Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menelan merupakan suatu proses yang kompleks yang memunkinkan pergerakan


makanan dan cairan dari rongga mulut ke lambung. Proses ini melibtkan struktur di
dalam mulut, faring, laring, dan esophagus.

Keluhan sulit menelan(disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau


penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan
pergerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke
lambung. Jenis makanan yang menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi
mengenai kelinan yang terjadi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian disfagia?

2. Bagaimana fisiologinya?

3. Apa penyebab disfagia?

4. Bagaiman patofisiologi disfagia?

5. Bagaimana terapi untuk pasien disfagia?

6. Bagaimana penatalaksanaannya?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian disfagia


2. Mengetahui penyebab disfagia

3. Mengetahui fisiologi disfagia

4. Mengetahui patofisiologi disfagia

5. Mengetahui terapi untuk pasien disfagia

6. Mengetahui penatalaksanaan untuk pasien disfagia


BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian

Disfagia adalah kesulitan makan sebagai akibat gangguan dari salah satu tahapan
dalam proses menelan. Walaupun sering menyertai disfagia, odinofagia (rasa nyeri
pada saat menelan) harus dibedakan dengan disfagia. Perlu perhatian juga bahwa disfagia
tidak dirancukan dengan globus. Globus adalah perasaan menetap seakan-akan ada
gumpalan di kerongkongan walaupun sebenarnya tidak ada kerusakan organic ataupun
gangguan menelan yang sebenarnya.

Disfagia merupakan ancaman yang serius karena merupakan resiko terhadap


terjadinya pneumoni aspirasi, malnutrisi, dehidrasi penurunan berat badan dan obtruksi

saluran napas. Penderita usia tua adalah yang paling beresiko terhadap disfagia dan

komplikasinya, terutama silent aaspiration.

Gangguan menelan pada anak-anak, berbeda dengan orang dewasa,


mengakibatkan hal-hal khusus yang tidak dijumpai pada penderita dewasa. Anak-anak
sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari organ-organ menelan serta
refleks-refleks oro-motorok. Anak-anak juga sedang mengalami pematangan dari

perilaku makan.

Pendekatan yang dilakukan juga berbeda karena pada anak-anak hubungan orang tua
dengan anak merupakan hal yang lebih penting. Efek dari disfagia terhadap pemenuhan
nutrisi anak juga harus mendapat perhatian lebih agar dapat tumbuh dan berkembang

secara optimal.

Penyebab disfagia dapat merupakan kelainan-kelainan yang mengenai fase oral,


faringeal ataupun esophageal dari proses menelan yang normal. Anamnesis yang teliti
dan pemeriksaan fisik yang cermat sengat penting dalam mendiagnosis dan

menatalaksanaan disfagia. Anamnesis yang dilakukan dengan teliti dapat membantu


dokter menentukan 80 sampai 85% penyebab disfagia. Pemeriksaan fisik harus meliputi
pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan laring. Pemeriksaan neurologist juga harus
dilakukan.

2. Fisiologi Proses Menelan


Tindakan menalan disebut deglutisi, dimana makanan atau bolus cairan
ditransport dari rongga mulut melalui faring dan esophagus ke dalam lambung. Proses
deglutisi yang normal adalah suatu proses yang terkoordinasi dengan halus yang
melibatkan rangkaian kontraksi neuromoskuler volunteer dan involunter yang kompleks.
Secara umum proses deglutisi dibagi menjadi 3 tahap berurutan yaitu fase oral, fase
faringeal dan fase esophagus.

Fase Oral

Fase oral terdiri dari dua fase yaitu preparasi (persiapan) dan propulsive
(mendorong). Fase preparasi merupakan pemrosesan dari bolus agar dapat mudah ditelan,
sedangkan fase propulsive adalah pendorongan makanan dari rongga mulut ke orofaring.

Pada anak normal rongga mulut berfungsi sebagai organ sensoris dan motoris
yang merubah fisik makanan baik ukuran, bentuk, pH, suhu maupun konsistensinya agar
aman untuk ditelan dan agar makanan dapat sampai ke faring tanpa masuk ke dalam
laring

Porses ini dimulai dengan kontraksi lidah dan otot otot mastikasi. Otot oto
bekerja dengan terkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan savila dan
mendorongnya dari rongga mulut ke orofaring, dimana refleks menelan involunter
terpicu.
Serebelum bertanggung jawab mongontrol output untuk nucleus motorik dari saraf
saraf cranial n. V (trigeminus), n. VII (fasialis), dan n, XII (hypoglosus).
Pada saat menelan cairan seluruh proses berlangsung sekitar 1 detik. Dalam hal ini
menelan makanan padat, dapat terjadi pelambatan 5 10 detik sementara makanan
terakumulasi di orofaring.

Fase Faringeal
Fase faringeal merupakan fase paling penting karena tanpa mekanisme protektif
laring yang utuh, aspirasi sangat mungkin terjadi pada fase ini. Faring merupakan daerah
pertemuan saluran pernapasan dan saluran cerna, perjalanan makanan melalui daerah ini
memerlukan mekanisme yang efisien untuk dengan aman mengarahkan makanan ke
esophagus
Selama fase ini proses menelan adalah reflektif dan meliputi rangkaian kompleks
dari gerakan yang cepat, overlapping dan sangat terkoordinasi. Palatum molle terangkat
untuk menutup nasofaring. Kontraksi muskulus suprahyoid menarik tulang hyoid dan
laring bergerak ke atas dan depan. Lidah menekan ke belakang dan bawah ke arah faring
untuk mendorong makanan ke bawah. Pada saat ini lidah dibantu oleh dinding faring
yang bergerak kea rah dalam dengan gelombang kontraksi progresif dari atas ke bawah.
Pilka vokalis bergerak ke garis tengah dan epiglottis melipat ke belakang untuk
melindungi jalan napas. Sfingter esophagus atas berelaksi selama fase ini dan menjadi
erbuka karena terikan tulang hyoid dan laring ke arah depan.
Sfingter ini menutup setelah makanan melewatinya, dan struktur faring kemudian
kembali pada posisi semula. Refleks menelan ini berlangsung hanya 1 detik, dan
melibatkan jalur sensoris dan motoris saraf kanan n. IX (glosso-faringeus) dan n. X
(vagus).
Fase ini berjalan involunter dan refleksif sehingga tidak ada gerakan faring yang terjadi
sampai refleks menelan terpicu.

Fase Esofageal
Pada fase esophageal, bolus mekanan didorong ke bawah oleh gerakan
peristaltikm kontraksi involunter dari otot otot skeletal esophagus bagian atas
mendorong bolus makanan ke bagian tengah dan distal. Sfingter esophagus bawah
berlaksasi pada awal menelan, dan relaksasi ini berlangsung sampai makanan telah
didorong ke dalam lambung.
Berbeda dengan sfingter esophagus atas, sfingter bawah tidak ditarik membuka
oleh muskulatur kestrinsik. Sfingter esophagus bawah mentup setelah bolus masuk ke
dalam lambung, sehingga mencagah refluks gastroesofagus.
Medula spinalis mengendalikan gerakan menelan involunter ini. Mekipun demikian
gerakan menelan volunteer dapat terjadi karena pengaruh korteks serebri. Kontraksi
membutuhkan waktu 8 20 detik sehingga makanan masuk ke dalam lambung.

Perkembangan Proses Menelan


Deglutisi prenatal terjadi pada sekitar usia kehamilan 16 -17 minggu, sedangkan
perubahan besar dan letak relative komponen rongga mulut dan faring terjad pada masa
paska natal.
Perubahan perkembangan perilaku makan pada anak perlu diperhatikan. Pada
bayi normal fase oral proses menelan dtandai dengan gambaran yang dikenal
dengan suckle feeding yang disusul dengan perkembangan transitional feeding (usia 6
36 bulan) dan kemudian mature feeding yang ditandai dengan menggigit dan mengunyah.
Pematangan dari perilaku makan terjadi terutama sebagai hasil perkembangan system
saraf pusat, disertai aktifitas motor yang dikendalikan oleh pusat yang lebih tinggi seperti
thalamus dan korteks serebri.

3. Patofisiologi
Pada anak anak gangguan menelan jarang merupakan kelainan yang tersendiri,
tetapi lebih sering pada bayi dan anak anak dengan gangguan yang mnultipel. Keadaan
yang mendasari terjadinya disfagia pada anak meliputi system saraf pusat dan perifer,
penbyakit otot, dan anomaly structural rongga mulutm faring dan esophagus.
Kelompok dengan risiko terjadinya disfagia dan komplikasinya meliputi bayi
premtur dengan fungsi koordinasi menelan dan pernapasan yang kurang baik, bayi yang
lama tidak mendaptkan nutrisi peroral dan bayi dengan penyakit paru menahun.
Fase Menelan yang Terganggu
Gangguan menelan dapat dikategorikan menurut fase menelan yang terganggu.
Gangguan fase oral yang mengenai fase preparasi dan fase propulsive biasanya
disebabkan kerusakan control dari lidah. Penderita mungkin mengalami kesulitan
mengunyah mekanan padat dan mengawali menelan. Ketika minum cairan penderita
dapat menampung cairan dalam ronggo mulut sebelum menelan. Akibatnya cairan masuk
sebelum waktunya ke faring yang belum siap, sehingga sering menyababkan aspirasi.

Table 1: Penyebab disfagia pada anak


Kelainan Struktural
Kongenital
Atresia rongga mulut
Labioskisis dan palatoskisis
Makroglosia, kista, limfoma pada lidah
Makrognati, sindroma Pierre Robin
Ankilosis sendi temproromandibuler
Tumor atau kista faring
Kista epiglottis
Atresia, stenosis, web, divertikulum, duplikasi esophagus
Hernia pada esophagus
Kelainan pembuluh darah besar, arteri subklavia kanan aberans, cincin vascular
Didapat
Refluks gastro esophageal dengan epiglotik peptic
Esofagus Barret
Infeksi : stomatis, esofagitis, tetanus
Alergi : stomatis, esofagitis (sindroma Steven Johnson)
Korosif : stomatis, esofagitis (bahan korosif)
Epidermolosis bulosa
Benda asing
Tumor
Gangguan neurology dan neuromuskuler
Maturasi yang terlambat, prematuritas, defisiensi mental
Palsi serebral
Palsi bulbar dan saprubulbar
Penyakit werdning Hoffman
Disotomia (sindroma Riley Day)
Campuran
Akalasia
Akalasia kikrofaringeal
Spasme esophagus
Fistula trakeoesofangeal
Timus servikal aberans
Disfagia konversi

Bila fase faringeal mengalami ganggaun yang berat, penderita mungkin tidak
dapat menelan makanan dan minuman dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan
hidup. Dalam hal kelemahan otot otot faring atau gangguan koordinasi pergerakan atau
kurang terbukanya sfingter esophagus atas, penderita mungkin menahan makanan dalam
jumlah berlebihan falam faring dan mengalami overflow aspiration setela menelan.
Gangguan pada fase ini mungkin disebabkan penyakit neuromoskular. Obstruksi dapat
disebabakan oleh tumor, masa keradangan, trauma/reseksi bedah, diverticulum Zenkers,
web esophagus, lesi structural ekstrinsik, massa mediatinal anterior, spondilosis servikal.
Greenle dan kawan kawan, tahun 2002 telah menliti anak anak dengan
Malfromasi Chiari tipe 1 (herniasi otak belakang) dan menunjukkan bahwa 35% keluhan
utama yang dialami anak anak tersebut adalah gangguan fungsi ,orofaringeal sehingga
menyebabkan disfagia
Fungsi esophagus yang terganggu dapat menyebabkan retensi makanan dan cairan
dalam esophagus setelah pembesaran limfonode mediastinal atau subkarnial, yang
disebabkan oleh infeksi (turbekolosis, histoplasmosis) atau keganasan seperti limfoma.
Anomaly vskular juga dapat menekan esophagus, dimana paling sering disebabkan arteri
subklavia kanan aberans atau arkus aorta ganda yang bertempat di sisi kanan.
Penyempitan lumen esophagus dapat terjadi secara congenital ataupun didapat.
Struktur peptik paling banyak terdapat pada esophagus bagian bawah cincin membranus
tipis, termasuk cincin Schatzki terletak pada pertemuan skuamokular, juga dapat
membuntu daerah ini. Penyempitan lumen kengenital pada esophagus tengah dapat
terjadi berhubungan dengan atersia esophagus atau fistula trakeo-esofagel, di mana
beberapa lesi melibatkan tualng rawan sehingga mungkin untuk berdilarasi dengan aman.
Disfagia pada anak anak juga dapat disebabkan karena menenlan benda asing,
dimana pada keadaan in keluhan disfagia mungkin beralih menjadi keluhan pernapasan.
Benda asing dalam esophagus akan mudah menekan membrane posterior trakea atau
laring sehingga mengahsilkan bautk stidor, wheezing atau choking.

Komplikasi Disfagia pada Anak


Disfagia menyebabkan penderita mudah mengalami aspirasi, dimana aspirasi
selanjutnya akan menybabkan pneumonia. Beberapa factor yang mempengaruhi
terjadinya aspirasi ini diantaranya adalah jumlah, sifat fisik dan letak kedalaman aspirasi
serta meknisme pembersihan oleh paru. Aspirasi semakin berbahaya pada aspirasi dalam
jumlah yang lebih besar, letak yang semakin distal dan sifat yang lebih asam. Bila
aspirasi diikuti organisme infeksius atau bahkan flora normal mulut sekalipun, maka akan

dapat menbyebabkan pneumonitis.


Malnutrisi dan dehidrasi sendiri merupakan factor resiko untuk terjadinya
pneumonia. Malnutrisi menyebabkan seseorang rentan terhadap perubahan kolonisasi
bakteri di orofaring dan menurunkan pertahankan terhadap infeksi dengan menekan
system imunitas. Malnutrisi juga menyebabkan letargi, kelemahan dan penurunan
kesadaran yang pada gilirannya meningkatkan kemungkinan terjadinya aspirasi.
Tambahan pula bahwa manutrisi mengurangi kekuatan batuk dan mekanisme

pembersihan paru sebagai factor pertahanan terhadap aspirasi.


Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi karena asupan cairan yang kurang.
Sebaliknya, dehirasi juga merupakan factor resiko terjadinya pneumonia. Hal ini
disebabkan pertama karena berkurangnya aliran air liur yang dapat perubahan kolonisasi
di orofaring, kedua karena letargi dan perubahan status mental yang dapat meningkatkan
aspirasi, dan ketiga karena menurunnya system imunitas.

4. Anamnesis
Pada anamnesis penting untuk diketahui onset,lamanya dan keparahan disfagia.
Bermacam gejala yang berkaitan dengan disfagia(table 3) dapat membantu mengarahkan
diagnosis banding kea rah diagnosis yang spesifik atau ke diagnosis yang berkaitan
anatomis-patofisiologis. Dsfaga terhadap makanan padat menunjukkan obstruksi
esophageal atau structural. Disfagia terhadap cairan menunjukkan kelainan faring seperti
penyakit neuromuscular.
Anak dengan disfagia dapat mengalami gejala tersedak, batuk, sesak atau
menjadi biru(sianosis)pada saat makan atau minum. Apabila gejala ini terjadi pada saat
menelan, letak gangguan biasanya orofaringeal,apabila batuk segera setelah menelan
mungkin suatu gangguan faring esofagial. Gejala yang muncul setelah makan mungkin
menunjukkan suatu refluks gastro esofagual atau suatu retensi bahan makanan dalam
suatu divertikulum atau esophagus yang mengalami dilatasi.
Penurunan berat badan dan gangguan pertumbuhan pada penderita disfagia
merupakan indicator derajat dan lamanya penyakit. Riawayat pembedahan atau trauma
pada faring, dada atau abdomen harus digali. Penderita juga harus ditanya apakah
menelan bahan kaustik atau obat obatan medikamentosa yang dapat merusak mukosa.
Talaah system sering menunjukkan penyakit sestemik yang menyebabkan
disfagia. Ini meliputi osteo artitis spinal, turbekolosus dan pembesaran tiroid. Penyakit
autoimun atau penyakit neuromuscular sistemik dapat menyababkan masalah dengan

motilitas esophagus.
Riwayat gangguan pencernaan pada keluarga harus dicari, seperti riwayat disfagia
okulofaringeal dan distrosi muskuler. Pemakaian obat obatan seperti antihistamin,
antikolinergik, anti epresan dan antihiertensi dapat mempengaruhi fungsi kelenjar air liur
atau persarafan pada proses menelan.

5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan yang difokuskan pada organ atau
gejala khusus dengan berdasarkan pada riwayat penyakit sering dapat mengidentifikasi
penyebab disfagia.
Sptula lidah dan kaca dapat membantu melihat palatum molie dan meobilitas pita
suara, tentunya pada anak pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan bila anak kooperatif.
Bola memungkinkan palpasi bemanual dengan mememakai sarung tangan dapat
dilakukan untuk memeriksa lantai dasar mulut, lidah dan bibir untuk mendeteksi massa
atau fungsi motorik abnormal. Palpasi juga dilakukan didaerah leher untuk meraba
adanya massa atau limfadenopati yang dapat menyebabkan disfagia obtruktif.
Pemeriksaan neurologist harus meliputi penilaian status mental penderita, fungsi
motorik dan sensorik, refleks tendon dalam dan saraf cranial dan pemeriksaan serebelar.
Penderita dengan ganugguan kognitif harus dinilai dengan hati hati. Saraf cranial harus
diperhaitkan khusus terutama yang berhubungan dengan proses menelan yaitu komponen
motorik saraf V, VII, IX, X dan XII dan komponen sensorik saraf V, VII, IX, X dan XII.
Penurunan refleks gag berhubungan dengan peningkatan resiko aspirasi. Suara yang
basah mungkin berkaitan dengan aspirasi laryngeal jangka panjang, sedangkan suara

yang mendesah lemah menandakan gangguan pada pita suara.


Truedson melaporkan suatu kasus disfgia pada orng tua yang dalam
perjalanannya menglami ensefalopati Wernicke, dirtandai dengan trias oftalmoplegia,
ataksia, dan disrientasi mental yang diseebabkan defesiensi tiamin yang berat.
Pengamatan pada saat pemberian makan meliputi pengamatan ada tidaknya
kemampuan dan ketrampilan motorilk oral pada saat makan yaitu penutupan bibir,
dorongan rahang, dorongan lidah, refleks gigitan, penutupan rahang dan sebagainya. Pada
anak dengan gangguan menelan refleks dan gerakan menelan mungkin akan memanjang.
Posisi leher, kepala dan tubuh pada saat menelan juga harus diperhatikan, demikian pula
perilaku makanseperti gerakan lidah, ketidaksesuaian mulut. Gejala tersedak, hambatan
(gagging), perubahan kualitas suara juga dapat diamati satu menit atau lebih untuk
melihat adanya respon batuk yang terjadi lambat. Pengamatan langsung diawali dengan
penderita mencoba menelan sedikit (segelas) air. Bila mungkn penderita kemudian
diminta mencoba menelan berbagai jenis makanan

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan Radiologi
6. Penatalaksanaan

Disfagia pada anak kebanyakan terjadi bersama perkembangan yang abnormal


atau lambat, yaitu perkembangan kognitif, motorik oral, ketrampilan motorik halus dan
kasar. Penatalaksanaan harus mempertimbangkan umur perkembangan anak, tingkat
fungsional kemampuan menelan saat itu, contohnya kemampuan mengunyah,

kemampuan untuk mengendalikan memenipulasi bolus Disfagia mebutuhkan

penanganan ahli dari multidisiplin yang terdri dari dokter, fisioterpis, ahli diet, perawat.
Asupan nutrisi yang tidak adekuat dapat disebabkan karena fungsi motor oral,
kesulitan mengkomunikasikan keinginan untuk makan atau kesukaannya.
Ketidakmampuan makan mandiri, fefluks gastro esofangeal dan aspirasi. Penilaian diet
oleh ahli diet yang berengalaman di bidang pediatric dapat membantu mengatasi masalah
nutrisi. Disamping itu perlu untuk mencatat asupan dan kehilangan cairan, mancatat

asupan makanan anak dan pertmabahan berat badannya dan memantau lamanya makan
Pemeriksaan VFSS dapat membantu untuk menentukan tekstur makanan mana
yang paling aman. Modifikasi makanan dapat berfariasi tergantung berdasar tekstur
makanan yang berbeda dan kemampuan anak untuk mengunyah. Biasanya
direkomendasikan seukuran gigitan kecil. Pada beberapa meningkatkan kepakaan
sensoris dalam rongga mulut, membantu pembentukan bolus dan mengurangi waktu
transit di faring.
Anak anak dengan gangguna neuromuscular disertai kelemahan dam hillangnya
koordinasi menelan lebih mudah menelan makanan dengan mengurangi aspirasi. Pada
anak anak harus diberikan bermacam macam rasa dari ditolerir harus dicatat untuk

menentukan mana yang paling efektif.


Anak anak dengan control kepala dan stabilitas badan yang jelek memerlukan
teknik positioning yang sesuai dan individual. Anak dengan serebal palsi berat dan
gangguan makan, posisi makan tergantung derajat disfagia dan apakah disfagia terutama
faringeal atau oral. Pada anak dengan kelainan utama pada fase faringeal,
direkomendasikan posisi tegak dengan leher dan panggul fleksi. Penilaian secara visual
saja tenang posisi menelan yang aman dan efektif tidak cukup, sehingga diperlukan
pemeriksaan VFSS.
Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Disfagia
A. Pengkajian Keperawatan
Batasan keluhan disfagia (rongga mulut, orofaring, esofagus)
Lama dan progresifitas keluhan disfagia
Saat timbulnya keluhan disfagia dalam proses menelan (makan padat, cair, stress
psikis dan fisik)
Keluhan penyerta : odinofagi, BB turun cepat, demam, sesak nafas, batuk,
perasaan mengganjal/menyumbat di tenggorokan.
Penyakit penyerta : eksplorasi neurologik degeneratif, autoimun, kardiovaskuler
dll)
Penggunaan obat-obat yg mengganggu proses menelan (anastesi,
muskulorelaksan pusat)
Evaluasi pola hidup, usia, hygiene mulut, pola makanan
Riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya

B. Pemeriksaan Fisik
Pada Pemeriksaan fisik, periksa mekanisme motoris oral dan laryngeal.
Pemeriksaan nervus V dan VII-XII penting dalam menentukan bukti fisik dari
disfagia orofaringeal.
Pengamatan langsung penutupan bibir, rahang, mengunyah, pergerakan dan
kekuatan lidah, elevasi palatal dan laryngeal, salivasi, dan sensitifitas oral.
Periksa kesadaran dan status kognitif pasien karena dapat mempengaruhi
keamanan menelan dan kemampuan kompensasinya.
Dysphonia dan dysarthria adalah tanda disfungsi motoris struktur-struktur yang
terlibat pada menelan.
Periksa mukosa dan gigi geligi mulut.
Periksa reflek muntah.
Periksa fungsi pernapasan.
Tahap terakhir adalah pengamatan langsung aktivitas menelan. Setelah menelan,
amati pasien selama 1 menit atau lebih jika ada batuk tertunda.
C. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Gangguan menelan karena penyempitan esofagus akibat peradangan, trauma
Gangguan menelan karena kelemahan/kelainan saraf menelan
Gangguan menelan karena pengaruh psikis

D. Intervensi Keperawatan
1. Ganguan menelan b/d penyempitan esofagus akibat peradangan, trauma
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam tidak terjadi
gangguan intake nutrisi
Kriteria hasil:
Tingkat energy pasien adekuat
Intake nutrisi cukup
Nyeri pasien berkurang atau hilang
Tidak terjadi infeksi lanjutan
Pasien mampu melakukan perawatan diri di rumah
Intervensi:
Menyarankan pasien untuk
Mengunyah makanan dengan lembut
Makan dengan posisi semi fowler/duduk
Jika perlu makan sambil mimun air
Makan dengan porsi sedikit tapi sering
Makan makanan yang tidak iritatif
Tetap duduk setelah makan-
Memposisikan pasien semi fowler
Mempersiapkan makanan dengan sajian menarik
Memberikan makanan dengan suhu yang optimal
Melakukan manajemen nyeri
Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic
2. Gangguan menelan karena kelemahan/kelainan saraf menelan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 2 x 24 jam pasien mampu
mempertahankan status nutrisi yang adekuat
Intervensi:
Menyarankan pasien untuk:
Mengunyah makanan dengan lembut
Makan dengan posisi semi fowler/duduk
Jika perlu makan sambil mimun air
Makan dengan porsi sedikit tapi sering
Makan makanan yang tidak iritatif
Tetap duduk setelah makan
Memposisikan pasien semi fowler
Mempersiapkan makanan dengan sajian menarik
Memberikan makanan dengan suhu yang optimal
Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi
Kaji tingkat nyeri pasien-
Melakukan manajemen nyeri
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi terhadap gangguan menelan
pasien

3. Gangguan menelan karena pengaruh psikis


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 2 x 24 jam pasien mampu
mempertahankan status nutrisi yang adekuat
Intervensi:
Menyarankan pasien untuk
Mengunyah makanan dengan lembut
Makan dengan posisi semi fowler/duduk
Jika perlu makan sambil mimun air
Makan dengan porsi sedikit tapi sering
Makan makanan yang tidak iritatif
Tetap duduk setelah makan
Memposisikan pasien semi fowler
Mempersiapkan makanan dengan sajian menarik
Memberikan makanan dengan suhu yang optima
Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeks
Kaji tingkat nyeri pasien
Melakukan manajemen nyeri
Kaji tingkat stress pasien
Lakukan manajemen stress

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Disfagia pada anak sering merupakan bagian dari penyakit lain yang lebih
komleks dan jarang berdiri sendiri. Penyebab dari disfagia anak secara umum disebabkan
kalianan structural dari organ organ menelan (obtruksi mekanik) atau karena gangguan
neomuskular.
Komplikasi yang terjadi dapat berupa pneumoni aspirasi, malnutrisi, dehidrasi
penurunan berat badan dan obtruksi saluran napas. Penanganan disfagia pada dasarnya
adalah mengatasi disfagia itu sendiri dan mencagah atau mengobati komplikasinya.
Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat sangat membantu dalam
mencari penyebab disfagia dan menentukan fase menelan diperlukan untuk lebih
menjelaskan kelainan yang mendasarinya serta komplikasi yang timbul seperti aspirasi.
Videofluroscopy swallowing study merupakan pemeriksaan yang sangat berguna
untuk mengidentifikasi fase menelan yang terganggu sekaigus dapat membantu
merencanakan tata laksana yang sesuai untuk penderita.
Penatalaksaan disfagia pada anak terutama adalah dengan modifikasi dari diet
dan positioning saar menelan. Tujuan utama adalah mengurangi risiko komlikasi akibat
disfagia seperti aspirasi pneumonis, malnutrisi dan dehidrasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Paik NJ, Dysphagia. 2006 diakses dari http://www.emedicine.com/pmr/topic194.htm 16
mei 2008.
2. Soeparto P, Djupri LS, Ranuh RG, Sindroma gangguan motiitas saluran cerna:
patofisiologis, penatalaksanaan. Surabaya : Divisi Gastroenterologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Dr. Soetomo Fakultas Kedokteran Unair, 2004: 439 - 449.
3. Spieker MR. Evaluating dyspagia. 2000. Diakses
dari http://aafp.org/afp/20000615/3639.htm 16 mei 2008.
4. Greenlee JD, Donovan KA, Hasan DM, Menezes AH, Chairi-I malformation in the very
young child the spectrum of presentation and experience in 31 cihldren under 6
years. Pediatrics 2002; 110: 1212 19.
5. Orenstein S, Peters J, Khan S, Youssef N, Hussain SZ, Obtructing and motility disorder of
the esophagus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Editor. Nelson textbook of
pediatrics. 17 Edition. Philadelphia: WB Saunders Co, 2004: 1220 21.
6. Mayo Clinic Staff. Difffculty swallowing. 2005 diakses
dari http://mayoclinic.com/health/difficulty-swallowing/DS00523//Dsectioin=3 16 mei 2008.
7. Skae CC, Esophangeal foreign bodies. Pediatr Rev 2005; 26: 34 35.
8. Reddy S, Ryan MW, Quinn FB. Dysphagia. Department of Otorhinolaryngology UTMB
2001 diakses darihttp://utmb.edu/otoret/Grnds/Dyaphagia-2001-11/Diaphagia-2001-11.htm
17 mei 2008.
9. truedsson M, Ohlson B, Sjoberg MC, Wernickes encephalpaty presenting with severe
dysphagia: a case report. Alcohol and Alcoholi 2002;37 : 295 296.
10. Newman LA, Kackley C, Peterson MC, Hammer A. swallowing function anda medical
diagnoses in fannts suspected of dyaphagia. Pediatrics 2001; 108: 106.
11. Ramitsu P. Identification and management dysphagia in children with neurologic
impairment. Evidence Based Information Sheets for Health Professiona 2000;4:1 - 5.

Anda mungkin juga menyukai