Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN

Makalah
Untuk Memenuhi tugas Keperawatan Kegawatdaruratan
Yang dibina oleh bapak Rudi Hamarno, S.Kep.,Ns., M.Kep

Oleh
Avrizal Falefi (P17211186001)
Ni Putu Ardiyani (P17211186005)
Iqlima Alvein Nafiisah (P17211186019)
Rizky Nurlaili (P17211186020)
Audina Zefa Fabela (P17211186032)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga sehingga membutuhkan tindakan
segera guna menyelamatkan nyawa (Nuraminudin, 2010).
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat pada kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab
utama kematian ibu dan bayi baru lahir (Saifuddin, 2010).
Kegawatdaruratan maternal adalah perdarahan yang mengancam nyawa selama
kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal
kehamilan, persalinan, postpartum, hematoma, dan koagulopati obstetri. Kasus gawat
darurat neonatus ialah kasus bayi baru lahir yang apabila tidak segara ditangani akan
berakibat pada kematian bayi. Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang
membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (
≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis
dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu
(Sharieff, Brousseau, 2011).
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa,
kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir
kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri,
perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta
inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya.
Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun dengan bantuan
alat-alat medis modern sekalipun, sering kali memberikan gambaran berbeda terhadap
kondisi bayi saat lahir.
Kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran bayi mutlak
sangat dibutuhkan, tetapi tidak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan
keterampilan standar dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat
diandalkan, walaupun mereka memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional ahli.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah Asuhan Keperawatan Kegawatdarauratan
pada Kehamilan

C. Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan
Asuhan Keperawatan Kegawatdarauratan pada Kehamilan

D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Asuhan Keperawatan
Kegawatdarauratan pada Kehamilan
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep Dasar
Kegawatdarauratan Kehamilan
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Kegawatdaruratan Pada Kehamilan


2.1.1 Pengertian Kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan
segera guna menyelamatkan jiwa/nyawa (Campbell S, Lee C, 2010).
a. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Biasanya dilambangkan dengan label merah. Misalnya AMI
(Acut Miocart Infac).
b. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
Biasanya di lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.
c. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya. Biasanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien
Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
d. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Baisanya di lambangkan
dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
e. Pasien Meninggal
Label hitam (Pasien sudah meninggal) merupakan prioritas terakhir.

Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama
kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2010). Kegawatdaruratan maternal
perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan, persalinan, postpartum, hematoma,
dan koagulopati obstetric.

Tanda Dan Gejala Kegawatdaruratan


a. Sianosis sentral
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat
peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berkaitan dengan O2).
b. Apnea
Menurut American Academy of Sleep Medicine, penentuan periode apnea
dikategorikan berdasarkan hasil indeks rata-rata jumlah henti nafas dalam 1 jam atau
Apnea Hypopnea Indeks (AHI).
c. Kejang
Kejang umum dengan gejala:
1) Gerakan wajah dan ekstremitas yang teratur dan berulang
2) Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tungkai, baik sinkron maupun tidak sinkron
3) Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak sadar atau tetap bangun tetapi
responsif/apatis)
4) Apnea (napas spontan berhenti lebih 20 detik).
d. Spasme dengan gejala :
1) Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak beberapa detik sampai beberapa menit
2) Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya
3) Bayi tetap sadar, sering menangis kesakitan
4) Trismus (rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu seperti mulut ikan)
5) Opistotonus
e. Perdarahan
Setiap perdarahan pada neonatus harus segera dirujuk, perdarahan dapat disebabkan
kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah atau menurun.
f. Sangat kuning
g. Berat badan < 1500 gram.
2.1.2 Pengertian Kegawatdaruratan Kehamilan
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista
vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir
kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri,
perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta
inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
2.1.3 Jenis Kegawatdaruratan Kehamilan
a. Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada
atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum
mampu untuk hidup diluar kandungan. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi
secara alamiah tanpa intervensi luar/buatan untuk mengakhiri kehamilan tersebut.
Terminologi umum untuk masalah ini adalah keguguran atau miscarriage. Abortus
buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk
mengakhiri proses kehamilan. Terminologi untuk kasus ini adalah pengguguran,
aborsi atau abortus provokatus (Sarwono, 2010).
Penanganan
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan menurut
jenis abortus yang dialami, antara lain :
a. Abortus Komplit :
Tidak memerlukan penanganan khusus, apabila pasien menderita anemia ringan
perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang
mengandung banyak protein, vitamin dan mineral. Apabila tidak terdapat tanda-
tanda infeksi tidak perlu diberi antibiotik.
b. Abortus Inkomplit :
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan dilanjutkan
transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien
dianjurkan untuk rawat inap.
c. Abortus Insipiens :
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12
minggu yang disertai dengan perdarahan.
d. Abortus Imminens :
Istirahat tirah baring secara total merupakan unsur penting dalam pengobatan
karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah
ke rahim.
e. Missed Abortion :
Dilakukan kuretase di rumah sakit, dan harus hati-hati karena terkadang plasenta
melekat erat pada rahim.
Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan
Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma
pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang
mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan
dengan sangat hati-hati karena dapat terjadi kehilangan darah banyak. Pada syok
berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus dengan
demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin,
rebofasin, dan pemberian infus.
Tabel 1. : diagnosis dan penatalaksanaan perdarahan pada kehamilan muda
perdarahan serviks Uterus Gejala/tanda diagnosis tindakan

Bercak tertutup  Kram perut Abortus Observasi


hingga bawah imminens perdarahan,
Sesuai dengan
sedang  Uteus lunak istirahat,
usia gestasi
hindarkan
coitus

Sedikit membesar 1. limbung atau Kehamilan Laparotomi


dan normal pingsan ektopik
2. nyeri perut terganggu
bawah
3. nyeri goyang
porsio
4. massa adneksa
5. cairan bebeas
intraabdomen
Tertutup/ Lebih kecil dari Sedikit/tanpa nyeri Abortus Tidak perlu
terbuka usia gestasi perut bawah, riwayat komplit terapi
ekspulsi hasil spesifik
konsepsi kecualiperd
arahan
berlanjut
atau terjadi
infeksi

Sedang Terbuka Sesuai usia Kram atau nyeri perut Abortus Evakuasi
hingga kehamilan bawah, belum terjadi insipiens
banyak ekspulsi hasil
konsepsi

Kram atau nyeri perut Abortus Evakuasi


bawah, ekspulsi inkomplit
sebagian hasil
konsepsi

Terbuka Lunak dan lebih Mual/muntah, kram Abortus Evakuasi,


besar dari usia perut bawah, mola tatalaksana
gestasi sindroma mirip pre mola
eklampsi, tak ada
janin keluar jaringan
seperti anggur

b. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)


Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di
dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan
abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola
hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta.
Secara histologis, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan
hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya
terdapat sedikit pembuluh darah.
Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum.
2. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan
kuret.
3. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
4. 7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
5. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.
Pengawasan Lanjutan
1. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
2. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada
Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6
bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
3. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a. Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium : Reaksi biologis dan immunologis : 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi
titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
d. Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

c. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)


Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana setelah fertilisasi, implantasi terjadi di
luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba
uterina. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur apabila massa
kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya : tuba) dan
peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.
Terapi
Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan
kristaloid NS atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama) dan segera merujuk ke
rumah sakit secepatnya.

d. Perdarahan
1. Plasenta Previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum/pembukaan jalan lahir.
Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
a) Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin,
memberi oksigen, memasang infus, memberi ekspander plasma atau serum
yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan
dalam jumlah mencukupi.
b) Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan
setelah pengobatan syok dimulai.
c) Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa
totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak
rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm),
pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan tidak
berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum;
jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
d) Tindakan setelah melahirkan adalah cegah syok (syok hemoragik), pantau
urin dengan kateter menetap, pantau sistem koagulasi (koagulopati). Pada
bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada
kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex,
Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah,
diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan. (Prawirohardjo,
Ilmu Kebidanan : 2009)
2. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang
berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir.
(Cunningham, Obstetri Williams: 2004)
Penanganan solusio plasenta
a) Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian
berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka
penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi
ketat.
b) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta
bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi.
Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila
serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian
oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera
dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan
pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5% untuk mempercepat
persalinan.
3. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan
tidak yakin apakah plasenta lengkap.
Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
a) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b) Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan
yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan
untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.
Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV
yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus.
Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit.
Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.

4. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding uterus
dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau dapat pula ruptur
hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi peritoneum di sekitar
uterus tetap utuh (inkomplet).
Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika,
antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah
melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
a) Histerektomi baik total maupun sub total
b) Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
c) Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang
cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah
:
a) Keadaan umum penderita
b) Jenis ruptur incompleta atau complete
c) Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan
sudah banyak nekrosis
d) Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
e) Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
f) Umur dan jumlah anak hidup
g) Kemampuan dan ketrampilan penolong
e. Preeklampsia Berat
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis > 110 mmhg
2. Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
3. Gangguan selebral atau visual
4. Edema pulmonum
5. Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
6. Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
7. Trobosisfeni
8. Pertumbuhan janin terhambat
9. Peningkahtan serum creatinin
Preeklampsia Berat dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus
berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Pengelolaan kejang:
1. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen, oksigen)
3. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4. Aspirasi mulut dan tenggorokan
5. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
6. Berikan O2 4-6 liter/menit
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
DAFTAR PUSTAKA

Lisnawati, Lilis. 2013. Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : TIM.

Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.


Jakarta : Trans Info Media.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP.

Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan IV Patologi Kebidanan. Jakarta


: Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai