PENDAHULUAN
1
digunakan sebagai komunikasi setiap harinya baik untuk di dalam rumah tangga
ataupun untuk berkomunikasi dalam bermasyarakat.
Untuk menemukan bahasa daerah Bali yang kental, kita bisa mengunjungi
beberapa kampung adat ataupun mengunjungi pasar tradisionalnya. Bahasa daerah
Bali juga masih kental digunakan khususnya di pelosok Pulau bali yang jauh dari
kata modern. Disana kita akan kebingungan untuk melakukan komunikasi karena
kebanyakan dari mereka khususnya generasi tua tidak bisa berbahasa Indonesia
dan hanya paham dengan bahasa daerah Bali saja.
Oleh karena itu untuk mengetahui ragam bahasa daerah yang terdapat di
Provinsi Bali dan ragam bahasa apa saja yang paling banyak dituturkan oleh
masyarakat Bali, penulis tertarik untuk membuat sebuah karya tulis yang berjudul
“Ragam Bahasa Daerah yang terdapat di Provinsi Bali”.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.2 Definisi Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda –
beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan
bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Menurut
Dendy Sugono (1999), bahwa “Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia,
timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku.
Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi
digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di
taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku (Carapedia.2013).
4
Bali, sering kali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetisi yang
cukup memadai.
5
pertanian yang sangat produktif. Di sebelah Selatan area pegunungan adalah
daerah yang sangat luas, dari lereng pegunungan terus turun sampai daerah pantai
di mana sebagian besar tanaman padi tumbuhan dan berkembang besar di Bali di
sisi Utara lereng pegunungan memiliki daerah yang lebih curam ke Laut dan
merupakan daerah penghasil kopi utama di Bali dan juga sayur-sayuran ataupun
ternak. Sungai terpanjang di Bali adalah Sungai Ayung, mengalir ke Laut sekitar
75 km.
Berdasarkan relief dan topografi, ditengah – tengah Pulau Bali terbentang
pegunungan yang memanjang dari Barat ke Timur dan di antara pegunungan
tersebut terdapat gugusan Gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung
serta Gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan
Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan daerah Bali secara
geografis terbagi menjadi dua bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan
dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali Selatan dengan dataran
rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar
(0-25%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan
curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat curam (>40%) seluas
132.189 ha. Provinsi Bali memiliki empat buah Danau yang berlokasi di daerah
pegunungan, yaitu Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur.
Ibu Kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah
Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur,
Seminyak, Jimbaran dan Nusa dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan
pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan.
Luas wilayah Provinsi bali adalah 5.636,66 km² atau 0,29% luas wilayah
Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas Sembilan
Kabupaten/Kota, 55 Kecamatan dan 701 Desa/Kelurahan (Bliputu.2010).
6
90%, sedangkan sisanya beragama Islam, Kristen, Khatolik, dan Budha. Menurut
hasil Sensus Penduduk 2010, ada kurang lebih 3,9 juta orang Bali di Indonesia.
Sekitar 3,3 juta tinggal di Provinsi Bali. Orang Bali juga banyak terdapat di Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Lampung dan daerah penempatan transmigrasi
asal Bali lainnya. Sebagian kecil orang Bali juga ada yang tinggal di Malaysia.
Asal – usul suku Bali kedalam tiga periode atau gelombang migrasi :
gelombang pertama terjadi sebagai akibat dari persebaran penduduk yang terjadi
di Nusantara selama zaman prasejarah; gelombang kedua terjadi secara perlahan
selama masa perkembangan agama Hindu di Nusantara; gelombang ke tiga
merupakan gelombang terakhir yang berasal dari Jawa, ketika Majapahit runtuh
pada abad ke- 15 seiring dengan islamisasi yang terjadi di jawa sejumlah rakyat
Majapahit untuk melestarikan kebudayaan di Bali, sehingga membentuk
sinkretisme antara kebudayaan Jawa klasik dengan tradisi asal Bali
Suku pedalaman di Pulau Bali merupakan salah satu khas bangsa ini.
Kekhasan suku ini karena pola kehidupan mereka yang berbeda, dengan suku
lainnya. Sebagaimana namanya, suku ini tinggal di Pulau Bali. Mereka
mempunyai alat komunikasi tersendiri, yaitu bahasa daerah Bali.
Sementara pola kehidupan masyarakat masih kental dengan budaya yang
mereka yang mereka terima sebagai warisan leluhurnya. Mereka memegang dan
menerapkan budaya Bali sedemikian rupa sehingga warisan leluhur tersebut
benar-benar terjaga hingga sekarang dijadikan sebagai wahana wisata yang khas.
Sebagian besar suku Bali memeluk agama Hindu. Oleh karena itulah, pola
kehidupan mereka dilandasi oleh agama Hindu. Berbagai kegiatan hidup
diterapkan dengan mengacu pada ajaran agama tidak heran jika sebagian besar
kehidupan, lingkungan rumah terdapat berbagai kelengkapan untuk kegiatan
keagamaan.
Disetiap rumah, bahkan tempat-tempat mereka melakukan kegiatan hidup
selalu ada tempat untuk menjalankan peribadahan. Kehidupan mereka memang
tidak jauh dari peribadahan kepada sang pencipta. Suku di Bali terbagi atas dua
yaitu Mali Aga dan Bali Majapahit :
7
1. Bali aga adalah penduduk asli Pulau Bali. Mereka sejak awal memang ada
di Pulau Bali dan untuk sekarang ini menepati wilayah pegunungan.
Mereka menetap wilayah pegunungan sebagai akibat dari kedatangan
orang-orang Majapahit. Mereka adalah orang-orang Bali yang masih
berusaha untuk mempertahankan warisan leluhurnya. Mereka tidak
bersedia menukar pola kehidupan dengan pola baru yang dibawa
masyarakat baru dari Majapahit.
2. Bali Majapahit adalah penduduk pulau bali yang berasal dari pelarian
orang-orang kerajaan Majapahit. Mereka memasuki Pulau Bali sebab
merasa terancam oleh Pemerintahan baru di Kerajaan Majapahit.
Kedatangan mereka menempati wilayah rendah dan menempati di
sebagian besar wilayah Pulau Bali.
Suku pedalaman di Pulau Bali sebenarnya merupakan suku asli Pulau Bali
dan suku pendatang dari Jawa yang beragama Hindu mereka hidup di wilayah
masig-masing tetapi mempunyai mata pencarian yang sama, yaitu bercocok
tanam.
Kehidupan mereka ada di Sawah dan untuk hal tersebut kita mengenal
sistem irigasi yang disebut dengan nama Subah. Walaupun mereka berbeda, tetapi
rukun dan mempunyai tingkat solidaritas yang tinggi.
Suku Bali memiliki cara tersendiri dalam menamai anak-anak mereka
dengan penamaan yang khas ini, masyarakat Bali dapat dengan mudah
mengetahui kasta dan urutan lahir dari seseorang. Tidak jelas sejak kapan tradisi
pemberian nama depan ini mulai ada dibali. Mereka pakar linguistik dari
Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Jendra, S. U. nama depan itu pertama kali
ditemukan muncul pada abad ke-14, yakni saat raja Gelgel, yang saat itu bergelar
“Dalem Ketut Kresna Kepakisan”, yang merupakan putra ke-4 dari “Sri Kresna
Kepaksian” yang dinobatkan oleh Mahapati Majapahit, Gajah Mada, sebagai
perpanjangan tangan Majapahit “Dalem Ketut Kresna Kepaksian” kemudian
dilanjutkan oleh putranya, yakni “Dalem Ketut Ngulesir”.
8
Namun, Prof. Jendra belum dapat memastikan apakah tradisi pemberian
nama depan itu sebagai pengaruh Majapahit atau bukan. Tetapi, hal ini telah
menjadi tradisi di Bali dan hingga akhir abad 20, masyarakat Bali pun masih
menggunakannya. Tata cara penamaan ini antara lain:
a. Untuk membedakan jenis kelamin, masyarakat Bali menggunakan awalan “I”
untuk anak laki- laki dan awalan “Ni” untuk anak perempuan
b. Untuk anak pertama biasanya diberi awalan “Wayan”, yang diambil dari kata
“Wayaan” yang artinya “tertua atau lebih tua atau yang paling matang”.
Selain wayan, nama depan untuk anak pertama juga sering digunakan adalah
“Putu” dan “Gede”. Kata “Putu” artinya “cucu”, sedangkan “Gede” artinya
“besar atau lebih besar”. Dua awalan nama ini biasanya digunakan oleh
masyarakat di Bali bagian Utara dan Barat, sedangkan di Bali bagian Timur
dan Selatan cenderung memakai nama Wayan. Untuk anak nama perempuan
kadang juga diberi tambahan kata “Luh”.
c. Untuk anak ke-2 biasanya diberi awalan “Made”, diambil dari kata “Madya
(tengah)”. Di beberapa daerah di Bali anak kedua juga dapat diberi nama
“Nengah” yang juga diambil dari kata “Tengah”. Ada juga yang
menggunakan awalan “Kadek” yang merupakan sapaan dari kata “Adi” yang
bermakna “Utama atau adik”.
d. Untuk anak ketiga, biasanya diberi nama depan “nyoman” atau “Komang”.
Nyoman konon diambil dari kata “nyeman (Lebih tawar)” yang asalnya dari
lapisan terakhir lapisan pohon pisang, sebelum kulit terluar, yang rasanya
cukup tawar. Nyoman, Komang, secara etimologis berasal dari kata “Uman”
yang bermakna “Sisa atau terakhir”.
e. Untuk anak keempat, biasanya diawali dengan “Ketut”, yang merupakan
serapan dari kata “Ke+tuut” yang bermakna “Mengikuti atau mengekor”. Ada
juga yang mengaitkan dengan kata kuno “Kitut” yang berarti sebuah pisang
kecil diujung terluar dari pesisir pisang karena program KB yang dianjurkan
Pemerintah, semakin sedikit orang Bali yang berawalan Ketut.
9
f. Untuk keturunan dari kasta Brahmana, biasanya digunakan awalan “Ida
Bagus” untuk laki-laki dan “Ida Ayu” untuk perempuan. Kasta Brahmana
adalah kasta dari profesi pemuka agama, misalnya Pendeta.
g. Untuk keturunan dari kasta ksatria, biasanya digunakan awalan “Anak
Agung”, “I Gusti Agung”, “Cokorda”, ”I Dewa”, ”Desak” (Perempuan),
”Dewa Ayu” (Perempuan), ” Ni Gusti Ayu” (perempuan), dan “I Gusti
Ngurah”. Kasta ksatria merupakan kasta dengan profesi pelaksana Pemerintah
(PNS) dan Pembela Negara (TNI/POLRI).
h. Untuk keluarga yang memiliki lebih dari empat anak dapat kembali
digunakan kembali dengan nama-nama depan sebelumnya sesuai dengan
urutannya untuk anak kelima dan seterusnya. Ada juga yang sengaja
menambahkan kata “balik”. Setelah nama depan anaknya untuk memberi
tanda bahwa anak tersebut lahir setelah anak keempat (Sugiono.2013).
10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.1 Observasi
Pada metode ini penelitian hanya mengamati, mencatat apa yang terjadi.
Metode ini digunakan untuk mengkaji pola perilaku pemustaka di perpustakaan
(Syakilah.2014).
3.2.2 Wawancara
Menurut Nazir (1998) wawancara adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si
penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau reponden dengan
menggunakan alat yang dinamakan alat yang dinamakan interview guide
(panduan Wawancara).
Walaupun wawancara merupakan proses percakapan yang berbentuk tanya
jawab dengan tatap muka, wawancara adalah suatu proses pengumpulan data
untuk suatu penelitian (Tafarik.2014).
11
3.2.3 Studi Pustaka
Segala usaha yang dilakuakan peneliti untuk menghimpun informasi yang
relevan dengan topik atau masalah yang akan atau yang sedang diteliti. Informasi
itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan
ilmiah, tesis dan disertai peraturan-peratuan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan,
ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.
Dalam studi pustaka ini penulis memilih sumber-sumber internet secara
selektif (Purnama, agung.2011).
12
3.4.1 Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan
oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain.
Biasanya sumber tidak langsung, berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi
(Kanaliinfo.2016).
3.4.2 Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari variable yang mengangkut masalah yang
diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah Bahasa daerah di Bali
(Wikepedia.2003).
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
menggunakan lebih dari satu bahkan dua bahasa dalam percakapannya. Jadi,
sangat jelas bahwa diantara mereka menggunakan versi bahasa Bali yang lebih
dari satu namun satu sama lainnya bisa saling mengerti dan memahami.
Selain itu, dalam klasifikasi sosialnya terdapat sistem kasta yang
menonjol. Bahasa merupakan salah satu instrument untuk melakukan identifikasi
orang yang sedang kita ajak bicara berasal dari kasta yang mana. Hal ini tentunya
menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan wisatawan termasuk anda yang ketika
berkunjung ke Bali dimana kondisi sosial masyarakatnya yang sangat heterogen,
namun anehnya jarang terjadi percecokan diantara mereka. Anda sebagai
wisatawan di Bali pun bisa mempelajari bahasa keseharian masyarakat Bali
supaya tidak canggung ketika harus berkomunikasi dan saling menyapa dengan
masyarakat Bali. Selain bahasa Bali, ada bahasa lainya yang popular dikalangan
mereka yang disebut dengan bahasa Kawi.
Bahasa Bali merupakan ilmu tata wicara atau berbicara (Bahasa daerah)
yang memiliki sistematika dari segi pelafalan dan aksara sebagai alat komunikasi
bagi masyarakat Bali pada khususnya. Dalam penerapannya, bahasa daerah Bali
lebih sering digunakan dalam bidang sosiolinguistik bahasa daerah Bali yang
lebih menekankan pada penggunaaan bahasa berdasarkan objek penelitian antara
hubungan bahasa yang digunakan dengan faktor – faktor sosial dengan
masyarakat Hindu di Bali yang mengenal sistem kasta atau kelas penggolongan
masyarakat itu sendiri.
Pada bahasa daerah Bali atau keterampilan berbicara (pewaraan) dengan
menggunakan bahasa Bali yang harus di perhatikan adalah kaidah-kaidah yang
menyangkut aturan dalam berbicara dengan menggunakan bahasa daerah Bali
tersebut. Dalam artian, tidak semena – mena dalam menggunakan bahasa daerah
Bali sebagai sarana komunikasi baik dengan siapa yang menjadi lawan bicara
pada konteksnya agar memiliki kaidah yang patut atau baik, benar dan sesuai
penggunaannya dalam kehidupan.
Perbedaan masyarakat Bali, sejak dari dulu hingga sekarang yang pada
umumnya selalu menggunakan bahasa daerahnya sebagai sarana komunikasi yaitu
15
bahasa daerah Bali. Jika ditinjau dari segi historis, bahasa daerah Bali mengenal 3
periodisasi yaitu: (Ragam Budaya Bahasa Indonesia.2013)
16
Dalam penggunaan sor-singgih bahasa daerah Bali dalam kehidupan
bermasyarakat orang Bali, menurut kamus bahasa Indonesia yang dikeluarkan
oleh dinas pendidikan dasar Provinsi Bali menguraikan bahwa kata sor berarti
bawah, singgih berarti halus atau hormat. Jadi sor-singgih basa Bali berarti aturan
tentang tingkat-tingkatan atau tinggi rendah yang menyangkut rasa atau perasaan
yang merujuk pada rasa solidaritas dengan saling hormat menghormati dalam
menggunakan bahasa daerah Bali terhadap lawan bicara. Berikut adalah
pembagian terhadap tingkatan-tingkatan ahasa daerah Bali menurut sor-singginya
yang terdiri dari:
17
suatu konteks yang merujuk pada keadaan keakraban, kelebihan dan
keangkuhan sang pembicara dengan lawan bicaranya.
Contoh :
a. “I bapa pules di bale asagane”
b. “Ayah tidur di tempat peristirahatan”
c. “Gusti nguraha mara teka, suba ke ngabe gapgapanan?”
d. “Gusti nguraha baru datang, sudahkah membawa oleh-oleh?”
18
adat misalnya: “kalian banjar dinas atau adat” maupun pejabat intansi
Pemerintahan atau swasta, dalam situasi percakapan tersebut tentunya akan
menggunakan basa madia.
Contoh :
a. “Ampunang irika negak, ten tepukin tiang”
b. “Jangan duduk disana, saya tidak melihatmu”
c. “Mara suud ngajeng, suba nagih mepamit”
d. “Baru saja selesai makan, sudah mau pergi”
4.1.7 Basa Alus Sor, Ales Mider, Alus Singgih, Dan Alus Basa Mider
Basa alus sebagai tingkatan bahasa Bali yang mempunyai nilai rasa bahasa
yang tinggi atau sangat hormat, biasanya 19ahasa ini digunakan dalam situasi
resmi (seperti rapat, pertemuan, seminar, percakapan adat agama dan lain-lain)
pembagian basa alus terdiri dari:
19
Contoh :
a. “Ipun makta asiki, ida makta kekalih”
b. “Ia membawa satu, beliau membawa dua”
20
penerus kebudayaan yang diwariskan dari jaman ke jaman. Karena yang paling
kental dan melekat dalam penggunaan Bali ini adalah salah satunya banyak
ditemukan dalam upacara ritual keagamaan khususnya Hindu “Mabebaosan” atau
“Pewarah” serta sekaligus penggunaan aksara atau huruf Bahasa Bali pada
upacara “Ulap-ulap” serta aksara “Kajang” yang digunakan pada ritual Hindu
pada upacara ngaben (Pura Yadnya) dan pada saat upacara Catur Yadnya, saat
rapat atau Sabha atau Paum desa Pakraman atau adat.
Dalam kehidupan bermasyarakat, seluruh masyarakat yang tinggal di Bali,
wajib mengetahui dan mempunyai keterampilan berbahasa Bali, karena hal itu
merupakan warisan kebudayaan dari jaman ke jaman. Sistem penggunaan bahasa
Bali itu sendiri harus memperhatikan tingkatan-tingkatan basa Bali sesuai dengan
konteks atau situas dani kondisi dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan
lawan bicara kita, agar sesuai dengan kaidah-kaidah, tata etika, dan memiliki nilai
moralitas yang tinggi dalam pergaulan kehidupan sehari-hari.penggunaan basa
sor-singgih bali itu yang harus di perhatikan adalah adanya pembagian catur
wangsa yang ada di bali.wangsa di sini dapat di artikan sebagai pembagian
golongan masyarakat berdasarkan kelahirannya.jadi yang di maksud catur wangsa
atau warna adalah empat golongan yang terdapat pada masyarakat Hindu di Bali.
Pembagian catur wangsa itu terdiri dari:
a. Wangsa Brahmana : Wangsa yang paling di hormati dan biasanya jika
di tinjau dari kelahirannya, mempunyai kedudukan tinggi sebagai guru yang
memnerikan pencerahan kerohanian atau suci kepada para wangsa lainnya.
biasanya bahasa yang di gunakan adalah bahasa alus singgih.
b. Wangsa Ksatria : wangsa yang di hormati dan biasanya jika di tinjau
dari kelahirannya, mempunyai kedudukan sebagai seorang pemimpin atau
keperintahan. Bahasa yang di gunakan adalah Bahasa alus sor, dan Bahasa
alus mider, basa madia.
c. Wangsa Weisia : dalam wangsa ini, jika ditinjau dari segi
kelahirannya, mempunyai kedudukan dalam bidang “Pertukangan” atau
ulet dalam melaksanakan pekerjaan sesuai profesi yang digelutinya (pande).
21
Basa yang digunakan biasanya adalah basa alus sor, basa andap, basa madia,
dan basa kasar jabag.
d. Wangsa sudra : wangsa ini merupakan wangsa terakhir dalam
pengolongan catur wangsa.jika ditinjau dari segi kelahirannya, mempunyai
kedudukan dalam bidang keniagaan atau kewirausahaan “dagang”yang
melakukan aktifitas jual beli sebagai mata pencarian dalam kehidpan
bermasyarakat. Bahasa yang digunakan basa madia, basa andap, dan basa
kasar jibag.
Bahasa Bali juga banyak terpengaruh bahas Jawa, terutama bahasa Jawa
kuna dan lewat. Bahas Jawa ini juga bahasa sansekerta. Kemiripan dengan bahasa
Jawa terutama terlihat dari tingkatan-tingkatan bahasa yang terdapat dalam bahasa
Bali yang mirip dengan bahasa Jawa. Maka tak mengherankan jika bahasa Jawa
alus mider mirip dengan bahasa Jawa krama.
Itulah sistem pembagian dalam penggunaan bahasa Bali ditinjau dari
penggolongan warna atau wangsa yang ada dalam masyarakat hindu di Bali
menurut kelahirannya pada umumnya.
Terjadinya penggunaan bahasa yang menggunakan sistem pembedaan
kelas atau warna (wangsa) dalam masyarakat Hindu di Bali adalah merupakan
warisan dari leluhur yang dilihar dari segi kelahiranya terdahulu. Pada umumnya
masyarakat pada penggolongan warna atau wangsa di Bali hidup rukun dan
harmonis dengan saling menjujung rasa kekeluargaan, saling hormat menghormati
dengan bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang menyangkut tata etika
susila dalam pergaulan bermasyarakat. selain itu dalam masyarakat hindu di bali
selalu berpedoman pada tiga kerangka dasar agama Hindu yaitu filsafat, etika dan
upacara dalam pelaksanakan kehidupan bermasyarakat, ritual mke agamaan, dan
bersosial. selain itu penggunaan bahasa yang memakai sistem perbedaan kelas
masyarakat selalu memperhatikan pedoman “Desa kala putra” yang artinya
penggunaan bahasa yang sebagai keterampilan berbicara harus sesuai dangan
tempat dan situasi kondisi lingkungan dalam konteks pembicaraan (Desa), waktu
(Kala) sesuai dengan topik pembicaraan teknik dibicarakan,dan (Patra) menganut
22
fungsi atau pembicaraan yang kita sampaikan memiliki daya guna yang tepat,
padat dan berisi yang dapat dijadkan sebagai pedoman atau direalisasikan atau
mempunyai daya interpretasi bagi penyimaknya sebagai lawan pembicara.
23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam karya tulis ini maka penulis dapat mengambil
beberapa kesimpulan yaitu :
1. Bahasa daerah Bali merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat
Bali untuk berkomunikasi antara sesamanya.
2. Meskipun sebagian besar masyarakat daerah Bali sudah jarang digunakan
generasi muda tetapi bahasa daerah ini akan di ingat selalu oleh generasi
muda masyarakat bali memalui berbagai macam budayanya.
3. Bahasa daerah Bali merupakan salah satu pendukung kebudayaan Bali
yang tetap hidap dan berkembang di Bali.
5.2 Saran
Adapun saran dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1. mengajarkan generasi muda bahasa daerah Bali kapan pun.
2. Lebih mengenal lagi gahasa daerah bali kepada masyarakat banyak
terutama kepada wisatawan dalam negri maupun turis asing.
3. Kita harus melestarikan bahasa daerah Bali dan mempelajari lebih dalam
lagi mengenai cara berbahasa Bali yang baik dan benar.
24
DAFTAR PUSTAKA
25