Anda di halaman 1dari 9

Faktor prediksi dalam pemuliahns stroke :

1. Stroke bagian hemisfer kiri dan kanan

Fungsi hemisphere kanan tidak hanya untuk mengontrol gerakan pada sisi kiri
namun untuk orientasi khusus seperti ( jarak, kedalaman, posisi, benda, dan
stereotaxis) dan kemampuan persepsi. Pasien stroke dengan lesi hemisper
kanan sering mengalami kurangnya kesadaran dan tingkah laku yang impulsive.
Dengan keadaan yang complex ini, mereka mempunyai kesulitan dalam
mempelajari ADL ( aktivitas dalam kehidupan sehari – hari ). Sebagai contoh,
mereka tidak bisa membaca atau mengkopi surat, lupa untuk membersihkan
tubuh bagian kiri, atau menolak memakai alat bantu. Walaupun mereka dapat
mempertahankan fundgi bicara lebih baik dari pasien dengan stroke hemisfer
kiri, mereka akan membuat kesalahan dalam struktur berbicara.

Fungsi utama dari hemisfer kiri adalah untuk mengontrol pergerakan pada sisi
kanan tubuh dan mempertahankan (maintain) fungsi berbicara dan
bahasa.Pasien dengan stroke pada hemisfer kiri mempertahankan posisi
hemiplegi kanan dan aphasia. Mereka akan berhati-hati dan membutuhkan lebih
banyak waktu untuk melakukan suatu hal dibandingkan dengan pasien pada
stroke hemisfer kanan.

Merupakan suatu kontroversi apakah hasil rehabilitasi bergantung pada lesi dari
hemisfer mana yang terjadi.Alasan yang mungkin pada kontroversi ini adalah
hasil skala yang berbeda, pengukuran tempat, dan adanya hemineglect, dan
evaluasi waktu.Sebagai contoh, jika hasilnya dibandingkan dengan rehabilitasi
pada hubungan personal, pasien dengan lesi hemisphere kanan menunjukkan
hasil yang lebih baik.Besarnya persentase pasien kembali kerja dengan lesi
hemisfer kanan dapat dijelaskan oleh fungsi berbicara dan bahasa.Bagaimanpun
pasien dengan lesi hemisfer kanan menunjukkan defek social lebih besra
draipada lesi hemisfer kiri.Sebaliknya jika fungsi motoric yang dinilai sebagai
hasil rehabilitasi, maka hasil yang buruk didapatkan pada lesi hemisfer kanan.
Hemineglect berkembang pada pasien dengan hemisfer kanan daripada yang
kiri.Ada berbagai insidens yang dilaporkan, karena waktu dan alat saat evaluasi
yang berbeda.Di antara pasien dengan lesi hemisfer kanan, pasien dengan
hemineglect lebih lama tinggal daripada pasien tanpa hemineglect.

2. Perdarahan versus stroke non hemorrhagic


Stroke hemorrhagic (perdarahan) mempunyai mortalitas yang lebih tinggi
dari stroke iskemik pada fase akut dan sering memerlukan intervensi
darurat untuk dapat hidup.Bagaimanapun, stroke hemorrhagic tanpa
komplikasi saat operasi mengalami peningkatan saat fase awal rehabilitasi
dari stroke non hemorrhagic.

3. Patologi ketidakmampuan dan kerusakan pada stroke


Berat dan tipe kerusakan tergantung dari besar lesi dan tempat stroke yang
terkena.
Kerusakan paling banyak adalah :
 Disfungsi motoric ( paralisis extremitas, wajah, dan otot oropharing )
 Disfungsi sensorik ( sensasi menurun, kelainan persepsi, sensasi yang
abnormal )
 Disfungsi sphincter ( inkontinensia urin dan bowel )
 Disfungsi kognitif
 Gangguan emosional ( depresi, apatis )

Ad 1 :
 Paralisis satu sisi tubuh ( hemiplegia )
Berkembang pada saat fase awal stroke.Jika lesi stroke ada di
hemisfer kanan, paralisis ada di sisi kiri muka dan extremitas. Tetapi
lesi stroke berada di batang otak, paralisisnya akanada di muka
sebelah kanan dan extremitas kiri. Kebanyakan pasien mengeluh
flaccid ektremitas.

Satu sisi pada musculus bulbar akan mengakibatkan disfagia. Pasien


stroke dengan disfagia memerlukan makanan non oral sampai dapat
mengunyah dengan baik. Bergantung pada beratnya disfagia, pasien
stroke memerlukan nasogastric atau gastrotomy dan jejunostomy
tube feeding.

VFSS atau juga disebut videofluorographic adalah standar diagnostic


untuk mengevaluasi fungsi menelan. Penetrasi diperlukan ketika
bolus bergerak kebawah d tas plica vokalis. Ini akan menimbulkan
refleks batuk atau tersedak setelah menelan. Aspirasi dapat timbul
saat bolus melewati plica vokalis dan msuk ke trakea dan paru-paru.
Kebanyakan pasien dengan disfagia akan melakukan diet berkala saat
fase awal post-stroke.

 Kerusakan sensoris
Pasien stroke mempunyai kerusakan sensoris di perifer dan atau
sentral. Kerusakan sensoris perifer meliputi hypesthesia atau
parestesi, hilangnya proprioseptif fan posisi atau hilangnya rasa sakit.
Agraphestesi dan astreognosis terlihat pada kerusakan sensoris
sentral.Kerusakan ini mengakibatkan pasien stroke membutuhkan
bantuan untuk mempelajari motoric dan kemampuan
kognitif.Resepsi merupakan proses dari stimuli yang melewati organ
sensoris seperti ( hidung, mata, telinga, kulit, lidah, sendi, dan organ
dalam ). Penerimaan sensasi atau stimuli disampaikan ke korteks
sensori primer.Sebagai contoh sensasi visual mencapai
korteksoccipitl via optic pathwys. Persepsi merupakan proses
berikutnya yaitu menginterpretasikan stimulus. Persepsi berada pada
korteks yang lebih tinggi dari resepsi dan meliputi beberapa bagian
dari otak.

 Disfungsi sphincter
Inkontinensia double( urin dan fecal ) lebih umum dari isolated
unrinary atau inkontinensia fecal pada pasien stroke. Walaupun
kerusakan ini akan sembuh saat awal post-stroke. Disfungsi kandung
kemih yang paling sering adalah tipe uninhibisi. JUga dapat sembuh
dengan latihan pengeluaran urin .Dapat ditangani dengan toilet
training. Kadang – kadang antikolinergik dapat digunakan sebagai
relaksasi kandung kemih. Inkontinensia nocturnal dapat timbul saat
fase kronik.Ketidakmampuan untuk berkemih merupakan factor
prognosis yang paling buruk untuk inkontinensia urin, termasuk ke
dalamnya dalah hilangnya fungsi kognitif dan disfungsi extremitas
bawah.Ini dapat menjadi kecacatan seumur hidup bagi mereka yang
kehilangan fungsi kognitif secara signifikan.

 Disfungsi kognitif
Merupakan factor paling negative.Ini merupakan hal paling umum dan
berat pada pasien dengan lesi hemisfer kiri dan afasia.Juga berhubungan
dengan korelasi kembali ke dunia kerja. 38% dari pasien stroke ditemukan
kehilangan fungsi kognitif dengan pemeriksaan MMS pada 3 bulan setelah
stroke dan lebih sering pada usia tua ( >75 tahun ), status social-ekonomi
yang rendah, dan lesi hemisfer kiri. 30-50 persen pasien stroke
dikategorikan pada level rendah dalam tes neuropsikologidan penerimaan
informasi. Hilangnya fungsi kognitif dan demensia. Setelah stroke dapat
diturunkan dengan pengobatan hipertensi dan inhibitor asetilkolinesterase
( donepezil, galantamine, rivastigmine ).

 Gangguan emosional
Pasien dengan lesi hemisfer kanan akan mengalami perubahan sikap,
biasanya akan menimbulkan konflik dengan keluarga. Sebuah studi 5 tahun
menunjukkan 30% pasien stroke mengalami depresi dan 48% tidak
mengalami dalam situasi tertentu. Depresi tidak terjadi terus-menerus
tetapi berkembang selama 5 tahun.Resiko tinggi dari depresi meliputi
beratnya stroke, tidak bekerja, dan hilangnya fungsi kognitif. Pasien dengan
depresi pada penyakit stroke mempunyai resiko 9 kali lebih tinggi dari
depresi pasca stroke. Dopaminergic atau neurostimulant ( metilphenidate
dan dexamphetamine dilaporkan memberikan keuntungan.

4. Disorder persepsi
Persepsi adalah keadaan mental melewati stimulus sensory
external.Kelainan persepsi visual dimanifestasikan sebagai agnosia, alexia,
apraxia, hemi-neglect, dan disorientasi spasial. Hemispacial neglect
disamakan dengan hemiagnosia, hemineglect, unilateral neglect, keadaan
unilateral. Homonymous hemiapnosia berbeda dari hemineglect visual.
Ketika lesinya berada di traktus visual kemudian akan dikompensasi
dengan cara menolehkan kepala, kurangnya perhatian pada satu sisi tubuh
dari korteks parietalis sehingga tidak terkompensasi. Sebagai contoh,
gangguan persepsi dari posisi akan membuat pasien berdiri secara
asimetris dan mempengaruhi pemulihan fungsi motoric kasar. Laithan
persepsi dengan terapi kaca, adaptasi prisma, penutup mata, dilaporkan
memberikan hasil yang baik.

Apraxia adalah ketidakmampuan untuk menggunakan suatu objek secara


tepat. Pasien dengan apraxia bicara akan memperlihatkan kalimat yang
tidak tepat dengan pengulangan, ada kata-kata yang hilang, dan
menyimpang. Mereka baik dengan kalimat yang pendek dan simple seperti
‘Bagaimana keadaanmu? Apa kamu baik-baik saja?, tapi tidak dengan
kalimat yang panjang dan kompleks. Pasien dengan ideasional apraxia
mengalami kesulitan koordinasi dalam melakukan suatu kegiatan.
Misalnya, mereka tahu cara melipat surat, menaruhnya dalam amplop, dan
menempel stempel. Tapi ketika mereka disuruh melakukan tiga langkah ini
secara berurutan, mereka tidak dapat melakukannya dengan benar.Secara
klinis hal ini dimanifestasikan sebagai kesulitan dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari seperti makan, berpakian, dan mandi.Pasien dengan
apraxia ideomotor tidak dapat merespon dengan benar terhadap suatu
perintah atau permintaan.Mereka mengetahui benda tersebut, namun tidak
dapat menggunakannya secara tepat.Contohnya, ketika mereka disuruh
menyisir rambut mereka melakukannya dengan cara yang tidak
tepat.Apraxia konstruksional adalah ketidakmampuan untuk mengkopi,
menggambar, atau membangun bentuk yang sederhana. Apraxia
berpakaian, kesulitan dalam memakai pakaian, ( bukan apraxia sebenarnya
). Ini merupakan hasil dari gangguan persepsi spasial, yang membuat sulit
untuk mengenali dan mencocokkan bagian dari tubuh dan pakaian secara
tepat.

Gangguan persepsi nyeri


CPSP merupakan salah satu komplikasi dan dulunya dikenal sebagai
thalamic pain syndrome. Telah dimengerti bahwa rusaknya traktus
spinothalamikus merupakan peran dari proses pathogenesis namun tidak
selalu. Hal ini dapat berkembang sendiri ataupun bergabung dengan CRPS.
Penemuan klinis mirip dengan CRPS, bagaimanapun CPSP hanya terbatas
pada lumpuh pada satu sisi wajah dan extremitas.Kedua hal yang timbul
yaitu nyeri neuropatik dan gangguan sensoris membedakan CPSP dari
CRPS. BIasanya akan timbul 1-3 bulan setelah onset stroke, tetapi kadang-
kadang timbul saat fase kronik.

5. Pemulihan fungsi motoric


Hemiplegi merupakan factor klinis yang paling sering muncul, yang
dideskripsikan sebagai kelemahan satu sisi dari extremitasi, wajah yang
jatuh, dan bicara tidak jelas.Pemulihan fungsi motoric mengikuti pola
stereotipikalnya.Awalnya berkembang dari hemiplegi flaksid pada fase
akut. Bergantung pada kasus individual, bagaimanapun hemiplegi flaksid
akan berkembang menjadi hemiplegi spastik, dan berkembang menjadi
sinery spastic. Biasanya, synergy flexi berkembang menjadi hemiplegi
extremitas atas dan sinergi extensi pada extremitas bawah. Seiring
hilangnya sinergi, pergerakan akan bersatu dengan sendirinya. Semakin
lama terjadi hemiplegi flaksid, makin buruk prognosis dari pemulihan
motoric. Pemulihan motoric bias berhenti pada fase apa saja dan akan
melewati beberapa fase. Bentuk lain adalah pemulihan extremitas bagian
proximal lebih cepat daripada extremitas distal.

Banyak pasien dengan stroke akan mengalami gerak yang buruk dan
postur hemiplegi karena disfungsi extremitass distal yang berulang. Untuk
mendukung pemulihan motoric, dapat digunakan pengobatan
komprehensif seperti anti-spastic, orthotic, dan fisioterapi. Pemulihan
motoric secara signifikan dapat terlihat pada 3 bulan pertama setelah
stroke. Pemulihan lebih lanjut dapat dilihat 3 bulan selanjutnya.
Stadium Brunnstrom mendeskripsikan perjalanan dari hemiplegi.

Tidak semua extremitas yang paralisis akan berkembang dari stadium satu
sampai 6. Bergantung pada beratnya stroke dan kemungkinan sembuh,
tahap2 tersebut akan berlangsung cepat atau dilewatkan. Secara umum
hemiplegi dengan tanpa atau tahap pertama yang pendek mempunyai hasil
yang lebih baik, semakin lama tahap pertama, makin jelek prognosisnya;
makin rendah tahapnya, hasilnya makin buruk.

Selain itu pada stadium Brunnstrom, pemulihan fungsi motoric dimulai


dibagian proksimal kemudian ke bagian distal dari extremitas.Kebanyakan
dari pasien stroke dapat menggerakkan sisi proksimal dari tangan dan kaki
saat keluar dari rumah sakit. Bagaimanapun, banyak pasien stroke
menunjukkan paralisis dari bagian distal tangan dan kaki. Karena hal
tersebut, kebanyakan penderita stroke mempunyai kesulitan dalam ADL.
Penemuan lainnya adlah pemulihan motoric pada extremitas bawah lebih
baik daripada extremitas atas.Mengapa pemulihan motoric pada bagian
proksimal dan bawah lebih baik drai bagian distal dan atas? Hal ini dapat
dijelaskan dari distribusi topografi di otak ( kortex yang berhubungan
dengan tangan lebih besar dari yang di kaki pada otak ) dan berdasrakan
struktur perkembangan ( fungsi tangan berkembang lebih lambat daripada
fungsi kaki). Dibandingkan dengan bagian proximal atau fungsional pada
kaki, lebih banyak neuron dan sinaps terlibat untuk mempertahankan
fungsi bagian distal dan tangan.

Kesimpulan :
Bergantung kepada kondisi medis :
a. Hemorrhagic atau bukan
b. Besar dan tempat stroke
c. Keadaan kesehatan pasien
Pengaruh suhu tubuh terhadap stroke
Pengaruh hipertermia terhadap sawar darah otak/ BBB adalah meningkatkan
permeabilitas BBB yang berakibat langsung baik secara partial maupun komplit
dalam terjadinya edema serebral (Ginsberg, et al, 1998).Selain itu hipertermia
meningkatkan metabolisme sehingga terjadi lactic acidosis yang mempercepat
kematian neuron (neuronal injury) dan menambah adanya edema serebral (Reith, et
al, 1996).Edema serebral (ADO Regional kurang dari 20 ml/ 100 gram/ menit) ini
mempengaruhi tekanan perfusi otak dan menghambat reperfusi adekuat dari otak,
dimana kita ketahui edema serebral memperbesar volume otak dan meningkatkan
resistensi serebral. Jika tekanan perfusi tidak cukup tinggi, aliran darah otak akan
menurun karena resistensi serebral meninggi. Apabila edema serebral dapat
diberantas dan tekanan perfusi bisa terpelihara pada tingkat yang cukup tinggi, maka
aliran darah otak dapat bertambah (Hucke, et al, 1991). Dengan demikian daerah
perbatasan lesi vaskuler itu bisa mendapat sirkulasi kolateral yang cukup aktif,
kemudian darah akan mengalir secara pasif ke tempat iskemik oleh karena
terdapatnya pembuluh darah yang berada dalam keadaan vasoparalisis. Melalui
mekanisme ini daerah iskemik sekeliling pusat yang mungkin nekrotik (daerah
penumbra) masih dapat diselamatkan, sehingga lesi vaskuler dapat diperkecil sampai
daerah pusat yang kecil saja yang tidak dapat diselamatkan lagi/ nekrotik (Hucke, et
al, 1991). Apabila sirkulasi kolateral tidak dimanfaatkan untuk menolong daerah
perbatasan lesi iskemik, maka daerah pusatnya yang sudah nekrotik akan meluas,
sehingga lesi irreversible mencakup juga daerah yang sebelumnya hanya iskemik saja
yang tentunya berkorelasi dengan cacad fungsional yang menetap, sehingga dengan
mencegah atau mengobati hipertermia pada fase akut stroke berarti kita dapat
mengurangi ukuran infark dan edema serebral yang berarti kita dapat memperbaiki
kesembuhan fungsional (Hucke, et al, 1991).

Hipotermia menyebabkan berkurangnya volume darah otak (CBF) yang mungkin


karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan memperbaiki perbedaan arterio-venous
oksigen (hipoksia dikurangi), serta menurunkan tekanan darah (Reith, et al, 1996).

Lesi (kerusakan) otak akan menjadi lebih berat apabila hipertermi timbul selama atau
setelah onset iskemik otak (Ginsberg, et al, 1998).Oleh karena itu hubungan antara
hipertermi dan outcome stroke atau volume infark lebih bermakna bila demam terjadi
lebih awal, dan suhu tubuh dalam 24 jam pertama merupakan kunci kerusakan otak
yang lebih besar. Hipertermi yang muncul setelah 24 jam bukan merupakan faktor
independen outcome yang buruk ( Przelomski, et al, 1986).

Anda mungkin juga menyukai