Anda di halaman 1dari 15

TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Teknik Lingkungan

Program Studi Teknik Kimia

Politeknik TEDC Bandung

FERDY LUQMAN DJUNAEDI (E61171002)

TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK TEDC

2018
TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

Taman Nasional Ujung Kulon terletak di bagian paling barat Pulau Jawa,
Indonesia. Kawasan taman nasional ini pada mulanya meliputi wilayah Krakatau
dan beberapa pulau kecil di sekitarnya seperti Pulau Handeuleum dan Pulau
Peucang dan Pulau Panaitan. Kawasan taman nasional ini mempunyai luas sekitar
122.956 Ha; (443 km² di antaranya adalah laut), yang dimulai dari Semenanjung
Ujung Kulon sampai dengan Samudera Hindia.

Ujung Kulon merupakan taman nasional tertua di Indonesia yang sudah


diresmikan sebagai salah satu Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO pada
tahun 1991, karena wilayahnya mencakupi hutan lindung yang sangat luas. Sampai
saat ini kurang lebih 50 sampai dengan 60 badak hidup di habitat ini.

Pada awalnya Ujung Kulon adalah daerah pertanian pada beberapa masa
sampai akhirnya hancur lebur dan habis seluruh penduduknya ketika Gunung
Krakatau meletus pada tanggal 27 Agustus 1883 yang akhirnya mengubahnya
kawasan ini kembali menjadi hutan.

Tiket masuk ke Taman Nasional ini dapat diperoleh di kantor Balai Taman
Nasional di Labuan atau di pos Tamanjaya. Fasilitas penginapan terdapat di desa
Tamanjaya, Pulau Handeuleum dan Pulau Peucang.

Untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan Taman Nasional Ujung


Kulon sebagai Situs Warisan Alam Dunia, UNESCO telah memberikan dukungan
pendanaan dan bantuan teknis.
A. Sejarah dan Status Kawasan

Kawasan Ujung Kulon pertama kali dijelajahi oleh seorang ahli botani
Jerman, F. Junghuhn, pada tahun 1846, untuk keperluan mengumpulkan tumbuhan
tropis. Pada masa itu kekayaan flora dan fauna Ujung Kulon sudah mulai dikenal
oleh para peneliti. Bahkan perjalanan ke Ujung Kulon ini sempat masuk di dalam
jurnal ilimiah beberapa tahun kemudian. Tidak banyak catatan mengenai Ujung
Kulon sampai meletusnya gunung Krakatau pada tahun 1883. Namun kemudian
kedahsyatan letusan Krakatau yang menghasilkan gelombang Tsunami setinggi
kurang lebih 15 meter, telah memporak-porandakan tidak hanya pemukiman
penduduk di Ujung Kulon, tetapi juga menimpa satwa liar dan vegetasi yang ada.
Meskipun letusan Krakatau telah menyapu bersih kawasan Ujung Kulon, akan
tetapi beberapa tahun kemudian diketahui bahwa ekosistem-vegetasi dan satwaliar
di Ujung Kulon tumbuh baik dengan cepat.

Perkembangannya kemudian, beberapa areal berhutan ditetapkan sebagai


kawasan yang dilindungi, secara berurutan.

 Tahun 1921

Berdasarkan rekomendasi dari Perhimpunan The Netherlands Indies


Society for The Protectin of Nature, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan
ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai Kawasan Suaka Alam melalui
SK Pemerintah Hindia Belanda Nomor : 60 Tanggal 16 November 1921.

 Tahun 1937

Besluit Van Der Gouverneur – General Van Nederlandch – Indie dengan


keputusan Nomor : 17 Tanggal 24 Juni 1937 menetapkan status kawasan Suaka
Alam tersebut kemudian diubah menjadi Kawasan Suaka Margasatwa dengan
memasukkan Pulau Peucang dan Pulau Panaitan.
 Tahun 1958

Berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor : 48/Um/1958 Tanggal 17 April


1958 Kawasan Ujung Kulon berubah status kembali menjadi Kawasan Suaka Alam
dengan memasukkan kawasan perairan laut selebar 500 meter dari batas air laut
surut terendah.

 Tahun 1967

Melalui SK Menteri Pertanian Nomor : 16/Kpts/Um/3/1967 Tanggal 16


Maret 1967 Kawasan Gunung Honje Selatan seluas 10.000 Ha yang bergandengan
dengan bagian Timur Semenanjung Ujung Kulon ditetapkan menjadi Cagar Alam
Ujung Kulon.

 Tahun 1979

Melalui SK Menteri Pertanian Nomor : 39/Kpts/Um/1979 Tanggal 11


Januari 1979 Kawasan Gunung Honje Utara seluas 9.498 Ha dimasukkan ke dalam
wilayah Cagar Alam Ujung Kulon.

 Tahun 1980

Dilaksanakan Tata Batas di Cagar Alam Gunung Honje, Berita Acara Tata
Batas pada Tanggal 26 Maret 1980, dan disyahkan Tanggal 2 Februari 1982 oleh
Menteri Pertanian.

 Tahun 1992

Melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 284/Kpts-II/1992 Tanggal


26 Februari 1992, Ujung Kulon ditunjuk sebagai Taman Nasional Ujung Kulon
dengan luas total 122.956 Ha terdiri dari kawasan darat 78.619 Ha dan perairan
44.337 Ha.
 Tahun 1995

Dilaksanakan Rekonstruksi Batas Taman Nasional Ujung Kulon wilayah G.


Honje oleh Badan Planologi Kehutanan. Badan Planologi Kehutanan, Taman
Nasional Ujung Kulon bekerjasama dengan Pemerintah New Zealand
melaksanakan pemasangan sebanyak 6 yang terdiri dari 1 unit Rambu suar, dan 5
unit pelampung sebagai batas perairan laut.

 Tahun 1999

Badan Planologi Kehutanan melaksanakan pemasangan rambu suar kuning


di Tj. Alang – alang dan pemancangan titik referensi di Tj. Sodong, Tj. Layar, Tj.
Alang – alang, Tj. parat dan Tj. Cina. Badan Planologi Kehutanan melaksanakan
pengukuran batas alam pantai Semenanjung Ujung Kulon. Sesuai SK Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 758/Kpts-II/1999 Tanggal 23 September 1999
menetapkan Kawasan Perairan Taman Nasional Ujung Kulon seluas 44.337 Ha
sebagai Kawasan Pelestarian Alam Perairan.

 Tahun 2004

Balai Pemantapan Kawasan Hutan ( BPKH ) Wilayah XI Jawa – Madura


melaksanakan Rekonstruksi Batas Taman Nasional Ujung Kulon di daerah Gunung
Honje.

Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai kawasan yang dilindungi


berdasarkan Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam dan Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, telah mendapat
pengakuan sebagai kawasan yang penting dan dibanggakan secara nasional dan
internasional, antara lain:

 Tahun 1992

Komisi Warisan Dunia UNESCO menetapkan Taman Nasional Ujung


Kulon sebagai Natural World Heritage Site (Situs Warisan Alam Dunia) dengan
Surat Keputusan Nomor: SC/Eco/5867.2.409 Tanggal 1 Februari 1992.
Sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup (dalam Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional).

B. Letak dan Luas

Kawasan Taman nasional Ujung Kulon secara administrative terletak di


Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Secara geografis Taman Nasional Ujung Kulon terletak antara (06°52′17″S
105°02′32″E6.87139°S 105.04222°E) dan (06°30′43″S 105°37′37″E6.51194°S
105.62694°E).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992


tanggal 26 Februari 1992 tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Gunung Honje,
Cagar Alam Pulau Panaitan, Cagar Alam Pulau Peucang, dan Cagar alam Ujung
Kulon seluas 78.619 Ha dan Penunjukan perairan laut di sekitarnya seluas 44.337
Ha yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Pandeglang, Provinsi Dati I Jawa
Barat menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Ujung Kulon maka
luas kawasan Taman Nasional Ujung Kulon adalah 122.956 Ha.

C. Ekosistem dan tipe ekosistem

Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon memiliki tiga tipe ekosistem yaitu:

 Ekosistem daratan/teresterial, terdiri dari hutan hujan tropika dataran rendah


yang terdapat di wilayah Gunung Honje, Semenanjung Ujung Kulon, Pulau
Peucang dan Pulau Panaitan.
 Ekosistem perairan laut terdiri dari terumbu karang dan padang lamun yang
terdapat di wilayah perairan Semenanjung Ujung Kulon, Pulau
Handeuleum, Pulau Peucang dan Pulau Panaitan.
 Ekosistem pesisir pantai terdiri dari hutan pantai yang terdapat di sepanjang
pesisir pantai dan hutan mangrove di bagian timur laut Semenanjung Ujung
Kulon.
Ketiga ekosistem tersebut mempunyai hubungan saling ketergantungan dan
membentuk dinamika proses ekologi yang sangat kompleks di dalam kawasan.

D. Tipe ekosistem
 Hutan pantai

Dimulai dengan formasi pes-caprae yang merupakan vegetasi pioner


terdapat di sepanjang tepi pantai barat dan selatan. Di atas pasir dekat dengan garis
pasang tertinggi antara lain dijumpai Ipomoea pes-caprae (katang-katang), Spinifex
littoreus (jukut kiara), Desmodium umbellatum (kanyere laut) dan Sophora
tomentosa (tarum laut). Di sepanjang pantai selatan di atas bukit pasir menghadap
laut terdapat Pandanus tectorius (pandan duri) membentuk tegakan-tegakan murni
dan Pandanus bidur (pandan bidur) walaupun agak jarang.

Selanjutnya di lapisan lebih dalam ditemui Lantana camara (cente),


Hibiscus tiliaceus (waru), Thespesia populnea (waru laut), Tournefortia argentea
(babakoan). Lebih turun ke dalam ditemui Drypetes sumatrana (taritih), Laportea
stimulans (pulus). Tepat di belakang bukit pasir yang datar dan lembab ditemui
Arenga obtusifolia (langkap), Corypha utan (gebang) dan jenis palma lainnya.
Kadang-kadang tegakan pandan diganti oleh formasi Barringtonia karena tanahnya
lebih lembab dan terlindung oleh angin.

Formasi Barringtonia di pantai selatan ditandai oleh adanya Barringtonia


asiatica (butun), Cerbera manghas (bintaro), Terminalia catappa (ketapang),
Syzygium spp. (kopo), Hernandia peltata (kampis cina), Calophyllum inophyllum
(nyamplung), Buchanania arborescens (poh-pohan) dan Pongamia pinnata
(malapari). Formasi ini juga didapati di pantai utara, di atas pasir karang dalam jalur
memanjang sempit dari pantai ke arah dalam sejauh 5–15 m. Di tempat-tempat
tertentu yang terbuka di bagian barat daya di temui Pemphis acidula (cantigi laut)
dan Ardisia humilis (lampeni).
 Hutan mangrove

Jenis-jenis bakau yang paling umum terdapat ialah padi-padi (Lumnitzera


racemosa), Api-api (Avicennia spp.), Bakau-bakau (Rhizophora spp.), bogem
(Sonneratia alba) dan pedada (Bruguiera spp.). Kadang-kadang terdapat Nypa
fruticans dan paku laut (Acrostichum aureum) di muara sungai payau. Hutan
mangrove yang luas terdapat pada jalur yang luas sepanjang sisi utara tanah genting
meluas ke arah utara sepanjang pantai sampai Sungai Cikalong dan Legon Lentah
Pulau Panaitan. Di atas sebelah barat laut Pulau Handeuleum dan kedua pulau kecil
di sebelah selatan dekat Pulau Handeuleum terdapat hutan rawa nipah yang tidak
begitu luas, juga di muara Cijungkulon dan Cigenter di pantai utara Semenanjung
Ujung Kulon.

 Hutan rawa air tawar

Hutan ini dicirikan dengan jenis-jenis lembang (Typha angustifolia), teki


(Cyperus spp.), walingi (Cyperus pilosus), dan lampeni (Ardisia humilis), yang
kadang-kadang membentuk tegakan murni. Pohon yang terdapat di daerah ini
antara lain dari familia Palmae misalnya Salacca edulis (salak) dan Caryota mitis
(sayar). Hutan ini umumnya berbatasan dengan hutan hujan dataran rendah. Hutan
rawa musiman ini terdapat di bagian utara Semenanjung Ujung Kulon dekat dengan
Tanjung Alang-alang, Nyiur, Jamang, dan sungai Cihandeuleum.

 Hutan hujan tropika dataran rendah

Tipe hutan hujan ini menutupi hampir sebagian besar Semenanjung Ujung
Kulon, Pulau Panaitan, Pulau Peucang dan Gunung Honje. Hutan hujan ini ditandai
dengan banyaknya palma dari berbagai spesies terutama Arenga obtusifolia
(langkap) yang sering dijumpai dalam tegakan murni di daerah yang letaknya
rendah. Spesies palem yang lain adalah Oncosperma filamentosa (nibung), Arenga
pinnata (aren), Caryota mitis (sayar), Areca catechu (jambe), Areca pumida
(bingbin), Corypha gebanga (gebang), Licuala spinosa (kaman), Calamus spp. dan
Daemonorops spp. (rotan). Selain itu terdapat spesies Lagerstroemia flos-reginae
(bungur), Ficus spp. (kiara), Diospyros macrophylla (ki calung), Vitex pubescens
(laban), Anthocephalus chinensis (hanja) dan Planchonia valida (putat).

Di daerah yang relatif terbuka seperti di dataran tinggi Telanca mempunyai


sedikit pohon besar tetapi rapat oleh semak dan tumbuhan sekunder seperti
Achasma spp. (tepus), Nicolaia spp. (honje), Donax cannaeformis (bangban), dan
Lantana camara (cente) yang bercampur dengan berbagai jenis rotan dan kadang-
kadang terdapat Syzygium polyanthum (salam) dan Leea spp. (sulangkar) serta
beraneka ragam spesies liana misalnya Cayratia geniculata (areuy kibarela),
Ziziphus tupula (areuy jinjing kulit), Uncaria sp. (areuy kolebahe) dan Embelia
javanica (areuy kecembeng).

Gunung Payung mempunyai hutan primer yang rimbun dan lebih


mencirikan vegetasi pegunungan, dengan pohon Dillenia excelsa (ki segel), Pentace
polyantha (ki sigeung), Vitex pubescens (laban) dan lain-lain.

 Padang rumput

Di dalam padang rumput sering ditemui beberapa spesies rumput, di


antaranya Cyperus pilosus, Cyperus compactus, Panicum repens, Panicum
colonum, Andropogon sp., Isachne meliacea, Imperata cylindrica (lalang) dan
Melastoma polyanthum (harendong).

 Flora dan Fauna


- Flora

Flora di Taman Nasional Ujung Kulon membentuk berbagai formasi hutan,


di mana formasi hutan ini dicirikan adanya dominasi oleh jenis/spesies tertentu.
Ditinjau dari tipe hutan, flora di kawasan ini terdiri dari hutan pantai, hutan hujan
tropika dataran rendah, hutan hujan tropika pegunungan, hutan rawa air tawar,
hutan mangrove dan padang rumput. Formasi hutan yang cukup lengkap ini
mengandung keragaman plasma nutfah serta spesies tumbuhan berguna dan langka
yang sangat tinggi. Beberapa jenis tumbuhan diketahui langka dan di pulau jawa
hanya terdapat di TN Ujung Kulon antara lain : Batryohora geniculata, Cleidion
spiciflorum, Heritiera percoriacea, dan Knema globularia. Banyak pula berbagai
jenis tumbuhan yang telah dimanfaatkan masyarakat baik untuk kayu pertukangan,
obat-obatan, tanaman hias maupun pangan. Jenis-jenis yang telah dimanfaatkan
tersebut antara lain bayur (Pterospemum javanicum) dan berbagai rotan (Calamus
sp.) sebagai bahan pertukangan; kayu gaharu (Aquilaria malaccensis), Kayu
cempaka (Michelia campaca) dan kayu jambe (Areca catechu) sebagai bahan obat-
obatan; Anggrek (Dendrobium sp.) sebagai tanaman hias; tangkil (Gnetum
gnemon) dan salak (Salacca edulis) sebagai bahan pangan.

Hutan pantai umumnya dicirikan oleh adanya jenis-jenis nyamplung


(Calophyllum innophyllum), butun (Barringtonia asiatica), Klampis Cina
(Hemandia peltata), ketapang (Terminalia catappa), cingkil (Pongamia pinnata) dan
lain-lain. Formasi hutan pantai ini umumnya dikenal sebagai formasi barringtonia
dengan spesies yang kurang beranekaragam dan nyamplung merupakan jenis yang
lebih khas tipenya. Formasi ini terdapat sepanjang pantai Barat dan Timur Laut
Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Peucang, sepanjang pantai Utara dan teluk
Kasuaris Pulau Panaitan. Umumnya formasi ini hidup di atas pasir karang dalam
jalur sempit memanjang sepanjang pantai dengan lebar 5 sampai 15 meter.

- Fauna

Taman Nasional Ujung Kulon memiliki beragam jenis satwa liar baik
bersifat endemik maupun penting untuk dilindungi. Secara umum kawasan ini
masih mampu menampung perkembangbiakan berbagai populasi satwa liar.
Beberapa jenis satwa endemik penting dan merupakan jenis langka yang sangat
perlu dilindungi adalah Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), Owa Jawa (Hylobates
moloch), Surili (Presbytis aigula) dan Anjing hutan (Cuon alpinus javanicus).

Semenanjung Ujung Kulon pada saat ini merupakan habitat terpenting dari
Badak Jawa, yang populasinya diperkirakan ada 50-60 ekor, serta merupakan satu-
satunya tempat di dunia di mana secara alami Badak Jawa mampu berkembang biak
pada dekade terakhir ini. Di taman nasional ini diperkirakan ada sekitar 30 jenis
mamalia, yang terdiri dari mamalia ungulata seperti Badak, Banteng, Rusa, Kijang,
Kancil, dan Babi Hutan, mamalia predator seperti Macan Tutul, Anjing Hutan,
Macan Dahan, Luwak dan Kucing Hutan, mamalia kecil seperti walang kopo,
tando, landak, bajing tanah, kalong, bintarung, berang-berang, tikus, trenggiling
dan jelarang. Di antaraPrimata terdapat dua jenis endemik, yaitu Owa dan Surili.
Sedang jenis Primata lain adalah Lutung (Presbytis cristata), Kukang (Nycticebus
coucang) dan Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) mempunyai populasi yang
cukup baik dan tersebar di sebagian kawasan.

Banteng (Bos javanicus) merupakan binatang berkuku terbesar dan


terbanyak jumlah populasinya (± 500 ekor). Satwa ini hanya terdapat di
Semenanjung Ujung Kulon dan Gunung Honje, serta tidak dijumpai di Pulau
Panaitan. Rusa (Cervus timorensis) di Semenanjung Ujung Kulon dan Gunung
Honje terdapat dalam jumlah dan penyebaran yang sangat terbatas,dan di Pulau
Peucang tedapat dalam jumlah yang sangat banyak, dan di Pulau Panaitan
menunjukan perkembangan yang semakin banyak. Babi hutan (Sus scrofa), muncak
(Muntiacus muntjak) dan pelanduk (Tragulus javanicus) relatif umum terdapat di
seluruh kawasan, tetapi celeng (Sus verrucosus) hanya di jumpai di Semenanjung
Ujung Kulon dan Gunung Honje.

- Jumlah Fauna

 Terdapat 35 jenis mamalia


 Terdapat 5 jenis Primata
 Terdapat 240 jenis Burung
 Terdapat 59 jenis Reptilia
 Terdapat 22 jenis Amphibia
 Terdapat 72 jenis Insecta
 Terdapat 142 jenis Pisces
 Terdapat 33 jenis Terumbu Karang
E. Pulau-Pulau di Taman Nasional Ujung Kulon

Di Taman Nasional Ujung Kulon juga terdapat berbagai jenis Pulau yang tepat
untuk Konservasi dan juga Pariwisata, di antaranya ;

 Pulau Panaitan

Pulau Panaitan adalah sebuah pulau yang terletak paling barat di Ujung
Semenanjung Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon yang dipisahkan oleh sebuah
selat sempit. Pulau Panaitan merupakan pulau yang tidak kalah menariknya dengan
Pulau Peucang. Pulau dengan luas ± 17.000 Ha ini memiliki berbagai potensi objek
wisata alam yang sangat menarik untuk dikunjungi.

Perbukitan Pulau Panaitan terbentuk oleh hutan yang masih asli dengan
kombinasi vegetasi Hutan Mangrove, Hutan Pantai dan Hutan Hujan dataran
rendah. Keadaan hutannya yang masih asli ini dihuni oleh berbagai jenis satwa liar
seperti rusa, kancil, babi hutan, kera ekor panjang, buaya, kadal, ular phyton, dan
aneka jenis burung.

Di Pulau Panaitan ini juga terdapat Arca Ganesha beserta benda-benda


peninggalan sejarah lainnya yang mempunyai nilai historis sangat tinggi dan
merupakan peninggalan zaman hindu kuno, tepatnya di Puncak Gunung Raksa.
Kawasan pantai berbatu dan berpasir putih dengan terumbu karang yang indah di
dalamnya sangat baik untuk kegiatan wisata alam bahari seprti menyelam dan
snorkeling. Riak ombak di lautnya cukup tinggi sehingga cocok untuk berselancar.

Pada beberapa bagian kawasan daratan pulau ini sudah tersedia jalan
setapak untuk mengakomodasikan kegiatan tersebut di atas, namun belum
dilengkapi dengan sarana/fasilitas pendukung wisata lainnya terutama layanan
akomodasi yang memadai bagi wisatawan.

 Pulau Handeleum

Pulau Handeuleum terletak di antara gugusan pulau-pulau kecil yang berada


di ujung timur laut pantai Semenanjung Ujung Kulon. Luas Pulau Handeuleum ±
220 Ha. Di Pulau ini terdapat satwa rusa (Rusa timorensis), dan ular phyton. Pulau
ini dikelilingi oleh hutan mangrove.

Pesona yang bisa dinikmati di Pulau ini adalah daerah Cigenter, Padang
Penggembalaan Cigenter, dan Cikabeumbeum yang jika ditempuh bisa
menghabiskan waktu selama 2 (dua) hari. Untuk melewati daerah tersebut
diperlukan perahu/kano karena akan menyusuri sungai.

Hal menarik lainnya yang bisa dilakukan di pulau ini adalah


bersampan/canoing menyusuri Sungai Cigenter sambil melihat tipe hutan hujan
tropis sepanjang sungai. Pada bagian hulu sungai terdapat rute jalan setapak yang
melintasi tumbuhan bamboo menuju air terjun yang bertingkat.

 Pulau Peucang

Pulau Peucang merupakan lokasi yang paling ramai dikunjungi oleh para
pengunjung baik dalam maupun luar negeri. Pulau dengan luas kawasan ± 450 ha
ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta berbagai objek wisata alam yang
dapat dikunjungi oleh Wisatawan. Fasilitas yang ada di Pulau Peucang antara lain
Penginapan, Pusat Informasi, Dermaga, dan lain sebagainya.

Pantai di Pulau Peucang memiliki karakteristik yang khas yaitu pasir putih
dan hamparan yang luas. Objek wisata alam yang dapat dinikmati di pulau ini antara
lain Tracking ke Karang Copong, Berenang, Snorkeling dan Menyelam. Wildlife
viewing dapat dinikmati dengan menyeberang ke Padang Penggembalaan Cidaon
yang memakan waktu ± 15 menit dengan menggunakan boat kecil yang
berkapasitas 6 (enam) orang. Di Cidaon ini kita dapat mengamati atraksi satwa
seperti Banteng, Merak, Rusa, dan Babi Hutan. Selain itu kita juga dapat melihat
situs sejarah peninggalan kolonial Belanda berupa Mercusuar Tanjung Layar dan
bekas pembangunan Dermaga di Tanjung Layar dan Cibom.

 Semenanjung Ujung Kulon


Wilayah Semenanjung Ujung Kulon merupakan habitat Badak Jawa
(Rhinoceros sondaicus), sehingga dalam pengelolaan wisata alam untuk lokasi ini
sangat terbatas sekali. Hal ini dikarenakan agar tidak mengganggu habitat Badak
Jawa. Luas wilayah Semenanjung Ujung Kulon ini ± 38.000 Ha. Kegiatan wisata
alam yang dapat di lakukan di lokasi ini antara lain Trekking, Berkemah dan
Mengamati Hewan Liar.

Di Semenanjung Ujung Kulon terdapat jalur tetap yang dapat digunakan


untuk Trekking. Fasilitas lainnya adalah Pos Jaga yang terdapat dibeberapa titik
seperti Karang Ranjang, Cibunar, dan Cidaon. Selain trekking, kegiatan wisata
lainnya yang dapat dilakukan adalah mengamati kawanan hewan di padang
penggembalaan Cidaon dan Cigenter, berkemah di Tanjung Layar, dan wisata
budaya di Goa Sang Hyang Sirah.

 Gunung Honje

Gunung honje merupakan salah satu wilayah Taman Nasional Ujung Kulon.
Luas wilayah Gunung Honje ± 19.500 Ha dan disekitarnya dikelilingi oleh 19
(sembilan belas) desa penyangga baik yang berbatasan langsung maupun tidak
langsung. Salah satu desa yang menjadi pintu gerbang masuk ke Taman Nasional
Ujung Kulon adalah Desa Wisata Tamanjaya.

Objek wisata menarik yang terdapat diseputar Tamanjaya antara lain


Kampung Nelayan Cibanua, Curug Paniis, sumber air panas Cibiuk, dan mengamati
Owa Jawa di Curug Cikacang. Fasilitas akomodasi yang terdapat di Tamanjaya
antara lain Penginapan Sundajaya, penyewaan perahu/kapal, perkumpulan
pemandu wisata/guide local, dan pusat pembuatan souvenir patung badak.[2]

F. Kematian Badak Becula Satu

Seekor badak jantan ditemukan oleh Tim Inventarisasi Badak Jawa (Sdr. Baehaki
dan tiga personilnya) di sekitar areal Nyiur (E: 060 40’ 34,1” – S: 1050 20’ 22,3”)
- Taman Nasional Ujung Kulon, pada hari Kamis, 20 Mei 2010, pukul 14.40 WIB.
Lokasi kematian badak dikenal sebagai jalur lintasan/pergerakan badak, dan
individu yang mati tersembunyi di bawah pohon. Dengan kondisi yang utuh tulang
belulang dan cula badaknya, individu badak itu tersebut telah berada di tempat
cukup lama (sekitar satu bulan). Data dan informasi lapangan lain mengenai badak
yang mati tersebut, yaitu :

 Posisi kematian berbaring pada sisi kanan.


 Cula, kerangka dan gigi-gigi kondisinya masih baik.
 Tulang belulang yang masih utuh diselimuti larva (belatung) pada cula dan
kuku-kuku kaki.
 Kondisi gigi seri dan geraham cukup baik (masih tajam)
 Panjang tulang dari ujung kepala ke pangkal ekor adalah 270 cm dengan
panjang ekor 55 cm.
 Kerangka badak berada dalam kondisi 90% lengkap dengan beberapa
bagian yang tidak ditemukan berupa: beberapa tulang digit (jari), sternum
(tulang dada), 1 (satu) gigi seri kecil/menur, dan ujung tulang ekor.
 Saat ditemukan tengkorak berada di dekat kuku kaki depan, dan kuku kaki
belakang terbenam di dalam tanah sedalam kurang lebih 5–7 cm (lebih
dalam dibanding kuku kaki depan).

Berdasarkan posisi kematian badak serta utuhnya kerangka dan masih adanya cula,
kematian badak jantan dewasa ini dipastikan bukan karena usia tua dan bukan
karena perburan liar. Penyebab-penyebab lain yang masih akan dianalisa seperti:

 Verifikasi gigi herbivora (kondisi dan usia) oleh dokter hewan


 Analisis tanah di sekitar kerangka badak yang meliputi: logam berat (Hg)
dan bahan toksik (Sianida), mikroorganisme (E. Coli, Salmonella),
Trypanosoma, Anthraks.

Anda mungkin juga menyukai