Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

Konsep Kegawatdaruratan
1. Pasien gawat darurat menurut saya adalah dimana keadaan seseorang dalam keadaan gawat
dan akan menjadi gawat jika tidak ditolong akan mengancam jiwa dan membuat cacat pada
anggota tubuhnya. Pertolongan kegawatdaruratan harus tepat,cermat dan cepat. Tujuan
penanganan gawat darurat adalah untuk mencegah kematian atau kecacatan, rujuk dengan
cepat dan aman.
Biasanya pada pasien kegawatan ini otak dan jantung tidak dapat O2. Maka dari itu
pertolongan pertama pada pasien ini sangat penting. Jika terlambat untuk menolong maka
akan terjadi kematian. Maka tindakan pada menit-menit pertama yang menentukan hidup
mati penderita. Waktunya antara 6-10 menit. Keberhasilan/ respon time: kecepatan
menemukan penderita gawat, kecepatan meminta pertolongan, kecepatan dan kualitas
pertolongan yang diberikan ditempat kejadian, dalam perjalanan ke rumah sakit dan
pertolongan selanjutnya dipuskesmas atau rumah sakit.
Kemampuan Bsic Life Support (AHA 2010) early acces early cpr early
defibrilation Early advanced integrated post cardiac arrest care.
Pada pertolongan primery survey adalah deteksi cepat dan koreksi kondisi organ vital.
Cek kesadaran-ABCD (airway, breathing, circulation, disability). Menyimpulkan kondisi
cepat (2-5 menit) tanpa alat. Pertolongan secondary survey adalah memastikan dilakukan
setelah primery survey. Pada pasien ini prioritas pertolongan kegatan berdasarkan pada 6-
B yaitu:
 B -1 = Breath – system pernafasan
 B -2 = Bleed – system peredaran darah ( sirkulasi )
 B -3 = Brain – system saraf pusat
 B -4 = Bladder – system urogenitalis
 B -5 = Bowl – system pencernaan
 B -6 = Bone – system tulang dan persendian

Biasanya situasi pasien kegawatdaruratan adalah cemas, histeris dan mudah


marah.Penyebab kematian dari sistem/ organ pada kasus gawat darurat adalah SSP,
pernafasan, kardiovaskuler, hati, ginjal, pancreas.
2. Pasien dawat tidak darurat adalah pasien yang gawat tapitidak memerlukan tindakan yang
rumit. Seperti pasien Ca.
3. Pasien darurat tidak gawat adalah pasien akibat musibah yang tiba-tiba tatapi tidak
mengancam nyawa dan anggota tubuhnya. Seperti pasien yang kecelakaan tetapi hanya
luka tidak ada pendarahan yang banyak.
4. tidak gawat tidak darurat adalah diaman pasien tidak mengalami kegawatan dan
kedaruratan. Misalnya seperti pasien batuk, pilek.
5. Pasien meninggal adalah diaman jika dalam pembagian triage dilambangkan oleh label
hitam. Biasanya dalam pembagian atau pertolongan pada bencana label hitam ini adalah
prioritas terakhir karena pasien sudah meninggal.

P a g e 1 | 45
Peran perawat pelaksana gawat darurat
a. Pemberi asuhan keperawatan
b. Perlindungan pasien
c. Sebagai penasehat
d. Sebagai pendidik
e. Sebagai koordinator
f. Sebagai kolaborator
g. Sebagai konsultan
Fungsi perawat pelaksana gawat darurat terdapat 3:
1. Fungsi independen diaman fungsi mandiri berkaitan dengan pemberi asuhan
2. Fungsi independen yaitu fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari
profesi lain
3. Fungsi kolaboratif adalahkerja sama saling membantu dalam program kesehatan.
Contohnya perawat dengan dokter atau tenaga kesehatan yang lainnya.
Kompetensi perawat gawat darurat MAMPU:
a. Menangani kasus gadar sistem pernafasan
b. Menangani kasus gadar sistem kardiovaskuler
c. Menangani kasus gadar sistem persyarafan
d. Menangani kasus gadar sistemimunoglobin
e. Menangani kasus gadar sistem gastrointestinal
f. Menangani kasus gadar sistem skeletal
g. Menangani kasus gadar sistem integumen
h. Menangani kasus gadar toksikologi
i. Menerapkan standar etok pekerawatan

Triage Dalam Keperawatan Gawat Darurat


Yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase keadaan pasien. Pasien-
pasien yang terancam hidupnya harus di beri prioritas utama. Triage dalam keperawatan
gawat derurat di gunakan untuk mengklasifikasian keperahan penyakit atau cidera dan
menetapkan prioritas kebutuhan penggunaan petugas perawatan kesehatan yang efisien
dan sumber-sumbernya. Standart waktu yang di perlukan untuk melakukan triase adalah 2-
5 menit untuk orang dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-anak
a. Merah (Emergent) Yaitu korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera. Yaitu
kondisi yang mengancam kehidupan dan memerlukan perhatian segera. Contoh: - Syok
oleh berbagai kausa - Gangguan pernapasan - Trauma kepala dengan pupil anisokor -
Perdarahan eksternal masif
b. Kuning (Urgent) Yaitu korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan
dapat di tunda sementara. Kondisi yang merupakan masalah medisyang disignifikan
dan memerlukan penata laksanaan sesegera mungkin. Tanda-tanda fital klien ini masih
stabil. Contoh
• Fraktur multiple
• Fraktur femur/pelvis
• Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma, obdomen
berat)
P a g e 2 | 45
• Luka bakar luas
• Gangguan kesadaran/trauma kepala
• Korban dengan status yang tidak jelas.
Semua korban dengan kategori ini harus di berikan infus, pengawasan ketat terhadap
kemungkinan timbulnya komplikasi dan berikan perawatan sesegera mungkin.
c. Hijau (Non urgent) Yaitu kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau
pemberian pengobatan dapat di tunda. Penyakit atau cidera minor Contoh - Fektur
minor - Luka minor - Luka bakar minor
d. Hitam (Expectant) Korban yang meninggal bunia atau yang berpotensi untuk
meninggal dunia - 6% memakai sistem empat kelas yaitu
1. Kelas1: kritis (mengancam jiwa, ekstremitas, penglihatan atau tindakan segera)
2. Kelas ii: Akut (terdapat perubahan yang signifikan, tindakan segera mungkin)
3. Kelas iii: Urgent (signifikan, tikdakan pada waktu yang tepat)
4. Kelas iv: Non Urgent (tidak terdapat resiko yang perlu segera di tangani)
- 10% digunakan sistem 5 tingkat yaitu Tingkat contoh
1. Kritis Segera Henti jantung
2. Tidak stabil 5-15 menit Fraktur mayor
3. Potensial tidak stabil 30-60 menit Nyeri abdomen
4. Stabil 1-2 jam Sinusitis
5. Rutin 4 jam Pengangkatan jahitan

Alur Pasien UGD


 Pastikan keluhan klien (cocokkan apa yang perawat lihat)
 Kaji segera yang penting (HR,jika ada luka dep dengan segera)
 Kaji berdasarkan ABCD
 Kaji awitan yang baru timbul - Pantau: setiap gejala cendrung berulang atau
intensitas meningkat
 Setiap gejala yang di sertai pebahan pasti lainnya
 Kemunduran secara progresif
 Usia
 Awitan
 Misteri
 Kaharusak pasien berbaring
 Kontrol yang ketat
Kesimpulan prinsip umum asuhan keperawatan gawat darurat adalah:
1. Penanganan yang cepat dan tepat (triage, diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan,
evaluasi keperawatan)
2. Pelayanan utamanya adalah penyelamatan hidup
3. Selalu monitoring kondisi pasien
4. Jaga keamanan diri perawat dan pasien

P a g e 3 | 45
BAB 2
Konsep BHD pada dewasa

Tujuan dari BHD adalah, Mencegah berhentinya sirkulasi darah atau


berhentinya pernapasan, Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi (melalui
kompresi dada) dan ventilasi (melalui bantuan napas penolong) dari pasien yang
mengalami henti jantung atau henti napas melalui rangkaian kegiatan Resusitasi
Jantung Paru (RJP).

Henti jantung mendadak merupakan salah satu penyebab kematian mendadak


tersering di Ameri Serikat. Tujuh puluh persen dari out-of-cardiac arrest (OHCA)/
kejadian henti jantung diluar lumah sakit terjadi dirumah, dan sekitar lima puluh persen
tanpa diketahui. Hasilnya pun biasanya buruk, hanya sekitar sepuluh persen pasien
dewasa OHCA yang telah menerima upaya resusitasi oleh penyedia pelayanan darurat
medis/ Emergency Medical Services (EMS) yang bertahan hingga diperbolehkan
pulang dari rumah sakit.
Pengetian henti jantung adalah berhentinya sirkulasi beberapa detik sampai
beberapa menit yang akan menyebabkan asupan oksigen ke dalam otak terhenti, yang
kemudian akan terjadi hipoksia otak yang mengakibatkan kemampuan koordinasi otak
untuk menggerakkan organ otonom menjadi terganggu, seperti gerakan denyut jantung
dan pernapasan. Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan sesegera
mungkin. Lebih baik ditolong, walupun tidak sempurna daripada dibiarkan tanpa
pertolongan sama sekali. Pada saat henti napas, kandungan oksigen dalam darah masih
tersedia sedikit, jantung masih mampu mensirkulasikannya ke dalam organ penting,
terutama otak, jika pada situasi diberi bantuan pernapasan, kebutuhan jantung akan
oksigen untuk metabolisme tersedia dan henti jantung dapat dicegah.

Kasus-kasus penyebab terjadinya henti jantung dan henti napas dapat terjadi
kapan saja, dimana saja dan pada siapa saja. Contoh kasusnya antara lain adalah
tenggelam, stroke, obstruksi jalan napas, menghirup asap, keracunan obat, tersengat
listrik, tercekik, trauma, gagal jantung, dan masih banyak lagi. Kondisi diatas, ditandai
dengan tidak terabanya denyut nadi karotis dan tidak adanya gerakan napas dada.

P a g e 4 | 45
Dalam American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care 2010, AHA menekankan fokus
bantuan hidup dasar pada Chain of Survival (Rantai Kelangsungan Hidup):

a. Early recognition and activation. Melakukan pengenalan segera pada kondisi henti
jantung dan mengaktivasi sistem respons gawat darurat (EMS/Emergency Medical
Responses)

b. Early CPR. Memberikan resusitasi jantung paru sedini mungkin

c. Early defibrillation. Melakukan defibrilasi sesegera mungkin. Pada tempat dan


fasilitas umum, biasanya tersedia AED (Automated External Defibrillation)

d. Effective advanced life support. Melakukan pemberian bantuan hidup lanjut


dengan efektif

e. Integration of post-cardiac arrest care. Melakukan pemberian perawatan pasca


henti jantung yang terintegrasi.

Bantuan hidup dasar meliputi mata rantai 1 sampai dengan mata rantai 3,
sedangkan mata rantai 4 dan 5 termasuk pemberian bantuan hidup lanjut (BHL). Setiap
orang dapat menjadi penolong pada korban yang tiba-tiba mengalami henti jantung.
Pedoman baru ini juga berisi rekomendasi lain yang didasarkan pada bukti yang
telah dipublikasikan, yaitu:
a. Pengenalan segera henti jantung (suddent cardiact arrest) didasarkan pada
pemeriksaan kondisi unresponsive dan tidak adanya napas normal (seperti,
korban tidak bernapas atau hanya gasping/terengah-engah). Penolong tidak
boleh menghabiskan waktu lebih dari 10 detik untuk melakukan pemeriksaan
nadi. Jika nadi tidak dapat dipastikan dalam 10 detik, maka dianggap tidak ada
P a g e 5 | 45
nadi dan RJP harus dimulai atau memakai AED (automatic external defibrilator)
jika tersedia.
b. Perubahan pada RJP ini berlaku pada korban dewasa, anak dan bayi tapi tidak
pada bayi baru lahir.
c. “Look, Listen and Feel" telah dihilangkan dari algoritme bantuan hidup dasar.
d. Jumlah kompresi dada setidaknya 100 kali per menit.
e. Penolong terus melakukan RJP hingga terjadi return of spontaneous circulation
(ROSC).
f. Kedalaman kompresi untuk korban dewasa telah diubah dari 1 ½ - 2 inchi
menjadi sedikitnya 2 inchi (5 cm).
g. Peningkatan fokus untuk memastikan bahwa RJP diberikan dengan high-quality
didasarkan pada :
 Kecepatan dan kedalaman kompresi diberikan dengan adekuat dan
memungkinkan full chest recoil antara kompresi
 Meminimalkan interupsi saat memberikan kompresi dada
 Menghindari pemberian ventilasi yang berlebihan
Pengertian henti nafas adalah ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan
aliran udara pernapasan dari korban / pasien. Pada awal henti napas oksigen masih
dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat
mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini
diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan
mencegah henti jantung.

Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta
defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer
dirumuskan dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :

 airway (jalan napas)


 breathing (bantuan napas)
 circulation (bantuan sirkulasi)
 defibrilation (terapi listrik)

Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan


prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :

a. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.


P a g e 6 | 45
b. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.

Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus
melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien, dapat dengan
cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban / pasien dengan lembut dan
mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya
atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!

1. Meminta pertolongan

Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap


panggilan, segera minta bantuan dengan cara memanggil ambulan

2. Memperbaiki posisi korban / pasien

Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus


dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika
korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban
ke posisi terlentang. Ingat ! penolong harus membalikkan korban sebagai satu
kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika
posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal
dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.

3. Mengatur posisi penolong

Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan


bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau
menggerakan lutut.

P a g e 7 | 45
A. (AIRWAY) Jalan Napas

Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan


melakukan tindakan :

1. Pemeriksaan jalan napas

Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas
oleh benda asing.

2. Membuka jalan napas

Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa
pada korban tidak sadar tonus otot–otot menghilang, maka lidah dan epiglotis
akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan
napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah
kepala topang dagu (Head tilt – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula.
Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan
petugas kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian
petugas kesehatan harus dapat melakukan manuver lainnya.

P a g e 8 | 45
B. ( BREATHING ) Bantuan napas

Terdiri dari 2 tahap :

1. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.

Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi


napas dan merasakan hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong harus
mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh
melebihi 10 detik.

2. Memberikan bantuan napas.

Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan


melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang
dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak
2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–
2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10 ml/kg) atau
sampai dada korban / pasien terlihat mengembang.

Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan


napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat
diberikan hanya 16–17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari
korban / pasien setelah diberikan bantuan napas.

Cara memberikan bantuan pernapasan :

 Mulut ke mulut

Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang


cepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru–paru korban / pasien.

P a g e 9 | 45
Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong
harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat
menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat
menghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban
/ pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali
dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan orang dewasa
adalah 400 - 500 ml (10 ml/kg).

Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat
menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

 Mulut ke hidung

Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban


tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban
mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung,
penolong harus menutup mulut korban / pasien.

 Mulut ke Stoma

Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang


menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan
pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.

P a g e 10 | 45
C. (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi

Terdiri dari 2 tahapan :

1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.

Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan


meraba arteri karotis didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau tifa jari
tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher
sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau
kiri kira–kira 1–2 cm, raba dengan lembut selama 5–10 detik.

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa


pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu
untuk menilai pernapasan korban / pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan
pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.

2. Melakukan bantuan sirkulasi

Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat


diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar,
dilakukan dengan teknik sebagai berikut :

 Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan
atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).

 Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3
jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan
penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.

P a g e 11 | 45
 Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu
telapak tangan diatas telapak tangan yang lainnya, hindari jari–jari tangan
menyentuh dinding dada korban / pasien, jari–jari tangan dapat diluruskan
atau menyilang.

 Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban
dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan
kedalaman penekanan berkisar antara 1,5–2 inci (3,8–5 cm).

 Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan


mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi
dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus
sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).

 Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi
tangan pada saat melepaskan kompresi.

 Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan baik


oleh 1 atau 2 penolong jika korban / pasien tidak terintubasi dan kecepatan
kompresi adalah 100 kali permenit (dilakukan 4 siklus permenit), untuk
kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.

Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan


sistolik 60–80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah
jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu
mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai
dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi
30 detik.

P a g e 12 | 45
D. (DEFRIBILATION)

Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah


defibrilasi adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini
dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irama
jantung yang disebut dengan Fibrilasi Ventrikel. Dimasa sekarang ini sudah
tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat digunakan oleh orang
awam yang disebut Automatic External Defibrilation, dimana alat

tersebut dapat mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan


defibrilasi atau tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat
memberikan tanda kepada penolong untuk melakukan defibrilasi atau
melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.

Kesimpulan:

Bahwa teknik yang diatas adalah teknik dimana kita melakukan


pertolongan pertama pada saat ada korban yang tergeletak dijalan akibat
kecelakaan maupun tiba-tiba pingsan. Sebelum dibawa kerumah sakit atau
pelayanan kesehatan yang lainnya. Tetapi sayangnya teknik ini tidak semua
orang tahu. Tetapi teknik ini bisa dilakukan oleh orang awam yang sudah
mengikuti atau perna dikasih penyuluhan.

P a g e 13 | 45
Terkadang pada saat terjadi kecelakaan khususnya didaerah surabaya.
Setelah korban tergeletak dan banyak darah itu cuman ditonton dan ditutup oleh
selembar kain atau setelah korban tergeletak korban dipindahkan tetapi cara
memindahkan terkadang menambah parah korban.

Pengalaman waktu adek kelas SMA saya kecelekaan dan vidio


penyelamatan tersebar. Orang-orang mengangkat korban itu dengan 1 tangan
kanan dipengang 1 orang, tangan kiri juga begitu dan kaki kanan kiri juga
begitu. Jadi yang mangangkat korban jumlahnya ada 4. Tetapi yang saya
herankan mereka tidak memegang badannya untuk mengangkat. Hanya tangan
kakinya saja yg diangkat. Dan mereka hanya menonton dan tidak memanggil
ambulan.

Pada saat ini jika terjadi kecelakaan bisa telepon 112. Dengan begitu
korban bisa terselamatkan dengan pertolongan pertama dan bisa dibawa
kerumah sakit untuk perawatan selanjutnya.

P a g e 14 | 45
BAB 3
Konsep BHD Pada Ibu Hamil

Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan
tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka
penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilah BANTUAN
HIDUP DASAR (BHD).

Resusitasi pada ibu hamil ada faktor-faktor yang meperkecil keberhasilan usaha
resusitasi pada ibu hamil antara lain adanya perubahan anatomi yang mempersulit dalam
menjaga potensi jalan nafas dan melakukan intubasi, perubahan patologis ini antara lian edema
laring, faktor fisiologis berupa peningkatan konsumsi oksigen, dan kecenderungan untuk
pneumonia aspirasi.
Para trimester ketiga, faktor terpenting adalah penekanan vena kava inferiordan
gangguan aliran balik vena oleh uterus yang membesar ketika bumil berbaring terlentang.
Kondisi yang menyulitkan ini diperberat lagi oleh kondisi obesitas. Respon yang cepat/sigap
adalah esensial. Begitu diagnosisi henti nafas dan atau henti jantung telah tegak, maka pasien
harus diposisikan secara benar dan BLS segera dilakukan. BLS tetap diteruskan hingga
terpasang infuse intravena, dan faktor-faktor penyebab terkoreksi (cth : hipovolemia), dan
perlengkapan, obat-obatan, dan personel telah siap.

Bantuan Hidup Dasar (BHD)


Airway
Jalan nafas harus dipastikan paten dengan melakukan maneuver head tilt-jaw thrust
atau head tilt-chin lift dan mempertahankanya. Suction digunakan untuk menghisap muntahan.
Benda-benda dimulut seperti gigi palsu, harus disingkirkan dan alat bantu nafas seperti gedel
dapat dipasang. Prosedur ini dapat dilakukan pada pasien dengan badan dalam posisi lateral,
atau terlentang dengan uterus digeser ke kiri.
Breathing
Jika pasien tidak nafas adekuat, bantuan nafas segera dilakukan begitu jalan nafas telah
paten ; mouth to mouth, mouth to nose, atau mouth to airway dilakukan hinga bagging dan
sungkup tersedia. Ventilasi dilanjutkan dengan O2 100%. Karena resiko regurgitasi dan

P a g e 15 | 45
aspirasi pneumonia pada bumil trimester ketiga, maka penekanan krikoid dilakukan hingga
pasien diintubasi.
Ventrikel yang dilakukan lebih sulit karena peningkatan kebutuhan oksigen dan
penurunan komplikasi dada pada bumil. Penurunan komplians terjadi akibat terdesaknya
diafragma oleh isi abdomen. Mengamati naik turunnya dada pada bumil juga lebih sulit.
Circulation
Sirkulasi yang terhenti dapat diketahui jika arteri besar (karotis dan femoral) tidak
teraba fulsasinya. Kompresi dada dilakukan dengan rasio 15:2. Kompresi dada pada bumil
lebih sulit karena faktor diafragma yang tertekan, obesitas, dan hipertrofi mammae. Karena
diafragma tertekan kearah sefalad, maka posisi tangan untuk kompresi dada juga digeser kearah
safalad, walaupun belum ada panduannya. Pada posisi terlentang, terjadi penekanan vena kava
inferior oleh uterus yang mengganggualiran balik vena dan menurunkan curah jantung, semua
usaha resusitasi tidak akan berguna keuali kompresi tercapai efektif. Kompresi akan efektif
jika memposisikan pasien sedikit lateral dengan memakai papan miring (wedge) atau
menggeser uterus secara manual. Mengangkat tungkai juga akan memperbaiki aliran balik
vena.
Memposisikan uterus ke lateral
Kompresi dada yang efektif tercapai jika bumil diposisikan lateral dengan sudut 30⁰.
Untuk mencegah terguling maka dibuatlah papan Cardiff Resuscitation Wedge. Teknik lain
yaitu “human wedge”, dimana pasien diposisikan miring dilutut penolong sedemiian rupa
sehingga stabil. Bisa juga dengan memanfaatkan kursi yang dibalik. Asisten dapat membantu
dengan kedua tangannya menggeser dan mengangkat uterus ke lateral kiri-sefalad.
Intubasi
Intubasi trachea segera dilakukan begitu fasilitas dan petugas terlatih ada. Pada bumil,
tindakan intubasi tergolong sulit, kadang kala diperlukan perlengkapan khusus. Pasien dengan
obesitas, berleher pendek, atau mengabungkan handlesetelah blade dimasukkan ke mulut
pasien dapat membantu.
Nafas buatan dilakukan dengan posisi kepala dan leher ekstensi maksimal, tanpa bantal
di kepala. Posisi pada saat akan intubasi membutuhkan satu bantal yang diletakkan di leher
bawah sehingga leher fleksi dan kepal ekstensi.
Jika intubasi gagal atau ventilasi juga gagal, maka Laringeal Mask digunakan. Penekanan
krikoid dihentikan pada saat insersi LMA, begitu LMA terpasang dengan baik, penekanan
krikoid dilanjutkan.

P a g e 16 | 45
Seksio sesarea
Tindakan SC memberikan kontribusi yang penting pada proses resusitasi bumil.
Banyak yang resusitasi yang berhasil terjadi setelah intervensi bedah. Mekanisme yang penting
adalah terbebasnya oklusi vena kava secara komplit dengan kosonganya uterus lebih tahan
terhadap kondisi hipoksia lebih cepat. Walau bukti-bukti menunjukkan bahwa fetus lebih tahan
terhadap kondisi hipoksia, kondisi neonates akan lebih optimal jika dilakukan SC.
Jika henti jantung bumil terjadi di ruang rawat, OK, ruang IGD, dan BCLS atau
ALStidak berhasil dalam lima menit, uterus harus segera dikosongkan secara bedah. Demi
waktu, maka langkah terbaik adalah langsung dilakukan dengan scalpel saat itu juga. Waktu
terus berjalan begitu cepat pada ondisi yang tegang, dan scenario ini disarankan terutama pada
kecelakan/kondisi gawat darurat. CPRterus dilanjutkan selama pembedahan dan setelahnya,
karena hal ini memperbaiki prognosis ibu dan bayinya. Jika perlu, pijatjantung manual
transabdominal dilakukan. Begitu kelahiran sukses, baik ibu dan bayi dirawat di ICU.
Faktor kunci sukses CPR pada bumil tua adalah terlatihnya bidan, perawat, dan staf
medis pelayanan obstetric. Karena paparan kasus adalah jarang, maka pelatihan praktis secara
regular berkelanjutan pada manikin adalah penting.
Perubahan anatomi pada bumil
1. Perubahan sistem GI/GU
 Pengosongan lambung melambat sehingga terjadi peningkatan risiko aspirasi
 Pergeseran organ-organ abdominal usus dan kandung kemih
 Uterus merupakan organ abdomen terbesar
2. Perubahan respirasi
 Tespiratory rate meningkat akibat penekanan ke atas oleh uterus terhadap
diaphragm
 Meningkatnya respiratory rate menyebabkan penurunan PCO2
 Menurunnya volume tidal dan menit ventilasi pada kehamilan akhir
3. Perubahan hemodinamik pada saat kehamilan
 Kehamilan- perubahan fisiologis yang dramatis- mempengaruhi hampir seluruh
organnya
 Initial Assesment
a. Primary survey
b. ABC
c. Oxygen
d. Bila dibuhkan ventilasi mild hyperventilation
e. Beri cairan kristaloid
f. Ibu hamil dapat kehilangan > 35% dari blood volume sebelum muncul takikardia,
hipotensi dan tanda-tanda hipovolemia lainnya
g. Pada kondisi ibu yang terlihat stabil, mungkin janin sudah mengalami syok
 Resusitasi maternal

P a g e 17 | 45
a. Fokusresusitasi berbeda dengan resusitasi umum – setelah usia kehamilan 24
minggu – menyelamatkan ibu dan bayi
b. Pada akhirnya kehamilan banyak terjadi perubahan fisiologi yang berpengaruh pada
resusitasi
c. Setelah usia kehamilan > 26 minggu cenderung terjadi sindroma aortacaval

Kesimpulan:
Bahwa jika dilakukan CPR pada ibu hamil dan orang normal sangat berbeda. Karena pada CPR
ibu hamil kita menyelamatkan nyawa ibu dan bayi. Banyak faktor yang membuat CPR pada
ibu hamil ini berbeda. Salah satunya adalah perubahan fisiologi.

P a g e 18 | 45
BAB 4
Konsep BHD Pada Anak

Bantuan hidup dasar yang berikan kepada anak maupun bayi berbeda dengan bantuan
hidup dasar yang diberikan kepada anak & bayi Tanda-tanda henti jantung pada anak mirip
dengan orang dewasa.
Penyebab
Sebab2 henti jantung pada adalah ;
 Karena penyakit/trauma.
 Masalah gangguan irama jantung primer (terutama pada anak berusia kurang dari 8
tahun.
 Kegawatan nafas yang tidak ditangani dengan benar.
Secara umum, prinsip pertolongan bantuan hidup dasar baik dewasa, anak maupun bayi
harus dilakukan secara urut. Tetapi, yang paling diperhatikan mengenai cara pemberian
bantuan hidup dasar adalah jumlah penolong serta terdapat usaha untuk bernafas atau tidak.
Perlu di ingat, dalam memberikan pertolongan hidup dasar untuk anak berusia > 8 tahun sama
dengan orang dewasa.

1. Penilaian respon.
Setelah penolong sudah yakin bahwa tindakan bersifat aman bagi penolong &
anak yang ditolong maka penilaian respons terhadap anak dapat dilakukan dengan
segera. Pertama kali berikan rangsangan dengan memanggil sambil menepuk/
menggoyangkan pasien apakah pasien tersebut memberikan respons terhadap
rangsangan yang diberi & perhatikan juga apakah ada tanda2 trauma pada anak
tersebut.
2. Aktifkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpatu (SPGDT).
Apabila pasien tidak memberikan respons & penolong lebih dari satu orang, minta
tolong kepada orang terdekat untuk menelpon sistem gawat darurat & mengambil AED
(Automatic External Defibrillator).
Apabila penolong hanya seorang diri & henti jantung disaksikan baru terjadi, maka
segera untuk mengaktifkan sistem gawat darurat & ambil AED jika tersedia.
Sedangkan apabila penolong hanya seorang diri & henti jantung tidak disaksikan, maka

P a g e 19 | 45
lakukan dulu resusitasi jantung paru (RJP) selama 2 menit kemudian aktifkan sistem
gawat darurat & ambil AED.
3. Kompresi Jantung (Circulation).
Dalam melakukan pemeriksaan nadi pada anak & bayi sebelum melakukan kompresi
merupakan hal yang tidak mudah karena pemeriksaan nadi tidak dilakukan pada arteri
karotis, tetapi pada arteri brakialis/arteri femoralis. Sedangkan pada anak usia 1 tahun
keatas dapat dilakukan seperti pada orang dewasa.
Kompresi harus dilakukan dengan segera pada anak maupun bayi yang tidak sadarkan
diri, serta tidak ada denyut nadi & tidak bernafas. Dalam melakukan kompresi yang
membedakan adalah teknik kompresi pada anak berumur kurang dari 8 tahun teknik
kompresi satu tangan, sedangkan pada bayi menggunakan teknik kompresi 2 jari
maupun 2 ibu jari.

Kompresi dada pada Anak usia 1-8 tahun.

 Letakkan tumit satu tangan pada setengah bawah tulang dada (sternum), hindarkan jari2
pada tulang iga anak.
 Tekan sternum sedalam 2,5 sampai 4 cm, lalu lepaskan dengan rasio menekan : melepas
adalah dengan kecepatan 100 x permenit.
 Sesudah 30 x kompresi, buka jalan nafas & berikan 2 x nafas buatan hingga dada
terangkat ( untuk 1 penolong)
 Kompresi & nafas buatan dengan rasio 15 : 2 (untuk 2 penolong).

Kompresi dada pada bayi

 Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum; lebar jari berada di bawah
garis intermammari.
 Tekan sternum sedalam 1,25 hingga 2,5 cm, lalu angkat tanpa melepaskan jari dari
sternum dengan kecepatan 100 x permenit.
 Setelah 30 x kompresi, buka jalan nafas & berikan 2 x nafas buatan hingga dada
terangkat (untuk 1 penolong).
 Kompresi & nafas buatan dengan rasio 15 ; 2 (untuk 2 penolong).

P a g e 20 | 45
BAB 5

Konsep Intoksikasi Makanan

Keracunan makanan adalah kondisi yang muncul akibat mengonsumsi


makanan yang telah terkontaminasi oleh organisme menular, seperti bakteri, virus, dan
parasit. Kontaminasi dapat terjadi saat makanan sedang diproses atau dimasak dengan
tidak benar.

Sedangkan definisi keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah


kondisi yang mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan
gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perlaku, fungsi, dan repon
psikofisiologis. Sumber lain menyebutkan bahwa keracunan dapat diartikan
sebagai masuknya suatu zat kedalam tubuh yang dapat menyebabkan ketidak
normalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai dapat menyebabkan kematian.

seseorang bisa dicurigai menderita keracunan bila terdapat beberapa tanda yaitu:

1. Seorang yang sehat mendadak sakit.

2. Gejalanya tak sesuai dengan suatu kadaan patologik tertentu.

3. Gejalanya menjadi cepat karena dosis yang besar.

4. Keracunan kronik diduga bila penggunaan obat dalam waktu yang lama atau
lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat-zat kimia.

Zat yang dapat menimbulkan keracunan dapat berbentuk : Padat, misalnya obat-
obatan, makanan Gas, misalnya CO Cair, misalnya alcohol, bensin, minyak tanah, zat
kimia.

Seseorang dapat mengalami keracunan dengan cara :

a. Tertelan melalui mulut, keracunan makanan, minuman.


b. Terhisap melalui hidung, misalnya keracunan gas CO
c. Terserap melalui kulit/mata, misalnya keracunan zat kimia

Berikut ini adalah Macam-Macam Keracunan yang sering terjadi di masyarakat


1. Keracunan Alkohol

Gejala keracunan alkohol :

P a g e 21 | 45
a. Kekacauan mental
b. Pupil mata dilatasi (melebar)
c. Sering muntah-muntah
d. Bau alkohol

Apa yang dapat dilakukan sebagai pertolongan awal :

1. Upayakan muntah bila pasien sadar


2. Pertahankan agar pernapasan baik
3. Bila sadar, beri minum kopi hitam
4. Bawa ke sarana kesehatan

2. Keracunan asetosal/aspirin/naspro

Gejala keracunan asetosal/aspirin/naspro :

a. Nafas dan nadi cepat


b. Gelisah
c. Nyeri perut
d. Muntah (sering bercampur darah)
e. Sakit kepala

Apa yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama :

1. Upayakan pertolongan dengan membuat nyaman pasien


2. Bila sadar beri minum air atau susu
3. Bawa ke sarana kesehatan

Keracunan makanan laut

Beberapa jenis makanan laut seperti kepiting, rajungan dan ikan lautnya dapat
menyebabkan keracunan ;

Gejala :

a. Masa laten 1/3 – 4 jam


b. Rasa panas disekitar mulut
c. Rasa baal pada ekstremitas
d. Lemah
e. Mual, muntah
P a g e 22 | 45
f. Nyeri perut dan diare

Apa yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama:

1. Netralisir dengan cairan


2. Upayakan muntah

Keracunan Makanan

Penyebab adalah staphylococcus. Seringkali menyebabkan keracunan dengan masa


laten 2-8 jam.

Gejala :

a. Mual, muntah
b. Diare
c. Nyeri perut
d. Nyeri kepala, demam
e. Dehidrasi
f. Dapat menyerupai disentri

Apa yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama :

1. Muntah buatan
2. Beri minuman yang banyak
3. Segera kirim ke puskesmas/rumah sakit

Banyak hal yang bisa menjadi penyebab keracunan makanan, yaitu:

 Norovirus.
Norovirus masuk kedalam tubuh melalui air, sayuran serta kerang yang terkontaminasi
feses/kotoran tinja.
 Rotavirus.
Rotavirus merupakan penyebab utama kasus keracunan makanan pada bayi dan anak-
anak. Rotavirus dapat masuk kedalam tubuh melalui kontaminasi feses/tinja pada
makanan ataupun saat mereka berbagi tempat bermain.
 Salmonella.
Bakteri salmonella dapat masuk ketubuh melalui makanan yang tidak dimasak hingga
matang, seperti telur unggas, makanan laut ataupun produk susu.

P a g e 23 | 45
 Campylobacter.
Bakteri campylobacter masuk kedalam tubuh melalui konsumsi unggas mentah, susu
mentah ataupun air yang terkontaminasi kotoran hewan.
 Escherichia coli/E. Coli.
Bakteri Escherichia coli/E. Coli masuk kedalam tubuh melalui konsumsi daging yang
kurang matang, susu yang tidak ter-pasteurisasi atau air minum yang terkontaminasi
tinja.
 Listeria Monocytogenes.
Bakteri Listeria Monocytogenes masuk kedalam tubuh bersama sajian yang tidak di
masak, misalnya lalapan.
 Clostridium Botulinum/Botulism.
Bakteri ini masuk ke dalam tubuh melalui makanan dalam kemasan kaleng yang
mengandung toksin.

Apabila keracunan makanan sudah terlanjur terjadi, penanggulangan keracunan


makanan dapat dilakukan dengan cara:

 Konsumsi Norit.
Konsumsi norit merupakan cara efektif sebagai salah satu penyerap apapun dalam perut
karena bersifat arang aktif. Konsumsi norit hanya efektif untuk keracunan makanan
yang terjadi didalam usus atau lambung saja, namun tidak efektif pada racun yang
sudah terlanjur menyebar pada aliran darah. Selain itu norit juga menyerap sari-sari
makanan yang diperlukan tubuh, yang tentu saja merugikan.
 Konsumsi air kelapa hijau.
Konsumsi air kelapa hijau dimaksudkan untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
keluar bersama muntah dan diare.
 Minum susu.
Susu bersifat mengikat racun dalam tubuh agar tidak beredar lebih jauh, selain itu susu
bisa memicu muntah agar dapat mengeluarkan racun dalam makanan lebih banyak.
Namun perlu diketahui bahwa susu tidak dianjurkan bagi mereka yang
memiliki intoleransi laktosa ataupun alergi laktosa.
 Tidak memberikan makanan padat kepada penderita.
 Sebaiknya tidak memberikan makanan padat kepada penderita, terutama jika
penderita masih mual/muntah. Akan lebih baik jika penderita diberikan cairan

P a g e 24 | 45
sedikit demi sedikit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat muntah/diare.
Makanan boleh diberikan kepada penderita jika penderita berhenti mual/muntah.
Makanan yang diberikan hendaknya yang bersifat lunak dan dalam porsi kecil agar
mudah dicerna, misalnya bubur.
 Hindari memberikan minuman berkafein dan yang terlalu manis.
 Hindari memberikan makanan dan minuman yang memicu alergi penderita.

Penatalaksanaan

1. Tindakan Emergensi
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan inkubasi
Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas spontan atau
pernafasan tidak adekuat
Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat dan perbaiki perfusi
jaringan.
2. Resusitasi
Setelah jalan nafas di bebaskan dan di bersihkan, periksa pernafasan dan nadi. Infus
dextrose 5% kec.15 – 20, nafas buatan, O2, hisap lendir dalam saluran pernafasan,
hindari obat – obatan depresan saluran nafas, kalau perlu respirator pada kegagalan
nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut ke mulut, sebab racun orga
fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan buatan hanya di lakukan
dengan meniup face masuk atau menggunakan alat bag – valve – mask.
3. Identifikasi penyebab
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha
mencari penyebab keracunan tidak sampai menunda usaha – usaha penyelamatan
penderita yang harus segera di lakukan.
4. Mengurangi absorbsi
Upaya mengurangi absorbsi racun dari saluran cerna di lakukan dengan merangsang
muntah, menguras lambung, mengabsorbsi racun dengan karbon aktif dan
membersihkan usus
5. Meningkatkan eliminasi
Meningkatkan eliminasi racun dapat di lakukan dengan diuresis basa atau asam,
dosis multipel karbon aktif, dialisis dan hemoperfusi.

P a g e 25 | 45
BAB 6

Konsep Syok Hipovolemik

Menurut saya syok hipovolemik adalah penurunan volume darah dalam jumlah
besar. Bisa akibat kecelakaan atau pembedahan. Bisa dibilang pendarahan hebat. Dan
secara tidak langsung hilangnya cairan yang berasal dari plasma.

Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian


diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan
metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk
mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk
menentukan adanya syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik,
neurogenik, atau septik syok).(Bruner & Suddarth,2002).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat
gangguan mekanisme homeostasis (Toni Ashadi,2006).

Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh
hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

 kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
 trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur
femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.
 kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein
plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
o Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
o Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison
o Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis

Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan


hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam
beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:

P a g e 26 | 45
 Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
 Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis
penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis
penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi
berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
 Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik
dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam
mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
 Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria
pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

Penatalaksanaan

a. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan
ventilator tambahan sesuai kebutuhan.
b. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai
ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan
mempertahankan perfusi jaringan.
 Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk
bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral
kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data
dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume cairan darurat.
 Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau
lebih kateter mungkin perlu untuk penggantiaqn cairan cepat dan pengembalian
ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
o Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih
kateter mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian
ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
o Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia,
golongan darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit.

P a g e 27 | 45
o Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada
tingkat yang memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat
perbaikan pada kondisi klinis pasien.
 Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini
mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya,
sediakan waktu untuk pemeriksaan golongan darah danm pencocockan silang,
perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebgai tambahan terapi komponen darah.
 Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat
kehilangan darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
 Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan
hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan
 Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan
memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.
c. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume
urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
d. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
e. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb,
gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien
terhadap tindakan. Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis
kecenderungan menytakan perbaikan atau pentimpangan pasien.
f. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan
mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada
pasien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
g. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen)
untuk meningkatkan kerja kardiovaskuler.
h. Dukung mekanisme devensif tubuh
 Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan
rasa khawatir.
 Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.
 Pertahankan suhu tubuh.

P a g e 28 | 45
o Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme
kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya
caiiran karena perspirasi.
o Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi
meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok.

Komplikasi

 Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa
dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings)
penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah
tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang
lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1. Airway dan breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
2. Sirkulasi - kontrol perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung
pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat
digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.
Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
3. Disability – pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini
bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan
neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak
selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak
yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum
penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.
P a g e 29 | 45
4. Exposure – pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian
dari mencari cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah
hipotermia.
5. Dilasi lambung – dikompresi.
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-
anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat
diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang
berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita
yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini
merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung
dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung
atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.
6. Pemasangan kateter urin
Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria
dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada
uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada
laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra
sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.
 Skundery survey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan
dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage)
sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lirus dengan
empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum
poiseuille). Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat
memasukkan cairan terbesar dengan cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan
bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkunkan
pembulu darah periver, maka digunakan akses pembulu sentral (vena-vena femuralis,
jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik
seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat
P a g e 30 | 45
ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat darurat
tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus persen steril, karena itu
bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah
atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan


dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada
penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.

Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus


dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk
memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan
crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes
kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada
saat ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau
vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan
terjadinya pneumo atau hemotorak.

 Tersieri survey
1. Terapi awal cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler
dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial
dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl
fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti
cairan terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis
hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang baik.

 Diagnosa
1. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.
3. Nyeri b/d trauma hebat.
4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.
5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.

P a g e 31 | 45
BAB 7

Konsep Syok Neurogenik

Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan
oksigen baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular jaringan tubuh
sehingga terjadidefisiensi akut oksigen akut di tingkat sekuler.(Tash Ervien S, 2005).

Syok neurologik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung ( capacitance vessels). Hasil
dari perubahan resistensi pembuluhdarah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada
sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam.
Syok neurogenik, merupakan tipe lain dari syok distributif, yaitu
akibat kehilangan atausupresi dari tonus simpatik. kekurangan hantaran tonus
simpatik menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan inisiasi dari respon syok umum
(Linda, 2008).
Syok Neurogenik (depresi pusat vasomotor). Syok neurogenik, juga
diketahui sebagaisyok spinal, adalah akibat dari kehilangan tonus
vasomotor yang mengakibatkan dilatasi vena dan arteriol umum. Syok ini
menimbulkan hipotensi , dengan penumpukan darah pada pembuluh penyimpanan atau
penampung dan kapiler organ splanknik. Tonus vasomotor dikendalikan dan dimediasi
oleh pusat vasomotor di medulla dan serat simpatis yang meluas kemedula spinalis
sampai pembuluh darah perifer secara berurutan. karenanya, kondisi apa pun yang
menekan fungsi medulla atau integritas medulla spinalis serta persarafan
dapatmencetuskan syok neurogenik. Salah satu contohnya adalah kondisi
cedera kepala yang secara langsung dan tidak langsung berefek negative pada area
medulla batang otak. Cedera langsung akibat edema serebral, d engan
peningkatan tekanan intracranial yang menyertai trauma kepala atau
iskemia otak. (tambayong, 2000).
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal
!ord. &lur systemsaraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah
T6. Kondisi pasien dengan syok neurogenik : Nadi normal, tekanan darah

P a g e 32 | 45
rendah , keadaan kulit hangat, normal, lembab. Kerusakan alur simpatik dapat
menyebabkan perubahan fungsi autonom normal (elaine cole,2006).

Etiologi Syok Neurogenik

1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).


2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

Manifestasi Klinis Syok Neurogenik, yang dapat ditemui yaitu hampir sama dengan
syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun,
nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai
dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada
keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat.
Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit
terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering, hangat, dan bukan dingin,
lembabseperti yang terjadi pada syok hipovolemik. Tanda lainnya adalah
bradikardia dan bukant a k i k a r d i a s e p e r t i ya n g t e r j a d i p a d a b e n t u k
s yo k l a i n n ya ( S m e l t z e r d a n B r e n d a 2 0 1 3 ) . G a n g g u a n n e u r o l o g i s
akibat s yo k neurogenik dapat meliputi paralisis flasid,
r e f l e x ekstremitas hilang dan priapismus (Leksana, 2005)
Biasa terjadi komplikasi Syok neurogenik dapat menimbulkan komplikasi sebagai
berikut:

 Hipoksia jaringan, kematian sel, dan kegagalan multiorgan


a k i b a t p e n u r u n a n a l i r a n darah yang berkepanjangan.
 Sindrom distres pernapasan pada orang dewasa akibat destruksi pembatasan
alveolus kapiler karena hipoksia.
 Kebanyakan pasien yang meninggal karena s yok, disebabkan
koagulasi intravaskular diseminata akibat hipoksia dan kematian jaringan

P a g e 33 | 45
yang luas sehingga terjadi stimulus berlebihan kaskade koagulasi (corwin,
2006)

Untuk pemeriksaan peenunjang pada syok neurogenik CT-scan, sinar X spinal,

MRI, mielografi, rongent torak, GDA.

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan
sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang
berkumpul ditempat tersebut.

 Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg). Posisi Trendelenburg Posisi Trendelenburg
 Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan
penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
 Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk
menilai respon terhadap terapi.
 Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien) :
o Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi
takikardi.
o Norepinefrin Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan
tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output
yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah
secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna
P a g e 34 | 45
jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang
terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan
bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini
pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot
uterus.
o Epinefrin Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan
sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek
vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap
jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa
pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang
dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada
pasien syok neurogenik Dobutamin Berguna jika tekanan darah
rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
o Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi
perifer.

Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik


harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk
mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus
syok yang meragukan.

Kesimpulan Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari


kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan
mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita
pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok. Setiap syok
yang harus dimonitor adalah #anda4tanda %ital, ritme jantung,
penurunan produksi urine dan memerlukan monitoring yang terus4 menerus
+leh karena itu Syok merupakan keadaan ga at darurat yang
membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauanyang kontinyu
atau terus4menerus di unit terapi intensif

P a g e 35 | 45
BAB 8

Konsep Gigitan Ular Berbisa

Gigitan binatang berbisa adalah gigitan atau serangan yang di akibatkan oleh gigitan hewan
berbisa seperti ular, laba-laba, kalajengking, dll. Korban gigitan ular adalah pasien yang digigit
ular atau diduga digigit ular.

Gigitan ular atau snake bite dapat disebabkan ular berbisa dan ular t i d a k b e r b i s a .
G i g i t a n u l a r ya n g b e r b i s a m e m p u n ya i a k i b a t ya n g b e r a g a m m u l a i d a r i
luka yang sederhana sampai dengan ancamannyawa
d a n menyebabkan kematian (BC&TLS, 2008).

W H O ( W o r l d H e a l t h O r g a n i t a t i o n " m e n ye b u t k a n s e b a n ya k 5 j u t a orang
setiap tahun digigit ular berbisa sehingga mengakibatkan sampai 25 juta orang
keracunan, sedikitnya 100.000 orang meninggal, dan sebanyak tigakali lipat amputasi serta
cacat permanen lain (Bataviase, 2010).

G i g i t a n u l a r l e b i h u m u m t e r j a d i d i w i l a ya h t r o p i s d a n d i d a e r a h d i m a n a
p e k e r j a a n u t a m a n y a a d a l a h p e t a n i . 0 r a n g - o r a n g ya n g d i g i g i t u l a r karena
memegang atau bahkan menyerang ular merupakan penyebab yang signifikan di
amerika Serikat. Diperkirakan ada 45.000 gigitan ular per tahundi Amerika Serikat,
terbanyak pada musim panas, sekitar 8000 Orang digigitular berbisa. Di Amerika
Serikat, 76% korban adalah laki+laki kulit putih.

S t u d i n a s i o n a l d i n e g a r a t e r s e b u t m e l a p o r k a n a n g k a p e r b a n d i n g a n antara
laki+laki dan perempuan adalah 9:1, dengan 50% korban berada padarentang usia
18-28 tahun. 96% gigitan berlokasi pada ekstremitas, dengan 56% pada lengan
(Andimarlinasyam,2009).

Data tentang kejadian gigitan ular berbisa di indonesia


b e l u m diketahui secara pasti, tetapi pernah dilapo rkan dari pulau komod0 di
NusaT e n g g a r a terdapat angka kematian 20 orang per tahun ya n g
d i s e b a b k a n gigitan ular berbisa (Gunawan, 2003)

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang
menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,

P a g e 36 | 45
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan
hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan
subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat
menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan
pertolongan terhadap gigitan ular berbisa.
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat
dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada
bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke
dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular.
Gigitan binatang berbisa adalah gigitan atau serangan yang di akibatkan oleh gigitan hewan
berbisa seperti ular, laba-laba, kalajengking, dll.

Korban gigitan ular adalah pasien yang digigit ular atau diduga digigit ular.

Ular yang berbisa memiliki ciri- ciri :

a. Bentuk kepala segiempat panjang

b. Gigi taring kecil

c. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan

Sedangkan ciri-ciri ular tidak berbisa seperti :

a. Bentuk kepala segitiga

b. Dua gigi taring besar di rahang atas

c. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring

P a g e 37 | 45
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:

a. Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise otot-
otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu,
derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.

b. Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau
menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai
akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus
berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.

c. Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan mhaemotoksin.


Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-
sel otot.

d. Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.

e. Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat


terganggunya kardiovaskuler.

f. Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
patukan

g. Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri
ringan, dan pembengkakan lccal yang progresif. Bila timbul parestesi, gatal, dan mati rasa
perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya
gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya
gejala+gejala hemorrhage (pendarahan" pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi,
bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori+pori kulit seluruh
tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing (urine" atau hematuria,
yaitu pendarahan melalui saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti
usus dan Lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya disertai
keluhan pusing+pusing kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa
lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, danakhirnya mati.

Komplikasi:

 Syok Hipovolemik
P a g e 38 | 45
 Edema paru
 Kematian
 Gagal nafas

Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel darah lengkap,
penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,
hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. untuk gigitan
yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, Fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan,
dan waktu retraksi bekuan.

Kesimpulan:

Pada saat tergigit ular yang berbisa pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah menyiram
bekas gigitan dengan air. Untuk airnya bebas asalkan air bersih. Setelah itu usahakan kaki atau
tanggan atau anggota tubuh yang terkena gigitan. Meminimalisir gerakan. Bisa dengan dibidai
atau ditali. Karena racun agak cepat menyebar jika terjadi kontraksi otot. Untuk gigitan atau
gerakan biasanya tergantung gigitan ularnya terkena bagian mananya. Setelah itu antar pasien
kefasilitas terdekat dengan cara dibopong.

Jangan sekali-kali jika terkena gigitan ular menali supaya tidak menyebar. Atau bianya dihisap.
Itu adalah konsep yang salah. Kebanyakan orang awam yang tidak tahu akan melakukan itu.
Padahal pada saat gigitan iu ditali makan akan mematikan syaraf yang berada didaerah situ.

Kalau bisa setelah kita digigit ular itu. Kita harus bisa menangkapnya bisa dalam ke adaan mati
atau masih hidup. Karena hanya ular itu yang mempuyai obat penawar racunnya dan untuk
mengetahui racunnya itu menyerang apa.

P a g e 39 | 45
BAB 9

Konsep Pertolongan Tenggelam

Kasus korban tenggelam baik di sungai, danau, kolam atau laut sering terjadi dengan korban
yang mungkin hanya satu orang sampai yang ratusan orang. Apalagi ditinjau dari faktor
geografis indonesia yang terdiri dari kepulauan (dikelilingi laut) dan dialiri oleh banyak sungai
besar dan kecil.

Cukup banyak faktor yang menyebabkan seseorang tenggelam, bisa karena bencana seperti
diseret banjir, karena olahraga seperti arung jeram atau renang atau karena musibah seperti
tenggelam sebuah kapal serta banyak hal lain.

Tenggelam ( Drawning ) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke dalam
pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan.

Tenggelam didefinisikan oleh ILCOR (International Liaison Committee on Resuscitation)


sebagai proses yang menyebabkan gangguan pernapasan primer akibat submersi/imersi pada
media cair. Submersi merupakan keadaan di mana seluruh tubuh, termasuk sistem pernapasan,
berada dalam air atau cairan. Sedangkan, imersi berarti keadaan di mana terdapat air/cairan
pada sistem konduksi pernapasan yang menghambat udara masuk. Akibat dua keadaan ini,
pernapasan korban terhenti, dan banyak air yang tertelan. Setelah itu, terjadi laringospasme.
Henti napas atau laringospasme yang berlanjut dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.
Tanpa penyelamatan lebih lanjut, korban dapat mengalami bradikardi dan akhirnya henti
jantung sebagai akibat dari hipoksia.

Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu tenggelam. Keadaan
terhambatnya jalan nafas akibat tenggelam menyebabkan adanya gasping dan kemudian
aspirasi, dan diikuti dengan henti nafas (apnea) volunter dan laringospasme. Hipoksemia dan
asidosis yang persisten dapat menyebabkan korban beresiko terhadap henti jantung dan
kerusaka sistenm syaraf pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun
karena aspiksia membuat relaksi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan
edema paru.
Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut. Pada
tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipoktonik, sedangkan pada air laut adalah
hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga menyebabkan

P a g e 40 | 45
hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan hemolisis intravaskular.
Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi dan hipertonis.
Aspirasi air yang masuk kedalam paru dpat menyebabkan vagotonia, vasokontriksi
paru, dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus dan menggangu stabilitas
alveolus dengan menghambat kerja surfaktan. Selain itu, air segar dan hipoksemi dapat
menyebabkan lisis eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan, air garam dapat menghilangkan
surfaktan, dan menghasilkan caira eksudat yang kaya protein di alveolus, intertitial paru, dan
membran basal alveolar sehingga menjadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat
menyebabkan penurunan volume darah dan peningkatan konsentasi elektrolit serum.

Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor yang
penting dalam menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu, ventilasi,
perfusi, dan oksigenasi yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat survival korban.
1. Perubahan Pada Paru-Paru
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 – 90% pada korban
hamper tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi perjalanan klinis
penderita, isi lambung, organism pathogen, bahan kimia toksisk dan bahan asing lain dapat
member cedera pada paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.
2. Perubahan Pada Kardiovaskuler
Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat.
Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau karena
hipoksia. Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian
besar akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan
asam-basa.
3. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat
Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi penyebab
kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut akibat
P a g e 41 | 45
hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra kranial akibat edema
serebral.Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan
kesadaran terjadi 2 – 3 menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai
terjadi 4 – 10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah 8
– 10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi kemudian
bangun dalam
4. Perubahan Pada Ginjal
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak
menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria.
Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya
hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.
5. Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu menelan
banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang diberikan selama
resusitasi dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut dapat
menimbulkan perubahan elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na dan
Osmolaritasnya. Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang
banyak. Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan
hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksia yang luas.
Etiologi
a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan
b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang
Manifestasi Klinik
a. Koma
b. Peningkatan edema paru
c. Kolaps sirkulasi
d. Hipoksemia
e. Asidosis
f. Timbulnya hiperkapnia

Kondisi Umum dan Faktor Resiko Pada Kejadian Korban Tenggelam


a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia 18-24 tahun
b. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke bawah
P a g e 42 | 45
c. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam
e. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,kekerasan atau
permainan di luar batas.

Komplikasi
a. Ensefalopati Hipoksik
b. Tenggelam sekunder
c. Pneumonia aspirasi
d. Fibrosis interstisial pulmoner
e. Disritmia ventricular
f. Gagal Ginjal
g. Nekrosis pancreas
h. Infeksi
Klasifikasi Berdasarkan Kondisi Kejadian
1) Tenggelam
Yaitu suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang banyak
sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas tepatnya bagian
apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup serta
hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.
2) Hampir Tenggelam
Yaitu suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan air keluar.
Penatalaksanaan Korban Tenggelam
Prinsip pertolongan di air :
1) Raih ( dengan atau tanpa alat ).
2) Lempar ( alat apung ).
3) Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).
4) Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).
Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
1. Bantuan Hidup Dasar
Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama
pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami
penurunan kesadaran. Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat
korban masih berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah
P a g e 43 | 45
mengamankan diri penyelamat lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu
terjun ke dalam air untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus
terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan
sambil melakukan penyelamatan. Cedera servikal biasanya jarang pada korban tenggelam,
namun imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat.
2. Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga langkah, yaitu:
Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada
Listen, yaitu mendengarkan suara napas
Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napas
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal
setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio
30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth
to mask, dan mouth to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas bantuan untuk
mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan
pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung
korban pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10
– 15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama <5 menit,
pernapasan buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan. Namun, bila korban
tenggelam lebih dari 5 menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit, kemudian
bawa korban langsung ke daratan tanpa diberikan napas buatan.
Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan
normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat dari hipoksia.
Pemberian kompresi ini dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2.
Namun, pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena
tidak terbukti dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.
Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi air dari paru
maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi, namun jangan sampai menghalangi tindakan
ventilasi buatan. Korban dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.
3. Bantuan hidup lanjut
Tersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat kejadian merupakan hal
yang sangat penting karena beratnya cedera pada sistem saraf pusat tidak dapat dikaji dengan
cermat pada saat pertolongan diberikan.

P a g e 44 | 45
Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan Sirkulasi. Cedera lain juga harus
dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi ditentukan berdasarkan keparahan kejadian
dan evaluasi klinis. Pasien dengan gejala respiratori, penurunan saturasi oksigen dan perubahan
tingkat kesadaran perlu untuk dihospitalisasi. perhatian harus difokuskan pada oksigenasi,
ventilasi, dan fungsi jantung. Melindungi sistem saraf pusat dan mengurangi edema serebri
merupakan hal yang sangat penting dan berhubungan langsung dengan hasil akhir.
Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan tekanan
lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen.1
Oksigen yang diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini, keadaan
korban belum membaik, dapat dilakukan intubasi trakeal.

Kesimpulan:

Tenggelam sering terjadi pada anak-anak. Karena terkadang kurang pengawasan orang tua
pada saat bermain air. Tenggelam ini sering terjadi dipantai atau kolam renang. Prinsip
pertolongan pertama pada korban tenggelam adalah korban tidak bisa diselamatkan pada saat
masih di air, jadi untuk melakukan pertolongan pertama harus berada ditempat daratan.

Saya perna melihat vidio disalah satu media sosial. Waktu itu tempat kejadiannya di Spa bayi.
Yang biasanya diaman bayi dilatih berenang dengan menggunakan pelampung dileher. Tetapi
pada saat dilatih berenang bayi ini ditinggal diruangan sendri. Tidak ada orang tua atau
karyawannya. Mungkin orang tuanya berfikir si bayi akan tetap aman karena sudah terpasang
pelampung dileher, tetapi tidak terduga bahwa bayi tersebut sangat lincah mengerakan kakinya,
sehingga pada saat itu lansung terbalik ,kaki diatas dan kepala masuk kedalam air. Cuman
selang beberapa menit langsung bayi tersebut sudah tidak bergerak lagi. Setelah itu
karyawannya lansung datang. Cerita ini dilihat dari rekaman cctv yang berada pada ruangan
tersebut. Saya berpesan pada orang tua diluar sana. Meskipun sudah ada pelampung atau
pengaman jngan sesekali meninggalkan anak kita. Kita harus tetap mengawasi mereka agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

P a g e 45 | 45

Anda mungkin juga menyukai