Anda di halaman 1dari 3

Nama : Shervia Dandi Ananda

NIM : 7311420232
Kelas : Manajemen A

Tugas Resume Manajemen Keuangan


1. Capital structure irrelevant theory (Modigliani & Miller, 1958)
Teori Modigliani-Miller membentuk dasar untuk pemikiran modern tentang struktur modal
perusahaan. Teori dasar dari Modigliani-Miller menyatakan bahwa ketidakberadaan pajak,
bankcrupcy cost, dan informasi yang tidak asimetris dan pada pasar yang efisien , maka nilai
dari perusahaan tidak dipengaruhioleh bagaimana pendanaan dari perusahaan. Dalam teori
ini, penerbitan saham dan hutang pada perusahaan serta serta kebijakan pembagian dividen
dari perusahaan tidak berpengaruh pada nilai perusahan. Sehingga tepri dari Modigliani-
Miller sering disebut dengan prinsip struktur modal yang tidak masuk akal (capital structure
irrelevance principle).
Dalam beberapa penelitian yang dilakukan oleh Modiglini-Miller di tahun yang berbeda (1958,
1961, 1963). Didapatka empat posisi yang menjelaskan tentang struktur modal perusahaan.
Keempat preposisi tersebut adalah (Villamil, 2001):
1. Pada kondisi yang pasti, rasio hutang terhadap ekuitas tidak berpengaruh pada nilai
pasar perusahaan.
2. Leverage dari perusahaan tidak memiliki efek pada rata-rata tertimbang dan cost of
capital
3. Nilai pasar dari perusahaan tidak dipengaruhi kebijakan dividen perusahaan
4. Para pemegang saham tidak dipengaruhi oleh kebijakan pendanaan perusahaan.

2. Trade off theory (Kraus & Litzenberger, 1973)


Menurut mereka, perusahaan harus mampu menentukan optimal capital structure yaitu
struktur modal yang menyeimbangkan (trade-off) benefit and cost dari penggunaan hutang.
Di satu sisi, penggunaan hutang akan memberikan benefit bagi perusahaan berupa tax saving.
Tetapi, di sisi lain, penggunaan hutang yang berlebihan dapat menimbulkan cost atau
kerugian karena meningkatnya beban atau biaya hutang yaitu bunga. Bila perusahaan tidak
mampu membayar bunga dan atau melunasi hutangnya maka akan terjadi financial distress.
Jika kondisi financial distress ini terjadi berkepanjangan maka perusahaan bisa mengalami
kebangkrutan. Tingkat penggunaan hutang yang optimal akan tercapai pada saat marginal
benefit of debt (yaitu penghematan pajak) sama dengan marginal cost of debt (yaitu financial
distress). Kondisi ideal ini akan terjadi ketika biaya modal (cost of capital) mencapai titik
minimum. Dengan kata lain, menurut Kraus dan Litzenberger (1973), struktur modal yang
optimal adalah struktur modal yang meminimumkan biaya modal. Namun, dalam realitas,
menentukan struktur modal yang optimal sangatlah sulit karena kondisi pasar hutang
(obligasi) dan pasar saham yang senantiasa berubah, bahkan sangat cepat. Karena itu Myers
(1984) mencoba menyempurnakan teori ini dengan menambahkan konsep target debt level.
Meskipun struktur modal yang optimal sangat sulit dicapai namun setidaknya perusahaan
dapat menentukan target debt level yaitu rasio hutang yang dapat “meminimumkan” biaya
modal dan kemudian melakukan penyesuaian (adjustment) secara berkelanjutan untuk
mencapai atau mendekati target tersebut. Jika perusahaan mampu mengelola modalnya
sedemikian rupa sehingga mencapai struktur modal yang optimal maka harga saham atau
kesejahteraan pemegang saham pun akan mencapai titik maksimum. Karena itu struktur
modal merupakan isu yang krusial karena secara langsung berdampak pada harga saham atau
nilai perusahaan.

3. Pecking order theory (Myers, 1984; Myers & Majulf, 1984)


Teori pecking order dipopulerkan oleh Myers dan Majluf (1984) dimana mereka berpendapat
bahwa ekuitas adalah cara yang kurang disukai untuk meningkatkan modal karena ketika
manajer (yang diasumsikan lebih tahu tentang kondisi sebenarnya dari perusahaan daripada
investor) mengeluarkan yang baru ekuitas, investor percaya bahwa manajer berpikir bahwa
perusahaan dinilai terlalu tinggi dan manajer mengambil keuntungan dari penilaian
berlebihan ini. Akibatnya, investor akan memberikan nilai yang lebih rendah pada penerbitan
ekuitas baru tersebut.
Berikut beberapa implikasi dari Myers (1984), terhadap perilaku pendanaan perusahaan
didalam pecking order theory.
1. Perusahaan lebih menyukai sumber pendanaan internal (laba ditahan) Hal ini disebabkan
penggunaan laba ditahan lebih murah dan tidak perlu mengungkapkan sejumlah informasi
perusahaan (yang harus di ungkapkan dalam prospektus saat menerbitkan obligasi dan saham
baru)

2. Perusahaan menyesuaikan target rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) kepada
peluang investasi, meskipun dividen kaku (sticky) dan target rasio pembayaran hanya
menyesuaikan secara bertahap terhadap pergeseran peluang investasi yang menguntungkan.

3. Kebijakan dividen yang kaku, ditambah dengan fluktuasi tingkat keuntungan dan peluang
investasi yang tidak dapat diprediksi, menunjukkan bahwa arus kas yang dihasilkan secara
internal dapat lebih atau kurang dari pengeluaran investasi. Jika arus kas internal kurang,
perusahaan pertama kali mengurangi jumlah kas atau portofolio sekuritasnya
4. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan menerbitkan sekuritas yang paling aman
terlebih dahulu. Perusahaan memulai dari hutang, kemudian hybrid securities seperti
convertible bonds, kemudian ekuitas sebagai alternatif terakhir. Penerbitan saham baru
menduduki urutan terakhir sebab penerbitan saham baru merupakan tanda atau sinyal bagi
pemegang saham dan calon investor tentang kondisi perusahaan saat sekarang dan prospek
mendatang yang tidak baik.
Myers (1984), didalam pecking order theory menyatakan bahwa permasalahan utama
keputusan struktur modal perusahaan adalah informasi yang tidak simestris (asymmetric
information) diantara manajer dan investor mengenai kondisi internal perusahaan memiliki
hierarki pendanaan yang dimulai dari arus kas internal, hutang, hutang kemudian saham.

4. Market timing theory (Baker & Wurgler, 2002)


Baker dan Wurgler (2002) melalui tulisannya mengawali adanya gelombang perdebatan baru
dalam riset struktur modal. Terdapat dua isu yang terkait dengan market timing pada struktur
modal perusahaan. Pertama adalah apakah terdapat perilaku market timing dalam
pendanaan perusahaan dan kedua apakah market timing secara persistent berpengaruh
terhadap struktur modal perusahaan. Berdasarkan isu pertama Baker dan Wurgler (2002)
menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan akan menerbitkan saham ketika harga tinggi dan
menarik kembali saham tersebut dari bursa ketika harga rendah. Tujuannya adalah untuk
memanfaatkan fluktuasi sementara biaya ekuitas terhadap biaya komponen modal lainnya.
Dalam pasar modal efisien dan terintegrasi yang dikaji oleh Modigliani dan Miller (MM) pada
tahun 1958 dalam Baker dan Wugler (2002), biaya-biaya modal yang berbeda secara
independen tidak berbeda, sehingga tidak mendapat hasil dengan mengubah atau memindah
dari ekuitas ke utang, atau sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai