Keputusan Pembelanjaan
Kelompok 9:
Kelas: 7B1/B3/B5
Struktur modal merupakan perimbangan atau perbandingan antara modal milik sendiri
dengan modal asing. Dalam hal ini modal asing adalah hutang jangka pendek ataupun hutang
jangka panjang. Sementara modal modal sendiri dibagi menjadi laba ditahan dan kepemilikan
perusahaan.
Struktur modal sangat penting untuk dipahami, karena kondisi baik atau buruknya
keuangan perusahaan ditentukan oleh struktur modal. Maka dari itu, memahami struktur
modal adalah hal penting. Jika hutang jangka panjang perusahaan lebih banyak dibanding laba
ditahan, maka perusahaan bisa mengalami kerugian yang serius. Struktur modal akan mengatur
perimbangan tersebut di dalam perusahaan.
3. Pendekatan Modigliani-Miller
1. Risiko bisnis perusahaan diukur dengan deviasi standar EBIT dan perusahaan yang
memiliki risiko bisnis sama dikatakan berada dalam kelas yang sama.
2. Semua investor memiliki harapan yang sama dan homogen terhadap laba dan risiko
perusahaan serta memiliki ekspektasi yang sama terhadap EBIT di masa depan.
Investor baik individu maupun institusi dapat meminjam dengan tingkat bunga
yang sama seperti halnya perusahaan sebesar tingkat bunga bebas risiko.
1. Preposisi I
Nilai perusahaan merupakan kapitalisasi laba operasi bersih (EBIT) dengan
tingkat kapitalisasi (ko) konstan sesuai tingkat risiko perusahaan.
Nilai perusahaan tidak dipengaruhi struktur modal. WACC sama dengan cost of
equity untuk perusahaan yang tidak memakai leverage (ko= keU)
Dirumuskan:
VL= VU = EBIT/ ko
Untuk Perusahaan U :
Eu = (EBIT – kdD) / keU Vu = Du + Eu
=(900.000-0) / 0,10 = 0 + 9.000.000
= $9.000.000 = $9.000.000
Untuk Perusahaan L
EL = (EBIT – kdD) / keU VL = DL + EL
=(900.000-300.000) / 0,10 = 4.000.000 + 9.000.000
= $9.000.000 = $10.000.000
Nilai perusahaan yang memiliki leverage lebih tingggi daripada yang tidak
memiliki leverage. Dalam situasi seperti ini , menurut MM, investor dapat
memperoleh tk. Keuntugan lebih tinggi dengan risiko sama.
Proses Arbitrase
Misal: investor memiliki 10% saham L sehingga nilai pasar
=0,10x6.000.000 =$600.000.
1. Jual saham L yang dimiliki dan mendapat uang $600.000
2. Pinjam sebesar 10% total utang L (0,10x4.000.000= $400.000) dengan
bunga 7,5%
3. Beli 10% saham U sebesar 10%x9.000.000 = $900.000
4. Pendapatan $1.000.000 dan pengeluaran $900.000. Uang ekstra
$100.000 & dapat diinvestasikan dengan tk. keuntungan 7,5%
2. Preposisi II
Ke perusahaan yang mempunyai utang (keL) merupakan penjumlahan dari (1) ke
perusahaan yang tidak punya utang (keU) dengan (2) risk premium yang besarnya
tergantung dari selisih ke dan kd dikalikan jumlah utang.
Dirumuskan:
KeL = KeL + Rsik Premium
= KeL + (KeL – Kd) (D/E)
3. Preposisi III
Perusahaan seharusnya melakukan investasi proyek baru sepanjang nilai
perusahaan meningkat paling tidak sebesar biaya investasi. Dirumuskan:
∆V / ∆I > 1 karena ∆V = ∆ EBIT / keU maka
∆ EBIT / ∆ I > keU
Dalam kondisi ada pajak maka perusahaan yang memakai leverage bernilai lebih tinggi
daripada yang tidak memakai leverage. Kenaikan nilai terjadi karena pembayaran bunga atas
hutang merupakan pengurang pajak sehingga laba operasi yang mengalir ke investor semakin
besar.
Contoh:
U dan L adalah perusahaan identik dengan EBIT $1.000. L memiliki utang $1.000 dengan
bunga 8%. Pajak 34%
Perusahaan U Perusahaan L
EBIT $1.000
Interest 0
EBT $1.000
EAT $ 660
1. Preposisi I
Nilai perusahaan yang memiliki leverage sama dengan nilai perusahaan yang
tidak ber-leverage ditambah nilai perlindungan pajak (tax-shield). Nilai
perlindungan pajak adalah tingkat pajak perusahaan dikalikan banyaknya
hutang. Dirumuskan:
VU = [EBIT(1-T)] / keU
VL = VU + TD
2. Preposisi II
Identik dengan kondisi tidak ada pajak tetapi memasukkan unsur pengaruh
pajak sehingga dirumuskan:
3. Preposisi III
Kelemahan Pendekatan MM :
Asumsi tidak ada biaya transaksi sehingga proses arbitrase tanpa biaya padahal
kenyataannya biaya komisi broker cukup besar.
Asumsi investor dan perusahaan memilik akses sama terhadap lembaga keuangan
sehingga dapat meminjam dengan rate yang sama. Dalam kenyataannya investor besar
dapat memperoleh hutang dengan bunga lebih rendah dibanding investor individu.
Asumsi tidak ada konflik keagenan (agency conflict) akibat penggunaan hutang sehingga
tidak terdapat agency cost tidak relevan.
Menunjukkan pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan jika ada pajak perusahaan
dan pajak perseorangan.
Tc adalah pajak perusahaan; Tp adalah pajak pendapatan perseorangan dari saham dan
Td adalah pajak pendapatan dari hutang.
⟦
V L=V U + 1−
( 1−T c ) (1−T p )
(1−T d ) ⟧
Bila nilai faktor terakhir negatif maka penggunaan hutang tidak menguntungkan. Bila = 0 maka
struktur modal tidak relevan karena perlindungan pajak atas pemakaian hutang diimbangi
dengan pajak pendapatan perseorangan. Apabila nilainya positif penggunaan hutang
menguntungkan pemilik modal.
Penelitian ini memakai teori yang berhubungan dengan struktur modal yakni pecking order
theory karena perusahan yang ingin berkembang harus memiliki modal yang diperoleh dari
utang. Tetapi, perusahaan tidak mudah untuk mendapatkan pinjaman, karena harus
menganalisa terlebih dahulu apakah memang sudah tepat untuk berhutang.
Pecking order theory adalah urutan sumber pendanaan dari internal (laba ditahan) dan
eksternal (penerbitan ekuitas baru) (Wibowo, 2013:26). Menurut Myers dan Majluf (dalam
Purba, 2014:13) memberikan pernyataan: Teori pecking order memiliki dasar dari dua asumsi
yang menonjol.
Pertama: Para manajer lebih tahu prospek perusahaan mereka sendir dibanding dengan
investor luar.
Kedua: Manajer bertindak dalam kepentingan terbaik pemegang saham yang ada.
Dengan kondisi diatas, perusahaan kadang-kadang akan melupakan positif proyek net
present value apabila menerima mereka memaksa perusahaan untuk mengeluarkan saham
undervalued untuk investor baru. Secara khusus, teori pecking order memberikan prediksi
bahwa perusahaan lebih memilih untuk memakai dana internal jika tersedia dan memilih
hutang atas ekuitas pada saat pembiayaan eksternal dibutuhkan.
Teori pecking order ditemukan oleh Donaldson pada tahun 1984 yang kemudian
disempurnakan oleh Myers dan Majluf. Teori pecking order menyatakan bahwa perusahaan
cenderung mencari sumber pendanaan yang minim risiko.
Risiko turunnya nilai perusahaan. Turunnya harga saham. Teori pecking order lebih
menyukai pendanaan dari internal perusahaan daripada eksternal perusahaan. Tidak ada
struktur modal yang optimal dalam teori pecking order karena pemilihan pendanaan
perusahaan didasarkan pada urutan preferensi (hierarki) risiko. Urut urutan pendanaan.
1. Laba ditahan
2. Utang
3. Ekuitas (modal tambahan/penerbitan saham baru
Pada teori pecking order, perusahaan akan memilih pendanaan berdasarkan preferensi
urutan. Dimulai dari mengutamakan pendanaan yang tidak beresiko, minim risiko hingga yang
beresiko tinggi. Lihat hierarki teori pecking order dibawah ini:
http://babayuuu.blogspot.com/2014/06/keputusan-pembelanjaan-pembiayaan-dalam.html
https://www.academia.edu/12099242/TEORI_STRUKTUR_MODAL
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/12/pengertian-struktur-modal-komponen-teori-
faktor-yang-mempengaruhi.html
http://nichonotes.blogspot.com/2018/01/teori-pecking-order.html
https://www.jurnal.id/id/blog/pengertian-faktor-teori-struktur-modal-perusahaan/
https://www.jurnal.id/id/blog/2018-penjelasan-lengkap-6-teori-struktur-modal/