Anda di halaman 1dari 25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Hakikat Keterampilan Menulis Narasi


a. Pengertian Keterampilan
Kata keterampilan sering dikaitkan sebagai suatu kemampuan
praktek. Menurut Syah (2014: 117) keterampilan adalah kegiatan yang
berhubungan dengan urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam
kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya.
Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi
gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Melengkapi pendapat Syah,
Soemardji (2001: 2) menyatakan bahwa terampil atau cekatan adalah
kepandaian melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar. Apabila
seseorang dapat melakukan suatu pekerjaan dengan cepat tetapi tidak benar,
maka kemampuan tersebut bukan merupakan keterampilan. Begitu pula jika
seseorang dapat mengerjakan sesuatu dengan benar tetapi lambat, maka
kemampuan tersebut juga dikatakan belum terampil. Sependapat dengan
Soemardjadi, Desmita (2006: 272) berpendapat bahwa keterampilan
merupakan suatu kemampuan tingkat tinggi yang memungkinkan seseorang
dapat melakukan suatu kegiatan motorik kompleks dengan lancar disertai
ketepatan. Persamaan dari ketiga pendapat tersebut yaitu kata keterampilan
sama artinya sama dengan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu
pekerjaan.
Pendapat lain tentang pengertian keterampilan yaitu menurut Subana
& Sunarti (2011: 36) yang menyatakan bahwa keterampilan adalah
kemampuan menggunakan pikiran atau nalar, sedangkan perbuatan yang
efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu disebut kreativitas.
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat dari Sukmadinata dan Syaodih
(2012: 184) yang mengungkapkan bahwa keterampilan sebagai suatu
kemampuan seseorang dalam menerangkan atau menggunakan pengetahuan
6
7

yang dikuasainya dalam sesuatu bidang kehidupan. Berdasarkan beberapa


pendapat tentang pengertian keterampilan, maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan adalah kemampuan seseorang untuk bertindak, dan
mengerjakan suatu hal secara cepat dan tepat.

b. Pengertian Menulis
Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan dalam
berbahasa Indonesia. Menulis merupakan keterampilan yang memiliki
berbagai aspek yang harus dikuasai, misalnya tanda baca, ketatabahasaan,
ejaan, peragraf, kalimat da lain sebagainya. Meurut Dalman (2014: 3)
“Menulis merupakan suatu kegiatan penyampaian pesan (informasi) secara
tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau
medianya”. Dalam hal ini berarti kegiatan menulis merupakan suatu kegiatan
komunikasi karena terjadi penyampaian informasi dari pihak pengirim
kepada pihak penerima. Mendukung pendapat tersebut Tarigan (2008: 21)
menambahkan, bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan
lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami
oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik
tersebut jika memahami bahasa dan gambaran grafik itu.
Sejalan dengan pendapat di atas, McCrimmon (1976: 2) menyatakan
bahwa menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai
suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara
melukiskannya sehingga pembaca dapat memahami dengan mudah dan jelas
(Rukayah, 2013: 5).
Sedangkan menurut Kristiantari (2004: 99) menulis merupakan suatu
kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa
tulis sebagai alat atau medianya. Dalam berinteraksi dengan orang lain dapat
dilakukan dengan bahasa lisan maupun dengan bahasa tulis. Bahasa tulis
digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Melalui tulisan,
penulis mengungkapkan ide/gagasan, pengalaman, maupun perasaannya
sehingga dapat diterima dan dipahami oleh pembaca.
8

Gie (2002: 3) menyamakan pengertian menulis dengan mengarang.


Menulis dalam arti sempit adalah pembuatan huruf, angka, nama, sesuatu
tanda kebahasaan apa pun dengan sesuatu alat tulis pada suatu halaman
tertentu. Sedangkan dalam pengertian yang luas, menulis memiliki arti sama
dengan mengarang. Mengarang adalah segenap rangkaian kegiatan
seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa
tulis kepada pembaca untuk dipahami (Andayani, 2009: 28).
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa menulis merupakan suatu kegiatan mengungkapkan pikiran, perasaan,
dan pengalaman melalui bahasa tulis sehingga mudah diterima dan dipahami
oleh pembaca.

c. Pengertian Keterampilan Menulis


Keterampilan menulis menurut Byrne (1979: 3) pada hakikatnya
bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafik sehingga
berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan
tertentu, melainkan keterampilan menulis merupakan kemampuan
menuangkan buah pikiran kedalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang
dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut
dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil (Saddhono dan
Slamet, 2013: 131).
Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan
dan keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh pembelajar
bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca
(Iskandarwassid, 2011: 248). Sebagaimana diungkapkan Sri Hastuti (1982:
1) bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan yang sangat kompleks
karena melibatkan cara berpikir yang teratur dan berbagai persyaratan yang
berkaitan dengan teknik penulisan, antara lain: 1) adanya kesatuan gagasan,
2) penggunaan kalimat yang jelas dan efektif, 3) paragraf disusun dengan
baik, 4) penerapan kaidah ejaan yang benar, dan 5) penguasaan kosakata
yang memadai (Slamet, 2008: 98).
9

Untuk menguasai keterampilan menulis sehingga dapat menghasilkan


tulisan yang baik dibutuhkan proses belajar dan latihan dengan sungguh-
sungguh. Andayani (2009: 29) berpendapat bahwa seorang penulis harus
menguasai tiga keterampilan dasar yang meliputi: 1) keterampilan berbahasa,
yaitu keterampilan menggunakan ejaan, tanda baca, pembentukan kata,
pemilihan kata serta penggunaan kalimat yang efektif, 2) keterampilan
penyajian, yaitu keterampilan pembentukan dan pengembangan paragraf,
keterampilan merinci pokok bahasan menjadi sub pokok bahasan, menyusun
pokok bahasan dan sub pokok bahasan ke dalam susunan yang sistematis, 3)
keterampilan perwajahan, yaitu keterampilan pengaturan tipografi dan
pemanfaatan sarana tulis secara efektif dan efesien, tipe huruf, penjilidan dan
penyusunan tabel. Ketiga keterampilan tersebut saling menunjang dalam
kegiatan menulis.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
keterampilan menulis merupakan kemampuan seseorang dalam
mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman melalui bahasa tulis
sehingga mudah diterima dan dipahami oleh pembaca.

d. Tujuan Menulis
Menurut Kusumaningsih (2013: 67) tujuan utama menulis adalah
sebagai alat komunikasi secara tidak langsung melalui tulisan. Tulisan dapat
menyampaikan pesan penulis kepada pembaca sehingga pembaca
memahami maksud yang disampaikan melalui tulisan tersebut.
Dalam menuangkan ide/gagasan dalam bentuk tulisan seorang
penulis mempunyai maksud atau tujuan tertentu. Menurut Hugo Hartig
(dalam Tarigan, H.G., 2008: 25) berpendapat bahwa tujuan penulisan suatu
tulisan, yaitu: 1) assigment purpose (tujuan penugasan), 2) altruistic purpose
(tujuan altruistik), 3) persuasive purpose (tujuan persuasif), 4) informational
purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan), 5) self-expressive
purpose (tujuan pernyataan diri), 6) creative purpose (tujuan kreatif), 7)
10

problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah). Adapun penjelasan


dari tujuan menulis menurut Hugo Hartig adalah sebagai berikut:
1) Assigment purpose (tujuan penugasan)
Pada tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama
sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas dasar
kemauan sendiri. Misalnya: para peserta didik yang ditugasi merangkum
buku.
2) Altruistic purpose (tujuan altruistik)
Dalam hal ini, penulis bertujuan menyenangkan para pembaca, meng-
hindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca me-
mahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup
para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan suatu tulisan.
3) Persuasive purpose (tujuan kreatif)
Penulis dengan tulisannya bertujuan meyakinkan para pembaca akan
kebenaran gagasan yang diutarakan. Sehingga pembaca merasa setuju dan
yakin bahwa gagasan yang diutarakan penulis adalah sesuatu yang benar.
4) Informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan
kepada para pembaca. Dengan membaca tulisan ini, maka para pembaca
dapat bertambah wawasannya dan menjadi lebih tahu akan suatu hal.
Misalnya: informasi mengenai manfaat apotek hidup.
5) Self expressive purpose ( tujuan pernyataan diri)
Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang
pengarang kepada para pembaca.
6) Creative purpose (tujuan kreatif)
Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi
“keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan
dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik atau seni yang ideal,
seni idaman. Tulisan ini bertujuan mencapai nilai – nilai artistik, nilai –
nilai kesenian.
11

7) Problem solving purpose (tujuan pemecahan masalah)


Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang
dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta
meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri
agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
menulis memiliki tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan penulis
untuk dapat diterima dan dipahami oleh pembaca. Oleh karena itu, penulis
harus menentukan terlebih dahulu tujuannya dalam menulis agar isi dari
tulisan tersebut dapat tersampaikan dengan baik kepada pembaca.

e. Manfaat Menulis
Kegiatan menulis memiliki banyak manfaat yang dapat dipetik.
Menurut Pennebaker (Hernowo, 2003: 52) manfaat menulis yaitu: 1) menulis
menjernihkan pikiran, (2) menulis mengatasi trauma yang menghalangi
penyelesaian tugas-tugas penting, (3) menulis membantu memecahkan
masalah, (4) menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru,
(5) menulis bebas membantu kita ketika terpaksa harus menulis. Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat dijelaskan secara rinci manfaat yang diperoleh
seseorang ketika ia menulis adalah menulis menjernihkan pikiran. Dengan
menulis kita akan berusaha berkontrensasi terhadap hal tertentu.
Sejalan dengan pendapat di atas, Suparno (2007: 14) menyatakan
bahwa kemanfaatan menulis itu di antaranya dalam hal: 1) peningkatan
kecerdasan, 2) pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, 3) penumbuhan
keberanian, dan 4) pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan
informasi (Jauhari, 2013: 15).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis
merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi peserta didik. Dengan
menulis dapat meningkatkan daya kreativitas seseorang, membiasakan diri
untuk berpikir, memperluas wawasan, dan mengungkapkan ide/gagasan,
perasaan, dan pengalaman lewat tulisan.
12

f. Pengertiaan Narasi
Kata narasi berasal dari bahasa Inggris narration, yang artinya cerita,
dan kata narrative, artinya yang menceritakan (Jauhari, 2013: 48).
Keraf (2003: 136) menyatakan bahwa narasi adalah suatu bentuk
wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada
pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Penulis bermaksud
menyampaikan bahwa dalam suatu karangan narasi mencakup dua unsur
dasar, yaitu perbuatan atau tindakan dan rangkaian waktu. Sesuatu yang telah
terjadi merupakan perbuatan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam suatu
rangkaian waktu.
Tompkins (1994: 212) mengemukakan pengertian narasi sebagai
berikut:
“A story or narrative is an account of an event or a series of event,
either fictitious or true, that entertains readers. A fully developed
story involves a conflict which is introduced in the beginning,
becomes more complicated in the middle, and is resolved at the end.”
(Sebuah cerita atau narasi adalah sebuah cerita tentang suatu
peristiwa atau rangkaian peristiwa baik khayalan atau kenyataan yang
dapat menghibur pembaca. Dalam mengembangkan cerita
melibatkan suatu konflik dengan pengenalan di awal cerita,
kemudian ditengah menjadi semakin rumit, dan penyelesaian di akhir
cerita).

Sejalan dengan pendapat di atas, narasi (penceritaan atau pengisahan)


menurut Suparno dan Yunus (2008: 111) adalah ragam wacana yang
menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah
memberikan gambaran kepada pembaca mengenai fase, urutan, langkah,
atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. Bentuk karangan ini dapat berupa
karya prosa atau drama, biografi atau autobiografi, laporan peristiwa,
serta resep atau cara membuat dan melakukan sesuatu hal.
Chatman (1978, pp. 117-118) dalam International Journal of Science
Education vol.31 yang ditulis oleh Avraamidou dan Osborne (2010: 7)
mengemukakan bahwa:
“Narrative is basically a kind of text organization, and that
organization, that schema, needs to be actualized: in writen words,
13

as in stories and novels;in spoken words combined with the


movement of actors imitating characters against sets which imitate
places, as ini plyas and films; in drawings; in comic strips; in dance
movements, as in narrative ballet and in mime; and even in music.”
(Narasi pada dasarnya adalah jenis organisasi teks, dan
pengorganisasiannya seperti skema yang perlu diaktualisasikan
dalam kata-kata tertulis, seperti dalam cerita dan novel, dalam kata-
kata yang diucapkan dikombinasikan dengan gerakan aktor yang
meniru karakter, seperti di drama dan film; dalam gambar; di komik;
dalam gerakan tari seperti dalam narasi sendratari dan dalam aksi
lawak; dan bahkan dalam musik).

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa narasi adalah


suatu karangan yang menceritakan suatu peristiwa yang dialami oleh tokoh
sehingga pembaca seolah-olah menyaksikan atau mengalami peristiwa
tersebut dalam suatu rangkaian waktu.
Dalman (2014: 106) berpendapat bahwa karangan narasi memiliki
beberapa tujuan, yaitu: 1) agar pembaca seolah-olah sudah menyaksikan atau
mengalami kejadian yang diceritakan, 2) berusaha menggambarkan sejelas-
jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi, 3) untuk
menggerakkan aspek emosi, 4) membentuk citra/imajinasi para pembaca, 5)
menyampaikan amanat terselubung kepada pembaca atau pendengar, 6)
memberi informasi kepada pembaca dan memperluas pengetahuan, dan
7) menyampaikan sebuah makna kepada pembaca melalui daya khayal
yang dimilikinya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
narasi merupakan suatu bentuk cerita yang menggambarkan sejelas-jelasnya
kronologi suatu peristiwa seolah-olah pembaca menyaksikan atau mengalami
kejadian tersebut dalam suatu rangkaian waktu.

g. Keterampilan Menulis Narasi


Menurut Soemarjadi (2001: 2) keterampilan sama artinya dengan
cekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu
pekerjaan dengan cepat dan benar. Sedangkan Syah (2010: 119) menyatakan
bahwa keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat
14

syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya terlihat dalam kegiatan


jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Berdasarkan
kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan merupakan
kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan secara mental
maupun fisik untuk mencapai tujuan tertentu dengan baik, rapi, dan benar.
Menurut Tarigan (2008: 21) menulis adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa
yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-
lambang grafik tersebut jika memahami bahasa dan gambaran grafik itu.
Sejalan dengan pendapat tersebut, McCrimmon (1976: 2) menyatakan bahwa
menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu
subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara melukiskannya
sehingga pembaca dapat memahami dengan mudah dan jelas (Rukayah:
2013: 5). Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa menulis merupakan suatu kegiatan mengungkapkan pikiran, perasaan,
dan pengalaman melalui bahasa tulis sehingga mudah diterima dan dipahami
oleh pembaca.
Keterampilan menulis menurut Byrne (1979: 3) pada hakikatnya
bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafik sehingga
berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan
tertentu, melainkan keterampilan menulis merupakan kemampuan
menuangkan buah pikiran kedalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang
dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut
dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil (Saddhono dan
Slamet, 2013: 131). Narasi merupakan suatu bentuk cerita yang
menggambarkan sejelas-jelasnya kronologi suatu peristiwa seolah-olah
pembaca menyaksikan atau mengalami kejadian tersebut dalam suatu
rangkaian waktu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
keterampilan menulis narasi adalah kemampuan seseorang untuk
menggambarkan sejelas-jelasnya kronologi suatu peristiwa seolah-olah
15

pembaca menyaksikan atau mengalami kejadian tersebut dalam suatu


rangkaian waktu yang runtut dalam bahasa tulis dengan baik dan benar

h. Ciri-ciri Narasi
Semi (1990: 33) mengemukakan ciri penanda narasi, yaitu: 1) berupa
cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia, 2) kejadian atau peristiwa
yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar
terjadi, semata-mata imajinasi, atau gabungan keduanya, 3) berdasarkan
konflik, 4) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampaiannya
bersifat sastra, 5) menekankan susunan kronologis, dan 6) biasanya memiliki
dialog (Andayani, 2009: 35).
Sedangkan menurut Keraf (2007: 136) ciri-ciri karangan narasi yaitu:
1) menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan, 2) dirangkai dalam urutan
waktu, 3) berusaha menjawab pertanyaan apa yang terjadi, dan 4) ada
konflik, narasi dibangun oleh sebuah alur cerita (Dalman, 2014: 110).
Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Eriyanto (2013: 2) sebuah teks
hanya bisa disebut narasi jika memenuhi tiga syarat dasar yaitu adanya
rangkaian peristiwa, rangkaian peristiwa tersebut tidak acak tetapi mengikuti
logika tertentu, dan pemilihan peristiwa.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa narasi memiliki ciri-ciri yaitu berisi suatu cerita tentang
pengalaman atau peristiwa, menekankan pada rangkaian waktu, dan terdapat
konflik di dalamnya. Hal inilah yang membedakan narasi dari bentuk
karangan lainnya, yaitu deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.

i. Pembelajaran Menulis Narasi di Sekolah Dasar


Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik berkomunikasi dengan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia
(Sufanti, 2010: 113). Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia
16

mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang


meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
Pembelajaran menulis di sekolah dasar dibedakan menjadi dua jenis yaitu
menulis permulaan dan tingkat lanjut. Pembelajaran menulis permulaan
dipelajari oleh peserta didik kelas I dan II, sedangkan pembelajaran menulis
tingkat lanjut dipelajari oleh kelas III, IV, V, dan VI.
Pembelajaran menulis permulaan pada kelas I dan II berisi kegiatan
dan latihan menulis yang bersifat mekanistis, yaitu mengutamakan segi
teknis daripada isi tulisan. Sedangkan pada pembelajaran menulis tingkat
lanjut, pembelajaran lebih mengutamakan pada perwujudan ungkapan
perasaan, ide, pikiran, gagasan dalam suatu lambang bunyi secara tertulis.
Menurut Kristiantari (2004: 106), menulis tingkat lanjut memiliki tujuan
untuk membina para peserta didik agar mampu mengekspresikan perasaan
dan pikirannya ke dalam bahasa tulis.
Berdasarkan Permendikbud No. 24 Tahun 2004 tentang Kompetensi
Inti dan Kompetensi Dasar, pembelajaran keterampilan menulis di sekolah
dasar kelas IV semester I mengacu pada Kompetensi Inti (KI) Bahasa
Indonesia : 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas,
sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku
anak beriman dan berakhlak mulia. Kompetensi inti tersebut kemudian
diturunkan menjadi sebuah Kompetensi Dasar (KD) 4.4 Menyajikan teks
cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam secara mandiri
dalam tek bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah
kosakata baku.
Menurut Keraf (2003: 135) narasi dapat dibedakan menjadi 2 bentuk
penyajian, yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositoris
adalah tulisan yang memberi informasi kepada pembaca, agar pengetahuan
pembaca bertambah luas, sedangkan narasi sugestif adalah tulisan yang
menyampaikan makna kepada para pembaca melalui daya khayal yang
dimiliki penulis. Pada penelitian ini, peneliti menfokuskan pada
17

pembelajaran menulis narasi jenis ekspositoris. Diterapkannya model


pembelajaran Think Talk Write (TTW) pada pembelajaran diharapkan dapat
memudahkan peserta didik dalam berimajinasi dan menuangkan
ide/gagasannya dalam bentuk tulisan narasi ekspositoris.

j. Penilaian Keterampilan Menulis Narasi


Kegiatan menulis yang sering dilakukan di sekolah dasar adalah
membuat karangan. Menurut Santosa (2008: 16) menugasi peserta didik
menulis karangan dengan judul tertentu disertai petunjuk-petunjuk praktis
cara menulisnya adalah contoh pembelajaran menulis yang ditekankan pada
hasilnya bukan prosesnya. Dilihat dari prosesnya, pembelajaran menulis
menuntut kerja keras guru untuk membuat pembelajaran menjadi
menyenangan sehingga peserta didik merasa senang dalam membuat
karangan.
Penilaian tugas menulis narasi dapat menggunakan model penilaian
yang banyak dipergunakan pada program ESL (English as a Second
Language) yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro (2012: 441). Dalam sistem
penilaian ini menggunakan perincian-perincian dalam penyekoran, yaitu
dengan menggunakan skala interval untuk tiap tingkat tertentu pada tiap
aspek yang dinilai. Adanya perincian dan pembobotan masing-masing unsur
penilaian ini bertujuan untuk mengurangi subjektifitas dalam penilaian dan
penilaian dapat dilakukan dengan secermat mungkin.
Unsur-unsur penilaian dalam menulis narasi menurut Nurgiyantoro,
yaitu: 1) isi (bobot nilai 30) meliputi padat informasi, substansi,
pengembangan pokok pikiran tuntas, relevan dengan urutan cerita sesuai
kronologis waktu dan tuntas; 2) organisasi isi (bobot 20) meliputi ekspresi
lancar, gagasan diungkapkan dengan jelas, padat, tertata dengan baik, urutan
logis, detil peristiwa relevan; 3) kosa kata (bobot nilai 20) meliputi
pemanfaatan potensi kata canggih, pilihan kata dan ungkapan tepat,
menguasai pembentukan kata; 4) penggunaan bahasa (bobot nilai 25)
meliputi konstruksi kompleks tetapi efektif, hanya sedikit kesalahan
18

penggunaan bentuk kebahasaan; dan 5) mekanik (bobot nilai 5) meliputi


menguasai aturan penulisan, hanya terdapat beberapa kesalahan ejaan.

2. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Talk Write (TTW)


a. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran pada umumnya digunakan sebagai pedoman
guru dalam mengelola pembelajaran agar lebih aktif dan menyenangkan bagi
peserta didik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Shoimin (2016: 23) yang
menyatakan bahwa model pembelajaran sebagai kerangka/arahan bagi guru
untuk mengajar. Model pembelajaran digunakan sebagai petunjuk guru
dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
Sejalan dengan pendapat Shoimin, Majid (2013: 13) berpendapat
bahwa model adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman
dalam suatu kegiatan. Model pembelajaran berfungsi sebagai rencana
pengelolaan pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Trianto,
(2010: 51) yang berpendapat bahwa model pembelajaran adalah perencanaan
atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutoril.
Kemudian pembelajaran diartikan sebagai suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, dan proses yang
saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2002:
57). Sedangkan menurut Sagala (2007: 61) pembelajaran adalah suatu proses
komunikasi dua arah, yaitu terdiri dari mengajar yang dilakukan oleh pihak
guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau
murid. Lebih lanjut, Gagne dalam Khanifatul (2013: 14) menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan
untuk membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian
peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung proses belajar peserta didik yang bersifat internal.
Model pembelajaran sendiri merupakan sebuah sistem proses
pembelajaran yang utuh, mulai dari awal hingga akhir. Model pembelajaran
19

melingkupi pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode


pembelajaran dan teknik pembelajaran (Chatib, 2012: 128). Sejalan dengan
hal tersebut, Winataputra (2001) dalam Sugiyanto (2009: 3) menyatakan
bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang berfungsi sebagai
pedoman bagi tenaga pengajar dalam mengorganisai, merencanakan dan
merancang kegiatan pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
dan dapat terciptanya kondisi lingkungan belajar yang kondusif. Melalui
model pembelajaran, pengajar dapat mengkondisikan kegiatan pembelajaran
secara sistematis, sehingga pembelajaran dapat berjalan lancar.

b. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dalam
bentuk kelompok. Dalam pembelajaran ini diharapkan peserta didik dapat
memahami materi melalui bantuan temannya, sehingga masing-masing
peserta didik akan saling membantu dan bekerja sama dalam menyelesaikan
tugas yang diberikan. Isjoni (2010: 20) mendefinisikan pembelajaran
kooperatif sebagai suatu pendekatan mengajar yang pelaksanaannya peserta
didik saling kerja sama dalam kelompok belajar yang kecil untuk
menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru.
Penerapan pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kelompok kecil, hal
ini dilakukan agar proses pembelajaran berjalan efektif. Jika terlalu banyak
maka kelompok tersebut akan menjadi ramai dan tidak kondusif. Seperti
yang disampaikan oleh Sugiyanto (2009: 37), pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
20

kondisi belajar agar dapat mencapai tujuan belajar. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Slavin dalam Solihatin dan Raharjo (2009: 4) yang menyatakan
cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana peserta didik
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang
bersifat heterogen.
Kelompok yang dibentuk dalam pembelajaran kooperatif bersifat
heterogen, hal ini dilakukan agar terjadi pemerataan kemampuan. Dalam satu
kelompok beranggotakan peserta didik yang memiliki kemampuan
berbedabeda. Rukayah, dkk. (2012: 18) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama antar peserta didik dalam kelompok,
dan anggotanya terdiri dari beberapa peserta didik yang memiliki
kemampuan yang tidak sama (homogen) yang berarti bersifat heterogen.
Adanya kelompok yang heterogen dapat dikondisikan agar peserta
didik dapat saling bekerja sama. Antarpeserta didik dapat belajar bersama,
peserta didik yang telah mencapai kompetensi diarahkan untuk mengajari
peserta didik yang belum mencapainya. Hal tersebut sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Johnson dan Johnson (2015) dalam International Journal
of Education Research, “Cooperative learnings the instructional use of small
groups so that students work together to maximize their own and each
other’s learning”. Pembelajaran kooperatif merupakan petunjuk dalam
penerapan kelompok kecil sehingga peserta didik dapat saling bekerja sama
untuk memaksimalkan kemampuannya sendiri dan untuk saling belajar
dengan satu sama lain. Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif, peserta
didik dalam satu kelompok saling membantu untuk memahami materi dan
menyelesaikan tugas yang diberikan. Tidak adanya persaingan antaranggota
kelompok, mereka saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran
yang melibatkan peserta didik yang belajar dalam kelompok kecil yang
terdiri 3 – 6 orang yang berbeda, dimana setiap peserta didik dalam
21

kelompok dituntut untuk saling bekerja sama untuk bertukar pendapat, tanya
jawab, sehingga menghasilkan kerja sama yang memuaskan. Semua anggota
kelompok harus bertanggung jawab penuh terhadap kinerja kelompoknya
dan pembagian tugas harus merata.

c. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Talk Write


(TTW)
Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) merupakah salah satu
tipe pembelajaran kooperatif. Menurut Hamdayama (2014:217) Alur TTW
dimulai dari keterlibatan peserta didik dalam berpikir atau berdialog dengan
dirinya sendiri setelah proses membaca. Selanjutnya berbicara dan membagi
ide dengan temannya sebelum menulis. Dalam kelompok ini, peserta didik
diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan
membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan
Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) merupakan suatu
model pembelajaran untuk melatih keterampilan peserta didik dalam
menekankan perlunya peserta didik mengkomunikasikan hasil pemikirannya.
Huinker dan Laughlin, dalam Shoimin (2016: 212) menyebutkan bahwa
aktivitas yang dapat dilakukan untuk menumbuh kembangkan kemampuan
pemahaman konsep dan komunikasi peserta didik adalah dengan penerapan
pembelajaran Think Talk Write (TTW). Inti dari model pembelajaran
kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) ada tiga yaitu berfikir, berbicara dan
menulis. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Huda (2013: 218)
menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif Think Talk Write (TTW)
merupakan pembelajaran yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan
dan tulis dengan lancar, sintaknya yakni think (berpikir), talk
(berbicara/berdiskusi), dan write (menulis).
Suminar dan Putri (2015) menyatakan dalam Journal of English
Language dan Learning bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think
Talk Write (TTW) dapat menjadi fasilitas bagi peserta didik dalam menulis
karena peserta didik mempraktikkan langsung bersama-sama dalam
22

kelompok. Pendapat tersebut menyatakan bahwa model pembelajaran Think


Talk Write merupakan model pembelajaran yang dapat mendukung peserta
didik dalam menulis secara berkelompok. Hal tersebut
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write
(TTW) merupakan model pembelajaran dalam bentuk kelompok yang terdiri
dari 3 – 5 orang, dimana dalam pembelajarannya berisi kegiatan proses
berfikir (Think), berbicara (Talk, dan menulis (Write).

d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think


Talk Write (TTW)
Sebagai pedoman dalam mengelola kelas, model pembelajaran
kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) mempunyai kelebihan dan
kekurangan dalam penerapannya. Menurut Shoimin (2016: 215) kelebihan
menerapkan model pembelajaran tipe Think Talk Write (TTW) yaitu:
1) Mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam materi ajar
2) Peserta didik dapat mengembangkan keterampilan berfikir kritis dan
kreatis dengan pemberikan soap open ended
3) Peserta didik akan aktif dalam belajar karena adanya interaksi dalam
kegiatan kelompok
4) Membiasakan peserta didik berfikir dan berkomunikasi dengan teman,
guru, bahkan dengan diri mereka sendiri.
Sedangkan menurut suyatno (2009: 25), kelebihan-kelebihan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) diantaranya sebagai
berikut:
1) Model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat
memabantu peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri
sehingga pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik, siswa dapat
mengkomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan temannya
sehingga siswa saling membantu dan saling bertukar pikiran. Hal ini akan
membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
23

2) Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat melatih siswa untuk
menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan secara sistematis sehingga
siswa akan lebih memahami materi dan membantu siswa untuk
mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk tulisan.
Selain itu, kelebihan model pembelajaran tipe Think Talk Write juga
dikemukakan oleh Suseli (2010: 39) yang berpendapat bahwa model
penerapan model Think Talk write (TTW) memiliki kelebihan diantaranya:
1) dapat mendidik peserta didik lebih mandiri, 2) membentuk kerjasama tim,
3) lebih memberikan pengalaman pribadi), 4) melatih peserta didik berani
tampil dan 5) peserta didik menjadi lebih aktif.
Dari berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
kelebihan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) yaitu membuat
peserta didik lebih aktif, melatih peserta didik untuk berfikir, berbicara dan
menulis melalui proses diskusi, dan dapat membiasakan peserta didik
mengungkapkan ide atau gagasan melalui kegiatan berfikir dan
menungkannya dalam bentuk tulisan.
Selain kelebihan-kelebihan yang dimiliki, model pembelajaran Think
Talk Write (TTW juga memiliki beberapa kelemahan seperti yang
diungkapkan oleh Shoimin (2016: 215) antara lain: 1) peserta dimungkinkan
sibuk sendiri, 2) ketika peserta didik bekerja dalam kelompok maka mudah
kehilangan kemampuan dan kepercayaan karena didominasi oleh peserta
didik yang mampu, 3) guru membutuhkan tenaga lebih untuk menyiapkan
semua media dengan matang agar dalam menerapkan model pembelajaran
Think Talk Write (TTW) tidak mengalami kesulitan. Sependapat dengan
Shoimin, Yamin dan Ansari (2012: 46) menambahkan kelemahan model
Think Talk Write (TTW) adalah 1) kecuali soal open mended , peserta akan
bekerja sibuk, 2) peserta didik akan kehilangan kemampuan, 3) guru sibuk
menyiapkan media pembelajaran.
Kelemahan model Think Talk Write (TTW) juga diungkapkan oleh
Suyatno (2009: 52) yang menyatakan bahwa model Think Talk Write (TTW)
memiliki kelemahan dinataranya: 1) model pembelajaran Think Talk Write
24

(TTW) adalah model pembelajarn yang baru di sekolah sehingga peserta


didik belum terbiasa belajar dengan menggunakan langkah-langkah Think
Talk Write (TTW), 2) kesulitan dalam mengambangkan lingkungan sosial
peserta didik. Pendapat tersebut menyatakan bahwa model Think Talk Write
(TTW) merupakan model baru, dima aketika diterapkan di sekolah peserta
didik merasa kaku dan tidak siap ketika pembelajaran.
Berdasarkan kelebihan dan kelemahan yang telah diungkapkan oleh
para ahli di atas, maka dapat diambil kesimpulan cara menangani kelemahan
yang ada dalam model Think Talk Write (TTW) yaitu pertanyaan open
mended yang akan diberikan kepada peserta didik dibuat untuk memotivasi
peserta didik, sehingga membuat peserta didik lebih aktif, dalam kegiatan
berkelompok alangkah lebih baik jika peserta didik dibimbing untuk saling
bekerja sama dengan pembagian kerja sehingga tidak ada dominasi oleh
peserta didik yang lebih pintar, kemudian guru juga harus sigap
mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan agar
pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

e. Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe


Think Talk Write (TTW)
Menurut Yamin & Ansari (2012: 90) model pembelajaran kooperatif
tipe Think Talk Write (TTW) memiliki langkah-langkah dalam pembelajaran
sebagi berikut:
1) Guru membagi lembaran aktivitas siswa yang memuat situasi masalah
bersifat open ended dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya.
2) Peserta didi membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara
individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think).
3) Peserta didik berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk
membahas isi catatan (talk) sedangkan guru hanya berperan sebagai
mediator lingkungan belajar.
4) Peserta didik mengkontruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil dari
kolaborasi (write)
25

Langkah-langkah model pembelajaran Think Talk Write (TTW)


disampaikan lebih terperinci oleh Maftuh & Nurmani dalam tabel di
bawah ini:

Tabel 2.1. Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif


Tipe Thin Talk Write (TTW) Menurut Maftuh & Nurmani
No. Kegiatan Guru Ativitas Peserta Didik
1. Guru menjelaskan tentang Think Peserta didik memperhatikan
Talk Write penjelasan guru
2. Guru menyampaikan tujuan Memahami tujuan pembelajaran
pembelajaran
3. Guru menjelaskan sekilas ten- Siswa memperhatikan dan beru-
tang materi yang akan didis- saha memahami materi
kusikan
4. Guru membentuk kelompok, Peserta didik mendengarkan ke-
setiap kelompok terdiri atas 3 – lompoknya
5 orang peserta didik
5. Guru membagikan LKS apada Menerima dan mencoba me-
setiap peserta didik. Peserta mahami LKS kemudian mem-
didik membaca soal LKS, me- buat catatan kecil untuk didisku-
mahami masalah secara indivi- sikan dengan teman kelompok-
dual, dan dibuatkan catatan kecil nya.
(Think)
6. Mempersiapkan peserta didik Berdiskusi untuk merumuskan
berinteraksi dengan teman se- kesimpulan sebagai hasil dari
kelompoknya membahas isi diskusi dengan anggota kelom-
LKS. (Talk) poknya
7. Mempersiapkan peserta didik Menulis secara sistematis hasil
menulis sendiri pengetahuan diskusinya untuk dipresentasikan
yang diperolehnya sebagai hasil
kesepakatan dengan ang-gota
kelompoknya (Write)
8. Guru meminta masing-masing Peserta didik mempresentasikan
kelompok mempresentasikan hasil diskusinya
pekerjaannya
9. Guru meminta peserta didik dari Peserta didik menanggapi jawa-
kelompok lain untuk me- ban temannya
nanggapi jawaban dari kelom-
pok lain
(Hamdayama, 2014: 220)

Dari pemaparan para ahli tentang langah-langkah model


pembelajaran Think Talk Write (TTW) maka dapat disimpulkan bahwa
26

langkah pelakanaan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) meliputi


tiga langkah, yaitu proses berfikir (Think), berbicara (Talk), danmenulis
(Write).

3. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Talk Write (TTW)


dalam Pembelajaran Menulis Narasi di Sekolah Dasar
Penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dalam meningkatkan
keterampilan menulis narasi adalah:
a. Guru menjelaskan materi tentang menulis narasi.
b. Guru membagikan lembar kerja peserta didik yang di dalamnya berisi
permasalahan yang harus diselesaikan oleh peserta didik disertai petunjuk
pengerjaan.
c. Peserta didik membaca masalah dalam lembar kerja peserta didik dan
membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak
diketahui dalam masalah tersebut. (Think)
d. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil secara heterogen ( 3 –
5 peserta didik)
e. Peserta didik berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu kelompoknya
untuk membahas isi dari catatan masing-masing. (Talk)
f. Perwakilan masing-masing kelompok membacakan hasil diskusinya,
kelompok lain memberikan tanggapan. (Talk)
g. Dari ahsil diskusi, peserta didik secara individu mengembangkankerangka
karangan menjadi karangan narasi. (Write)
h. Kegiatan akkhir dalam pembelajaran ini adalah membuat refleksi dan
kesimpulan dari materi yang sudah dipelajari.

4. Penelitian yang Relevan


Penelitian yang Relevan dengan penelitian ini antara lain:
a. Dewi Hasna Ambarwati (2015) dengan judul “Peningkatan Keterampilan
Menulis Narasi dengan media Flip Chart pada Peserta Didik Kelas IVA SD
Negeri Kateguhan 02 Tawangsari Sukoharjo Tahun 2014/2015. Hasil
27

penelitian yang dilakukan oleh Dewi diperoleh kesimpulan bahwa


penggunaan media Flip Chart dapat meningkatkan keterampilan menulis
narasi pada peserta didik kelas IVB SD Negeri Kateguhan 02 Tawangsari
Sukoharjo. Hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya nilai keterampilan
menulis narasi yaitu pada pratindakan nilai rata-ratanya 64,63 meningkat
menjadi 70,88 pada siklus I, kemudian meningkat menjadi 73,83 pada siklus
II dan 78,33 pada siklus III. Ketuntasan klasikal pada penelitian ini juga
meningkat, yaitu ketika pratindakan 33,33 % pada siklus I meningkat
menjadi 62,50%, pada siklus II meningkat menjadi 70,83%, dan meningkat
kembali menjadi 87,50 pada siklus III. Berdasarkan data tersebut, dapat
disimpulkan bahwa penggunaan media Flip Chart dapat meningkatkan
keterampilan menulis narasi pada peserta didik kelas IVA SD Negeri
Kateguhan 02 Tawangsari Sukoharjo. Persamaan penelitian tersebut dengan
penelitian ini yaitu pada variabel Y atau variabel terikatnya yaitu
keterampilan menulis narasi, sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel
X atau variabel terikat yaitu antara penggunaan media Flip Chart, sedangkan
pada penelitian ini dengan penerapan menerapkan model pembelajaran
Think Talk Write (TTW).
b. Yulia Setiawati (2015) dengan judul “Penerapan Model Think Talk Write
(TTW) dengan Media Puzzle dalam Peningkatan Keterampilan Menulis
Deskripsi pada Peserta didik Kelas IVA SDN Kracak Tahun Ajaran
2014/2015”. Hasil penelitian Setiawati menyimpulkan bahwa model
pembelajaran Think Talk Write dapat meningkatkan keterampilan menulis
deskripsi. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan pembelajaran tiap
siklusnya. Pada kondisi awal menunjukkan persentase ketuntasan klasikal
sebesar 40% dengan nilai rata-rata 68, kemudian pada siklus I meningkat
menjadi 80% dengan nilai rata-rata 76,07, selanjutnya pada siklus II
meningkat menjadi 90% dengan nilai rata-rata 77,75. Pada siklus III
ketuntasan klasikal mencapai 100% dengan nilai rata-rata sebesar 85,55.
Dalam penelitian ini terdapat persamaan variabel bebasnya, yaitu penerapan
model pembelajaran Think Talk Write (TTW). Adapun perbedaannya
28

terdapat pada variabel terikatnya, yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh
Setiawati permasalahan yang diambil adalah mengenai keterampilan menulis
karangan deskripsi pada siswa kelas IVA SDN 1 Kracak tahun pelajaran
2014/2015, sedangkan permasalahan yang diambil dalam penelitian ini yaitu
mengenai kemampuan menulis narasi pada siswa kelas IV SD Negeri Pajang
I Surakarta tahun ajaran 2017/2018.

B. Kerangka Berfikir
Pada kondisi awal pembelajaran di SD Negeri Pajang I, keterampilan
menulis narasi peserta didik kelas IV masih rendah. Setelah dilakukan wawancara
dan pengamatan diperoleh data bahwa dalam pembelajaran belum diterapkan
model pembelajaran yang yang inovatif dan peserta didik kesulitan menuangkan
ide/gagasan dalam bentuk tulisan.
Berdasarkan kondisi awal tersebut, peneliti melakukan tindakan dengan
penerapan model pembelajaran. Model pembelajaran yang diterapkan dalam
penelitian ini yaitu model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW).
Penerapan model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) bertujuan untuk
mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
menulis narasi dalam pembelajaran.
Tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran Think Talk Write (TTW) terbagi menjadi dua siklus, dimana masing-
masing siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Kondisi akhir dalam penelitian ini
diharapkan dengan penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat
meningkatkan keterampilan menulis narasi pada peserta didik kelas IV SD Negeri
Pajang I Surakarta Tahun Ajaran 2017/2018.
Kerangka Berfikir dalam penilaian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
29

Penggunaan model
Keterampilan
pembelajaran masih
menulis narasi
Kondisi Awal kurang inovatif dan
masih rendah
bervariasi

Siklus I
1. Perencanaan
2. Tindakan
3. Observasi
4. Refleksi

Pemberian Keterampilan

tindakan dengan menulis narasi

Tindakan menerapkan model meningkat 65 %

pemebelajaran
TTW
Siklus II
1. Perencanaan
2. Tindakan
3. Observasi
4. Refleksi
Keterampilan
menulis narasi
meningkat 75 %
Keterampilan menulis
narasi di SD N Pajang I
Surakarta meningkat
Kondisi Akhir Siklus n
dengan model
pembelajaran TTW

Gambar. 2.1. Kerangka Berfikir Penelitian


30

C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir yang telah diuraikan
maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan keas ini yaitu “ Penerapan
model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan keterampilan
menulis narasi pada peserta didik kelas IV SD Negeri Pajang I Surakarta Tahun
Ajaran 2017/2018”.

Anda mungkin juga menyukai