Anda di halaman 1dari 37

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas laporan tutorial skenario 2 yang bertema pertumbuhan dan
perkembangan orokraniofasial.
Dalam laporan tutorial ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan laporan tutorial ini.
Dalam pembuatan laporan tutorial ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan tutorial
skenario 3, khususnya kepada :
1. drg. Swasthi P, M.Kes selaku pembimbing (tutor) pada Ruang Tutorial 1
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan
dalam penulisan laporan tutorial ini.
Akhirnya kami berharap semoga Tuhan memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan dalam pembuatan laporan tutorial ini.

Jember, Desember 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................3
1.2 Skenario............................................................................................................................4
1.3 Learning Objective...........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
2.1 Pertumbuhan dan perkembangan Kranial........................................................................5
2.2 Pertumbuhan dan perkembangan Hidung........................................................................6
2.3 Pertumbuhan dan perkembangan Palatum.......................................................................9
2.4 Pertumbuhan dan perkembangan Maksila.....................................................................14
2.5 Pertumbuhan dan perkembangan Mandibula.................................................................16
2.6 Pertumbuhan dan perkembangan TMJ...........................................................................19
2.7 Faktor-faktor yang pertumbuhan dan perkembangan orokraniofasial...........................20
2.8 Kelainan pada Pertumbuhan dan perkembangan orokraniofasial..................................20
2.9 Hormon-hormon pada kehamilan..................................................................................25
2.10 Pengukuran lingkar kepala pada janin.........................................................................32
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN

I.0 Latar Belakang


Perkembangan langitan mulut terjadi ketika mudigah berumur 7-9 minggu. Langitan
mulut tersebut berkembang dari 3 bagian. Bagian tengah anterior yaitu langitan mulut primer,
dibentuk oleh segmen antar maksila. Dua bagian lateral atau daun-dun langitan kanan dan
kiri, dibentuk oleh dua penonjolan dari tonjol maksila, akan bersatu membentuk langitan
sekunder. Osifikasi langitan berlangsung selama mingu kedelapan intra uterus dan berasal
dari pusat osifikasi dari tulang maksila dan tulang palatina. Bagian belakang dari langitan
tidak terjadi osifikasi dan menghasilkan langitan lunak. Tewrganggunya penggabungan ketiga
komponen embrionik dari langitan mulut, baik karena faktor genetikatau faktor lingkungan
dapat menimbulkan kegagalan penggabungan yang mengakibatkan terbentuknya celah
langitan.
Pada hampir semua mahluk hidup suatu generasi baru dimulai dari suatu telur yang
telah difertilisasi (dibuahi), atau zigot yaitu suatu sel hasil penggabungan dari sel induk betina
dan sel induk jantan, dimana masing-masinginduk berperan dalam menentukan sifat-sifat
individu baru yakni dalam halukuran, bentuk, perlengkapan fisiologis dan pola perilakunya
(Purwanto, 2000).
Selama minggu ke-4 intra uterin, mesensim yang berasal dari mesodermal paraaksial
dan neural crest berkondensasi antara otak sedang berkembang ddanforegut membentuk dasar
kapsul ektomeningeal. Kondensasi ini merupakan pembentuka awal dari tengkorak. Walau
demikian, perkembangan tetap berlangsung lebih lanjut setelah perkembangan primordial
dari beberapa struktur cranial lainnya, seperti otak, saraf cranial, mata dan pembuluh darah
(Syahrumdkk, 1994).
Semua dimensi skeletal dan muscular dipengaruhi oleh pertumbuhan dankecepatan tumbuhnya
berbeda. Peningkatan tinggi badan pada periode pertumbuhan maksimum ini terjadi pada
tubuh. Pertumbuhan muskuler dimulaikira-kira 3 bulan setelah panjangnya meningkat,
sementara pertambahan berat badan mencapai puncaknya tiga bulan kemudian
I.I Skenario
Seorang ibu sedang hamil 2 bulan datang ke rumah sakit memeriksakan
kehamilannya. Si ibu mencemaskan pertumbuhan janinnya karena susah makan dan kondisi
fisiknya lemah. Hasil pemeriksaan USG di dapatkan lingkar kepala janinnya masih dalam
batas normal. Dokter mengatakan susah makan tersebut disebabkan adanya perubahan
hormonal selama kehamilan. Dokter menganjurkan si ibu lebih menjaga pola makan dan
kesehatannya. Dokter menjelaskan proses pertumbuhan dan perkembangan janin intra janin
intra uterin dan pentingnya makanan yang di makan si ibu untuk pertumbuhan dan
perkembangan orokraniofasial janin.
I.II Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses pertumbuhan dan perkembangan
orokraniofasial (kranial, hidung, palatum, maksila, mandibula, tmj)
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pertumbuhan dan perkembangan orokraniofasial
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kelainan pada proses pertumbuhan dan
perkembangan orokraniofasial
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hormon-hormon pada kehamilan
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengukuran lingkar kepala pada janin
BAB II
PEMBAHASAN

II.0 Pertumbuhan dan perkembangan Kranial


Tulang kraniofasial dapat dibagi menjadi neokranium (cranial vault dan basis
kranium) dan viserokranium (maksila dan mandibula). Hubungan ukuran antara wajah dan
kranium jelas terlihat berbeda pada saat lahir dan dewasa. Kranium (neurokranium)
bertumbuh dengan cepat pada periode prenatal untuk tempat otak yang juga berkembang
dengan cepat. Wajah (viserokranium) berkembang lebih lambat ke arah ukuran dewasa
dibandingkan kranium, sehingga sewaktu lahir wajah akan terlihat lebih kecil pada dimensi
vertikal dalam hubungannya dengan ukuran total dari kepala, bila dibandingkan dengan
proporsi pada orang dewasa.
Proses pertumbuhan atau pembentukan tulang terbagi atas osifikasi intramembranus
dan osifikasi endokondral, yaitu:
1. Osifikasi endokondral adalah pembentukan tulang yang terjadi saat sel-sel kartilago
berproliferasi dan hipertropi, sehingga mengakibatkan matriks kartilago disekitarnya
terkalsifikasi. Sel tulang terus berdegenerasi dan tulang terosifikasi. Kartilago yang
tidak terosifikasi akan menjadi jembatan antara beberapa tulang yang disebut
sikondrosis.
2. Osifikasi intramembranus adalah pembentukan tulang yang terjadi secara langsung
dalam jaringan mesenkim. Jaringan mesenkim berdiferensiasi menjadi osteoblas, lalu
osteoblas mensekresi matriks organik membentuk dan terkalsifikasi. Osteoid
membentuk tulang spongeus dan berkondensasi menjadi periosteum. Proses ini
banyak terjadi pada tulang pipih tengkorak.
A. Pembenkan Tulang Ruang Kranium
Ruang kranium (cranial vault) adalah tulang yang menutup bagian atas atau
permukaan luar otak. Ruang kranium merupakan tulang pipih yang dibentuk secara
langsung melalui pembentukan tulang (osifikasi) secara intramembran, tanpa
didahului pembentukan kartilago. Pertumbuhan tulang kranium sangat dipengaruhi
oleh pertumbuhan otak, karena terjadinya tekanan pada sutura yang merangsang
pembentukan tulang kranium melalui proses pertumbuhan sutura. Aposisi tulang baru
pada sutura adalah mekanisme utama untuk pertumbuhan ruang kranium.
B. Gambar 1.1 Sistem Sutura dari kepala (Sumber : langman 2014)
C. Pembentukan Tulang Basis Kranium
Basis kranium merupakan dasar tulang di bagian bawah otak yang juga
sebagai garis pembatas antara kranium dan wajah. Basis kranium tidak hanya
mendukung dan melindungi otak, akan tetapi juga berguna untuk menegakkan tubuh,
melindungi persendian tengkorak, kolumna vertebra, mandibula dan sebagian
maksila.
Berbeda dengan ruang kranium, basis kranium awalnya berbentuk kartilago,
kemudian kartilago bertransformasi menjadi tulang melalui osifikasi endokondral.
Sisi pertumbuhan yang paling penting pada basis kranium adalah sinkondrosis.
Sinkondrosis terdiri atas sinkondrosis sphenoksipital, yaitu antara tulang
spehenoidalis dan oksipitalis, sinkondrosis intersphenoid, yaitu antara kedua bagian
tulang sphenoid, dan sikondrosis sphenoethmoidal, yaitu antara tulang sphenoid dan
ethmoidal
II.I Pertumbuhan dan perkembangan Hidung
Pada minggu keempat, frontonasal prominence yang merupakan pembentukan awal
wajah bagian atas mengalami penebalan bilateral membentuk placode yang disebut nasal
placode. Jaringan di sekitar nasal placode di frontal prosesus inilah yang melakukan
perkembangan hidung. Placode kemudian disintegrasi dan membentuk lubang nasal atau
disebut juga olfactory pits. Nasal pits ini yang kemudian menjadi rongga hidung.

Di minggu keenam, lubang hidung bagian dalam akan menghasilkan nasal sac yang
tumbuh secara internal menuju otak yang berkembang. Awalnya, nasal sac dipisahkan oleh
oleh membran oronasal. Kemudian membran sementara ini lenyap, beriringan dengan
pembentukan daerah choanae primitif, bagian posterior dari primary palate. Pada
perkembangan selanjutnya choanae primitive ini akan berpindah ke belakang primary palate.
Dengan adanya pertumbuhan secondary palate dan primitive nasal chambers, choanae
definitif sekarang berada di perbatasan rongga hidung dan faring. Di waktu yang sama,
superior, middle, dan inferior chonchae berkembang di dinding lateral dari rongga nasal.

Di bagian tengah jaringan sekitar nasal placodes akan membentuk dua bentuk sabit yang
membesar di antara nasal pits. Bagian tengah ini dinamakan medial nasal prosesus.
Selanjutnya medial nasal prosesus akan berfusi secara eksternal untuk membentuk bagian
tengah dari hidung, mulai dari pangkal sampai apex dan bagian tengah bibir atas serta
philtrum.Bagian luar nasal pits juga membentuk dua bentuk bulan sabit bernama lateral nasal
prosesus. Lateral nasal processus akan membentuk alae, atau sisi dari hidung.

Gambar 2.1 Pembentukan nasal (Sumber : langman 2014)


Paranasal sinus akan berkembang sebagai diverticula dari lateral nasal wall, dan
memanjang menjadi tulang maxilla, ethmoid, frontal, dan sphenoid. Paranasal sinus mencapai
pertumbuhan maksimal pada masa pubertas dan berperan penting pada pembentukan wajah.

A. Perkembangan Paranasal Sinus Pascanatal

Paranasal sinus mempunya 4 pasang sinus:

a) 2 pasang frontal sinuses


b) 2 pasang ethmoid sinuses
c) 2 pasang sphenoid sinuses
d) 2 pasang maxillary sinuses
a. Frontal sinus
Terdapat di tulang frontal di atas rongga orbital, dan setiap orang memiliki
ukuran dan bentuk yang berbeda – beda. Pada masa kelahiran, sinuses ini belum
ada. Kira – kira setelah umur 2 tahun, 2 anterior ethmoid sinuses ini tumbuh
kearah tulang frontal dan membentuk tulang sinus di setiap sisi. Frontal sinuses
mulai kelihatan pada umur 7 tahun di radiograf. Frontal sinuses akan selesai
berkembang pada umur 14 – 17 tahun.

b. Ethmoid sinus
Disebut juga ethmoid air cells karena bukan merupakan sepasang sinuses
tetapi memiliki banyak kompartemen kecil. Ethmoid bones memiliki bagian
anterior, middle, dan posterior. Di saat pertumbuhan frontal bone, bagian
posterior dari ethmoid sinuses akan tumbuh ke sphenoid bone dan membentuk
sphenoid sinuses. Ethmoid bones mulai tumbuh ketika umut 6 – 8 tahun.

c. Sphenoid sinus
Berada di badan tulang sphenoid, di bawah kelenjar pituitary.

d. Maxilllary sinus
Merupakan sinuses terbesar dari paranasal sinuses. Saat bayi lahir,
maxillary sinuses akan sebesar biji kacang polong. Namun sinuses tersebut akan
membesar dan tumbuh sampai masa puber dan sampai semua gigi permanen
tumbuh.

Fungsi dari sinuses yaitu menghangatkan udara saat melalui system respirasi, namun
fungsi ini merupakan fungsi minimal. Pertumbuhan sinuses penting karena mengubah bentuk
dan ukuran hidung saat remaja. Sinuses juga berpengaruh pada gema di suara saat puber.

Gambar 2.2 Pembentukan nasal (Sumber : langman 2014)


B. Pertumbuhan dan Perkembangan Cavum Nasi
Dimulai pada embrio umur kurang dari 6 minggu sebagai proses invaginasi pada
nasal placode sebagai dasar lekukannya. Mula-mula dibentuk nasal pit, kemudian
lekukan semakin meluas membentuk saccus nasalis. Saccus nasalis ini masih belum
berhubungan dengan cavum oris karena masih dipisahkan oleh membrane oro nasal.
Setelah embrio berusia 7 minggu membrane oro nasal pecah sehingga terjadilah
hubungan antara cavum nasi dengan cavum oris. Batas hubungan cavum nasi dan
cavum oris di belakang palatum primer disebut primitive choanae.

Selain proses tersebut, pada dinding cavum nasi terbentuk pula tonjolan-tonjolan
yang terbagi menjadi tiga yaitu:

i. Conchae Nasalis Superior


ii. Conchae Nasalisi Medius
iii. Conchae Nasalis Inferior
Dinding epitel atas cavum nasi (lapisan ectoderm) juga mengalami diferensiasi
membentuk serabut-serabut saraf N. Olfactorius. Setelah palatum sekunder kanan dan
kiri selesai berfusi dengan septum nasi, maka terbentuklah cavum nasi yang
sempurna. Batas hubungan cavum nasi dan cavum oris di belakang palatum sekunder
dan disebut Definitive Chonchae.

II.II Pertumbuhan dan perkembangan Palatum


Palatum dibentuk dari dua struktur embrionik yang terpisah yaitu palatum primer
(stuktur anterior dari foramen insisv, bibir, dan alveolus)dan palatum sekunder(stuktur
posterior dari foramen insisiv, palatum molle, dan palatum durum). Perkembanagan palatum
dimulai pada minggu ke 5 dan sempurna pada minggu ke 12, dalam periode fetal.

II.II.1 Segmen antar maksila


Sebagai hasil dari pertumbuhan medial prominensia maksilaris, dua prominensia
nasalis mediana menyatu tidak hanya di permukaan namun juga di bagian yang lebih dalam.
Struktur yang dibentuk oleh dua prominensia yang menyatu adalah segmen antarmaksila.
Struktur ini terdiri dari (1) komponen labia, yang membentuk filtrum bibir atas; (2)
komponen rahang atas, yang membawa empat gigi seri; dan (3) komponen palatum, yang
membentuk palatum primer berbentuk segitiga (Gambar 1). Segmen antarmaksila bersam-
bungan dengan bagian rostral septum nasi, yang dibentuk oleh prominensia frontalis.
( Langman’s, 2014)
II.II.2 Palatum Sekunder
Walaupun palatum primer berasal dari segmen antar-maksila (Gambar 1), bagian
utama dari palatum definitif dibentuk oleh dua pertumbuhan keluar seperti bilah dari
prominensia maksilaris. Pertumbuhan keluar ini, bilah palatum (palatine shelve), muncul di
minggu keenam perkembangan dan mengarah ke bawah secara oblik di kedua sisi lidah
(Gambar 2 ). Namun, di minggu ketujuh, bilah palatum bergerak ke atas untuk memperoleh
posisi horizontal di atas lidah dan menyatu, membentuk palatum sekunder (Gambar 3 dan 4)
( Langman’s, 2014).

Palatine shelve menjadi horizontal diakibatkan dari pertumbuhan rahang bawah,


terbukanya stomatodeum akibat extensi otot dan pergerakan kepala. Kemudian lidah turun,
dan palatine shelve mengayun keatas menuju ke arah garis tengah dalam gerakan
mengombak ke arah postero anterior.

Di anterior, bilah ini menyatu dengan palatum primer yang berbentuk segitiga, dan
foramen insisivum merupakan tanda utama garis tengah di antara palatum primer dan
sekunder (Gambar 4B). Pada saat yang sama dengan menyatunya bilah-bilah palatum,
septum nasi tumbuh ke bawah dan bergabung dengan bagian sefalik palatum yang baru
terbentuk (Gambar 4) ( Langman’s, 2014).

Gambar 3.1 Pembentukan palatum (Sumber : Langman’s, 2014)


A. Segmen antarmaksila dan prosesus maksilaris. B. Segmen antarmaksila membentuk
filtrum bibir atas, bagian tengah tulang maksila bersama empat gigi serinya, dan palatum
primer yang berbentuk segitiga.
Gambar 3.2 Pembentukan palatum (Sumber : Langman’s, 2014)
A. Potongan frontal melalui kepala mudigah berusia 6,5 minggu. Bilah palatum berada di
posisi vertikal di kedua sisi lidah. B. Pandangan ventral bilah palatum sesudah pengangkatan
rahang bawah dan lidah. Perhatikan celah celah diantara palatum primer yang berbentuk
segitiga dan bilah palatum, yang masih tegak lurus.

Gambar 3.3 Pembentukan palatum (Sumber : Langman’s, 2014)

A. Potongan frontal melalui kepala mudigah berusia 7,5 minggu. Lidah telah bergerak ke
bawah, dan bilah palatum telah mencapai posisi horizontal. B. Pandangan ventral bilah
palatum sesudah pengangkatan rahang bawah dan lidah. Bilah-bilah ini terletak horizontal.
Gambar 3.4 Pembentukan palatum (Sumber : Langman’s, 2014)

A. Potongan frontal melalui kepala mudigah berusia 10 minggu. Kedua bilah palatum telah
menyatu satu sama lain dan dengan septum nasi. B. Pandangan ventral palatum. Foramen
insisivum membentuk garis tengah di antara palatum primer dan sekunder.

II.II.3 Raphe Palatal


Raphe palatine (atau raphe median atau raphe palatine mediana) adalah raphe yang
melintas di langit-langit mulut, dari uvula palatine sampai papila incisive. Terbentuk di antara
lempeng horizontal maksila tepat di belakang gigi incisor. Bentuk ini memadai untuk
menghindari trauma dari basis gigi tiruan.

Raphe palatal adalah sutura median yang ditutupi oleh sub mukosa yang tipis,
sehingga lapisan mukosa berada dalam kontak dekat dengan tulang yang mendasari. Untuk
wilayah ini jaringan lunak yang menutupi jaringan median palatal tidak tahan terhadap alam
dan mungkin perlu dilepas.

II.II.4 Ruge Palatal


Ruge palatal atau yang disebut plica palatina tranversus dan ruge palatine terbentuk
sebagai tonjolam membran mukosa yang irregular dan asimetris meluas ke lateral dari papilla
incisivus dan bagian anterior median rafe palatal.2 Selain itu dengan adanya reseptor
gustatori dan taktil pada ruge palatal akan berkontribusi dalam persepsi rasa, persepsi posisi
lidah dan tekstur makanan.

Pembentukan rugae palatina terjadi pada bulan ke tiga intrauterin oleh jaringan ikat
yang melindungi palatum pada saat pembentukan maksila. Perkembangan dan pertumbuhan
rugae palatina dipengaruhi oleh interaksi antara jaringan mesenkim dan jaringan epitel.
Rugae palatina pertama kali terbentuk di sekitar papila insisvus dengan panjang 32 mm. Pada
masa embrio, rugae palatina cenderung menonjol pada palatal pada saat proses peninggian
dari jaringan ikat dan jariangan mesenkim. Pada saat pemanjangan embrio 550 mm terdapat
sekitar 5 sampai 7 ketinggian. Ketinggian yang terlihat dapat diklasifkasikan dengan berbagai
bentuk yaitu melengkung, lurus, bergelombang, dan bercabang. Pada daerah tengah raphae
palatina bentuk rugae palatina jelas terlihat sedangkan pada daerah lain tidak. Pada saat akhir
kehidupan intrauterin peninggian pada bagian posterior palatum mulai menghilang dan pada
bagian anterior mulai menonjol. Perubahan ini menyebabkan posisi rugae palatina terbatas
pada bagian anterior palatum sekunder saat kelahiran hingga seterusnya . Selama
pertumbuhan, ukuran panjang rugae palatina akan terus berubah mengikuti pertumbuhan
tulang palatal. Pola khas rugae palatina yang didapatkan saat lahir akan mencapai bentuk
akhirnya pada masa remaja. Ukuran rugae palatina sedikit meningkat pada usia pertengahan,
yaitu usia 13 th sampai 30 th. Pada usia seterusnya ukuran rugae palatina konstan
sebagaimana terhentinya pertumbuhan (Nila Kasuma, 2017).

A. Enam tahap perkembangan rugae palatina sebagai berikut :


1. Tahap penebalan epitel sel mesenkim sehingga terjadi pembesaran rugal.
2. Tahap penyamarataan membran basal dan penonjolan epitel pada permukaan
maka terbentuk rugae primitif
3. Tahap pengkondensasian dibawah sel mesenkim pada puncak rugae
4. Tahap pembentukan tonjolan stroma fbrosa dibawah rugae sehingga terbentuk inti
rugae yang ditutupi oleh epitel pipih
5. Penebalan yang sama pada epitel yang dikelilingi bidang interrugal sehingga
terbentuk rugae defnitif dan keratinisasi awal
6. Tahap rugae seperti pada orang dewasa.
Gambar 3.5 Raphe Palatina (Sumber : Langman’s, 2014)

II.III Pertumbuhan dan perkembangan Maksila


Di akhir minggu keempat, muncul prominensia fasialis yang terutama terdiri dari
mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan dibentuk terutama oleh pasangan arkus faring
pertama. Prominensia maksilaris dapat dikenali di sebelah lateral stomodeum. (Langman’s.
2012)

Gambar 4.1 Mikrograf elektron scanning mudigah manusia (Sumber : Langman’s, 2014)
Selama 2 minggu berikutnya, prominensia maksilaris semakin bertambah besar.
Secara bersamaan, prominensia ini tumbuh ke medial, menekan prominensia nasalis mediana
ke arah garis tengah. Selanjutnya, celah di antara prominensia nasalis mediana dan
prominensia maksilaris lenyap, dan keduanya menyatu.Arkus faring pertama terdiri dari
bagian dorsal, prosesus maksilaris, yang membentang ke depan di bawah regio mata, dan
bagian ventral, prosesus mandibularis.Mesenkim prosesus maksilaris membentuk premaksila,
maksila, os zigomatikum, dan sebagian os temporale melalui osifikasi membranosa.
(Langman’s. 2012)

Sebagai hasil dari pertumbuhan medial prominensia maksilaris, dua prominensia


nasalis mediana menyatu tidak hanya di permukaan namun juga di bagian yang lebih dalam.
Struktur yang dibentuk oleh dua prominensia yang menyatu adalah segmen antarmaksila.
Struktur ini terdiri dari (1) komponen labia, yang membentuk filtrum bibir atas; (2)
komponen rahang atas, yang membawa empat gigi seri; dan (3) komponen palatum, yang
membentuk palatum primer berbentuk segitiga. Segmen antarmaksila bersam-bungan dengan
bagian rostral septum nasi, yang dibentuk oleh prominensia frontalis. (Langman’s. 2012)

Maksila adalah tulang penyusun wajah yang paling besar ukurannya setelah
mandibula dan setelah berfusi kedua tulang maksila membentuk rahang atas. Tulang ini
terdiri dari korpus dan empat prosessus yaitu molar, nasal, alveolar dan palatum. Corpusnya
berbentuk piramid dan merupakan pars centralis maxilla yang menutupi sinus maksilaris.
Corpus maksila memiliki empat permukaan yaitu fasial, orbital, zigomatik dan nasal(R.drake.
2008). Maksila menyatu dengan basis kranium. Basis kranium tumbuh membesar secara
endokhondral, tetapi pertumbuhan maksila adalah secara intramembranosa pada sutura –
sutura dan aposis pada permukaan. Pertumbuhan maksila bergerak kemuka dan kebawah,
dengan demikian kranium bergeser ke belakang dan ke atas. Pertumbuhan endokhondral dari
basis kranium ke septum nasi penting untuk bergeraknya kesatuan maksila kedepan dan
kebawah. (Mochtar. 2002)

II.III.1 Perkembangan Maksila


A. Pre-Natal

Maksila juga berkembang dari pusat osifikasi di maxillary process yang


terapat di branchial arch pertama. Untuk maksila, tidak ada kartilago primer (primary
cartilage) yang ada, tetapi pusat osifikasi nya dekat dengan kartilago dari nasal
capsule. Proses osifikasi dari maksila sama dengan proses osifikasi mandibula. Dari
pusat osifikasi, formasi tulang menyebar secara posterior menuju zygoma, secara
anterior menuju incisor, dan secara superior menuju ke frontal process. Akibat dari
perkembangan ini terjadi deposisi tulang pada bagian posterior. Osifikasi juga
berkembang menuju palatine process untuk membentuk palatum primer(Ole
Fajerskov. 1990).

Dalam pertumbuhan maksila lebih lanjut, terdapat kartilago sekunder


(secondary cartilage) yang berpengaruh besar yaitu zygomatic/malar cartilage.
Kartilago ini muncul pada saat perkembangan tulang zygomatic dan dalam waktu
yang singkat dapat berkontribusi dalam perkembangan maksila.

B. Post-Natal

Pertumbuhan maksila dipengaruhi oleh pertumbuhan otak, pertumbuhan tulang


cranial, dan nasalseptal guidance, yang memberikan pengaruh signifikan terhadap pergerakan
maju mundur maksila dari lahir hingga umur 7 tahun(Ole Fajerskov. 1990).

Setelah umur 7 tahun hingga dewasa pengaruh-pengaruh tersebut berkurang


secara dramatis seiring pertumbuhan sutural dan pertumbuhan permukaan
intramembranosa mengambil alih.

II.IV Pertumbuhan dan perkembangan Mandibula


II.IV.1 Pre-natal
Tulang kartilago dari branchial arch pertama yaitu Meckel's cartilage membentuk
rahang bawah (mandibular). Saat minggu ke-6 masa kehamilan, perkembangan tulang
kartilago ini meluas sebagai batang hyaline cartilago yang dilapisi oleh kapsul fibroselular
dari tempat perkembangan telinga hingga midline dimana mandibula bersatu. Saraf
mandibular terbagi menjadi lingual dan cabang alveolar inferior. Cabang alveolar inferior
dibagi lagi menjadi dua, yaitu cabang insisif dan cabang mentalis (Suhendriyah, 2015).
Di minggu ke-6, bagian lateral Meckel's cartilago mengalami kondensasi dari
mesenkim di sudut yang dibentuk oleh divisi dari saraf alveolar inferior, insisif, dan cabang
mentalis. Pada 7 minggu, osifikasi intramembranous dimulai dalam kondensasi ini dengan
membentuk tulang pertama dari mandibula. Dari pusat osifikasi ini, formasi tulang menyebar
cepat secara anterior menuju ke midline dan secara posterior menuju titik dimana saraf
mandibula dibagi menjadi lingual dan cabang alveolar inferior. Perkembangan formasi tulang
ini terjadi di sepanjang bagian lateral dari Meckel's cartilago, membentuk sebuah palung yang
terdiri dari plate lateral dan medial yang bersatukan diantara insisif, lalu perkembangan
tulang ini berlangsung hingga menuju midline. Dua pusat osifikasi yang tersisa dipisahkan
oleh mandibular symphysis sampai bayi akan lahir.
Perpanjangan Meckel's cartilago yang mengarah ke belakang, nantinya akan menjadi
sebuah saluran yang berisi saraf alveolar inferior. Ramus mandibula dikembangkan oleh
osifikasi secara posterior menuju mesenkim dari branchial arch pertama. Titik perbedaan ini
ditandai oleh lingula pada mandibula dewasa. Meckel's cartilago akan menjadi malleus dan
incus pada telinga bagian tengah.
Pertumbuhan mandibula lebih lanjut dipengaruhi oleh tiga kartilago sekunder (secondary
cartilago), yaitu :
1. Kartilago Kondilar (condylar cartilago)
Kartilago kondilar muncul pada saat minggu ke-12 masa perkembangan dan
secara cepat membentuk cone yang berperan besar dalam perkembangan ramus.
Kartilago ini dapat berkembang menjadi tulang sejati melalui osifikasi endokondral.
Tidak semua kartilago kondilar mengalami osifikasi, akibatnya ada sisa kartilago yang
bertahan hingga 20 tahun. Sisa kartilago kondilar ini berguna untuk mekanisme
pertumbuhan mandibula.

2. Kartilago Koronoid (coronoid cartilago)


Kartilago koronoid muncul saat bulan ke-4 dari masa perkembangan.
Kartilago koronoid ini ukurannya melebihi batas anterior dari koronoid processus.
Kartilago ini bersifat sementara dan akan hilang sebelum lahir.
3. Kartilago Symphyseal
Kartilago ini muncul di jaringan ikat diantara ujung Meckel's cartilago tetapi
sepenuhnya berdiri sendiri (tidak bergantung pada Meckel's cartilago). Kartilago
symphyseal akan hilang setelah setahun pertama kelahiran.
Gambar 5.1 Arah pertumbuhan mandibular (Sumber : Langman’s, 2014)
2.5.2 Post-Natal
Pada saat lahir mandibula walaupun terdeteksi dengan jelas, sangat berbeda pada
berbagai aspek dari tulang dewasa. Perbedaan utamanya terletak pada sudut mandibula yang
tumpul, ramus yang lebih kecil bila dibandingkan dengan corpus, dan tidak adanya lapisan
kompakta dan tulang pada daerah permukaan. Corpus mandibular terdiri dan elemen neural
dan alveolar sedangkan ramus terdiri dan processus coronoieus, angularis dan musculanis
yang terbentuk di sekitar ramus sentral, berkembang dan kartilago kondilaris sekunder
(Nanci, 2014).
Pertumbuhan mandibula pada kondilus dan aposisi tepi posterior ramus menyebabkan
mandibula bertambah panjang, sedangkan pertumbuhan kondilus bersama dengan
pertumbuhan alveolus menyebabkan mandibula bertambah tinggi. Aposisi pada permukaan
menyebabkan mandibula bertambah tebal. Kemudian mandibula akan terdorong ke depan
dan ke bawah karena terfiksir dari artikulasi mandibularis.
Mandibula memiliki ciri the most delayed growth dan the most post-natal growth dari
semua tulang wajah. Bagian kanan dan kiri mandibula pada bayi yang baru lahir masih
terpisah, kemudian menyatu pada midline mental symphisis selama tahun pertama. Lokasi
utama pertumbuhan post-natal mandibula adalah

e. endochondral apposition pada kartilago kondilar


f. intramembraneous apposition pada aspek posterior

Pada saat lahir, mandibular kondilar tumbuh lebih secara horizontal sehinggan kondilar
tumbuh memanjang, sedangkan pada anak-anak, pertumbuhan lebih secara vertical sehingga
pertumbuhan kondilar meninggi. Pertumbuhan mandibula berlangsung hingga akhir masa
remaja, sekitar umur 20 tahun.
II.V Pertumbuhan dan perkembangan TMJ
Pars tympanica tulang temporale membentuk sudut posteromedial atap fossa
infratemporalis, dan juga bersendi dengan capitulum mandibulae untuk membentuk sendi
temporomandibularis (TMJ). (Gray’s Basic Anatomy International Editon, 2012)
a. Bagian bawah sendi terutama memungkinkan gerak mandibula untuk depresi dan
elevasi, seperti sendi ginglymus.

b. Bagian atas sendi memungkinkan capitulum mandibulae untuk berpindah ke depan


(protrusi) pada tuberculum articulare dan ke belakang (retraksi) ke dalam fossa
mandibulae.

Gambar 6.1 Sendi temporomandibularis. A.Mulut tertutup. B.Mulut terbuka. (Sumber


: Gray’s Basic Anatomy International Editon, 2012)

II.V.1 Kelainan-kelainan sendi temporomandibularis


Sendi temporomandibularis merupakan lokasi terjadinya arthritis, penyatuan/fusi
tulang trauma, dislokasi dan patah tulang dan juga kelainan perkembangan. Sendi dan hampir
semua musculus yang menggerakkan sendi dipersarafi oleh nervus trigeminus. Inflamasi
sendi atau jaringan di sekitarnya dapat menyebabkan refleks spasme musculus yang
membatasi gerak. "Gesekan antar gigi" dan ketidakselarasan permukaan occlusal gigi-geligi
dapat juga menyebabkan permasalahan sendi temporomandibularis.
II.VI Faktor-faktor yang pertumbuhan dan perkembangan orokraniofasial
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan perkembangan orokraniofasial :
1. Gen
Faktor keturunan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dapat
dipelajari pada data – data anak kembar baik monozigot maupun dizigot. Gen dapt
mempengaruhi sifat – sifat pertumbuhan, ukuran, kecepatan, kapan mulai terjadinya
perubahan erupsi gigi dan sebagainya. Penyelidikan pada anak kambar bahwa ukuran
gigi, lebar kepala dan lebar mandibula sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan
dibandingkan dengan ukuran antero posterior (Mockhtar, 2002).
2. Nutrisi
Malnutrisi yang terjadi pada anak – anak yang sedang tumbuh akan memperlambat
pertumbuhan. Malnutrisi dapat dipengaruhi ukuran bagian badan, sehingga terjadi
perbandingan ukuran badan yang berbeda – beda dan kualitas jaringan yang berbeda
seperti kualitas gigi dan tulang (Mockhtar, 2002).
3. Penyakit
Penyakit sistemik yang berlangsung lama dan berat dapat mempengaruhi
pertumbuhan anak. Gangguan kelenjar endokrin yang ikut berperan pada pertumbuhan
seperti: hipofise, tiroidea, suprarenalis dan gonad dapat menyebabkan kemunduran
pertumbuhan (Mockhtar, 2002).
4. Perbedaan ras dan Etnik
Pada ras dan Etnik yang berbeda – beda terlihat adanya perbedaan kongenital,
kecepatan tinggi dan berat badan, pertumbuhan pada masing- masing ras dan etnik juga
berbeda, begitu juga waktu maturasi, pembentukan tulang, kalsifikasi gigi, dan waktu
erupsi gigi (Mockhtar, 2002).
5. Pengaruh hormon
Pertumbuhan badan manusia prinsipnya di pengaruhi oleh hormon perutumbuhan
yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise. Pada masa pubertas dimana hormon sex mulai
aktif, maka hormon ini juga mempengaruhi perkembangan wajah (Mockhtar, 2002).
6. Neurothrophism
Aktifitas neural mengontrol aktivitas pertumbuhan. saraf mengontrol pertumbuhan
tulang, ini diperkirakan dengan mentransmisi substansi melalui akson saraf.
Neurotrophism dapat bekerja secara tidak langsung dengan induksi saraf dan
memengaruhi pertumbuhan dan fungsi morfologi tulang.

II.VII Kelainan pada Pertumbuhan dan perkembangan orokraniofasial


II.VII.1 Cherubism
Cherubism merupakan kelainan genetik benigna yang melibatkan maksila dan
mandibula. Biasanya dijumpai pada anak usia 5 tahun. Tanda-tanda khas yaitu terjadinya
pembesaran rahang, pembesaran pipi dan tatapan mata ke arab alas.

A. Etiologi dan Patogenesis


Etiologi terjadinya cherubism karena adanya gangguan pada autosomal
dominan. Penetrasinya adalah 100% pada penderita laki-laki dan 50 -75% pada
wanita. Bersifat "self-limiting disease", jadi dapat berkembang cepat selama masa
kanak-kanak dan seringkali berawal pada usia 2 tahun kemudian berlahjut hingga
pubertas. Pada masa pubertas, lesi pada tulang mulai surut atau mengalami regresi dan
pada usia 30 tahun tinggal sedikit kecacatan yang tersisa.

B. Gambaran Klinis

Daerah yang paling sering terlibat pada penyakit ini adalah sudut mandibula
(mandibular angle), ascending ramus, regio retromolar dan bagian posterior maksilla.
Prosesus coronoid dapat terlibat tetapi condylus selalu terhindar. Perluasan tulang
paling sering terjadi secara bilateral walaupun ada pula kasus unilateral, sebagian
besar kasus hanya pada mandibula. Pada regio posterior mandibula dapat terjadi
pembesaran yang dapat meluas sampai pada processus alveolaris dan ascending ramus
serta tidak mengakibatkan rasa sakit. Penampilan klinis bervariasi mulai dari
pembengkakan posterior pada satu rahang hingga perluasan ke anterior dan posterior
adari kedua rahang, sehingga mengakibatkan kesulitan dalam mengunyah, bicara dan
menelan. Pada kelainan maksila terjadi keterlibatan dasar orbita dan Binding anterior
antrum. Tekanan ke arah superior pada orbita menyebabkan terjadinya penonjolan
sclera dan tatapan mats ke arah alas. Terjadi pula pengurangan atau obliterasi
lengkung palatal. Kemungkinan dapat pula terjadi premature exfoliation gigi decidui
pada usia 3 tahun. Timbul gangguan perkembangan dan erupsi ectopik gigi permanen.
Gigi permanen mungkin missing atau malformasi, M2 dan M3 rahang bawah sering
terlibat. E3iasanya kecerdasan penderita penyakit ini tidak terpengaruh.

C. Gambaran Radiografis

Secara radiografis akan terlihat lesi yang berbatas jelas, multiple, radiolusen
dan multilokular. Pada mandibula terjadi perluasan dan penipisan dari cortical plate.
kemungkinan juga terjadi displacement canal alveolaris inferior. Pada maksila akan
terlihat gambaran mirip gelembung sabun dengan obliterasi antrum maksilla.
Histopatologi Secara histologis, lesi sangat mirip dengan central giant cel carcinoma.
Terdapat fibrous stroma dengan vaskularisasi yang banyak dan tersusun dalam pola
melingkar. Terlihat banyak fibroblas dan multinucleated giant sel dengan nuclei dan
nucleoli yang menyolok. Pada lesi mature akan terlihat banyak jaringan fibrous dan
jumlah giant eel sedikit. Pathognomonic untuk cherubism adalah perivaskuler
kolagen. Differential Diagnosis Differential diagnosis untuk pembengkakan bilateral
adalah hiperparathyroidism, infantile cortical hyperostosis dan multiple odontogenic
keratocysts, sedangkan bila pembengkakan unilateral, differential diagnosenya adalah
fibrous dysplasia, central giant cel granuloma, histiocytosis dan odontogenic tumor.

II.VII.2 Cleidocranial dysplasia Syndrome


Cleidocranial dysplasia Syndrome ini meliputi aplasia atau hipoplasia clavicula, mal
formasi cranio-facial, multiple supemumarary dan unerupted gigi. Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dan patogenesis belum diketahui secara pasti, tetapi kelainan ini digambarkan
sebagai manifestasi kelainan genetik yang diwariskan secara dominan dan resesif. Frekuensi
terjadinya pada laki-laki dan wanita adalah seimbang. Tidak terlihat adanya predileksi rasial.
Sebagian besar pasien menunjukkan intelegensi normal. Penyakit ini melibatkan tulang
intramembraneous dan endochondral pada tengkorak sehingga menunjukkan adanya
pengurangan basis cranium dalam arch sagital, tranverse enlargement dari calcarium dan
penutupan fontalle yang lambat. Adanya tekanan hydrochephalic pada daerah yang tidak
menulang pada tengkorak, khususnya fontanella menyebabkan penonjolan dari biparietal dan
frontal serta perluasan lengkung cranial. Defisiensi dari clavicula menyebabkan penampakan
leher yang panjang dan sempit. Penyebab keterlambatan atau kegagalan erupsi gigi seringkali
dikaitkan dengan kurangnya cellular cementum. Adanya kegagalan pembentukan cementum
mungkin karena adanya resistensi mekanis oleh kepadatan tulang alveolar.

A. Penampilan klinis

Penampilan klinis penderita menunjukkan adanya pathognomonic pada


kelainan ini. Penderita terlihat sangat pendek, leher tampak panjang, bahu sempit dan
turun atau jatuh. Tidak ada kalsifikasi secara menyeluruh atau sebagian dari clavicula
sehingga terjadi hipermobilitas pada bahu. Kepala terlihat besar dan branchycephalus.
Terdapat penonjolan yang nyata pada tulang frontal, parietal dan occipital. Tulang-
tulang facial dan sinus paranasal mengalami hipoplasi sehingga penampilan muka
menjadi kecil dan pendek. Dasar hidung terlihat luas dengan nasal bridge tertekan ke
dalam. Terdapat ocular hypertelorism. Hipoplasi maksila menyebabkan mandibula
relatif tampak prognathic. Lengkung palatal sempit dan tinggi. Terdapat peningkatan
insidensi celah submucosal dan celah palatal. Gigi sulung biasanya normal meskipun
kadang-kadang tertunda erupsi dan exfoliansinya. Gigi permanen tertunda erupsinya
dan beberapa gigi gagal erupsi. Gigi supemumeri yang tidak erupsi sering terdapat
pada regio premolar. Sering disertai dengan maloklusi yang parch.

II.VII.3 Crouzon's syndrome (craniofacial dysostosis)


Tanda-tanda khas pada penyakit ini antara lain : terjadi deformitas pada cranial,
hipoplasi maksilla, orbita dangkal dengan exopthalmos dan divergen strabismus. Dapat pula
terjadi komplikasi sistemik yang meliputi retardasi mental, tuli gangguan penglihatan dan
bicara serta konvulsi.

A. Etiologi dan pathogenesis

Crouzon's syndrome merupakan kelainan genetik yang diwariskan secara


autosomal dominan dengan penetrasi sempurna. Sepertiga kasus timbul secara
spontan. Terdapat peningkatan keparahan ekspresi penyakit pada saudara kandung
secara berturutturut dimana anak paling muda terparah. Teradapat craniosynostosis
jika terjadi prematur pada sutura cranial. Disertai exophthalmos dan pengurangan
volume orbital. Abnormalitas tulang orbita menyebabkan beberapa abnormalitas
fungsional ocular disertai adanya hipertelorism. Adanya distorsi yang parah dari basis
cranial menyebabkan pengurangan pertumbuhan maksila dan hipoplasia
nasopharyngeal dengan restriksi saluran nafas atas.

B. Penampilan klinis

Penampilan muka sangat khas, sering digambarkan sebagai Hipoplasi pada


"mid-face" dan exophthalmos sangat jelas. Mandibula relatif tampak prognathism,
hidung mirip paruh burung beo. Bibir atas dan philtrum biasanya pendek dan bibir
bawah sering tampak jatuh. Kerusakan syaraf penglihatan dapat terjadi pada 80%
kasus. Secara intra-oral akan terlihat penyempitan lengkung maksila, lengkung palatal
tinggi, bilateral posterior lingual crossbite, anterior open bite. 4. Treacher collins
syndrome (Mandibulofacial dysostosis) Pada penyakit ini sering terjadi anomali
bilateral seperti berikut fissure palpebral miring kearah bawah, cacat pada kelopak
mats bawah, hipoplasi mid-face dan mandibula, cacat pada daun telinga. Etiologi dan
patogenesis Treacher collins syndrome merupakan kelainan genetik yang diwariskan
dengan cara autosomal dominan, tetapi kurang lebih sebagian kasus dapat timbul
karena mutasi spontan. Derajat penetrasi dari gen tinggi dengan sedikit variasi
diantara saudara kandung. Kelainan ini relatif jarang, insidensinya antara 0,5 — 10,6
kasus per 10.000 kelahiran. Kelainan ini telah dimulai antara minggu ke-6 dan ke-7
masa embryonik. Abnormalitas yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh kegagalan
suplai darah selama embryogenesis.

C. Gambaran klinis

Terjadi hipoplasi pada mandibula, maksila, zygoma serta telinga tengah dan
telinga ekstema dengan derajat yang bervariasi. Pada syndrome dengan ekspresi
penuh, penampilan muka sangat khas, sering digambarkan sebagai "bird-like" atau
"fish like". Tujuh puluh lima persen kasus menunjukkan kecacatan pada 1/3 bagian
luar kelopak mata bawah. 50% kasus menunjukkan bulu mata bawah di sebelah
medial dari bagian mata yang carat tidak ada. Fissure palpebral menunjukkan miring
ke bawah. Sering terjadi atresia kongenital lubang telinga eksterna dan microtia.
Terdapat kecacatan pada daun telinga berupa daun telinga kusut atau tidak ada sama
sekali, sering pula terjadi ketulian. Pada 30% kasus menunjukkan adanya celah
palaturn, sedangkan 15% kasus menunjukkan terjadinya macrostomia, dapat pula
disertai dengan open bite dan hipoplasi mandibula.

II.VII.4 Down syndrome (trisomy 21)


Down syndrome merupakan salah satu penyakit yang disebabkan karena kelainan
kromosom. Insidensi adalah 1 dalam 600 hingga 1 dalam 700 kelahiran hidup. Lebih dari
separo fetus gugur pada awal kehamilan. Pada 94% kasus menunjukkan nondisjunction, 3%
kasus translokasi, 2% kasus mosaicism, dan 1% kasus kelainan kromosom lainnya (jarang
terjadi). Terjadinya penyakit ini berkaitan dengan peningkatan usia ibu.

A. Penampilan klinis

Penderita Down syndrome akan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :


terjadi retardasi mental pada derajat bervariasi, pada 30% kasus menunjukkan
dementia, terjadi penuaan dini setelah usia 35 tahun. Kepala akan terlihat
branchycephalic, occiput terlihat datar dan dahi menonjol serta fontanella terlihat
lebar dan luas. Pada 98% kasus terjadi separasi sutura sagital lebih dari 5 mm. Sinus
frontal dan spheroid tidak ada sedangkan pada sinus maksilaris menunjukkan terjadi
hipoplasi (90% kasus). Terjadi defisiensi tulang mid face dengan occular
hypotelorism, nasal bridge datar, mandibular prognathism. Mata berbentuk almond
(almond-shape). Fisura palpebra miring ke atas. Pada iris tampak brushfield spot,
tampak pula adanya epichantic fold (epichantus). Terjadi convergen strabismus,
nystagmus, keratoconus, katarak congenital. Pada 30 —45 % disertai penyakit
jantung congenital. Penderita penyakit ini rentan terhadap infeksi, hal ini ditunjukkan
dengan adanya kelainan pada sel B dan sel T. Pada 50% disertai disfungsi thyroid.
Manifestasi pada oral akan terlihat fisura pada lidah, makroglosi, posisi mulut
terbuka, lidah selalu keluar, bernafas melalui mulut, kadang-kadang terjadi celah
palatum dan celah bibir, anomali gigi geligi dan penyakit periodontal. Pada 75%
kasus menunjukkan keterlambatan erupsi gigi sulung dan gigi permanen, disertai
microdontia, hipodontia, malformasi mahkota dan akar gigi. Prognathism, crossbite
posterior, apertognatia, crowded gigi anterior.

II.VIII Hormon-hormon pada kehamilan


Pada kehamilan, plasenta membentuk sejumlah besar human chorionic gonadotropin,
estrogen, progesteron, dan human chorionic somatomammotropin, dengan tiga hormon
yang pertama, dan mungkin juga yang keempat, semuanya penting pada kehamilan
normal. (Guyton, 2011)
II.VIII.1 Human Chorionic Gonadotropin
Dalam keadaan normal, menstruasiterjadi padaperempuan yang tidak hamil sekitar 14
hari setelah ovulasi, pada saat sebagian besar endometrium uterus terlepas dari dinding uterus
dan dikeluarkan. Bila ini terjadi setelah ovum terimplantasi, kehamilan akan terhenti. Akan
tetapi, hal ini dicegah oleh sekresi human chorionic gonadotropin dari jaringan embrionik
yang baru terbentuk dengan cara sebagai berikut. (Guyton, 2011)

Bersamaan dengan perkembangan sel-sel trofoblas dari sebuah ovum yang baru
dibuahi, hormon human chorionic gonadotropin disekresi oleh sel-sel trofoblast sinsitial ke
dalam cairan ibu, seperti tampak pada Gambar 1. Sekresi hormon ini mula-mula dapat diukur
dalam darah 8 sampai 9 hari setelah ovulasi, segera setelah blastokista berimplantasi di
endometrium. Kemudian kecepatan sekresi meningkat dengan cepat dan mencapai
maksimum pada kira-kira 10 sampai 12 hari kehamilan dan menurun kembali sampai kadar
yang lebih rendah pada sekitar 16 sampai 20 minggu. Keadaan ini terus berlanjut pada kadar
tinggi ini selama sisa masa kehamilan. (Guyton, 2011)
Gambar 9.1. Kecepatan sekresi estrogen dan progesteron, serta konsentrasi human chorionic
gonadotropin pada berbagai stadium kehamilan. (Sumber : Guyton, 2011)

A. Fungsi Human Chorionic Gonadotropin

Human chorionic gonadotropin merupakan glikoprotein dengan berat molekul


sekitar 39.000 dan struktur molekul serta fungsi yang sama dengan hormon luteinisasi
yang disekresi oleh kelenjar hipofisis. Sejauh ini, fungsinya yang terpenting adalah
mencegah involusi korpus luteum pada akhir siklus seks bulanan perempuan. Bahkan,
hormon ini menyebabkan korpus luteum menyekresi lebih banyak lagi
hormonhormon seksnya progesteron dan estrogen untuk beberapa bulan berikutnya.
Hormon-hormon seks ini mencegah menstruasi dan menyebabkan endometrium terus
tumbuh dan menyimpan sejumlah besar nutrien dan tidak dibuang menjadi darah
menstruasi. Akibatnya, sel-sel yang menyerupai desidua yang berkembang dalam
endometrium selama siklus seks perempuan normal menjadi sel-sel desidua
sesungguhnya sangat membengkak dan banyak mengandung nutrisi kira-kira pada
saat blastokista berimplantasi. (Guyton, 2011)

Di bawah pengaruh human chorionic gonadotropin, korpus luteum dalam


ovarium ibu tumbuh menjadi kira-kira dua kali dari ukuran awalnya sekitar satu bulan
atau lebih setelah kehamilan dimulai. Estrogen dan progesteron yang terusmenerus
disekresi mempertahankan sifat desidua endometrium uterus, yang diperlukan untuk
perkembangan awal fetus. (Guyton, 2011)
Bila korpus luteum dikeluarkan sebelum kira- kira minggu ketujuh kehamilan,
biasanya hampir selalu terjadi abortus spontan, kadang-kadang bahkan sampai
minggu ke-12. Setelah itu, plasenta menyekresi sejumlah progesteron dan estrogen
yang cukup untuk mempertahankan kehamilan selama sisa periode kehamilan. Korpus
luteum kemudian berinvolusi perlahan setelah minggu ke-13 sampai ke-17 kehamilan.
(Guyton, 2011)

B. Efek Human Chorionic Gonadotropin pada Testes Janin

Human chorionic gonadotropin juga menimbulkan efek perangsangan sel-sel


interstisial pada testes fetus laki-laki, sehingga mengakibatkan pembentukan
testosteron pada fetus laki-laki sampai waktu lahir. Sekresi testosteron yang sedikit
selama kehamilan inilah yang menyebabkan terbentuknya organ-organ seks laki-laki
dan bukan organ-organ seks perempuan pada fetus. Mendekati akhir kehamilan,
testosteron yang disekresi oleh testes fetus juga menyebabkan testes turun ke dalam
skrotum. (Guyton, 2011)

II.VIII.2 Estrogen
Plasenta, seperti korpus luteum, menyekresi estrogen maupun progesteron. Penelitian
histokimiawi dan fisiologis menunjukkan bahwa kedua hormon ini, seperti kebanyakan
hormon plasenta yang lain, disekresi oleh sel-sel sinsitio trofoblas plasenta. (Guyton, 2011)

Pembentukan estrogen plasenta harian meningkat menjadi sekitar 30 kali kadar


produksi estrogen ibu yang normal. Akan tetapi, sekresi estrogen oleh plasenta amat berbeda
dari sekresi oleh ovarium. Hal yang paling penting, estrogen yang disekresi oleh plasenta
tidak disintesis secara de novo dari zat-zat dasar dalam plasenta. Melainkan, estrogen hampir
seluruhnya dibentuk dari senyawa steroid androgen, dehidroepiandrosteron dan 16-
hidroksidehidroepiandrosteron yang dibentuk di kelenjar adrenal ibu dan juga di kelenjar
adrenal fetus. Androgen yang lemah ini kemudian ditranspor oleh darah ke plasenta dan
diubah oleh sel-sel trofoblas menjadi estradiol, estron, dan estriol. (Korteks kelenjar adrenal
fetus sangat besar, dan kira-kira 80 persen terdiri atas apa yang disebut zona fetus, yang
fungsi utamanya adalah menyekresi dehidroepiandrosteron selama kehamilan). (Guyton,
2011)

A. Fungsi Estrogen dalam Kehamilan.

Hormon ini terutama berfungsi proliferatif pada sebagian besar organ


reproduksi dan organ-organ terkait pada ibu. Selama kehamilan, jumlah estrogen yang
sangat berlebihan menyebabkan (1) pembesaran uterus ibu, (2) pembesaran payudara
dan pertumbuhan struktur duktus payudara ibu, serta (3) pembesaran genitalia
eksterna perempuan. Estrogen juga merelaksasi ligamentum pelvis ibu, sehingga
persendian sakroiliaka menjadi relatif lentur dan simfisis pubis menjadi elastis.
Perubahan ini mempermudah perjalanan fetus melalui jalan lahir. Banyak anggapan
bahwa estrogen juga memengaruhi banyak aspek umum perkembangan fetus selama
kehamilan, misalnya, memengaruhi kecepatan reproduksi sel pada embrio muda.
(Guyton, 2011)

II.VIII.3 Progesteron
Progesteron juga penting untuk berhasilnya kehamilan kenyataannya hormon ini sama
pentingnya dengan estrogen. Selain disekresi dalam jumlah sedang oleh korpus luteum pada
awal kehamilan, kelak disekresi dalam jumlah sangat banyak oleh plasenta, rata-rata
meningkat sekitar 10 kali lipat selama kehamilan, seperti yang tampak pada Gambar 1 .
(Guyton, 2011)

Berbagai efek khusus progesteron yang penting untuk perkembangan kehamilan


normal adalah sebagai berikut :

1. Progesteron menyebabkan sel-sel desidua tumbuh di endometrium uterus, dan sel-


sel ini berperan dalam nutrisi embrio muda
2. Progesteron menurunkan kontraktilitas uterus gravid (pada kehamilan), sehingga
mencegah kontraksi uterus yang menyebabkan abortus spontan
3. Progesteron membantu perkembangan hasil konsepsi bahkan sebelum implantasi,
karena progesteron secara khusus meningkatkan sekresi tuba fallopi dan uterus ibu
untuk menyediakan bahan nutrisi yang sesuai untuk perkembangan morula (massa
sferis terdiri atas 16 sampai 32 blastomer yang terbentuk sebelum blastula) dan
blastokista. Juga dianggap bahwa progesteron memengaruhi pembelahan sel pada
awal perkembangan embrio.
4. Progesteron yang disekresi selama kehamilan membantu estrogen menyiapkan
payudara ibu untuk laktasi, yang akan dibahas kemudian pada bab ini. (Guyton,
2011)

II.VIII.4 Human Chorionic Somatomammotropin


Suatu hormon plasenta yang baru ditemukan disebut human chorionic
somatomammotropin. Hormon ini merupakan protein dengan berat molekul sekitar 22.000
dan mulai disekresi oleh plasenta sekitar minggu kelima kehamilan. Sekresi hormon ini
meningkat secara progresif sepanjang sisa masa kehamilan dan berbanding langsung dengan
berat plasenta. Walaupun fungsi korionik somatomammotropin masih belum jelas, hormon
ini disekresi dalam jumlah beberapa kali lebih besar daripada gabungan semua hormon-
hormon kehamilan yang lain. Hormon ini mempunyai beberapa kemungkinan efek penting.
(Guyton, 2011)

Pertama, bila diberikan pada beberapa jenis hewan tingkat rendah yang berbeda,
human chorionic somatomammotropin sedikitnya menyebabkan perkembangan sebagian
payudara hewan dan pada beberapa keadaan menyebabkan laktasi. Oleh karena ini
merupakan fungsi hormon tersebut yang pertama ditemukan, maka hormon ini mula-mula
dinamai human placental lactogen dan diyakini mempunyai fungsi yang mirip dengan
prolaktin. Akan tetapi, usaha untuk meningkatkan laktasi manusia dengan hormon ini tidak
berhasil. (Guyton, 2011)

Kedua, hormon ini mempunyai kerja yang lemah yang serupa dengan hormon
pertumbuhan, menyebabkan pembentukan jaringan protein dengan cara yang sama seperti
hormon pertumbuhan. Hormon ini juga mempunyai struktur kimia yang serupa dengan
hormon pertumbuhan, tetapi dibutuhkan human chorionic somatomammotropin 100 kali
lebih banyak daripada hormon pertumbuhan untuk meningkatkan pertumbuhan. (Guyton,
2011)

Ketiga, human chorionic somatomammotropin menyebabkan penurunan sensitivitas


insulin dan penurunan penggunaan glukosa pada ibu, sehingga membuat jumlah glukosa yang
tersedia untuk fetus lebih banyak. Oleh karena glukosa merupakan zat utama yang dipakai
fetus untuk memacu pertumbuhannya, maka kemungkinan pentingnya efek hormon ini
menjadi jelas. Selanjutnya, hormon ini meningkatkan pelepasan asam lemak bebas dari
cadangan lemak ibu, sehingga menyediakan sumber energi pengganti untuk metabolisme ibu
selama kehamilan. Oleh karena itu, tampaknya human chorionic somatomamotropin
merupakan hormon metabolik umum yang mempunyai implikasi nutrisi khusus untuk ibu
maupun fetus. (Guyton, 2011)

II.VIII.5 Respons Tubuh Ibu terhadap Kehamilan


Reaksi yang paling nyata di antara berbagai reaksi ibu terhadap fetus dan terhadap
hormon kehamilan yang berlebihan adalah peningkatan ukuran berbagai organ seks.
Misalnya, uterus membesar dari kira-kira 50 gram sampai 1.100 gram, dan payudara
membesar hampir dua kali ukurannya. Pada saat yang sama vagina membesar, dan introitus
vagina membuka lebih lebar. Juga, berbagai hormon dapat menyebabkan berbagai perubahan
yang nyata pada penampilan perempuan yang hamil, kadang menyebabkan timbulnya edema,
jerawat, dan penampilan maskulin atau akromegalik. (Guyton, 2011)

A. Penambahan Berat Badan pada Ibu Hamil

Penambahan berat badan rata-rata selama kehamilan adalah sekitar 25 sampai


35 pon, dengan sebagian besar penambahan berat badan terjadi selama dua trimester
terakhir. Dari kenaikan berat badan ini, sekitar 8 pon adalah fetus, dan 4 pon adalah
cairan amnion, plasenta, dan selaput amnion. Uterus meningkat sekitar 3 pon,
payudara 2 pon, serta masih tersisa peningkatan berat badan sekitar 8 sampai 18 pon.
Sekitar 5 pon merupakan cairan tambahan dalam darah dan cairan ekstraselular, dan
sisanya 3 sampai 13 pon pada umumnya merupakan kumpulan lemak. Cairan
tambahan tersebut diekskresi ke dalam urine selama beberapa hari pertama setelah
persalinan, yaitu, setelah hilangnya hormon penahan cairan dari plasenta. (Guyton,
2011)
Selama kehamilan, seorang perempuan sering mengalami peningkatan nafsu
makan yang sangat besar, sebagian disebabkan oleh pemindahan bahan-bahan
makanan dari darah ibu ke fetus dan sebagian karena faktor hormonal. Tanpa
pengaturan diet antenatal yang baik, penambahan berat badan ibu bisa mencapai 75
pon dibanding biasanya, sekitar 25 sampai 35 pon. (Guyton, 2011)

B. Metabolisme selama Kehamilan


Akibat peningkatan sekresi berbagai hormon selama kehamilan, termasuk
tiroksin. hormon korteks adrenal, dan hormon-hormon seks, kecepatan metabolisme
basal ibu hamil meningkat sekitar 15 persen selama paruh akhir kehamilan.
Akibatnya, ibu hamil sering merasa kepanasan. Selain itu, karena beban ekstra yang
dipikulnya, energi yang dikeluarkan untuk aktivitas otot menjadi lebih banyak
dibandingkan normal. (Guyton, 2011)
C. Nutrisi selama Kehamilan
Sejauh ini, pertumbuhan fetus yang terbesar terjadi selama trimester akhir
kehamilan; berat fetus bertambah hampir dua kali lipat selama 2 bulan terakhir
kehamilan. Biasanya. ibu tidak mengabsorbsi cukup protein, kalsium, fosfat, dan besi
dari dietnya selama bulan-bulan terakhir kehamilan untuk menyuplai kebutuhan
ekstra fetus. Akan tetapi, untuk mengantisipasi kebutuhan tambahan tersebut, tubuh
ibu sudah menyimpan zat-zat ini sebagian di plasenta, tetapi sebagian besar di tempat
penyimpanan normal ibu. (Guyton, 2011)
Bila tidak ada elemen-elemen nutrisi yang cukup pada diet seorang ibu hamil,
dapat terjadi sejumlah defisiensi pada ibu, terutama pada kalsium, fosfat, besi, dan
vitamin. Contohnya, janin membutuhkan sekitar 375 mg besi untuk membentuk
darahnya, dan ibu membutuhkan tambahan 600 mg untuk membentuk darah
tambahan bagi dirinya sendiri. Simpanan besi bukan hemoglobin normal pada ibu di
luar kehamilan sering hanya 100 mg dan hampir tidak pernah lebih dari 700 mg. Oleh
karena itu, tanpa besi yang cukup dalam makanannya, ibu hamil biasanya mengalami
anemia hipokrom. Selain itu, penting bahwa ibu hamil mendapat vitamin D, karena
meskipun jumlah total kalsium yang dipakai oleh janin sedikit, kalsium biasanya
kurang diabsorpsi oleh saluran pencernaan ibu tanpa adanya vitamin D. Akhirnya,
sesaat sebelum bayi lahir, vitamin K sering ditambahkan pada diet ibu sehingga bayi
mempunyai cukup protrombin untuk mencegah perdarahan, terutama perdarahan otak
akibat proses kelahiran. (Guyton, 2011)

II.VIII.6 Berbagai Perubahan dalam Sistem Sirkulasi Ibu selama Kehamilan


A. Aliran Darah melalui Plasenta dan Curah Jantung
Ibu Meningkat selama Kehamilan. Sekitar 625 ml darah mengalir melalui
sirkulasi plasenta ibu setiap menit selama bulan terakhir kehamilan. Keadaan ini,
disertai peningkatan umum metabolisme ibu, menyebabkan peningkatan curah
jantung ibu 30 sampai 40 persen di atas normal pada minggu ke-27 kehamilan; tetapi
selanjutnya, karena sebab yang tidak dijelaskan, curah jantung turun sampai hanya
sedikit di atas normal pada 8 minggu terakhir kehamilan, walaupun aliran darah
uterus tinggi. (Guyton, 2011)
B. Volume Darah Ibu Meningkat selama Kehamilan
Volume darah ibu sesaat sebelum aterm kira-kira 30 persen di atas normal.
Peningkatan ini terutama terjadi selama paruh akhir kehamilan. Penyebab peningkatan
volume tampaknya disebabkan, setidaknya sebagian, oleh aldosteron dan estrogen
yang sangat meningkat dalam kehamilan, dan karena retensi cairan oleh ginjal. Selain
itu, sumsum tulang menjadi sangat aktif dan menghasilkan sel-sel darah merah
tambahan mengikuti kelebihan volume cairan. Oleh karena itu, pada saat kelahiran
bayi, ibu memiliki kelebihan darah 1 sampai 2 L dalam sirkulasinya. Hanya sekitar
seperempat dari jumlah ini yang biasanya hilang melalui perdarahan sewaktu
melahirkan bayi, sehingga sangat aman bagi ibu. (Guyton, 2011)
C. Pernapasan Maternal Meningkat selama Kehamilan
Oleh karena peningkatan metabolisme basal pada perempuan hamil dan
karena ukuran tubuhnya yang lebih besar, jumlah total oksigen yang dipakai oleh ibu
sesaat sebelum kelahiran bayi sekitar 20 persen di atas normal, dan terbentuk
sejumlah karbon dioksida yang sebanding. Efek ini menyebabkan ventilasi semenit
ibu meningkat. Selain itu, diyakini bahwa kadar progesteron yang tinggi selama
kehamilan lebih meningkatkan ventilasi semenit, karena progesteron meningkatkan
sensitivitas pusat pernapasan terhadap karbon dioksida. Hasil akhirnya adalah
peningkatan ventilasi semenit sekitar 50 persen dan penurunan Pco2 arteri sampai
beberapa milimeter air raksa di bawah nilai pada perempuan yang tidak hamil. Secara
bersamaan, uterus yang membesar menekan isi abdomen ke atas, yang mendorong
diafragma ke atas, sehingga total pergerakan diafragma berkurang. Akibatnya,
frekuensi pernapasan meningkat untuk mempertahankan ventilasi tambahan. (Guyton,
2011)

II.IX Pengukuran lingkar kepala pada janin


USG atau Ultrasonography adalah suatu alat yang menggunakan prinsip dasar
gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk melihat organ dalam tubuh manusia,
biasanya untuk memeriksa kondisi janin.

10.1 USG ((Sumber : Langman’s, 2014)

Manfaat USG antara lain :


1. mengetahui usia kehamilan (GA/Gestational Age)dengan lebih akurat

2. mengetahui detak jantung janin

3. jenis kelamin janin

4. kelainan anatomi (kecacatan) maupun letak (posisi) janin

5. ukuran lingkar kepala (HC/Head Circumferesial)

6. ukuran lingkar perut (AC/Abdominal Circumferencial)

7. ukuran panjang antara bokong dan ujung kepala janin (CRL/Crown Rump Length)
8. ukuran tulang pelipis kiri dan kanan (BPD/Biparietal Diameter)

9. ukuran panjang tulang paha (FL/Femur Length)

10. dsb.

Head Circumferesial (HC) atau ukuran lingkar kepala, yang dapat digunakan untuk
mengetahui usia kehamilan terutama pada trimester kedua dan ketiga, juga dapat dijadikan
sebagai alat pendeteksi adanya kelainan otak bawaan.

Tabel ukuran normal BPD, FL, HC dan AC berdasarkan usia kehamilan.

Ukuran
tulang Ukuran Ukuran Ukuran
Usia pelipis panjang lingkar lingkar
Kehamilan kiri dantulang kepala /perut
(minggu) kanan /paha / FLHC /AC
BPD (mm) (mm) (mm)
(mm)

12 21 8 70 56

13 25 11 84 69

14 28 15 98 81

15 32 18 111 93

16 35 21 124 105

17 39 24 137 117

18 42 27 150 129

19 46 30 162 141

20 49 33 175 152

21 52 36 187 164

22 55 39 198 175

23 58 42 210 186
24 61 44 221 197

25 64 47 232 208

26 67 49 242 219

27 69 52 252 229

28 72 54 262 240

29 74 56 271 250

30 77 59 280 260

31 79 61 288 270

32 82 63 296 280

33 84 65 304 290

34 86 67 311 299

35 88 68 318 309

36 90 70 324 318

37 92 72 330 327

38 94 73 335 336

39 95 75 340 345

40 97 76 344 354

21 52 36 187 164

22 55 39 198 175

23 58 42 210 186

24 61 44 221 197

25 64 47 232 208

26 67 49 242 219
27 69 52 252 229

28 72 54 262 240

29 74 56 271 250

30 77 59 280 260

31 79 61 288 270

32 82 63 296 280

33 84 65 304 290

34 86 67 311 299

35 88 68 318 309

36 90 70 324 318

37 92 72 330 327

38 94 73 335 336

39 95 75 340 345

40 97 76 344 354
BAB III
KESIMPULAN

Pada perkembangan embriologi, orokraniofasial berjalan melalui beberapa tahap, dan


pembentukannya sudah dimulai sejak mudigah berumur 4 minggu. Adanya faktor dari dalam
maupun luar yang mengganggu pertumbuhannya mengakibatkan terjadinya kegagalan
penyatuan dari bagian-bagiannya, sehingga menyebabkan terjadinya celah langitan.
Tak jarang pula terjadinya suatu kelainan pada fetus diakibatkan oleh kesalahan
genetik atau oleh masuknya suatu zat tertentu (teratogen) pada masa kehamilan (masa
organogenesis). Yang mana dapat dihindari dengan mempersiapkan kehamilan utamanya
pada trimester pertama.
DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, L.2013. Introduction to Human Physiology 8th edition.China:Brooks/cole


cangage learning

Guyton and Hall.2011. Guyton and Hall textbook of medical physiology 12th
edition.Amerika serikat:Saunders Elsevier

Cawson, R.A., Binnie, W.H., Eveson, J.W., 2010, Color Atlas of Oral Disease, 2 nd ed.
Wolfe, London 2.
Pathology, WB Saunders Co., Philadelphia 7. Roth GI and CaImes R., 2009, Oral Biology,
The CV Mosby
Co., St. Louis. 8, Roeslan, Budi Oetomo, 2009, Imunologi Oral, Kelainan di dalam rongga
mulut, Balai
Penerbit FKGUI, Jakarta. 9. Topazian, R.G., Goldberg, M.H., 2009, Oral and Maxillofacial
Infection, 2 nd ed., Philadelphia
Sadler, T.W. 2014. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 12. Jakarta : EGC
Drake, R. L. 2012. Gray Basic Anatomy. International Edition. Canada: Elsevier Chuchill
Livingstone
Mokhtar M, Dasar-dasar Ordonti: Pertumbuhan dan Perkembangan Kraniofasial. Jakarta:
IDI, 1998;4:27-38

Nanci, Antonio. 2014. Ten Cate’s Oral Histology 8th Edition. Missouri, USA: Elsevier Health
Sciences

Suhendriyah. 2015. Perkembangan Cranium dan Rangka Wajah. Universitas Gajah Mada
Nila Kusuma, 2017. RUGAE PALATINA. Padang : Andalas University Press

Langman’s. 2012. Medical Embryology.Edisi 12. Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters
Kluwer business: London.
Mochtar, Rustam.2002.Sinopsis Obstetri Jilid 2 edisi 2. Jakarta : EGC
Ivar A. Mjor, Ole Fajerskov. 1990. Embriologi dan Histology Rongga Mulut. Jakarta: Widya
Medika.

Anda mungkin juga menyukai