TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK TEDC
2018
TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
Taman Nasional Ujung Kulon terletak di bagian paling barat Pulau Jawa,
Indonesia. Kawasan taman nasional ini pada mulanya meliputi wilayah Krakatau
dan beberapa pulau kecil di sekitarnya seperti Pulau Handeuleum dan Pulau
Peucang dan Pulau Panaitan. Kawasan taman nasional ini mempunyai luas sekitar
122.956 Ha; (443 km² di antaranya adalah laut), yang dimulai dari Semenanjung
Ujung Kulon sampai dengan Samudera Hindia.
Pada awalnya Ujung Kulon adalah daerah pertanian pada beberapa masa
sampai akhirnya hancur lebur dan habis seluruh penduduknya ketika Gunung
Krakatau meletus pada tanggal 27 Agustus 1883 yang akhirnya mengubahnya
kawasan ini kembali menjadi hutan.
Tiket masuk ke Taman Nasional ini dapat diperoleh di kantor Balai Taman
Nasional di Labuan atau di pos Tamanjaya. Fasilitas penginapan terdapat di desa
Tamanjaya, Pulau Handeuleum dan Pulau Peucang.
Kawasan Ujung Kulon pertama kali dijelajahi oleh seorang ahli botani
Jerman, F. Junghuhn, pada tahun 1846, untuk keperluan mengumpulkan tumbuhan
tropis. Pada masa itu kekayaan flora dan fauna Ujung Kulon sudah mulai dikenal
oleh para peneliti. Bahkan perjalanan ke Ujung Kulon ini sempat masuk di dalam
jurnal ilimiah beberapa tahun kemudian. Tidak banyak catatan mengenai Ujung
Kulon sampai meletusnya gunung Krakatau pada tahun 1883. Namun kemudian
kedahsyatan letusan Krakatau yang menghasilkan gelombang Tsunami setinggi
kurang lebih 15 meter, telah memporak-porandakan tidak hanya pemukiman
penduduk di Ujung Kulon, tetapi juga menimpa satwa liar dan vegetasi yang ada.
Meskipun letusan Krakatau telah menyapu bersih kawasan Ujung Kulon, akan
tetapi beberapa tahun kemudian diketahui bahwa ekosistem-vegetasi dan satwaliar
di Ujung Kulon tumbuh baik dengan cepat.
Tahun 1921
Tahun 1937
Tahun 1967
Tahun 1979
Tahun 1980
Dilaksanakan Tata Batas di Cagar Alam Gunung Honje, Berita Acara Tata
Batas pada Tanggal 26 Maret 1980, dan disyahkan Tanggal 2 Februari 1982 oleh
Menteri Pertanian.
Tahun 1992
Tahun 1999
Tahun 2004
Tahun 1992
Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon memiliki tiga tipe ekosistem yaitu:
D. Tipe ekosistem
Hutan pantai
Tipe hutan hujan ini menutupi hampir sebagian besar Semenanjung Ujung
Kulon, Pulau Panaitan, Pulau Peucang dan Gunung Honje. Hutan hujan ini ditandai
dengan banyaknya palma dari berbagai spesies terutama Arenga obtusifolia
(langkap) yang sering dijumpai dalam tegakan murni di daerah yang letaknya
rendah. Spesies palem yang lain adalah Oncosperma filamentosa (nibung), Arenga
pinnata (aren), Caryota mitis (sayar), Areca catechu (jambe), Areca pumida
(bingbin), Corypha gebanga (gebang), Licuala spinosa (kaman), Calamus spp. dan
Daemonorops spp. (rotan). Selain itu terdapat spesies Lagerstroemia flos-reginae
(bungur), Ficus spp. (kiara), Diospyros macrophylla (ki calung), Vitex pubescens
(laban), Anthocephalus chinensis (hanja) dan Planchonia valida (putat).
Padang rumput
- Fauna
Taman Nasional Ujung Kulon memiliki beragam jenis satwa liar baik
bersifat endemik maupun penting untuk dilindungi. Secara umum kawasan ini
masih mampu menampung perkembangbiakan berbagai populasi satwa liar.
Beberapa jenis satwa endemik penting dan merupakan jenis langka yang sangat
perlu dilindungi adalah Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), Owa Jawa (Hylobates
moloch), Surili (Presbytis aigula) dan Anjing hutan (Cuon alpinus javanicus).
Semenanjung Ujung Kulon pada saat ini merupakan habitat terpenting dari
Badak Jawa, yang populasinya diperkirakan ada 50-60 ekor, serta merupakan satu-
satunya tempat di dunia di mana secara alami Badak Jawa mampu berkembang biak
pada dekade terakhir ini. Di taman nasional ini diperkirakan ada sekitar 30 jenis
mamalia, yang terdiri dari mamalia ungulata seperti Badak, Banteng, Rusa, Kijang,
Kancil, dan Babi Hutan, mamalia predator seperti Macan Tutul, Anjing Hutan,
Macan Dahan, Luwak dan Kucing Hutan, mamalia kecil seperti walang kopo,
tando, landak, bajing tanah, kalong, bintarung, berang-berang, tikus, trenggiling
dan jelarang. Di antaraPrimata terdapat dua jenis endemik, yaitu Owa dan Surili.
Sedang jenis Primata lain adalah Lutung (Presbytis cristata), Kukang (Nycticebus
coucang) dan Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) mempunyai populasi yang
cukup baik dan tersebar di sebagian kawasan.
- Jumlah Fauna
Di Taman Nasional Ujung Kulon juga terdapat berbagai jenis Pulau yang tepat
untuk Konservasi dan juga Pariwisata, di antaranya ;
Pulau Panaitan
Pulau Panaitan adalah sebuah pulau yang terletak paling barat di Ujung
Semenanjung Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon yang dipisahkan oleh sebuah
selat sempit. Pulau Panaitan merupakan pulau yang tidak kalah menariknya dengan
Pulau Peucang. Pulau dengan luas ± 17.000 Ha ini memiliki berbagai potensi objek
wisata alam yang sangat menarik untuk dikunjungi.
Perbukitan Pulau Panaitan terbentuk oleh hutan yang masih asli dengan
kombinasi vegetasi Hutan Mangrove, Hutan Pantai dan Hutan Hujan dataran
rendah. Keadaan hutannya yang masih asli ini dihuni oleh berbagai jenis satwa liar
seperti rusa, kancil, babi hutan, kera ekor panjang, buaya, kadal, ular phyton, dan
aneka jenis burung.
Pada beberapa bagian kawasan daratan pulau ini sudah tersedia jalan
setapak untuk mengakomodasikan kegiatan tersebut di atas, namun belum
dilengkapi dengan sarana/fasilitas pendukung wisata lainnya terutama layanan
akomodasi yang memadai bagi wisatawan.
Pulau Handeleum
Pesona yang bisa dinikmati di Pulau ini adalah daerah Cigenter, Padang
Penggembalaan Cigenter, dan Cikabeumbeum yang jika ditempuh bisa
menghabiskan waktu selama 2 (dua) hari. Untuk melewati daerah tersebut
diperlukan perahu/kano karena akan menyusuri sungai.
Pulau Peucang
Pulau Peucang merupakan lokasi yang paling ramai dikunjungi oleh para
pengunjung baik dalam maupun luar negeri. Pulau dengan luas kawasan ± 450 ha
ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta berbagai objek wisata alam yang
dapat dikunjungi oleh Wisatawan. Fasilitas yang ada di Pulau Peucang antara lain
Penginapan, Pusat Informasi, Dermaga, dan lain sebagainya.
Pantai di Pulau Peucang memiliki karakteristik yang khas yaitu pasir putih
dan hamparan yang luas. Objek wisata alam yang dapat dinikmati di pulau ini antara
lain Tracking ke Karang Copong, Berenang, Snorkeling dan Menyelam. Wildlife
viewing dapat dinikmati dengan menyeberang ke Padang Penggembalaan Cidaon
yang memakan waktu ± 15 menit dengan menggunakan boat kecil yang
berkapasitas 6 (enam) orang. Di Cidaon ini kita dapat mengamati atraksi satwa
seperti Banteng, Merak, Rusa, dan Babi Hutan. Selain itu kita juga dapat melihat
situs sejarah peninggalan kolonial Belanda berupa Mercusuar Tanjung Layar dan
bekas pembangunan Dermaga di Tanjung Layar dan Cibom.
Gunung Honje
Gunung honje merupakan salah satu wilayah Taman Nasional Ujung Kulon.
Luas wilayah Gunung Honje ± 19.500 Ha dan disekitarnya dikelilingi oleh 19
(sembilan belas) desa penyangga baik yang berbatasan langsung maupun tidak
langsung. Salah satu desa yang menjadi pintu gerbang masuk ke Taman Nasional
Ujung Kulon adalah Desa Wisata Tamanjaya.
Seekor badak jantan ditemukan oleh Tim Inventarisasi Badak Jawa (Sdr. Baehaki
dan tiga personilnya) di sekitar areal Nyiur (E: 060 40’ 34,1” – S: 1050 20’ 22,3”)
- Taman Nasional Ujung Kulon, pada hari Kamis, 20 Mei 2010, pukul 14.40 WIB.
Lokasi kematian badak dikenal sebagai jalur lintasan/pergerakan badak, dan
individu yang mati tersembunyi di bawah pohon. Dengan kondisi yang utuh tulang
belulang dan cula badaknya, individu badak itu tersebut telah berada di tempat
cukup lama (sekitar satu bulan). Data dan informasi lapangan lain mengenai badak
yang mati tersebut, yaitu :
Berdasarkan posisi kematian badak serta utuhnya kerangka dan masih adanya cula,
kematian badak jantan dewasa ini dipastikan bukan karena usia tua dan bukan
karena perburan liar. Penyebab-penyebab lain yang masih akan dianalisa seperti: