Anda di halaman 1dari 17

GEJALA KLINIS

 Eleminasi urine
1 Retensi urine
a. Ketidaknyamanan daerah pubis
b. Distensi kandung kemih
c. Ketidaksanggupan untuk berkemih
d. Sering berkemih dalam kandung kemih yang sedikit ( 25 – 50 ml )
2 Inkontinensi urine
3 Perubahan pola eliminasi
 Eleminasi Fekal
1 Diare
a. Nyeri atau kejang abdomen
b. Kadang disertai darah atau mukus
c. Kadang vomitus atau nausea
d. Bila berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya kelemahan dan kurus
2 Konstipasi kolonik
3 Konstipasi dirasakan

GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI

A. DEFINISI

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan dapat melalui
urine atau bowel. (Tarwoto&Wartonah, 2006)

B. KLASIFIKASI ELIMINASI

1. Eliminasi Urine

a. Konsep dasar

BAK / MIKSI adalah suatu proses pengosongan kandung kencing.

Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK adalah


Suatu keadaan dimana terganggunya proses mekanisme tubuh untuk memenuhi kebutuhan eliminasi
BAK atau pengosongan kandung kencing secara normal.

Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada
fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra. Ginjal memindahkan air
dari darah dalam bentuk urine. Ureter mengalirkan urine kebladder. Dalam bladder ditampung sampai
mencapai batas tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra.

b. Refleks Miksi

Kandung kemih dipersarafi oleh saraf sakral 2 (S-2) dan sakral 3 (S-3). Saraf sensorik dari kandung kemih
dikirimkan ke medula spinalis bagian sakral 2 sampai dengan sakral 4 kemudian diteruskan ke pusat
miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirimkan sinyal kepada otot kandung kemih (destrusor)
untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna relaksasi dan spinter eksterna yang
dibawah kontrol kesadaran akan berperan. Apakah mau miksi atau ditahan/ditunda. Pada saat miksi
otot abdominal berkontraksi bersama meningkatnya otot kandung kemih. Biasanya tidak lebih dari 10
ml urine tersisa dalam kandung kemih yang disebut urine residu.

c. Pola eliminasi urine normal

Pola eliminasi urine sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau
bangun tidur. Normalnya miksi dalam sehari sekitar 5 kali.

d. Karakteristik urine normal

Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen urochrome. Namun demikian, warna
urine tergantung pada intake cairan, keadaan dehidrasi konsentrasinya menjadi lebih pekat dan
kecoklatan, penggunaan obat-obat tertentu seperti multivitamin dan preparat besi maka urine akan
berubah menjadi kemerahan sampai kehitaman.

Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang merupakan hasil pemecahan urea oleh bakteri.
Pemberian pengobatan akan memengaruhi bau urine.

Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan dan status kesehatan. Pada orang
dewasa sekitar 1.200 sampai 1.500 ml per hari atau 150 sampai 600 ml per sekali miksi.

e. Faktor – faktor yang memengaruhi eliminasi urine

1) Pertumbuhan dan perkembangan

Usia dan berat badan dapat memengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada usia lanjut volume bladder
berkurang, demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih sering.

2) Sosiokultural

Budaya masyarakat di mana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat tertutup dan
sebaliknya ada masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka.
3) Psikologis

Pada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulasi berkemih.

4) Kebiasaan seseorang

Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet, sehingga ia tidak dapat berkemih dengan
menggunakan pot urine.

5) Tonus otot

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot bladder, otot abdomen, dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada
gangguan tonus, otot dorongan untuk berkemih juga akan berkurang.

6) Intake cairan dan makanan

Alkohol menghambat Anti Diuretik Hormon (ADH) untuk meningkatkan pembuangan urine. Kopi, teh,
coklat, cola (mengandung kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urine.

7) Kondisi penyakit

Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urine karena banyak cairan yang dikeluarkan
melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ kemih menimbulkan retensi urine.

8) Pembedahan

Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urine akan menurun.

9) Pengobatan

Penggunaan diuretik meningkatkan output urine, antikolinergik, dan antihipertensi menimbulkan retensi
urine.

10) Pemeriksaan diagnostik

Intravenus pyelogram di mana pasien dibatasi intake sebelum prosedur untuk mengurangi output urine.
Cystocospy dapat menimbulkan edema lokal pada uretra, spasme pada spinter bladder sehingga dapat
menimbulkan urine.

f. Etiologi

Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK disebabkan oleh :

1) Obstruksi
2) Infeksi

3) Calculi

4) Pertumbuhan jaringan yang abnormal

5) Masalah sistemik

g. Masalah-masalah eliminasi urine

1) Retensi urine

Merupakan penumpukan urine dalam bladder dan ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan
kandung kemih. Penyebab distensi bladder adalah urine yang terdapat dalam bladder melebihi 400 ml.
Normalnya adalah 250-400 ml.

2) Inkontinensia urine

Adalah ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi
urine. Ada dua jenis inkontinensia : pertama, stres inkontinensia yaitu stres yang terjadi pada saat
tekanan intra-abdomen meningkat seperti pada saat batuk atau tertawa. Kedua, urge inkontinensia
yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran
kemih bagian bawah atau spasme bladder.

3) Enurisis

Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) ntuyan uang diakibatkan ketidakmampuan


untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau pada orang jompo.

h. Tanda dan gejala

Tanda Gangguan Eliminasi urin

1) Retensi Urin

a) Ketidak nyamanan daerah pubis

b) Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih

c) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.

d) Meningkatnya keinginan berkemih dan resah

e) Ketidaksanggupan untuk berkemih

2) Inkontinensia urin
a) Pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC

b) pasien sering mengompol

i. Perubahan pola berkemih

1) Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningkat, biasanya terjadi
pada cystitis, stres dan wanita hamil.

2) Urgency : perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karena
kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.

3) Dysuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi saluran kemih, trauma dan
striktur uretra.

4) Polyuria (diuresis) : produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan misalnya pada
pasien DM.

5) Urinary suppression : keadaan di mana ginjal tidak memproduksi urine secara tiba-tiba. Anuria
(urine kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar 100-500 ml/jam).

j. Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Eliminasi Urine

1) Pengkajian

a) Riwayat Keperawatan

(1) Pola berkemih

(2) Gejala dari perubahan berkemih

(3) Faktor yang memengaruhi berkemih

b) Pemeriksaan fisik

(1) Abdomen

Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan,
tenderness, bising usus.

(2) Genetalia wanita

Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina.

(3) Genetalia laki-laki

Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum.

c) Intake dan output cairan


(1) Kaji intake dan ouput cairan dalam sehari (24 jam)

(2) Kebiasaan minum dirumah

(3) Intake : cairan infus, oral, makanan, NGT

(4) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.

(5) Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.

(6) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.

d) Pemeriksaan diagnostik

(1) Pemeriksaan urine (urinalisis)

(a) Warna : (N : jernih)

(b) Penampilan : (N : jernih)

(c) Bau (N : beraroma)

(d) pH : (N : 4,5-8,0)

(e) Berat jenis (N : 1,005 – 1,030)

(f) Glukosa (N : negatif)

(g) Keton (N : negatif)

(2) Kultur urine (N: kuman patogen negatif)

2) Diagnosa Keperawatan

a) Gangguan pola eliminasi urine : inkontinensia

(1) Definisi : kondisi di mana seseorang tidak mampu mengendalikan pengeluaran urine.

(2) Kemungkinan berhubungan dengan :

(a) Gangguan neuromuskuler

(b) Spasme bladder


(c) Trauma pelvic

(d) Infeksi saluran kemih

(e) Trauma medulla spinalis

(3) Kemungkinan data yang ditemukan :

(a) Inkontinensia

(b) Keinginan berkemih yang segera

(c) Sering ke toilet

(d) Menghindari minum

(e) Spasme bladder

(f) Setiap berkemih kurang gizi dari 100 ml atau lebih dari 550 ml.

(4) Tujuan yang diharapkan :

(a) Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam.

(b) Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine.

(c) Klien berkemih dalam keadaan rileks

(5) Intervensi

Intervensi

Rasional

1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam

Rasional : membantu mencegah distensi atau komplikasi

2. Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi dokter/fisioterapi

Rasional : meningkatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi bladder.

3. Kolaborasi dalam bladder training

Rasional : menguatkan otot dasar pelvis

4. Hindari faktor pencetus inkontinensia urine seperti cemas

Rasional : mengurangi / menghindari inkontinensia


5. Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan kateterisasi

Rasional : mengatasi faktor penyebab

6. Jelaskan tentang :

· Pengobatan

· Kateter

· Penyebab

· Tindakan lainnya

Rasional : meningkatkan pengetahuan dan diharapkan pasien lebih kooperatif.

b) Retensi urine

(1) Definisi : kondisi di mana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder secara tuntas.

(2) Kemungkinan berhubungan dengan :

(a) Obstruksi mekanik

(b) Pembesaran prostat

(c) Trauma

(d) Pembedahan

(e) Kehamilan

(3) Kemungkinan data yang ditemukan :

(a) Tidak tuntasnya pengeluaran urine

(b) Distensi bladder

(c) Hipertropi prostat

(d) Kanker

(e) Infeksi saluran kemih


(f) Pembedahan besar abdomen

(4) Tujuan yang diharapkan :

(a) Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam

(b) Tanda dan gejala retensi urine tidak ada

(5) Intervensi

Intervensi

Rasional

1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam

Rasional : Menentukan masalah

2. Ukur intake dan output cairan setiap 4 jam

Rasional : memonitor keseimbangan cairan

3. Berikan cairan 2.000 ml/hari dengan kolaborasi

Rasional : menjaga defisit cairan

4. Kurangi minum setelah jam 6 malam

Rasional : mencegah nokturia

5. Kaji dan monitor analisis urine elektrolit dan berat badan

Rasional : membantu memonitor keseimbangan cairan

6. Lakukan latihan pergerakan

Rasional : meningkatkan fungsi ginjal dan bladder

7. Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih

Rasional : relaksasi pikiran dapat meningkatkan kemampuan berkemih.

8. Ajarkan teknik latihan dengan kolaborasi dokter/fisioterapi

Rasional : menguatkan otot pelvis


9. Kolaborasi dalam pemasangan kateter

Rasional : mengeluarkan urine

2. Eliminasi Bowel

a. Konsep Dasar

1) Anatomi dan Fisiologis

a) Saluran gastrointestinal bagian atas

Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut dan dilambung dengan
bantuan enzim, asam lambung. Selanjutnya makanan yang sudah dalam bentuk chyme didorong ke usus
halus.

b) Saluran gastrointestinal bagian bawah

Saluran gastrointestinal bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas duodenum,
jejenum, dan ileum yang panjangnya kira-kira 6 meter dan diameter 2,5 cm. Usus besar terdiri atas
cecum, colon dan rectum yang kemudian bermuara pada anus. Panjang usus besar sekitar 1,5 meter dan
diameternya kira-kira 6 cm. Usus menerima zat makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah padat)
dari lambung untuk mengabsorbsi air, nutrien dan elektrolit. Usus sendiri mensekresi mucus, potassium,
bikarbonat, dan enzim.

Chyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari
makan sampai mencapai rektum normalnya diperlukan waktu 12 jam. Gerakan kolon terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu haustral shuffing adalah gerakan mencampur chyme untuk membantu absorpsi air,
kontraksi haustral adalah gerakan untuk mendorong materi cair dan semipadat sepanjang kolon,
gerakan peristaltik adalah berupa gelombang, gerakan maju ke anus.

2) Proses Defekasi

Defekasi adalah proses atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari
saluran pencernaan melalui anus.

Dalam proses defekasi terjadi dua macam refleks yaitu :


a) Refleks defekasi intrinsik

Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian
menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba
di anus, secara sistematis spinter interna relaksasi maka terjadilah defekasi.

b) Relfeks defekasi parasimpatis

Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum Feses yang masuk ke rektum akan
merangsang saraf rektum yang kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektum yang
menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi.

Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma dan kontraksi otot
elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam
proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2, metana, H2, S2,
O2 dan nitrogen.

Feses terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Feses normal berwarna coklat karena pengaruh
sterkobilin, mobilin dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensi
lembek namun berbentuk.

b. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Proses Defekasi

1) Usia

Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut kontrol defekasi
menurun.

2) Diet

Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh
juga memengaruhi proses defekasi.

3) Intake cairan

Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorpsi
cairan yang meningkat.

4) Aktivitas

Tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik
akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon.

5) Fisiologis
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltik, sehingga menyebabkan diare.

6) Pengobatan

Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi.

7) Gaya hidup

Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar dan
kebiasaan menahan buang air besar.

8) Prosedur diagnostik

Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostik biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar
tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan.

9) Penyakit

Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi.

10) Anastesi dan pembedahan

Anestesi umum dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan
ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam.

11) Nyeri

Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, episiotomi akan
mengurangi keinginan untuk buang air besar.

12) Kerusakan sensorik dan motorik

Kerusakan spinal cord dan injuri kepala akan menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi.

c. Masalah - masalah Umum yang terjadi eliminasi bowel

1) Konstipasi

Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus
besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan
keras.

2) Diare

Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses
dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah.
3) Inkontinensia usus

Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses
defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut
sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran
feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.

4) Kembung

Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam
lambung atau usus.

5) Hemorroid

Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan
tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-
lain.

6) Fecal Impaction

Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan
akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas
kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

d. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Eliminasi Bowel

1. Pengkajian

a. Riwayat Keperawatan

1) Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah.

2) Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola.

3) Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur.

4) Diet : makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan, makanan yang
dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.

5) Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari

6) Aktivitas : kegiatan sehari-hari


7) Kegiatan yang spesifik.

8) Penggunaan medikasi : obat-obatan yang memengaruhi defekasi.

9) Stress : stress berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau bagaimana menerima.

10) Pembedahan/penyakit menetap.

b. Pemeriksaan Fisik

Ø Abdomen : distensi, simetris, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, tenderness.

Ø Rektum dan anus : tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula, hemorroid, adanya massa,
tenderness.

c. Keadaan Feses

Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah, unsur abnormal dalam feses : lendir.

d. Pemeriksaan Diagnostik

Ø Anuskopi

Ø Proktosigmoidoskopi

Ø Rontgen dengan kontras

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a. Gangguan eliminasi : konstipasi (aktual/risiko)

Definisi : kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola yang normal dalam berdefikasi dengan
karakteristik menurunnya frekuensi buang air besar dan feses yang keras.

Kemungkinan berhubungan dengan :

Ø Imobilisasi

Ø Menurunnya aktivitas fisik

Ø Ileus

Ø Stress

Ø Kurang privasi

Ø Menurunnya mobilitas intestinal


Ø Perubahan atau pembatasan diet

Kemungkinan data yang ditemukan :

Ø Menurunnya bising usus

Ø Mual

Ø Nyeri abdomen

Ø Adanya massa pada abdomen bagian kiri bawah

Ø Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar.

Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :

Ø Anemia

Ø Hipotiroidisme

Ø Dialisa ginjal

Ø Pembedahan abdomen

Ø Paralisis

Ø Cedera spinal cord

Ø Imobilisasi yang lama

Tujuan yang diharapkan :

Ø Pasien kembali ke pola normal dari fungsi bowel

Ø Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi.

Intervensi

1) Catat dan kaji kembali warna, konsistensi, jumlah dan waktu buang air besar.

Rasional : pengkajian dasar untuk mengetahui adanya masalah bowel.

2) Kaji dan catat pergerakan usus

Rasional : deteksi dini penyebab konstipasi

3) Jika terjadi fecal impaction :

Ø Lakukan pengeluaran manual


Ø Lakukan gliserin klisma

Rasional : membantu mengeluarkan feses

4) Konsultasi dengan dokter tentang :

Ø Pemberian laksatif

Ø Enema

Ø Pengobatan

Rasional : meningkatkan eliminasi

5) Berikan cairan adekuat

Rasional : membantu feses lebih lunak

6) Berikan makanan tinggi serat dan hindari makanan yang banyak mengandung gas dengan
konsultasi bagian gizi

Rasional : menurunkan konstipasi

7) Bantu klien dalam melakukan aktivitas pasif dan aktif

Rasional : meningkatkan pergerakan usus

8) Berikan pendidikan kesehatan tentang :

Ø Personal hygiene

Ø Kebiasaan diet

Ø Cairan dan makanan yang mengandung gas

Ø Aktivitas

Ø Kebiasaan buang air besar

Rasional : mengurangi / menghindari inkontinensia

b. Gangguan eliminasi : diare

Definisi : kondisi di mana terjadi perubahan kebiasaan buang air besar dengan karakteristik feses cairan.

Kemungkinan berhubungan dengan :

Ø Inflamasi, iritasi dan malabsorbsi


Ø Pola makan yang salah

Ø Perubahan proses pencernaan

Ø Efek samping pengobatan

Kemungkinan data yang ditemukan :

Ø Feses berbentuk cair

Ø Meningkatnya frekuensi buang air besar

Ø Meningkatnya peristaltik usus

Ø Menurunnya nafsu makan

Kondisi klini kemungkina terjadi pada :

Ø Peradangan bowel

Anda mungkin juga menyukai