Anda di halaman 1dari 22

ULKUS KORNEA

PENDAHULUAN
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai
lapisan stroma akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea
mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel
baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea
sentral dan ulkus kornea marginal atau perifer. 1,2
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama
kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia dan merupakan penyebab
kebutaan nomor dua di Indonesia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat
dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan
diobati secara memadai. Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur,
akantamuba dan herpes simpleks. 1,2
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak
epitel kornea. riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi
oleh karena benda asing, atau akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh
karena penggunaan lensa kontak. Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa
tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian
ulkus kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai tambahan,
penggunaan obat kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam
pengobatan penyakit mata penyebabkan kasus ulkus kornea lebih sering
ditemukan. .Perjalanan penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau
membentuk jaringan parut. 1,2
Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan
hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp. Pemeriksaan
laboratorium seperti mikroskopik dan kultur sangat berguna untuk membantu
membuat diagnosis kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus
yang memakai larutan KOH. 1,

1
EPIDEMIOLOGI
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak terutama yang dipakai hingga keesokan
harinya, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. 4
Penelitian di United Kingdom melaporkan beberapa faktor yang berkaitan
dengan meningkatnya resiko terjadinya invasi pada kornea; penggunaan lensa
kontak yang lama, laki-laki, merokok dan akhir musim sejuk (Maret-Juli). Dari
penelitian juga didapatkan insidens terjadinya ulkus kornea meningkat sehingga 8
kali ganda pada mereka yang tidur sambil memakai lensa kontak berbanding
dengan mereka yang memakai lensa kontak ketika jaga. 4,5,6,7
Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok dengan prevalensi
penyakit yang lebih tinggi adalah mereka dengan faktor resiko. Kelompok
pertama yang berusia di bawah 30 tahun adalah mereka yang memakai lensa
ontak dan/atau dengan trauma okuler, manakala kelompok kedua yang berusia di
atas 50 tahun adalah mereka yang mungkin menjalani operasi mata. 4,5

ANATOMI DAN FISIOLOGI 1,5,6,7

Gambar 3. Anatomi mata


Secara garis besar mata di bagi tiga bagian:
• Tunika fibrosa

2
Tunika fibrosa terdiri dari sklera dan kornea. Sklera berwarna putih
merupakan lapisan luar yang sangat kuat dengan ketebalan 0,3-0,6 mm. Sklera
juga merupakan tempat insersi otot-otot akstraocular. Sementara itu, kornea
adalah lapisan yang berwarna bening dan berfungsi untuk menerima cahaya
masuk dan sebagai media refrakta. Pada bagian tengah, ketebalan kornea 0,52 mm
dan pada bagian perifer 0,65 mm. Diameter horizontal kornea berukuran 11,75
mm dan diameter vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior tersusun atas
lapisan epitel, membrana Bowman’s, stroma, membrana Descement’s, dan
endothel. Untuk melindungi kornea ini, maka disekresikan air mata sehingga
keadaannya selalu basah dan dapat membersihkan dari debu.4
• Tunika Vaskulosa
Tunika vaskulosa merupakan bagian tengah bola mata, urutan dari tengah
kebelakang terdiri dari iris, corpus siliaris, dan koroid. Koroid merupakan lapisan
tengah yang kaya akan pembuluh darah, lapisan ini juga kaya akan pigmen warna.
Daerah ini disebut iris. Bagian depan dari iris ini disebut pupil yang terletak di
belakang kornea tengah. Pengaruh kerja dari otot iris adalah untuk melebarkan
atau menyempitkan bagian pupil. Ini diibaratkan diafragma yang dapat mengatur
jumlah cahaya yang masuk pada sebuah kamera. Disebelah dalam pupil terdapat
lensa yang berbentuk cakram dan terdapat otot siliaris. Otot ini sangat kuat dalam
mendukung fungsi lensa mata, yang selalu berkerja untuk memfokuskan
penglihatan. Seseorang yang melihat benda dengan jarak yang jauh tidak
mengakibatkan otot lensa mata berkerja, tetapi apabila seseorang melihat benda
dengan jarak yang dekat maka akan memaksa otot lensa bekerja lebih berat karena
otot lensa harus menegang untuk membuat lensa mata lebih tebal sehingga dapat
memfokuskan penglihatan pada benda-benda tersebut. Pada bagian belakang dan
depan lensa ini terdapat rongga yang terisi cairan bening yang masing-masing
disebut Aqueous Humor dan Vitreous Humor. Adanya cairan ini dapat
memperkokoh kedudukan bola mata.4
• Tunika Nervosa
Tunika nervosa (retina) merupakan bagian dari mata yang terletak pada
bagian depan koroid. Bagian ini merupakan bagian terdalam dari mata. Lapisan

3
ini lunak namun tipis. Merupakan suatu struktur sangat kompleks yang terbagi
menjadi 10 lapisan terpisah, tediri dari fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut)
dan neuron, diantaranya adalah sel ganglion yang bersatu membentuk serabut
saraf optik. Retina tersusun dari 103 juta sel-sel yang berfungsi untuk menerima
cahaya, dan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik. Sel kerucut bertanggung
jawab untuk penglihatan siang hari. Sel kerucut responsive terhadap panjang
gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau, merah). Sel-sel ini
terkonsentrasi di fovea yang bertanggung jawab untuk penglihatan detail seperti
membaca huruf kecil. Sedangkan sel batang berfungsi untuk penglihatan malam.
Sel-sel ini sensitif terhadap cahaya redup dan tidak memberikan sinyal informasi
panjang gelombang (warna). Sel batang menyusun sebagian besar fotoreseptor di
retina daerah perifer.4

Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah sela put bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola
mata sebelah depan. Kornea ini disisipkan ke sklera dilimbus, lekuk melingkar
pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea memiliki diameter
horizontal 11-12 mm dan berkurang menjadi 9-11 mm secara vertikal oleh adanya
limbus. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65
mm di tepi. Kornea memiliki tiga fungsi utama: 1,6
§ Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air mata
prekornea.
§ Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.
§ Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu
penampilan optikal.
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri
atas: 1
1. Epitel
- Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda mi terdorong ke

4
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membrana Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membrana Descemet
- Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan
sel endotel dan merupakan membran basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
5. Endotel
- Berasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.

5
Gambar 4. Anatomi koraea
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.
Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aqous
dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak
langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan
bagian perifer menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris
anterior. 1,5
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya
dan deturgensinya.4,5,6 Secara klinis, kornea dibagi dalam beberapa zona yang

6
mengelilingi dan menyatu satu dengan yang lain, seperti pada gambar di bawah
ini: 7

Figure 2-16 Topographic zones of the cornea, (Illustration Christine


Gralapp.)
Gambar 5. Topografi dari komea7

ETIOPATOGENESIS
Ulkus kornea terjadi akibat organisme yang memproduksi toksin yang
menyebabkan nekrosis dan pembentukan pus di jaringan kornea. Ulkus kornea
biasanya terbentuk akibat Infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus,
pseudomonas atau pneumokokus), jamur, virus (misalnya herpes) atau protozoa
akantamuba. Penyebab lain adalah aberasi atau benda asing, penutupan kelopak
mata yang tidak cukup, mata yang sangat kering, defisiensi vitamin A, penyakit
alergi mata yang berat atau pelbagai kelainan inflamasi yang lain.1,2,6,8
Pengguna lensa kontak, terutamanya mereka yang memakainya waktu
tidur, bisa menyebabkan ulkus kornea. Infeksi oleh Protozoa, infeksi dengan
Achanthamoeba berkaitan dengan kebiasaan kebersihan lensa kontak yang buruk
(menggunakan air yang tidak steril), berenang atau berendam di air panas dengan
menggunakan lensa kontak. Organisme ini menyebabkan peradangan yang serius
dan seringkali di salah diagnosis dengan virus herpes simpleks. Keratitis herpes
simpleks merupakan infeksi viral yang serius. Ia bisa menyebabkan serangan

7
berulang yang dipicu oleh stress, paparan kepada sinar matahari, atau keadaan
4,7.
yang menurunkan sistem imun. Pengguna lensa kontak dapat memiliki
komplikasi baik secara langsung atau akibat dari permasalahan yang ada yang
diperburuk dengan pemakaian lensa kontak. Lensa kontak secara langsung
bersentuhan dengan mata dan memicu komplikasi melalui: trauma, mengganggu
kelembaban kornea dan konjungtiva, penurunan oksigenasi kornea, stimulasi
respon alergi dan inflamasi, dan infeksi.12

Hipoksia Dan Hiperkapnia


Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik kornea
bergantung pada pertukaran gas pada air mata. Mata tiap individu memiliki
kondisi oksigenasi yang bervariasi untuk menghindari komplikasi hipoksia. Baik
dengan menutup mata maupun memakai lensa kontak keduanya dapat mengurangi
proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada permukaan kornea.
Transmisibilitas oksigen (dK / L), yaitu permeabilitas bahan lensa (dK) dibagi
dengan ketebalan lensa (L), merupakan variabel yang paling penting dalam
menentukan pengantaran relatif oksigen terhadap permukaan kornea pada
penggunaan lensa kontak. Pertukaran air mata di bawah lensa kontak juga
mempengaruhi tekanan oksigen kornea. Pada lensa kontak kaku dengan diameter
yang lebih kecil dengan transmissibilitas oksigen yang sama atau lebih rendah
dapat mengakibatkan edema kornea lebih sedikit jika dibandingkan dengan lensa
kontak lunak yang diameternya lebih besar karena pertukaran air mata yang lebih
baik. Hipoksia dan hiperkapnia sedikit pengaruhnya pada lapisan stroma bagian
dalam dan endotelium, dimana mereka memperoleh oksigen dan menghasilkan
karbon dioksida ke dalam humor aquous.12
Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel kornea yang
menurun, menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis, dan peningkatan
fragilitas. Akibat pada sel-sel epitel ini dapat menyebabkan keratopati pungtat
epitel, abrasi epitel, dan meningkatkan resiko keratitis mikroba. Akumulasi asam
laktat pada stroma akibat metabolisme anaerob menyebabkan meningkatnya
ketebalan stroma dan mengganggu pola teratur dari lamellae kolagen,

8
menyebabkan striae, lipatan pada posterior stroma, dan meningkatnya hamburan
balik cahaya. Hipoksia dan hiperkapnia stroma yang lama mengakibatkan asidosis
stroma, yang dalam waktu singkat akan menimbulkan edema endotel dan blebs
dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan polymegethism sel endotel.
Efek lebih lanjut dari hipoksia adalah hypoesthesia kornea dan neovaskularisasi
baik pada epitel dan stroma. Vaskularisasi stroma dapat berevolusi menjadi
keratitis interstisial, kekeruhan yang dalam, atau kadang-kadang perdarahan
intrastromal. Pada beberapa kasus pemakaian lensa kontak yang lama, kornea
menjadi terbiasa dengan tegangan oksigen baru, dan edema stroma berubah
menjadi lapisan stroma yang tipis.12

Alergi Dan Toksisitas


Para pemakai lensa kontak menghadapi berbagai potensial alergen. Lensa
kontak mendorong adhesi dari debris, sehingga tetap bersentuhan dengan jaringan
okular. Larutan lensa kontak dan terutama pengawet di dalamnya menginduksi
respon alergi pada individu-individu yang sensitif. Hipersensitifitas thimerosal
khususnya dapat menyebabkan konjungtivitis, infiltrat epitel kornea, dan superior
limbus keratokonjunktivitis. Reaksi terhadap deposit protein pada lensa kontak ini
dapat mengakibatkan konjungtivitis giant papiler. Toksisitas yang dicetus oleh
lensa kontak yang tidak bergerak berhubungan dengan akumulasi yang cepat dari
metabolik pada lapisan kornea anterior, yang dapat mengakibatkan hiperemis
pada limbus, infiltrat kornea perifer, dan keratik presipitat. Komplikasi yang lebih
berat akibat toksisitas larutan mengakibatkan keratopati pungtat epitel.12

Kekuatan Mekanik
Kekuatan mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa kontak termasuk
abrasi akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak tepat, atau akibat fitting
dan pemakaian lensa kontak. Lensa kontak kaku yang tajam dapat menyebabkan
distorsi kornea atau abrasi. Pada kasus yang berat, permukaan kornea menjadi
bengkok. Keratokonus dapat timbul akibat kekuatan mekanik kronis dari
pemakaian lensa kontak. Permukaan yang terlipat dapat diakibatkan oleh lensa

9
kontak lunak yang terlalu ketat. Kerusakan epitel dapat terjadi secara sekunder
akibat debris yang terperangkap di bawah lensa. Komplikasi ini sangat penting
mengingat dominannya pemakaian lensa kontak kosmetik pada perempuan.12

Efek Osmotik
Lensa kontak meningkatkan penguapan air mata dan menurunkan refleks air
mata, sehingga kejadian keratopati pungtat epitel meningkat. Permukaan yang
kering akibat rusaknya lubrikasi mata oleh lapisan air mata, sehingga epitel
beresiko terjadi cedera mekanis seperti abrasi dan erosi. 12
Keratitis jamur bisa terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan oleh
tumbuh-tumbuhan atau pada mereka dengan imunosuppressi. Keratitis
acanthamoeba terjadi pada pengguna lensa kontak, terutama pada mereka yang
coba membuat solusi pembersih sendiri. 12
Faktor resiko terjadinya ulkus kornea adalah mata kering, alergi berat,
riwayat kelainan inflamasi, penggunaan lensa kontak, immunosuppresi, trauma
dan infeksi umum. 4,7
Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea, yaitu sentral dan perifer. Ulkus
biasanya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Beratnya
penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar, dan virulensi inokulum.
Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri, jamur, amuba dan virus. 1,2,5

Ulkus Kornea Tipe Sentral


Ulkus kornea tipe sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat
kerusakan pada epitel. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Etiologi
ulkus kornea sentral biasanya bakteri (pseudomonas, pneumokok, moraxela
liquefaciens, streptokok beta hemolitik, klebsiela pneumoni, e.coli, proteous),
virus (herpes simpleks, herpes zoster), jamur (Candida albican, fusarium solani,
spesies nokardia, sefalosporium dan aspergilus). 1,2
Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel
yang sehat. Terdapat faktor predisposisi untuk terjadinya ulkus kornea seperti
erosi pada kornea, keratitis neurotrofik, pemakaian kortikosteroid atau

10
imunosupresif, pemakaian obat anestetika lokal, pemakaian Idoxyuridine (IDU),
pasien diabetes melitus dan ketuaan. 1
Hipopion biasanya (tidak selalu menyertai ulkus). Hipopion adalah
penggumpalan sel-sel radang yang tampak sebagai lapisan pucat di bagian bawah
kamera anterior dan khas untuk ulkus kornea bakteri dan jamur. Meskipun
hipopion itu steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali terjadi robekan pada
membrane Descemet, pada ulkus fungi lesi ini mungkin mengandung unsur
fungus.2

Gambar 6. Ulkus kornea sentral pneumococcal dengan hipopion (pus di bilik


mata depan) 9

Ulkus Kornea Tipe Perifer (marginal)


Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit.
Ulkus ini timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun, khususnya
blefarokonjungtivitis stafilokok dan lebih jarang konjungtivitis Koch-Weeks.
Ulkus ini timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri; antibodi dari
pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel
kornea. 2

Ulkus kornea marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer


berbentuk khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan
tempat kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar
dengan limbus kornea. Diduga dasar kelainannya ialah suatu reaksi
hipersensitivitas terhadap eksotoksin Stqfilokokus. Ulkus yang terdapat terutama

11
di bagian perifer kornea, yang biasanya terjadi akibat alergi, toksik, infeksi dan
penyakit kolagen vaskuler. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat
linear atau lonjong, terpisah dari limbus oleh interval bening, dan hanya pada
akhirnya menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi. Biasanya bersifat rekuren,
dengan kemungkinan terdapatnya Streptococcus pneumonic, Hemophilus aegepty,
Moraxella lacunata dan Esrichia. l,2

Gambar 7. Ulkus kornea perifer


Penyebab dari ulkus kornea adalah: 7,13
§ Ulkus kornea akibat jamur, yang pernah banyak dijumpai pada para pekerja
petanian, kini makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan, dengan
dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Kebanyakan ulkus
jamur disebabkan organisme oportunis seperti Candida, Fusarium,
Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium dan lain-lain. Tidak ada ciri khas
yang membedakan macam-macam ulkus jamur ini. Ulkus fungi ini indolen,
dengan infiltrate kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola
mata, ulserasi superficial dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrate di tempat-
tempat yang lebih jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi utama, dan sering
juga lesi satelit, merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur di bawah
lesi komea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abses
kornea. Terdapat juga kongesti siliaris dan konjungtiva yang nyata, tetapi
gejala nyeri, mata berair dan fotofobia biasanya lebih ringan dibandingkan

12
dengan ulkus kornea akibat bakteri. Kerokan dari ulkus kornea jamur, kecuali
yang disebabkan Candida, mengandung unsur-unsur hifa; kerokan dari ulkus
Candida umumnya mengandung pseudohifa atau bentuk ragi, yang
menampakkan kuncup-kuncup khas. 2,6,7
§ Bakteri merupakan penyebab paling banyak ulkus kornea. Organisme yang
biasanya terlibat yaitu Pseudomonas aeroginosa, staphylococcus aureus, S.
epidermidis. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza dan
Moraxella catarrhalis. Neiseria species, Corynebacterium dhiptheriae, K.
aegyptus dan Listeria merupakan agen berbahaya oleh karena dapat
berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak. Karakteritik klinik ulkus
kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai
penyebabnya, walaupun demikian sekret yang berwarna kehijauan dan bersifat
mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P aerogenosa. Kebanyakan ulkus
kornea terletak di sentral, namun beberapa terjadi di perifer. Meskipun
awalmnya superficial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea terutama jenis
Pseudomonas aeroginosa. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan
infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya kokus
gram positif, Staphylococcus aureus, S. epidermidis. Streptococcus
pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat
atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada anak tukak yang supuratif, daerah
kornea yang terkena yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak
terlihat infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan oleh Pseudomonas
aeroginosa maka tukak akan terlihat melebar secara cepat, bahan purulen
berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak. 1,2,7,9,10

(a) (b)

13
Gambar 8. Ulkus kornea bakteri 6,10
KET: (a) Ulkus Kornea Pneumococcus
(b) Ulkus kornea Pseudomonas aeroginosa
(c) Ulkus kornea yang kecil yang disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus, akibat penggunaan kontak lensa.
(d) Ulkus kornea berat yang disebabkan oleh infeksi Pseudomonas
Pyocyaneus

§ Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks, Herpes
Zoster, Adenovirus. Herpes virus menyebabkan ulkus dendritik, yang bersifat
rekuren pada tiap individu, akibat reaktivasi virus laten di ganglion Gasserian,
serta unilateral. Pada virus Hepes simpleks, biasanya gejala dini dimulai
dengan injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea, kemudian keadaan ini disusul dengan bentuk
dendritik serta terjadi penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya juga
disertai dengan pembesaran kelenjar preaurikuler.1'2'9'10

14
Gambar 9. Tukak kornea disebabkan oleh infeksi herpes simplex (ulkus
dendritik) 9,10

§ Infeksi oleh Protozoa, infeksi dengan Achanthamoeba berkaitan dengan


kebiasaan kebersihan lensa kontak yang buruk (menggunakan air yang tidak
steril), berenang atau berendam di air panas dengan menggunakan lensa
kontak. Organisme ini menyebabkan peradangan yang serius dan seringkali di
salah diagnosis dengan virus herpes simpleks. Pasien umumnya mengeluh
nyeri. Mulanya berupa keratopati pungtata atau pseudodendrit. Tanda klasik
berupa infiltrat cincin dan perineural timbul kemudian.

Gambar 10. Infiltrat berbentuk ring pada ulkus kornea oleh infeksi
Achanthamoeba 9,10
Kornea perifer memilki karakteristik morfologi dan imunologi yang
berbeda yang memungkinkan terjadinya suatu reaksi inflamasi. Tidak seperti
bagian sentral kornea yang avaskuler, kornea perifer sangat dekat dengan
konjungtiva limbal sebagai sumber nutrisi melalui kapilernya, sumber sel
imunokompeten seperti makrofag, sel Langerhans, limfosit dan sel plasma.
Beberapa stimulus inflamasi pada kornea perifer yang disebabkan oleh invasi
organisme mikroba (bakteri, virus, jamur, parasit), deposit imun kompleks
(penyakit imun sistemik), trauma, keganasan, atau kondisi dermatologi yang
menghasilkan respon imun lokal maupun sistemik, mengakibatkan pengerahan
neutropil dan aktivasi komplemen (baik klasik maupun jalur alternatif) pada
jaringan maupun pembuluh darah. Aktivasi komponen komplemen dapat

15
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan menggerakan faktor kemotaktik untuk
neutrofil (C3a, C5a). Neutrofil, menginfiltrasi kornea perifer dan melepaskan
enzim proteolitik dan kolagenolitik, metabolit oksigen reaktif, dan substansi
proinflamasi (platelet-activating-faktor, leukotrin, prostaglandin), menyebabkan
disolusi dan degradasi stroma kornea. Di samping itu, konjungtiva limbal yang
mengalami inflamasi memproduksi kolagenase yang memperberat terjadinya
degradasi stroma. Penyakit sistemik dapat menyebabkan deposit kompleks imun
terjadi oleh karena enzim degradatif yang dilepaskan terutama oleh neutrofil.

GEJALA KLINIS 1,2,6,7,10,11


Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi,
tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu
nyeri yang ekstrirn oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena kornea
memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa sakit
dan fotopobia. Rasa sakit mi diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi
sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya
agak mengaburkan penglihatan terutama jika letaknya di pusat. Fotopobia pada
penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi
pembuluh darah Ms adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung
saraf kornea. Fotopobia yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal
pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga
merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berairmata dan fotopobia
umunnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada
ulkus bakteri purulen. 2
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada
epitel yang nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda
uveitis anterior seperti miosis, aqueus flare (protein pada humor aqueus) dan
kemerahan pada mata. Refleks axon berperan terhadap pembentukan uveitis,

16
stimulasi reseptor nyeri pada kornea menyebabkan pelepasan mediator inflamasi
seperti prostaglandin, histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata
biasanya eritema, dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva,
injeksi siliaris biasanya juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus
konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma dapat menunjukkan
opasitas kornea berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk bulat atau oval, dengan
batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit lamp dapat ditemukan tanda-tanda iritis
dan hipopion. 1,2,6,10

DIAGNOSIS 7,11
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang. Keberhasilan penanganan ulkus kornea
tergantung pada ketepatan diagnosis, penyebab infeksi, dan besarnya kerusakan
yang terjadi. Adapun jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu
penegakan diagnosis adalah:

§ Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan
oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika
melihat cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus digali ialah adanya
riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya
penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
§ Pemeriksaan fisis
- Visus
• Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami
infeksi oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi
refleksi cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.

17
- Slit lamp
• Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya
kekeruhan pada kornea.
• Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun
perikornea.
§ Pemeriksaan penunjang
- Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea.
Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau
menunjukkan daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru
menunjukkan daerah yang intak).
- Pewarnaan gram dan KOH
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.
- Kultur
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada
beberapa kasus.

DIAGNOSIS BANDING 1
Konjungtitivitis Keratitis/ulkus Iritis akut Glaukoma
kornea akut
Sakit Kesat Sedang Sedang Hebat dan
sampai menyebar
hebat
Kotoran Sering purulen Hanya reflex Ringan tidak ada
epifora
Fotofobia Ringan Hebat Sedang
Kornea Jernih Flouresein Presipitat Edema
(+++)
Iris Normal Muddy Abu-abu
kehijauan
Penglihatan N <N <N <N

18
Sekret (+) (-) (-) (-)
Tekanan N N <N <N+++
Injeksi Konjungtival Siliar Siliar Episkelara
Uji Bakteri Sensibilitas Infeksi Tonometri
local

PENATALAKSANAAN 7,11
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri
dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Sampai saat ini
pengobatan dengan steroid masih kontroversi.6 Secara umum ulkus diobati
sebagai berikut :
§ Bila terdapat ulkus yang disertai dengan pembentukan secret yang banyak,
jangan dibalut karena dapat menghalangi pengaliran secret infeksi dan
memberikan media yang baik untuk perkembangbiakan kuman penyebabnya.
§ Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari
§ Antisipasi kemungkinan terjadinya glaucoma sekunder
§ Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya cukup diberi lokal
kecuali pada kasus yang berat.
Terapi kortikosteroid pada peradangan kornea masih kontroversi. Telah
diketahui bahwa pada keratitis telah terjadi kerusakan jaringan baik oleh karena
efek langsung enzim litik dan toksin yang dihasilkan oleh organisme pathogen
serta kerusakan yang disebabkan oleh reaksi inflamasi oleh karena
mikroorganisme. Reaksi inflamasi supuratif terutama banyak sel polimorfonuklear
leukosit. Neutrofil mampu menyebabkan destruksi jaringan oleh metabolit radikal
bebasnya maupun enzim proteolitiknya. Alasan yang masuk akal penggunaan
kortikosteroid yaitu untuk mencegah destruksi jaringan yang disebabkan oleh
neutrofil tersebut. Berikut adalah kriteria pemberian kortikosteroid yang
direkomendasikan : 3,7,8
§ Kortikosteroid tidak boleh diberikan pada fase awal pengobatan hingga
organisme penyebab diketahui dan organisme tersebut secara in vitro sensitif
terhadap antibiotik yang telah digunakan.

19
§ Pasien harus sanggup datang kembali untuk kontrol untuk melihat respon
pengobatan.
§ Tidak ada kesulitan untuk eradikasi kuman dan tidak berkaitan dengan
virulensi lain.
Di samping itu, adanya respon yang memuaskan terhadap pemberian
antibiotik sangat dianjurkan sebelum memulai pemberian kortikosteroid.
Kortikosteroid tetes dapat dimulai dengan dosis sedang (prednisolon asetat atau
fosfat 1% setiap 4-6 jam), dan pasien harus dimonitor selama 24-48 jam setelah
terapi awal. Jika pasien tidak menunjukkan efek samping, frekuensi pemberian
dapat ditingkatkan dengan periode waktu yang pendek kemudian dapat di
tapering sesuai dengan gejala klinik. 3,8
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat
tenang, kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan
tambahan 1-2 minggu. Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti
apabila dengan pengobatan tidak sembuh atau terjadinya jaringan parut yang
mengganggu penglihatan. l

KOMPLIKASI
Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi kornea
walaupun jarang. Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis dibanding
dengan normal sehingga dapat mencetuskan terjadinya peningkatan tekanan
intraokuler. Jaringan parut kornea dapat berkembang yang pada akhirnya
menyebabkan penurunan parsial maupun kompleks juga dapat terjadi, glaukoma
dan katarak. Terjadinya neovaskularisasi dan endoftalmitis11, penipisan kornea
yang akan menjadi perforasi, uveitis, sinekia anterior, sinekia posterior, glaucoma
dan katarak juga bisa menjadi salah satu komplikasi dari penyakit ini.2,3,6

PROGNOSIS
Prognosis dari ulkus kornea tergantung dari cepat lambannya pasien
mendapat pengobatan, jenis mikroorganisme penyebab, dan adanya penyulit
maupun komplikasi. Ulkus kornea biasanya mengalami perbaikan tiap hari dan

20
sembuh dengan terapi yang sesuai. Jika penyembuhan tidak terjadi atau ulkus
bertambah berat, disgnosis dan terapi alternatif harus dipertimbangkan. 3,4
DAFTAR PUSTAKA

1. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General


Ophtalmology 17th ed. USA Appleton & Lange; 2008. p. 126-49
2. Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency
Medicine.
Citied on August 9, 2011. Avaible from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic 115.htm.
3. Netter Atlas of Human Anatomy.
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata
Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13.
5. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T,
Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange;
2008. P.8-10
6. Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-44
7. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1,
Section 8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.38-9
8. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1,
Section 8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.179-92
9. Basic and Clinical Science Course. Fundamental and principles of
ophthalmology, section 2, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-
2009. P. 45-9
10. Ilyas S. Mata Merah dengan penglihatan Turun Mendadak. In: Ilyas S. Ilmu
Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004. P.147-67
11. Farouqui SZ, Central Sterile Co rnea Ulceration. Citied on August 9 th, 2011.
Available from: www.emedicine.com.
12. Boles, SF, MD. Lens Complication & Management QEI Winter 2009
Newsletter. Citied on August 9 th, 2011.

21
22

Anda mungkin juga menyukai