A. Kajian Pustaka
b. Pengertian Menulis
Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan dalam
berbahasa Indonesia. Menulis merupakan keterampilan yang memiliki
berbagai aspek yang harus dikuasai, misalnya tanda baca, ketatabahasaan,
ejaan, peragraf, kalimat da lain sebagainya. Meurut Dalman (2014: 3)
“Menulis merupakan suatu kegiatan penyampaian pesan (informasi) secara
tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau
medianya”. Dalam hal ini berarti kegiatan menulis merupakan suatu kegiatan
komunikasi karena terjadi penyampaian informasi dari pihak pengirim
kepada pihak penerima. Mendukung pendapat tersebut Tarigan (2008: 21)
menambahkan, bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan
lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami
oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik
tersebut jika memahami bahasa dan gambaran grafik itu.
Sejalan dengan pendapat di atas, McCrimmon (1976: 2) menyatakan
bahwa menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai
suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara
melukiskannya sehingga pembaca dapat memahami dengan mudah dan jelas
(Rukayah, 2013: 5).
Sedangkan menurut Kristiantari (2004: 99) menulis merupakan suatu
kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa
tulis sebagai alat atau medianya. Dalam berinteraksi dengan orang lain dapat
dilakukan dengan bahasa lisan maupun dengan bahasa tulis. Bahasa tulis
digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Melalui tulisan,
penulis mengungkapkan ide/gagasan, pengalaman, maupun perasaannya
sehingga dapat diterima dan dipahami oleh pembaca.
8
d. Tujuan Menulis
Menurut Kusumaningsih (2013: 67) tujuan utama menulis adalah
sebagai alat komunikasi secara tidak langsung melalui tulisan. Tulisan dapat
menyampaikan pesan penulis kepada pembaca sehingga pembaca
memahami maksud yang disampaikan melalui tulisan tersebut.
Dalam menuangkan ide/gagasan dalam bentuk tulisan seorang
penulis mempunyai maksud atau tujuan tertentu. Menurut Hugo Hartig
(dalam Tarigan, H.G., 2008: 25) berpendapat bahwa tujuan penulisan suatu
tulisan, yaitu: 1) assigment purpose (tujuan penugasan), 2) altruistic purpose
(tujuan altruistik), 3) persuasive purpose (tujuan persuasif), 4) informational
purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan), 5) self-expressive
purpose (tujuan pernyataan diri), 6) creative purpose (tujuan kreatif), 7)
10
e. Manfaat Menulis
Kegiatan menulis memiliki banyak manfaat yang dapat dipetik.
Menurut Pennebaker (Hernowo, 2003: 52) manfaat menulis yaitu: 1) menulis
menjernihkan pikiran, (2) menulis mengatasi trauma yang menghalangi
penyelesaian tugas-tugas penting, (3) menulis membantu memecahkan
masalah, (4) menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru,
(5) menulis bebas membantu kita ketika terpaksa harus menulis. Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat dijelaskan secara rinci manfaat yang diperoleh
seseorang ketika ia menulis adalah menulis menjernihkan pikiran. Dengan
menulis kita akan berusaha berkontrensasi terhadap hal tertentu.
Sejalan dengan pendapat di atas, Suparno (2007: 14) menyatakan
bahwa kemanfaatan menulis itu di antaranya dalam hal: 1) peningkatan
kecerdasan, 2) pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, 3) penumbuhan
keberanian, dan 4) pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan
informasi (Jauhari, 2013: 15).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis
merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi peserta didik. Dengan
menulis dapat meningkatkan daya kreativitas seseorang, membiasakan diri
untuk berpikir, memperluas wawasan, dan mengungkapkan ide/gagasan,
perasaan, dan pengalaman lewat tulisan.
12
f. Pengertiaan Narasi
Kata narasi berasal dari bahasa Inggris narration, yang artinya cerita,
dan kata narrative, artinya yang menceritakan (Jauhari, 2013: 48).
Keraf (2003: 136) menyatakan bahwa narasi adalah suatu bentuk
wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada
pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Penulis bermaksud
menyampaikan bahwa dalam suatu karangan narasi mencakup dua unsur
dasar, yaitu perbuatan atau tindakan dan rangkaian waktu. Sesuatu yang telah
terjadi merupakan perbuatan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam suatu
rangkaian waktu.
Tompkins (1994: 212) mengemukakan pengertian narasi sebagai
berikut:
“A story or narrative is an account of an event or a series of event,
either fictitious or true, that entertains readers. A fully developed
story involves a conflict which is introduced in the beginning,
becomes more complicated in the middle, and is resolved at the end.”
(Sebuah cerita atau narasi adalah sebuah cerita tentang suatu
peristiwa atau rangkaian peristiwa baik khayalan atau kenyataan yang
dapat menghibur pembaca. Dalam mengembangkan cerita
melibatkan suatu konflik dengan pengenalan di awal cerita,
kemudian ditengah menjadi semakin rumit, dan penyelesaian di akhir
cerita).
h. Ciri-ciri Narasi
Semi (1990: 33) mengemukakan ciri penanda narasi, yaitu: 1) berupa
cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia, 2) kejadian atau peristiwa
yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar
terjadi, semata-mata imajinasi, atau gabungan keduanya, 3) berdasarkan
konflik, 4) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampaiannya
bersifat sastra, 5) menekankan susunan kronologis, dan 6) biasanya memiliki
dialog (Andayani, 2009: 35).
Sedangkan menurut Keraf (2007: 136) ciri-ciri karangan narasi yaitu:
1) menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan, 2) dirangkai dalam urutan
waktu, 3) berusaha menjawab pertanyaan apa yang terjadi, dan 4) ada
konflik, narasi dibangun oleh sebuah alur cerita (Dalman, 2014: 110).
Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Eriyanto (2013: 2) sebuah teks
hanya bisa disebut narasi jika memenuhi tiga syarat dasar yaitu adanya
rangkaian peristiwa, rangkaian peristiwa tersebut tidak acak tetapi mengikuti
logika tertentu, dan pemilihan peristiwa.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa narasi memiliki ciri-ciri yaitu berisi suatu cerita tentang
pengalaman atau peristiwa, menekankan pada rangkaian waktu, dan terdapat
konflik di dalamnya. Hal inilah yang membedakan narasi dari bentuk
karangan lainnya, yaitu deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
kondisi belajar agar dapat mencapai tujuan belajar. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Slavin dalam Solihatin dan Raharjo (2009: 4) yang menyatakan
cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana peserta didik
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang
bersifat heterogen.
Kelompok yang dibentuk dalam pembelajaran kooperatif bersifat
heterogen, hal ini dilakukan agar terjadi pemerataan kemampuan. Dalam satu
kelompok beranggotakan peserta didik yang memiliki kemampuan
berbedabeda. Rukayah, dkk. (2012: 18) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama antar peserta didik dalam kelompok,
dan anggotanya terdiri dari beberapa peserta didik yang memiliki
kemampuan yang tidak sama (homogen) yang berarti bersifat heterogen.
Adanya kelompok yang heterogen dapat dikondisikan agar peserta
didik dapat saling bekerja sama. Antarpeserta didik dapat belajar bersama,
peserta didik yang telah mencapai kompetensi diarahkan untuk mengajari
peserta didik yang belum mencapainya. Hal tersebut sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Johnson dan Johnson (2015) dalam International Journal
of Education Research, “Cooperative learnings the instructional use of small
groups so that students work together to maximize their own and each
other’s learning”. Pembelajaran kooperatif merupakan petunjuk dalam
penerapan kelompok kecil sehingga peserta didik dapat saling bekerja sama
untuk memaksimalkan kemampuannya sendiri dan untuk saling belajar
dengan satu sama lain. Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif, peserta
didik dalam satu kelompok saling membantu untuk memahami materi dan
menyelesaikan tugas yang diberikan. Tidak adanya persaingan antaranggota
kelompok, mereka saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran
yang melibatkan peserta didik yang belajar dalam kelompok kecil yang
terdiri 3 – 6 orang yang berbeda, dimana setiap peserta didik dalam
21
kelompok dituntut untuk saling bekerja sama untuk bertukar pendapat, tanya
jawab, sehingga menghasilkan kerja sama yang memuaskan. Semua anggota
kelompok harus bertanggung jawab penuh terhadap kinerja kelompoknya
dan pembagian tugas harus merata.
2) Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat melatih siswa untuk
menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan secara sistematis sehingga
siswa akan lebih memahami materi dan membantu siswa untuk
mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk tulisan.
Selain itu, kelebihan model pembelajaran tipe Think Talk Write juga
dikemukakan oleh Suseli (2010: 39) yang berpendapat bahwa model
penerapan model Think Talk write (TTW) memiliki kelebihan diantaranya:
1) dapat mendidik peserta didik lebih mandiri, 2) membentuk kerjasama tim,
3) lebih memberikan pengalaman pribadi), 4) melatih peserta didik berani
tampil dan 5) peserta didik menjadi lebih aktif.
Dari berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
kelebihan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) yaitu membuat
peserta didik lebih aktif, melatih peserta didik untuk berfikir, berbicara dan
menulis melalui proses diskusi, dan dapat membiasakan peserta didik
mengungkapkan ide atau gagasan melalui kegiatan berfikir dan
menungkannya dalam bentuk tulisan.
Selain kelebihan-kelebihan yang dimiliki, model pembelajaran Think
Talk Write (TTW juga memiliki beberapa kelemahan seperti yang
diungkapkan oleh Shoimin (2016: 215) antara lain: 1) peserta dimungkinkan
sibuk sendiri, 2) ketika peserta didik bekerja dalam kelompok maka mudah
kehilangan kemampuan dan kepercayaan karena didominasi oleh peserta
didik yang mampu, 3) guru membutuhkan tenaga lebih untuk menyiapkan
semua media dengan matang agar dalam menerapkan model pembelajaran
Think Talk Write (TTW) tidak mengalami kesulitan. Sependapat dengan
Shoimin, Yamin dan Ansari (2012: 46) menambahkan kelemahan model
Think Talk Write (TTW) adalah 1) kecuali soal open mended , peserta akan
bekerja sibuk, 2) peserta didik akan kehilangan kemampuan, 3) guru sibuk
menyiapkan media pembelajaran.
Kelemahan model Think Talk Write (TTW) juga diungkapkan oleh
Suyatno (2009: 52) yang menyatakan bahwa model Think Talk Write (TTW)
memiliki kelemahan dinataranya: 1) model pembelajaran Think Talk Write
24
terdapat pada variabel terikatnya, yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh
Setiawati permasalahan yang diambil adalah mengenai keterampilan menulis
karangan deskripsi pada siswa kelas IVA SDN 1 Kracak tahun pelajaran
2014/2015, sedangkan permasalahan yang diambil dalam penelitian ini yaitu
mengenai kemampuan menulis narasi pada siswa kelas IV SD Negeri Pajang
I Surakarta tahun ajaran 2017/2018.
B. Kerangka Berfikir
Pada kondisi awal pembelajaran di SD Negeri Pajang I, keterampilan
menulis narasi peserta didik kelas IV masih rendah. Setelah dilakukan wawancara
dan pengamatan diperoleh data bahwa dalam pembelajaran belum diterapkan
model pembelajaran yang yang inovatif dan peserta didik kesulitan menuangkan
ide/gagasan dalam bentuk tulisan.
Berdasarkan kondisi awal tersebut, peneliti melakukan tindakan dengan
penerapan model pembelajaran. Model pembelajaran yang diterapkan dalam
penelitian ini yaitu model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW).
Penerapan model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) bertujuan untuk
mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
menulis narasi dalam pembelajaran.
Tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran Think Talk Write (TTW) terbagi menjadi dua siklus, dimana masing-
masing siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Kondisi akhir dalam penelitian ini
diharapkan dengan penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat
meningkatkan keterampilan menulis narasi pada peserta didik kelas IV SD Negeri
Pajang I Surakarta Tahun Ajaran 2017/2018.
Kerangka Berfikir dalam penilaian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
29
Penggunaan model
Keterampilan
pembelajaran masih
menulis narasi
Kondisi Awal kurang inovatif dan
masih rendah
bervariasi
Siklus I
1. Perencanaan
2. Tindakan
3. Observasi
4. Refleksi
Pemberian Keterampilan
pemebelajaran
TTW
Siklus II
1. Perencanaan
2. Tindakan
3. Observasi
4. Refleksi
Keterampilan
menulis narasi
meningkat 75 %
Keterampilan menulis
narasi di SD N Pajang I
Surakarta meningkat
Kondisi Akhir Siklus n
dengan model
pembelajaran TTW
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir yang telah diuraikan
maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan keas ini yaitu “ Penerapan
model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan keterampilan
menulis narasi pada peserta didik kelas IV SD Negeri Pajang I Surakarta Tahun
Ajaran 2017/2018”.