PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan
kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga
sehingga membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan nyawa
(Nuraminudin, 2010).
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat pada kematian ibu dan janinnya. Kasus ini
menjadi penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir (Saifuddin, 2010).
Kegawatdaruratan maternal adalah perdarahan yang mengancam
nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang
terjadi pada minggu awal kehamilan, persalinan, postpartum, hematoma, dan
koagulopati obstetri. Kasus gawat darurat neonatus ialah kasus bayi baru lahir
yang apabila tidak segara ditangani akan berakibat pada kematian bayi.
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan
manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari)
membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan
kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu
(Sharieff, Brousseau, 2011).
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat
cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan
(abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan
perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan
(plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per
vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),
perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses
kelahirannya. Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti
walaupun dengan bantuan alat-alat medis modern sekalipun, sering kali
memberikan gambaran berbeda terhadap kondisi bayi saat lahir.
Kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran
bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tidak semua tenaga medis memiliki
kemampuan dan keterampilan standar dalam melakukan resusitasi pada bayi
baru lahir yang dapat diandalkan, walaupun mereka memiliki latar belakang
pendidikan sebagai profesional ahli.
1
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah Konsep Dasar
Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal.
C. Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan Konsep Dasar Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal.
D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep
Dasar Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep
Dasar Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi
penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2010).
Kasus gawat darurat neonatus ialah kasus bayi baru lahir yang apabila tidak
segara ditangani akan berakibat pada kematian bayi.
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi
dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28
hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis
dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-
waktu (Sharieff, Brousseau, 2011).
3
Kegawatdaruratan maternal perdarahan yang mengancam nyawa
selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi
pada minggu awal kehamilan, persalinan, postpartum, hematoma, dan
koagulopati obstetric.
Tanda dan gejala kegawatdaruratan
a. Sianosis sentral
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang
terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak
berkaitan dengan O2).
b. Apnea
Menurut American Academy of Sleep Medicine, penentuan periode apnea
dikategorikan berdasarkan hasil indeks rata-rata jumlah henti nafas dalam
1 jam atau Apnea Hypopnea Indeks (AHI).
c. Kejang
Kejang umum dengan gejala:
1) Gerakan wajah dan ekstremitas yang teratur dan berulang
2) Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tungkai, baik sinkron maupun
tidak sinkron
3) Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak sadar atau tetap
bangun tetapi responsif/apatis)
4) Apnea (napas spontan berhenti lebih 20 detik).
d. Spasme dengan gejala :
1) Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak beberapa detik sampai
beberapa menit
2) Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya
3) Bayi tetap sadar, sering menangis kesakitan
4) Trismus (rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu
seperti mulut ikan)
5) Opistotonus
e. Perdarahan
Setiap perdarahan pada neonatus harus segera dirujuk, perdarahan dapat
disebabkan kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi
pembekuan darah atau menurun.
f. Sangat kuning
g. Berat badan < 1500 gram.
B. Tujuan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Tujuan kegawatdaruratan antara lain :
1. Mencegah kematian dan cacat pada penderita gawatdarurat hingga dapat
hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya
4
2. Menanggulangi korban bencana
C. Kegawatdaruratan Maternal
1. Definisi Kegawatdaruratan Maternal
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat
cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan
(abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik)
dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan
(plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per
vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),
perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
2. Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri
Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik, yaitu :
a. Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat
tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau
buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan. Abortus
spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi
luar/buatan untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Terminologi umum
untuk masalah ini adalah keguguran atau miscarriage. Abortus buatan
adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan
untuk mengakhiri proses kehamilan. Terminologi untuk kasus ini adalah
pengguguran, aborsi atau abortus provokatus (Sarwono, 2010).
Penanganan
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan
menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
a. Abortus Komplit :
Tidak memerlukan penanganan khusus, apabila pasien menderita
anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya
makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan
mineral. Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberi
antibiotik.
b. Abortus Inkomplit :
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan
dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase,
bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
c. Abortus Insipiens :
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang
dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
5
d. Abortus Imminens :
Istirahat tirah baring secara total merupakan unsur penting dalam
pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis
dan menambah aliran darah ke rahim.
e. Missed Abortion :
Dilakukan kuretase di rumah sakit, dan harus hati-hati karena
terkadang plasenta melekat erat pada rahim.
Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah
dengan Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin
(pengekspansi plasma pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit.
Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan
memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena
dapat terjadi kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih
kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus dengan
demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin,
sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.
6
berlanjut
atau terjadi
infeksi
Sedang Terbuka Sesuai usia Kram atau nyeri Abortus Evakuasi
hingga kehamilan perut bawah, belum insipiens
banyak terjadi ekspulsi hasil
konsepsi
Kram atau nyeri Abortus Evakuasi
perut bawah, ekspulsi inkomplit
sebagian hasil
konsepsi
Terbuka Lunak dan lebih Mual/muntah, kram Abortus Evakuasi,
besar dari usia perut bawah, mola tatalaksana
gestasi sindroma mirip pre mola
eklampsi, tak ada
janin keluar jaringan
seperti anggur
7
Pengawasan Lanjutan
1. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai
kontrasepsi oral pil.
2. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap
minggu pada Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan
kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada
tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
3. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a. Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil
atau tidak
c. Laboratorium : Reaksi biologis dan immunologis : 1x seminggu
sampai hasil negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan
selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x per 3
bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi titer masih
(+) maka harus dicurigai adanya keganasan
d. Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari
d. Perdarahan
1. Plasenta Previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum/pembukaan jalan lahir.
Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
a) Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan
hemoglobin, memberi oksigen, memasang infus, memberi
8
ekspander plasma atau serum yang diawetkan. Usahakan
pemberian darah lengkap yang telah diawetkan dalam jumlah
mencukupi.
b) Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera
dilakukan setelah pengobatan syok dimulai.
c) Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena
plasenta previa totalis atau parsialis, segera lakukan seksio
sesaria; karena plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika
lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban
dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti,
lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi
vakum; jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
d) Tindakan setelah melahirkan adalah cegah syok (syok
hemoragik), pantau urin dengan kateter menetap, pantau sistem
koagulasi (koagulopati). Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung
eritrosit, dan hematokrit.
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat
praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah
dengan infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel,
Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium
(diazepam) IM atau IV secara perlahan. (Prawirohardjo, Ilmu
Kebidanan : 2009)
2. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan
plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22
minggu dan sebelum anak lahir. (Cunningham, Obstetri Williams:
2004)
Penanganan solusio plasenta
a) Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya
kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak
menjadi tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif
di rumah sakit dengan observasi ketat.
b) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio
plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan
tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan
9
sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan
tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin
dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban
segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus
disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc
glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.
10
g) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon
(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati
dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan
pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan
tentang lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.
4. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh
dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen
(komplet), atau dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan
miometrium, tetapi peritoneum di sekitar uterus tetap utuh
(inkomplet).
Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan
umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah,
kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik,
tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan
jenis operasi:
a) Histerektomi baik total maupun sub total
b) Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-
baiknya
c) Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika
yang cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya adalah :
a) Keadaan umum penderita
b) Jenis ruptur incompleta atau complete
c) Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak
rata dan sudah banyak nekrosis
d) Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
e) Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
f) Umur dan jumlah anak hidup
g) Kemampuan dan ketrampilan penolong
e. Preeklampsia Berat
Definisi
11
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis > 110 mmhg
2. Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
3. Gangguan selebral atau visual
4. Edema pulmonum
5. Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
6. Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
7. Trobosisfeni
8. Pertumbuhan janin terhambat
9. Peningkahtan serum creatinin
Preeklampsia Berat dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang
pada eklampsia.
Pengelolaan kejang:
1. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap
lendir, masker oksigen, oksigen)
3. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4. Aspirasi mulut dan tenggorokan
5. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk
mengurangi risiko aspirasi
6. Berikan O2 4-6 liter/menit
D. Kegawatdaruratan Neonatus
1. Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan
usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan
didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan
organ hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang
dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa
perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu
menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan
yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini
hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi
adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu
sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk
melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.
2. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
12
a. Faktor Kehamilan: Kehamilan kurang bulan, Kehamilan dengan
penyakit DM, Kehamilan dengn gawat janin, Kehamilan dengan
penyakit kronis ibu, Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat,
Infertilitas
b. Faktor pada Partus: Partus dengan infeksi intrapartum dan Partus
dengan penggunaan obat sedative
c. Faktor pada Bayi: Skor apgar yang rendah, BBLR, Bayi kurang
bulan, Berat lahir lebih dari 4000gr, Cacat bawaan dan Frekuensi
pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit
13
dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama
anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ
tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan.
c. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi
dimana jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan.
Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes
melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar insulin yang
rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah
dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh
mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat
sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari
darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan),
polidipsi (sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan
kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan
luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi
berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.
d. Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh
bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau
minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah
(kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku
kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut,
alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus
sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
1. bersihkan jalan napas,
2. longgarkan atau buka pakaian bayi,
3. masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke
dalam mulut bayi,
4. ciptakan lingkungan yang tenang dan
5. berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.
e. Penyakit-penyakit pada ibu hamil
Kehamilan Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan,
hiperemesis gravidarum, abortus, kehamilan ektopik terganggu
(implantasi diluar rongga uterus), molahidatidosa (proliferasi
abnormal dari vili khorialis).
14
Kehamilan Trimester III, yaitu : kehamilan dengan hipertensi
(hipertensi essensial, pre eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum
(solusio plasenta (lepasnya plasenta dari tempat implantasi), plasenta
previa (implantasi plasenta terletak antara atau pada daerah serviks),
insertio velamentosa, ruptur sinus marginalis, plasenta sirkumvalata).
15
1. Pengkajian
Pada langkah pertama ini, dikumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien. Untuk
memperoleh data, dilakukan melalui anamnesis. Anamnesis adalah pengkajian
dalam rangka mendapatkan data tentang pasien melalui pengajuan pertanyaan –
pertanyaan, dan anamnesis dapat dilakukan melalui dua cara berikut:
a. Auto anamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan kepada pasien langsung, jadi
data yang diperoleh adalah data primer.
b. Allo anamnesis adalah anamnesis yang dilakukan kepada keluarga pasien
untuk memperoleh data tentang pasien, hal ini dilakukan pada keadaan darurat
ketika pasien tidak memungkinkan lagi untuk memberikan data yang akurat.
16
Selain sebagai data mengenai distribusi lokasi pasien, data ini juga
memberi gambaran mengenai jarak dan waktu yang ditempuh pasien
menuju ke fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Keluhan utama untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan
3. Riwayat kesehatan
Data dari riwayat ini dapat kita gunakan sebagai apakah penyakit
penderitalah yang menjadi faktor risiko. Beberapa data penting tentang
riwayat kesehatan pasien yang perlu kita ketahui apakah pasien pernah
atau sedang menderita penyakit seperti jantung, diabetes mellitus, ginjal,
hipertensi, hipotensi, hepatitis atau anemia.
4. Riwayat menstruasi
Melalui data ini, kita akan mempunyai gambaran tentang keadaan dasar
dari organ reproduksinya. Beberapa pertanyaan mengenai riwayat
menstruasi yakni usia menarche, siklus, berapa hari menstruasi dan ada
tidak keluhan
5. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas dan KB yang lalu
Kehamilan dan Persalinan
Anak KEHAMILAN PERSALINAN
Ke Lama Tempat Terapi Keluhan Tempat BB Penyulit
Periksa Bayi
Nifas dan KB
No Nifas KB
Terapi Keluhan Alkon Lama Keluhan
Pemakaian
7. Kebutuhan sehari–hari
17
a. Nutrisi, untuk mendapatkan gambaran mengenai asupan gizi dan
intake cairan pasien
b. Istirahat untuk mengetahui apakah pasien cukup istirahat/ tidak
c. Personal hygiene untuk mengetahui apakah pasien menjaga kebersihan
dirinya.
Data Obyektif
Data ini dikumpulkan guna melengkapi data untuk menegakkan diagnosis.
Bidan melakukan pengkajian data obyektif melalui pemeriksaan inspeksi,
palpasi, auskultasi, perkusi dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan secara
berurutan
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum
Data ini didapat dengan mengamati keadaan pasien secara
keseluruhan. Hasil pengamatan yang dilaporkan, kriterianya adalah
sebagai berikut:
Baik, jika pasien memperlihatkan respon yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain serta secara fisik, pasien tidak
mengalami ketergantungan dalam berjalan.
Lemah, jika ia kurang atau tidak memberikan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain serta pasien sudah tidak
mampu berjalan sendiri.
b. Kesadaran dengan melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari
keadaan composmentis (kesadaran maksimal) sampai dengan koma
(pasien tidak dalam keadaan sadar)
c. TTV, yakni: tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : warna rambut, kebersihan dan mudah rontok atau tidak
b. Telinga : kebersihan dan gangguan pendengaran
c. Mata : konjungtiva, sklera, kelainan, kebersihan dan gangguan
penglihatan (rabun jauh atau dekat)
d. Hidung : kebersihan, polip, dan alergi debu atau tidak
e. Mulut : warna bibir, integritas jaringan (lembab, kering atau pecah-
pecah), kebersihan, karies, gangguan pada mulut (bau mulut)
f. Leher : ada tidak pembengkakan kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan
vena jugularis
g. Dada : payudara (kebersihan, bentuk, ada pengeluaran asi atau tidak,
ada nyeri tekan atau tidak), denyut jantung dan gangguan pernafasan
18
h. Abdomen : bekas luka operasi, striae, linea, palpasi kandung kemih
i. Ekstermitas : atas (bentuk dan ada tidak gangguan/ kelainan), bawah
(bentuk, edema dan varises serta reflek patella)
j. Genitalia : kebersihan, pengeluaran pervagina, tanda infeksi per vagina
k. Anus : kebersihan dan hemoroid
3. Data penunjang (USG) dan pemeriksaan laboratorium (kadar Hb,
Hematokrit, kadar leukosit dan golongan darah
Interpretasi Data
Pada bagian ini dilakukan identifikasi terhadap rumusan diagnosis, masalah dan
kebutuhan pasien berdasarkan interpretasi yang benar atas data – data yang telah
dikumpulkan.
1. Diagnosa
Langkah awal dari perumusan diagnosa adalah pengolahan data dan analisis
dengan menggabungkan data satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta.
2. Masalah
Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu mengalami
kenyataan terhadap diagnosanya.
Contoh rumusan diagnosa kebidanan dan masalah pada ibu bersalin
No Diagnosa Kebidanan Masalah
1 Seorang G1P0A0 usia 1. Takut dengan gambaran rasa
kehamilan 38 minggu dalam sakit selama proses
persalinan kala I fase laten persalinan
dengan anemia ringan 2. Bingung dengan apa yang
harus dilakukan selama
proses persalinan
2 Seorang G2P1A0 usia Tidak tahan dengan nyeri akibat
kehamilan 37 minggu dalam kontraksi
persalinan kala I fase aktif
3 Seorang G2P1A0 usia 1. Merasa tidak percaya diri
kehamilan 37 minggu dalam dengan kemampuan
persalinan kala I fase aktif menerannya
akhir 2. Bingung memilih posisi
meneran
3. Kebutuhan
Dalam bagian ini, bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan keadaan
dan masalahnya. Contohnya kebutuhan untuk KIE.
Merumuskan Diagnosis
19
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah yang ada. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila mungkin dilakukan pencegahan. Sambil
mengawasi pasien, bidan diharapkan siap bila diagnosis atau masalah
potensial benar-benar terjadi.
20
based care serta divalidasi dengan asumsi mengenai apa yang diinginkan dan
yang tidak diinginkan oleh pasien. Dalam penyusunan perencanaan sebaiknya
pasien dilibatkan, karena pada akhirnya pengambilan keputusan untuk
dilaksanakannya suatu rencana asuhan harus disetujui oleh pasien.
21
c. Keluarga
Evaluasi
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan yang kita berikan
kepada pasien. Kita mengacu pada beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1. Tujuan asuhan kebidanan
2. Efektifitas tindakan untuk mengatasi masalah
3. Hasil asuhan
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup
bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus,
mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan
pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa,
solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio
sesarea, retensio plasentae/plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetri.
Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan
intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan tepat
4 minggu atau 28 hari setelah lahir)
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan
perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas
yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara
bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal, pada keadaan
gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi / oksigenasi janin
intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia
janin yang terjadi.
B. Saran
Mengingat tingginya AKI dan AKB di Indonesia, maka kegawatdaruratan
maternal dan neonatal haruslah ditangani dengan cepat dan tepat. Penanganan
yang tepat dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di Indonesia. Maka,
dengan mempelajari dan memahami kegawatdaruratan maternal dan neonatal,
diharapkan bidan dapat memberikan penanganan yang maksimal dan sesuai
standar demi kesehatan ibu dan anak.
23
DAFTAR PUSTAKA
24