudah larut 1 – 10
larut 10 – 30
agak sukar larut 30 – 100
sukar larut 100 – 1.000
sangat sukar larut 1.000 – 10.000
praktis tidak larut Lebih dari 10.000

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Buret 50 mL
2. Erlenmeyer 250 mL
3. Timbangan digital

BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN


1. Parasetamol
2. Kofein
3. Teofilin
4. Aminofilin
5. Kalsium Laktat
6. Aquadest
7. Etanol 96%
8. Gliserin
9. Asam Klorida Encer
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 6
10. Natrium Hidroksida

PROSEDUR KERJA
1. Masukkan masing-masing pelarut kedalam buret
2. Timbang masing-masing zat sebanyak 100 mg
3. Masukkan zat ke dalam Erlenmeyer
4. Larutkan masing-masing zat dengan pelarut melalui buret, catat volume
pelarut yang terpakai.
5. Hentikan pentiteran bila volume pelarut telah mencapai 10 ml.

PENGOLAHAN DATA

Nama Bahan Aquadest Etanol Gliserin Lar Asam Lar Basa


(ml) (ml) (ml) (ml) (ml)
Parasetamol

Rata-rata
Istilah Kelarutan
Kofein

Rata-rata
Istilah Kelarutan
Teofilin

Rata-rata
Istilah Kelarutan
Aminofilin

Rata-rata
Istilah Kelarutan
Ca. Laktat

Rata-rata
Istilah Kelarutan

PERCOBAAN 3

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 7


KELARUTAN OBAT

TUJUAN PERCOBAAN
Mengamati peristiwa kelarutan suatu bahan obat dalam beberapa pelarut

TEORI
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan
jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang
berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam
cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas,
pembentukan kristal campuran)
Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif
didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mili liter pelarut yang dapat
melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 ml
air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen.
Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan “cair yang mengandung
satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang
karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak dimasukkan
kedalam golongan produk lainnya”.
Pelepasan zat dari bentuk sediannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat
diabsorbsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha
untuk mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya. Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu
menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan
pelarut tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut
sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:
1. pH
2. Temperatur
3. Jenis pelarut

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 8


4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dan
lain-lain.
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas pelarut yaitu oleh
momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lainnya.
Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan
dengan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain.
Istilah kelarutan menurut Farmakope Indonesia Edisi III
Istilah Kelarutan Jumlah bagian pelarut yang dibutuhkan untuk
melarutkan 1 bagian zat
sangat mudah larut kurang dari 1
mudah larut 1 – 10
larut 10 – 30
agak sukar larut 30 – 100
sukar larut 100 – 1.000
sangat sukar larut 1.000 – 10.000
praktis tidak larut Lebih dari 10.000

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Buret 50 mL
2. Erlenmeyer 250 mL
3. Timbangan digital

BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN


1. Asam salisilat
2. Asetosal
3. Sulfur
4. ZnO
5. Glukosa
6. Aquadest
7. Etanol 96%
8. Gliserin
9. Asam Klorida Encer
10. Natrium Hidroksida
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 9
PROSEDUR KERJA
1. Masukkan masing-masing pelarut kedalam buret
2. Timbang masing-masing zat sebanyak 100 mg
3. Masukkan zat ke dalam Erlenmeyer
4. Larutkan masing-masing zat dengan pelarut melalui buret, catat volume
pelarut yang terpakai.
5. Hentikan pentiteran bila volume pelarut telah mencapai 10 ml.

PENGOLAHAN DATA

Nama Bahan Aquadest Etanol Gliserin Lar Asam Lar Basa


(ml) (ml) (ml) (ml) (ml)
Asam Salisilat

Rata-rata
Istilah Kelarutan
Asetosal

Rata-rata
Istilah Kelarutan
Sulfur

Rata-rata
Istilah Kelarutan
ZnO

Rata-rata
Istilah Kelarutan
Glukosa

Rata-rata
Istilah Kelarutan

PERCOBAAN 4

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 10


PENGARUH PELARUT CAMPUR TERHADAP KELARUTAN
OBAT

TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan kelarutan zat secara kuantitas
2. Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat.

TEORI
Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk
obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu
yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi dapat
bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail
mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan
informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan
zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika zat tersebut
serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah zat aktifnya
telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek
farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.
Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut.
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse
molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan
kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH
larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat
terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan
dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat.
Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga
dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen.
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di
absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 11


untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya.
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada
kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di
dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak
klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang
sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar
tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan
kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat
jenuh (supersaturated) yang metastabil.
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar
dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat
makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan dapat juga
ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat,
misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin.
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun
ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya
dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak
dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis
sekalipun.
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya
udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain.
Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan
terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan
cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena,
kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya
disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 12


alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam
(air tidak disebutkan).
Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut dalam air
misalnya gula dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbon dioksida,
dan oksigen. Zat cair terlarut dalam air misalnya alkohol dan cuka. Umumnya
komponen larutan yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai pelarut. Larutan 40
% alkohol dengan 60 % air disebut larutan alkohol. Larutan 60 % alkohol dengan 40
% air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula dengan 40 % air disebut
larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah sedangkan gula
berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut (menyerupai air).
Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika
kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah
dari permukaan kristal gula menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu
bergerak secara acak seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat dapat
menumbuk permukaan kristal gula atau molekul gula yang lain. Sebagian molekul
gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling bergabung dengan molekul
gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal ulang). Jika laju
pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses itu berada dalam
kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.
Kristal gula + air ⇔ larutan gula
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang
diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak
terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat itu.
Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut, atau per
100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat kurang dari 0,01
gram per 100 gram pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut (insoluble).
Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya
disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat)
dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut lebih banyak
dari kelarutannya.

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Gelas ukur 25 mL, 50 mL, 100 mL

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 13


2. Labu ukur 50 mL
3. Buret 50 mL
4. Erlenmeyer 250 mL
5. Corong
6. Pipet volume 10 mL
7. Beaker glass 250 mL
8. Kertas saring
9. Pipet tetes
BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. Asam Salisilat
2. Aquadest
3. Etanol Netral
4. Gliserin
5. NaOH 0,1 N
6. Asam Oksalat 0,1 N
7. Indikator fenolftalein
PROSEDUR KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Perbandingan pelarut campur untuk 100 ml
Pelarut Air Etanol Netral Gliserin
(mL) (mL) (mL)
1 50 25 25
2 50 37,5 12,5
3 50 50 0
4 50 12,5 37,5
5 50 0 50
3. Timbang asam salisilat 200 mg sebanyak 5 buah.
4. Larutkan asam salisilat pada masing-masing campuran, saring pada labu ukur
50 mL.
5. Ambil hasil saringan 10 mL, titrasi dengan NaOH 0,1 N dengan menggunakan
indikator fenolftalein.
6. Catat volume terpakaisetelah timbul warna merah muda.
7. Hitung jumlah zat terlarut
8. Buat grafik antara campuran pelarut dengan % zat terlarut

PENGOLAHAN DATA

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 14


Pembakuan larutan NaOH 0,1 N
Volume Asam Oksalat 0,1 N Volume NaOH 0,1 N terpakai
10 mL
10 mL
10 mL
10 mL
10 mL
rata-rata
Normalitas NaOH 0,1 N
V1 x N 1 = V 2 x N 2

Data Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat


Campuran NaOH 0,1 N jumlah asam salisilat % zat terlarut
terpakai (mL) terlarut (mg)
1

rata-rata
2

rata-rata
3

rata-rata
4

rata-rata
5

rata-rata

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 15


Grafik campuran larutan dengan % kadar asam salisilat yang terlarut

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 16


PERCOBAAN 5
PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN OBAT

TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan kelarutan zat secara kuantitas
2. Menjelaskan pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.

TEORI
Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk
obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu
yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi dapat
bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail
mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan
informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan
zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika zat tersebut
serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah zat aktifnya
telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek
farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.
Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut.
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse
molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan
kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH
larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat
terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan
dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat.
Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga
dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen.
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di
absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 17


untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya.
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada
kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di
dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak
klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang
sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar
tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan
kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat
jenuh (supersaturated) yang metastabil.
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar
dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat
makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan dapat juga
ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat,
misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin.
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun
ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya
dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak
dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis
sekalipun.
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya
udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain.
Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan
terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan
cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena,
kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya
disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 18


alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam
(air tidak disebutkan).
Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut dalam air
misalnya gula dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbon dioksida,
dan oksigen. Zat cair terlarut dalam air misalnya alkohol dan cuka. Umumnya
komponen larutan yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai pelarut. Larutan 40
% alkohol dengan 60 % air disebut larutan alkohol. Larutan 60 % alkohol dengan 40
% air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula dengan 40 % air disebut
larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah sedangkan gula
berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut (menyerupai air).
Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika
kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah
dari permukaan kristal gula menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu
bergerak secara acak seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat dapat
menumbuk permukaan kristal gula atau molekul gula yang lain. Sebagian molekul
gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling bergabung dengan molekul
gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal ulang). Jika laju
pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses itu berada dalam
kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.
Kristal gula + air ⇔ larutan gula
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang
diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak
terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat itu.
Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut, atau per
100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat kurang dari 0,01
gram per 100 gram pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut (insoluble).
Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya
disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat)
dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut lebih banyak
dari kelarutannya.

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 19


ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN
1. Gelas ukur 25 mL, 50 mL, 100 mL
2. Labu ukur 50 mL
3. Buret 50 mL
4. Erlenmeyer 250 mL
5. Corong
6. Pipet volume 10 mL
7. Beaker glass 250 mL
8. Kertas saring
9. Pipet tetes
BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. Asam Salisilat
2. Aquadest
3. Tween 80
4. NaOH 0,1 N
5. Asam Oksalat 0,1 N
6. Indikator fenolftalein

Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Buat campuran air dengan surfaktan
Campuran Aquadest Tween 80
(mL) (g)
1 100 0,2
2 100 0,4
3 100 0.6
4 100 0,8
5 100 1,0
3. Timbang asam salisilat 200 mg.
4. Larutkan asam salisilat pada masing-masing campuran, saring pada labu ukur
50 mL.
5. Ambil hasil saringan 10 mL, titrasi dengan NaOH 0,1 N dengan menggunakan
indikator fenolftalein.
6. Catat volume terpakai setelah timbul warna merah muda
7. Hitung jumlah zat terlarut
8. Buat grafik antara % surfaktan dengan % zat terlarut

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 20


PENGOLAHAN DATA
Pembakuan larutan NaOH 0,1 N
Volume Asam Oksalat 0,1 N Volume NaOH 0,1 N terpakai
10 mL
10 mL
10 mL
10 mL
10 mL
rata-rata
Normalitas NaOH 0,1 N
V1 x N 1 = V 2 x N 2

Data Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat


Campuran NaOH 0,1 N jumlah asam salisilat % zat terlarut
terpakai (mL) terlarut (mg)
1

rata-rata
2

rata-rata
3

rata-rata
4

rata-rata
5

rata-rata

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 21


Grafik % surfaktan dengan % kadar asam salisilat yang terlarut

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 22


PERCOBAAN 6
PENGARUH SUHU TERHADAP KELARUTAN OBAT

TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan kelarutan zat secara kuantitas
2. Menjelaskan pengaruh suhu terhadap kelarutan suatu zat.

TEORI
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya
jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam
air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan
zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa
zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi, misalnya
natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara
proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu proses bersifat
endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan,
maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri Louis Le Chatelier: 1850-1936)
kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses pelarutan
bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih tinggi.
Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka kelarutannya berkurang
pada suhu yang lebih tinggi.
Suhu mempengaruhi kelarutan suatu zat. Bayangkan dalam gedung bioskop
yang banyak penonton sedang asyik menonton film dan tiba-tiba gedung tersebut
terbakar. Pasti keadaan orang-orang tersebut akan berbeda, dari keadaan tenang
menjadi saling berdesakan dan menyebar. Demikian pula pada suhu tinggi partikel-
partikel akan bergerak lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya kontak
antara zat terlarut dengan pelarut menjadi lebih sering dan efektif. Hal ini
menyebabkan zat terlarut menjadi lebih mudah larut pada suhu tinggi.
Kelarutan KNO3 sangat berpengaruh oleh kenaikan suhu, sedangkan KBr kecil
sekali. Jika campuran ini dimasukkan air panas, maka kelarutan KNO 3 lebih besar
daripada KBr sehingga KBr lebih banyak mengkristal pada suhu tinggi, dan KBr
dapat dipisahkan dengan menyaring dalam keadaan panas.

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 23


Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikan suhu, maka kelarutan gas
berkurang bila suhu dinaikkan, karena gas menguap dan meninggalkan pelarut. Ikan
akan mati dalam air panas karena kelarutan oksigen berkurang. Minuman akan
mengandung CO2 lebih banyak bila disimpan dalam lemari es dibandingkan di udara
terbuka.
Larutan terdiri atas zat yang dilarutkan atau solute dan pelarut/solvent. Larutan
ada yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan disebut jenuh pada temperatur
tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat
terlarut kurang dari ini, disebut larutan tidak jenuh dan bila lebih disebut lewat jenuh.
Zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh misalnya Natrium tiosulfat.Pengaruh
temperatur tergantung dari panas pelarutan. Bila panas pelarutan (∆H) negatif, daya
larut turun dengan naiknya temperatur. Bila panas pelarutan (∆H) positif, daya larut
naik dengan naiknya temperatur.
            Kelarutan didefinisikan sebagai jumlah maksimum zat terlarut yang akan
melarut dalam sejumlah tertentu pelarut pada suhu tertentu. Untuk kebanyakan zat,
suhu mempengaruhi kelarutan. Secara umum, meskipun tidak semua, kelarutan zat
padatan meningkat dengan meningkatnya suhu. Namun, tidak ada korelasi yang
jelas antara tanda dari ∆H larutan dengan variasi kelarutan terhadap suhu.
            Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut
dan pelarut, juga bergantung pada factor temperatur. Tekanan, pH larutan dan untuk
jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.Kelarutan dapat
digambarkan secara benar dengan menggunakan aturan fase Gibbs, yaitu :
F=C–P+2
            Dimana F adalah jumlah derajat kebebasan, yaitu jumlah variable bebas
(biasanya temperatur, tekanan, dan konsentrasi) yang harus ditetapkan untuk
menentukan system secara sempurna. C adalah jumlah komponen terkecil yang
cukup untuk menggambarkan komposisi kimia dari setiap fase, dan P adalah jumlah
fase.
            Aturan fase ini berguna untuk menghubungkan pengaruh dari jumlah terkecil
variable bebas (misalnya temperatur, tekanan, dan konsentrasi). Pada berbagai fase
(padat, cair, dan gas) yang dapat berada dalam sistem kesetimbangan yang berisi
komponen dalam jumlah tertentu.Suatu larutan lewat jenuh merupakan
kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan itu akan dapat bergeser bila suhu
dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 24


dinaikkan, karena umumnya proses pelarutan bersifat endotermik. Akan tetapi ada
zat yang sebaliknya, yaitu eksotermik dalam melarut seperti Ce 2 (SO4)3
            Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda satu dengan yang lain.
Perbedaan itu dapat dipakai untuk memisahkan campuran dua zat atau lebih dengan
cara rekristalisasi bertingkat. Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikan
suhu, maka kelarutan gas berkurang bila suhu dinaikkan, katrena gas menguap dan
meninggalkan pelarut.
            Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda antara yang satu
dengan yang lainnya. Tetapi pada umumnya kelarutan zat padat dalam cairan
bertambah dengan naiknya suhu, karena kebanyakan proses pembentukan
larutannya bersifat endoterm. Sebagai perkecualian ada beberapa zat yang
kelarutannya menurun dengan naiknya suhu seperti serium sulfat dan natrium sulfat,
karena proses pelarutannya bersifat eksoterm, bahkan ada zat yang hamper tidak
dipengaruhi oleh suhu seperti natrium klorida.
            Pengaruh bertambahnya temperatur terhadap bertambahnya hasil reaksi
terdapat dalam reaksi endotherm atau terhadap zat yang direaksikan pada reaksi
eksotherm.Dengan adanya pertambahan temperatur yang berubah-ubah, maka akan
terjadi perubahan dari kecepatan reaksi dalam kesetimbangan. Hal ini akan
menambah hasil reaksi bila perubahan tersebut bersifat mengurangi temperatur
pada reaksi eksotermis, dan akibatnya kecepatan reaksi dalam mencapai
kesetimbangan akan berkurang dengan lain perkataan konstanta kesetimbangan
berharga sangat kecil.  

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Timbangan digital
2. Gelas ukur 50 mL, 100 mL
3. Buret 50 mL
4. Erlenmeyer 250 mL
5. Corong
6. Bunsen
7. Asbes dan kaki tiga
8. Termometer
9. Pipet volume 10 mL
10. Beaker glass 250 mL

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 25


11. Kertas saring
12. Pipet tetes
BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. Asam salisilat
2. Aquadest
3. NaOH 0,1 N
4. Asam Oksalat 0,1 N
5. Indikator fenolftalein
PROSEDUR KERJA
1. Timbang asam salisilat 200 mg, masukkan kedalam erlenmeyer.
2. Masukan aquades kedalam erlenmeyer sebanyak 50 ml kemudian panaskan
hingga suhunya 300C
3. Disaring dengan kertas saring
4. Ambil 10 ml dan ditambah indikator PP 2 – 3 tetes
5. Titrasi dengan NaOH hingga terbentuk warna pink
6. Hitung massazat tersebut.
7. Dibuat perlakuan yang sama untuk suhu 400C, 500C, 600Cdan 700C.
8. Buat grafik suhu dengan % zat terlarut
PENGOLAHAN DATA
Pembakuan larutan NaOH 0,1 N
Volume Asam Oksalat 0,1 N Volume NaOH 0,1 N terpakai
10 mL
10 mL
10 mL
10 mL
10 mL
rata-rata
Normalitas NaOH 0,1 N
V1 x N 1 = V 2 x N 2

Data Pengaruh suhu terhadap kelarutan zat


Bahan: Asam Salisilat
Suhu NaOH 0,1 N jumlah asam salisilat % zat terlarut

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 26


terpakai (mL) terlarut (mg)
o
30 C

rata-rata
40oC

rata-rata
50oC

rata-rata
60oC

rata-rata
70oC

rata-rata

Grafik suhu dengan % kadarasam salisilat terlarut

PERCOBAAN 7
BOBOT JENIS DAN KEKENTALAN CAIRAN
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 27
TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan kerapatan dan berat jenis suatu zat serta dapat memahami
aplikasinya.
2. Menentukan kekentalan cairan dari obat dan sediaan obat
3. Mempelajari kegunaan dari alat viskometer Ostwald dan piknometer

TEORI
Kerapatan (ρ) adalah massa persatuan volume pada temperatur dan tekanan
tertentu, dan dinyatakan dalam sistem cgs dalam gram per sentimeter kubik ( g/cm³
= g/ml) dan dalam satuan SI kilogram per meter kubik (kg/m³).
M
ρ=
V
Berat jenis adalah perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan
air yang ditentukan pada temperature yang sama. Berat jenis merupakan bilangan
murni tanpa dimensi yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan
rumus yang cocok.
ρ zat
d=
ρair
Berat jenis untuk penggunaan praktis lebih sering di definisikan sebagai
perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume air yang sama
pada suhu 4°. Notasi yang sering dilakukan dalam pembacaan berat jenis 25°/25°,
25°/4°, dan 4°/4°. Angka yang pertama menunjukkan temperatur udara dimana zat
ditimbang dan angka dibawah garis miring menunjukan temperature air yang dipakai.
Berat jenis merupakan suatu karakteristik bahan yang penting dan sering digunakan
dalam pengujian identitas dan kemurnian bahan obat .
Kekentalan adalah sifat dari suatu zat cair (fluida) disebabkan adanya
gesekan antara molekul-molekul zat cair dengan gaya kohesi pada zat cair tersebut.
Gesekan-gesekan inilah yang menghambat aliran zat cair. Besarnya kekentalan zat
cair (viskositas) dinyatakan dengan suatu bilangan yang menentukan kekentalan
suatu zat cair. Hukum viskositas Newton menyatakan bahwa untuk laju perubahan
bentuk sudut fluida yang tertentu maka tegangan geser berbanding lurus dengan
viskositas.

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 28


Suatu zat memiliki kemampuan tertentu sehingga suatu padatan yang
dimasukkan kedalamnya mendapat gaya tekanan yang diakibatkan peristiwa
gesekan antara permukaan padatan tersebut dengan zat cair. Sebagai contoh,
apabila kita memasukkan sebuah bola kecil kedalam zat cair, terlihatlah batu
tersebut mula-mula turun dengan cepat kemudian melambat hingga akhirnya sampai
didasar zat cair. Bola kecil tersebut pada saat tertentu mengalami sejumlah
perlambatan hingga mencapai gerak lurus beraturan. Gerakan bola kecil
menjelaskan bahwa adanya suatu kemampuan yang dimiliki suatu zat cair sehingga
kecepatan bola berubah. Mula-mula akan mengalami percepatan yang dikarenakan
gaya beratnya tetapi dengan sifat kekentalan cairan maka besarnya percepatannya
akan semakin berkurang dan akhirnya nol. Pada saat tersebut kecepatan bola tetap
dan disebut kecepatan terminal. Hambatan-hambatan dinamakan sebagai
kekentalan (viskositas). Akibat viskositas  zat cair itulah yang menyebabkan
terjadinya perubahan yang cukup drastis terhadap kecepatan batu.
Aliran viskos, dalam berbagai masalah keteknikan pengaruh viskositas
padaaliran adalah kecil, dan dengan demikian diabaikan. Cairan kemudian
dinyatakan sebagai tidak kental (invicid) atau seringkali ideal dan diambil sebesar
nol. Tetapi jika istilah aliran viskos dipakai, ini berarti bahwa viskositas tidak
diabaikan.Untuk benda homoogen yang dicelupkan kedalam zat cair ada
tigakemungkinan yaitu, tenggelam, melayang, dan terapung.Oleh karena itu
percobaan ini dilakukan agar praktikan dapat mengukur viskositas berbagai jenis zat
cair. Karena semakin besar nilai viskositas dari larutan maka tingkat kekentalan
larutan tersebut semakin besar pula.
Viskositas suatu zat cairan murni atau larutan merupakan indeks hambatan
aliran cairan. Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan, yang
melalui tabung berbentuk silinder. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling
mudah dan dapat digunakan baik untuk cairan maupun gas (Bird, 1993).
Viskositas adalah indeks hambatan aliran cairan. Viskositas dapat diukur
dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung berbentuk silinder.
Viskositas ini juga disebut sebagai kekentalan  suatu zat. Jumlah volume cairan yang
mengalir melalui pipa per satuan waktu. Viskositas atau koefisien kekentalan adalah
hambatan dorongan relative 2 lapisan cairan yang berdekatan, dinyatakan dalam
satuan cp (centipoise). Kekentalan merupakan fungsi suhu, makin tinggi suhu
kekentalan makin turun. Kekentalan ditetapkan dengan viscometer Oswald-

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 29


Ubbelohde secara tidak langsung menggunakan cairan pembanding yang telah
diketahui, dihitung dengan rumus:
t cairan x ρcairan
ηcairan =ηair
t air x ρair

dimana: ηair = kekentalan air pada suhu penetapan


t air = waktu alir (detik)
t cairan = waktu alir cairan (detik)
ρair = massa jenis air (g/ml)
ρcairan = massa jenis cairan (g/ml)

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Timbangan listrik
2. Piknometer
3. Viskometer Oswald
4. Pipet tetes
5. Gelas ukur 10 mL
6. Tissue
BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. Aquadest
2. Etanol 70%
3. Gliserin
4. Parafin cair
5. Propilenglikol
PROSEDUR KERJA
1. Siapkan semua alat dan bahan
2. Timbang piknometer kosong (Wo)
3. Timbang piknometer + zat uji (Wu), ukur suhu cairan uji.
4. Hitung kerapatan dan berat jenis masing-masing zat
5. Masukkan larutan uji kedalam viscometer Oswald, sebelum itu diukur suhunya
masing-masing
6. Tuang secukupnya cairan yang akan diukur, kemudian pompa cairan tersebut
hanya melewati tanda batas A

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 30


7. Tutup lubang atau mulut pipa kapiler viscometer yang terbuka degan
menggunakan jari dan lepaskan pemompa
8. Nyalakan stopwatch sesaat setelah jari dilepaskan sehingga cairan turun
melewati batas A dan matikan stopwatch sesaat setelah melewati tanda batas
B
9. Lakukan tiga kali perlakuan yang sama untuk setiap jenis larutan  yang akan
diukur.

PENGOLAHAN DATA
Data Pengukuran Kerapatan dan Berat Jenis
Zat Uji Wo We We – Wo Kerapatan Berat jenis
(g) (g) (g) (ρ) g/mL (d)
Aquadest
Etanol 70%
Gliserin
Propilenglikol
Parafin cair

Pengukuran Viskositas
Zat Uji T1 T2 T3 Waktu rata- Viskositas
(dt) (dt) (dt) rata (dt)
Aquadest
Etanol 70%
Gliserin
Propilenglikol
Parafin cair

PERCOBAAN 8
BOBOT JENIS DAN KEKENTALAN CAIRAN

TUJUAN PERCOBAAN

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 31


1. Menentukan kerapatan dan berat jenis suatu zat serta dapat memahami
aplikasinya.
2. Menentukan kekentalan cairan dari obat dan sediaan obat
3. Mempelajari kegunaan dari alat viskometer Ostwald dan piknometer

TEORI
Kerapatan (ρ) adalah massa persatuan volume pada temperatur dan tekanan
tertentu, dan dinyatakan dalam sistem cgs dalam gram per sentimeter kubik ( g/cm³
= g/ml) dan dalam satuan SI kilogram per meter kubik (kg/m³).
M
ρ=
V
Berat jenis adalah perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan
air yang ditentukan pada temperature yang sama. Berat jenis merupakan bilangan
murni tanpa dimensi yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan
rumus yang cocok.
ρ zat
d=
ρair
Berat jenis untuk penggunaan praktis lebih sering di definisikan sebagai
perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume air yang sama
pada suhu 4°. Notasi yang sering dilakukan dalam pembacaan berat jenis 25°/25°,
25°/4°, dan 4°/4°. Angka yang pertama menunjukkan temperatur udara dimana zat
ditimbang dan angka dibawah garis miring menunjukan temperature air yang dipakai.
Berat jenis merupakan suatu karakteristik bahan yang penting dan sering digunakan
dalam pengujian identitas dan kemurnian bahan obat .
Kekentalan adalah sifat dari suatu zat cair (fluida) disebabkan adanya
gesekan antara molekul-molekul zat cair dengan gaya kohesi pada zat cair tersebut.
Gesekan-gesekan inilah yang menghambat aliran zat cair. Besarnya kekentalan zat
cair (viskositas) dinyatakan dengan suatu bilangan yang menentukan kekentalan
suatu zat cair. Hukum viskositas Newton menyatakan bahwa untuk laju perubahan
bentuk sudut fluida yang tertentu maka tegangan geser berbanding lurus dengan
viskositas.
Suatu zat memiliki kemampuan tertentu sehingga suatu padatan yang
dimasukkan kedalamnya mendapat gaya tekanan yang diakibatkan peristiwa
gesekan antara permukaan padatan tersebut dengan zat cair. Sebagai contoh,

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 32


apabila kita memasukkan sebuah bola kecil kedalam zat cair, terlihatlah batu
tersebut mula-mula turun dengan cepat kemudian melambat hingga akhirnya sampai
didasar zat cair. Bola kecil tersebut pada saat tertentu mengalami sejumlah
perlambatan hingga mencapai gerak lurus beraturan. Gerakan bola kecil
menjelaskan bahwa adanya suatu kemampuan yang dimiliki suatu zat cair sehingga
kecepatan bola berubah. Mula-mula akan mengalami percepatan yang dikarenakan
gaya beratnya tetapi dengan sifat kekentalan cairan maka besarnya percepatannya
akan semakin berkurang dan akhirnya nol. Pada saat tersebut kecepatan bola tetap
dan disebut kecepatan terminal. Hambatan-hambatan dinamakan sebagai
kekentalan (viskositas). Akibat viskositas  zat cair itulah yang menyebabkan
terjadinya perubahan yang cukup drastis terhadap kecepatan batu.
Aliran viskos, dalam berbagai masalah keteknikan pengaruh viskositas
padaaliran adalah kecil, dan dengan demikian diabaikan. Cairan kemudian
dinyatakan sebagai tidak kental (invicid) atau seringkali ideal dan diambil sebesar
nol. Tetapi jika istilah aliran viskos dipakai, ini berarti bahwa viskositas tidak
diabaikan.Untuk benda homoogen yang dicelupkan kedalam zat cair ada
tigakemungkinan yaitu, tenggelam, melayang, dan terapung.Oleh karena itu
percobaan ini dilakukan agar praktikan dapat mengukur viskositas berbagai jenis zat
cair. Karena semakin besar nilai viskositas dari larutan maka tingkat kekentalan
larutan tersebut semakin besar pula.
Viskositas suatu zat cairan murni atau larutan merupakan indeks hambatan
aliran cairan. Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan, yang
melalui tabung berbentuk silinder. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling
mudah dan dapat digunakan baik untuk cairan maupun gas (Bird, 1993).
Viskositas adalah indeks hambatan aliran cairan. Viskositas dapat diukur
dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung berbentuk silinder.
Viskositas ini juga disebut sebagai kekentalan  suatu zat. Jumlah volume cairan yang
mengalir melalui pipa per satuan waktu. Viskositas atau koefisien kekentalan adalah
hambatan dorongan relative 2 lapisan cairan yang berdekatan, dinyatakan dalam
satuan cp (centipoise). Kekentalan merupakan fungsi suhu, makin tinggi suhu
kekentalan makin turun. Kekentalan ditetapkan dengan viscometer Oswald-
Ubbelohde secara tidak langsung menggunakan cairan pembanding yang telah
diketahui, dihitung dengan rumus:

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 33


t cairan x ρcairan
ηcairan =ηair
t air x ρair

dimana: ηair = kekentalan air pada suhu penetapan


t air = waktu alir (detik)
t cairan = waktu alir cairan (detik)
ρair = massa jenis air (g/ml)
ρcairan = massa jenis cairan (g/ml)

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Timbangan listrik
2. Piknometer
3. Viskometer Oswald
4. Pipet tetes
5. Gelas ukur 10 mL
6. Tissue
BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. Asam laktat
2. Parasetamol sirup
3. Multivitamin sirup
4. Oleum olive
5. Oleum ricini
PROSEDUR KERJA
1. Siapkan semua alat dan bahan
2. Timbang piknometer kosong (Wo)
3. Timbang piknometer + zat uji (Wu), ukur suhu cairan uji.
4. Hitung kerapatan dan berat jenis masing-masing zat
5. Masukkan larutan uji kedalam viscometer Oswald, sebelum itu diukur suhunya
masing-masing
6. Tuang secukupnya cairan yang akan diukur, kemudian pompa cairan tersebut
hanya melewati tanda batas A
7. Tutup lubang atau mulut pipa kapiler viscometer yang terbuka degan
menggunakan jari dan lepaskan pemompa

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 34


8. Nyalakan stopwatch sesaat setelah jari dilepaskan sehingga cairan turun
melewati batas A dan matikan stopwatch sesaat setelah melewati tanda batas
B
9. Lakukan tiga kali perlakuan yang sama untuk setiap jenis larutan  yang akan
diukur.

PENGOLAHAN DATA
Data Pengukuran Kerapatan dan Berat Jenis
Zat Uji Wo We We – Wo Kerapatan Berat jenis
(g) (g) (g) (ρ) g/mL (d)
Asam laktat
Parasetamol sirup
Multivitamin sirup
Oleum olive
Oleum ricini

Pengukuran Viskositas
Zat Uji T1 T2 T3 Waktu rata- Viskositas
(dt) (dt) (dt) rata (dt)
Asam laktat
Parasetamol sirup
Multivitamin sirup
Oleum olive
Oleum ricini

PERCOBAAN 9
PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU PADA LAJU
REAKSI

TUJUAN PERCOBAAN
1. Mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi.

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 35


2. Mempelajari pengaruh suhu pada laju reaksi

TEORI
Percobaan ini bersifat semi kualitatif yang dapat digunakan untuk
menentukanpengaruh perubahan konsentrasi dan pengaruh suhu pada laju reaksi.
Reaksi yangdiamati adalah reaksi pengendapan koloid belerang yang terbentuk
apabila tiosulfatdireaksikan dengan asam. Yang diukur dalam percobaan ini adalah
waktu yangdiperlukan agar koloid belerang mencapai suatu intensitas tertentu.
Reaksipengendapan belerang dapat ditulis sebagai berikut :

ALAT-ALAT YANG DIPAKAI


1. Gelas ukur
2. Stop Watch
3. Erlenmeyer
4. Termometer
5. Bunsen, Kaki tiga dan kasa
6. Pipet Volum

BAHAN-BAHAN YANG DIPAKAI


1. Natrium tiosulfat 0,25 N
2. Asam klorida 1 N
3. Aquadest

PROSEDUR KERJA
1. Tempatkan 25 ml natrium tiosulfat 0,25 M dalam gelas ukur yang
mempunyaialas rata.Tempatkan gelas ukur tadi diatas sehelai kertas putih
tepat diatas tanda silanghitam yang dibuat pada kertas putih tersebut,
sehingga ketika dilihat dari atas melaluilarutan tiosulfat, ta nda silang itu jelas
terlihat.

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 36


2. Tambahkan 1 ml HCL 1 M dan tepat ketika penambahan dilakukan nyalakan
stop watch. Larutan diaduk agar pencampuran menjadi merata,
sementarapengamatan dari atas tetap dilakukan.
3. Catat waktu yang diperlukan sampai tanda silang hitam tidak dapat diamati
dariatas.Suhu larutan diukur dan dicatat. Ulangi langkah-langkahdi atas
dengan volume larutan tiosulfat dan volume airyang berbeda-beda

PENGOLAHAN DATA
Na2S2O3 Aquadest HCl T1 T2 T3 Rata-rata
0,25 M 1M (dt) (dt) (dt) (dt)
25 mL - 1 mL
20 mL 5 mL 1 mL
15 mL 10 mL 1 mL
10 mL 15 mL 1 mL
5 mL 20 mL 1 mL

Grafik Molar Na2S2O3 dengan Waktu

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 37


PERCOBAAN 10
PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS OBAT

TUJUAN PERCOBAAN
1. Mempelajari reaksi kinetika dan menentukan waktu kadaluarsa obat
2. Mempelajari pengaruh suhu terhadap stabilitas obat

TEORI
Untuk suatu sediaan obat yang dibuat utamanya dalam skala besar, yang
melalui waktu penyimpanan yang panjang, diharapkan suatu ruang waktu daya
tahan selama kurang lebih 5 tahun. Sedian obat sebaiknya berjumlah 3 tahun dalam
kasus yang kurang baik. Obat yang dibuat secara reseptur, sebaiknya menunjukkan
suatu stabilitas untuk sekurang-kurangnya beberapa bulan. Akan tetapi untuk
preparat yang terakhir disusun dengan suatu pembatasan dari waktu penyimpanan.
Sifat khas kualitas yang penting adalah kandungan bahan aktif, keadaan
galeniknya, termasuk sifat yang dapat terlihat secara sensorik, sifat mikrobiologis
dan toksikologisnya dan aktivitasnya secara terapeutik. Skala perubahan yang
diizinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Untuk barang jadi
obat dan obat yang tidak terdaftar berlaku keterangan yang telah dibuat dalam

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 38


peraturan yang baik.Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan
dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu
obat atau sediaan farmasi biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan
memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan.
Penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua watak, pertama kali adalah
labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang terakhir dihasilkan dari
bahan kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti suhu,
kelembapan, udara, dan cahaya, menginduksi atau mempercepat reaksi yang yang
berkurang nilainya. Faktor-faktor yang telah disebutkan menjadi efektif dalam skala
tinggi adalah bergantung dari jenis galenik dari sediaan dalam obat padat, seperti
serbuk, bubuk, dan tablet.
Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya kita
mengetahui pada keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dan dapat
bertahan lama, sehingga obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang
lama tanpa menurunkan khasiat obat tersebut.Stabilitas obat adalah derajat
degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari
ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan. Pada pembuatan obat harus
diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat dapat memberikan
gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau
kecepatandegradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen, cahaya,
kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme
degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau
perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung
reaksi.
Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah
labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-
masing bahan dan sifat kimia fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah
faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu
menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan. Skala kualitas yang penting
untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah kandungan bahan aktif, keadaan
galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik, secara miktobiologis,
toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang diijinkan
ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Kandungan bahan aktif yang

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 39


bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak 10% dari
kandungan sebenarnya.
Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi
penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H +) atau
basa (OH-) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa
ikut bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi.
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya
biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga memerlukan waktu yang
lama untuk sampai ketangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan
dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan
hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa
pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat
tersebut optimum.
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan – bahan
dari formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu
stabilitas kimia dan farmasi serta mempersatukannya sebelum memformulasikan
menjadi bentuk-bentuk sediaan.Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi
dengan test stabilitas dipercepat dengan mengamati perubahan kosentrasi pada
suhu yang tinggi.
Ada beberapa pendekatan untuk kestabilan dari preparat-preparat farmasi
yang mengandung obat-obat yang cenderung mengurai dengan hidrolisis. Barangkali
paling nyata adalah reduksi atau eliminasi air dari sistem farmasi. Bahkan bentuk-
bentuk sediaan padat yang mengandung obat-obat labil air harus dilindungi dari
kelembaban atmosfer. Ini dapat dibantu dengan menggunakan suatu penyalut
pelindung tahan air menyelimuti tablet atau dengan menutup dan menjaga obat
dalam wadah tertutup kuat.
Ketidakstabilan yang terpenting adalah secara fisika :
a. Perubahan struktur Kristal
Banyak bahan obat menunjukkan sifat polimorf artinya mereka
berkemampuan muntuk muncul dalam modifikasi yang berlainan. Selama
penyimpanan dapat berlangsung perubahan polimorf, yang disebabkan
perubhan lingkungan dalam sediaan obat yang tidak dapat dilihat secara

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 40


orgaleptik, tetapi umumnya menyebabkan perubahan dalam sikap pelepasan
dan sikap rebsorbsinya.
b. Perubahan keadaan distribusi
Melalui efektivitas gravitasi pada cairan sistem berfase banyak
memungkinkan terjadi munculnya pemisahan, yang mula-mula terasakan
hanya sebagai pergeseran tingkat dispersitas yang dapat dilihat secara
mikroskopis, tetapi dalam stadium yang lebih maju dapat juga dilihat secara
makroskopis sebagai sedimentasi atau pengapungan.
c. Perubahan konsistensi dan agregat
Sediaan obat semi padat seperti salep dan pasta selama penyimpanannya
seringkali mengeras kemudia yang dalam kasus ekstrim mengarahnya
padda suatu kerugian daya penerapannya.
d. Perubahan perbandingan kelarutan
Pada sistem dispersi monokuler misalnya larutan bahan obat dapat
menyebabkan terlampauinya produk kelarutan, dengan demikian terjadi
pemisahan (pengendapan) dari bahan terlarut melampaui perubahan
konsentrasi yang disebabkan oleh penguapan bahan pelarut atau melalui
perubahan suhu
e. Perubahan perbandingan hidratasi
Melalui pengambilan atau pelepasan dari cairan perbandingan hidratasi
senyawa dipengaruhi dan denggan demikian menentukan sifat. Contoh yang
jelas nyata adalah pencairan atau menjadi kotornya ekstrak disebabkan oleh
higroskopisitas yang besar dari sediaan ini.
Kestabilan dari suatu zat merupakan dari suatu zat merupakan faktor yang
harus diperhatikan dalam formulai suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat
sediaannya biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga memerlukan
waktu yang lama sampai ke tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang
disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan
mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat
membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi
pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga.
Untuk obat tertentu, satu bentuk kristal atau polimorf mungkin lebih stabil
daripada lainnya, hal ini penting supaya obat dipastikan murni sebelum diprakarsai

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 41


oleh  percobaan uji stabilitasnya dan suatu ketidakmurnian mungkin merupakan
katalisator pada kerusakan obat atau mungkin menjadikan dirinya tidak akan stabil
mengubah kestabilan fisik bahan obat dan suatu kestabilan obat yang sempurna.
Interkonveksi bentuk hidrat dan anhidrat dari Ampicilin dapat memiliki efek
yang berkaitan pada laju pelarutan dari formulasi berarti berkaitan juga dengan
ketersediaan hayati. Bentuk dari anhidrat lebih larut dibandingkan dengan berat
murni kelarutannya pada suhu 37º C telah ditentukan bagian fungsi dari pil unuk ke
suatu bentuk Kristal.
Dahulu untuk mengevaluasi kestabilan suatu sediaan farmasi dilakukan
pengamatan pada kondisi dimana obat tersebut disimpan. Misalnya pada temperatur
kamar. Ternyata metode ini memerlukan waktu yang lama dan tidak ekonomis.
Sekarang waktu mempercepat analisis dapat dilakukan test stabilitas dipercepat
yaitu dengan mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi. Dengan
membandingkan dua harga K pada temperatur yng berbeda dapat dihitung energi
aktivasinya sehingga K pada suhu kamarpun dapat dihitung. Harga K pada suhu
kamar dapat juga dihitung dari grafik antara log 1 dengan 1/T. Dengan demikian
batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat.
Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang efektif karena
mengalami degradasi. Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang
efektif karena mengalami degradasi. Dekomposisi obat juga dapat menghasilkan
racun oleh produk-produk yang berbahaya bagi pasien. Dekomposisi obat juga dapat
menghasilkan racun oleh produk-produk yang menggila bagi Pasien. Ketidakstabilan
mikrobiologis produk obat yang steril juga bisa berbahaya. Ketidakstabilan
mikrobiologis produk obat yang steril juga bisa berbahaya.

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Buret 50 mL
2. Erlenmeyer 250 mL
3. Pipet volume 10 mL
4. Labu ukur 250 mL
5. Gelas ukur
6. Beaker glass
7. Pipet tetes
8. Kertas saring

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 42


9. Termometer
BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. Asam Askorbat
2. Iodum 0,1 N
3. Na tiosulfat 0,1 N
4. Kalium bikromat
5. Larutan kanji
PROSEDUR KERJA
1. Lakukan pembakuan larutan pentiter
2. Timbang zat uji 500 mg
3. Larutkan dalam labu ukur 250 mL
4. Ambil larutan zat uji sebanyak 10 mL dengan pipet volume
5. Masukkan dalam Erlenmeyer, tutup, panaskan pada suhu 30 oC
6. Lakukan dengan cara yang sama untuk suhu 40 oC, 50oC, 60oC dan 70oC
7. Masing-masing dikerjakan sebanyak 3 kali
8. Lakukan penetapan kadar untuk zat uji yang tidak dipanaskan
9. Buat grafik kadar dengan suhu pemanasan

PENGOLAHAN DATA
Pembakuan larutan

Rata-rata

Normalitas
V1 x N 1 = V 2 x N 2

Pembakuan larutan

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 43


Rata-rata

Normalitas

Kadar zat uji


Suhu
o o
30 C 40 C 50oC 60oC 70oC
I
II
III
kadar rata-rata

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 44


Grafik Suhu dengan Kadar

PERCOBAAN 11
PENGARUH SUSPENDING AGENT TERHADAP VOLUME
SEDIMENTASI

TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui cara membuat sediaan suspensi yang baik.
2. Mengetahui sifat fisika pada sediaan suspensi.

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 45


3. Mngetahui mutu fisik formulasi suspensi menggunakan suspending agent .
4. Mengetahui hubungan antara mutu fisik dengan sifat fisika formulasi
suspensi.
5. Mengetahui perbedaan penggunaan suspending agent terhadap stabilitas
fisik suspensi.

TEORI
Suspensi merupakan salah satu contoh dari bentuk sediaan cair, yang secara
umum dapat diartikan sebagai suatu siatem dispersi kasar yang terdiri atas bahan
padat tidak larut tetapi terdispersi merata ke dalam pembawanya. bentuk suspensi
yang dipasarkan ada 2 macam, yaitu suspensi siap pakai atau suspensi cair yang
l;angsung bisa diminum, dan suspensi yang dilarutkan terlebih dahulu ke dalam
cairan pembawanya.Suspensi bentuk ini digunakan untuk zat aktif yang
kestabilannya dalam air kurang baik. Dan sebagai pembawa dari suspensi yaitu
berupa air dan minyak. Alasan bahan obat diformulasikan dalam bentuk sediaan
suspensi yaitu bahan obat mempunyai kelarutan yang kecil atau tidak larut dalam air,
tetapi diperlukan dalam bentuk sediaan cair, mudah diberikan kepada pasien yang
mengalami kesulitan untuk menelan, diberikan pada anak-anak, untuk menutupi rasa
pahit atau aroma yang tidak enak pada bahan obat.
Dalam pembuatan sediaan suspensi diperlukan suspending agent yang
digunakan untuk mendispersikan bahan aktif yang tidak larut dalam pembawanya,
meningkatkan viskositas dan mempengaruhi stabilitas fisik suspensi. Suspensi yang
mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam
cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap,
dan bila digojog perlahan– lahan, endapan harus terdispersi kembali. Dapat di
tambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan
suspensi harus menjamin sediaan mudah di gojog dan di tuang .
Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa faktor anatara lain
sifat partikel terdispersi (derajat pembasahan partikel), zat pembasah, medium
pendispersi serta komponen – komponen formulasi seperti pewarna, pengaroma,
pemberi rasa dan pengawet yang digunakan. Suspensi harus dikemas dalam wadah
yang memadai di atas cairan sehigga dapat dikocok dan mudah dituang. Pada etiket
harus tertera “Kocok dahulu dan di simpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan
di tempat yang sejuk “.

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 46


Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah
cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel.
Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah :
1. Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut
serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran
partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya.
Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan
hubungan linier.
2. Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).
Hal ini dapat dibuktikan dengan hukum ” STOKES”
3. Jumlah Partikel / Konsentrasi
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka
partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering
terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan
terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar
konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel
dalam waktu yang singkat.
4. Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan
bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut
sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengaruhi.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer,
homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal
dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut
kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai
suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah
berkembang dalam air (hidrokoloid).
5. Laju sedimentasi

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 47


Merupakan kecepatan pengendapan dari partikel-partikel suspensi. Adapun
faktor-faktor yang terlibat dalam laju dari kecepatan mengendap partikel-
partikel suspensi tercakup dalam persamaan hokum stokes.
Kecepatansedimentasi berdasarkan hukum stokes di atas dipengaruhi :
a. Kerapatan fase terdispersi dan kerapatan fase pendispersi, sifat yang
diinginkan yaitu kerapatn partikel lebih besar daripada kerapatn
pembawa, karena bila partikel lebih ringan dari kerapatn pembawa maka
partikel akan mengambang dan sulit didistribusikan secara homogeny ke
dalam pembawa.
b. Diameter ukuran partikel, laju sedimentasi dapat diperlambat dengan
mengurangi ukuran partikel dari fase terdispersi karena semakin kecil
ukuran partikel maka kecepatan jatuhnya lebih kecil.
c. Viskositas medium pendispersi, Laju sedimentasi dapat berkurang
dengan cara menaikkan viskositas medium disperse, tetapi suatu produk
yang mempunyai viskositas tinggi umumnya tidak diinginkan karena sulit
dituang, sebaiknya viskositas suspense dinaikkan sampai viskositas
sedang saja.
6. Volume Sedimentasi
Volume sedimentasi adalah perbandingan dari volume endapan yang terjadi
(Vu) terhadap volume awal dari suspensi sebelum mengendap (Vo) setelah
suspense didiamkan.Bila F = 1 atau mendekati 1, maka sediaan baik karena
tidak adanya supernatant jernih pada pendiaman. Bila F > 1 terjadi “floc”
sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih besar dari volume
awal. Formulasi lebih baik jika dihasilkan kurva garis horisontal.

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Lumpang dan Stamfer
2. Timbangan
3. Gelas ukur
4. Sudip
5. Botol 60 mL
6. Stop watch/ jam
7. Pipet tetes
8. Beaker glas

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 48


9. Batang pengaduk
10. Perkamen
11. Pinset
BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. ZnO
2. Gom arab
3. Amylum manihot
4. Tragakan
5. Na CMC
6. Gliserin
7. Aquadest

PROSEDUR KERJA
1. Buat formula suspensi menurut tabel dibawah ini:
Nama Bahan FI F II F III F IV FV
ZnO 10 gram 10 gram 10 gram 10 gram 10 gram
Gliserin 1 mL - - - -
Amylum manihot 1 gram - - -
Gom Arab - 1 gram - -
Tragakan - - 1 gram -
Na CMC - - - 1 gram
Aquadest ad 100 mL 100 mL 100 mL 100 mL 100 mL

2. Buat mucilago untuk masing-masing suspending agent


3. Buat sediaan suspensi menurut formula diatas
4. Masing-masing formula dimasukkan kedalam ke dalam 3 gelas ukur 10 mL
yang sebelumnya telah dikocok terlebih dahulu
5. Volume yang dimasukkan merupakan volume awal (Vo)
6. Ukur tinggi sedimentasi di mulai dari menit ke 5, 15, 30, 45 dan 60 yang
merupakan volume yang diukur (Vu)
7. Hitung volume sedimentasi (F) dengan rumus
Vu
F=
Vo
8. Buat grafik antara F dengan waktu
PENGOLAHAN DATA

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 49


Waktu (menit)
FORMULA
5 15 30 45 60
Formula I
Vu-1
Vu-2
Vu-3
Rata-rata
F
Formula II
Vu-1
Vu-2
Vu-3
Rata-rata
F
Formula III
Vu-1
Vu-2
Vu-3
Rata-rata
F
Formula IV
Vu-1
Vu-2
Vu-3
Rata-rata
F
Formula V
Vu-1
Vu-2
Vu-3
Rata-rata
F

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 50


Grafik F dengan waktu Formula I

Grafik F dengan waktu Formula II

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 51


Grafik F dengan waktu Formula III

Grafik F dengan waktu Formula IV

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 52


Grafik F dengan waktu Formula V

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 53


PERCOBAAN 12
PENGARUH EMULGATOR TERHADAP PEMBENTUKAN
KRIMING

TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui sifat fisika pada sediaan emulsi.
2. Mengetahui mutu fisik formulasi emulsi menggunakan emulgator.
3. Mengetahui perbedaan penggunaan emulgator terhadap stabilitas fisik emulsi.

TEORI
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkanzat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkanantara zat yang terdispersi dengan
pendispersin, sehingga tidak akan pecah atau keduanya tidak akan terpisah.Ditinjau
dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan cairan non
polar.Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana lemak
terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang berfungsi
sebagai zat pengemulsi. Beberapa contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es
krim, sabun, deterjen, yang menggunakan pengemulsi gelatin.
Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari sistem
emulsi karena dengan tahu banyak tentang sistem emulsi ini maka akan lebih mudah
juga untuk mengetahui zat–zat pengemulsi apa saja yang cocok untuk menstabilkan
emulsi, selain itu juga dapat diketahui faktor–faktor yang menentukan stabilnya
emulsi tersebut karena selain faktor zat pengemulsi tersebut juga dipengaruhi gaya
sebagai penstabil emulsi.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil,sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkan.Tujuan dari penstabilan adalah untuk
mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase terdispersi dengan
pendispersinnya.Dengan penambahan emulgator berarti telah menurunkan tegangan
permukaan secara bertahap sehingga akan menurunkan energi bebas
pembentukan emulsi, artinya dengan semakin rendah energi bebas pembentukan
emulsi akan semakin mudah.

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 54


Bentuk–bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada beberapa macam yaitu
sebagai berikut; Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase
tidak tertutupi oleh lapisan pelindung sehingga terbentuklah flok –flok atau sebuah
agregat. Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga
terjadi pencampuran. Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat
pada daerah permukaan dan dasar. Inversi massa (pembalikan massa ) yang terjadi
karena adannya perubahan viskositas. Breaking/demulsifikasi, lapisan film
mengalami pemecahan sehingga hilang karena pengaruh suhu.Emulsi dapat
mengalami kestabilan namun juga dapat mengalami kerusakan (Demulsifikasi)
dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor suhu, rusaknya emulgator sendiri,
penambahan elektrolit sehingga semua ini akan dapat menyebabkan timbulnya
endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk kriming.
ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN
1. Lumpang dan Stamfer
2. Timbangan
3. Gelas ukur
4. Botol 60 mL
5. Stop watch/ jam
6. Pipet tetes
7. Beaker glas
8. Perkamen
BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. Parafin cair
2. Oleum ricini
3. Oleum iecoris
4. Gom arab
5. Aquadest
PROSEDUR KERJA
1. Buat formula emulsi menurut tabel dibawah ini:
Nama Bahan FI F II F III F IV FV F VI
Paraffin cair 10 10 - - - -
Minyak jarak - - 10 10 - -
Minyak ikan - - - - 10 10
Gom Arab
Aquadest ad 60 mL 60 mL 60 mL 60 mL 60 mL 60 mL

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 55


2. Dibuat mucilago untuk gom arab. Buat sediaan emulsi menurut formula diatas
3. Masing-masing formula dimasukkan kedalam ke dalam 3 gelas ukur 10 mL
yang sebelumnya telah dikocok terlebih dahulu. Volume yang dimasukkan
merupakan volume awal (Vo). Ukur tinggi kriming di mulai dari menit ke 5, 15,
30, 45 dan 60 yang merupakan volume yang diukur (Vu). Hitung volume
kriming (F). Buat grafik antara F dengan waktu
PENGOLAHAN DATA
Waktu (menit)
FORMULA
5 15 30 45 60
Formula I
Vu-1
Vu-2
Vu-3
Rata-rata
F
Formula II
Vu-1
Vu-2
Vu-3
Rata-rata
F
Formula III
Vu-1
Vu-2
Vu-3
Rata-rata
F
Formula IV
Vu-1
Vu-2
Vu-3
Rata-rata
F
Formula V
Vu-1
Vu-2
Vu-3
Rata-rata
F
Formula VI
Vu-1
Vu-2
Vu-3
Rata-rata
F

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 56


Grafik F dengan waktu Formula I

Grafik F dengan waktu Formula II

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 57


Grafik F dengan waktu Formula III

Grafik F dengan waktu Formula IV

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 58


Grafik F dengan waktu Formula V

Grafik F dengan waktu Formula

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 59


DAFTAR PUSTAKA

1. Ansel, H.C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat,


diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, UI-Press, Jakarta, 1989.
2. Anief, M., Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik, Gadjah Mada
University Press, 1988.
3. Syamsuni, H.A., Ilmu Resep, EGC Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta, 2006.
4. Voigt, R., Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University
Press, 1994.
5. Farmakope Indonesia edisi III, Depkes RI, 1979.
6. Farmakope Indonesia edisi IV, Depkes RI, 1995.
7. Martindale The Complete Drug Reference, 36th edition, Pharmaceutical
Press, London, 2009
8. Van Arkel, C.G., Tak Tertjampurkannja Obat-Obatan, alih bahasa S.
P. Nainggolan, P.T. Soeroengan, Jakarta, 1958.
9. Martin, A., J. Swarbrick & A. Cammarata, Farmasi Fisik: Dasar-dasar
Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik, alih bahasa Yoshita, UI-Press,
Jakarta, 1990.
10. Remington Pharmaceutical Science: The Science and Practice of
Pharmacy, 21st edition, Lippincott Willams & Wilkins, Philadephia,
2005.
11. Formularium Medicamentum Selectum (FMS)
12. Formularium Indonesia (Formin)
13. Codex Medicamentum Nederlantum (CMN)
14. Formularium MedicamentumNederlantum (FMN)
15. Rowe, R.C., P.J. Sheskey & S.C. Owen, Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 5th edition, Pharmaceutical Press, London, 2006.
16. Syamsuni, H.A., Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, EGC
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 2005.

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA AKFAR IMAM BONJOL BUKITTINGGI 60

Anda mungkin juga menyukai