Disusun oleh:
UNIVERSITAS DIPINEGORO
2023
A. PENDAHULUAN
Teori struktur modal modern dimulai tahun 1958 ketika Modigliani dan Miller
mempublikasikan artikel keuangan yang paling berpengaruh yaitu “the cost of capital,
corporatiaon finance, and the theory of investment”. Modigliani dan Miller membuktikan
bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Dalam keadaan pasar
modal sempurna maka penggunaan utang adalah tidak relevan dengan nilai perusahaan. Nilai
perusahaan bergantung pada arus kas yang akan dihasilkan dan bukan pada rasio utang dan
ekuitas. Di tahun 1963, Modigliani dan Miller mempublikasikan makalah yaitu “corporate
income taxes and the cost of capital: a correction” yang melemahkan asumsi tidak adanya
pajak perseroan, karena teori sebelumnya kurang relevan.
Keputusan struktur modal merupakan salah satu fungsi dari pengelolaan keuangan
perusahaan. Keputusan investasi yang tepat akan memberi tingkat return yang lebih tinggi
apabila didanai dengan struktur modal yang terbaik bagi perusahaan. Struktur modal
dikemukakan dalam teori-teori struktur modal dengan pandangan yang berbeda.
B. PEMBAHASAN
I. Teori Pecking Order
Teori pecking order dalam analisis struktur modal pertama kali dikembangkan
oleh Myers dan Majluf (1984). Teori pecking order menyatakan bahwa
perusahaan melakukan keputusan pendanaan secara hierarki dari pendanaan
internal dan eksternal. Dalam teori ini, sumber utama modal perusahaan yang
pertama kali harus berasal dari hasil usaha perusahaan yang berupa keuntungan
bersih setelah pajak yang tidak dibagikan kepada para pemilik perusahaan atau
pemegang saham, dalam artian laba ditahan. Kemudian laba ditahan ini akan
diinvestasikan kembali dalam usaha atau proyek perusahaan yang
menguntungkan. Namun, jika laba ditahan tidak mencukupi untuk membiayain
proyek investasi, maka perusahaan dapat meningkatkan modalnya dengan mencari
dana dari hutang dan kemudian dari modal sendiri atau ekuitas.
Menurut Frank dan Goyal (2005), teori pecking order menyatakan bahwa
adanya target rasio hutang yang diinginkan perusahaan untuk mencapai nilai
perusahaan tertentu. Teori pecking order muncul karena adanya asimetri informasi
antara perusahaan dan para pemodalnya. Oleh karena itu muncullah hierarki
pembiayaan perusahaan yang dimulai dengan laba ditahan yang memiliki biaya
asimetri informasi terendah, diikuti hutang, dan akhirnya ekuitas dari sumber
eksternal yang memiliki biaya asimetri informasi tertinggi. Asimetri informaasi
merupakan kekuatan yang didorong oleh teori pecking order yang banyak terjadi
di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Dalam teori pecking order, membuat keputusan pendanaan harus sesuai urutan
preferensi logis investor terhadap prospek perusahaan dan konsisten pada tujuan,
agar pihak manajer mampu memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham.
Teori ini mengasumsikan bahwa perusahaan cenderung memilih pembiayaan
internal untuk mendanai proyek perusahaan. Pecking order theory memaparkan
hubungan antara struktur modal, dividen perusahaan dan kebijakan investasi.
Teori ini menunjukkan bahwa perusahaan lebih suka menggunakan laba ditahan
untuk membayar dividen dan membiayai investasi baru.
II. Teori Trade Off
Teori trade off menyatakan bahwa hubungan antara struktur modal dengan
nilai perusahaan terdapat suatu tingkat leverage yang optimal. Tercapainya
struktur modal yang optimal memerlukan keseimbangan agency cost if financial
distress dan the tax advantage of debt financing. Berdasarkan trade off theory,
struktur modal yang optimal dicapai apabila nilai sekarang dari tax shield hutang
adalah sama dengan nilai sekarang dari biaya kesulitan keuangan hutang.
Teori trade off menyatakan bahwa terdapat rasio hutang yang optimal atau
struktur modala yang optimal di dalam keuangan perusahaan. Perusahaan
membuat keputusan struktur modal berdasarkan sumber modal yang paling mahal
biaya modalnya. Dalam teori trade-off terdapat asumsi bahwa sumber pajak yang
berasal dari hutang sama dengan biaya financial distress. Teori ini memiliki
dampak bahwa manajer berpikir tentang rerangka trade-off termasuk [erlindungan
pajak dan financial distress. Trade-off theory bagi perusahaan dapat
menyelaraskan fungsi perlindungan pajak dan utang karena adanya potensi
kehancuran. Perusahaan yang mengalami kehancuran akan tetap memiliki
kewajiban terhadap pertanggungjawaban, baik dari aspek pelaporan maupun
kepatuhan pada perundang-undangan dan pada akhirnya perusahaan tersebut juga
akan ditinggalkan oleh konsumen/supplier/karyawan.
III. Teori Agency
Teori ini pertamam kali dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H.
Meckling pada tahun 1976. Teori ini menyebutkan bahwa manajemen merupakan
agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham
berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan
wewenang kepada agen. Biaya yang ditimbulkan dari pengawasan yang dilakukan
oleh manajemen disebut biaya agensi (agency cost). Menurut Mayangsari (2001)
agency cost adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan
manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai
dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.
Pengawasan manajemen dapat dilakukan dengan audit laporan keuangan dan
pembatasan pembuatan keputusan manajemen.