ANEMIA
Anemia adalah istilah yang mennunjukkan rendahnya hitungan sel darah merah dan
kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal.
Anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut
oksigen ke jaringan.
PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum atau kehilangan sel darah
merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum ( mis., kekurangan eritripoesis).dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajangan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat
penyebab yang tidak di ketahui.
Lesi sel darah merah terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan
memasuki aliran darah. Kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan
dengan peningkatan bilirubin plasma. ( konsenterasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar
diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera.)
Sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang terjadi pada
berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam pelasma (hemoglobinemia).
Konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya ( mis, apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100
mg/dl), hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal kedalam urin ( hemoglobinuria).
Suatu anemia pada pasien yang di sebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau
produksi sel darah merah tidak mencukupi, dapat diperoleh dengan dasar:
Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah
Derajat proliferasi sel darah muda dalam sumsum tulang dengan cara pematangannya
seperti yang terlihat dalam biopsi
Ada atau tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia
Eritropoesis (produksi sel darah merah) dapat ditentukan dengan mengukur kecepatan
dimana injeksi radioaktif dimasukkan kesirkulasi eritrosit. Rentang hidup sel darah merah
pasien (kecepatan hemolisis) dapat diukur dengan injeksi kromium radioaktif, dan mengikuti
sampai bahan tersebut menghilang dari sirkulasi darah selama beberapa hari sampai minggu.
PERTIMBANGAN GERONTOLOGI
Anemia sering terjadi pada manula dan merupakan kondisi hematologis paling sering
yang mengenai manula, penelitian menunjukan proses menua tidak menyebabkan perubahan
dalam hematopoesis. Manula biasanya tidak mampu berespon terhadap anemia secara adekuat
dengan meningkatkan curah jantung atau ventilasi pulmonar, maka anemia dapat mengakibatkan
efek serius pada fungsi jantung – paru apabila tidak ditangani dengan baik. Lebih penting
menangani penyebab anemia dari pada menganggapnya sebagai proses menua yang tidak dapat
dicegah.
MANIFESTASI KLINIK
Berbagai faktor mempengaruhi berat dan adanya gejala:
1. Kecepatan kejadian anemia
2. Durasi ( mis; kronisitas)
3. Kebutuhan metabolisme pasien bersangkutan
4. Adanya kelainan lain atau kecacatan
5. Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang mengakibatkan anemia
Individu mengalami anemia cukup lama dengan kadar hemoglobin antara 9 dan 11 ml/dl
mengalami sedikit gejala atau tidak ada sama sekali, selain takikardi sedikit selama latihan.
Dispeneu biasanya terjadi hanya di bawah 7,5 g/dl, kelemahan hanya terjadi dibawah 6 g/dl,
dispneu istirahat dibawah 3 g/dl, dan gagal jantung hanya pada kadar sangat rendah 2 sampai 2,5
g/dl.
Pasien yang aktif lebih berat mengalami gejala dibanding orang yang tenang. Pasien
dengan hipotiroidisme dengan kebutuhan oksigen yang rendah bisa tidak bergejala sama sekali,
tanpa takikardia atau peningkatan curah jantung, pada kadar hemoglobin dibawah 10 g/dl.
EVALUASI DIAGNOSTIK
Uji hematologis dilakukan untuk menentukan jenis dan penyebab anemia. Uji tersebut
meliputi hemoglobin dan hematokrik, indeks sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar
besi serum, pengukuran kapasitas ikatan-besi, kadar folat, vitamin B 12, hitung trombosit, waktu
perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial. Aspirin dan biopsi sum-sum
tulang dapat dilakukan. Setelah itu perlu pemeriksaan diagnostik untuk menentukan adanya
penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanan ditujukan untuk menentukan penyebab dan mengganti darah yang hilang.
KOMPLIKASI
Komplikasi umum anemia meliputi: gagal jantung, parestesia, dan kejang. Tiap tingatan
anemia, pasien dengan penyakit gagal jantung cenderung mengalami angina atau gejala gagal
jantung kongestif dari pada seseorang yang tidak mempunyai penyakit jantung.
Diagnosa
Diagnosa keperawatan:
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup yang berikut :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, kelemahan, dan malaise umum
Kekurangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan kekurangan
asupan nutrisi esensial.
Masalah kolaborasi
Komplikasi potensial :
Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial yang mungkin terjadi mencakup:
Gagal jantung kongestif
Perestesia
Konfusi
Intervensi Keperawatan
Promosi istirahat dan aktivitas. Pasien didorong untuk menjaga kekuatan dan energi fisik
dan emosional. Dianjurkan istirahat yang sering, dan dukungan keluarga di perlukan untuk
menjaga suasana istirahat. Jadwal teratur mengenai istirahat dan tidur wajib untuk
mempertahankan kekuatan dan toleransi terhadap aktivitas. Dianjurkan untuk tetap bergerak dan
aktif sejauh yang dapat ditoleransi. Begitu anemia ditangani dan nilai-nilai darah kembali
normal, Pasien harus didorang untuk kembali ke aktivitas normal secara bertahap. Aktivitas
yang ternyata menyebabkan kelemahan harus ditunda sampai ketahanan telah pulih kembali.
Latihan penyesuaian dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan. Peringatan keamanan
diterapkan untuk mencegah supaya jangan sampai jatuh akibat gangguan koordinasi, parestesia,
dan kelemahan.
Menjaga nutrisi yang adekuat. Kekurangan asupan nutrisi esensial, seperti besi dan asam
folat, dapat mengakibatkan anemia tertentu. Gejala sehubungan dengan anemia seperti
kelemahan dan anoreksia, pada gilirannya juga akan mempengaruhi nutrisi. Diet yang seimbang
dengan makanan tinggi protein, tinggi kalori, buah-buahan dan sayuran sangat dianjurkan.
Alkohol akan mempengaruhi penggunaan nutrisi esensial, jadi pasien harus dilarang atau
membatasi konsumsi minuman beralkohol. Makanan berbumbu yang mengiritasi lambung dan
makanan yang banyak menghasilkan gas harus dihindari. Mengenai penyuluhan diet
direncanakan bagi pasien dan keluarganya karena perencanaan diet harus dapat diterima baik
oleh pasien maupun keluarganya. Suplemen makanan ( mis. Vitamin, besi, folat) bisa diresepkan
Monitor dan Penatalaksanaan Koplikasi. Dengan adanya kekurangan oksihemoglobin
yang berlangsung lama, jantung menjadi kurang mampu menyuplai darah ke jaringan yang
mengalami hipoksia. Jantung kemudian mengalami pembesaran, curah jantung menurun, dan
terjadi gagal jantung kongestif. Upaya keperawatan ditujukan kearah menurunkan aktivitas dan
stimuli yang menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan peningkatan curah jantung. Pasien
di dorong untuk mengidentifikasi situasi yang menyebabkan palpitasi dan dispneu dan
menghindarinya sampai anemianya sembuh. Apabila dispneu merupakan masalah, upaya seperti
meninggikan kepala atau menggunakan bantal pendukung perlu dilakukan. Latihan yang tidak
perlu harus dihindari. Mungkin perlu diberikan oksigen. Tanda vital harus sering dipantau dan
pasien diobservasi mengenai adanya tanda retensi cairan ( mis., edema perifer, penurunan curah
urine, dan distensi vena leher).
Pasien dipantau mengenai adanya parestesia (mis., memar yang tidak jelas penyebabnya
atau luka bakar pada ekstremitas bawah), gangguan koordinasi,, ataksia, dan kejang. Harus
dilakukan upaya pengamanan untuk mencegah cedera.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Mampu bertoleransi dengan aktivitas normal
Mengikuti rencana progresif istirahat, aktivitas, dan latihan
Mengatur irama aktivitas sesuai tingkat energi
2. Mencapai/mempertahankan nutrisi yang adekuat
Makan makanan tinggi protein, kalori dan vitamin
Menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung
Mengembangkanrencana makan yang memperbaiki nutrisi optimal
3. Tidak mengalami komplikasi
Menghindari aktivitas yang menyebabkan takikardi, palpitasi, pusing, dan dispnu
Mempergunakan upaya istirahat dan kenyamanan untuk mengurangi dispneu
Mempunyai tanda vital normal
Tetap bebas dari cedera
Beroritasi terhadap nama, waktu, tempat dan situasi
Tidak mengalami tanda retensi cairan (mis., edema perifer, curah urin berkurang, distensi
vena leher)
KLASIFIKASI ANEMIA
Anemia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Pendekatan fisiologis akan
menentukan apakah defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah
merah (anemia hipoproliferatifa) atau oleh destruksi sel darah ,erah (anemia hemolitika). Pada
anemia hipoproliferatifa, sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu yang normal,
tetapi sumsum tulang tidak mampu menghasilkan jumlah sel yang adekuat; jadi jumlah
retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang akibat
obat atau bahan kimia (mis., chloramphenicol, benze) atau mungkin karena kekurangan
hemopoetin (seperti pada penyakit ginjal), besi, vitamin B12, atau asam folat.
Apabila hemolisis (disolusi sel darah merah dengan pembebasan hemoglobin ke plasma
disekitarnya) merupakan penyebab utama, maka abnormalitas biasanya terdapat dalam sel darah
merah itu sendiri (seperti pada anemia sel sabit atau defisiensi G-6-PD [glucose- 6 – phosphate
dehydrogenase]). Dalam plasma (seperti pada anemia hemolitika imunologis), atau dalam
sirkulasi pada anemia hemolitika, angka retikulosit dan kadar bilirubin indirek maningkat, dan
telah mampu menyebabkan akterik klinis.
1. Anemia Hipoproliferatif
A. Anemia Aplastik
Anemia aplastik dapat terjadi akibat:
1. Pengurangan jumlah sel induk normal
2. Kelainan sel induk berupa gangguan pembelahan (reflekasi) dan diferensiasi
3. Hambatan sel induk secara humoral atau selular
4. Gangguan lingkungan mikro
5. Tidak adanya kofaktor-kofaktor hemopoetik humoral/selular
Etiologi:etiologi anemia aplastik beranekaragam:
1. Faktor genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar
diturunkan menurut hukum mendel. Kelompok ini meliputi:
a. Anemia fanconi
b. Diskeratasis bawaan
c. Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit / tulang
d. Sindrom aplastik parsial
- sindrom blackfand-diamond
- trombositopenia bawaan
- agranulosit bawaan
2. Obat-obatan dan bahan kimia
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas / dosis obat yang berlebihan.
Semua obat dapat menyebabakan anemia aplastik pada prepisposisi genetik. Yang sering
menyebabkan ialah kiarompenikol, sedangkan bahan kimia adalah benzena.
3. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara / permanen:
1. Sementara
Mononukleosis infeksiosa
Tuberkulosis
Influenza Bruseiosis
Dangue
Setiap infeksi virus dapat menyebabkan anemia aplastik sementara, setiap penyebab
anemia aplastik sementara dapat menyebabkan anemia aplastik permanen.
2. Permanen
Penyebab yang terkenal adalah virus hepatitis non A, non B, virus ini dapat
menyebabkan anemia aplastik walaupun penderita anikterik. Umumnya anemia
aplastik pasca hepatitis mempunyai proknosis jelek.
4. Iradiasi
Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik ringan / berat. Bila sel unipoten tertakdir
yang kena, maka terjadi anemia aplastik ringan, ini terjadi pada pengobatan keganasan
sinar X. Dengan meningkatnya dosis penyinaran akan kembali berproliferasi. Radiasi
juga dapat berpengaruh pada stroma sumsum tulang, yaitu ling mikro, dan menyebabkan
fibrosis.
5. Kelainan imunologi
Zat anti hemopoetik dan ling mikro dapat menyebabkan anemia aplastik. Ini terjadi pada
penyakit graft lawan resipien pada transplantasi sumsum tulang.
Patifosiologi. Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum
tulang dan penggantiam sumsum tulang dan lemmak. Dapat terjadi secara kongenital
maupun didapat. Dapat juga idiopatik ( dalam hal ini, tanpa penyebab yang jelas), dan
merupakan penyebab utama. Berbagai macam infeksi dan kehamilandapat
mencetuskannya; atau dapat pula disebabkan oleh obat, bahan kimia, atau kerusakan
radiasi. Yang menyebabkan aplasia sumsum tulang meliputi benzena dan turunan benzena (
mis perekat pesawat terbang ). Obat anti tumor seperti nitrogen mustard: anti metabolit,
termasuk metotrexate dan 6-merkaptopurin, dan berbagai bahan toksik, seperti arsen
anorganik. Anemi aplastik terjadi apabila obat atau bahan kimia masuk dalam jumlah
toksik.
Evaluasi diagnostik. Karena terjadi penurunan sel dalam sumsum tulang, aplastik
sumsum tulang hanya sering menghasilkan beberapa tetes darah. Maka dilakukan biopsi
untuk menentukan beratnya penurunan elemen sumsum normal dan penggantian oleh
lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekursor granulosit, eritrosit, dan
trombosit. Akibatnya terjadi pansitopenia ( defisiensi elemen semua sel darah ).
Manifestasi klinis. Awitan anemia aplastik biasanya khas yaitu bertahap ditandai
kelemahan, pucat, sesak nafas pada saat latihan, dan manifestasi lainnya. Perdarahan
abnormal akibat trombositopenia merupakan gejala satu satunya pada sepertiga pasien .
Apabila granolosit juga terlibat, pasien biasanya mengalami demam, laringitis akut, atau
berbagai bentuk lain sepsis dan pendarahan. Tanda fisik selain pucat dan pendarahan kulit
biasanya tidak jelas. Pemeriksaan hitung darah menunjukan adanya berbagai defisiensi sel
darah ( pansitopenia ). Sel darah merah normositik dan normokromik artinya ukuran dan
warnanya normal.
Penata laksanaan. Dua metode yang saat ini sering dilakukan:
1. Transplantasi sumsum tulang. Di lakukan untuk memberikan persediaan jaringan
hematopoesi yang masih dapat berfungsi. Agar transplantasi berhasil perlu di lakukan
penyesuaian sel donor dan resipien dan mencegah komplikasi selama masa
penyembuhan. Penggunaan imunosupresen cyclosporine, insiden penolakan tandur
kurang dari 10 %.
2. Terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit ( ATG ). Diberikan untuk menghentikan
imunologis yang memperpanjang aplasia sehingga sumsum tulang mengalami
penyembuhan. ATG diberikan melalui kateter vena sentral selama 7 sampai 10 hari.
Pasien yang berespon biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai 3 bulan,
tetapi respon dapat lambat sampai 6 bulan setelah penanganan. Anemia berat di tangani
secara awal selama perjalanan penyakitnya mempunyai kesempatan berespon baik
terhadap ATG.
Apabila ATG dikombinasikan dengan metilprednisolon dosis tinggi, maka angka
ketahanan hidup 3-5 tahun berkisar antara 50 % dan 80%. Facon dan kawan-kawan
melapaorkan apabila adrogen di tambahkan pada ATG ( dengan atau tampa kortikosteroid
dosis tinggi ) angka ketahanan hidup 3 tahunnya adalah 77 %. Tidak semua penelitian
berhasil menggunakan penelitian ini untuk anemia aplastik berat.
Terapi suportif berperan penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik. Pasien di
sokong dengan transfusi sel darah merah dan trombosit secukupnya untuk mengatasi
gejala. Pasien akan mengembangkan antibodi terhadap antigen sel darah merah minor
dan antigen trombosit , sehingga trombosit tidak mampu lagi menaikan jumlah sel.
Kematian di sebabkan oleh pendarahan dan infeksi. Antibiotik tidak boleh diberikan
secara profilaktis pada pasien dengan kadar netrofil rendah dan abnormal ( netropenia )
karena antibiotik dapat menggakibatkan kegawatan akan resistensi bakteri dan jamur.
Intervensi keperwatan. Pasien anemia aplastik peka terhadap defisiensi leokosit eritrosit
dan trombosit, harus dikaji teliti gejala infeksi, hipoksia jaringan dan pendarahan. Setiap
ada luka, lecet, atau ulkus membran mukosa atau kulit merupakan tempat potensial
terjadinya infeksi dan harus dilindungi. Apabila nilai trombosit rendah ( trombositopenia ),
injeksi subkutan dan intramuskular ( IM ) harus dihindari, defeksi tanpa mengejan dan
pencahar sangat penting karena dapat mencegah timbulnya hemoroid,infeksi atau berdarah.
Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kehilangan darah adalah penyakit tukak-
lambung, pemakaian obat-obatan penghilang nyeri lama, dan kanker usus-besar.
Keluhan-keluhan
kulit pucat
rasa lelah
napas pendek
Catatan: bisa saja tak ada keluhan, bila yang terjadi anemia ringan.
Komplikasi .Biasanya jarang terjadi komplikasi, tetapi anemia kekurangan besi sering
kambuh kembali, sehingga pemantauan yang teratur diperlukan. Anak dengan anemia
kekurangan besi lebih mudah mengalami penyakit infeksi
Intervensi keperawatan. Sumber maknan tinggi besi meliputi daging organ ( hati sapi,
ayam, anak sapi ), daging lain, kacang-kacangan ( black, pinto dan garbazo ), sayuran
hijau, kismis, dan sirup manis. Makanan kaya besi bersama dengan vitamin c akan
meningkatkan absorbsi. Antasida tidak boleh dimakan besama besi karena fosfat akan
membentuk kompleks dengan besi.
Pilihan diet seimbang sangat dianjurkan, pemberian besi dekstran IM dan IV perlu
diresepkan. Apabila besi oral tidak dapat di absorbsi atau tidak dapat di9 toleransi atau
apabila di utuhkan sejumlah besi. Lebih di sukai rute IV, injeksi IM mengakibatkan nyeri
lokal dan dapat menimbulkan pewarnaan kulit. Besi dekstran harus di injeksikan dalam-
dalam menggunakan teknik Z track. Besi bentuk cair dapat menimbulkan warna pada
gigi, maka pasien di anjurkan minum obat ini menggunakan sedotan, dan membilas mulut
dengan air, serta melakukan higien mulut yang baik
E. Anemia megaloblastik
5. Neuropati pada defisiensi vitamin B12 pada penderita defisiensi vitamin B12 yang
berat dapat terjadi kelainan saraf sensorik pada kolumna posterior dan neoropati
bersifat simetris terutama mengenai kedua kaki penderita mengalami kesulitan
berjalan dan mudah jatuh.
Dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Gangguan ini jarang sebagai asupan diet yang
tidak adekuat namun dapat terjadi pada vegetarian yang tidak memakan daging sama
sekali. Gangguan absorbsi traktus gastrointestinal lebih sering terjadi.
Tanpa adanya faktor intrinsik, maka vitamin B12 yang diberikan secara oral tidak dapat
diabsorbsi oleh tubuh, bahkan apabila vitamin B12 dan faktor intrinsiknya cukup, masi
dapat terjadi defisiensi apabila ada penyakit yang mengenai ileum atau pankreas yang
menggangu absorbsi. Gastrektomi juga menyebabkan defisiensi vitamin B12.
Manifestasi klinik. Setelah simpanana vitamin B12 dipecah oleh tubuh, pasien mulai
menunjukan tanda-tanda anemia. Mereka menjadi semakin lemah, tidak bertenaga, dan
pucat. Efek hematologis defisiensi disertai oleh efek pada sistem organ lain terutama
traktus gastrointestinal dan sistem saraf. Pasien anemia pernisiosa juga mengalami
kelainan lidah merah, nyeri dan diare ringan. Mereka dapat mengalami konfusi, namun
yang lebih sering adalah parestesia pada ekstremitas dan kesulitan menjaga
keseimbangan karena kerusakan sumsum tulang belakang, kehilangan perasaan terhadap
posisi. Gejala ini berkembang lebih cepat. Tanpa penanganan, pasien akan meninggal
setelah beberapa tahun, biasanya karena kegagalan jantung kongestif akibat anemia.
Evaluasi diagnostik. Salah satu cara menentukan penyebab defisiensi vitamin B12
adalah tes schilling. Berpuasa selama 12 jam, Pasien di berikan minuman yang
mengandung vitamin B12 radioaktif,kemudian di berikan vitamin b12 non radioaktif IM
dalam dosis besar. Vitamin oral dapat diabsorbsi, maka vitamin tersebut akan diekresi
dalam urine, dosis IM akan membantu membilasnya kedalam urin. Urin 24 jam
dikumpulkan dan diukur radioaktifnya. Apabila hanya sebagian kecil yang diekresiksn,
uji ini diulang tetapi beberapa hari kemudian ( stadium ke dua ). Bila pasien menderita
anemia pernisiosa. Kalli ini lebih banya ditemukan radioaktivitas dalam urin tampung 24
jam.
Pengobatan:
Asam polat merupakan vitamin yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
yang normal. Simpanan folat lebih kecil dari pada vitamin B12. sering dijumpai pada
defisiensi folat dalam diet, ini sering terjadi pada pasien yang jarang makan sayuran dan
buah mentah ( mis manula yang hidup sendirian, orang miskin, atau orang alkoholisme ).
Kebutuhan asam folat juga meningkat pada orang yang menderita anemia hemolitik
koronis dan pada wanita hamil.
Pasien yang mendapat makanan secara intravena dalam waktu lama atau nutrisi
parental totaldapat mengalami defisiensi asam folat setelah beberapa bulan, kecuali
mendapatkan suntikan asam folat melalui IM. Pasien menderita penyakit usus halus
mungkin tidak dapat mengabsorbsi asam folat secara normal.
Manifestasi klinik. Temuan anemia khas megaloblastik bersama dengan nyeri lidah.
Gejala defisiensi asam Folat dan vitamin B12 hampir mirip. Manifestasi neurologis
defisiensi vitamin B12 tidak terjadi pada defisiensi asam folat, dan akan menetapbila
tidak di berikan vitamin B12.
Pengobatan: Diberikan asan folat 1-5 mg/hari peroral selama 4-5 minggu asal tidak
terdapat gangguan absorbsi. Asam folat terdapat dalam kemasan tablet @ 1 mg dan
suntikan @ 5 mg/ml atau dalam bentuk multivitamin dengan dosis 0,1-1,0 mg tiap tablet.
Di indonesia lebih sering dijumpai defisiensi asam folat dari pada defisiensi vitamin B12
di sebabkan banyaknya serosis hati di nrgeri ini. Serosis hati menyebabkan asam folat
kurang dapat di simpan dalam hati.
2. Anemia Hemolitika
Uji diagnostik yang pasti untuk hemolisis adalah pemeriksaan ketahanan sel darah
merah. Dilakukan untuk diaknostik yang sulit. 20 sampai 30 ml darah pasien di ambil
dieramkan dalam krom – 51 radioaktif kemudian di injeksikan kembali. Setelah sel ini
bercampur dengan darah yang beredar, di ambil sampel darah kecil dengan interval sehari
kemudian dan seminggu kemudian dan di ukur radioaktivitasnya. Ketahanan krom – 51 normal
adalah 28 sampai 35 hari. Sel darah merah dengan hemolisis berat ( seperti pada anemia sel
sabit ) mempunyai ketahanan 10 hari atau kurang.
1. Sperositosis
Sperositosis merupakan anemia hemolitika di tandai dengan sel darah merah kecil
berbentuk sferis dan pembesaran limfe. Kelainan ini biasanya terdiagnosa pada anak-anak
namun dapat terlewat sampai dewasa karena gejalanya sangat sedikit . Penanganan
pengambilan limfe secara bedah.
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat akibat adanya defek pada molekul
hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.penyakit ini terutama ditemukan pada
keturunan afrika mengenai 1 diantara 375 bayi afrika amerika.
Patofisiologi defeknya adalah satu subsituasi asam amino pada rantai β hemoglobin.
Karena hemoglobin A normal mengandung 2 rantai ά dan 2 rantai β, maka terdapat 2 gen untuk
sintesa tiap rantai
Trait sel sabit hanya mendapat satu gen abnormal sel darah merah mereka masi mampu
mensintesa kedua rantai jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan S. Mereka tidak
menderita anemia dan tampak sehat. 8% dan 12% keturunan afrika amerika mempunyai trait
sel sabit.
Dua orang dengan trait sel sabit menikah, beberapa anaknya akan membawa 2 gen
abnormal dan hanya mempunyai rantai β dan hanya hemoglobin S. Anak ini menderita
anemia sel sabit.
Manifestasi klinik hemoglobin sel sabit mempunyai sifat buruk karena mempunyai
bentuk kayak kristal bila terpajan tekanan oksigen rendah. Oksigen dalam darah vena cukup
rendah sehingga terjadi perubahan ini. Konsekuensinya sel yang mengandung hemoglobin S
akan rusak, kaku dan berbentuk sabit ketika berada di sirkulasi vena. Sel yang panjang dan
kaku dapat di perangkat dalam di pembuluh kecil ketika mereka saling menempel satu sama
lain. Aliran darah kie daerah / organ mengalami penghambatan. Bila terjadi iskemik atau
infark pasien dapat mengalami nyeri, pembengkakan dan demam.
Gejala disebabkan oleh hemolisis atau trombosis, sel darah merah sabit memiliki usia
hidup pendek 15-25 hari sel normal 120 hari. Pasien selalu anemis dengan nilai hemoglobin
antara 7 sampai 10 g/dl. Terdapat ikterik dan jelas terlihat pada skler. Sumsum tulang
membesar saat kanak-kanak. Sebagai usaha kompensasi kadang menyebabkan pembesaran
dan takikardi, murmur jantung dapat terjadi pada pasien dewasa.
Prognosis anemia sel sabit. Anemia sel sabit terdiagnosa pada anak-anak karena nampak
anemis ketika bayi dan mulai mengalami krisis sel sabit pada usia 1 sampai 2 tahun.
Kebanyakan banyak meninggal pada tahun pertama kehidupan. Antibiotik dan kemajuan
ilmu pengetahuan mengenai penyakit ini di tambah penyuluhan terhadap pasien dapat
meningkatakn kinerja pada 20-25 tahun terakhir ini. Meskipun harapan hidup 40 tahun, ada
pasien hidup sampai dekade tahun keenam.
Cetiedil citrate, suatu modifer membran sel darah merah juga mempunyai anti sabit yang
efektif. Pentoxifyline,obat yang menurunkan klekentalan darah dan tahanan vaskulerferiver
memberikan harapanmenurunkan lamanya krisis sel sabit. Vanilimempunyai sifat anti sabit
dan sedang dievaluasi sebagai terapi tambahan untuk anemia sel sabit.
Bila bayi dengan penyakit sel sabit di imunisasi untuk melawan hemophlus influenza
pada usia 2 bulandan di beripencegahan dengan venisilin, maka angka morbiditas dan
mortalitasnya dapat si turunkan. Dehidrasi dan hipoksia memacu terjadinya penyabitan sel,
maka pasien di anjurkan untuk menghindari ketinggian, anestesi atau kehilangan cairan.
Karena adanya defek ginjal, pasien ini sangat mudah mengalami dehidrasi. Terapi asam folat
di berikan tiap hari, karena kebutuhan sumsum tulang sangat tinggi.
Krisis sel sabit. Krisis sel sabit terapi yang utama adalah hidrasi dan analgesia,
peningkatan asupan cairan dapat membantu mengencerkan darah dan membalikkan proses
aglutinasi, peningkatan asupan cairan dapat membantu mengencerkan darah dan
membalikkan proses aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah kecil.
Pasien krisis sel sabit sering mengalami demam dan leokositosis, sehingga infeksi,
apendisitis atau kolesistitis harus di singkirkan. Cairan intravena (3 sampai 5 L / hari untuk
orang dewasa ) harus di berikan. Kateter vena ukuran kecil dapat mengurangi trauma
terhadap vena, setelah kejadian krisis, vena dapat mengalami sklerosis. Analgetik opiot
mungkin diperlikan karena beratnya nyeri dan harus di berikan dengan dosis yang adekuat.
Pengontrolan nyeri pasien ( PAC : patient controlled analgesia ) dengan morfin sulfat
merupakan pilihan terbaik. Tetapi narkotik tidak boleh di berikan untuk prnghilangan nyeri
jangka panjang karena resiko ketergantungan. Bahan anti – inflamasi non steroid cukup
untuk pasien nyeri kronis.
4. Sebagai usaha mencegah terjadinya krisis selama paruh akhir masa kehamilan.
Pasien anemia sel sabit biasanya rentan terhadap infeksi. Terutama pneumonia dan
osteomielitis. Mereka dapat mengalami krisis aplastik dengan infeksi dapat menderita
kandung empedu ( akibat peningkatan hemolisis yang menyebabkan batu bilirubin ) dan
ulkus tungkai. Ulkus dapat bersifat kronis dan nyeri serta memerlukan tandur kulit, infeksi
penyebab kematian utama.
Episode trombosi. Dapat menyebabkan infark parah atau terjadinya stroke mendadak
dengan paralisis pada satu sisi. Dapat terjadi tiap bulan atau sangat jarang dan dapat
berlnagsung selama beberapa jam, hari atau minggu. Yang mencetuskan krisis adalah
dehidrasi, kelemahan, asupan alkohol, stres emosi, dan asidosis. Akibat infark bersifat
permanen, seperti hemipegia, nekrosis aseptik kaput femur, dan defek konsentrasi ginjal.
Gagal ginjal penyebab kematian utama pada orang dewasa dengan penyakit ini.
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian.
Pengkajian mengalami seluruh sistem tubuh harus di lakukan, harus di tekankan pada
nyeri, pembengkakan, dan demam. Semua sendi harus diperiksa dengan teliti akan adanya
nyeridan pembengkakan, begitu juga abdomen. Pemeriksaan neurologis di lakukan untuk
mengetahui adanya hipoksia serebral, pasien di tanya gejala yang mengarah kebatu kandung
empedu. Seperti tidak toleran terhadap makanan, nyeri epigastrik, dan nyeri abdomen kaudran
kanan atas.
Anemia sel sabit rentan terhadap infeksi, di lakukan pengkajian setiap proses infeksi.
Perhatian di berikan pada pemerisaan dada dan tulang panjang serta kaput femur, begitupula
pneumonia dan osteomielitis. Sering terjadi ulkus tungkai, yang mungkin terinfeksi lama smbuh.
Pasien ditanya mengenai faktor yang dapat mencetus krisis. Apakah mereka sebelumnya
merka mengalami gejala infeksi atau dehidrasi atau mengalami situasi yang menyebabkan
kelemahan atau stres emosi
Riwayat asupan alkohol juga di kaji. Faktor yang tampaknya mencetuskan krisis di masa
lalu dan upaya apa yang di lakukan untuk mencegah krisis tersebut. Informasi yang di peroleh
dapat di gunakan sebagai panduan untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan belajar
mreka.
Diagnosa
Masalah keperawatan:
Priapismus
Tujuan: tujuan utamanya adalah penghilangan nyeri, menghindari situasi yang dapat mencetus
krisis,peningkatan perasaan harga diri dan kekuatan dan tidak adanya komplikasi
Intervensi keperawatan
Kekuatan pencegahan dengan penisilin perlu di ulang terus menerus oleh perawat. Apabila
terdapat ulkus tungkai perlu di lakukan balutan yang cermat serta perlindungan terhadap trauma
dan kontaminasi luka. Teknik aseptik yang sangat teliti harus di terapkan untuk mencegah infeksi
nonsokomial.
Pasien peria dapat mengalani episode priapismus yang sangat nyeri ( ereksi penis teris
menerus ). Pasien di beritahu untuk mengosongkan kandung kemihnya saat awitan serangan,
berolahraga dan berendam air hangat. Episode berlangsung lebih dari 3 jam, harus mendapat
pertolongan medis. Episode berulang dapat mengakibatkan trombosis vaskuler ekstensif
menyebabkan impotensi.
3. Hemoglobinopati lainnya
Talasemia minor ( anemia cooley ). Di tandai dengan anemia berat, hemolisis, dan
produksi eritrosit ( eritropoesis )yang tidak efektif. Tranfusi awal dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan selama masa kanak-kanak. Terapi cehlate teratur dengan
desferoksamin subkutan dapat menurunkan komplikasi kelebihan besi dan memperpanjang
hidup pasien.
Abnormalitas kelainan ini terdapat pada G-6- PD,suatu enzim di dalam sel darah merah
yang esensialuntuk stabilitas membran. Obat yang mempunyai efek hemolitik dengan
defisiensi G-6-PD adalah obat anti malaria, sulfonamida, nitrofurantoin, analgetik tar batu
bara yang biasa ( termasuk aspirin ), deuretik thiazide, obat hipoglikemia oral,
chiorampenicol, asam para amino salisilat ( PAS ) dan vitamin K.
Semua jenis defisiensi G-6-PD di turunkan sebagai defek terpaut –X, oleh sebab itu
pria lebih beresiko di banding wanita. Di amerika serikat sekitar 15 % pria amerika
keturunan afrika menderita kelainan ini.
Manifestasi klinik. Tetapi setelah beberapa hari setelah terpajan obat, mereka akan
mengalami pucat, ikterik, hemoglobinuria ( hemoglobin dalam urin), dan jumlah retikulosit
akan meningkat. Hemolisios berlangsung sampai seminggu dan kemudian secara sepontan
jumlahnya mulai meningklat kembali karena sel darah merah muda yang baru lebih tahan
terhadap hemolisis.
Anti bodi bergabung dengan sel darah merah menjadi isoantibodi, bereaksi dengan sel
asing ( seperti pada reaksi tranfusi atau eritrobiasitosis fetalis) atau oto antibodi bereaksi
dengan sel individu itu sendiri. Anti bodi membungkus seldarah merah, menimbulkan uji
coomb positif. Kemudian akan diambil oleh limpa dan lainnya akan kembali kesirkulasi
sebagai sferosit sebagai membran yang lebih tipis dan ketahanan hidup yang lebih pendek.
Penyakit ini awitannya lebih mendadak, pada individu usia 40 tahun. Dengan gambaran
klinis yang sama terbukti membentuk antibodi terhadap obat tertentu ( terutama penisilin,
sefalospirin, atau qurnidin). Antibodi atau kompleks antibodi kemudian akan terikat pada sel
darah merah sehingga terjadi penghancuran sel ( hemolisis ). Pasien yang mendapat dosis
tinggi metildopa dapat membentuk antibodi terhadap sel darah merahnya sendiri, tetapi
hanya sebagian dari pasien ini yang mengalami anemia hemolitika bermakna.
Manifestasi klinik. Uji coomb positif bisa merupakan satu-satunya manifestasi yang
terdapat pada kasus ringan. Namun yang lebih sering terdapat tanda anemia yang mencakup
kelemahan, dispnu, palpitasi dan ikterik.anemianya begitu berat sehingga pasien mengalami
hemolisias yang berlebihan sehingga mengalami syok.
Aktivitas / Istirahat
Tanda: Takikardi/ takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat. Latergi, menarik diri, apatis, dan
kurang tertarik pada sekitarnnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia,
tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai,berjalan lambat, dan tanda-tanda lain
yang menunjukan keletihan
Sirkulasi
Gejala: Riwayat kehilanggan darah kronis, mis; pendarahan GI kronis, menstuasi berat (DB),
angina, CHF ( akibat kerja jantung berlebihan ). Riwayat endokarditis infektif kronis.
Tanda : TD peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi
postural. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas ( warna ): pucat pada kulit
dan membran mukosa ( konjungtiva, mulut, faring, bibir)dan dasar kuku. Sklera : biru
atau putih seperti mutiara ( DB ). Kuku : mudah patah berbentuk seperti sendok
( koiloinika ) ( DB ). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
prematur ( AP ).
Integritas ego
Tanda : Depresi
Eliminasi
Makanan / cairan
Gejala : Penurunan masukan diet, masukan diet hewani rendah/ masukan produk sereal tinggi
( DB ). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan ( ulkus pada faring ). Mual / muntah,
dispesia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
Tanda: Lidah tampak merah daging / halus ( AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12).
Membran mukosa kering, pucat. Turgor kulit kering, tampak kisut / hilang elastisitas
( DB ).
Higiene
Neurosensori
Gejala :Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus, ketidak mampuan berkontraksi.
Insomnia, penurunan penglihatan, bayangan pada mata. Sensasi menjadi dingin.
Tanda : Peka rangsangan, gelisah, depresi, cendrung tidur, apatis. Mental tak mampu berespon,
lambat dan dangkal.
Nyeri / kenyamanan
Pernapasan
Gejala :riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istorahat dan aktivitas.
Keamanan
Tanda :Demam rendah, menggigil, berkeringat malam. Limfadenopati umum. Petekia dan
ekimosis ( aplastik ).
Seksualitas
Gejala :perubahan aliran menstruasi, mis; amenoragia atau menoragia ( DB ). Hilang libido
( pria dan wanita ). Impoten.
Penyuluhan / pembelajaran
Gejala :Kecendrungan keluarga dengan anemia ( DB/AP ). Penggunaan alkohol kronis. Adanya /
berulangnya episode perdarahan ( DB ). Riwayat penyakit hati, ginjal, masalah
hematologi ; penyakit seliak atau malabsorbsi lain; enteritis regional; manifestasi
cacing pita; poliendokrinopati; masalah auto imun ( mis; antibodi pada sel pariental,
faktor intrinsik, anti bodi tiroid dan sel T.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
PRIORITAS KEPERAWATAN
Mencegah komplikasi
TUJUAN PEMULANGAN
Kebutuhan aktivitas sehari-hari trpenuhi mandiri atau dengan bantuan orang lain
Komplikasi tercegah / minimal
Nutrisi Mandiri:
kurang dari mempertahan
Kaji riwayat nutrisi, Mengidentifikasi
kebutuhan tubuh kakeseimbangan
termasuk makanan defisiensi,mendug
b/d kegagalan nutrisi
yang di sukai a kemungkinan
absorpsi nutrien
keriteria hasil: Observasi dan catat intervensi
untuk pembentukan
masukan makanan Mengawasi
SDM normal pasien masukan kalori
atau kualitas
Data penunjang: Berat badan
kekurangan
meningkat
komsumsi
penurunan berat
makanan
badan
Tidak mengalami
Timbang berat badan
penurunan lipatan
tanda malnutrisi Mengawasi
tiap hari
kulit
penurunan berat
Kolaborasi: badan atau
per
efektivitas
ubahan gusi,
Kolaborasi:
intervensi nutrisi
membran mukosa
kulit Konsul pada ahli
gizi
pe
Membantu
nurunan toleransi Berikan obat sesuai
memenuhi
untuk aktivitas indikasi
kebutuhan dan
rencana diet
individu
Polisitemia
DEFINISI
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat pembentukan
sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.
PENYEBAB
GEJALA
Polisitemia menyebabkan darah menjadi kental dan menyebabkan berkurangnya kecepatan aliran darah
ketika darah melalui pembuluh yang kecil.
Jika penyakitnya berat, bisa menyebabkan pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil hitung jenis darah.
PENGOBATAN
Membuang darah bisa membantu mengurangi kelebihan sel darah merah,tetapi juga menyebabkan
berkurangnya volume darah dan memperburuk gejala polisitemia.
Karena itu dilakukan transfusi ganti parsial untuk membuang sebagian darah bayi dan menggantinya
dengan plasma dalam jumlah yang sama.
Polisitemia Vera
DEFINISI
Polisitemia Vera adalah suatu kelainan dari sel prekursor darah, yang menyebabkan sel darah merah
terdapat dalam jumlah yang berlebihan.
Kelainan ini jarang terjadi, hanya mengenai lima dari sejuta orang.
Rata-rata terdiagnosis pada usia 60 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia yang lebih muda.
PENYEBAB
GEJALA
Sel darah merah yang berlebihan akan menambah volume darah dan menyebabkan darah menjadi lebih
kental sehingga lebih sulit mengalir melalui pembuluh darah yang kecil (hiperviskositas).
Jumlah sel darah merah bisa meningkat jauh sebelum timbulnya gejala.
Gejala awalnya seringkali berupa lemah, lelah, sakit kepala, pusing dan sesak nafas.
Bisa terjadi gangguan penglihatan dan penderita bisa memiliki bintik buta atau bisa melihat kilatan cahaya.
Perdarahan pada gusi dan sayatan kecil sering terjadi, dan kulit (terutama kulit wajah) tampak kemerahan.
Penderita bisa merasakan gatal di seluruh tubuh, terutama setelah mandi air hangat.
Kaki dan panas terasa panas (seperti terbakar) dan kadang tulang terasa nyeri.
Bisa terjadi pembesaran hati dan limpa, yang menyebabkan sakit perut tumpul yang hilang timbul.
KOMPLIKASI
DIAGNOSA
Polisitemia vera dapat terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin yang dilakukan untuk alasan lain, bahkan
sebelum penderita menunjukkan gejala-gejalanya.
Kadar hemoglobin (protein pembawa oksigen di dalam sel darah merah) dan hematokrit (persentase sel
darah merah dalam volume darah total) tinggi. Hematokrit lebih dari 54% pada pria dan lebih dari 49%
pada wanita bisa menunjukkan polisitemia, tetapi diagnosis tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan nilai
hematokrit saja.
Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan sel darah merah yang telah diberi label zat radioaktif,
yang bisa menentukan jumlah sel darah merah total di dalam tubuh.
Kadang dilakukan biopsi sumsum tulang.
Nilai hematokrit yang tinggi juga bisa menunjukkan polisitemia relatif, dimana jumlah sel darah
merahnya normal tetapi jumlah ciaran di dalam darah adalah rendah.
Kelebihan sel darah merah karena keadaaan lainnya selain polisitemia vera disebut polisitemia
sekunder; seperti yang terjadi pada rendahnya kadar oksigen dalam darah yang merangsang sumsum
tulang untuk menghasilkan lebih banyak sel darah merah.
Karena itu peningkatan jumlah sel darah merah bisa terjadi pada:
- penderita penyakit paru-paru menahun atau penyakit jantung
- perokok
- orang yang tinggal di daerah pegunungan.
Untuk membedakan polisitemia vera dari polisitemia sekunder, dilakukan pengukuran kadar oksigen di
dalam contoh darah arteri. Jika kadar oksigen rendah, berarti itu adalah suatu polisitemia sekunder.
Kadar eritripoietin (hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah oleh sumsum tulang) dalam
darah juga bisa diukur.
Kadar yang sangat rendah ditemukan pada penderita polisitemia vera, sedangkan pada polisitemia vera
kadarnya normal atau tinggi.
Kadang kista di hati atau ginjal dan tumor di ginjal atau otak menghasilkan eritropoietin, sehingga
penderitanya bisa memiliki kadar eritropoietin yang tinggi dan bisa menderita polisitemia sekunder.
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat pembentukan sel darah merah dan mengurangi jumlah
sel darah merah.
Biasanya darah diambil dari tubuh dengan prosedur yang disebut flebotomi. Sejumlah kecil darah diambil
setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka
darh diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan.
Pada beberapa penderita, pembentukan sel darah merah di sumsum tulang bertambah cepat, sehingga
jumlah trombosit di dalam darah meningkat atau limpa dan hatinya membesar.
Flebotomi juga menyebabkan bertambahnya jumlah trombosit dan tidak menyebabkan berkurangnya
ukuran organ tubuh, sehingga penderita memerlukan kemoterapi untuk menekan pembentukan sel darah.
Biasanya diberikan obat antikanker hidroksiurea.
PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, sekitar 50% penderita dengan gejala akan meninggal dalam waktu kurang dari 2
tahun.
Dengan pengobatan, mereka hidup sampai 15-20 tahun kemudian.