Anda di halaman 1dari 14

KEPUTUSAN PENDANAAN DAN TEORI

STRUKTUR MODAL
Isnaeni Rokhayati, S.E.,M.Si.

Keputusan yang diambil oleh seorang manajer keuangan antara lain :

1. Keputusan pendanaan

2. Keputusan investasi

3. Keputusan dividen

Keputusan pendanaan perusahaan menyangkut keputusan tentang bentuk dan komposisi

pendanaan yang akan dipergunakan oleh perusahaan.

Keputusan investarsi berkaitan dengan bagaimana menejer keuangan mengalokasiakan

modalnya untuk berbagai bentuk investasi yang menguntungkan bagi perusahaan.

Sedangkan keputusan dividen berkaitan dengan berbagai kebijakan tentang pembagian dividen

(berupa bunga modal) dari perusahaan.

B Teori Struktur Modal

1)Teori Pendekatan Tradisional

Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya Struktur

Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-

ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.


2)Teori Pendekatan Modigliani dan Miller

Teori MM tanpa pajak

Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM).

Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai

perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan

Houston, 2001, p.31) yaitu:

a. Tidak terdapat agency cost.

b. Tidak ada pajak.

c. Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan

d. Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan

di masa depan

e. Tidak ada biaya kebangkrutan

f. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang.

g. Para investor adalah price-takers.

h. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).

Teori MM dengan pajak.


Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke

dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar.

Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang

pajak.

3) Teori Trade-Off dalam Struktur Modal

Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang

sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan

hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)” (p.81). Biaya kesulitan

keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization,

dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu

perusahaan. Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan

beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan

(financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric

information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal

tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya

kesulitan keuangan (costs of financial distress). Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa

manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan

keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas

yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio

hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya

jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan pengamatan

terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Pe nelitian tersebut


menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung

rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory

tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.

4)Teori Pecking Order

Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat

profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang

profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order

theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai

urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip

oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki)

dalam memilih sumber pendanaan, yaitu:

1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan

internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang

dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.

2. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari

sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang

lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir

saham biasa.

3. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah

pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut

untung atau rugi.


4. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang

konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan

akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak

mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan

pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan

dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa

perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang

yang kecil.

Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk

kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam

pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995)

menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk

menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan

dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk

menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan

pendanaan eksternal.

5) Teori Asimetri Informasi dan Signaling

Teori ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak

mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan. Pihak tertentu

mempunyai informasi yang lebih dari pihak lainnya.

Teori ini terdiri dari Teori :•Myers dan Majluf


Menurut Teori ini ada asimetri informasi antara manger dengan pihak luar. Manager

mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.

•Signaling

Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang

disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa prospek

perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia ingin

megkomunikasikan hal tersebut kepada investor. Manager bisa menggunakan hutang lebih

banyak sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa

dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang.

Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai

prospek yang baik.

6) Teori Keagenan (Agency Approach)

Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai

kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manager adalah konsep free-

cash flow. Ada kecenderungan manager ingin menahan sumber daya sehingga mempunyai

control atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik

leagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manager akan dipaksa

untuk mengeluarkan kas dari perusahaan untuk membayar bunga.

Sumber : Bringham & Houston, 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Buku 2, Jakarta :

Salemba Empat.

7. Equity Market Timing


Teori yang diungkapkan oleh Baker dan Wurgler (2002) ini mengemukakan

bahwa “Perusahaan-perusahaan akan menerbitkan equity pada saat market value tinggi dan akan

membeli kembali equity pada saat market value rendah” (p.1) Praktik inilah yang kemudian

disebut sebagai equity market timing.

Tujuan dari melakukan equity market timing ini adalah untuk mengeksploitasi fluktuasi

sementara yang terjadi pada cost of equity terhadap cost of other forms of capital.

Menurut Baker dan Wurgler (2002), ”Struktur modal adalah hasil kumulatif

dari usaha melakukan equity market timing di masa lalu” (p.3). Baker dan Wurgler menemukan

bahwa perusahaan dengan tingkat hutang rendah adalah perusahaan yang menerbitkan equity

pada saat market value tinggi dan perusahaan dengan tingkat hutang tinggi adalah perusahaan

yang menerbitkan equity pada saat market value rendah. Baker dan Wurgler menggunakan

market-to-book ratio, yang umumnya digunakan sebagai proxy untuk mengukur kesempatan

investasi, namun dalam teorinya market-to-book ratio juga digunakan untuk melihat apakah

nilai suatu ekuitas itu overvalued atau undervalued. Baker dan Wurgler membangun suatu

model variabel yaitu external finance weighted-average market-to-book ratio. Variabel ini

adalah rata-rata tertimbang dari market-to-book ratio suatu perusahaan di masa lampau.

Variabel ini digunakan oleh Baker dan Wurgler untuk melihat usaha dari suatu perusahaan

dalam melakukan equity market timing.

Ada dua versi dari equity market timing yang mengikuti hasil penelitian Baker dan Wurgler.

Yang pertama adalah versi dinamis dari Myers dan Majluf (1984) mengenai informasi asimetris

yang mengasumsikan rasional manajer dan investor. Versi yang kedua dari equity market

timing melibatkan para investor atau manajer yang tidak rasional dan persepsi dari mispricing.
Para manajer akan menerbitkan equity saat mereka yakin bahwa cost of equity rendah dan

membeli kembali equity saat cost of equity tinggi. Market-to-book diketahui secara umum

berkorelasi negatif dengan future equity returns, dan nilai ekstrem dari market-to-book

dikaitkan dengan ekpektasi-ekspektasi yang ekstrem dari investor, sesuai dengan penelitian dari

La Porta (1996), La Porta et al. (1997), Frankel dan Lee (1998), dan Schleifer (2000). Apabila

manajer mencoba untuk mengeksploitasi terlalu jauh (ekstrem) ekspektasi-ekspektasi dari

investor, net equity issues akan berkorelasi positif dengan market-to-book. Apabila tidak

terdapat struktur modal yang optimal, manajer tidak perlu mengganti keputusan-keputusan

pendanaannya pada saat perusahaan telah dinilai dengan benar dan cost of equity terlihat

normal, hal ini menunggu fluktuasi-fluktuasi sementara yang terjadi pada market-to-book

mempunyai efek yang tetap pada leverage.

Perkembangan teori keuangan :

1. Teori Pasar Modal Efisien (Efficient Capital Market Theory)

Artinya bahwa harga-harga sekuritas yang ada di pasar modal mencerminkan informasi

relevan yang mempengaruhi harga sekuritas tersebut. Efisiensi pasar modal ini memiliki

karakteristik sebagai berikut:

a. Tidak ada biaya transaksi baik transaksi pembelian maupun penjualan.

b. Tidak ada pajak

c. Pasar bersifat persaingan sempurna, artinya banyak pembeli dan penjual.

d. Pembeli maupun penjual bertindak sebagai price maker (penentu harga)

e. Baik individu maupun perusahaan memiliki akses yang sama ke pasar modal.
f. Informasi yang berhubungan dengan pasar modal tersedia untuk semua pelaku pasar dan

mereka memiliki harapan yang sama.

g. Tidak ada biaya yang berkaitan dengan financial distress.

Efisiensi pasar modal dapat dibagi menjadi 3 bentuk efisiensi, yaitu:

1. Efisisensi bentuk lemah (weak-form efficiency).

Efisiensi bentuk lemah menunjukkan bahwa harga saham di masa datang tidak dapat diprediksi

hanya menggunakan data harga saham yang lalu. Pergerakan harga saham bersifat random

(acak), sehingga tidak dapat diprediksi hanya menggunakan data harga historis. Apabila harga

saham yang akan datang dapat diprediksi hanya menggunakan data harga saham masa lalu,

maka pasar modal tersebut belum efisien dalam bentuk lemah.

2. Efisisensi bentuk setengah kuat (semi strong-form efficiency).

Efisiensi bentuk setengah kuat menunjukkan bahwa harga saham yang terjadi merefleksikan

atas informasi yang dipublikasikan.

3. Efisiensi benTuk kuat (strong-form efficiency).

Efisiensi bentuk kuat menunjukkan bahwa harga saham yang terjadi merefleksikan informasi

yang dipublikasikan maupun informasi yang tidak dipublikasikan.

2. Teori Dividen (Dividend Theory)

Telah dijelaskan di muka, bahwa menurut Modigliani-Miller dengan asumsi pasar modal

efisien dan tidak ada pajak, kebijakan dividen tidak relevan dengan konsep nilai perusahaan

(harga saham). Hal ini disebabkan setiap rupiah yang dibayarkan perusahaan sebagai dividen

mengharuskan perusahaan mengeluarkan saham baru. Sebagai akibat emisi saham baru itu
maka nilai sekarang dari penerimaan pemegang saham lama menjadi semakin kecil. Ini artinya

pembagian dividen tidak mempengaruhi kemakmurannya.

Dengan kata lain, bagi pemegang saham akan sama saja apakah menerima pembayaran

dividen sekarang atau capital gain di masa datang. Dengan asumsi pasar modal yang efisien

maka nilai perusahaan hanya dipengaruhi oleh keputusan penganggaran modal (Capital

Budgeting Decision). Keputusan pengganggaran modal tersebut nantinya akan menentukan

aliran kas dan tingkat risiko di masa datang. Risiko merupakan penentu aliran kas di masa

datang karena keadaan yang akan datang penuh ketidakpastian. Hasil yang telah direncanakan

kemungkinan tidak tercapai. Kemungkinan menyimpangnya hasil dari rencana yang telah

ditetapkan inilah sebagai risiko yang harus diperkirakan sebelumnya.

3. Teori Diskonto Aliran Kas (Cashflow Discounted Theory)

Teori ini mendasarkan diri pada konsep nilai waktu dari uang (time value of money) Aliran

kas yang akan diterima pada masa depan dapat dinilai sekarang menggunakan fakto diskonto.

Faktor diskonto ini misalnya berupa bunga. Proses penilaian aliran kas di mas; depan tersebut

dinamakan pendiskontoan aliran kas (cashflow discounted). Pendiskontoai kas ini dimaksudkan

untuk menilai aliran kas di masa depan yang dinilai sekarang (presen value). Proses

pendiskontoan aliran kas ini dibagi menjadi 4 tahap yaitu:

a. Perkiraan (estimasi) aliran kas di masa yang akan datang

b. Penilaian risiko aliran kas di masa yang akan datang

c. Menganalisis penilaian risiko dihubungkan dengan aliran kas


d. Penentuan nilai sekarang dari aliran kas (present value of cashflow)

Pendiskontoan aliran kas ini penting untuk menetapkan suatu tingkat diskonto atau

bunga yang akan digunakan untuk menilai aliran kas yang akan datang jika dinilai saat ini.

Tingkat diskonto yang akan digunakan tersebut harus mencerminkan tingkat risiko aliran kas,

tingkat keuntungan ekonomi (return) dari investasi yang dilaksanakan dan periode waktu aliran

kas (jangka waktu suatu investasi).

4. Teori Portofolio (Portfolio Theory)

Tokoh yang terkenal dengan teori portofolionya adalah Harry Markowitz. Dia pemah

memperoleh hadiah Nobel di bidang ekonomi tahun 1990. Markowitz sering disebut sebagai

father of modern portfolio theory. Teori portofolio menyatakan bahwa risiko dapat dikurangi

dengan cara mengkombinasikan aset ke dalam suatu portofolio. Investor dapat mengurangi

risiko atas investasinya dengan cara menanamkan dananya pada berbagai saham di berbagai

pasar saham atau berbagai saham di suatu pasar saham (bursa). Hal ini karena risiko aset secara

individu akan lebih besar daripada risiko portofolio.

Namun teori ini belum menyebutkan secara jelas hubungan antara hasil (return) dengan

risiko investasi. Oleh karena itu, teori ini kemudian disempurnakan oleh William Sharpe dengan

mengembangkan teori keseimbangan yang menghubungkan antara risiko dan hasil (return) yaitu

dengan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Model CAPM ini dapat digunakan untuk

menjelaskan bahwa return suatu saham merupakan fungsi dari tingkat keuntungan bebas risiko

(risk free rate), tingkat keuntungan yang disyaratkan atas portofolio pasar (market return) dan

koefisien beta .
5. Teori Opsi (Option Theory)

Teoti opsi merupakan suatu hak untuk menjual atau membeli suatu aset dengan harga tertentu

selama jangka waktu tertentu. Perdagangan opsi di Amerika telah berkembang sejak tahun

1800-an. Suatu model penilaian opsi telah diperkenalkan pada tahun 1973 oleh Fisher Black dan

Myron Scholes. Model tersebut kemudian dikenal dengan Black-Scholes Option Pricing Model.

Namun demikian, walaupun sudah agak lama teori ini berkembang tetapi sampai saat ini belum

dianggap sebagai teori dalam manajamen keuangan. Hanya saja ada beberapa keputusan di

bidang keuangan yang dapat dianalisis dan dipahami lebih baik dengan menggunakan kerangka

teori opsi ini. Sebagai contoh, dalam perkara pembatalan sewa guna usaha (leasing) sebagai

salah satu alternatif pembiayaan perusahaan. Pembatalan transaksi sewa guna usaha dapat

dianalisis dengan kerangka teori opsi. Begitu pula modal yang akan digunakan oleh perusahaan

yang dapat berupa modal sendiri perusahaan (ekuitas perusahaan) atau memakai hutang

(leverage) dapat diperjual-belikan menggunakan teori opsi ini.

Daftar Periksa Untuk Keputusan Struktur Modal

Perusahaan umumnya memperhitungkan factor-faktor berikut ketika membuat keputusan pasar

modal :

1. Stabilitas Penjualan. Sebuah perusahaan yang penjualannya relative stabil dapat dengan

aman mengambil lebih banyak utang dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dari

pada perusahaan dengan penjuala yang tidak stabil.

2. Struktur Aktiva. Perusahaan cocok sebagai jaminan atas pinjaman cenderung lebih

banyak menggunakan utang.


3. Leverage Operasi. Perusahaan dengan leverage operasi lebih sedikit memiliki

kemampuan yang lebih baik dalam menerapkan leverage keuangan kerena tersebut akan

memiliki resiko bisnis yang lebih kecil

4. Tingkat Pertumbuhan. Perusahaan yang tumbuh dengan cepat harus lebih banyak

mengandalkan diri pada modal eksternal.

5. Profitabilitas. Perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian atas

investasi yang sangat tinggi menggunakan utang yang relative sedikit.

6. Pajak. Bunga adalah beban yang dapat menjadi pengurang pajak, dan pengurang pajak

adalah hal yang sangat berharga bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi.

7. Pengendalian. Dampak utang versus saham pada posisi pengendalian manajemen dapat

mempengaruhi struktur modal .

8. Sikap manajemen. Karena tidak ada yang dapat membuktikan bahwa satu struktur modal

akan mengarah pada harga saham yang lebih tinggi dari pada struktur modal yang

lainnya, manajemen dapt menerapkan pertimbangan mereka sendiri atas struktur modal

yang tepat.

9. Sikap Pemberi pinjaman dan agen pemberi pengikat. Tanpa melihat analisis para

manajer atas factor-faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka sendiri perilaku

pemberi pinjaman dan agen pemberi pengikat sering kali mempengaruhi keputusan

struktur keuangan.

10. Kondisi pasar. Kondisi pasar dan obligasi yang mengalami perubahan dlam baik jangka

panjang maupun jangka pendek dapat memberikan arti yang penting pada truktur modal

sebuh perusahaan yang optimal


11. Kondisi internal perusahaan. Kondisi internal perusahaan sangat berpengaruh ada

struktur modalnya sebagai contoh misalkan sebuah perusahaan baru saja melakukan

sebuah penelitian dan pengembangan dengan sukse dan perusahaan tersebut

meramalkan keuntungan yang tinggi dalam waktu yang tidak lama lagi

Melihat semua pemikiran diatas memberikan arti penting pada tujuan manjaga fleksibilitas

keuangan, yang dilihat dari sudut panjang operasional, artinya menjaga kapasitas pinjaman

cadangan yang memadai.

Anda mungkin juga menyukai