Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 3MEKANISME DAN KRONOLOGI ERUPSI GIGI

Kelompok Tutorial 9

Pembimbing : Dr. Atik Kurniawati, drg., M.Kes


Oleh:
Usykuri Naila Iflachiana 171610101081
Farah Rachmah Aulia Wardani 171610101082
Rahmat Agung 171610101083
Riris Aria Dewanti 171610101084
Zhafirah Alifia Putri 171610101085
Johan Al Falah 171610101086
Nadira Safira 171610101087
Hafizhun Dinmas Fakhriy 171610101088
Puspa Dwi Nugrahaeni 171610101089

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember


Tahun Akademik 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas laporan ini, tentang mekanisme dan kronologi erupsi gigi.
Makalah ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok 9 pada
skenario ketiga.
Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan terimaksih kepada :
1. Dr. Atik Kurniswati,drg.,M.kes. selaku tutor yang telah membimbing jalannya diskusi
tutorial kelompok sembilan Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Jember dan telah
memberikan masukan yang membantu, bagi pengembangan ilmu yang telah
didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, kritik saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan-
perbaikan di masa mendatang demi kesempurnaan makalah ini. Semoga laporan ini dapat
berguna bagi kita semua.

Jember, 17 Desember 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Step 1
1. Erupsi gigi :
 proses bergeraknya gigi dari dalam tulang rahang ke posisi fungsional di dalam
rongga mulut
 pergerakan axial gigi gigi dari posisi perkembangannya di dalam rahang ke posisi
fungsional pada posisi oklusal plane (garis oklusal
 erupsi gigi terjadi terus menerus setelah mahkota gigi terbentuk

2. Fase prefungsional :
 Dinulai sejak inisiasi akar gigi berhasil mencapai konkaf oklusal
 Pertumbuhan akar yang memerlukan ruang untuk elongasi akar
 Pergerakan ke arah insisal atau oklusal melalui kripta tulang rahang mencapai
mahkota oral
 Mahkota enamel memasuki rongga mulut akibat penetrasi
 Terjadi kontak atau oklusi pada gigi antagonisnya

3. Gigi sulung :
 Memiliki nama lain gigi susu atau gigi desidu, biasanya pertumbuhannya mulai dari 6
sampai dengan 8 bulan
 Jumlah gigi yang muncul pada gigi sulung berjumlah 20, masing masing 10 di rahang
atas dan 10 di rahang bawah

4. Penetrasi :
 Memiliki arti penerobosan
5. Resorpsi :
 Pemecahan atau penghancuran material keras contohnya gigi dan tulang
 Hilangnya jaringan keras (tulang/alveolar) diakibatkan oleh aktifitas osteoklas yaitu
proses penyerapan

6. Fase pre erupsi


 Tumbuhnya gigi di tulang alveolar sebelum terjadinya penumbuhan akar gigi
 Pada fase ini gigi sedang tumbuh ke segala arah untuk memelihara posisi dalam
perkembangan rahang

7. Fase fungsional :
 Terjadi dimana gigi usdah sampai dalam al;veolar plane
 Dimulai sejak difungsikannya gigi sampai dengan gigi tanggal

8. Mahkota gigi
 Bagian gigi yang dapat dilihat di rongga mulut

9. Exfoliasi
 Eliminasi gigi residu yang dihubungkan dengan pergerakan gigi
 Terjadi pada 6 – 12 tahun yaitu exfoliasi gigi susu
 Jumlah gigi sulung yang hilang atau tanggal

10. Gigi permanen


 Gigi yang tumbuh setelah gigi sulung
 Gigi hasil terakhir dari erupsi gigi susu
 Akan tumbuh jika gingiva mumpuni untuk ditempati
 Benih gigi terletak lingual dari gigi sulung

11. Late erupsi


 Tidak adanya gigi pada usia normal seharusnya
 Terjadi jika selama 8 bulan tidak muncul gigi
12. Premature eruption
 Saat erupsi gigi belum sempurna

13. Natal teeth


 Gigi yang sudah tumbuh dari sejak bayi lahir
 Bisa berupa gigi yang baik dan normal atau epitel tanduk tanpa akar

14. Gingiva
 Memiliki nama lain gusi
 Bagian mukosa di dalam rongga mulut yang megelilingi gigi dan menutupi ridge
alveolar
15. Kasusu klinis
 Permasalahan atau kasus yang berada di klinis masyarakat

Step 2
1. Bagaimanakah proses erupsi gigi
2. Bagaimanakah urutan dan kronologis waktu pertumbuhan gigi permanen dan desidual
3. Apa sajakah faktor faktor erupsi gigi
4. Apa sajakah gejala pada saat berlangsungnya erupsi gigi
5. Apa sajakah kelainan pada erupsi gigi dan penjelasannya

Step 3
1. Bagaimanakah proses erupsi gigi
a. Fase pre erupsi
 Di fase ini terjadi beberapa tahapan yaitu inisiasi, poliverasi, histodeferensiasi,
morfodeferensiasi, aposisi, kalsifikasi
 Pada tahapan diferensiasi pertama kali banyak terjadi space yang nantinya
akan terisi sehingga akan memacu pertumbuhan rahang
 Pada proses inisisasi terjadi atau terbentuk bud stage
 Pada proses poliverasi terbentuknya cap stage
 Pada proses diferensiasi terbentuk bell stagesetelah fase ini ada fase yang
namanya fase erupsi
b. Erupsi
 Fase ini dipengaruhi pembentukan akar yang dipicu sel sel inti enamel
 Akar berpoliferasi mendorong gigi ke atas gigi sehingga keluar ke rongga
mulutsehingga menyebabkan resoprbsi tulang alveolar dan jaringan ikat mulai
bersentuhan dengan enamel {inner enamel epitelium). Pada saat muncul ke
permukaan rongga mulut bagian mahkota muncul akibat poliverasi dari redus
enamel dan inner epitelium yang berpoliverasi
 Setealsh tahap tersebut reduce enamel digantikan oleh sulkus gingiva
 Pada fase ini terus mengalami dormansi sampai sekitar minggu ke 6 di post
natal
 Selanjutnya dari dental lamina di lingual sisi gigi akan ada bakal gigiyang
menyebabkan berganti dari gigi susu menjadi gigi permanent
 Ada tahapan fusi dimana akan terjadi penebalan sehingga menyebabkan
tulang alveolar dan jaringan ikat rongga mulut akan rusak sehingga mahkota
gigi akan muncul
 Adapun tahapan dari erupsi disebabkan oleh ;
o Gigi terdorong ke rongga mulut karena adanya doronggan dari
pertumbuhan akar (dentin, sementum, pulpa)
o Adanya pertumbuhan ligamen alveolar atau alveolar
o Akibat dari tekanan pembulu darah juga ikut mempengaruhi
(vaskularisiasi pulpa)
o Dorongan dari benturan gigi yang tumbuh ke segala arah baik bagian
tulang alveolarnya maupun bagian akarnya
o Akibat dari eruption pathway karena hal ini menyebabkan delegasi sel
serabut jaringanikat, pembulu darah, syaraf pelepasan enzim,
degradasi kondisi gigi crowded, dan perkembangan rahanag
c. Fase fungsional
 Pada fase ini gigi muncul ke rongga mulut sehingga bisa mengalami kontak
dengan gigi antagonisnya dan bisa melakukan fungsinya
 Pada saat gigi telah ber erupsi dengan sempurna gigi bisa melakukan
fungsinya dengan normal
 Merupakan tahapan pemeliharaan posisi erupsi gigi dalam oklusi pada saat
rahang atas terus berkembang
 Fase akhir erupsi ditandai setelah gigi berfungsi dan berlangsung terus
sepanjang gigi tersebut masih ada dalam rongga mulut
d. Teori erupsi gigi dibagi menjadi dua yaitu
 Terjadi karena pertumbuhan tulang alveolar dan akar gigi
 Tarikan dari jaringan jaringan sekitar atau ligamen periodontal

2. Bagaimanakah urutan dan kronologis waktu pertumbuhan gigi permanen dan desidual
a. Kronologi gigi sulung
C1 L1 C M1 M2

C1 L1 C M1 M2

Gigi Usia (bulan)


C1 5 -8
L1 7 – 11
M1 10 – 16
C 16 – 20
M2 20 – 30

b. Kronologi gigi permanent


Gigi Usia (tahun)
C1 7 -8
L1 8–9
C 10 – 12
P1 10 – 11
P2 11 – 12
M1 6–7
M2 12
M3 18 – 25

3. Apa sajakah faktor faktor erupsi gigi


a. Genetik : penyumbang terbesar yaitu sebesar 78%
b. Jenis kelamin ; Perembuan lebih cepat (1 – 6 bulan) dari laki laki akibat pengarus
hormon estrogen
c. RAS : orang eropa kulit putih lebih lambat dari orang amerika kulit hitam
d. Aktor lingkungan : sosial ekonomi dan nutrisi
e. Faktor lokal : jarak gigi ke tempat erupsi, malformasi gigi, gigi berlebih, gigi sulung
tanggal sebelum waktunya
f. Faktor penyakit : down syndrome

4. Apa sajakah gejala pada saat berlangsungnya erupsi gigi


a. Iritasi sekitar rongga mulut
b. Ganguan tidur
c. Radang gusi
d. Droling (ngeces)
e. Kehilangan selera makan
f. Diare
g. Ruam
h. Ulcer intra oral
i. Menghisap-hisap
j. Mengosok gosok telinga
k. Demam
5. Apa sajakah kelainan pada erupsi gigi dan penjelasannya
a. Late eruption : bisa diakibatkan oleh impaksi gigi (benih yang terhalang untuk
erupsi), nutrisi yang tidak terpenuhipenyakit sisitemik, ganguan endokrin, genetik dan
keturunan, kelahiran prematur, dan hal hal tersebut bisa menyebabkan keterlambatan
proses belajar mengunyah dan berbicara
b. Premature eruption :disebabkan karena posisi benih gigi terlalusuperficial, ganguan
endokrin, defisiensi makanan, gigi belum sempurna
c. Natal teeth : disebabkan oleh tumbuh gigi lebih cepat daripada normal, terjadi pada
gigi susu, gigi yang belum sempurna, endokrin, dan dapat berbahaya karena sewaktu
waktu dapat lepas dan tertelan oleh bayi
d. Anodonsia : tidak tumbuhnya sebagian atau seluruh gigi
e. Trasnposisi gigi : kedua gigi yang saloing bersebelahan saling tertukar posisi yang
disebapkan karena kelainan genetik
f. Fusi gigi : kedua gigi yang bergabung menjadi satu biasanya terjadi pada gigi insisif
g. Neonatal eruption : pertumbuhan yang lebih cepat dari keadan normal yaitu sebelum
30 hari post natal sudah terdapat gigi yang muncul di rongga mulut
h. Makrodontia : ukuran gigi lebih besar dari keadaan normal
i. Mikrodontia : keadaan ukuran gigi yang lebih kecil dari keadaan normal
j. Antlosisis : terjadi kekakuan karena gigi bersinggungan dengan tulang alveolar
k. Eruption iyst : terdapat kista atau tonjolan di sekitar dentin
l. Eruption hematoma : terjadi lesi atau luka yang diakibatkan kerusakan dari gingiva
m. Ectropie eruption : gigi yang erupsi di luar jalur yangs eharusnya
Step 4 (LO)
1. MMM fase erupsi dan tahapan erupsi gigi
2. MMM kronologi gigi sulung dan permanent
3. MMM memprediksi akibat faktor faktor yang mempegarusi erupsi gigi

Step 5 (Mapping)

ERUPSI

Pre - erupsi Erupsi ( Pre-funfungsional Funsional

Tahap tahap erupsi

Faktor Faktor
dalam dan luar
Kronologis erupsi

Kelainan erupsi
BAB II

PEMBAHASAN

Lo 1

FASE PRA ERUPSI

Pembentukan gigi terbagi ke dalam dua masa pertumbuhan, yaitu masa prenatal
(pertumbuhan gigi selama bayi berada dalam kandungan atau masa janin) dan masa postnatal
(pertumbuhan gigi setelah bayi lahir).
Menurut Demirijin, pertumbuhan gigi sejalan dengan pertumbuhan janin di dalam
kandungan. Pertumbuhan gigi terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu masa pertumbuhan, masa
pembentukan dan perkembangan gigi, serta masa erupsi (pertumbuhan gigi ke rongga mulut).
Terdapat tiga fase dalam pergerakaan fisiologis erupsi gigi, yaitu fase pra erupsi, fase
erupsi (pra fungsional) dan fase fungsional. Fase pra erupsi adalah fase dimana terjadi
pergerakan gigi sebelum muncul ke dalam rongga mulut, rahang belum berkembang dengan
sempurna, serta bakal gigi masih berjejal (rahang berkembang, secar simultan gigi bergerak).
Selain itu, mahkota gigi juga terbentuk dan posisinya dalam tulang rahang cukup stabil
(intraosseus), dan ada penetrasi mukosa. Fase pra erupsi dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu:

a. Tahap Inisiasi (Bud Stage)


Pada tahap ini dimulai pada trisemester pertama usia kandungan 6 sampai 8
minggu. Perkembangan gigi ditandai dengan tahap awal pertumbuhan jaringan dan
pembentukan organ, yaitu dimulai dengan pembentukan lamina gigi atau dental
lamina. Lamina gigi adalah suatu pita pipih yang terjadi karena adanya penebalan
jaringan ektodermal yang meluas dengan terbentuknya 10 pentolan epitel yang bulat
dan kecil-kecil dengan jarak yang berdekatan pada dental lamina di minggu ke 9,
yang nantinya akan membentuk epitel organ dan menjadi benih gigi atau tunas gigi
dari serabut penyerapan kalsium yang dikonsumsi oleh ibu.
Gambar 2.1 Tahap inisiasi. Awal pertumbuhan jaringan dan pembentukan organ.

b. Tahap Proliferasi (Cap Stage)


Tahap ini dimulai pada trisemester kedua periode 12-28 minggu usia
kehamilan. Tahap proliferasi adalah proses terjadinya pertumbuhan sel dengan cara
memperbanyak diri untuk membentuk organ enamel gigi lebih lanjut dan tahap awal
pembentukan dentin gigi.
Dental lamina akan meluas hingga ke dasar mesenkim yang akan membentuk
organ enamel. Jaringan mesoderm akan mendorong jaringan epitel sehingga terbentuk
bentukan cekung seperti topi. Bagian yang cekung diisi oleh kondensasi jaringan
mesenkim dan berproliferasi membentuk papila dentis yang akan membentuk dentin.
Papila dental yang dikelilingi oleh organ enamel akan berdiferensiasi menjadi pulpa.
Jaringan mesenkim di bawah papila dental membentuk lapisan yang bertambah padat
dan berkembang menjadi lapisan fibrosa yaitu kantong gigi (dental sakus) primitif
yang akan menjadi sementum, membran periodontal, dan tulang alveolar.
Gambar 2.2 Tahap proliferasi. Menghasilkan enamel organ, dental papila. dentin gigi, dan dental
sac.

c. Tahap Histodiferensiasi (Bell Stage)


Tahap ini terjadi pada trisemester ketiga periode 29-40 minggu usia
kehamilan. Pada tahap ini terjadi perubahan bentuk organ enamel dari bentuk topi ke
bentuk lonceng sehingga disebut Bell Stage. Perubahan bentuk tersebut dapat terjadi
karena kegiatan mitotik sel yang membentuk servical loop (regio pertemuan inner
enamel epithelium dan outer ennamel eptihelum) dan keberlanjutan proliferasi di sel-
sel sekitar perifer dan bagian dalam dari organ enamel.
Perubahan histodiferensiasi mencakup perubahan sel-sel perifer papila dental
menjadi odontoblas (sel-sel pembentuk dentin) karena adanya induksi dari inner
enamel epithelium, papila dental yang dikelilingi oleh organ enamel akan meruncing
menyesuaikan bentuk pulpanya, terdapat successional lamina yang akan mencadi
cikal bakal dari gigi permanen, dan sel-sel berbentuk bintang atau stellate di bagian
dalam organ enamel. Terdapat empat lapisan sel yang dapat dilihat pada tahap bell
stage, yaitu outer enamel epithelium, retikulum stelata, stratum intermedium, dan
inner enamel epithelium.

Gambar 2.3 Tahap histodiferensiasi.

d. Tahap Morfodiferensiasi
Tahap ini terjadi pada trisemester ketiga periode 29-40 minggu usia
kehamilan. Tahap morfodiferensiasi adalah proses pertumbuhan lanjut dari benih gigi
dengan terbentuknya mahkota gigi dan akar gigi. Pada pembentukan mahkota gigi
dimulai pada tahap cap stage dan bell stage yang diperkirakan regulasinya oleh
enamel knot.
Dentin adalah bagian terbesar dari jaringan keras gigi, yang pada bagian
mahkotanya ditutupi oleh enamel dan pada bagian akar ditutupi oleh sementum.
Morfodiferensiasi dari korona atau mahkota akan menghasilkan daerah pertemuan
antara dentin dan enamel yang disebut dengan dentino-enamel junction (DEJ).
Sedangkan, morfodiferensiasi dari akar akan menghasilkan daerah pertemuan antara
dentin dan sementum yang disebut dengan dentino-cemento junction (DCJ) selain itu
morfodiferensiasi dari korona dan akar menghasilkan daerah pertemuan yang disebut
dengan cemento-enamel junction (CEJ).
Enamel merupakan jaringan terkalsifikasi yang berasal dari epitel enamel
organ. Pembentukan enamel disebut dengan amelogenesis yang dilakukan oleh sel-sel
ameloblast yang mensekresi matriks-matriks email dan kemudian menalami
mineraliasi. Sel-sel ameloblast merupakan hasil diferensiasi dari sel-sel inner enamel
epithelium. Setelah pembentukan enamel selesai, tetapi gigi belum erupsi, sel-sel
ameloblast akan memendek menjadi sel kuboid dan membentuk reduced enamel
epithelium yang berupa beberapa sel tipis.
Sementum adalah jaringan mesenkimal yang terkalsifikasi yang membentuk
lapisan luar akar gigi. Pembentukan sementum disebut dengan sementogenesis yang
dibentuk oleh sementoblast. Sementoblast berasal dari Hertwig’s epithelial root
sheath yang memanjang ke bawah merentang hingga akhirnya putus dan terpecah-
pecah yang disebut dengan epithelial rest of malassez. Hal tersebut mengakibatkan
dentin akar terbuka untuk pertama kalinya, sehingga sel-sel inner ektomesensim akan
bermigrasi melalui celah tersebut dan menyatukan dirinya pada dentin akar, yang
akan berdiferensiasi menjadi sementoblast.
Gambar 2.4 Pembentukan enamel yang akan melapisi mahkota gigi.
Gambar 2.5 Pembentukan sementum pada dentin akar.

Gambar 2.6 cemento-enamel junction (CEJ).


e. Tahap Aposisi
Tahap aposisi adalah tahap pengendapan matriks (organik dan nonorganik)
dari struktur jaringan keras gigi (email, dentin, dan sementum). Pertumbuhan aposisi
ditandai oleh pengendapan yang teratur dan berirama dari bahan ekstraseluler yang
mempunyai kemampuan sendiri untuk pertumbuhan yang akan datang.

f. Tahap Kalsifikasi
Tahap kalsifikasi terjadi pengendapan garam-garam kalsium anorganik selama
pengendapan matriks. Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang sebelumnya
telah mengalami deposisi. Jumlah kalsium yang diserap tulang dan gigi sedikit demi
sedikit akan mengalami peningkatan, mulai dari 5 gram sampai 30 gram. Apabila
pada tahap ini di trisemester ketiga proses penimbunan kalsium rendah, akan
berbahaya dan dapat mengganggu proses metabolisme kalsium. Oleh karena itu, ibu
hamil harus mengonsumsi makanan yang mengandung kalsium dalam jumlah yang
disesuaikan dengan kebutuhannya. Gangguan pada tahap ini dapat menyebabkan
kelainan pada kekerasan gigi seperti hipokalsifikasi.

FASE ERUPSI

Fase erupsi atau fase pra-fungsional adalah fase pergerakan gigi yang terjadi setelah
mahkota gigi selesai dibentuk dan akar gigi baru akan dibentuk. Perpanjangan akar gigi inilah
salah satu faktor yang mendorong terjadinya erupsi gigi.

Erupsi gigi sendiri dapat diartikan sebagai pergerakan aksial benih gigi dari lokasi
pembentukannya di dalam tulang alveolar menuju posisi fungsionalnya di oklusal plane dalam
rongga mulut. Erupsi pertama bayi terjadi pada umur 6 bulan dan akan lengkap pada usia 2-3,5
tahun. Umumnya, gigi yang pertama kali erupsi adalah gigi insisiv sentral rahang bawah dan
ditutup dengan gigi molar dua.
Erupsi gigi segera dimulai secara terus-menerus sejak mineralisasi enamel selesai dan
dipicu perpanjangan akar gigi, serta pertumbuhan tulang rahang.

Tahapan erupsi adalah sebagai berikut:

Mahkota gigi melakukan penetrasi atau penerobasan pada jaringan ikat dan tulang alveolar yang
berada di atasnya. Hal ini dapat terjadi karena terdapat sel osteoklas di atas lapisan reduced
enamel epithelium.
Kemudian reduced enamel epithelium yang melapisi mahkota gigi selama erupsi berkontak
dengan oral epithelium.
Akibatnya, terjadi fusi atau penggabungan dari kedua sel epitelium.
Terjadi penebalan sel dari kedua sel epitelium yang telah menyatu.
Namun, karena dorongan dari bawah dan sekitar mahkota gigi, fusi sel mengalami kerusakan.
Akhirnya, mahkota gigi muncul di permukaan rongga mulut dan terus meninggi hingga batas
akhirnya.
Setelah itu, terjadi oklusi atau kontak antara mahkota gigi rahang bawah dan rahang atas yang
mengalami erupsi.

Mengapa erupsi gigi bisa terjadi dan faktor apa saja yang mempengaruhi? Benih gigi
mendapat dorongan dari kekuatan yang dihasilkan organ yang berada di bawah dan sekitarnya.
Terdapat beberapa teori mekanisme terjadinya erupsi gigi, diantaranya:
-Tekanan pulpa. Pulpa akan diisi oleh arteri, vena, limfatik, dan nervus yang masuk melalui
foramen apikal pada apikal akar gigi. Hal ini menyebabkan konstriksi pulpa yang memberikan
tekanan dan dorongan ke atas bagi mahkota gigi itu sendiri.
-Pengiriman sinyal kimiawi antara reduced enamel epithelium dan dental folikel menghasilkan
sel osteoklas yang menghancurkan jaringan tulang alveolar diatas benih gigi dan menciptakan
sebuah saluran erupsi ke posisi gigi permukaan tulang alveolar.
-Remodelling tulang alveolar. Sel yang berperan dalam proses remodelling tulang diantaranya,
osteoklas, osteoblas,osteosit, dan fibroblas.
-Tekanan muskular. Pergerakan otot labial dan bukal diyakini dapat memberi dorongan dan
tekanan pada benih gigi sehingga membantu proses erupsi.
-Hormon pembentuk sel osteoklas, seperti hormon paratiroid, walaupun kerja hormon tidak
terlalu dijelaskan pada tahapan erupsi gigi.
-Vaskularisasi. Dengan adanya pembuluh darah yang masuk ke dalam pulpa, terdapat nutrisi
yang dihantarkan melalui darah kepada benih gigi sehingga benih gigi dapat berkembang, akar
gigi dapat memanjang, dan lain-lain.
Serta faktor molekular yang ada, seperti Epidermal Growth Factor (EGF) dan -Transforming
Growth Factor (TGF-a) untuk meningkatkan erupsi gigi anterior, Coloni Stimulating Factor-1
(CSF-1) untuk meningkatkan erupsi molar.
-Faktor selular, yaitu peran sel-sel mononukeleus dalam pembentukan sel osteoklas.
Proliferasi aktif ligamen periodontal akan memberikan tekanan yang medorong benih gigi ke
oklusal.
Gigi muncul ke permukaan rongga mulut melewati sebuah saluran, yang disebut
sebagai saluran erupsi / Eruption Pathway. Saluran erupsi ini terdiri dari jaringan fibrous
sisa dental lamina, yang disebut grabecular cord, dimana letaknya adalah pada
grubenacular canal. Saluran erupsi merupakan hasil dari degenerasi dan penurunan
serabut ikat, pembuluh darah, nervus, dan tulang oleh sel osteoklas dan pelepasan enzim
degenerasi.

LO 2 (MMM Kronologi Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Susu dan Gigi Permanen)

A. Kronologi Waktu Erupsi Gigi Sulung

Waktu erupsi gigi diartikan sebagai waktu munculnya tonjol gigi atau tepi insisal dari
gigi menembus gingiva. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat perbedaan waktu erupsi
antara satu populasi dengan populasi lain yang berbeda ras.

Berdasarkan penelitian Hurme pada berbagai etnis di Amerika Serikat dan EropaBarat
didapat data bahwa tidak ada dua individu yang mempunyai waktu erupsi yangpersis sama pada
rongga mulut.23 Perbedaan atau variasi 6 bulan pada erupsi gigi adalah biasa, tetapi
kecenderungan waktu erupsi terjadi lebih lambat daripada waktu erupsi lebih awal.
Berdasarkan penelitian Djaharuddin (1997, cit Primasari A, 1980) diSurabaya, terdapat
perbedaan waktu erupsi gigi permanen pada anak perempuan dananak laki-laki di mana gigi
pada anak perempuan lebih cepat daripadaanaklaki-laki.

(https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://dokumen.tips/docum
ents/mekanisme-erupsi-gigi.html)

MenurutMundiyah, tidakterdapat perbedaan waktu erupsi gigi desidui antara anak


perempuan dan anak laki-laki.Gigi yang bererupsi pertama kalinya adalah gigi susu atau gigi
desidui atau gigi primer. Untuk beberapa lama gigi susu akan berada dalam rongga mulut untuk
melaksanakan aktivitas fungsionalnya, sampai akhirnya gigi permanen erupsi untuk
menggantikan gigi susu tersebut.Gigi susu berjumlah 20 di rongga mulut, yaitu 10 pada maksila
dan 10 pada mandibula. Gigi susu terdiri dari insisivus pertama, insisivus kedua, kaninus, molar
pertama dan molar kedua di mana terdapat sepasang pada rahang untuk tiap jenisnya.Erupsi gigi
desidui dimulai saat bayi berusia 6bulan yang ditandai dengan munculnya gigi insisivus rahang
bawah dan berakhir dengan erupsi gigi molar dua padausia 2 tahun.

(https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://journal.umy.ac.id/ind
ex.php/mm/article/viewFile)

Gigi permanenberjumlah 32 yang terdiri dari 4 insisivus, 2 kaninus, 4 premolar, dan 6


molar pada masing-masing rahang. Waktu erupsi gigi permanen ditandai dengan erupsinya gigi
molar pertama permanen rahang bawah pada usia 6 tahun. Pada masa ini gigi insisivus pertama
rahang bawah juga sudah bererupsi di rongga mulut. Gigi insisivus pertama rahang atas dan gigi
insisivus kedua rahang bawah mulai erupsi pada usia 7-8 tahun, serta gigi insisivus kedua rahang
atas erupsi pada usia 8-9 tahun. Pada usia 10-12 tahun, periode gigi bercampur akan mendekati
penyempurnaan ke periode gigi permanen. Gigi kaninus rahang bawah erupsi lebih dahulu
daripada gigi premolar pertama dangigi premolar kedua rahang bawah. Pada rahang ata, gigi
premolar pertama bererupsi lebih dahulu dari gigi kaninus dan gigi premolar kedua bererupsi
hampir bersamaan dengan gigi kaninus. Erupsi gigi molar kedua berdekatan dengan erupsi gigi
premolar kedua, tetapi ada kemungkinan gigi molar kedua bererupsi lebih dahulu daripada gigi
premolar kedua. Erupsi gigi yang paling akhir adalah molar ketiga rahang atas dan rahang
bawah.
Erupsigigisusupada anak mulai berlangsung sekitar umur 6 bulan, dan biasanya diawali
oleh gigi insisivus mandibula tengah. Kronologi pertumbuhan gigi susu pada anak dapat dilihat
pada tabel berikut,

(https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://123slide.org/aprilia-tri-
noorharsanti-22010110110052-bab2kti-pdf)

Berdasarkan data daritabel di atas, dapat dihitung berapa jumlah normal yang seharusnya
tumbuhpada saat usia tertentu. Jumlah gigi susu sesuai dengan usianya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Untuk memudahkan untuk memahami kronolgi waktu, berikut gambaran mengenai kronologi
waktu erupsi gigi sulung,
(https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.usu.ac.id/bi
tstream/handle/123456789/19134/Chapter%2520II.pdf)

A. Kronologi Gigi Permanen


Waktu erupsi gigi diartikan sebagai waktu munculnya tonjol gigi atau tepiinsisal dari gigi
menembus gingiva. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapatperbedaan waktu erupsi antara satu
populasi dengan populasi lain yang berbeda ras.17Berdasarkan penelitian Hurme pada berbagai
etnis di Amerika Serikat dan EropaBarat didapat data bahwa tidak ada dua individu yang
mempunyai waktu erupsi yangpersis sama pada rongga mulut.23Perbedaan atau variasi 6 bulan
pada erupsi gigiadalah biasa, tetapi kecenderungan waktu erupsiterjadi lebih lambat
daripadawaktuerupsilebihawal.

(https://www.ada.org/~/media/ADA/Publications/Files/patient_58.ashx)

Berdasarkan penelitian Djaharuddin (1997, cit Primasari A, 1980) di Surabaya, terdapat


perbedaan waktu erupsi gigi permanen pada anak perempuan dan anak laki-laki di mana gigi
pada anak perempuan lebih cepat dari pada anak laki- laki. Menurut Mundiyah, tidak terdapat
perbedaan waktu erupsi gigi desidui antara anak perempuan dan anak laki-laki.
(http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=4054)

Gigi permanen berjumlah 32 yang terdiri dari 4 insisivus, 2 kaninus, 4 premolar, dan 6
molar pada masing-masing rahang.19 Waktu erupsi gigi permanen ditandai dengan erupsinya
gigi molar pertama permanen rahang bawah pada usia 6 tahun. Pada masa ini gigi insisivus
pertama rahang bawah juga sudah bererupsi di rongga mulut. Gigi insisivus pertama rahang atas
dan gigi insisivus kedua rahang bawah mulai erupsi pada usia 7-8 tahun, serta gigi insisivus
kedua rahang atas erupsi pada usia 8-9 tahun. Pada usia 10-12 tahun, periode gigi bercampur
akan mendekati penyempurnaan ke periode gigi permanen.8Gigi kaninus rahang bawah erupsi
lebih dahulu daripada gigi premolar pertama dan gigi premolar kedua rahang bawah. Pada
srahang atas, gigi premolar pertama bererupsi lebih dahulu dari gigi kaninus dan gigi
(http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=4054)

Tabel Kronologis Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Tetap

1. Gigi Seri 1 (I1)


Inisiasi Klasifikasi Pembentukan Erupsi Pembentukan
dimulai mahkota selsai akar selsai
5 - 5,25 bulan di 3 – 4 bulan 4 – 5 tahun 7 – 8 tahun 10 tahun
dalam janin 6 – 7 tahun 9 tahun
2. Gigi Seri 2 (I2)
Inisiasi Klasifikasi Pembentukan Erupsi Pembentukan
dimulai mahkota selsai akar selsai
5 - 5,25 bulan di 12 bulan 4 – 5 tahun 8 - 9 tahun 11 tahun
dalam janin 3 – 4 bulan 7 - 8 tahun 10 tahun

3. Gigi Caninus / Taring (C)


Inisiasi Klasifikasi Pembentukan Erupsi Pembentukan
dimulai mahkota selsai akar selsai
5 - 6 bulan di 4 - 5 bulan 6 - 7 tahun 11 - 12 tahun 13 - 15 tahun
dalam janin 9 - 10 tahun 12 - 14 tahun

4. Premolar 1 (P1)
Inisiasi Klasifikasi Pembentukan Erupsi Pembentukan
dimulai mahkota selsai akar selsai
Lahir 1,5 tahun 5 - 6 tahun 8 - 9 tahun 10 - 11 tahun
1,75 – 2 tahun 7 - 8 tahun 10 - 12 tahun
5. Premolar 2 (P2)
Inisiasi Klasifikasi Pembentukan Erupsi Pembentukan
dimulai mahkota selsai akar selsai
7,5 – 8 tahun 2 - 2,5 tahun 6 - 7 tahun 10 - 12 tahun 12 - 14 tahun
2,25 – 2,5 tahun 11 - 12 tahun 13 - 14 tahun

6. Molar 1 / Geraham 1 (M1)


Inisiasi Klasifikasi Pembentukan Erupsi Pembentukan
dimulai mahkota selsai akar selsai
3,5 – 4 bulan di lahir 2,5 – 3 tahun 6 – 7 tahun 9 - 10 tahun
dalam janin

7. Molar 2 / Geraham 2 (M2)


Inisiasi Klasifikasi Pembentukan Erupsi Pembentukan
dimulai mahkota selsai akar selsai
8,5 – 9 tahun 2,25 – 3 tahun 7 - 8 tahun 12 - 13 tahun 14 - 16 tahun
11 - 13 tahun 14 - 15 tahun

8. Molar 3 / Geraham (M3)


Inisiasi Klasifikasi Pembentukan Erupsi Pembentukan
dimulai mahkota selsai akar selsai
3,5 - 4 tahun 8 - 10 tahun 12 - 16 tahun 17 - 21 tahun 25 - 18 tahun

Sumber tabel : Buku Kedokteran Gigi Ichiningsih

LO 3 FAKTOR-FAKTOR DAN KELAINAN PADA ERUPSI GIGI

KELAINAN PADA ERUPSI GIGI


1.1 Ankylosis
Ankylosis adalah kondisi dimana gigi utama kehilangan koneksi ligamen normalnya
ke tulang, dan menyatu langsung dengan tulang, sehingga gigi dapat erupsi tetapi tidak
dapat beroklusi dengan gigi antagonisnya. Kejadian yang cukup umum ini paling sering
terlihat pada gigi molar pertama rahang bawah.
Bila gigi primer mengalami ankylosis maka akan mengakibatkan:
1. Bila akar gigi menyatu ke tulang, ia tidak lagi tumbuh pada tingkat normal dengan
gigi lainnya. Karena itu, nampak lebih rendah bila dibandingkan dengan gigi lainnya.
2. Gigi bagian atas membutuhkan gigi bawah untuk mengadakan kontak oklusal.
Apabila gigi pada rahang bawah mengalam oklusi,
3. Masalah yang lebih serius muncul dengan akar gigi Ankylose. Sekitar 50 persen dari
waktu, akar gigi ankilosa gagal larut secara normal saat gigi tetap tumbuh, dan gigi
permanen tersumbat di luar posisi.Pada gigi desiduiprevalensi terjadinya antara 7-14
%. Dan paling sering terjadi pada gigi molar pertama desidui rahangbawah, gigi
molar kedua desiduirahang bawah, gigi molar pertamadesidui rahang atas dan molar
kedua desidui rahang atas.
Kelainan ini disebabkan oleh:
1. Genetik
2. Trauma
3. Metabolisme local
Gambar 1: Anak berumur 12 tahun dengan ankylosis

Gambar 2: Foto panoramik seorang anak penderita ankylosis

2.2.Eruption Cryst
Eruption cryst merupakan suatuvariasi dari kista dentigerous yangmengelilingi gigi
yang sedangerupsi. Kista ini seringkali terlihatsecara klinis sebagai suatu lesi kebiru-biruan,
translusen, elevasi,dapat ditekan, asymptomatik, lesiberbentuk kubah (dome-shape)
darialveolar ridge yang dihubungkandengan suatu erupsi gigi permanenataupun erupsi gigi
desidui. Kistaerupsi memperlihatkan suatupembengkakan yang halusmenutupi gigi yang
erupsi, denganwarna berbeda dari gingival normal.terkadang sakit , tidak mengalamiinfeksi,
lembut dan berfluktuasi.Kista bisa seringkali pecah secaraspontan pada saat erupsi
gigi,namun trauma pada kista ini bisamenghasilkan perdarahan sehinggaterjadi perubahan
warna dan timbulrasa sakit.
Kista dentigerous adalah kista odontogenik yang berasal dari sisa-sisa epitel pembentuk
gigi yang berkembang menjadi kista. Epitel Mallazes seharusnya teresorbsi selama
perkembangan dan pertumbuhan gigi, oleh karena beberapa sebab seperti adanya trauma,
infeksi kronis, persistensi gigi anak-anak, gangguan asupan nutrisi sewaktu anak dalam
masa tumbuh kembang, maka resorbsi tidak terjadi.6 Kista berkembang lambat namun dapat
mengakibatkan kerusakan tulang yang dapat pula menyebabkan perubahan posisi gigi.7
Kista dentigerous ini biasanya melibatkan gigi yang tidak tumbuh. Dimungkinkan kista ini
berkembang karena adanya trauma didaerah anterior maksila.8,9 seperti diriwayatkan oleh
penderita pernah mengalami trauma.
Gambar 3: Anak yang menderita eruption cryst

2.3 Natal Teeth


Natal teeth merupakan adanya satu atau lebih gigi yang telah erupsi pada waktu
kelahiran dan. Gigi-gigi ini biasanya merupakan bagian dari supernumerari dan ditemukan
paling sering di regio insisivus rahang bawah. Email giginya biasanya hipoplastik dan
karena tidak ada pembentukan akar waktu kelahiran, gigi tersebut biasanya hanya melekat
tidak kencang.
Dalam 6.000 kelahiran, terdapat satu bayi yang mengalami natal teeth. Karena tidak
melekat dengan kencang, dikhawatirkan sewaktu-waktu bisa lepas dan tertelan oleh bayi
ketika menyusu.
Natal teeth disebabkan oleh:
 Infeksi
 Malnutrisi
 Posisi benih gigi
 Hormonal
 Sotos Syndrome
 Halerman-streiff Syndrome
 Pierre Robin Syndrome
 Elis von Creveld Syndrome

2.4.Distopi
Distopi adalah kelainan dimana gigi tumbuh di ruang yang lebih sempit daripada yang
seharusnya. Karena keterbatasan ruang untuk gigi tumbuh, akhirnya gigi tumbuh tidak pada
tepatnya dan menyebabkan “Vampire Smile”.
Distopi disebabkan oleh:
1. Faktor hereditas
2. Trauma sistem dentoalveolar
3. Kebiasaan buruk saat kanak-kanak (menghisap jari

Gambar 5: gigi-gigi distopi

2.5.Heterotropi
Heterotopi adalah munculnya gigi pada tempat yang tidak semestinya. Pada umumnya,
letak benih yang salah bisa menyebabkan erupsi gigi jauh dari letak semestinya.

2.6.Premature Eruption
Selain erupsi terlambat proses pertumbuhan gigi ini juga bisa mengalami pertumbuhan
lebih cepat dari waktu normal. Kadang- kadang satu atau dua gigi insisif pertama bawah susu
telah erupsi pada waktu bayi dilahirkan. Gigi ini bisa jadi gigi asli atau gigi supernumerari.
Gigi tersebut kemudian akan lepas sebelum gigi aslinya erupsi. Gigi semacam ini biasanya
mudah tanggal, pembentukan akar, struktur dan klasifikasi yang tidak sempurna.
(Effendi:2014)
Hubungan status gizi pada erupsi gigi
Status gizi merupakan salah satu faktor yang berperan penting pada pertumbuhan dan
perkembangan gigi termasuk tahapan erupsi gigi. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu
ditemukan bahwa anak-anak dengan status gizi baik, proses erupsi gigi umumnya berjalan
normal sedangkan anak-anak dengan status gizi kurang baik beresiko mengalami gangguan
pada proses erupsi gigi. (Kawengian:2015)
Kurangnya asupan zat gizi dapat berdampak antara lain pada keterlambatan erupsi gigi,
sebaliknya kelebihan zat gizi juga memberikan dampak yang tidak diharapkan bagi
pertumbuhan dan perkembangan gigi. Pada tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi, tidak
sedikit ditemukan kasus anak yang mengalami gangguan erupsi gigi akibat tidak
terpenuhinya asupan zat gizi. Hal ini dapat menyebabkan kelainan-kelainan pada
pertumbuhan gigi. (Kawengian:2015)
Berdasarkan hasil penelitian Almonaitiene di Lithuania, dikemukakan bahwa
kekurangan gizi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi keterlambatan erupsi gigi
permanen anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan kategori status gizi
baik, status gizi gemuk dan sangat gemuk lebih banyak memiliki gigi permanen yang sudah
erupsi sesuai usia erupsinya daripada yang berstatus gizi kurus. Responden dengan status gizi
kurus lebih banyak memiliki gigi permanen yang belum erupsi sesuai usia
erupsinya.(Effendi:2014)
Kategori status gizi kurus dengan jumlah total 15 responden, 11 di antaranya dengan
keadaan erupsi gigi belum erupsi dan 4 responden dengan keadaan erupsi gigi sudah erupsi.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dikemukakan oleh Windratih yang menyatakan bahwa
pada anak-anak dengan status gizi kurus pertumbuhan gigi permanennya lebih lambat
dibandingkan dengan anak-anak yang mempunyai status gizi baik. Penelitian lain juga
mengemukakan hal yang sama yaitu penelitian dari Schuurs yang mengemukakan bahwa
kekurangan gizi yang berat dapat memengaruhi pertumbuhan badan yang ditentukan oleh
panjang dan berat badan sehingga terdapat korelasi dengan tertundanya kemunculan gigi.
(Rahmawati : 2014)
Pertumbuhan dan perkembangan gigi dan mulut dipengaruhi zat gizi. Tahap dini
pertumbuhan gigi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu Ca, P, F, dan vitamin. Nutrisi dan
keadaan sosioekonomi memiliki pengaruh pada erupsi gigi. Anak-anak dengan latar belakang
sosioekonomi yang lebih tinggi, kemunculan giginya lebih cepat dibandingkan anak-anak
dengan latar belakang sosioekonomi yang kurang. Hal ini diperkirakan bahwa anak yang
memiliki latar belakang sosioekonomi lebih tinggi mendapatkan pelayanan kesehatan dan
nutrisi yang lebih baik sehingga mempengaruhi perkembangan gigi yang terjadi lebih awal.
(Rahmawati : 2014)

2.7.Late Eruption
Keterlambatan erupsi gigi itu berhubungan dengan hambatan pertumbuhan
perkembangan gigi dalam tulang rahang, sehingga fase pre erupsiyang terdiri atas proses
inisiasi, proliferasi,morfodiferensiasi, aposisi, juga klasifikasi pun mengalami hambatan. Hal
ini diikuti pula oleh terlambatnya fase penetrasi mukosa dan fase oklusal gigi sulung (fase
erupsi) yang diikuti keterlambatan munculnya gigi dalam mulut (Almonaitine:2010)
Erupsi yang tertunda dapat disebabkan karena kelainan genetik, faktor nutrisi, kelahiran
prematur, gangguan kelenjar endokrin, berat badan dan tinggi badan, faktor sosioekonomi
dan penyakit sistemik, sedangkan penyebab dari retensi gigi disebabkan oleh faktor lokal
yaitu hiperplasia gingiva, membran mukosa gingiva yang terkena luka operasi atau
kecelakaan, tumor dentigerous dan ankylosis (Almonaitine:2010).
Faktor berat badan lahir bayi berpengaruh pula pada pertumbuhan perkembangan gigi,
karena pembentukan gigi dipengaruhi oleh nutrisi saat prenatal, berat badan menunjukkan
kecukupan nutrisi. Keterlambatan erupsi gigi sulung jugaberhubungan dengan faktor nutrisi
tidak baik yang merupakan faktor berpengaruh pada erupsi gigi. Seperti disebutkan pada
penelitian Sjarif dkk bahwa faktor berat badan lahir menentukan keparahan efek email gigi
sulung yang akan erupsi pada anak dengan riwayat kecil masa kehamilan (KMK). Semakin
kecil berat badan lahir bayi maka semakin parah efek email gigi sulungnya, tetapi semakin
besar berat lahir bayi maka semakin ringan efek emailnya. Demikian pula halnya dengan
waktu erupsi gigi, terlihat pada penelitian ini bahwa anak dengan berat lahir normal yaitu
>2.500 gram mengalami erupsi gigi sulung yang lebih cepat daripada anak lahir prematur
BBLR (Rahmawati:2014)
Penelitian sebelumnya juga menyatakan terdapat keterlambatan perkembangan fisik dan
juga psikis bayi dengan riwayat prematur BBLR, demikianjuga pada struktur jaringan oral
yaitu terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada gigi sulung maupun permanen
yang dapat berupa anomali perkembangan seperti kelainan strukturemail, palatal, dan ukuran
gigi yang lebih kecil (Rahmawati:2014).
Keterlambatan ini terjadi terutama pada erupsi gigi pertama sulung. Keadaan ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya bahwa lahir prematur BBLR berisiko. Hasil penelitian ini
memperlihatkan bahwa erupsi gigi sulung terjadi lebih lambat pada anak dengan riwayat
lahir prematur BBLR. Erupsi pada anak prematur BBLR dimulai pada usia 12
bulan,sedangkan pada anak yang normal erupsi dimulai pada usia 4 sampai 6 bulan
mengalami hambatan perkembangan dan imaturitas organ termasuk gigi. Keterlambatan
erupsi gigi sulung selain berhubungan dengan usia gestasi juga berhubungan dengan faktor
saat lahir, yaitu apabila terjadi komplikasi yang memerlukan intubasi orotrakeal yang lama,
sedangkan dengan patogenesisnya yang belum jelas, akan berisiko gangguan lokal pada
pertumbuhan perkembangan gigi dan palatal.

2.8.Ectopic Eruption
Ectopic Eruption: suatu keadaan yang biasanya terlihat ketika gigi permanent mulai
menggantikan gigi desidui pada usia sekitar 6 tahun. Merupakan erupsi yang abnormal dari
suatu gigi permanen dalam hal ini gigi ke luar dari jalur normal dan menjadi penyebab
resorbsi abnormal suatu gigi desidui yang akan diganti. Sering terlihat adanya dua jalur gigi
pada area anterior rahang bawah. Gigi incisivus permanent tumbuh dibelakang gigi insisivus
desidui. Ectopic Eruption mungkin berhubungan dengan salah satu dari tiga proses yang
berbeda: gangguan perkembangan, proses patologis, dan aktifitas iatrogenic. Etiologi dari
gigi ektopik tidaklah diketahui. Interaksi jaringan yang abnormal selama perkembangan
mungkin berpotensi mengakibatkan perkembangan gigi dengan erupsi ektopik. (Baker:2001)
Etiologi dari erupsi ektopik suatu maxillary permanen geraham pertama tidaklah
dengan jelas dipahami meskipun demikian satu atau lebih kondisi-kondisi berikut mungkin
terkait dengan hal tersebut:
a) Akibat dari ukuran Molar pertama permanen dan atau gigi molar kedua desidui lebih
besar dari normalnya
b) Gigi bererupsi pada suatu sudut abnormal terhadap dataran oklusal
c) Pertumbuhan tuberositas terlambat menghasilkan panjang lengkung yang abnormal
d) Morfologi dari permukaan distal mahkota gigi molar kedua desidui dan akar
memberikan hambatan erupsi sehingga terjadi abnormalitas kemiringan gigi permanen
molar pertama.
Perawatan
Ectopic eruption : Self-corrective (Jump-type), 66% dari kasus ectopic eruption gigi
molar akhirnya dapat erupsi pada posisi seharusnya tanpa melalui perawatan korektif.
Metode perawatan dapat bervariasi berdasarkan pemeriksaan klinis, tergantung dari
hambatan dan analisa ruang. Perawatan pada ectopic eruption gigi molar permanen
bertujuan untuk membebaskan gigi molar permanen dari hambatan dan memberikan
pedoman erupsi bagi gigi tersebut. Pada beberapa kasus, gigi molar kedua desidui
diekstraksi; gigi molar permanen dapat erupsi dan kemudian bergerak ke distal menuju
posisi normal. Beberapa metode yang digunakan adalah dengan brass ligature wire,
stainless steel crown, Humphrey appliance, dan helical spring.

Gambar. Gigi insisivus lateral permanent kiri rahang bawah tumbuh


di belakang gigi insisivus lateral desidui kiri rahang bawah
(P. Pradnya:2010)

2.9.Eruption Hematoma
Eruption Hematoma adalah suatu lesi kebiru-biruan, buram, lesi asymptomatic yang
melapisi gigi yang sedang erupsi. Bengkak terjadi dalam kaitannya dengan terjadinya
akumulasi darah, cairan jaringan, yang terjadi dalam follicular kantung yang meluas di
sekitar erupsi mahkota.

(P.Pradnya:2010)

2.10. Teething
Menurut Burket, definisi teething yaitu suatu proses fisiologis dari waktu erupsi gigi
yang terjadi pada masa bayi, anak dan remaja (sewaktu gigi molar tiga akan erupsi) yang
diikuti dengan gejala lokal maupun sistemik.
Teething lebih sering timbul pada erupsi gigi sulung, terutama erupsi gigi molar yang
relatif besar, sedangkan gigi insisivus sulung yang ukurannya relatif lebih kecil dapat
erupsi tanpa mengalami gangguan kesulitan, walaupun gejala lokal dan sistemik dapat juga
menyertainya. Erupsi gigi pada anak secara umum diketahui dapat menimbulkan gejala.
Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara erupsi gigi dengan demam, iritabilitas,
menangis pada malam hari bahkan dapat timbul kejang kejang. Dokter anak, orang tua dan
dokter gigi anak mempunyai kesamaan bahwa tanda dan gejala yang diakibatkan oleh
erupsi mempunyai hubungan yang erat. Kebanyakan orang tua (56,7 %) dan dokter gigi
anak (52 %) menyatakan bahwa diare berhubungan dengan erupsi gigi, tetapi hanya 9 %
dokter anak yang memiliki pendapat yang sama. Perbedaan pendapat ini terjadi karena
pengetahuan yang berbeda antar tenaga kesehatan selama masa pendidikannya mengenai
gejala yang menyertai erupsi gigi. Sebagai contoh, jika demam yang berhubungan dengan
erupsi gigi mereka dapat mengabaikan gejala tersebut, tetapi mengidentifikasikan masalah
tersebut sebagai infeksi pernafasan atas. Diagnosis banding untuk diare akut bagi ruang
lingkup dokter anak adalah infeksi, keracunan, sedangkan erupsi gigi tidak termasuk.
Macknin dkk melaporkan bahwa beberapa gejala ringan (suka menggigit, berliur,
menggosok-gosok gusi, iritabilitas dan menghisap-isap) berhubungan dengan erupsi gigi.
Carpenter dkk dalam laporan penelitiannya melaporkan adanya hubungan yang pasti
dengan terjadinya gangguan sistemik seperti diare, rhinorea dan iritabilitas. (Pradyana:
2000)
Gejala Lokal :
Pada rongga mulut :
 Terlihat warna kemerahan atau pembengkakan gingiva pada regio yang akan erupsi,
konsistensinya keras, berkilat dan kontornya sangat cembung.
 Terjadi hipersalivasi dan konsistensinya kental.
 Di sekeliling gigi yang akan erupsi terlihat daerah keputih-putihan.
Pada wajah :
 Terdapat eritema yaitu bercak-bercak merah pada pipi (ruam), tepi mulut dari regio
yang akan erupsi, hal ini disebabkan aliran saliva yang terus menerus.
 Terlihat asimetris wajah atau pembengkakan.
Gejala Sistemik :
Bayi akan gelisah, menangis, tidak dapat tidur, kehilangan nafsu makan, rasa haus yang
meningkat bahkan disertai diare yang berat. Tanda dan gejala teething berdasarkan
frekwensi terjadinya diare, demam, inflamasi atau gusi sensitif, gangguan/gejala
pernafasan, gangguan tidur atau menangis di malam hari, iritabilitas, pengeluaran air liur
yang berlebihan, kehilangan nafsu makan, ruam (bercak), banyak minum, gelisah, mual,
muntah, menggosok atau menarik telinga, pingsan, pembengkakan pada gusi.
Perawatan Lokal :
1. Teething Toys
Yaitu mainan untuk masa-masa gigi sulung tumbuh. Mainan ini terbuat dari karet yang
elastis, dapat dihisap atau digigit oleh bayi. Gunanya untuk memuaskan kecendrungan
alamiah anak-anak menggigit dan mengedot. Bayi dapat sembuh dari keluhannya
melalui tekanan pada waktu menggigit dan mainan ini dapat membantu mengatasi hal
tersebut.
2. Teething Foods
Yaitu makanan berupa biskuit yang keras atau biskuit biasa ySang digunakan semasa
pertumbuhan gigi bayi. Makanan/biskuit ini terdiri dari gandum dan lemak tetapi tidak
mengandung gula atau pemanis lainnya. Tidak mengandung gula karena kebiasaan
memberikan rasa manis kepada bayi /anak dapat menyebabkan terjadinya Sweet tooth
yaitu cenderung menyukai makanan/minuman yang manis. Pemakaiannya yaitu digigit
atau dihisap.
3. Obat topikal/topikal aplikasi
Tersedia berbagai tipe salep dan jeli yang mempunyai khasiat melawan iritasi lokal dan
anti inflamasi dengan efek analgetik dan anti septik. Contoh : Bonjela, gentian, violet,
kenalog, borax gliserin.
Perawatan Sistemik
Yaitu dengan pemberian obat-obatan berupa analgetik, anti piretik dan
sedatif/hipnotik. Bila disertai gejala diare sebaiknya bayi dibawa ke rumah sakit atau
dirujuk ke dokter anak, karena diare yang terus menerus dapat menyebabkan bayi
kekurangan cairan sehingga membahayakan jiwanya.(Pradyana: 2000)

2.11 Gigi Molar Susu Terpendam


Definisi : Disebut juga dengan Submerged teeth yaitu suatu gangguan erupsi yang
menunjukkan gagalnya gigi molar sulung mempertahankan posisinya akibat perkembangan
gigi disebelahnya sehingga gigi molar sulung tersebut berubah posisi menjadi di bawah
permukaan oklusal.
Gigi molar dua sulung rahang bawah lebih sering terkena, bahkan ada penelitian
yang menemukan bahwa gigi tersebut terbenam seluruhnya sampai di bawah gingiva.
Mekanisme terbenamnya belum diketahui dengan pasti, diduga berhubungan dengan
ankilosis, yang disebabkan pengendapan tulang yang berlebihan selama fase resorpsi dan
reposisi (perbaikan) yang merupakan ciri normal resorpsi akar pada gigi sulung.
Pergerakan ke arah oklusal dari gigi molar dua sulung terhambat atau terhenti sehingga
gigi tersebut terletak di bawah permukaan oklusal gigi molar satu sulung dan molar satu
tetap, molar dua susu terpendam.
Perawatan
Beberapa kasus, gigi yang terbenam tersebut dapat lepas sendiri. Bila ada tanda
terganggunya benih premolar dua di bawahnya ( melalui ronsen foto) atau kemungkinan
gigi didekatnya terungkit (gigi molar satu tetap), sebaiknya gigi yang terbenam tersebut
dicabut saja.

(P. Pradnya:2010)

2.12. Kelainan pada Struktur Gigi


a. Enamel
Dibanding jaringan-jaringan gigi yang lain, enamel adalah jaringan yang paling
kuat, keras dan merupakan pelindung gigi yang paling tahan terhadap
rangsanganrangsangan
pada waktu pengunyahan.
Secara normal enamel berkembang dalam 3 fase yaitu :
1. Fase pembentukan yaitu terjadinya pembentukan matriks organik
2. Fase kalsifikasi yaitu terjadinya mineralisasi matriks organik
3. Fase maturasi yaitu terjadinya pematangan mineralisasi
Kelainan enamel :
Kelainan pada struktur jaringan keras gigi dapat terjadi pada tahap
histodiferensiasi, aposisi dan kalsifikasi selama tahap pertumbuhan dan perkembangan
gigi, yang dapat mengenai gigi sulung maupun gigi tetap. Kelainan-kelainan tersebut
adalah :
 Amelogenesis Imperfekta
Ada 3 bentuk dasar amelogenesis imperfekta yaitu :
1. Hipoplastik
Terjadi akibat kerusakan pada pembentukan matriks enamel.
2. Hipokalsifikasi
Terjadi akibat kerusakan pada mineralisasi deposit matriks enamel.
3. Hipomaturasi
Terjadi akibat adanya gangguan pada perkembangan atau pematangan enamel.
 Hipoplasia Enamel
Hipoplasia enamel atau sering juga disebut enamel hipoplasia adalah suatu
gangguan pada enamel yang ditandai dengan tidak lengkap atau tidak sempurnanya
pembentukan enamel. Dapat terjadi pada gigi sulung maupun tetap.
Gambaran klinis :
· Terdapatnya groove, pit dan fisur yang kecil pada permukaan enamel
· Pada keadaan yang lebih parah dijumpai adanya guratan guratan pit yang dalam,
tersusun secara horizontal pada permukaan gigi.

b. Kelainan pada Dentin


1. Dentinogenesis Imperfekta
Gambaran klinis :
· Pada anomali ini gigi berwarna biru keabu-abuan atau translusen.
· Enamel cenderung terpisah dari dentin yang relatif lunak dibanding enamel.
· Dentin tipis, enamel normal dan tanduk pulpa besar.
2. Dentin Displasia
Yaitu kelainan pada dentin yang melibatkan sirkum pulpa dentin dan morfologi
akar, sehingga akar terlihat pendek.
c. Kelainan pada Sementum
Yaitu terjadinya penumpukan sementum akibat pembentukan sementoblast yang
berlebihan, menyebabkan sementum bersatu dengan ligamen periodontal.
Etiologi
1. Faktor Lokal . Misalnya peradangan, rangsangan mekanis
2. Faktor Umum. Misalnya penyakit akromegali, penyakit paget atau kleidokranial
disostosis.
Perawatan :
Tujuan perawatan kelainan struktur gigi adalah :
1. Memperbaiki penampilan (estetis)
2. Menghilangkan rasa sakit atau rasa tidak enak
3. Mencegah atrisi
4. Mengembalikan fungsi gigi
Perawatan :
Gigi depan : Penambalan dengan komposit resin, akrilik siap pakai atau porselen.
Gigi belakang : Penambalan dengan amalgam, komposit resin, GIC (Glass Ionomer
Cement), SSC (mahkota stainless stell) untuk gigi sulung.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://dokumen.tips/download/link/mekanisme-erupsi-gigi
2. https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://dokumen.tips/docum
ents/mekanisme-erupsi-gigi.html
3. https://www.scribd.com/mobile/doc/183116911/Mekanisme-Erupsi-Gigi
4. https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.usu.ac.id/bit
stream/handle/123456789/19134/Chapter%2520II.pdf
5. https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://journal.umy.ac.id/inde
x.php/mm/article/viewFile
6. https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://123slide.org/aprilia-
tri-noorharsanti-22010110110052-bab2kti-pdf
7. https://www.ada.org/~/media/ADA/Publications/Files/patient_58.ashx
8. http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=4054
9. Buku Kedokteran Gigi Ichiningsih

A.H.B. SCHUURS. 2007. Patologi Gigi Geligi Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Almonaitiene, R., Balciuniene, I., et al. 2010. Factors Influencing Permanent Teeth Eruption:
Part One-General Factor. Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 12 (3); 67-72

drg. Pradyana Paramita. 2000. Memahami Pertumbuhan dan Kelainan Gigi Anak. Jakarta:
Trubus Agriwidya

Effendi H. S, Soewondo W. 2014. Erupsi Gigi Sulung pada Anak dengan Riwayat Lahir
Prematur, Berat Badan Lahir Renda., MKB.46(1)

Kawengian Shirley E. S, Lantu Virginia A. R, Wowor Vonny N. S. 2015. Hubungan status gizi
dengan erupsi gigi permanen siswa SDN 70 Manando.Jurnal e-GiGi (eG), 3(1).
Rahmawati Atiek Driana, Retriasih Hastami, Medawati Ana. 2014. Hubungan antara Status Gigi
dengan Status Erupsi Gigi Insisivus Sentralis Permanen Mandibula. Insisiva Dental
Journal,3(1).

Wangidjaja, Itjiningsih. 2015. Anatomi Gigi, Ed. 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pradnya, Paramita. 2000. Memahami Pertumbuhan dan Kelainan Gigi Anak. Jakarta. Trubus
Agriwidya.
Indahyani, Didin. 2017. Power Point Pembentukan dan Perkembangan email (amelogenesis).
Jember. Universitas Jember
Indahyani, Didin. 2017. Power Point Odontogenesis. Jember. Universitas Jember.
Jurnal Waktu Erupsi Gigi Permanen. Medan. Universitas Sumatera Utara.
https://repository.usu.ac.id (Diakses pada tanggal 12 Desember 2017)
R.J. Andlaw. 1992. Perawatan Gigi Anak Edisi 2. Jakarta: Widya Medika.

http://dentalbliss.com/ankylosis/

http://www.dentistryiq.com/articles/2015/03/ankylosed-primary-teeth-with-no-permanent-
successors-what-do-you-do-part-1.html

http://motherhoodinstyle.net/wp-content/uploads/2016/11/baby-t-653x425.jpg

www.healthline.com

Natal Teethwww.stanfordchildrens.org

https://www.oralanswers.com/baby-born-with-teeth/

http://www.juniordentist.com/

ocw.usu.ac.id

Anda mungkin juga menyukai