Anda di halaman 1dari 7

Menurut Brigham dan Houston struktur modal yang optimal sebuah perusahaan

adalah kombinasi utang dan ekuitas yang akan memaksimalkan harga saham.
Dalam hal ini perusahaan menganalisis sejumlah factor, kemudian menetapkan
suatu struktur modal sasaran (target capital structure). Sasaran ini dapat
mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan kondisi. Jika
pada kenyataannya rasio utang ternyata berada dibawah tingkat sasaran, ekspansi
modalnya akan dilakukan dengan menerbitkan utang, sedangkan jika rasio utang
berada diatas tingkat sasaran, biasanya ekuitas yang akan diterbitkan oleh
manajemen keuangan perusahaan.

Menurut pendapat saya Berdasarkan teori struktur modal diatas, dalam


menentukan struktur modal yang optimal sebuah perusahaan ada 2 teori
yang terpenting untuk dijadikan dasar penyusunan struktur modal yang
optimal yaitu:

1. Trade-off theory: saya sangat menyetujui teori ini yang membantah model


Modigliani dan miller atau dikenal dengan MM. MM mengungkapkan bahwa
perusahaan tidak akan bangkrut, sehingga tidak akan ada biaya
kebangkrutan dan biaya keagenan. Trade-off theory menentang hal itu
sebab ada hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan.
Perusahaan tidak mungkin membiayai seluruh aktivitasnya dengan hutang.
Dalam teori ini terdapat track-off antara tax benefit/shield (manfaat
penghematan pajak atas penggunaan hutang) dan cost financial
distress (biaya yang ditimbulkan karena adanya kenaikan resiko kebangrutan
akibat besarnya hutang). Jadi, suatu perusahaan itu mendasarkan keputusan
pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal
dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas
penggunaan utang terhadap biaya kebangkrutan. Penggunaan utang
mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor, jadi semakin
besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham
perusahaan.

2. Pecking order theory

perusahaan diberi pilihan jika membutuhkan tambahan dana, yaitu


menggunakan internal financing (berasal dari laba ditahan dan
depresiasi) dan-atau menggunakanexternal financing (dana yang
berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan) dengan tujuan
untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham

Jika sebuah perusahaan membiayai aktivitasnya dengan menggunakan utang


(debt), tentunya kreditur mengharapkan bunga dan pokok pinjaman terbayar
seperti yang sudah dijanjikan dan disepakati sebelumnya. Gagal melaksanakan
kesepakatan tersebut bisa berbuntut hukum.

Contoh:
Katakanlah sebuah perusahaan baru saja memperoleh pesanan barang untuk
diproduksi, dan untuk merampungkan pesanan tersebut persahaan membutuhkan
dana Rp 100 milyar. Perusahaan meminjam Rp 100 miliar pada bank, dan berjanji
untuk mengembalikan pokok Rp 100 miliar ditambah bunganya 5 milyar dalam
satu tahun. Itu artinya perusahaan menggantungkan sumber modalnya pada satu
sumber saja, yaitu utang (debt). Perusahaan mulai berproduksi dengan
menggunakan dana pinjaman tersebut. Selanjutnya:
 Jika dari Rp 100 milyar yang diinvestasikan perusahaan dapat menghasilkan
uang kembali Rp 120 milyar, berarti Rp 105 milyar dikembalikan kepada bank
(kreditur), dan perusahaan menikmati keuntungan 15 milyar.
 Jika perusahaan hanya menghasilkan Rp 105 milyar, berarti Rp 105 milyar
seluruhnya dibayarkan kepada kreditur, sementara perusahaan tidak dapat
apa-apa.
 Lebih parahnya, jika perusahaan hanya menghasilkan Rp 100 milyar,
perusahaan tetap harus mengembalikan Rp 105 milyar. Artinya perusahaan
tombok (rugi) 5 milyar. Jika tidak kreditur tentunya akan
membawa kasustersebut ke wilayah hukum.
Dengan demikian (dalam contoh kasus ini), jika perusahaan memutar
(menginvestasikan) dana pinjaman tersebut dan memperoleh keuntungan lebih
dari biaya atas pendaan (the cost of funds) yang 5 milyar tersebut, maka perusahaan
akan menikmati selisih tersebut seluruhnya. Tetapi jika perusahaan hanya mampu
menghasilkan keuntungan 5 milyar atau kurang, perusahaan masih harus
mengembalikan pokok pinjaman beserta bunganya!
Dari pertimbangan inilah ide dasar penerapan ‘financial leverage’ berawal, yaitu:
sistim pendanaan yang bersifat tetap, namun dengan pembayaran yang
terbatas: Jika perusahaan memperoleh keuntungan (earning) yang bagus,  maka
perusahaan dapat menikmati keuntungan sepenuhnya, tentunya setelah
pelunasan terhadap pinjaman dan bunga dilakukan. Jika earningnya rendah, maka
kreditor masih tetap harus dibayar tetapi tidak sepenuhnya, melainkan hanya
sebesar yang jatuh tempo saja. Sisanya masih tetap harus dibayar di periode
berikutnya.
Gagal membayar pokok dan bunga yang jatuh tempo akan menciptakan suatu
kedaan yang disebut dengan ‘FINANCIAL DISTRESS’, yaitu: suatu keadaan dimana
persahaan terpaksa harus mengambil keputusan dibawah tekanan untuk
memenuhi kewajiban legalnya terhadap kreditur. Tentu saja model keputusan
seperti ini sangat tidak diharapkan oleh manajemen perusahaan manapun.
Di sisi lainnya. Dengan pendanaan ekuitas (equity financing) praktis tidak ada
kewajiban legal yang memaksa. Meskipun perusahaan dapat memilih untuk
mendistribusikan dana kepada pemilik dalam bentuk dividen tunai, tidak ada
persyaratan hukum yang memaksa perusahaan untk melakukan hal itu.

Salah satu alat untuk mengukur sejauh mana efektifitas utang digunakan untuk
membiayai perusahaan adalah DEBT RATIO, yaitu rasio utang terhadap ekuitas
persahaan.

a. Pengertian Struktur Modal


Struktur modal adalah perimbangan / perbandingan hutang jangka panjang dengan modal sendiri
( Riyanto, 2001 ). Struktur modal merupakan cermin dari kebijaksanaan perusahaan dalam menentukan
jenis sekuritas yang dikeluarkan, karena masalah struktur modal adalah erat hubungannya dengan
masalah kapitalisasi, dimana disusun dari jenis-jenis funds yang membentuk kapitalisasi adalah struktur
modalnya. Keputusan struktur modal berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari
dalam maupun dari luar, sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal
berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Dana yang diperoleh dari sumber eksternal adalah dana yang
berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan. Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari
kreditur merupakan utang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal
sendiri.
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian.
Penambahan utang akan memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat
pengembalian yang diharapkan. Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya utang cenderung
menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan
harga saham tersebut. Sruktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan
kesimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham ( Brigham dan
Houston, 2001).

b. Teori Struktur Modal


1) Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976 (Horne dan
Wachowicz, 1998 dalam Saidi, 2004) ,yang menyebutkan bahwa manajemen merupakan agen dari
pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak
atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Biaya yang ditimbulkan dari
pengawasan yang dilakukan oleh manajemen disebut biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan
Wachowicz dalam Saidi (2004) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen
untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual
perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.

2) Signaling Theory
Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2001) adalah suatu tindakan yang diambil
manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen
memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba
menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara
lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target struktur modal yang normal. Pengumuman emisi
saham oleh suatu perusahaan merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek
perusahaan suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari
biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan
isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.

3) Pecking Order Theory


Pecking order theory mengasumsikan bahwa perusahan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan
pemegang saham. Perusahaan berusaha menerbitkan sekuritas pertama dari internal, retained earning,
kemudian utang berisiko rendah dan terakhir ekuitas (Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004).
Pecking order theory memprediksi bahwa pendanaan utang eksternal didasarkan pada defisit pendanaan
internal.
Model pecking order theory memfokuskan pada motivasi manejer korporat, bukan pada prinsip-prinsip
penilaian pasar modal. Pecking order theory mencerminkan persoalan yang diciptakan oleh asimetrik
informasi. Dasar pemikirannya didasarkan pada penjelasan berikut ini, (Meyers, 1984 dalam Perminas
Pangeran, 2004) :

1. Para manejer mengetahui lebih banyak tentang perusahaan daripada investor luar, namun
mereka enggan untuk menerbitkan saham ketika percaya saham mereka adalah undervalued.
2. Investor memahami bahwa para manajer mengetahui lebih banyak dan mereka mencoba
menerbitkan sesuai waktu yang tepat.
3. Para manejer menginterpresentasikan keputusan untuk menerbitkan ekuitas sebagai bad news,
dan perusahaan dapat menerbitkan ekiutas hanya pada harga discount.
4. Perusahaan yang bekerja berdasarkan filosofi pecking order theory dan membutuhkan ekuitas
eksternal kemungkinan tidak akan memanfaatkan kesempatan investasi yang baik, karena saham
tidak dapat dijual pada “fair Price”.

Menurut Myers (1996) dalam Saidi (2004) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari
modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan
sumber dana dengan mengacu packing order theory adalah internal fund (dana internal), debt (utang),
dan equity (modal sendiri) (Kaaro, 2003).

4) Trade Off Theory


Konsep trade off dalam balancing theory adalah menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan
utang dalam struktur modal sehingga disebut pula sebagai trade off theory (Brigham et al, 1999 dalam
Kaaro, 2003). Berdasarkan teori Modigliani dan Miller (1996) dalam Adler Haymans Manurung (2004),
semakin besar utang yang digunakan, semakin tinggi nilai perusahaan. Model Modigliani dan Miller
mengabaikan faktor biaya kebangkrutan dan biaya keagenan. Struktur modal yang optimal dapat
ditemukan dengan menyeimbangkan antara keuntungan penggunaan utang dengan biaya kebangkrutan
dan biaya keagenan yang disebut model trade off ( Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004).
Perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal
optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan utang
terhadap biaya kebangkrutan. Penggunaan utang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke
investor, jadi semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham perusahaan.
Berdasarkan makalah Modigliani-Miller dengan pajak, harga saham perusahaann akan dimaksimumkan
jika menggunakan utang 100 persen. Dalam kenyatannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan
utang 100 persen karena perusahaan membatasi penggunaan utang untuk menekan biaya-biaya yang
berkaitan dengan kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2001).

III. PEMBAHASAN

Setiap perusahaan pada tahap awal berdiri pasti memerlukan modal untuk penetapan struktur modalnya,
dan pada saat akan memperluas usaha atau menggabungkan usahanya besar kemungkinannya
akan_melakukan perubahan struktur modal yang disebabkan adanya perubahan modal atau tambahan
modal. Dua hal yang harus dilakukan perusahaan ; Pertama, menentukan besarnya Kebutuhan modal
kuantitatif. Kedua, menentukan sumber modal kualitatif/jenis modal yang akan ditarik. Proses pertama
dikatakan sebagal proses Kapitalisasi, sedangkan yang kedua dikatakan sebagai proses penentuan
Struktur Modal. Untuk menentukan Struktur Modal perusahaan dihadapkan pada berbagai variabei yang
mempengaruhinya. Terdapat 10 variabel yang mungkin akan berpengaruh yaitu ; Tingkat bunga,
Stabilitas penjualan, Tingkat pertumbuhan penjualan, Susunan Aktiva, Kadar risiko dari aktiva, Kebutuhan
modal, Struktur saingan, Keadaan pasar modal, Sikap manajemen, dan Sikap pemberi pinjaman. Bagi
perusahaan susunan struktur modal terbaik dikatakan sebagal Struktur Modal Optimum. Struktur modal
optimum menurut pendekatan konservatif adalah struktur modal yang menggunakan modal pinjaman
maksimum 50% dari total modal. Sedangkan menurut pendekatan biaya modal struktur modal optimum
adalah struktur modal yang dapat meminimumkan rata-rata biaya modal perusahaan. Metoda biaya
modal ini dapat dianalisis dengan berbagai pendekatan, dan pendekatan yang dipilih pada persoalan ini
adalah Pendekatan Tradisional yang menyatakan bahwa struktur modal optimum akan terjadi pada
kondisi rata-rata biaya modal minimum dan nilai perusahaan maksimum. Disini harus dilakukan analisis
terhadap variabel-variabel yang berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan dan hubungannya
dengan penentuan nilai perusahaan. Sehingga harus ditentukan :
1. Variabel yang dominan terhadap struktur modal dengan menggunakan Analisa Faktor.
2. Menentukan nilai perusahaan yang maksimum.

Menurut Maness (1988), ada beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan struktur modal yang
optimal, yaitu :
1. Stabilitas Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman
dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya
tidak stabil.
2. Operating Leverage
Perusahaan yang mengurangi leverage operasinya lebih mampu untuk menaikkan penggunaan leverage
keuangan ( hutang ).
3. Corporate Taxes
Karena bunga tax-deductable, ada sebuah keuntungan jika menggunakan hutang. Marginal tax rate
perusahaan yang lebih tinggi, maka keuntungan menggunakan hutang akan lebih tinggi, semua yang
lainnya dianggap sama.
4. Kadar resiko dari aktiva
Tingkat atau kadar resiko dari setiap aktiva didalam perusahaan adalah tidak sama. Makin panjang
jangka waktu penggunaan suatu aktiva didalam perusahaan, makin besar derajat resikonya. Dan
perkembangan dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan yang tiada henti, dalam artian ekonomis
dapat mempercepat tidak digunakannya suatu aktiva, meskipun dalam artian teknis masih dapat
digunakan.
5. Lenders dan rating agencies
Jika perusahaan menggunakan hutang semakin berlebih, maka pihak lenders akan mulai meminta tingkat
bunga yang lebih tinggi dan rating agencies akan mulai menurunkan rating pada tingkat hutang
perusahaan.
6. Internal cash flow
Tingkat internal cash flow yang lebih tinggi dan lebih stabil dapat menjastifikasi sebuah tingkat leverage
lebih stabil.
7. Pengendalian
Banyak perusahaan sekarang meningkatkan tingkat hutangnya dan memulai dengan menerbitkan hutang
baru hingga repurchase outstanding commonstock. Tujuan dari peningkatan hutang tersebut adalah
untuk mendapatkan return yang lebih tinggi., sedangkan pembelian kembali saham bertujuan untuk lebih
meningkatkan tingkat pengendalian.
8. Kondisi ekonomi
Kondisi ekonomi seperti sekarang ini dan juga kondisi pada pasar keuangan dapat mempengaruhi
keputusan struktur modal. Ketika tingkat suku bunga tinggi, mungkin keputusan pendanaan lebih
mengarah pada short-term debt, dan akan dilakukan refinance dengan long-term debt atau equity jika
kondisi pasar memungkinkan.
9. Preferensi pihak manajemen
Preferensi manajemen terhadap resiko dan gaya manajemen mempunyai peran dalam hubungannya
dengan kombinasi debt-equity perusahaan pada struktur modalnya.
10. Debt covenant
Uang yang dipinjam dari sebuah bank dan juga penerbitan surat hutang dan terwujud melalui
serangkaian kesepakatan (debt covenant).
11. Agency cost
Agency cost adalah sebuah biaya yang diturunkan guna memonitor kegiatan pihak manajemen untuk
menjamin bahwa kegiatan mereka selaras dengan persetujuan antara manajer, kreditur dan juga para
shareholders.
12. Profitabilitas
Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi, dan penggunaan internal financing yang lebih besar dapat
menurunkan penggunaan hutang (rasio hutang).

Pada kasus tertentu ternyata kondisinya dapat dikelompokan pada 4 faktor yang dominan terhadap
penentuan struktur modal, yaitu:

 Faktor 1: Stabilitas pendapatan dan kebutuhan modal, komponen variabelnya: Stabilitas


penjualan dan kebutuhan modal. Dengan variabel yang dominan adalah kebutuhan modal.
 Faktor 2: Struktur pasar industri yang terdiri variabel; struktur saingan, tingkat bunga, tingkat
pertumbuhan penjualan, dan kadar risiko dari aktiva. Variabel dominannya adalah struktur
saingan.
 Faktor 3: Risiko usaha dan keuangan, yang terdiri variabel; sikap pemberi pinjaman, susunan
aktiva, dan sikap manejemen. Variabel dominannya adalah sikap pemberi pinjaman.
 Faktor 4: Situasi perekonomian yang hanya terdiri variabel keadaan pasar modal, sehingga
variabel dominannya adalah variabel keadaan pasar modal.

Anda mungkin juga menyukai