Anda di halaman 1dari 53

Dari aspek sosial budaya, RIPPARDA merupakan upaya pendekatan dalam

melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat di daerah, melestarikan alam, melestarikan


lingkungan serta menumbuhkan rasa kebanggaan nasional dalam rangka
mengantisipasi pengaruh budaya global yang bertentangan dengan budaya bangsa.

Naskah Akademik

NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
TENTANG
RENCANA INDUK PEMBANGUNAN
PARIWISATA DAERAH (RIPPARDA)
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

TOGAB . USOP ,S.H


togab168@gmail.com
https://www.facebook.com/notes/togab-usop/bigboss-digital-music-recording-palangka-raya-
kalimantan-tengah/10151939024740776

Link My Recording studio BIGBOSS : https://www.facebook.com/pages/Bigboss-Recording-Studio-


Palangka-Raya/213421275357914?ref=hl
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunianya maka
Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah dapat diselesaikan oleh Tim Peneliti. Sebagaimana
diketahui, bahwa sesuai dengan amanat UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Pemerintah
Provinsi diberikan tugas untuk menyusun Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
(RIPPDA). RIPPDA akan menjadi pedoman bagi kegiatan Pengembangan Pariwisata bagi
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, masyarakat dan Dunia Usaha. Agar memberikan
legitimasi yuridis yang memadai, maka RIPPDA sebagai kebijakan Pengembangan Pariwisata perlu
dituangkan dalam suatu Peraturan Daerah.
Sesuai dengan persyaratan formil pembentukan peraturan perundang-undangan, maka suatu
Rancangan Peraturan Daerah harus disertai dengan Naskah Akademik sebagai suatu kajian ilmiah
yang menjadi dasar pemikiran suatu Rancangan Peraturan Daerah. Dalam Naskah Akademik ini telah
dikaji landasan filosofis, landasan sosiologis dan landasan yuridis serta berbagai teori yang berkaitan
dengan Kepariwisataan. Selain itu tentu saja materi pengaturan yang hendak dimuat dalam Peraturan
Daerah tentang RIPPDA. Tujuan utama pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah
tentang RIPPDA tidak lain adalah untuk memberikan pedoman bagi kegiatan Pengembangan
Pariwisata yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, masyarakat dan
Dunia Usaha agar selaras, terencana dan terpadu sehingga lebih memberikan manfaat untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kalimantan Tengah.
Akhirnya kami sampaikan sepenuhnya hasil penelitian kami sebagaimana tertuang dalam Naskah
Akademik ini kepada kebijaksanaan para pengambil keputusan di Provinsi Kalimantan Tengah.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat dan petunjuk Nya dalam setiap
upaya kita menyejahterakan kehidupan rakyat.

Surabaya, 28 Oktober 2012

Tim Peneliti
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................................... 11
C. Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademik ............................................................... 11
D. Metode ................................................................................................................... 13
BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIS ............................................................................. 16
A. Kajian Teori dalam Penyelenggaraan Pariwisata ................................................... 16
B. Asas/ Prinsip yang Terkait Dengan Penyusunan Norma ........................................ 24
C. Permasalahan Faktual yang Dihadapi Masyarakat ................................................ 28
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Norma Baru dalam
Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Daerah bagi Masayarakat, Lingkungan dan Pendapatan Daerah .......................... 35
BAB III. MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
DAN KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF ........................................................... 38
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ........................................................ 38
2. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ......................................... 38
3. UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan .................................................... 39
4. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan ............................................................................................ 40
5. PP No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional ....................................................................................... 42
4|Page
BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS DAN
LANDASAN YURIDIS ........................................................................................................... 43
A. Landasan Filosofis .................................................................................................. 43
B. Landasan Sosiologis ............................................................................................... 45
C. Landasan Yuridis .................................................................................................... 46
BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN
RUANG LINGKUP MATERI MUATAN .................................................................................. 51
A. Sasaran yang akan Diwujudkan ............................................................................. 51
B. Arah dan Jangkauan Pengaturan ........................................................................... 51
C. Ruang Lingkup Materi Muatan .............................................................................. 52
1. Ketentuan Umum ............................................................................................ 52
2. Asas, Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran ................................................................ 53
3. Fungsi, Kedudukan dan Jangka Waktu Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah ................................................................... 55
4. Kebijakan dan Strategi .................................................................................... 55
5. Rencana Pengembangan ................................................................................. 56
6. Pelaksanaan dan Pengendalian ....................................................................... 60
7. Ketentuan Penutup ......................................................................................... 61
BAB VI. PENUTUP ............................................................................................................... 62
A. Simpulan ................................................................................................................ 62
B. Saran ...................................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 64
___________________________________
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Potensi Pariwisata Kalimantan Tengah
Tabel 2. Data Usaha Biro Perjalanan Wisata/ Cabang Biro Perjalanan Wisata/ Agen Perjalanan/
Airlines Se-Kalimantan Tengah
Tabel 3. Pendapatan Domestik Bruto Daerah (Harga Konstan)
BAB I
P ENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sebagai negara hukum, Indonesia wajib mengusahakan kesejahteraan bagi rakyatnya.


Kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia meliputi kesejahteraan lahir dan batin. UU Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan memuat filosofi bahwa Pariwisata diselenggarakan untuk
menyejahterakan masyarakat. Pariwisata dari sisi hiburan dapat dikatakan sebagai sarana
kesejahteraan batin masyarakat. Disamping itu, pengelolaan tempat pariwisata secara baik dapat
digunakan sebagai sarana bisnis dimana Pemerintahan Daerah memperoleh tambahan Pendapatan
Asli Daerah, sementara pihak masyarakat yang berusaha di bidang pariwisata juga dapat menikmati
keuntungan secara materi. Untuk mencapai tujuan itu, maka Undang-Undang memberi kewenangan
kepada Pemerintahan Daerah untuk membuat Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
(RIPPDA) sebagai rencana induk Pengembangan Pariwisata di daerah sekaligus sebagai payung
hukum Pariwisata Daerah demi meningkatkan kunjungan wisatawan manca negara (Wisman) dan
wisatawan nusantara (Wisnu) serta wisata belanja. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, maka
perlu dilakukan riset pengembangan usaha pariwisata, penyederhanaan usaha dengan berubahnya
kewajiban perijinan menjadi pendaftaran dan tidak dikenai retribusi. Untuk mendukung tercapainya
tujuan, maka perlu diatur sanksi administrasi bagi pelanggaran terhadap kewajiban sebagai sarana
penegakan hukum. Sebagai awal Pengembangan Pariwisata, pihak swasta (investor) perlu diberikan
insentif tertentu melalui kebijakan Kepala Daerah. Pengaturan RIPPDA di dalam suatu Peraturan
Daerah Provinsi adalah sebagai titik anjak serta pedoman Pengembangan Pariwisata untuk
mendukung pariwisata di Provinsi Kalimantan Tengah agar lebih berkembang sehingga dapat
mengangkat dan melindungi nilai-nilai budaya, agama dan karakteristik Provinsi Kalimantan Tengah.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang begitu melimpah dan pesona alam yang tak ternilai
harganya. Selain itu, letak geografis Indonesia yang strategis, keanekaragaman bahasa dan suku
bangsa, keadaan alam, flora, dan fauna, peninggalan purbakala, serta peninggalan sejarah, seni, dan
budaya merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber daya dan modal untuk
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia sebagaimana terkandung dalam
Pancasila dan dicita-citakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Keberadaan sumber daya tersebut perlu dimanfaatkan secara maksimal, efektif dan
efesien melalui kepariwisataan guna mendorong pendapatan melalui perolehan devisa negara,
meningkatkan pembangunan yang merata, menambah lapangan pekerjaan, mendorong
pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan daya tarik wisata dan destinasi di
Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa.
Mengingat pentingnya pembangunan di bidang kepariwisataan tersebut, maka dalam
penyelenggaraannya harus berdasarkan asas-asas manfaat, usaha bersama, kekeluargaan, adil,
merata, peri kehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada diri sendiri. Pariwisata termasuk
dalam program pembangunan nasional di Indonesia sebagai salah satu sektor pembangunan
ekonomi. Pariwisata menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting pada abad ke-21. Dalam
perekonomian suatu negara, bila dikembangkan secara berencana dan terpadu, peran sektor
pariwisata akan melebihi sektor minyak dan gas alam (migas) serta industri lainnya. Sektor pariwisata
hadir sebagai katalisator pembangunan, sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu
sendiri, antara lain melalui:
1. Peningkatan perolehan devisa negara.
2. Memperluas dan mempercepat proses kesempatan berusaha.
3. Memperluas kesempatan kerja
4. Mempercepat pemerataan pendapatan.
5. Meningkatkan pajak Negara dan retribusi daerah.
6. Meningkatkan pendapatan nasional
7. Memperkuat posisi neraca pembayaran.
8. Mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam yang terbatas
Selain itu, dampak positif dari industri kepariwisataan khususnya pada negara-negara berkembang
jelas terlihat dalam kehidupan sehari-hari selama dua dekade terakhir, seperti misalnya:
1. Tumbuh dan berkembangnya usaha makanan dan minuman yang bersifat local yang banyak
diminati wisatawan.
2. Tumbuh dan berkembangnya industry kecil yang menghasilkan produk cinderamata khas
daerah yang juga sekaligus telah meningkatkan pangsa ekspor bersifat Indonesia.
3. Tumbuh dan berkembangnya restoran, restoran, kafe, dan bar yang bersifat lokal tapi diminati
wisatawan.
4. Munculnya grup yang memberikan pelayanan untuk guides and interpreters yang istilah
sekaligus telah menyuburkan tumbuhnya kursus-kursus bahasa asing di Indonesia.
5. Tumbuh dan berkembang usaha agen perjalanan dan biro perjalanan wisata lokal untuk
melayani wisatawan pada hampir setiap daerah tujuan wisata di Indonesia.
6. Banyaknya perusahaan lokal yang menyelenggarakan acara kebudayaan untuk konsumsi
wisatawan maupun masyarakat lokal pada masing-masing daerah tujuan wisata.
7. Tumbuh dan berkembangnya lembaga pendidikan dan pelatihan pariwisata, mulai dari SMIP
(Sekolah Menengah Industri Pariwisata), akademi, dan sekolah tinggi dan kursus-kursus yang
tidak tercatat serta balai latihan.
8. Tumbuh dan berkembangnya toko-toko yang biasa disebut dengan istilah “shop for tourist
need” yang menjual film, tissue, majalah, Koran, drugstore, baju renang, perangko, dan kartu
pos.
9. Banyaknya usaha-usaha penginapan yang penuh sesak oleh wisatawan seperti Yogyakarta
dan bali berupa homestay, pension, losmen,bungalow,maupun small inns.
10. Tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha yang disebut sebagai decorative materials for
hotel and resort dengan memunculkan berbagai benda-benda seni tradisional etnis lokal.

Peningkatan dan pembangunan industri kepariwisataan, dapat dilakukan dengan pembangunan


obyek wisata, baik dalam bentuk mengembangkan obyek wisata yang sudah ada maupun membuat
obyek-obyek baru sebagai obyek wisata. Penyelengaraan kepariwisatan tersebut dilaksanakan
dengan tetap memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta
obyek wisata itu sendiri. Di dalamnya juga melibatkan berbagai komponen, yaitu pemerintah, badan-
badan usaha, dan masyarakat, karena Pengembangan Pariwisata pada hakekatnya secara langsung
menyentuh kehidupan masyarakat, yang pada akhirnya akan membawa berbagai dampak terhadap
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, di dalam Pengembangan Pariwisata dalam artian
mengembangkan dan meningkatkan kepariwisataan, maka pemerintah memiliki peran yang sangat
menentukan dan kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam bentuk peraturan-peraturan.

Berkembang tidaknya dan meningkat tidaknya Pengembangan Pariwisata sangatlah tergantung


dari kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah yang dituangkan dalam berbagai
peraturan- peraturan di bidang kepariwisataan, baik itu peraturan - peraturan yang berhubungan
dengan aspek administrasi pemerintahan (mengarahkan atau mengendalikan aktivitas-aktivitas,
melindungi obyek-obyek tertentu, mencegah bahaya bagi lingkungan, dan sebagainya) maupun yang
berkaitan dengan aspek ekonomi atau bisnis (perdagangan dan jasa-jasa pariwisata).

Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dunia usaha pariwisata, dan masyarakat berkewajiban untuk
dapat menjamin agar berwisata sebagai hak setiap orang dapat ditegakkan, sehingga mendukung
tercapainya peningkatan harkat dan martabat manusia, peningkatan kesejahteraan, serta
persahabatan antar bangsa dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia. Dalam menghadapi
perubahan global dan penguatan hak pribadi masyarakat untuk menikmati waktu luang dengan
berwisata, perlu dilakukan pembangunan kepariwisataan yang bertumpu pada keanekaragaman,
keunikan, dan kekhasan bangsa dengan tetap menempatkan kebhinekaan sebagai suatu yang hakiki
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ditinjau dari sudut pandang yuridis, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 10 tahun 2009
tentang kepariwisataan bahwa kecenderungan perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke
tahun menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal itu disebabkan, antara lain oleh perubahan
struktur sosial ekonomi negara di dunia dan semakin banyak orang yang memiliki pendapatan lebih
yang semakin tinggi. Selain itu, kepariwisataan telah berkembang menjadi suatu fenomena global,
menjadi kebutuhan dasar, serta menjadi bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati dan
dilindungi.

Bila dilihat dari aspek kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola kepariwisataan di
daerah maka berdasarkan Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah disebutkan bahwa “Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi wewenangnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah” sedangakan Pasal 10 Ayat (3) Undang-undang No. 32
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dinyatakan bahwa “urusan pemerintahan yang menjadi
urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi: a. Politik luar negeri; b.
Pertahanan; c. Keamanan; d. Yustisi; e. Moneter dan fiskal nasional; dan f. Agama.” Berdasarkan
Pasal 10 Ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004 dinyatakan pula bahwa “dalam urusan pemerintahan yang
menjadi kewenagan Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3),
Pemerintah dapat: a. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; b. Melimpahkan
sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; c. Menugaskan sebagian
urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas pembantuan.”
Berdasarkan konsep otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangga yang
menjadi wewenang pemerintah daerah serta pelimpahan kewenangan yang termuat dalam Pasal 10
Ayat (1), (3) dan (5) tersebut maka daerah dapat mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya
sendiri dalam hal ini daerah juga berwenang untuk mengatur urusan kepariwisataannya.

Bila dilihat dari aspek pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota maka kita merujuk pada Pasal 13 Ayat (2) UU No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah jo. Pasal 7 Ayat (4) PP No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang pada pokoknya menyatakan bahwa urusan
pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan dan urusan pilihan daerah provinsi diantaranya dalam
bidang Pengembangan Pariwisata.

Dengan memperhatikan seluruh peraturan perundang-undangan di atas maka kebutuhan akan


peraturan daerah provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Daerah sangatlah penting dan mendesak hal tersebut dalam rangka mengatur lebih lanjut
pengelolaan kepariwisataan yang sesuai dengan aspirasi dan kearifan lokal masyarakat Kalimantan
Tengah.

Disamping itu, pemerintahan daerah juga bertujuan untuk peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi yang diberikan kepada daerah
Kabupaten dan Kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, nyata, dan
bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Dengan demikian melalui
otonomi daerah, daerah memiliki kemandirian untuk menyusun peraturan daerah dalam rangka
melengkapi instrumen hukum sebagai dasar Pengembangan Pariwisata daerah yang sesuai dengan
potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh daerah.

Secara teoritis mengenai pentingnya pengelolaan berbagai potensi sumber daya alam sebagai obyek
pariwisata adalah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat menunjang
pembangunan daerah secara maksimal. Pembangunan pariwisata tidak hanya mengutamakan segi-
segi pembangunan ekonomi saja, melainkan juga segi-segi budaya, politik serta pertahanan dan
keamanan akan berjalan bersama. Begitu juga keadaan alam, flora dan fauna, hasil karya manusia,
serta peninggalan sejarah dan budaya yang merupakan modal bagi pengembangan dan peningkatan
kepariwisataan di Provinsi Kalimantan Tengah.

Adapun potensi pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah antara lain:5


Gambar 1. Objek Wisata Batu Banama Gambar 2. Objek Wisata Tanjung Puting
Tabel 1. Potensi Pariwisata Kalimantan Tengah

Obyek Wisata
Jenis
Lokasi
KOTA PALANGKA RAYA
1. Tempat Rekreasi Kum-Kum
2. Kawasan Wisata Nyaru Menteng
3. Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling
4. Pantai Sabaru
5. Sungai Rungan
6. Tugu Peletakan Pertama Kota Palangka Raya
7. Museum Balanga
8. Taman Nasional Sebangau
Alam
Alam/ Rekreasi
Alam
Rekreasi
Susur Sungai
Sejarah
Sejarah, Budaya
Alam
Kecamatan Pahandut
Kecamatan Pahandut
Kecamatan Bukit Batu
Kecamatan Sebangau
Kecamatan Bukit Batu
Kecamatan Pahandut
Kecamatan Pahandut
Kecamatan Sebangau
KABUPATEN KATINGAN
1. Bukit Kaki
2. Danau Kalaru
3. Danau Kamipang
4. Danau Bunter
5. Danau Sampang
6. Danau Pulau Malan dan Rumah Betang
7. Air Panas Sepan Apoi
8. Taman Nasional Sebangau
9. Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka
10. Pantai Pulau Damar Pagatan
11. Riam Leleng
12. Riam Jerawi
13. Riam Mangkikit
14. Riam Sangkai
15. Riam Tabera
Alam
Alam
Alam Alam
Alam
Alam dan Budaya
Alam
Alam
Alam
Tirta
Tirta
Tirta
Tirta
Tirta
Tirta
Sejarah
Kecamatan Mendawai
Kecamatan Kamipang
Kecamatan Kamipang
Kecamatan Kamipang
Kec. Tewang Sanggalang Garing
Kecamatan Pulau Malan
Kecamatan Marikit
Kecamatan Pegatan
Kecamatan Katingan Hulu
Kecamatan Katingan Kuala
Kecamatan Marikit
Kecamatan Sanaman Mantikei
Kecamatan Katingan Tengah
Kecamatan Marikit
Kecamatan Marikit
Kecamatan Sanaman Mantikei
Kecamatan Katingan Hulu
Meriam Kuno di Sei Mantikei
Betang Rungan Bahekang
Sandung
Sandung
Tempat Pertapaan Tjilik Riwut
Budaya
Budaya
Budaya
Sejarah
Kecamatan Tasik Payawan
Kecamatan Katingan
Kecamatan Katingan Hilir
KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
1. Taman Nasional Tanjung Puting
2. Bukit Topan
3. Bukit Kalede
4. Bukit Marundau
5. Bukit Talawih
6. Air Terjun Runtu
7. Bukit Kaminting
8. Pantai Kubu
9. Tanjung Keluang
10. Tanjung Penghujan
11. Pantai Sei Kumbang
12. Pantai Keraya
13. Air Terjun Patih Mambang
14. Istana Keraton Kuning
15. Istana Mangkubumi
16. Makam Raja-Raja Kotawaringin
17. Istana Al Noorsari
18. Makam Kuta Tanah
19. Masjid Kyai Gede
20. Palagan Sambi
21. Rumah Adat Dayak Pasir Panjang
22. Makam Kyai Gede
23. Suaka Margasatwa Lamandau
Alam
Alam
Alam
Alam
Alam
Alam
Alam
Tirta
Tirta
Tirta
Tirta
Tirta
Tirta
Sejarah
Sejarah
Sejarah
Sejarah
Sejarah
Sejarah
Sejarah
Budaya
Ziarah
Alam
Kecamatan Kumai
Kecamatan Arut Utara
Kecamatan Arut Utara
Kecamatan Arut Utara
Kecamatan Arut Utara
Kecamatan Arut Selatan
Kecamatan Arut Utara
Kecamatan Kumai
Kecamatan Kumai
Kecamatan Kumai
Kecamatan Kumai
Kecamatan Kumai
Kecamatan Kumai
Kecamatan Arut Selatan
Kecamatan Arut Selatan
Kecamatan Arut Selatan
Kecamatan Kotawaringin Lama
Kecamatan Kotawaringin Lama
Kecamatan Kotawaringin Lama
Kecamatan Arut Selatan
Kecamatan Arut Selatan
Kecamatan Kotawaringin Lama
Kab.Kobar dan Kab.Sukamara
KABUPATEN SUKAMARA
1. Danau Burung
2. Bukit Patung
3. Pantai Kampung Baru
4. Pantai Kuala Jelai
5. Pantai Tanjung Nipah
6. Pantai Tanjung Selaka
7. Pantai Sungai Ramis
Alam
Alam
Tirta
Tirta
Tirta
Tirta
Tirta
Kecamatan Sukamara
Kecamatan Balai Riam
Kecamatan Jelai
Kecamatan Jelai
Kecamatan Jelai
Kecamatan Jelai
Kecamatan Jelai
KABUPATEN LAMANDAU
1. Bukit Sebayan Bungsu
2. Batu Batungkat
3. Air Terjun Siukam
4. Air Terjun Palei Kodan
5. Sendang Biru
6. Riam Keladu
7. Riam Bahu Burung
Alam
Alam
Alam
Alam
Alam
Tirta
Tirta
Kecamatan Delang
Kecamatan Delang, Desa Kubung
Kecamatan Delang, Desa Kubung
Kecamatan Bulik
Kecamatan Bulik
Kecamatan Delang, Desa Benakitan
Kecamatan Bulik, Desa Kemujan
Kecamatan Lamandau
Kecamatan Lamandau,
12 | P a g e
8. Riam Tapin Bini
9. Betang Dinding Tambi
10. Betang Ojung Batu
Tirta
Budaya
Budaya
Kecamatan Delang
KABUPATEN SERUYAN
1. Danau Sembuluh
2. Desa Bangkal
3. Industri Perahu Tradisional
4. Pantai Sei Bakau
Tirta
Budaya
Minat Khusus
Alam
Kecamatan Sembuluh
Kecamatan Sembuluh
Kecamatan Sembuluh
Kecamatan Seruyan Hilir
KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR
1. Pantai Ujung Pandaran
2. Betang Tumbang Gagu
3. Museum Kayu
Tirta
Budaya
Sejarah
Kecamatan Teluk Sampit
Kecamatan Antang Kalang
Kecamatan Baamang
KABUPATEN BARITO SELATAN
1. Taman Anggrek Sanggu
2. Danau Sadar
3. Danau Sanggu
4. Situs Suku Bawo
5. Desa Terapung "Bamaler"
Alam
Tirta/Rekreasi
Tirta/Rekreasi
Tata Cara Kehidupan Masyarakat
Tata Cara Kehidupan Masyarakat
Kecamatan Dusun Selatan
Kecamatan Dusun Selatan
Kecamatan Dusun Selatan
Kec. Gunung Bintang Awai, Desa Bintang Ara
Desa Bamaler
KABUPATEN BARITO UTARA
1. Gunung Pararawen
2. Goa Liang Idai
3. Liang Pandan
4. LiangDaong
5. Liang Angah
6. Gunung Lumut
7. Air Terjun Jantur Doyan
8. Jeram Pamantu
9. Danau Butong
10. Trinsing/Dam Trahean
11. Betang Tambau
12. Betang Karamuan
13. Kapal Perang Onrust Belanda
14. Makan Panglima Batur
15. Makam Panglima Antasari
16. Fosil Maripati Singa Nginuh
17. Telungan Rengai
Alam
Alam
Alam
Alam
Alam
Alam
Alam
Tirta/Alam
Tirta
Rekreasi
Budaya
Budaya
Sejarah
Ziarah
Ziarah
Minat Khusus
Minat Khusus/Legenda
KecamatanTeweh Tengah
Kecamatan Teweh Tengah
Kecamatan TewehTengah
KecamatanGunung Timang
Kecamatan Teweh Timur
Kecamatan Gunung Purei
Kecamatan Lahei
Kecamatan Teweh Tengah
Kecamatan Teweh Tengah
KecamatanTeweh Tengah
Kecamatan Lahei
Kecamatan Lahei
Kecamatan Teweh Tengah
Kecamatan Teweh Tengah
Kecamatan Teweh Timur
KecamatanGunung Timang
Kecamatan Gunung Timang
KABUPATEN BARITO TIMUR
1. Konservasi Taman anggrek dan Penangkaran Margasatwa
2. Air Panas Malintut/Batuah
3. Liang Ayah dan Setangkai di Batu Sahur
4. Liang Saragih I dan II
5. Pegunungan Bahalap Lalap
6. Liang Tawula Malintut/Batuah
7. Riam Kendong
8. Riam Dalayon Malintu/Balintut
9. Betang Pasar Panas
10. Makam Temanggung Jayakarti
11. Makam Suta Ono
12. Makan Putri Mayang
13. Bendungan Tampa
Legenda/Sejarah
Legenda/Sejarah
Legenda/Ziarah
Rekreasi
Tamiyang Layang
Kecamatan Telang Siong
Desa Jaar
Kecamatan Dusun Tengah
KABUPATEN MURUNG RAYA
1. Air Terjun Dirung Duhung
2. Air Terjun Mantibab
3. Air Terjun Tujuh Tingkat
4. Gunung Muro
5. Gunung Lahung
6. Gunung Muller
7. Gunung Bondang
8. Liang Pandan
9. Tugu Katulistiwa
KABUPATEN KAPUAS
1. Pantai Cemara Labat
2. Mozaik Gereja Imannuel
Alam
Sejarah
Kecamatan Kapuas Kuala
Kec. Kapuas Barat
KABUPATEN PULANG PISAU
1. Pantai Cemantan
2. Danau Sabuah
3. Betang Buntoi
4. Betang Bahu Palawa
5. Agro Wisata Mintin
Alam
Alam/ Rekreasi
Budaya
Budaya
Alam
Kecamatan Kahayan Kuala
Kecamatan Kahayan Tengah
Kecamatan Kahayan Hilir
Kecamatan Bukit Rawi
Kecamatan Kahayan
KABUPATEN GUNUNG MAS
1. Batu Suli
2. Air Terjun Bawi Kameloh
4. Betang Tumbang Kurik
5. Betang Tumbang Malahoi
Alam
Alam/ Tirta
Budaya
Budaya
Tirta Kecamatan Tewah
Kecamatan Kurun, Desa Kurun
Kecamatan Damang Batu
Kecamatan Rungan
Total Obyek Wisata Se Kalimantan Tengah Tahun 2012 sebanyak 130
Sebagai pendukung Pengembangan Pariwisata di Provinsi Kalimantan Tengah, telah berkembang
usaha kepariwisataan yang terdiri dari:
1. Hotel sebanyak +
2. Rumah makan sebanyak +
3. Biro perjalanan sebanyak + 104 buah
Data yang diperoleh dari BPS6 Kalimantan Tengah menyebutkan sebagai berikut:
1. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Dan Rata-Rata Lama Inap Tamu:
a. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang Kalimantan Tengah pada Juli 2012 bila
dibandingkan dengan Juni 2012 turun 5,85 poin dan dibanding Juli 2011 turun 16.30 poin atau
dari 65.12 persen menjadi 48.82 persen.
b. Rata-rata lama inap hotel berbintang Kalimantan Tengah pada Juli 2012 bila dibandingkan
dengan Juni 2012 naik 0,18 hari dan dibanding dengan Juli 2011 turun 0,26 hari.
c. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel Non Bintang Kalimantan Tengah pada Juli 2012 bila
dibandingkan dengan Juni 2012 turun 0.63 poin dan bila dibandingkan dengan Juli 2011 naik
0,73 poin atau dari 37.23 persen menjadi 37.96 persen.
d. Rata-rata lama inap hotel Non Bintang Kalimantan Tengah pada Juli 2012 bila dibandingkan
dengan Juni 2012 mengalami kenaikan yaitu dari 1.68 hari menjadi 1,79 hari, dan bila
dibandingkan dengan Juli 2011 turun dari 1.89 hari menjadi 1,79 hari atau turun 0,10 hari.
2. Perkembangan Angkutan Laut dan Udara
a. Jumlah Lalu Lintas Penumpang Angkutan Laut pada Juli 2012 di Kalimantan Tengah tercatat
38.036 orang terdiri dari 19.512 orang datang dan 18.524 orang berangkat, sementara arus
barang tercatat 1.017.036 ton.
b. Jumlah penumpang yang datang pada Juli 2012 bila dibandingkan dengan Juni 2012 naik 4.49
persen, bila dibandingkan dengan Juli 2011 turun 9.51 persen.
c. Jumlah penumpang yang berangkat bulan Juli 2012 bila dibandingkan dengan Juni 2012 naik
29.50 persen, dan bila di bandingkan dengan Juli 2011 turun 10.82 persen.
d. Volume barang yang dibongkar di Kalimantan Tengah bulan Juli 2012 naik 0.45 persen bila
dibanding bulan Juni 2012, dan naik 32.47 persen bila dibanding Juli 2011.
e. Volume barang yang dimuat di Kalimantan Tengah Juli 2012 naik 21.56 persen bila dibanding
Juni 2012, dan naik 28.92 persen bila dibanding dengan Juli tahun lalu.
f. Jumlah Lalu Lintas Penumpang Angkutan Udara pada bulan Juli 2012 di Kalimantan Tengah
tercatat 108.292 orang terdiri dari 55.848 orang datang dan 52.444 orang berangkat, sementara
arus barang tercatat 1.233 ton.
g. Jumlah penumpang yang datang bulan Juli 2012 bila dibandingkan dengan Juni 2012 naik 12.37
persen, sementara bila dibandingkan dengan bulan Juli tahun lalu naik 25.08 persen.
h. Jumlah penumpang yang berangkat bulan Juli 2012 bila dibandingkan dengan Juni 2012 naik
2.46 persen, dan bila dibanding dengan Juli 2011 naik 16.85 persen.
i. Volume arus bongkar barang Juli 2012 tercatat 414 ton turun 23.90 persen bila dibandingkan
dengan bulan Juni 2012, dan turun 45.95 persen bila dibanding dengan bulan Juli tahun lalu.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2011, sektor perdagangan, hotel dan restoran
menyumbang 20% Produk Domestik Regional Bruto (PDSB) Kalimantan Tengah 2011.7 Dengan
besarnya kontribusi industri pendukung pariwisata menunjukan bahwa keberadaan industri
kepariwisataan di Kalimantan Tengah memiliki peran yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Proovinsi Kalimantan Tengah.
Keberadaan berbagai macam obyek wisata dan usaha pendukung sektor pariwisata di kalimantan
tengah tersebut, menjadi modal besar untuk membangun, memanfaatkan dan mengelola sumberdaya
alam dan tata lingkungannya yang telah ditetapkan sebagai obyek dan daya tarik untuk dijadikan
sasaran wisata

B. Identifikasi Masalah
Pengaturan mengenai Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah di Provinsi Kalimantan
Tengah dalam sebuah norma hukum dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan dan permasalahan
menyangkut:
1. Apa urgensi penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah?
2. Bagaimana langkah harmonisasi hukum yang perlu diperhatikan dalam perumusan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Daerah khususnya terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun peraturan
perundang-undangan yang sederajat?
3. Apa norma-norma yang menjadi materi pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah?

C. Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademik


Berdasarkan Pasal 1 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan dinyatakan
“ Naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya
terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai
pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi, atau Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagai solusi terhadap permsalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.”
7 Diakses dari kalteng.bps.go.id, pada hari Selasa tanggal 2 Oktober 2012 pukul 16.30 wib

Dari uraian Pasal tersebut maka dapat kita telaah tujuan dan kegunaan Naskah Akademik. Tujuan
merupakan gambaran sasaran utama dibuatnya Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan,
yakni sebagai landasan ilmiah bagi penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan yang
memberikan arah, dan menetapkan ruang lingkup bagi penyusunan peraturan perundang-undangan.
Semestara kegunaan memuat pernyataan tentang manfaat disusunnya Naskah Akademik tersebut,
selain sabagai bahan masukan bagi pembuat rancangan peraturan perundangan-undangan juga
dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Tujuan dan kegunaan Naskah Akademik di atas merupakan tujuan dan kegunaan yang sifatnya
umum. Adapun tujuan dan kegunaan naskah akademik juga memiliki kekhususan, yaitu berhubungan
dengan materi atau muatan yang akan diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam
naskah akademik ini, penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah memiliki tujuan dan
kegunaan antara lain:
Tujuan naskah akademik adalah sebagai berikut:
a. Memberikan landasan pemikiran yang obyektif dan komprehensif tentang pokok‐pokok peraturan
tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah di Provinsi Kalimantan Tengah;
b. Memberikan arah dan ruang lingkup kebijakan dalam Pengembangan Pariwisata di Provinsi
Kalimantan Tengah
c. Sebagai landasan pemikiran tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata secara nasional
pada umumnya dan regional pada khususnya yang sesuai kekuatannya dengan tuntutan
pemerintahan negara yang demokratis, desentralistis, serta berkemampuan menyelenggarakan
pariwisata yang dapat mendukung terlaksananya kesejahteraan rakyat yang diperlukan oleh
masyarakat yang lebih makmur serta mendukung daya saing nasional dan global khusunya di dunia
pariwisata.
Kegunaan Naskah Akademik adalah:
a. Sebagai dasar konseptual dalam penyusunan pasal‐pasal dan penjelasan Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah;
b. Sebagai landasan pemikiran bagi anggota DPRD dan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimanatan
Tengah dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pengambangan
Pariwisata Daerah;
c. Sebagai rujukan bagi semua pihak, DPRD, Pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Tengah, serta
pihak‐pihak terkait dalam mereformasi dan mengembangkan kepariwisataan daerah.

D. Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam perancangan naskah akademik ini adalah socio-legal
research. Dimana hukum yang baik adalah yang berasal dari masyarakat yang menggambarkan
secara faktual kenyataan yang ada sehingga dapat berfungsi secara efektif. Oleh karena itu dalam
penelitian sosio-legal naskah akademik ini digunakan beberapa tahap/proses yang secara garis besar
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap konseptualisasi
Pada tahap ini penyusun melakukan konseptualisasi berkaitan dengan naskah akademik yang akan
disusun, melakukan penyelarasan antara konsep dan fakta yang terjadi guna meyelesaikan masalah
yang ada.
2. Tahap pencarian data
Pada tahap ini penyusun mengumpulkan data-data relevan secara empiris guna mendukung konsep
yang ada. Data tersebut sangat bermanfaat untuk melihat kenyataan yang ada dalam masyarakat
sehingga dengan data tersebut dapat ditentukan materi muatan naskah akademik
3. Tahap pengolahan data
Tahap pengolahan data merupakan proses dimana data yang telah dikumpulkan oleh penyusun dan
telah diselaraskan dengan konsep yang ada diolah guna mencari kebenarannya secara empiris
melalui kesimpulan yang didapat dari pengolahan data tersebut.
4. Tahap sosialisasi hasil pendataan
Tahap ini dilakukan dengan memberikan seminar-seminar dan sosialisasi publik mengenai
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah yang dihadiri kalangan pengusaha, pemerintah daerah, pers, LSM, aparat penegak
hukum seperti Kepolisian, dan para pelaku prostistusi serta dari kalangan akademis seperti
mahasiswa dan dosen.
5. Tahap politik dan penetapan
Tahap ini merupakan tahap terakhir, dimana dalam tahap proses politik merupakan tahap
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dengan DPRD
Provinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan tahap penetapan adalah tahap ketika Rancangan Peraturan
Daerah sudah disetujui antara pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam hal ini Gubernur
Kalimantan Tengah dengan DPRD Provinsi Kalimantan Tengah untuk disahkan menjadi Peraturan
Daerah.

Dari garis besar uraian proses penelitian tersebut di atas dapat diperinci melalui langkah-langkah
strategis yang dimulai dengan penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan (normatif) yang
dilanjutkan dengan observasi yang mendalam melakukan pengkajian teoritis dan empiris, dengar
pendapat, konsultasi publik dan observasi lapangan yang berkaitan dengan masalah dan kebutuhan
pengelolaan kepariwisataan dengan langkah-langkah strategis yang dilakukan meliputi:
a. Menganalisa dan mengkaji sistem dan mekanisme pengelolaan kepariwisataan;
b. Analisis sandingan dari berbagai peraturan perundang-undangan (tinjauan legislasi) yang berkaitan
dengan pengelolaan dan pengembangan kepariwisataan;
c. Analisis informasi dan aspirasi yang berkembang dari berbagai instansi/ lembaga terkait dan tokoh-
tokoh masyarakat (tinjauan teknis), yang meliputi Pemerintah Daerah dan instansi/ dinas terkait,
Lembaga Legislatif (DPRD Provinsi Kalimantan Tengah), sejumlah LSM, dan masyarakat umum;
d. Melakukan tinjauan akademis melalui diskusi dengan anggota Tim Pakar dan melaksanakan
pertemuan-pertemuan untuk mendapatkan masukan;
e. Merumuskan dan menyusun dalam bentuk deskriptif analisis serta menuangkannya dalam Naskah
Akademis Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah;
f. Melakukan sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang perlunya
pengaturan pengelolan dan pengembangan kepariwisataan;
g. Melakukan pembahasan interdinas untuk menyempurnakan isi rancangan perubahan peraturan
daerah sesuai dengan tugas dan wewenang lintas sektor;
h. Melakukan workshop lokal dengan berbagai elemen masyarakat sebagai bagian dari fasilitasi
partisipasi publik dalam penyusunan Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah;
i. Mengajukan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah agar menjadi prioritas dalam Program Legislasi Daerah di DPRD
Provinsi Kalimantan Tengah;
j. Mengajukan kepada DPRD Provinsi Kalimantan Tengah agar menjadi inisiatif DPRD dan untuk
selanjutnya dilakukan pembahasan bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah;
k. Mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimanatan Tengah tentang Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah menjadi Peraturan Daerah.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIS

A. Kajian Teori dalam Pengembangan Pariwisata


Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat berperan dalam proses
pembangunan dan pengembangan wilayah yaitu dalam memberikan kontribusi bagi pendapatan
suatu daerah maupun bagi masyarakat. Dengan kontribusi yang diberikan ini, pemerintah daerah
memiliki tambahan pemasukan dalam rangka pembangunan proyek-proyek maupun kegiatan lain di
wilayahnya. Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi
pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun demikian pada
prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan yang lebih luas bagi suatu
negara.
Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah (Soemardjan, 1977: 58), pariwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis untuk
mendorong pembangunan pada wilayah-wilayah tertentu yang mempunyai potensi objek wisata.
Dengan adanya perkembangan industri pariwisata di suatu wilayah, arus urbanisasi ke kota-kota
besar dapat lebih ditekan. Hal ini disebabkan pariwisata memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek
ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak), aspek sosial (penciptaan lapangan kerja) dan aspek budaya
(Hartono, 1974: 45). Keberadaan sektor pariwisata tersebut seharusnya memperoleh dukungan dari
semua pihak seperti pemerintah daerah sebagai pengelola dan regulator, masyarakat yang berada di
lokasi objek wisata serta partisipasi pihak swasta sebagai pengembang.
Selain peran yang dimilikinya, pariwisata juga merupakan suatu sektor yang tidak jauh berbeda
dengan sektor ekonomi yang lain yaitu dalam proses perkembangannya juga mempunyai dampak
atau pengaruh dibidang sosial dan ekonomi. Pengaruh yang ditimbulkan tersebut dapat berupa
pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan masyarakat setempat. Untuk mencegah
perubahaan itu menuju ke arah negatif maka diperlukan suatu perencanaan yang mencakup
perencanaan pada aspek sosial dan ekonomi, sehingga sedapat mungkin masyarakat setempat ikut
terlibat di dalam perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Hal ini perlu dilakukan untuk
mendukung keberhasilan pengembangan daerah wisata yang bersangkutan (Kodyat, 1982: 4),
dengan demikian proses pembangunan dan pengembangan suatu wilayah dapat ditunjang oleh
potensi wisata yang dimilikinya.
Pariwisata perlu dikembangkan dengan alasan bahwa pembangunan pariwisata pada suatu
daerah tertentu tergantung pada pengambil kebijakan melalui penelitian atau pengkajian terhadap
semua aspek yang berkaitan dengan pariwisata tersebut. Mulai dari potensi yang dimiliki daerah
tersebut, kebiasaan hidup masyarakat di sekitarnya, kepercayaan yang dianut, sampai dengan
tingkah laku atau kebiasaan wisatawan yang direncanakan akan ditarik untuk berkunjung kedaerah
tersebut.8 Dalam UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan disebutkan, bahwa yang dimaksud
dengan wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan
secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Orang yang
melakukan kegiatan wisata disebut wisatawan.
Oka A. Yoeti menyatakan bahwa istilah wisatawan harus diartikan sebagai seorang, tanpa
membedakan ras, kelamin, bahasa dan agama, yang memasuki wilayah suatu negara yang
mengadakan perjanjian yang lain daripada negara dimana orang itu biasanya tinggal dan berada disitu
kurang dari 24 jam dan tidak lebih dari 6 bulan, di dalam jangka waktu 12 bulan berturut-turut, untuk
tujuan non migran yang legal, seperti perjalanan wisata, rekreasi, olahraga, kesehatan, alasan
keluarga, studi, ibadah keagamaan atau urusan usaha (business). Pariwisata, adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-
usaha yang terkait di bidang tersebut (UU No. 9 Tahun 1990). Sedangkan pengertian pariwisata
menurut (A. Hari Karyono, 1997 : 15) dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu secara:
1. Umum
Pariwisata, adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur,
mengurus, dan melayani kebutuhan wisatawan.
2. Teknis
Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan
maupun kelompok di dalam wilayah negara sendiri atau di negara lain. Kegiatan tersebut dengan
menggunakan kemudahan, jasa, dan faktor penunjang lainnya yang diadakan oleh pemerintah dan
atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan. Kemudahan dalam batasan
pariwisata maksudnya antara lain berupa fasilitas yang memperlancar arus kunjungan wisatawan.
Misalnya dengan memberikan bebas visa, prosedur pelayanan yang cepat di pintu-pintu masuk dan
keluar, tersedianya transportasi dan akomodasi yang cukup. Faktor penunjangnya adalah prasarana
dan utilitas umum, seperti jalan raya, penyediaan air minum, listrik, tempat penukaran uang, pos dan
telekomunikasi, dan faktor penunjang lainnya.

Kepariwisataan, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.


Artinya semua kegiatan dan urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan,
pelaksanaan, pengawasan pariwisata baik yang dilakukan pemerintah, pihak swasta dan masyarakat.
Pengembangan Pariwisata dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan
kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri
sendiri. Pengembangan Pariwisata bertujuan, untuk:
1. Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik
wisata;
2. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa;
3. Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja;
4. Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat;
5. Mendorong pendayagunaan produksi nasional.
Sisi penyediaan pariwisata terdiri dari empat komponen yaitu (Clare A. G, 1979:69):
1. Informasi dan Promosi, motivasi untuk melakukan kunjungan wisata dapat dimiliki seseorang tetapi
mungkin saja ia tidak tahu cara melakukannya. Sehingga pengetahuan terhadap daerah tujuan wisata
sangat ditentukan oleh ketersediaan informasi.
2. Fasilitas, ketersediaan fasilitas pelayanan berkaitan dengan daya tarik suatu daerah tujuan wisata,
seperti fasilitas transportasi yang akan membawanya dari dan ke daerah tujuan wisata yang ingin
dikunjunginya, fasilitas akomodasi yang merupakan tempat tinggal sementara di tempat atau di
daerah tujuan yang akan dikunjunginya, fasilitas catering service yang dapat memberikan pelayanan
mengenai makanan dan minuman sesuai dengan selera masing-masing, fasilitas perbelanjaan
dimana wisatawan dapat membeli barang-barang souvenir khas dari daerah wisata tersebut, dan
termasuk juga infrastruktur yang baik.
3. Daya Tarik, suatu Objek wisata akan berkembang apabila mempunyai daya tarik. Faktor daya tarik
inilah yang akan mendorong wisatawan untuk mengunjunginya. Daya tarik suatu daerah tujuan wisata
dapat dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu sifat khas alam, wisata buatan, dan wisata budaya. Daya
tarik wisata ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya jenis atraksi wisata. Atraksi wisata adalah
suatu tempat atau area yang memiliki suatu karakteristik/ daya tarik tertentu dan fasilitas wisata yang
dapat menarik para pengunjung atau wisatawan untuk dapat berwisata atau berekreasi menikmatinya
(Ben Hainin, 1998).

4. Aksesibilitas, jarak antara tempat tinggal dengan daerah tujuan wisata, merupakan faktor yang
sangat penting. Pengembangan Pariwisata sangat bergantung pada kemudahan pencapaian daerah
tujuan wisata.
Objek wisata, adalah perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, sejarah bangsa, keadaan
alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (A. Hari Karyono, 1997 : 27). Sedangkan
objek dan daya tarik wisata berdasarkan UU No. 9 Tahun 1990, adalah segala sesuatu yang menjadi
sasaran wisata. Secara teoritis penentu kunjungan wisata adalah faktor lokasi dan faktor objek wisata.
Pengaruh faktor lokasi terhadap perkembangan pariwisata.
Wilayah dapat diungkapkan melalui penilaian rute perjalanan wisata. Jenis pariwisata yang
didasarkan pada Objek wisata dapat dibedakan menjadi (Oka A. Yoeti, 1993 : 114):
1. Cultural Tourism
Yaitu jenis pariwisata, dimana motivasi orang-orang untuk melakukan perjalanan disebabkan karena
adanya daya tarik dari seni budaya suatu tempat atau daerah. Dalam hal ini, Objek yang daya tariknya
bersumber pada kebudayaan, seperti peninggalan sejarah, museum, atraksi kesenian, dan Objek lain
yang berkaitan dengan budaya. Jadi, Objek kunjungannya adalah warisan nenek moyang, benda-
benda kuno.
2. Recuperriational Tourism
Biasanya disebut sebagai pariwisata kesehatan. Tujuan daripada orang-orang untuk melakukan
perjalanan, adalah untuk menyembuhkan suatu penyakit dengan kegiatan seperti mandi di sumber
air panas, mandi di lumpur atau mandi susu di Eropa, mandi kopi di Jepang yang katanya membuat
orang menjadi awet muda.
3. Commercial Tourism
Disebut sebagai pariwisata perdagangan, karena perjalanan wisata dikaitkan dengan kegiatan
perdagangan baik nasional maupun internasional, dimana sering diadakan kegiatan pameran,
seminar, dan lain-lain.
4. Sport Tourism
Biasanya disebut dengan istilah pariwisata olahraga. Yang dimaksud dengan jenis pariwisata ini ialah
perjalanan orang-orang yang bertujuan untuk melihat atau menyaksikan suatu pesta olahraga di suatu
tempat atau negara tertentu. Seperti Olympiade, All England, pertandingan tinju atau sepakbola.
5. Political Tourism
Biasanya disebut sebagai pariwisata politik, yaitu suatu perjalanan yang tujuannya untuk melihat atau
menyaksikan suatu peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan kegiatan suatu negara, apakah
ulang tahun atau peringatan tertentu. Seperti, Hari Angkatan Perang Indonesia, Parade 1 Mei di
Tiongkok atau 1 Oktober di Rusia.
6. Social Tourism
Pariwisata sosial jangan hendaknya diasosiasikan sebagai suatu peristiwa yang berdiri sendiri.
Pengertian ini hanya dilihat dari segi penyelenggaraannya saja yang tidak menekankan untuk mencari
keuntungan, seperti misalnya Study Tour, Picnic atau Youth Tourism yang sekarang kita kenal dengan
Pariwisata Remaja.
7. Religion Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana tujuan perjalanan yang dilakukan adalah untuk melihat atau
menyaksikan upacara-upacara keagamaan. Seperti, misalnya ikut naik Haji Umroh bagi orang yang
beragama Islam, kunjungan ke Lourdes bagi orang beragama Katolik, ke Muntilan yang merupakan
pusat pengembangan agama Kristen di Jawa Tengah, atau agama Hindu-Bali di Sakenan Bali.
Pengembangan Pariwisata, adalah suatu usaha di dalam pendayagunaan potensi sumber daya alam
yang menjadikan daya tariknya sebagai objek wisata yang diharapkan dapat mendorong
pengembangan objek-objek wisata lain sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah, serta
dapat memperluas lapangan usaha bagi masyarakat sekitar. Sedangkan menurut Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Pengembangan Pariwisata merupakan kegiatan yang dapat
menunjang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah lebih luas.
Pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola, dan
membuat objek-objek baru sebagai objek dan daya tarik wisata. Produk wisata, adalah seluruh unsur
kepariwisataan baik berupa jasa atraksi wisata maupun hasil kreasi yang dapat dinikmati wisatawan
serta menjadi kenangan. Usaha pariwisata, adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa
pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana
pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. Usaha pariwisata digolongkan ke dalam:
1. Usaha jasa pariwisata;
Usaha jasa pariwisata meliputi penyediaan jasa perencanaan, jasa pelayanan, dan jasa
penyelenggaraan pariwisata. Usaha jasa pariwisata dapat berupa jenis-jenis usaha:
a) Jasa biro perjalanan wisata
b) Jasa agen perjalanan wisata
c) Jasa pramuwisata
d) Jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran
e) Jasa impresariat
f) Jasa konsultan pariwisata
g) Jasa informasi pariwisata
2. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata;
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata, meliputi kegiatan membangun dan mengelola objek dan
daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang diperlukan atau kegiatan mengelola objek dan
daya tarik wisata yang telah ada. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam:
a) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam, meliputi:
 Pengelolaan dan pemanfaatan taman nasional
 Pembangunan dan pengelolaan taman wisata
 Pembangunan dan pengelolaan taman hutan raya
 Pengelolaan taman laut
b) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya, meliputi:
 Pengelolaan peninggalan sejarah
 Pengelolaan dan/ atau pembangunan museum
 Pembangunan dan/ atau pengelolaan pusat-pusat kesenian dan budaya
 Pembangunan dan pengelolaan taman rekreasi
 Pembangunan dan pengelolaan tempat hiburan
 Pembangunan dan pengelolaan taman satwa
 Pengelolaan monumen
c) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus
 Pengelolaan lokasi-lokasi wisata buru
 Pengelolaan wisata agro
 Pembangunan dan pengelolaan wisata tirta
 Pengelolaan lokasi-lokasi wisata petualangan alam
 Pembangunan dan pengelolaan wisata gua
 Pembangunan dan pengelolaan wisata kesehatan
 Pemanfaatan pusat-pusat dan tempat-tempat budaya, industri
 dan kerajinan
3. Usaha sarana pariwisata;
Usaha sarana pariwisata meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan dan penyediaan fasilitas, serta
pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pariwisata. Usaha sarana pariwisata dapat
berupa jenis-jenis usaha:
a) Penyediaan akomodasi
b) Penyediaan makan dan minum
c) Penyediaan angkutan wisata
d) Penyediaan sarana wisata tirta
e) Kawasan pariwisata
Kawasan pariwisata, adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk
memenuhi kebutuhan pariwisata.
1. Sarana pokok kepariwisataan
Sarana pokok kepariwisataan, adalah sarana yang hidup dan kehidupannya sangat tergantung
kepada arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata, termasuk kelompok ini, adalah:
 travel agent dan tour operator
 perusahaan-perusahaan angkutan wisata
 hotel dan jenis akomodasi lainnya
 bar dan restoran
2. Sarana pelengkap kepariwisataan
Sarana ini adalah sarana untuk wisata yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok
kepariwisataan, tetapi yang terpenting untuk membuat wisatawan lebih lama tinggal. Yang termasuk
pada kelompok ini, adalah:
a) Sarana olahraga
 lapangan tenis
 lapangan golf
 kolam renang
b) Sarana ketangkasan
 bilyard
 jackpot
3. Sarana penunjang kepariwisataan
Sarana yang disediakan agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan atau membelanjakan uangnya
di tempat yang dikunjunginya, di antaranya klub malam, dan kasino.
Mandala wisata, adalah tempat yang disediakan untuk kegiatan penerangan wisata serta peragaan
kesenian dan budaya khas daerah. Sapta pesona merupakan kondisi yang harus diwujudkan dalam
rangka menarik minat wisatawan berkunjung ke suatu daerah atau wilayah di negara kita. Sapta
pesona terdiri dari 7 (tujuh) unsur yaitu aman, tertib, sejuk, indah, ramah, tamah dan kenangan.
Konsep pengembangan kegiatan pariwisata harus diintegrasikan ke dalam pola dan program
pembangunan semesta ekonomi, fisik dan sosial suatu negara, karena Pengembangan Pariwisata
saling berkait dengan sektor lain. Pengembangan Pariwisata diarahkan sedemikian rupa, sehingga
dapat membawa kesejahteraan ekonomi yang tersebar luas dalam masyarakat. Pengembangan
Pariwisata harus sadar lingkungan, sehingga pengembangannya mencerminkan ciri-ciri khas budaya
dan lingkungan alam suatu negara, bukan merusak lingkungan alam dan budaya yang khas. Konsep
Pengembangan Pariwisata akan mempertimbangkan beberapa hal, antara lain:
a. Posisi daya tarik (Positioning)
b. Sinergi daya tarik wisata
c. Keselarasan antar sektor
d. Keselarasan lingkungan
Pertimbangan utama yang harus mendayagunakan pariwisata sebagai sarana untuk memelihara
kekayaan budaya, lingkungan alam dan peninggalan sejarah, sehingga masyarakat sendiri
menikmatinya dan merasa bangga akan kekayaannya itu. Pengembangan Pariwisata harus diarahkan
sedemikian rupa, sehingga pertentangan sosial dapat dicegah seminimal mungkin, sedapat mungkin
harus menampakkan perubahanperubahan sosial yang positif. Keseimbangan antara ekonomi,
kehidupan dan alam diperlukan untuk:
a. Meningkatkan pendapatan (standar hidup)
b. Penggunaan sumberdaya yang efektif (energy saving, recycling)
c. Menjaga dan memperkaya lingkungan
d. Pengarahan amenity (leisure, comfort, contact with nature)
B. Asas/Prinsip yang terkait dengan Penyusunan Norma
Mengenai Prinsip Pengembangan Pariwisata itu sendiri diatur dalam Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan yang menyebutkan bahwa Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip:
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup
dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara
manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu
kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata;
dan
h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Harus diakui bahwa pelaksana birokrasi merupakan salah satu stakeholders pembangunan pariwisata
dan karena itu memiliki peran yang strategis untuk menentukan arah dan sasaran pembangunan
pariwisata. Peran ini semakin sentral karena dalam era otonomi daerah kewenangan di dalam
perencanaan, implementasi, dan pengelolaan pariwisata diserahkan oleh pemerintah pusat kepada
daerah. Implikasinya tentu saja sangat luas, terutama pada kesiapan birokrasi daerah dalam
mengimplementasikan kewenangan baru tersebut. Implikasi lainnya adalah bahwa keberhasilan
pembangunan kepariwisataan nasional pada akhirnya sangat bergantung pada kemampuan birokrasi
di daerah untuk mengelola sumber daya pariwisata.
Proses Pengembangan Pariwisata apa bila diperdalam ada beberapa asas ataupun aspek penting
yang terkait yaitu :
a. Aspek modal adalah seberapa besar modal yang diperlukan sehingga modal disini adalah sejumlah
dana yang didapat dikonversi dan dihitung dengan nilai berupa uang.
b. Aspek waktu dan tempat pada posisi ini dapat di lihat dari masa kini maupun masa yang akan
datang oleh karena itu perlu adanya suatu research maupun studi kelayakan yang mendalam untuk
menyelenggarakan kepariwisataan.
c. Aspek penting yang lainnya adalah aspek manfaat dari Pengembangan Pariwisata itu sendiri. Aspek
ini mengedepankan manfaat apa yang akan diperoleh dari Pengembangan Pariwisata dan hasil apa
yang akan diperoleh dari itu. Maka Pengembangan Pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan
(leading sector) dalam perekonomian Nasional maupun daerah yang senantiasa perlu dikembangkan
dan ditingkatkan. Jika ditinjau dari aspek social ekonomi dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat, perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan pemerintah, peningkatan
penerimaan devisa meningkatkan kewirausahaan Nasional dan turut mendorong pembangunan di
daerah Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang artinya bahwa
pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara
ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat (Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995).
Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan
adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil
secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya
terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan,
pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan. Hal tersebut
hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance)
yang melibatkan partisipasi aktif dan seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan
demikian, pembangunan berkelanjutan tidak saja terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu
demokrasi, hak asasi manusia dan isu lain yang lebih luas. Tak dapat dipungkiri, hingga saat ini
konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dianggap sebagai „resep‟ pembangunan terbaik,
termasuk pembangunan pariwisata.
Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang
dielaborasi berikut ini.9 Prinsip-prinsip tersebut antara lain partisipasi, keikutsertaan para pelaku
(stakeholders), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-
tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan
serta promosi. 1. Partisipasi Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan
pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber-sumber
daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi-strategi
untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam
mengimplementasikan strategi-strategi yang telah disusun sebelumnya. 2. Keikutsertaan Para
Pelaku/ Stakeholder Involvement Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi
kelompok dan institusi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah
daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan
serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata. 3. Kepemilikan Lokal Pembangunan
pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat.
Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran, dsb. seharusnya dapat dikembangkan dan
dipelihara oleh masyarakat setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan
pelatihan bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis/wirausahawan
setempat benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan
(linkages) antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam menunjang
kepemilikan lokal tersebut. 4. Penggunaan Sumber Daya yang Berkelanjutan Pembangunan
pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan berkelanjutan yang artinya kegiatan-
kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible)
secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan,
pembangunan dan pelaksanaan sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumber daya alam dan buatan dapat
dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria-kriteria dan standar-standar internasional. 5.
Mewadahi Tujuan-tujuan Masyarakat Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam
kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan
masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural tourism
partnership dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran. 6.
Daya Dukung Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya dukung
fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan
batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara
reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaian/perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas
wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi (limits of acceptable use). 7.
Monitor dan Evaluasi Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan
mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator-
indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu
yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala nasional, regional dan lokal. 8. Akuntabilitas
Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan
pekerjaan, pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-
kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam seperti tanah, air, dan
udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak
dieksploitasi secara berlebihan. 9. Pelatihan Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan
pelaksanaan program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat
dan meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik
tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topik-topik lain yang relevan. 10.
Promosi Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan
kegiatan yang memperkuat karakter lanskap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat.
Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk mewujudkan
pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi pengunjung.
C. Permasalahan Faktual yang Dihadapai Masyarakat
Adanya Pengembangan Pariwisata di Provinsi Kalimantan Tengah diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif bagi kehidupan masyarakat khususnya di Provinsi Kalimantan Tengah. Eksistensi
dunia pariwisata yang akan dikembangan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah secara
langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan simbiosis atau kecenderungan saling
mempengaruhi antar stakeholder khususnya pemerintah daerah, dunia usaha di bidang pariwisata,
dan masyarakat sekitar.
Berkembangnya pariwisata dengan sendirinya memerlukan suatu kreatifitas yang bersumber pada
kualitas manusia, yaitu barang dan jasa yang cukup berkualitas dan kompetitif. Di sini ada lima faktor
yang menentukan, yaitu akomodasi, atraksi, konsumsi, informasi, dan transportasi.10 Berdasarkan
data yang ada, telah terdapat beberapa biro perjalanan yang merupakan salah satu faktor penting
bagi penunjang perkembangan pembangunan pariwisata di Kalimantan Tengah. Data tersebut seperti
terlihat di bawah ini11
Tabel 2. Data Usaha Biro Perjalanan Wisata / Cabang Biro Perjalanan Wisata / Agen Perjalanan/
Airlines se-Kalimantan Tengah
NO
NAMA USAHA / PERUSAHAAN
ALAMAT / TELPON
JENIS BPW/CBP/ AP
PEMILIK
IZIN USAHA NOMOR / TANGGAL
KET
1
2
3
4
5
6
7
I
KABUPATEN SUKAMARA
-
-
-
-
-
-
-
II
KABUPATEN PULANG PISAU
1
PT. MULIO ANGKASA
Jl. Panunjung Tarung Pulang Pisau
Kec. Kahayan
AP
Nensi Nor Anggraeni
IZIN PERDA NO.12 TAHUN 2002, No : 02
10I Gusti Ngurah Bagus, “Dari Obyek ke Subyek : Memanfaatkan Peluang Pariwisata Sebagai Industri
Jasa Dalam Pembangunan” Dalam Ilmu-ilmu Humaniora (Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press, 1991), hlm. 410–411.
11 Diakses dari www.kalteng.go.id pada 20 Oktober 2012 pukul 18.00 wib
33 | P a g e
Hilir
Tgl. 03-01-2011
III.
KABUPATEN BARITO UTARA
1.
CV. GAWI DHARMA UTAMA
Jl. Imam Bonjol
AP
2.
PT. MAESA TOUR & TRAVEL
Jl. Merpati No. 14
AP
Semdalos Mokolinuk
3.
CV. DOA MAMA
Jl. T. Suprapati
AP
4.
ADING BAGAYA CV. AKBAR
Jl. Bangau RT. 16
AP
5.
DOA IBU TERSENYUM
Jl. A. Yani.No. 168
AP
Abdullah Mukeri
No. 503/I/KPPT
6.
ARIA TRAVEL
Jl. A. Yani No. 7B
AP
7.
ARJUNA TRAVEL
Jl. Imam Bonjol
AP
8.
MURIK MANSUH
Jl. Yetro Sinseng
AP
9.
CATUR KARYA
Jl. Sengaji Hulu No. 30
AP
10.
GAZA TRAVEL
Jl. Jendral Sudirman
AP
11.
AFNIZA (TAKSI AKDP)
Jl. Wira Praja Komplek Mekar Indah
AP
Juliansyah
No. 507/010/KPPT
12.
SATAMA MANDIRI
Jl. Jend. Sudirman
AP
13.
TULUS TRAVEL
Jl. Yetro Sinseng
AP
14.
RIZKI BERSAMA TRAVEL
Jl. A. Yani
AP
15.
BYRA TRAVEL
Jl. Nenas Mo. 117
AP
Baru diberikan ijin prinsip dari Dishubkominfo Tingkat I
16.
PUTI BORNEO TRAVEL
Jl. Langsat No. 30
AP
17.
ANISA TRAVEL
Simp. Pramuka 72
AP
18.
ALINDTA TRAVEL
Jl. Jend Sudirman No. 136A
AP
19.
BINTANG BARU TRAVEL
Jl. Imam Bonjol
AP
34 | P a g e
20.
CV. MUNIR WATI TRAVEL
Jl. Pramuka/ Depan Kompi
AP
21.
CV. TRANS SAMPOERNA PERDANA
Jl. Yetro Sinseng/ Depan BPD
AP
22.
MANDIRI TOUR
Jl. Manggis Hilir No. 92
AP
H. Hasbi
23.
AA BAGAYA
Jl. Sangaji Hilir No. 92
AP
H. Ansyauddin
24.
DHARMA UTAMA
Jl. Imam Bonjol No. 115 RT. RT. 26
AP
Lukman Candra
25.
DO‟A UMMI
Jl. T. Surapati No. 106 RT. 12A
AP
Mastini K.L.
26.
CATUR KARYA
Jl. Sengaji Hulu
AP
Maqbul Baruna Pati
27.
HARINDO
Jl. Yetro Sinseng
AP
Abdul Rahman
IV.
KOTA PALANGKA RAYA
1.
PT. Adia Pratama
Jl. A. Yani no. 11
0536-32214420-3221480-3221326 fax 0536-3221326
BPW
HM. Arifin
2.
PT. Mulio Angkasa
Jl. A. Yani no. 56
BPW
Ny. Tan Verawati
3.
PT. Bhupala Persada T&T
Jl. Tjilik Riwut Km. 1 no.17
APW
Samsul Arifin
4.
PT. Kevin Maulana
Jl. RTA. Milono Km. 1
0536-3234735-3230993
Fax 0536-3238181
BPW
Ny. Rosaidah
5.
Barama Intercity
Jl. Diponegoro No. 02
0536-3239999
BPW
6.
Dimendra Raya T & T
Jl. Tjilik Riwut km 1
0536-3242350 ; 3340441 ;
3242451
BPW
7.
PT. Kalimantan Tour Destination
Jl. Tjilik Riwut Tangkiling km. 36
BPW
Lorna Laela Maria
8.
PT. Deraya
Jl. A. Donis Samad
BPW
Siti Rahayu sumadi
9.
PT. Aska Bulan Sari
Jl. Diponegoro
APW
Sri Muliati
35 | P a g e
10.
Nusa Tiga Travel
Jl. Tjilik riwut
APW
Kornalis Tundan
11.
Mega Buana
Jl. Tjilik Riwut
APW
H. Gt. Abdul Awan
12.
PT. Soraya Salsa Bella
Jl. Tjilik riwut Blok 13
APW
Ir. Mawardi Syamsu
13.
PT. Kaswanoor Amin T&T
Jl. Tjilik riwut km. 3
APW
H. Noor Amin
14.
PT. Patas Tour & Travel
Jl. S. Parman
BPW
Jumansyah, SE
15.
PT. Salazai Indonesia Travel
Jl. Husni Thamrin
APW
M. Saluqi
16.
PT. Ina Travel
Jl. Imam Bonjol
APW
Yamsuda Syaib
17.
PT. Betang Mandiri
Jl. Dr. Murjani
APW
DAyat
18.
CV. Kumala Travel
Jl. Dr. Murjani no. 01
APW
Hamzah Iskandar
19.
CV. Blue Betang Travel Adventure
Jl. Beliang
EO
Berdodi Martin
30-April-12
20.
Maesa Travel
Jl. Tjilik Riwut
BPW
21.
Kapal Wisata Susur Sungai
“Lasang Teras Garu”
Pelabuhan Gubernur
Tugu Soekarno
APW
Pariwisata Provinsi
22.
Yayasan Al-Qonita
Jl. Ranying Suling
APW
Hj. Ubudiyan
31-Oktober-10
23.
PT. Leryndah
Hiu Putih Raya
APW
Sulihatun
11-Juni-10
24.
Mulio Prakarsa Bhakti
Jl.G.Obos No.21
(0536-3221477 / 3236615)
CBPW
25.
CV. Rikgan Jaya Travel
Jl.Tjilik Riwut Km. 2
(0536-3214341)
-
26.
CV.Findi Jaya
Jl.Tekukur No.2
BPW
27.
Garuda Indonesia
PALMA (0536-0536-3241350 / 3371444)
Maskapai Penerbangan
36 | P a g e
28.
Sriwijaya Air
Jl. Imam Bonjol No.19 Ruko Kav.No.02
(0536-3238124)
Maskapai Penerbangan
29.
Batavia Air
Jl. Diponegoro
(0536-3238882)
Maskapai Penerbangan
30.
Lion Air
Bandara Tjilik Riwut
Maskapai Penerbangan
31.
PT. Aviastar Mandiri
Jl. Adonis Samad
(0536-3223602)
Maskapai Penerbangan
V
KABUPATEN MURUNG RAYA
1
Maesa Tour & Travel
Jl. A.Yani, Puruk Cahu
BPW
Ferry Kalangi
PW.003/KU/BPW/KWL-KS/5-2000
2
Mulio Angkasa Tour
Jl.A.Yani, Puruk Cahu
CBP
Likon
-
3
Ijejela Tour & Travel
Jl.A.Yani, Puruk Cahu
CBP
-
-
VI
KABUPATEN SERUYAN
1
CV. Sempurna Travel
Jl. Samudin
BPW
Mulhadi
2
PT. Perdana Travel
Jl. Ais Nasution
BWP
Khang Wondo
3
CV. Bintang Baru Travel
Jl.Brigjend Katamso
BPW
Anto
4
CV. Mentari Travel
Jl.MT.Haryono
BPW
Dehen Ihil
5
CV. Ari Angkasa Prima
Jl. Ais Nasution
BPW
Ary Nugraheni
VII
KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
1
PT. Redestin Elok Wisata
Jl.Tjilik Riwut II Gang Mawar RT.19, Kel.Madurejo
APW
Leksono Santoso
556.3/Budpar-V/VI/2010
30 Juni 2010
2
PT.Yessoe Travel
Jl. Kawitan I, RT.17 Kel.Sidorejo
BPW
Subahagio
556.3/Budpar-V/III/2010
12 Maret 2010
3
PT.Nusantara Jaya Expres
Jl.Gerilya RT.05, Kel.Kumai Hulu
APW
Mardiana
556.3/Budpar-V/III/2010
22 Maret 2010
4
PO. Candi Agung
Jl.H.Udan Said, Kel.Baru
BPW
H.Jumri
556.3/Budpar-V/III/2010
5 Maret 2010
5
CV.Garuda Indowisata Borneo
Jl.H.M.Idris No.476, Kel.Kumai Hulu
BPW
M.Yasis, ST
556.3/Budpar-V/VIII/2010
8 Agustus 2010
37 | P a g e
6
Logos Travel
Jl.Tjilik Riwut RT.16 Kel.Sidorejo
BPW
Hanny Halim
556.3/Budpar-V/V/2010
5 Mei 2010
7
PT. Bayu Angkasa Travel
Jl.Hasanudin RT.2, Kel.Sidorejo
BPW
Dani Eko Fahrudin
556.3/Budpar-V/V/2010
19 Mei 2010
8
Borneo Orang Utan Eco & Travel
Jl.HM.Idris RT.6, Kel.Kumai Hulu
BPW
Herman H.R
556.3/Budpar-V/VII/2010
18 Juli 2010
9
PT. Ath Taibah Nusantara
Jl.Iskandar No.18 RT.9, Kel.Madurejo
BPW
Ikrar Abdul Jalil
556.3/Budpar-V/VI/2010
16 Juni 2010
10
PT. Maestro Tour Travel
Jl.Hasanudin RT2, Kel Sidorejo
BPW
Syarkawi M
556.3/Budpar-V/VII/2010
15 Juli 2010
11
CV. Eka Surya
Jl. Bendahara Kumai Hulu
BPW
Suriansyah
556.3/Budpar-V/IX/2010
27 September 2010
12
PT. Borneo Wisata Permai
Jl.H.M.Rafi‟I Beringin Rindang
BPW
Hari Eko Purwanto
556.3/Budpar-V/XI/2010
7 November 2010
13
PT. Putri Rimba Marumba
BTN Akasia Permai No.58
BPW
Nanang HidAyat
556.3/Budpar-V/XII/2010
5 Desember 2010
14
PT. Rimba Arut Sari
Jl. Domba No.01 Rt.10
BPW
Mardiana Candra Tan
556.3/Budpar-V/VIII/2010
1 Agustus 2010
15
PT. Salsabila Alsarelia
Jl.Jend.Sudirman B.Permai Rt..15
APW
Hj.Retna Setiyawati
556.3/Budpar-V/X/2010
4 Oktober 2010
16
PT. Borneo Lestari Tours & Travel
Jl.P.Panjang BTN Cemara Hijau Rt.10 Ds.Pasir Panjang
BPW
Pelatama Danson
556.3/Budpar-V/III/2010
12 Maret 2010
17
Kalpataru Adventure
Jl.Kawitan II.No.64A, P.Bun
APW
Thomas Sari Wuwur
556.3/Budpar-V/III/2010
12 Maret 2010
18
CV. Wana Prasta
Malijo RT.22, Kel.Madurejo
BPW
Drh.I Gede Nyoman Bayu W
556.3/Budpar-V/VII/2010
18 Juli 2010
VIII
KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR
1
CV. Famiely Sampit
Jl. Gatot Subroto No. 52 Sampit
AP
H. Ismail Rachmad
556/168/DISBUDPAR/2007
Surat Rekomendasi
2
PT. Borneo Angkasa Starindo
Jl. M.T. Haryono Kawasan Plasa No. 1A dan 1B Sampit
AP
Abdul Basid
017/229/DISBUDPAR/2007
Surat Rekomendasi
3
PT. Borneo Osaen Travel
Jl. H.M. Arsyad No.84 RT.15 RW. VI Sampit
AP
Sri Sumiani
017/178/DISBUDPAR/2007
Surat Rekomendasi
38 | P a g e
4
CV. Anugrah Nusantara
Jl. Usman Harun Sampit
AP
Nurhadi Irawan
556/18/DISBUDPAR/ 2008
Surat Rekomendasi
5
PT. Arronuna
Internasional
Jl. M.T. Haryono No.61 Sampit
AP
H. Abdul Kholiq,Lc, MBA
017/243/DISBUDPAR/2007
Surat Rekomendasi
6
PT. Angkasa Perdana
Permai
Jl. Pembina III.No.40 E
AP
Mursid
556/459/DISBUDPAR/2007
Surat Rekomendasi
7
PT. Rozi Putra Mandiri
Jl. M.T. Haryono No. 44 Sampit
AP
Farah Dina
017/22/DISBUDPAR/
2007
Surat Rekomendasi
8
PT. Kalstar Nusantara
Jl. Akhmad Yani No. 28 Sampit
AP
Andy
Masyur
017/55/DISBUDPAR/ 2007
Surat Rekomendasi
9
CV. Sumertha Sari Cabang Sampit
Jl.M.T. Haryono No. 88 RT. 18 Sampit
AP
Ramzi Rahman
017/97/DISNAKER
PAR/2006
Surat Rekomendasi
10
CV. Sega Pratama Cargo And Travel
Jl. S. Parman No. 21 Sampit
AP
Rudiansyah
017/728/DISNAKER
PAR/2007
Surat Rekomendasi
11
PT. Kaswa Nur Amin
Jl. Usman Harun Pelabuhan Sampit
AP
H. GST. Abdul Awan Noor
017/163/DISNAKER
PAR/2007
Surat Rekomendasi
12
PT. Java Express Tour and Travel
Jl. Akhmad Yani Sampit
AP
Hendrik
017/77/DISNAKER
PAR/2004
Surat Rekomendasi
13
PT. Nandya Utama Raya
Jl. Pembangunan Kereng Pangi. Kec. Kat Hiilir
AP
H. Ahmad Zainal Akli. BSc
017/59/DISNAKER
PAR/2001
Surat Rekomendasi
14
PT. Kalimantan Harapan Safira
Jl. USMAN HARUN No. 5 A , Telp. 62-53130400
AP
H. Suwarno
017/1099/DIPARDA/
2000
Surat Rekomendasi
15
PT. Mentaya Jaya Leisure Sampit
KOMPL. PRIMKOPAD KODIM-1015 SAMPIT
AP
Syafullah Adnawi
017/673/DIPARDA/
1998
Surat Rekomendasi
16
PT. Bumi Nusantara Jaya Express
Jl. MT. HARYONO, KOMPL. PASAR SENTRAL. NO. 113, Telp. 23448
AP
Masdjidi
001/BPW-BNJE/XII/98
Surat Rekomendasi
39 | P a g e
17
PT. Mulia Insani Sampit
Jl. Ir. H. DJUANDA No. 12 Sampit
AP
H. Suwarno
017/648/DIPARDA
Surat Rekomendasi
IX.
KABUPATEN KATINGAN
1.
CV. Samba Putra
Jl. Katunen
BPW
Drs. Bidong T.Asan
-
-
2.
Bahagia Tour & Travel
Tumbang Samba
AP
-
-
-
X.
KABUPATEN LAMANDAU
-
-
-
-
-
-
-
XI.
KABUPATEN GUNUNG MAS
-
-
-
-
-
-
-
XII.
KABUPATEN BARITO SELATAN
-
-
-
-
-
-
-
XIV.
KABUPATEN BARITO TIMUR
-
-
-
-
-
-
-
Dari data tersebut terlihat masih terdapat beberapa sarana penunjang pariwisata Kalinatan Tengah
khusunya dalam hal pelayanan biro perjalanan dan transportasi yang belum dikembangkan dan
dibenahi baik secara legaliltas maupun keberadaan armada. Hal tersebut merupakan salah satu
tantangan bagi pemerintah pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk bersama-sama
memenuhi kekurangan tersebut.
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Norma Baru dalam Peraturan Daerah tentang Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah bagi Masyarakat, Lingkungan, dan Pendapatan Daerah.
Perkembangan di bidang kepariwisataan tentu akan memiliki kontribusi dalam hal peningkatan
kualitas pelayanan serta pengalaman berwisata baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Pariwisata selain dipandang dapat meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan daerah juga
memiliki kontribusi yang lebih luas dan mendasar. Oleh karena itu maka daerah diharapkan mampu
mengembangkan potensi pariwisatanya sesuai dengan keadaan sosial, budaya, dan politik
masyarakat sekitar.
Setiap daerah diharapkan mampu mendukung pembangunan kepariwisataan nasional selaras
dengan perencanaan dan upaya-upaya peningkatan kompetensi SDM yang berkualitas internasional
bahkan harus diupayakan berstandard global.
40 | P a g e
Berdasarkan hal di atas, Pemerintah Provinsi Tengah bersama dengan Pemerintah Kabupaten/ Kota
di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah perlu melakukan pendataan kontribusi ekonomi dari semua
potensi wisata khususnya dalam obyek wisata alam dan sejarah. Sebagaimana data yang ada dari
BPS Kalimantan Tengah didapatkan PDRB Daerah Kalimantan Tengah masih didominasi oleh sektor-
sektor yang mendukung perkembangan pariwisata, hal tersebut dapat terlihat dalam tabel di bawah
ini.12
Tabel 3. Pendapatan Domestik Bruto Daerah (Harga Konstan)
SEKTOR TAHUN 2011 2010 2009 2008 2007 RUPIAH (JUTA) % RUPIAH (JUTA) % RUPIAH (JUTA)
% RUPIAH (JUTA) % RUPIAH (JUTA)
PERTANIAN 6.001.525 29,90 5.812.036 30,91 5.700.233 32,31 5.652.910 33,80 5.585.150
PERTAMBANGAN 2.118.946 10,56 1.818.535 9,67 1.587.197 9,00 1.436.219 8,59 1.357.220
INDUSTRI PENGOLAHAN 1.502.948 7,49 1.481.360 7,88 1.380.586 7,83 1.323.872 7,92 1.286.706
LISTRIK DAN AIR BERSIH 91.353 0,46 83.722 0,45 78.824 0,45 74.999 0,45 73.419
BANGUNAN 1.149.397 5,73 1.053.850 5,60 983.257 5,57 885.714 5,30 787.351
PERDAGANGAN, HOTEL, RESTORAN 3.718.925 18,53 3.483.041 18,52 3.249.035 18,42 2.949.448
17,63 2.705.752
ANGKUTAN/KOMUNIKASI 1.586.012 7,90 1.537.225 8,18 1.419.319 8,05 1.417.009 8,47 1.227.156
BANK/KEU/PERUM 1.282.836 6,39 1.137.101 6,05 970.832 5,50 843.080 5,04 776.803
JASA 2.618.786 13,05 2.396.805 12,75 2.272.887 12,88 2.142.263 12,81 1.954.952
TOTAL 20.070.728 100 18.803.676 100 17.642.170 100 16.725.514 100 15.754.509
LAJU PERTUMBUHAN 7 7 5 6
12 Diakses dari kalteng.bps.go.id pada 19 Oktober 2012 pukul 19.00 wib
41 | P a g e
Dari data di atas terlihat bahwa sektor yang berperan besar dalam pariwisata sangat berpotensi dalam
rangka peningkatan pendapatan daerah, yaitu sektor perdagangan, hotel, restoran dengan
pendapatan pada tahun 2011 sebesar 18, 53 %, sektor jasa sebesar 13, 05 %, dan sektor
angkutan/komunikasi sebesar 7,9 %. Sehingga timbl keyakinan bahwa dengan adanya
peengembangan pariwisata di Kalimantan Tengah, akan mampu meningkatkan lebih besar lagi
pendapat ketiga sektor tersebut.
42 | P a g e
BAB III
MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
DAN KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Berdasarakan Pasal 1 Ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa
Negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga segala perbuatan yang dilakukan oleh penguasa
seharusnya didasarkan pada aturan hukum. Adanya landasan hukum disamping sebagai pembatasan
kekuasaan pemerintah juga merupakan sarana perlindungan hukum bagi rakyat. Sebab dengan
adanya dasar hukum, penguasa dapat mengetahui secara jelas hak dan kewajibannya sehingga kecil
kemungkinan terjadinya perbuatan melanggar hukum oleh penguasa. Apabila dilihat dari sisi
masyarakat maka dengan adanya landasan hukum yang memungkinkan masyarakat untuk untuk ikut
berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan, disamping itu dengan adanya landasan hukum yang
jelas pula masyarakat akan lebing memahami hak dan kewajibannya sehingg kecil kemungkinan
masyarakat dijadikan obyek kekuasaan oleh penguasa.
Berdasarkan Pasal 18 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa
pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dari ketentuan tersebut maka daerah
memiliki hak untuk mengurus dan mengatur sendiri uruan pemerintahannya di luar urusan yang
menjadi urusan pemerintah pusat, salah satunya adalah dalam sektor pariwisata. Urusan yang
termasuk untuk menyelenggarakan otonomi dan tugas pembantuan wajib dituangkan di dalam
Peraturan Daerah sebagai wewenang atribusi Daerah sebagaimana diatur di dalam Pasal 18 Ayat (6)
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sekaligus wajib dicantumkan
pada urutan pertama Dasar Hukum dalam setiap Peraturan Daerah.
2. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada
Daerah, sehingga ada peluang dan kebebasan bagi Daerah untuk lebih leluasa mengatur dan
melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri, sesuai dengan kepentingan masyarakat
setempat dan potensi setiap Daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah dilaksanakan secara luas,
utuh dan bulat
43 | P a g e
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua
aspek pemerintahan.
Pembagian kewenangan ini pada hakikatnya merupakan pembagian tugas, kewajiban, dan tanggung
jawab. Hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah juga merupakan hubungan dan
pembagian tugas dari Negara kepada penyelenggara negara pada tingkat Pusat secara nasional dan
Daerah secara regional dan lokal untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat,
pemerataan dan keadilan, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah.Pasal 2 Ayat
(4), Ayat (5), Ayat (6), dan Ayat (7) menyebutkan:
“(4) Bahwa pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan
dengan Pemerintah dan pemerintah daerah lainnya.
(5) hubungan sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) meliputi hubungan wewenang, keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya alam, dan sumberdaya lainnya.
(6) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya lainnya
dilaksanakan secara adil dan selaras.
(7) Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya
lainnya menimbulkan hubungan administratif dan kewilayahan antar susunan pemerintahan.”
Pasal 13 Ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah jo. Pasal 7 Ayat (4) PP No. 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang pada pokoknya menyatakan bahwa urusan
pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan dan urusan pilihan daerah provinsi diantaranya dalam
bidang pariwisata.
3. UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
Peraturan-peraturan daerah dalam bidang kepariwisataan pasca diundangkannya UU No 10 Tahun
2009 akan lebih berkembang dan tidak sebatas pengaturan pemberian izin dan penetapan retribusi.
Berbeda dengan masa rezim UU No 9 tahun 1990, Peraturan daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
akan lebih terarah karena dalam UU No 10 tahun 2009 sudah tetapkan apa yang menjadi
44 | P a g e
kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dari ketentuan UU No.10 Tahun 2009 kewenangan
Pemerintah Propinsi adalah sebagai berikut:
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi;
b. mengoordinasikan Pengembangan Pariwisata diwilayah- nya;
c. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata;
d. menetapkan destinasi pariwisata provinsi;
e. menetapkan daya tarik wisata provinsi;
f. memfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;
g. memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik wisata provinsi; dan
h. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Apabila disimpulkan dengan perkembangan perspektif birokrasi pemerintahan, akan terlihat relasi dan
korelasi dari peranan pemerintah di dalam menyediakan fasilitas-fasilitas, sarana dan prasarana
pariwisata bagi komplementaritas antara kebutuhan pengadaan infrastruktur pariwisata dengan
obyeknya. Dengan demikian pembentukan Peraturan Daerah Provinsi tentang Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah merupakan amanat dan pelaksanaan kewenangan Pemerintah
Daerah Provinsi sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2009.
4. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Berkaitan dengan hierarki paraturan-perundangan-undangan di Indonesia, maka kita dapat merujuk
pada ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang menyatakan bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Sedangkan dalam Pasal 8 Ayat (1) UU 12 tahun 2011 menyatakan
45 | P a g e
“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (1)
mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat
yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.”
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 136 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa ” Perda sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.” Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dari Peraturan Daerah tentang
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah adalah:
1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. UUDNRI 1945
memberikan kekuasaan yang sangat luas bagi pemerintah daerah untuk menetapkan peraturan
daerah. Adapun Pasal tersebut berbunyi ,”pemerintahan daerah berhak menetapkan Peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas perbantuan”.
2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pasal 25 huruf c, Pasal 42
Ayat (1) huruf a, dan Pasal 136 Ayat (1) yang masing-masing juga menyatakan hal serupa.
a. Pasal 25 huruf c berbunyi : “Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang menetapkan
Peraturan Daerah yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD”;
b. Pasal 42 Ayat (1) huruf a berbunyi : “DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk Perda
yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama”.
c. Pasal 136 berbunyi:
(1) Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.
(2) Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan
tugas pembantuan.
(3) Perda sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
46 | P a g e
(4) Perda sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(5) Perda sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), berlaku setelah diundangkan dalam lembaran
daerah.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, pembentukan peraturan daerah mengenai Pengembangan
Pariwisata tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan dan Peraturan-
Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan Pengembangan Pariwisata.
5. PP No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Paradigma kepariwisataan dalam konteks kekinaian bukan lagi masalah regional semata, akan tetapi
termasuk juga berkaitan dengan maslaah nasional dan bahkan global. Oleh karena itu, sektor
kepariwisataan diharapkan mampu bersaing secara global akan tetapi dalam rangka mewujudkan hal
tersebut diperlukan koordinasi anatara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, baik daerah
provinsi maupun kabupaten/kota.
PP No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
(RIPPARNAS) merupakan pedoman bagi penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Daerah Provinsi Kalimantan Tengah sebagaimana akan dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi
Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah. Hal tersebut sesuai
dengan ketentuan Pasal 4 PP No. 50 Tahun 2011 yang mengatur:
(1) RIPPARNAS menjadi pedoman bagi pembangunan kepariwisataan nasional.
(2) RIPPARNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman penyusunan Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Provinsi.
(3) RIPPARNAS dan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi pedoman penyusunan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Kabupaten/Kota.
Selanjutnya Rencana Induk Penmbangunan Kepariwisataan Provinsi yang dituangkan dalam
Peraturan Daerah Provinsi tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Provinsi akan
menjadi pedoman bagi penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan di Kabupaten/
Kota.
47 | P a g e
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS
DAN LANDASAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menganut sistem demokrasi yaitu demokrasi
Pancasila, sebagaimana dikemukakan oleh M. Budiardjo bahwa istilah demokrasi menurut asal
katanya berarti ”rakyat berkuasa” atau goverment or rule by the people (1974, hal.3). Pemerintah
merupakan nama subyek yang berdiri sendiri, sebagai subyek pemerintah melakukan tugas dan
kegiatannya. Bertitik tolak dari pengertian tersebut maka pemerintah daerah adalah pemegang
kemudi dalam pemerintahan di daerah (Misdayanti dan R.G. Kartasapoetra, 1993, hal.17).
Desentralisasi yang telah melahirkan daerah otonom memberikan kewenangan kepada pemerintah
daerah untuk membentuk peraturan daerah dalam rangka mengatur urusan rumah tangganya sendiri.
Peraturan daerah sebagai suatu kebijakan publik dapat diterima oleh masyarakat secara luas apabila
memenuhi unsur filosofis, sosiologis dan yuridis yang baik. Landsan filosofis pembentukan peraturan
perundang-undangan dan atau Peraturan Daerah di Indonesia saat ini merujuk pada rechts idee yang
tercantum dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan alinea 1,2,3,4),
alinea 4.
Poin penting landasan filosofis adalah jika landasan peraturan yang digunakan memiliki nilai bijaksana
yakni memiliki nilai benar (logis), baik dan adil. Menemukan filosofis berarti melakukan pengkajian
secara mendalam untuk mencari dan menemukan hakekat sesuatu yang sesuai dan menggunakan
dengan nalar sehat. Menurut sistem demokrasi modern, kebijakan bukanlah berupa cetusan pikiran
atau pendapat dari pejabat negara atau pemerintahan yang mewakili rakyat akan tetapi juga opini
publik (suara rakyat) yang memiliki porsi sama besarnya untuk mencerminkan dan diwujudkan ke
dalam kebijakan-kebijakan publik.
Suatu kebijakan publik harus berorientasi terhadap kepentingan publik (public interest), sebagaimana
menurut M. Osting yang dikutip oleh Bambang Sunggono, dalam suatu negara demokrasi, negara
dapat dipandang sebagai agen atau penyalur gagasan sosial mengenai keadilan
48 | P a g e
kepada warganya dan mengungkapkan hasil gagasan sosial tersebut dalam undang-undang atau
peraturan-peraturan, sehingga masyarakat mendapatkan ikut berproses ikut ambil bagian untuk
mewarnai dan memberi sumbangan dengan leluasa (1994, hal 11-12).
Dasar filosifis yang pertama dari Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tentang
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Provinsi Kalimantan Tengah ini adalah pada
pandangan hidup Bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam butir-butir Pancasila dan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Nilai-nilai Pancasila ini
dijabarkan dalam hukum yang dapat menunjukan nila-nilai keadilan, ketertiban dan kesejahteraan.
Rumusan Pancasila ini yang merupakan dasar hidup Negara Indonesia dituangkan dalam pembukaan
UUD Republik Indonesia. Ditekankan dalam dasar Negara Indonesia, bahwa Indonesia adalah
Negara hukum (rechtstaat) bukan berdasarkan kekuasaan (machtstaat).
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan
teretinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika Negara itu menganut paham
kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah
paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal ini yang
disebut oleh para ahli sebagai constituent power13 yang merupakan kewenangan yang berada di luar
dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi,
rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ pemerintahan yang diatur
dan dibentuk berdasarkan konstitusi.14 Pengertian constituent power berkaitan pula dengan
pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau
bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena kostitusi itu sendiri merupakan sumber
legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundangan-
undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, agar peraturan-peraturan
yang tingkatnya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-
peraturan itu tidak oleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionallisme. Untuk tujuan to keep a government in
order itu diperlukan pengaturan yang sedemikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses
13 Op.cit.,hal 15, Brian Thompson
14 J. Bryce, Studies in History and Jurisprudence, vol 1, (Oxford : Clarendon Pres, 1901),hal 151.
49 | P a g e
pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur dan
membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons
perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.
Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya dipahami
bersandarkan pada tiga elemen kesepakatan (consensus), yaitu :
1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general
acceptance of the same philosophy of government)
2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan Negara
(the basis of government);
3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form of
institutions and procedures).
Di Indonesia, dasar-dasar filosofi yang dimaksud itulah yang biasa disebut sebagai Pancasila yang
berarti lima sila atau lima prinsip dasar untuk mencapai atau mewujudkan empat tujuan bernegara.
Pancasila adalah filosofische grondslag dan common platforms, Pancasila adalah dasar Negara
sehingga kedudukan Pancasila dalam tata hukum nasional.
B. Landasan Sosiologis
Pengertian lain mengenai sosiologi pariwisata adalah kajian tentang kepariwisataan dengan
menggunakan perspektif sosiologi, yaitu penerapan prinsip, konsep, hukum, paradigma, dan metode
sosiologis di dalam mengkaji masyarakat dan fenomena pariwisata, untuk selanjutnya berusaha
mengembangkan abstraksi-abstraksi yang mengarah pada pengembangan-pengembangan teori.15
Pendekatan sosiologis di dalam mempelajari pariwisata dapat dilakukan dengan menggunakan teori
atau perspektif sosiologi. Perspektif atau teori sosiologi yang digunakan dalam menganalisis
penelitian ini berdasar pada teori fungsional-struktural. Teori fungsional-struktural merupakan teori
sosiologi yang berdasar pada unsur-unsur sosiologi dan budaya yang saling berhubungan secara
fungsional dan menekankan gejala sosial budaya pada struktur yang mncakup perangkat atau aturan-
aturan. Teori fungsional-struktural mengamati bentuk struktur dan fungsi dalam suatu masyarakat
15 Ibid.,
50 | P a g e
sehingga dapat melihat bagaimana suatu masyarakat itu berubah atau mapan melalui setiap unsurnya
yang saling berkaitan, dan dinamik untuk memenuhi kebutuhan individu.
Teori fungsional-struktural melakukan analisis dengan melihat masyarakat sebagai suatu sistem dari
interaksi antar manusia dan berbagai institusinya, dan segala sesuatunya disepakati secara
konsensus, termasuk dalam hal nilai dan norma. Teori fungsional-struktural menekankan pada
harmoni, konsistensi, dan keseimbangan dalam masyarakat. Menurut Nash, teori fungsional-struktural
ini dapat digunakan untuk menganalisis pariwisata. Hal ini terjadi dengan melihat pariwisata sebagai
suatu sistem sosial yang berperan dalam masyarakat modern. Pendekatan sosiologis digunakan
untuk mengetahui kondisi masyarakat dan memahami kelompok sosial khususnya berbagai macam
gejala kehidupan masyarakat.16 Pariwisata adalah fenomena kemasyarakatan yang menyangkut
manusia, masyarakat, kelompok, organisasi, kebudayaan, dan sebagainya yang merupakan obyek
kajian sosiologi.
Hubungan periwisata dengan aspek ekonomis, pariwisata dapat dikatakan sebagai industri pariwisata,
jika di dalam industri tertentu ada suatu produk tertentu, di dalam industri pariwisata yang disebut
produk tertentu tersebut adalah kepariwisataan itu sendiri. Seperti halnya di suatu industri ada
konsumen, ada permintaan, ada penawaran, dimana produsen mempunyai tugas untuk menghasilkan
suatu produk agar dapat memenuhi permintaan. Pada industri pariwisata konsumen yang dimaksud
adalah wisatawan. Wisatawan mempunyai kebutuhan dan permintaan-permintaan yang harus
dipenuhi dan pemenuhan kebutuhan tersebut dengan sarana uang.17 Pariwisata merupakan alat
untuk mencapai tujuan dalam ekonomi. Secara mikro dijelaskan perkembangan pariwisata
meningkatkan pendapatan daerah setempat. Munculnya komunitas pedagang di sekitar lokasi untuk
menambah pendapatan dan meningkatkan jumlah pengunjung, karena merupakan salah satu fasilitas
yang tersedia dan mudah dijangkau.
C. Landasan Yuridis
Dalam Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945 menetapkan Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang
berbentuk Republik, menganut azas desentralisasi dalam menyelenggarakan otonomi daerah.
Selanjutnya dalam Pasal 18 UUD 1945 dinyatakan dengan jelas bahwa :
16 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1990), hlm. 395.
17 Ace Partadiredja, Pengantar Ekowisata (Yogyakarta: BPFE, 1985), hlm. 22-23.
51 | P a g e
“pembangunan daerah di Indonesia atas dasar besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahan
ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan
dalam system pemerintahan Negara dan hak-hak asal usul daerah yang bersifat istimewa”.18
Menurut Undang-undang No.32 tahun 2004 Pasal 1 Ayat 2 adalah:
“pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945”.19
Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, kepada daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara
umum perangkat daerah terdiri atas unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi,
diwadahi dalam lembaga sekretariat, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan
kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah, serta unsur
pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah.
Dinas daerah adalah unsur pelaksana pemerintah daerah. Daerah dapat berarti provinsi, kabupaten,
atau kota. Dinas daerah menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup
tugasnya, pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum, serta pembinaan pelaksanaan
tugas sesuai dengan lingkup tugasnya.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 pada Bab IV tentang
Penyelenggaraan Pemerintah, Bagian Kesembilan tentang Perangkat Daerah Pasal 124 Ayat (1),
Ayat (2), dan Ayat (3) disebutkan bahwa:
1. Dinas daerah merupakan unsur pelaksanaan otonomi daerah.
2. Dinas daerah dipimpin oleh kepala daerah yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah
dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul sekretaris daerah.
3. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
Dalam hal pengelolaan maupun penyelenggaraan pariwisata maka Pemerintah Daerah merujuk pada
UU No 10 Tahun 2009 yang menegaskan, bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengatur
dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ini
berarti, pemerintah dan pemerintah daerah tidak dapat mengatur dan mengelola urusan
18 Undang-Undang Dasar 1945
19 Undang-Undang No.32 Tahuh 2004 Tentang “Pemerintah Daerah” bab 1 Pasal 1
52 | P a g e
kepariwisataan sepanjang tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Di sisi
pengaturan dan pengelolaan urusan kepariwisataan diluar atau tidak sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan adalah tindakan yang melanggar hukum.
Apabila dalam UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dimana pariwisata merupakan
berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah, maka konsepsi ini tentu lebih luas
daripada konsepsi pariwisata yang selama ini dipahami sebagai segala sesuatu yang berhubungan
dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha–usaha yang terkait
dibidang tersebut. Dalam konsepsi pariwisata yang baru dunia kepariwisataan melibatkan secara aktif
masyarakat, pengusaha dan pemerintah (pusat/daerah) dengan tugas, peran, hak dan kewajiban
masing-masing.
Dengan demikian, Peraturan Daerah tentang pengembangan kepariwisataan di daerah tidak lagi
berorientasi pada pemikiran bagaimana memberikan pelayanan kepada dunia usaha (pengusaha)
dengan pemberian perizinan dan administratif dari kegiatan pariwisata yang dilakukan pengusaha
wisata. Pemerintah dan Pemeritah Daerah memiliki peran dan tugas yang cukup besar dalam
pembangunan kepariwisataan. Artinya, dunia pariwisata tidak lagi sepenuhnya diserahkan kepada
pelaku usaha pariwisata, tetapi harus dikelola dan dikembangkan berdasarkan Rencana Induk
Pengembangan Kepariwisataan yang disusun dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders).
Peraturan-peraturan daerah dalam bidang kepariwisataan pasca diundangkannya UU No 10 Tahun
2009 akan lebih berkembang dan tidak sebatas pengaturan pemberian izin dan penetapan retribusi.
Berbeda dengan masa rezim UU No 9 tahun 1990, maka dalam UU No. 10 Tahun 2009 peranan
Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota dalam pembangunan kepariwisataa akan lebih
terarah karena dalam UU No 10 tahun 2009 sudah ditetapkan apa yang menjadi kewenangan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dari ketentuan UU No.10 Tahun 2009 kewenangan Pemerintah
Propinsi adalah sebagai berikut:
1. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi;
2. mengoordinasikan Pengembangan Pariwisata diwilayahnya;
3. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata;
4. menetapkan destinasi pariwisata provinsi;
53 | P a g e
5. menetapkan daya tarik wisata provinsi;
6. memfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;
7. memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik wisata provinsi; dan
8. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Sedangkan kewenangan Pemerintah kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
1. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
2. menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota;
3. menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota;
4. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata;
5. mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisata an di wilayahnya;
6. memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di
wilayahnya;
7. memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru;
8. menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisata- an dalam lingkup kabupaten/kota;
9. memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang berada di wilayahnya;
10. menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata; dan
11. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Dengan adanya kewenangan yang jelas sebagaimana sudah ditetapkan dalam undang-undang, maka
tentu pemerintah daerah membentuk peraturan-peraturan daerah untuk meingimplentasi
kewenangan yang sudah diberikan undang-undang. Adanya kewenangan yang jelas tentu
seharusnya tidak ada lagi tumpang tindih pengaturan dan pengelolaan kepariwisataan sebagaimana
yang terjadi selama ini. Pada sisi lain, pembuatan peraturan daerah dalam mengurus dan mengelola
kepariwisataan yang sistematis akan memberikan kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi
setiap pemangku kepentingan pembangunan kepariwistaan.
Dengan arah dan tujuan Pengembangan Pariwisata berdasarkan UU No 10 Tahun 2009,
Pengembangan Pariwisata bukan lagi memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan
meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata, melainkan diarahkan dan ditujukan untuk:
1. meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
2. menghapus kemiskinan, dan
3. mengatasi pengangguran.
54 | P a g e
Adapun tujuan lainnya adalah upaya untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;
memajukan kebudayaan; mengangkat citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air; memperkukuh jati
diri dan kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan antar bangsa.
Jika demikian, penyelenggaraan dan pengeloaan usaha pariwisata mau tidak mau harus diurus dan
dikelola secara profesional. Hal ini tentu saja memerlukan peraturan-peraturan daerah yang memuat
dan mengatur pengurusan dan pengelolaan kepariwistaan yang mengarah atau memuat usaha
kepariwisataan yang bermutu dan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan disamping sertifikasi.
Artinya, peraturan-peraturan daerah mengenai kepariwisataan tidak dapat lagi sekedar mengejar
restribusi atau pengendalian, melain berupa peraturan daerah yang memberikan perspektif bagi
pengembangan dunia usaha pariwisata yang diposisikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
atau menghapus kemiskinan.
Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan, maka konsep dan pemikiran pembangunan dan
pengembangan kepariwisataan, sudah seharusnya dilakukan suatu perumusan mengenai
pengembangan kepariwisataan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi tentang Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata yang dibuat berdasarkan UU No 10 Tahun 2009. Apalagi dengan
adanya kewajiban dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengembangkan dan melindungi usaha
mikro, kecil,menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara: membuat
kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi;
memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha skala besar; serta
mengembangkan Ekonomi Kreatif yang berkaitan dengan pariwisata. Demikian pula terdapat amanat
undang-undang terhadap Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang
diperoleh dari Pengembangan Pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya.
55 | P a g e
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN
RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
A. Sasaran yang akan Diwujudkan
Sasaran yang akan diwujudkan dari Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah adalah adanya suatu sistem pengaturan yang terintegrasi
atas obyek wisata yang dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Tengah. Pengembangan Pariwisata terlebih
dahulu dilakukan dengan menjamin kepastian hukum atas obyek yang dimiliki dengan memverifikasi,
mengolongkan dan menyimpan arsip-arsip legalitas atas obyek. Selain itu bertujuan agar
Pengembangan Pariwisata didorong untuk mampu meningkatkan pendapatan asli daerah yang
berujung pada kesejahteraan masyarakat Provinsi Kalimantan Tengah dengan jalan optimalisasi
pengelolaan potensi wisata yang ada. Dengan demikian, pengaturan Pengembangan Pariwisata perlu
diatur dalam bentuk Peraturan Daerah yang tersendiri dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum
yang kuat sehingga kegiatan Pengembangan Pariwisata dapat dilakukan secara tersistem dengan
baik sehingga optimalisasi atas pembangunan pariwisata dapat memberikan dampak positif terhadap
peningkatan pendapat asli daerah dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu maka legalitasnya
perlu didasari dengan suatu Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah.
B. Arah dan Jangkauan Pengaturan
Arah dan jangkauan pengaturan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah adalah untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan
memperoleh manfaat dari potensi wisata di Provinsi Kalimantan Tengah yang sekaligus memberikan
kepastian hukum atas obyek tersebut. Maka sangatlah penting untuk membentuk sebuah produk
hukum yang berupa Peraturan Daerah sebagai landasan hukum yang sekaligus memberikan suatu
aturan yang komprehensif terhadap Pengembangan Pariwisata Daerah. Dengan demikian Peraturan
Daerah ini lebih mengedepankan pengaturan Pengembangan Pariwisata dengan harapan akan
memberikan nilai tambah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
56 | P a g e
C. Ruang Lingkup Materi Muatan
1. Ketentuan Umum.
Dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah terdapat
beberapa definisi yang perlu didefinsikan lebih lanjut untuk menentukan batasan-batasan penerapan
norma. Definisi-definisi yang perlu diatur dalam bagian Ketentuan Umum adalah sebagai berikut:
a. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Tengah.
b. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.
c. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah.
d. Pemerintah Kabupaten/ Kota adalah Pemerintah Kabupaten/ Kota di wilayah Provinsi Kalimantan
Tengah
e. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan
Tengah.
f. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari
keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
g. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
h. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah Provinsi.
i. Kepariwisataan adalah seluruh kegiatan yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau
tujuan kunjungan wisatawan.
j. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama Pariwisata atau memiliki
potensi untuk pengembangan Pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih
aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya
dukung lingkungan hidup serta pertahanan dan keamanan.
k. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau
tujuan kunjungan wisatawan.
l. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah yang selanjutnya disebut RIPPDA adalah
dokumen perencanaan dan pengembangan kePariwisataan daerah yang disusun secara mendetail
57 | P a g e
untuk periode 13 (tiga belas) tahun terhitung sejak 2012 sampai dengan 2025.
m. Rencana Induk Pengembangan Daya Tarik Wisata yang selanjutnya disebut RIPDTW adalah
dokumen perencanaan pengembangan objek wisata yang berisi rencana struktural tata ruang, arahan
ketentuan ruang dan bangunan serta indikasi program pembangunannya.
n. Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan untuk mendukung
penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke
Destinasi Pariwisata.
o. Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana transportasi yang mendukung
pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di
dalam wilayah Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata.
p. Industri Pariwisata adalah kumpulan Usaha Pariwisata yang saling terkait dalam rangka
menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan
Pariwisata.
q. Kelembagaan Kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta jaringannya yang dikembangkan
secara terorganisasi, meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya
manusia, regulasi dan mekanisme operasional, yang secara berkesinambungan guna menghasilkan
perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang Kepariwisataan.
r. Pemasaran Pariwisata adalah serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan,
menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi dengan wisatawan untuk mengembangkan
Kepariwisataan dan seluruh pemangku kepentingannya.
s. Sumber Daya Manusia Pariwisata yang selanjutnya disingkat SDM Pariwisata adalah tenaga kerja
yang pekerjaannya terkait secara langsung dan tidak langsung dengan kegiatan Kepariwisataan.
2. Asas, Visi Dan Misi, Tujuan dan Sasaran
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Daerah sebagai bagian integral dan pengembangan Pariwisata Nasional dan pembangunan daerah
diselenggarakan berdasarkan beberapa asas yang menjiwai norma-norma di dalam Peraturan Daerah
tersebut, yaitu:
a. Asas Manfaat;
b. Asas Kekeluargaan;
c. Asas Adil dan Merata;
d. Asas Keseimbangan;
58 | P a g e
e. Asas Kemandirian;
f. Asas Kelestarian;
g. Asas Partisipatif;
h. Asas Berkelanjutan;
i. Asas Demokratis;
j. Asas Kesetaraan; dan
k. Asas Kesatuan.
Dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah ditetapkan pula Visi Pariwisata Daerah, yaitu “terwujudnya Daerah Provinsi
Kalimantan Tengah sebagai daerah tujuan wisata yang berkualitas, tertata dan berwawasan
lingkungan untuk mensejahterakan masyarakat.” Untuk mewujudkan Visi Pariwisata Daerah tersebut,
maka dalam Peraturan Daerah ditetapkan pula misinya, yaitu:
a. Membuat Provinsi Kalimantan Tengah menjadi Daerah Tujuan Wisata Nasional;
b. Membuat Provinsi Kalimantan Tengah menjadi Daerah Tujuan Wisata yang selalu diingat dan
dicintai para wisatawan;
c. Memberi hidup dan kehidupan kepada masyarakat Kalimantan Tengah dari sektor Pariwisata;
d. Memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja sektor Pariwisata;
e. Mendorong terciptanya Ekonomi Kreatif berbasis Pariwisata;
f. Menjadikan kegiatan Pariwisata menjadi kegiatan masyarakat dan Pemerintah sebagai katalisator,
regulator serta fasilitator;
g. Menjaga kelestarian serta memupuk rasa cinta alam dan budaya. h. Mempertahankan nilai-nilai
agama dan budaya lokal.
Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah yang dituangkan dalam suatu
Peraturan Daerah Provinsi memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Secara umum bertujuan memberikan arahan tentang kegiatan Pengembangan Pariwisata bagi
Kabupaten/ Kota di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, sehingga mampu meningkatkan kualitas
Daya Tarik Wisata serta pelayanannya;
b. Secara khusus yaitu memberikan arahan tentang kegiatan Pengembangan Pariwisata di bagi
Kabupaten/ Kota di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah dalam rangka mengembangkan ekonomi
kerakyatan, Ekonomi Kreatif, sosial budaya, peningkatan pendapatan asli daerah, dan rasa cinta
tanah air bagi masyarakat.
Sasaran yang hendak dicapai dengan adanya Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
adalah:
59 | P a g e
a. Memantapkan pengembangan Kepariwisataan Daerah;
b. Memberikan arahan dan strategi pengembangan potensi Pariwisata Daerah;
c. Menetapkan skala prioritas pengembangan Pariwisata Daerah; dan
d. Menetapkan indikasi program pengembangan Pariwisata Daerah.
3. Fungsi, Kedudukan dan Jangka Waktu Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah yang ditetapkan dalam suatu Peraturan Daerah
memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Pedoman bagi pembinaan dan pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata, Daya Tarik Wisata,
Fasilitas Pariwisata serta Industri Pariwisata;
b. Pedoman bagi pengawasan dan pengendalian pemanfaatan Kawasan Strategis Pariwisata, Daya
Tarik Wisata, Fasilitas Pariwisata serta Industri Pariwisata;
c. Sebagai bentuuk penjabaran pola dasar pembangunan daerah di sektor Pariwisata;
d. Penjabaran pemanfaatan ruang berdasarkan rencana umum tata ruang dan wilayah Daerah.
Adapun kedudukan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah merupakan dasar
pertimbangan dalam penyusunan program pembangunan daerah di sektor Pariwisata dan dalam
penyusunan rencana pengembangan Daya Tarik Wisata secara lebih mendetail.
Jangka waktu berlakunya Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah menyesuaikan dengan
jangka waktu Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional dimana berlaku sampai dengan
tahun 2025. Oleh karena itu jangka waktu berlaku Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
adalah 13 (tiga belas) tahun terhitung sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2025. Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah dapat ditinjau setiap 5 (lima) tahun sekali untuk menyesuaikan
dengan perkembangan situasi dan kondisi yang ada dan dituangkan dalam Perubahan Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah yang juga dituangkan dalam suatu Peraturan Daerah.
4. Kebijakan dan Strategi
Garis-garis Kebijaksanaan Umum Pengembangan Pariwisata Daerah sebagaimana ditetapkan dalam
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah, yaitu:
60 | P a g e
a. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa;
b. Mengembangkan tata nilai kehidupan dan budaya daerah;
c. Memanfaatkan dan melestarikan sumber daya alam;
d. Menciptakan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pendapatan asli daerah;
e. Mengembangkan Ekonomi Kreatif; dan
f. Memelihara keamanan, ketertiban dan ketentraman.
Sedangkan Garis-garis Strategi Pengembangan Pariwisata Daerah meliputi:
a. Menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat Provinsi Kalimantan Tengah terutama
yang bergerak di bidang Pariwisata terhadap peran penting Pariwisata dalam peningkatan kualitas
kehidupan bangsa dalam memasuki era globasisasi;
b. Meningkatkan kontribusi sektor Pariwisata bagi peningkatan pendapatan terutama masyarakat
golongan ekonomi menengah kebawah dan peningkatan pendapatan asli daerah;
c. Menjaga dan mengembangkan budaya lokal Provinsi Kalimantan Tengah yang beraneka ragam
sebagai aset wisata daerah, sesuai dengan tata nilai dan kelembagaan yang secara temurun
dipraktekan dan dipelihara;
d. Meningkatakan kualitas produk, sumber daya Pariwisata dan lingkungan secara integral
berdasarkan asas kesinambungan dan apresiasi terhadap norma dan nilai-nilai yang berlaku;
e. Menjadikan. Provinsi Kalimantan Tengah sebagai daerah tujuan wisata nasional dan internasional
dengan orientasi pengembangan ke arah Pariwisata alam, budaya, sejarah serta menempatkan jenis
Pariwisata yang lain sebagai pendamping, berdasarkan keseimbangan antara permintaan pasar
dengan potensi yang tersedia; dan
f. Menciptakan hubungan yang harmonis antar manusia dan antara manusia dengan lingkungannya
untuk meningkatkan kualitas sumber daya Pariwisata.
5. Rencana Pengembangan
Rencana Pengembangan Pariwisata yang ditetapkan dalam Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah meliputi beberapa rencana pengembanga, yaitu:
61 | P a g e
a. Penetapan Kawasan Strategis Pariwisata;
b. Pengembangan Daya Tarik Wisata;
c. Pengembangan Fasilitas dan Aksesibilitas Pariwisata;
d. Pengembangan Industri Pariwisata;
e. Pengembangan Kelembagaan Pariwisata dan SDM Pariwisata;
f. Pengelolaan Lingkungan; dan
g. Pengembangan Pemasaran Pariwisata.
Dalam hal Penetapan Kawasan Strategis Pariwisata, dilakukan pembagian Kawasan Strategis
Pariwisata Daerah ke dalam 3 (tiga) kawasan pengembangan yaitu:
a. Kawasan pengembangan Pariwisata dengan jenis wisata alam, tirta, budaya dan sejarah dengan
dukungan tema atraksi wisata buatan yang masih terkait dengan wisata alam tersebut mencakup
Pengembangan Pariwisata di Wilayah Barat yaitu Daya Tarik Wisata di daerah Kabupaten
Kotawaringin Barat, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Timur,
Kabupaten Seruyan dengan Pusat Pengembangan di Kabupaten Kotawaringin Barat.
b. Kawasan pengembangan Pariwisata dengan jenis wisata alam, tirta, budaya, sejarah dan legenda
dengan dukungan tema atraksi wisata buatan yang masih terkait dengan wisata alam tersebut
mencakup Pengembangan Pariwisata di Wilayah Timur yaitu Daya Tarik Wisata di daerah Kabupaten
Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Murung Raya dengan
Pusat Pengembangan di Kabupaten Barito Selatan.
c. Kawasan pengembangan Pariwisata dengan jenis wisata alam dan sejarah dengan dukungan tema
atraksi wisata buatan yang masih terkait dengan wisata alam tersebut mencakup Pengembangan
Pariwisata di Wilayah Tengah yaitu Daya Tarik Wisata di daerah Kabupaten Kapuas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan, Kabupaten Gunung Mas dengan Pusat
Pengembangan di Kota Palangka Raya.
Dalam rangka Pengembangan Daya Tarik Wisata, maka setiap Daya Tarik Wisata di Kawasan
Strategis Pariwisata dapat menyusun Rencana Induk Pengembangan Daya Tarik Wisata yang
berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam hal ini
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah. Setiap Rencana Induk Pengembangan Daya
Tarik
62 | P a g e
Wisata yang ada di Kawasan Strategis Pariwisata dapat disusun rencana detail dan teknis Daya Tarik
Wisata dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan untuk Rencana Induk Pengembangan Daya Tarik Wisata yang ada di Kawasan Strategis
Pariwisata serta yang berada di wilayah perbatasan antar daerah diatur secara bersama-sama
dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengembangan Daya Tarik Wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola Daya Tarik Wisata
beserta Fasilitas Pariwisata yang diperlukan atau kegiatan mengelola Daya Tarik Wisata yang telah
ada. Pengembangan Daya Tarik Wisata dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis
pengembangan Daya Tarik Wisata, yaitu:
a. Pengembangan Daya Tarik Wisata alam;
b. Pengembangan. Daya Tarik Wisata budaya;
c. Pengembangan Daya Tarik Wisata Sejarah;
d. Pengembangan Daya Tarik Wisata Legenda;
e. Pengembangan Daya Tarik Wisata Tirta; dan
f. Pengembangan Daya Tarik Wisata minat khusus
Pengembangan Fasilitas dan Aksesibilitas Pariwisata yang ditetapkan dalam Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan dan penyediaan
fasilitas, serta pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan Pariwisata. Pengembangan
Fasilitas dan Aksesibilitas Pariwisata diarahkan untuk peningkatan pengelolaan dan penyediaan
fasilitas serta pelayanan yang diperlukan. Tahapan pengembangan Fasilitas dan Aksesibilitas
Pariwisata sebagaimana dimaksud diarahkan untuk mencapai sasaran kuantitas dan kualitas tertentu
sesuai potensi yang ada untuk memenuhi kebutuhan kunjungan wisatawan. Pengembangan Fasilitas
dan Aksesibilitas Pariwisata diarahkan untuk membentuk suasana lingkungan yang memiliki corak
khas daerah. Lokasi pengembangan Fasilitas dan Aksesibilitas Pariwisata disesuaikan kebutuhan.
Kegiatan Pengembangan Fasilitas dan Aksesibilitas Pariwisata dapat berupa jenis-jenis kegiatan:
a. penyediaan akomodasi;
b. penyediaan makan dan minum;
c. penyediaan angkutan wisata; dan
63 | P a g e
d. penyediaan sarana wisata tirta
Lebih lanjut, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, masyarakat dan Dunia Usaha dapat
menyediakan fasilitas penunjang Pariwisata yang berupa penyediaan fasilitas dan kegiatan pelayanan
jasa yang meliputi jasa pos, telekomunikasi dan internet serta penukaran uang.
Pengembangan dan Peningkatan Jalur Perjalanan Wisata ditujukan untuk meningkatkan Aksesibilitas
Pariwisata ke Daya Tarik Wisata dan pemerataan kunjungan wisatawan. Kemudahan Aksesibilitas
Pariwisata ke Daya Tarik Wisata dan pemerataan kunjungan wisatawan dilaksanakan dengan
membuka jalur-jalur wisata baru dan meningkatkan kualitas jalur wisata yang sudah ada. Rencana
tersebut dituangkan dalam Rencana Pengembangan dan Peningkatan Jalur Transportasi Wisata.
Industri Pariwisata sebagai salah satu motor penggerak utama Kepariwisataan berdasarkan Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata dapat digolongkan ke dalam:
a. Industri Jasa Pariwisata;
b. Industri Daya Tarik Wisata; dan
c. Industri Sarana Pariwisata.
Pelaku usaha industri tersebut diselenggarakan oleh perseorangan, Koperasi dan Badan Usaha lain
baik berbentuk Firma, CV maupun PT.
Pengembangan Kelembagaan Pariwisata Daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten/ Kota, masyarakat dan Dunia Usaha baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dalam hubungan yang saling menguntungkan. Pengembangan Kelembagaan
Pariwisata Daerah oleh Pemerintah Provinsi dilakukan dengan pembinaan, pengawasan,
pengamanan dan penyediaan Fasilitas Pariwisata. Pengembangan Kelembagaan Pariwisata dapat
berbentuk:
a. Pengusahaan Industri Pariwisata sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
b. Penciptaan iklim yang kondusif untuk menunjang Pengembangan Pariwisata.
Sedangkan Pengembangan SDM Pariwisata diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme di
bidang Kepariwisataan. Peningkatan profesionalisme dilaksanakan melalui pendidikan, pelatihan,
magang dan studi banding yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/
Kota, masyarakat dan Dunia Usaha.
64 | P a g e
Dalam pelaksanaan Pengembangan Industri Pariwisata wajib menjaga kelestarian lingkungan sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku. Industri Pariwisata yang dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan wajib melaksanakan pengelolaan lingkungan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu faktor penting dalam Kepariwisataan adalah bagaimana memasarkan potensi Daya tari
Wisata yang ada. Pengembangan Pemasaran Pariwisata merupakan suatu kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan pemantauan pemasaran sesuai pangsa pasar yang dilakukan di bawah
koordinasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Pengembangan Pemasaran Pariwisata dapat
dilaksanakan melalui kegiatan promosi dan pelayanan informasi Pariwisata pada sasaran yang tepat
dengan memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi yang modern. Peningkatan kegiatan
promosi dan pelayanan informasi Pariwisata dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten/
Kota, masyarakat dan Dunia Usaha, dimana tempat kegiatan promosi dan pelayanan informasi
Pariwisata dapat disediakan dan diusahakan oleh masyarakat dan Dunia Usaha. Pengembangan
Pemasaran Pariwisata dapat dilaksanakan oleh perseorangan, Koperasi dan Badan Usaha lainyang
dapat berbentuk Firma, CV atau PT.
6. Pelaksanaan dan Pengendalian
Pelaksanaan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah dilaksanakan dalam bentuk Program
Pengembangan Pariwisata yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten/ Kota dengan
dukungan Dunia Usaha serta dengan memperhatikan aspirasi masyarakat baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama. Pengendalian Pelaksanaan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Daerah diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan, monitoring dan evaluasi di bawah koordinasi
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Bentuk dan tata cara pengendalian serta mekanisme pelaporan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur
65 | P a g e
7. Ketentuan Penutup
Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah tidak memerlukan
Ketentuan Peralihan karena tidak ada Peraturan Daerah sebelumnya yang memuat substansi
pengaturan yang sama. Ketentuan lainya yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini
sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Gubernur.
66 | P a g e
BAB VI
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pariwisata telah menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, untuk itu pemenuhan kebutuhan untuk
berwisata harus dihormati dan dilindungi sebagai bagian dari hak asasi manusia. Perkembangan
kepariwisataan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan sebagai dampak
peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Perkembangan kepariwisataan yang berkelanjutan
akan memberikan dampak positif secara keseluruhan bagi peningkatan perekonomian masyarakat,
pelestarian budaya dan adat isitadat, serta pengembangan ekonomi kreatif.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota bersama-sama dengan
masyarakat dan Dunia Usaha wajib menjamin dan mempromosikan agar berwisata sebagai hak
setiap orang dapat ditegakkan, sehingga mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat
manusia, peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan antarbangsa dalam rangka mewujudkan
perdamaian dunia. Dalam menghadapi perubahan global dan penguatan hak pribadi masyarakat
untuk menikmati waktu luang dengan berwisata, perlu dilakukan Pengembangan Pariwisata yang
bertumpu pada keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan bangsa dengan tetap menempatkan
kebhinekaan sebagai suatu yang hakiki dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, sesuai dengan kewenangannya sebagaimana diatur dalam
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memiliki kewenangan untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan, yaitu meliputi urusan pemerintahan
yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan dan urusan pilihan daerah
provinsi diantaranya adalah dalam bidang pariwisata. Dalam rangka Pengembangan Kepariwisataan
di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, maka perlu diterbitkan suatu Peraturan Daerah Provinsi
Kalimantan Tengah tentang Pengembangan Kepariwisataan sebagai suatu payung hukum
penyelenggaraan Pengembangan Pariwisata. Prinsip-prinsip yang harus dijadikan landasan dalam
pengembangan kepariwisataan adalah: manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan,
kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan. Melalui
Rencana Induk
67 | P a g e
Pengembangan Pariwisata Daerah yang diatur dalam suatu Peraturan Daerah diharapkan
menjadikan penyelenggaraan pengembangan kepariwisataan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah
memiliki landasan yuridis sehingga memiliki jaminan kepastian hukum serta dapat dilakukan
pengembangan yang lebih sistematis meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
monitoring dan evaluasi.
B. Saran
Berdasarkan kajian akademik sebagaimana dituangkan dalam Naskah Akademik tentang Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah di Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, maka saran-saran
yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Perlu disusun suatu Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata sebagai salah satu landasan yuridis atau payung hukum bagi kerangka
kebijakan untuk kegiatan Pengembangan Kepariwisataan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
2. Perlu diprioritaskan dalam Program Legislasi Daerah Provinsi Kalimantan Tengah untuk menyusun
Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah sebagai
salah satu upaya untuk mewujudkan percepatan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi
Kalimantan Tengah melalui sektor kepariwisataan yang memanfaatkan dan memperhatikan
kelestarian alam, kekayaan budaya dan adat istiadat serta ekonomi kreatif.
3. Perlu dilakukan uji publik untuk menguji dan melihat respon publik terhadap Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah serta
untuk menghimpun masukan dari stakeholders atas Rancangan Peraturan Daerah tersebut.
68 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Bagus, I Gusti Ngurah, “Dari Obyek ke Subyek : Memanfaatkan Peluang Pariwisata Sebagai Industri
Jasa Dalam Pembangunan” Dalam Ilmu-ilmu Humaniora, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
1991.
J. Bryce, Studies in History and Jurisprudence, Clarendon Press, vol 1, Oxford, 1901.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1990.
Partadiredja, Ace, Pengantar Ekowisata, BPFE, Yogyakarta, 1985.
Suwantoro, Gamal, Dasar-Dasar Pariwisata, ANDI, Yogyakarta, 1997.
Soemardjan, Selo, “Pariwisata dan Kebudayaan”, Prisma No. 1 Tahun III Feb 1974.
SURAT KABAR
Yoeti, Oka A., Ekonomi Pariwisata, Kompas, Jakarta, 2008.
WEBSITE
www.kalteng.go.id, diakses pada hari minggu tanggal 30 september 2012, pkl 10.00 wib.
kalteng.bps.go.id pada hari Kamis 17 Oktober 2012 pukul 21.30 wib
kalteng.bps.go.id, pada hari Selasa tanggal 2 Oktober 2012 pukul 16.30 wib
Yoety, Oka A., Perencanaan Dan Pengembangan Pariwisata, PT Pradnya Paramita, Jakarta
Subrada, I Nengah, Prinsip-Prinsip Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan, diakses dari
www.jejakwisata.com pada Jumat 19 Oktober 2012 pukul 19.00 wib
www.kalteng.go.id pada 20 Oktober 2012 pukul 18.00 wib
kalteng.bps.go.id pada 19 Oktober 2012 pukul 19.00 wib
69 | P a g e
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No.10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional

Anda mungkin juga menyukai