Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia di dunia ini, karena
dengan bahasa orang bisa berinteraksi dengan sesamanya dan merupakan sumber
daya bagi kehidupan bermasyarakat. Adapun bahasa dapat digunakan apabila
saling memahami atau saling mengerti, erat hubungannya dengan penggunaan
sumber daya bahasa yang kita miliki yaitu Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia merupakan Bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang
sudah dipakai oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh sebelum Belanda
menjajah Indonesia. Akan tetapi selain Bahasa Indonesia, bangsa Indonesia
memiliki banyak ragam bahasa daerah yang menjunjung keberagaman Bahasa
Indonesia. Dari beberapa bahasa daerah Bali juga merupakan cara masyarakat
Bali untuk berkomunikasi sesamanya.
Bali merupakan destinasi wisata oleh wisatawan lokal maupun dari luar
negeri. Pulau Bali merupakan tempat wisata yang memiliki keindahan alam yang
menakjubkan, sebagai sebuah pulau yang dikaruniai budaya yang sangat kental
dan juga pulau Bali kaya akan keberagaman bahasa. Masyarakat di Bali tidak
hanya menggunakan bahasa daerah Bali ataupun bahasa Indonesia saat
berkomunikasi, akan tetapi mereka juga menguasai bahasa asing dikarenakan
wisatawan bukan hanya dari wisatawan lokal saja akan tetapi wisatawan asing
pun banyak memilih untuk berlibur ke Bali seperti wisatawan dari Inggris,
Vietnam, China, Thailand dan sebagainya, dengan demikian mereka bisa
berkomunikasi dengan wisatawan asing.
Bali memiliki bahasa daerah yang masih dipertahankan sampai sekarang.
Meskipun Bali sudah banyak disinggahi oleh berbagai wisatawan yang datang
dari berbagai negara, namun bahasa daerah bali itu sampai sekarang masih
bertahan dan masih dilestarikan oleh Pemerintah Provinsi Bali. Bahasa daerah
Bali merupakan bahasa ibu bagi sebagian masyarakat Bali. Bahasa Bali itu

1
digunakan sebagai komunikasi setiap harinya baik untuk di dalam rumah tangga
ataupun untuk berkomunikasi dalam bermasyarakat.
Untuk menemukan bahasa daerah Bali yang kental, kita bisa mengunjungi
beberapa kampung adat ataupun mengunjungi pasar tradisionalnya. Bahasa daerah
Bali juga masih kental digunakan khususnya di pelosok Pulau bali yang jauh dari
kata modern. Disana kita akan kebingungan untuk melakukan komunikasi karena
kebanyakan dari mereka khususnya generasi tua tidak bisa berbahasa Indonesia
dan hanya paham dengan bahasa daerah Bali saja.
Oleh karena itu untuk mengetahui ragam bahasa daerah yang terdapat di
Provinsi Bali dan ragam bahasa apa saja yang paling banyak dituturkan oleh
masyarakat Bali, penulis tertarik untuk membuat sebuah karya tulis yang berjudul
“Ragam Bahasa Daerah yang terdapat di Provinsi Bali”.

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1. Apa saja ragam bahasa daerah yang ada di Provinsi Bali?
2. Ragam bahasa apa saja yang paling banyak dituturkan oleh masyarakat
Bali?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui ragam bahasa yang ada di Provinsi Bali.
2. Untuk mengetahui ragam bahasa daerah yang sering dituturkan oleh
masyarakat Bali.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan yang dicapai adalah sebagai berikut.
1. Bisa mengetahui ragam bahasa daerah yang ada di Provinsi Bali.
2. Bisa menambah wawasan tentang ragam bahasa daerah di Provinsi Bali.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bahasa


Bahasa adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang
dihasilkan alat ucap manusia. Sebagai mana kita ketahui, bahasa terdiri atas kata –
kata atau kumpulan kata. Masing – masing mempunyai makna, yaitu; hubungan
abstrak antara kata sebagai lambing dengan objek atau konsep yan diwakili
kumpulan kata atau kosa kata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau
menurut urutan abjad, disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan
menjadi sebuah kamus atau leksikon.
Menurut Bill Adams, “Bahasa adalah sebuah sistem pengembangan
psikologi individu dalam sebuah konteks inter-subjektif”, menurut Wittgenstein,
“Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan
realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis”. Ferdinand De Saussure,
menyatakan bahwa “Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena
dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang
berbeda dari kelompok yang lain”. Kemudian Plato, mengemukakan “Bahasa
pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan anomata
(nama benda atau benda) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide
seseorang dalam arus udara lewat mulut”. Menurut Carrol, “Bahasa adalah sebuah
sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya
manasuka, yang digunakan atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar
individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama
kepada benda – benda, kemudian lagi Sudaryono menyatakan bahwa, “Bahasa
adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidak
sempurnaan bahasa sebagai sarana komuikasi menjadi salah satu sumber
terjadinya kesalah pahaman”. Sedangkan menurut Wiliam A. Haviland, “Bahasa
adalah suatu sistem bunyi yang jika digabungkan menurut aturan tertentu
menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam
Bahasa itu” (Ragam Budaya Bahasa Indonesia.2013).

3
2.2 Definisi Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda –
beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan
bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Menurut
Dendy Sugono (1999), bahwa “Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia,
timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku.
Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi
digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di
taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku (Carapedia.2013).

2.3 Penduduk Bali


Penduduk Bali kurang lebih berjumlah empat juta jiwa, dengan mayoritas
menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Buddha, Islam, Protestan, dan
Katolik. Agama islam adalah agama minoritas terbesar di Bali. Selain dari sektor
pariwisata, penduduk Bali juga memilih bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidup dari sektor pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih menjadi
seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah bahasa Indonesia, bahasa daerah
Bali yang bisa kita temukan di pelosok daerah Bali dan bahasa asing khususnya
bagi yang bekerja di sector pariwisata.
Bahasa daerah Bali dan bahasa Indonesia adalah Bahasa yang paling luas
pemakainnya di Bali dan sebagaimana penduduk Indonesia lainya, sebagian besar
masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat
beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya masyarakat Bali menggunakan
sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomunikasi. Secara
tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem
catur warna dalam agama Hindu dharma, meskipun pelaksanaan tradisi tersebut
cenderung berkurang.
Bahasa inggris adalah bahasa ketiga (dan Bahasa asing utama) bagi
banyak masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri
pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di

4
Bali, sering kali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetisi yang
cukup memadai.

2.4 Letak Geografis Pulau Bali


Pulau Bali adalah bagian dari kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km
dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali
terletak di 8º25’23” Lintang Selatan dan 115º14’55” Bujur Timur yang
membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.
Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8º3’40” - 8º50’48” Lintang
Selatan dan 114º25’53” - 115º42’40” Bujur Timur. Relief dan topografi Pulau
Bali di tengah – tengah terbentang pegunungan yang memanjang dari Barat ke
Timur. Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Batas
fisiknya adalah sebagai berikut:
1. Utara : Laut Bali
2. Timur : Selat Lombok (provinsi Nusa Tenggara Barat)
3. Selatan : Samudera Indonesia
4. Barat : Selat Bali (Provinsi Jawa Timur)
Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan Kabupaten dan
satu Kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem,
Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibu kota
Provinsi. Selain Pulau Bali Provinsi Bali juga terdiri dari Pulau – Pulau kecil
lainnya yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan di
wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau serangan di wilayah Kota Denpasar, dan
Pulau Manjangan di Kabupaten Buleleng. Luas total wilayah Provinsi Bali adalah
5.634,40 ha dengan panjang Pantai 529 km.
Pegunungan yang ada di bagian tengah Pulau Bali memiliki beberapa
puncak yang memiliki ketinggian lebih dari 3.000 meter dari permukaan Laut.
Puncak yang tertinggi adalah Gunung Agung (3.031 meter), yang dikenal sebagai
“Gunung Ibu” yang merupakan Gunung berapi yang sudah tidak aktif. Alam
vulkanik Bali telah memberikan kontribusi untuk kesuburan yang luar biasa dan
pegunungan tinggi yang menyediakan curah hujan tinggi yang mendukung sektor

5
pertanian yang sangat produktif. Di sebelah Selatan area pegunungan adalah
daerah yang sangat luas, dari lereng pegunungan terus turun sampai daerah pantai
di mana sebagian besar tanaman padi tumbuhan dan berkembang besar di Bali di
sisi Utara lereng pegunungan memiliki daerah yang lebih curam ke Laut dan
merupakan daerah penghasil kopi utama di Bali dan juga sayur-sayuran ataupun
ternak. Sungai terpanjang di Bali adalah Sungai Ayung, mengalir ke Laut sekitar
75 km.
Berdasarkan relief dan topografi, ditengah – tengah Pulau Bali terbentang
pegunungan yang memanjang dari Barat ke Timur dan di antara pegunungan
tersebut terdapat gugusan Gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung
serta Gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan
Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan daerah Bali secara
geografis terbagi menjadi dua bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan
dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali Selatan dengan dataran
rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar
(0-25%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan
curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat curam (>40%) seluas
132.189 ha. Provinsi Bali memiliki empat buah Danau yang berlokasi di daerah
pegunungan, yaitu Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur.
Ibu Kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah
Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur,
Seminyak, Jimbaran dan Nusa dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan
pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan.
Luas wilayah Provinsi bali adalah 5.636,66 km² atau 0,29% luas wilayah
Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas Sembilan
Kabupaten/Kota, 55 Kecamatan dan 701 Desa/Kelurahan (Bliputu.2010).

2.5 Suku Bali


Suku Bali (Bahasa Bali : Anak Bali, Wong Bali, atau Krama Bali) adalah
suku bangsa mayoritas di Pulau Bali, yang menggunakan Bahasa Bali dan
mengikuti budaya Bali. Sebagian besar suku Bali beragama Hindu, kurang lebih

6
90%, sedangkan sisanya beragama Islam, Kristen, Khatolik, dan Budha. Menurut
hasil Sensus Penduduk 2010, ada kurang lebih 3,9 juta orang Bali di Indonesia.
Sekitar 3,3 juta tinggal di Provinsi Bali. Orang Bali juga banyak terdapat di Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Lampung dan daerah penempatan transmigrasi
asal Bali lainnya. Sebagian kecil orang Bali juga ada yang tinggal di Malaysia.
Asal – usul suku Bali kedalam tiga periode atau gelombang migrasi :
gelombang pertama terjadi sebagai akibat dari persebaran penduduk yang terjadi
di Nusantara selama zaman prasejarah; gelombang kedua terjadi secara perlahan
selama masa perkembangan agama Hindu di Nusantara; gelombang ke tiga
merupakan gelombang terakhir yang berasal dari Jawa, ketika Majapahit runtuh
pada abad ke- 15 seiring dengan islamisasi yang terjadi di jawa sejumlah rakyat
Majapahit untuk melestarikan kebudayaan di Bali, sehingga membentuk
sinkretisme antara kebudayaan Jawa klasik dengan tradisi asal Bali
Suku pedalaman di Pulau Bali merupakan salah satu khas bangsa ini.
Kekhasan suku ini karena pola kehidupan mereka yang berbeda, dengan suku
lainnya. Sebagaimana namanya, suku ini tinggal di Pulau Bali. Mereka
mempunyai alat komunikasi tersendiri, yaitu bahasa daerah Bali.
Sementara pola kehidupan masyarakat masih kental dengan budaya yang
mereka yang mereka terima sebagai warisan leluhurnya. Mereka memegang dan
menerapkan budaya Bali sedemikian rupa sehingga warisan leluhur tersebut
benar-benar terjaga hingga sekarang dijadikan sebagai wahana wisata yang khas.
Sebagian besar suku Bali memeluk agama Hindu. Oleh karena itulah, pola
kehidupan mereka dilandasi oleh agama Hindu. Berbagai kegiatan hidup
diterapkan dengan mengacu pada ajaran agama tidak heran jika sebagian besar
kehidupan, lingkungan rumah terdapat berbagai kelengkapan untuk kegiatan
keagamaan.
Disetiap rumah, bahkan tempat-tempat mereka melakukan kegiatan hidup
selalu ada tempat untuk menjalankan peribadahan. Kehidupan mereka memang
tidak jauh dari peribadahan kepada sang pencipta. Suku di Bali terbagi atas dua
yaitu Mali Aga dan Bali Majapahit :

7
1. Bali aga adalah penduduk asli Pulau Bali. Mereka sejak awal memang ada
di Pulau Bali dan untuk sekarang ini menepati wilayah pegunungan.
Mereka menetap wilayah pegunungan sebagai akibat dari kedatangan
orang-orang Majapahit. Mereka adalah orang-orang Bali yang masih
berusaha untuk mempertahankan warisan leluhurnya. Mereka tidak
bersedia menukar pola kehidupan dengan pola baru yang dibawa
masyarakat baru dari Majapahit.
2. Bali Majapahit adalah penduduk pulau bali yang berasal dari pelarian
orang-orang kerajaan Majapahit. Mereka memasuki Pulau Bali sebab
merasa terancam oleh Pemerintahan baru di Kerajaan Majapahit.
Kedatangan mereka menempati wilayah rendah dan menempati di
sebagian besar wilayah Pulau Bali.

Suku pedalaman di Pulau Bali sebenarnya merupakan suku asli Pulau Bali
dan suku pendatang dari Jawa yang beragama Hindu mereka hidup di wilayah
masig-masing tetapi mempunyai mata pencarian yang sama, yaitu bercocok
tanam.
Kehidupan mereka ada di Sawah dan untuk hal tersebut kita mengenal
sistem irigasi yang disebut dengan nama Subah. Walaupun mereka berbeda, tetapi
rukun dan mempunyai tingkat solidaritas yang tinggi.
Suku Bali memiliki cara tersendiri dalam menamai anak-anak mereka
dengan penamaan yang khas ini, masyarakat Bali dapat dengan mudah
mengetahui kasta dan urutan lahir dari seseorang. Tidak jelas sejak kapan tradisi
pemberian nama depan ini mulai ada dibali. Mereka pakar linguistik dari
Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Jendra, S. U. nama depan itu pertama kali
ditemukan muncul pada abad ke-14, yakni saat raja Gelgel, yang saat itu bergelar
“Dalem Ketut Kresna Kepakisan”, yang merupakan putra ke-4 dari “Sri Kresna
Kepaksian” yang dinobatkan oleh Mahapati Majapahit, Gajah Mada, sebagai
perpanjangan tangan Majapahit “Dalem Ketut Kresna Kepaksian” kemudian
dilanjutkan oleh putranya, yakni “Dalem Ketut Ngulesir”.

8
Namun, Prof. Jendra belum dapat memastikan apakah tradisi pemberian
nama depan itu sebagai pengaruh Majapahit atau bukan. Tetapi, hal ini telah
menjadi tradisi di Bali dan hingga akhir abad 20, masyarakat Bali pun masih
menggunakannya. Tata cara penamaan ini antara lain:
a. Untuk membedakan jenis kelamin, masyarakat Bali menggunakan awalan “I”
untuk anak laki- laki dan awalan “Ni” untuk anak perempuan
b. Untuk anak pertama biasanya diberi awalan “Wayan”, yang diambil dari kata
“Wayaan” yang artinya “tertua atau lebih tua atau yang paling matang”.
Selain wayan, nama depan untuk anak pertama juga sering digunakan adalah
“Putu” dan “Gede”. Kata “Putu” artinya “cucu”, sedangkan “Gede” artinya
“besar atau lebih besar”. Dua awalan nama ini biasanya digunakan oleh
masyarakat di Bali bagian Utara dan Barat, sedangkan di Bali bagian Timur
dan Selatan cenderung memakai nama Wayan. Untuk anak nama perempuan
kadang juga diberi tambahan kata “Luh”.
c. Untuk anak ke-2 biasanya diberi awalan “Made”, diambil dari kata “Madya
(tengah)”. Di beberapa daerah di Bali anak kedua juga dapat diberi nama
“Nengah” yang juga diambil dari kata “Tengah”. Ada juga yang
menggunakan awalan “Kadek” yang merupakan sapaan dari kata “Adi” yang
bermakna “Utama atau adik”.
d. Untuk anak ketiga, biasanya diberi nama depan “nyoman” atau “Komang”.
Nyoman konon diambil dari kata “nyeman (Lebih tawar)” yang asalnya dari
lapisan terakhir lapisan pohon pisang, sebelum kulit terluar, yang rasanya
cukup tawar. Nyoman, Komang, secara etimologis berasal dari kata “Uman”
yang bermakna “Sisa atau terakhir”.
e. Untuk anak keempat, biasanya diawali dengan “Ketut”, yang merupakan
serapan dari kata “Ke+tuut” yang bermakna “Mengikuti atau mengekor”. Ada
juga yang mengaitkan dengan kata kuno “Kitut” yang berarti sebuah pisang
kecil diujung terluar dari pesisir pisang karena program KB yang dianjurkan
Pemerintah, semakin sedikit orang Bali yang berawalan Ketut.

9
f. Untuk keturunan dari kasta Brahmana, biasanya digunakan awalan “Ida
Bagus” untuk laki-laki dan “Ida Ayu” untuk perempuan. Kasta Brahmana
adalah kasta dari profesi pemuka agama, misalnya Pendeta.
g. Untuk keturunan dari kasta ksatria, biasanya digunakan awalan “Anak
Agung”, “I Gusti Agung”, “Cokorda”, ”I Dewa”, ”Desak” (Perempuan),
”Dewa Ayu” (Perempuan), ” Ni Gusti Ayu” (perempuan), dan “I Gusti
Ngurah”. Kasta ksatria merupakan kasta dengan profesi pelaksana Pemerintah
(PNS) dan Pembela Negara (TNI/POLRI).
h. Untuk keluarga yang memiliki lebih dari empat anak dapat kembali
digunakan kembali dengan nama-nama depan sebelumnya sesuai dengan
urutannya untuk anak kelima dan seterusnya. Ada juga yang sengaja
menambahkan kata “balik”. Setelah nama depan anaknya untuk memberi
tanda bahwa anak tersebut lahir setelah anak keempat (Sugiono.2013).

10
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode Penelitian adalah teknik atau cara menguraikan permasalahan
yang digunakan dalam penelitian atau penulisan. Metode yang digunakan
penelitian ini adalah studi kepustakaan (Psikologi, belajar.2012).

3.2 Teknik Pengumpulan Data


Teknik dalam pengumpulan data menggunakan media yaitu internet.
Dengan menggunakan teknik ini penulisan pengumpulan data-data yang
bersumber dari internet kajian teori yang berkaitan dengan bahasan yang akan
disampaikan dalam bahasan karya tulis ini (Lestari, wiwik sunaryati puji.2015).

3.2.1 Observasi
Pada metode ini penelitian hanya mengamati, mencatat apa yang terjadi.
Metode ini digunakan untuk mengkaji pola perilaku pemustaka di perpustakaan
(Syakilah.2014).

3.2.2 Wawancara
Menurut Nazir (1998) wawancara adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si
penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau reponden dengan
menggunakan alat yang dinamakan alat yang dinamakan interview guide
(panduan Wawancara).
Walaupun wawancara merupakan proses percakapan yang berbentuk tanya
jawab dengan tatap muka, wawancara adalah suatu proses pengumpulan data
untuk suatu penelitian (Tafarik.2014).

11
3.2.3 Studi Pustaka
Segala usaha yang dilakuakan peneliti untuk menghimpun informasi yang
relevan dengan topik atau masalah yang akan atau yang sedang diteliti. Informasi
itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan
ilmiah, tesis dan disertai peraturan-peratuan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan,
ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.
Dalam studi pustaka ini penulis memilih sumber-sumber internet secara
selektif (Purnama, agung.2011).

3.2.3 Teknik Deskriptif


Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah
untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki (Husaini.2016).

3.3 Objek Penelitian


Objek penelitian ini adalah ragam bahasa dari daerah Bali. Kajian utama
dalam karya tulis ini adalah analisa ragam bahasa daerah Bali.

3.4 Sumber Data


Sumber data adalah sumber yang menjadi bahan atau masalah bagi
penulis. Sumber data menjadi objek utama gerapan penelitian atau penulisan yang
terdiri dari data primer dan sekunder. Sumber data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder (Suhaidi, achmad.2014).

12
3.4.1 Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan
oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain.
Biasanya sumber tidak langsung, berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi
(Kanaliinfo.2016).

3.4.2 Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari variable yang mengangkut masalah yang
diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah Bahasa daerah di Bali
(Wikepedia.2003).

3.5 Teknik Analisis Data


Adapun teknik analisis data dalam karya tulis ini adalah:
1. Mengamati bahasa daerah di Bali
2. Melakukan wawancara dengan salah satu masyarakat setempat.
3. Mengelompokkan ragam bahasa di Bali
4. Membahas ragam bahasa yang dikelompokkan tersebut.
5. Kesimpulan dari pengamatan ragam bahasa daerah di Provinsi Bali
(Alfandy, kaicili.2013).

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ragam Bahasa Daerah di Provinsi Bali


Seperti halnya daerah – daerah di berbagai belahan dunia yang memiliki
beragam bahasa daerah, di Indonesia pun memiliki banyak daerah dengan bahasa
daerah yang berbeda di setiap daerahnya contohnya Bali, meskipun masyarakat
Bali mendiami suatu wilayah yang sama akan tetapi Bali memiliki tingkat
keberagaman bahasa dan budaya yang multi kultur. Bali juga tentunya memiliki
bahasa daerah sendiri yang digunakan untuk berkomunikasi antara sesama
masyarakat Bali.
Bahasa daerah Bali adalah salah satu bahasa daerah di Negara Indonesia
yang dipelihara dengan baik oleh masyarakat penuturnya, yaitu etnis Bali. Bahasa
daerah Bali sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama bagi sebagian besar
masyarakat Bali, dipakai secara luas sebagai alat komunikasi adalah berbagai
aktivitas didalam rumah tangga dan di luar rumah tangga yang mencakupi
berbagai aktivitas masyarakat Bali. Oleh karena itu, bahasa daerah Bali
merupakan pendukung kebudayaan Bali yang tetap hidup dan berkembang di
Bali. Dilihat dari jumlah penuturnya, bahasa daerah Bali didukung oleh lebih
kurang setengah juta jiwa dan memiliki tradisi tulis sehingga bahasa daerah Bali
termasuk bahasa daerah besar diantara beberapa bahasa daerah di Indonesia.
Keberadaaan bahasa – bahasa di daerah Provinsi Bali yang beragam juga
memberikan implikasi keberagaman dan tata bahasanya. Masyarakat Bali lebih
dominan memakai bahasa daerahnya sendiri ataupun bahasa Indonesia. Akan
tetapi semakin banyaknya wisatawan asing yang berkunjung ke Bali tentunya
mereka membawa bahasanya masing-masing, dapat dicontohkan seperti
wisatawan berbahasa Inggris yang tidak menutup kemungkinan masyarakat Bali
juga menguasai bahasa tersebut.
Bahasa daerah Bali merupakan bahasa daerah yang paling luas oleh
masyarakat Bali. Meski demikian, tak di pungkiri bahwa di Bali ada komunitas
dwibahasa bahkan tribahasa dalam masyarakatnya, atau masyarakat yang

14
menggunakan lebih dari satu bahkan dua bahasa dalam percakapannya. Jadi,
sangat jelas bahwa diantara mereka menggunakan versi bahasa Bali yang lebih
dari satu namun satu sama lainnya bisa saling mengerti dan memahami.
Selain itu, dalam klasifikasi sosialnya terdapat sistem kasta yang
menonjol. Bahasa merupakan salah satu instrument untuk melakukan identifikasi
orang yang sedang kita ajak bicara berasal dari kasta yang mana. Hal ini tentunya
menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan wisatawan termasuk anda yang ketika
berkunjung ke Bali dimana kondisi sosial masyarakatnya yang sangat heterogen,
namun anehnya jarang terjadi percecokan diantara mereka. Anda sebagai
wisatawan di Bali pun bisa mempelajari bahasa keseharian masyarakat Bali
supaya tidak canggung ketika harus berkomunikasi dan saling menyapa dengan
masyarakat Bali. Selain bahasa Bali, ada bahasa lainya yang popular dikalangan
mereka yang disebut dengan bahasa Kawi.
Bahasa Bali merupakan ilmu tata wicara atau berbicara (Bahasa daerah)
yang memiliki sistematika dari segi pelafalan dan aksara sebagai alat komunikasi
bagi masyarakat Bali pada khususnya. Dalam penerapannya, bahasa daerah Bali
lebih sering digunakan dalam bidang sosiolinguistik bahasa daerah Bali yang
lebih menekankan pada penggunaaan bahasa berdasarkan objek penelitian antara
hubungan bahasa yang digunakan dengan faktor – faktor sosial dengan
masyarakat Hindu di Bali yang mengenal sistem kasta atau kelas penggolongan
masyarakat itu sendiri.
Pada bahasa daerah Bali atau keterampilan berbicara (pewaraan) dengan
menggunakan bahasa Bali yang harus di perhatikan adalah kaidah-kaidah yang
menyangkut aturan dalam berbicara dengan menggunakan bahasa daerah Bali
tersebut. Dalam artian, tidak semena – mena dalam menggunakan bahasa daerah
Bali sebagai sarana komunikasi baik dengan siapa yang menjadi lawan bicara
pada konteksnya agar memiliki kaidah yang patut atau baik, benar dan sesuai
penggunaannya dalam kehidupan.
Perbedaan masyarakat Bali, sejak dari dulu hingga sekarang yang pada
umumnya selalu menggunakan bahasa daerahnya sebagai sarana komunikasi yaitu

15
bahasa daerah Bali. Jika ditinjau dari segi historis, bahasa daerah Bali mengenal 3
periodisasi yaitu: (Ragam Budaya Bahasa Indonesia.2013)

4.1.1 Bahasa Bali Kuna


Bahasa Bali Kuna adalah bahasa Bali yang dipakai sebagai alat
komunikasi pada zaman raja-raja Bali kuna sebagaimana ditemukannya bali kuna
baik itu lontar yang berisikan huruf atau bahasa Jawa.

4.1.2 Bahasa Bali Tengahan


Bahasa Bali Tengahan adalah 16ahasa daerah yang dipakai untuk
menuliskan karya-karya satra seperti kidung-kidung, babad, wariga, usada, usana,
inti dan sebagainya.

4.1.3 Bahasa Bali Kepra


Bahasa Bali Kepra atau bahasa Bali Lumrah, adalah bahasa daerah Bali
yang masih hidup sampai sekarang yang dipakai sebagai alat komunikasi dalam
kehidupan sehari hari, untuk mengadakan suatu interaksi dengan lawan bicaranya.
Bahasa daerah bali periode yang terakhir, jika dilihat dalam pemakaiannya
memiliki sistem tingkatan-tingkatan yang dalam bahasa itu disebut dengan sor-
Singgih Basa Bali.
Masyarakat Bali, dalam etika pergaulannya selalu dilandasi dengan sopan
santun, yang terpola dalam bingkai “Manyama Braya” ini sebagai membentuk
karakter dan pola pikir temasuk sikap orang Bali, sehingga dalam berkomunikasi
pun akan selalu memilih dan memilah ketika dihadapi suatu konteks atau keadaan
yang merujuk pada situasi saat memakai tingkatan-tingkatan bahasa daerah Bali
yang bertujuan untuk menyesuaikan dan ketepatan akatu kecakapan berbicara
dengan identitas atau status lawan bicaranya. Setiap komunikasi dalam pergaulan,
tata karma dapat dipastikan ada di dalamnya. Dalam hal ini tata karma dalam
pergaulan sangat diperlukan dengan adanya etika dengan kesopansantunan
berbahasa. Antara tata karma dan Bahasa dalam pergaulan bermasyarakat hidup,
keduanya tidak dapat di pisahkan.

16
Dalam penggunaan sor-singgih bahasa daerah Bali dalam kehidupan
bermasyarakat orang Bali, menurut kamus bahasa Indonesia yang dikeluarkan
oleh dinas pendidikan dasar Provinsi Bali menguraikan bahwa kata sor berarti
bawah, singgih berarti halus atau hormat. Jadi sor-singgih basa Bali berarti aturan
tentang tingkat-tingkatan atau tinggi rendah yang menyangkut rasa atau perasaan
yang merujuk pada rasa solidaritas dengan saling hormat menghormati dalam
menggunakan bahasa daerah Bali terhadap lawan bicara. Berikut adalah
pembagian terhadap tingkatan-tingkatan ahasa daerah Bali menurut sor-singginya
yang terdiri dari:

4.1.4 Basa Kasar, Kasar Pisan Atau Kasar Jabag


Basa kasar adalah tingkatan bahasa Bali yang memiliki rasa bahasa paling
bawah. Basa kasar dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Basa Kasar Pisan
Basa kasar pisan adalah bahasa Bali yang di dalam penggunaanya tergolong
tidak sopan dan tidak memiliki nilai etika moral, sehingga menimbulkan
konotasi atau kesan yang buruk bagi penyimaknya. Bagi mereka yang terkena
perkataan atau Bahasa ini bisa mendapat “Leteh” yang harus dibersihkan
dengan melakukan penyucian diri (Prayasita) bagi mereka yang termasuk
catur wangsa.
Contoh :
a. “Cicing iba, Ngenken iba, Mai, Ngelek lek!”
b. “Anjing kamu mau apa kamu kesini!”
c. “Iba bungut dogen, Tegarang Suud mapeta!”
d. “Kamu bicara saja, sudahi pembicaraan!”
2. Basa Jabag
Basa kasar jabag adalah bahasa daerah Bali yang dalam penggunaanya tidak
sesuai dengan situasi pembicaraan. Artinya, kata-kata dalam Bahasa itu tidak
mengindahkan tingkat-tingkatan yang ada dalam bahasa daerah Bali yang
kadang kala melampaui etika pembicaraan. Biasanya cenderung dipakai pada

17
suatu konteks yang merujuk pada keadaan keakraban, kelebihan dan
keangkuhan sang pembicara dengan lawan bicaranya.
Contoh :
a. “I bapa pules di bale asagane”
b. “Ayah tidur di tempat peristirahatan”
c. “Gusti nguraha mara teka, suba ke ngabe gapgapanan?”
d. “Gusti nguraha baru datang, sudahkah membawa oleh-oleh?”

4.1.5 Basa Andap


Basa Andap adalah tingkatan bahasa daerah Bali yang digunakan dalam
suasana bersahaja (dalam pergaulan akrab dan memiliki nilai kesopanan).
Sehingga sering disebut dengan istilah basa kasar sopan atau basa lumrah dipakai
dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat atau kaparan. Bahasa ini sering
digunakan pada masyarakat Hindu di Bali sebagai 18esame sopan, digunakan
apabila konteks bergaulnya memiliki sikap keakraban atau kekeluargaan yang
terjalin erat, misalnya 18esame wangsa. Sama kedudukannya, sama umur, sama
pendidikan, sama jabatan, teman sederajat dan merupakan Bahasa kekeluargaan.
Contoh:
Percakapan antara wangsa kesatria :
a. “beli gus de, dija kejang jajane tuni, mbok dayu be kenyel pisan ngalihin”
b. “ka gus de, dimana menaruh kue, kak dayu sudah letih sekali
mencarinya”

4.1.6 Basa Madia


Basa madia adalah tingkatan bahasa Bali yang tergolong menengah, yang
nilai rasa bahasanya berada diantara bahasa Bali andap dan bahasa Bali halus.
Artinya bahwa konotasi bahasa madia tidak kasar, dan juga tidak halus, karena
itulah sering disebut dengan Bahasa antara (tidak halus juga tidak kasar). Basa
madia itu digunakan apabila wangsa atau status sosialnya dalam masyarakat yang
lebih tinggi berbicara dengan wangsa yang statusnya lebih rendah tetapi lebih tua
atau lebih disegani yang menduduki suatu jabatan tertentu dalam masyarakat atau

18
adat misalnya: “kalian banjar dinas atau adat” maupun pejabat intansi
Pemerintahan atau swasta, dalam situasi percakapan tersebut tentunya akan
menggunakan basa madia.
Contoh :
a. “Ampunang irika negak, ten tepukin tiang”
b. “Jangan duduk disana, saya tidak melihatmu”
c. “Mara suud ngajeng, suba nagih mepamit”
d. “Baru saja selesai makan, sudah mau pergi”

4.1.7 Basa Alus Sor, Ales Mider, Alus Singgih, Dan Alus Basa Mider
Basa alus sebagai tingkatan bahasa Bali yang mempunyai nilai rasa bahasa
yang tinggi atau sangat hormat, biasanya 19ahasa ini digunakan dalam situasi
resmi (seperti rapat, pertemuan, seminar, percakapan adat agama dan lain-lain)
pembagian basa alus terdiri dari:

4.1.7.1 Basa Alus Sor


Basa alus sor adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat yang
mengenai diri sendiri atau digunakan untuk merendahkan diri sendiri dan juga
untuk orang lain atau objek yang dibicarakan yang patut direndahkan atau bisa
juga karena status sosialnya yang dianggap lebih rendah dari orang yang diajak
bicara.
Contoh :
a. “Titiang jagi grereh pakaryan sane patut anggen pangupa jiwa”
b. “Saya ingin mencari pekerjaan yang sesuai untuk pemenuhan hidup”

4.1.7.2 Basa Alus Mider


Basa alus mider adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat yang
memiliki nilai rasa tinggi atau sangat hormat yang dapat digunakan untuk
golongan bawah dan juga golongan atas. Basa alus mider adalah bahasa Bali alus
dwi fungsi, masuk dalam basa bali alus singgih dan juga biasa masuk dalam basa
Bali alus sor.

19
Contoh :
a. “Ipun makta asiki, ida makta kekalih”
b. “Ia membawa satu, beliau membawa dua”

4.1.7.3 Basa Alus Singgih


Basa alus singgih adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat yang
hanya dapat digunakan oleh pembicara untuk menghormati atau memuliakan
orang yang patut di hormati atau di muliakan.
Contoh :
a. “I ratu kayun ngrayunag ulam bawi?”
b. “Ratu, yening wenten karya ring geria, nikain titiang”

4.1.7.4 Basa Mider


Basa mider adalah kata-kata dalam bahasa Bali yang tidak memiliki
tingkatan-tingkatan rasa bahasa, sehingga bahasa ini dapat digunakan untuk dan
kepada siapa saja. Selain itu dalam pemakaiannya tidak terikat dengan status
sosial dalam masyarakat, situasi atau kondisi pembicaraan. Contoh : (kata sifat)
nyongkok, kija, ke kantor (tempat), televise atau radio (kata benda). Itulah
tingkatan-tingkatan bahasa Bali yang digunakan dalam kehidupan bermasyarakat
di Bali pada umumnya.
Dikatakan model bahasa seperti itu digunakan karena itulah ciri khas yang
dimiliki oleh masyarakat Bali yang menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa
daerah yang memiliki sistem pelafalan yang unik, dengan penggunaan bahasa
yang dapat ditinjau dari segi sosialinguistik yang lebih menitik beratkan pada
fungsi penggunaan bahasa dalam pergaulan atau kehidupan bermasyarakat, religi,
politik, dan keagamaan, serta memiliki system syllabic yang unik dengan
pelafalan satu huruf bali melambangkan satu kata dalam penggunaan dari aksara
dari bahasa Bali itu sendiri. Perlu diketahui, bahasa Bali merupakan bahasa ibu,
akan tetap hidup dan lestari apabila semasih unsur kebudayaan spiritual Hindu
masih tetap eksis di Bali, karena yang lebih mendukung dalam usaha pelestarian
bahasa Bali ini adalah para generasi muda Hindu yang akan menjadi cikal-bakal

20
penerus kebudayaan yang diwariskan dari jaman ke jaman. Karena yang paling
kental dan melekat dalam penggunaan Bali ini adalah salah satunya banyak
ditemukan dalam upacara ritual keagamaan khususnya Hindu “Mabebaosan” atau
“Pewarah” serta sekaligus penggunaan aksara atau huruf Bahasa Bali pada
upacara “Ulap-ulap” serta aksara “Kajang” yang digunakan pada ritual Hindu
pada upacara ngaben (Pura Yadnya) dan pada saat upacara Catur Yadnya, saat
rapat atau Sabha atau Paum desa Pakraman atau adat.
Dalam kehidupan bermasyarakat, seluruh masyarakat yang tinggal di Bali,
wajib mengetahui dan mempunyai keterampilan berbahasa Bali, karena hal itu
merupakan warisan kebudayaan dari jaman ke jaman. Sistem penggunaan bahasa
Bali itu sendiri harus memperhatikan tingkatan-tingkatan basa Bali sesuai dengan
konteks atau situas dani kondisi dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan
lawan bicara kita, agar sesuai dengan kaidah-kaidah, tata etika, dan memiliki nilai
moralitas yang tinggi dalam pergaulan kehidupan sehari-hari.penggunaan basa
sor-singgih bali itu yang harus di perhatikan adalah adanya pembagian catur
wangsa yang ada di bali.wangsa di sini dapat di artikan sebagai pembagian
golongan masyarakat berdasarkan kelahirannya.jadi yang di maksud catur wangsa
atau warna adalah empat golongan yang terdapat pada masyarakat Hindu di Bali.
Pembagian catur wangsa itu terdiri dari:
a. Wangsa Brahmana : Wangsa yang paling di hormati dan biasanya jika
di tinjau dari kelahirannya, mempunyai kedudukan tinggi sebagai guru yang
memnerikan pencerahan kerohanian atau suci kepada para wangsa lainnya.
biasanya bahasa yang di gunakan adalah bahasa alus singgih.
b. Wangsa Ksatria : wangsa yang di hormati dan biasanya jika di tinjau
dari kelahirannya, mempunyai kedudukan sebagai seorang pemimpin atau
keperintahan. Bahasa yang di gunakan adalah Bahasa alus sor, dan Bahasa
alus mider, basa madia.
c. Wangsa Weisia : dalam wangsa ini, jika ditinjau dari segi
kelahirannya, mempunyai kedudukan dalam bidang “Pertukangan” atau
ulet dalam melaksanakan pekerjaan sesuai profesi yang digelutinya (pande).

21
Basa yang digunakan biasanya adalah basa alus sor, basa andap, basa madia,
dan basa kasar jabag.
d. Wangsa sudra : wangsa ini merupakan wangsa terakhir dalam
pengolongan catur wangsa.jika ditinjau dari segi kelahirannya, mempunyai
kedudukan dalam bidang keniagaan atau kewirausahaan “dagang”yang
melakukan aktifitas jual beli sebagai mata pencarian dalam kehidpan
bermasyarakat. Bahasa yang digunakan basa madia, basa andap, dan basa
kasar jibag.

Bahasa Bali juga banyak terpengaruh bahas Jawa, terutama bahasa Jawa
kuna dan lewat. Bahas Jawa ini juga bahasa sansekerta. Kemiripan dengan bahasa
Jawa terutama terlihat dari tingkatan-tingkatan bahasa yang terdapat dalam bahasa
Bali yang mirip dengan bahasa Jawa. Maka tak mengherankan jika bahasa Jawa
alus mider mirip dengan bahasa Jawa krama.
Itulah sistem pembagian dalam penggunaan bahasa Bali ditinjau dari
penggolongan warna atau wangsa yang ada dalam masyarakat hindu di Bali
menurut kelahirannya pada umumnya.
Terjadinya penggunaan bahasa yang menggunakan sistem pembedaan
kelas atau warna (wangsa) dalam masyarakat Hindu di Bali adalah merupakan
warisan dari leluhur yang dilihar dari segi kelahiranya terdahulu. Pada umumnya
masyarakat pada penggolongan warna atau wangsa di Bali hidup rukun dan
harmonis dengan saling menjujung rasa kekeluargaan, saling hormat menghormati
dengan bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang menyangkut tata etika
susila dalam pergaulan bermasyarakat. selain itu dalam masyarakat hindu di bali
selalu berpedoman pada tiga kerangka dasar agama Hindu yaitu filsafat, etika dan
upacara dalam pelaksanakan kehidupan bermasyarakat, ritual mke agamaan, dan
bersosial. selain itu penggunaan bahasa yang memakai sistem perbedaan kelas
masyarakat selalu memperhatikan pedoman “Desa kala putra” yang artinya
penggunaan bahasa yang sebagai keterampilan berbicara harus sesuai dangan
tempat dan situasi kondisi lingkungan dalam konteks pembicaraan (Desa), waktu
(Kala) sesuai dengan topik pembicaraan teknik dibicarakan,dan (Patra) menganut

22
fungsi atau pembicaraan yang kita sampaikan memiliki daya guna yang tepat,
padat dan berisi yang dapat dijadkan sebagai pedoman atau direalisasikan atau
mempunyai daya interpretasi bagi penyimaknya sebagai lawan pembicara.

4.2 Bahasa Daerah Yang Dituturkan Oleh Masyarakat Bali


Bahasa Bali adalah yang dituturkan oleh masyarakat Bali di Pulau Bali,
Lombok bagian Barat, dan sedikit ujung Timur Pulau Jawa. Di Lombok, bahasa
Bali di tuturkan terutama di sekitar Kota Mataram, sedangkan di Pulau Jawa
dituturkan dibeberapa desa di Kabupaten Banyuwangi, sebagaimana bahasa Jawa,
bahasa Bali juga terdapat beberapa tingkatan, seperti Bali kasar, Bali madia, dan
Bali alus. Bahasa Bali berkerabat dengan bahasa sasak, dan beberapa bahasa di
Pulau Sumbawa. Kemiripan dengan bahasa Jawa hanya karna pengaruh kosa kata
atas bahasa Jawa karena penaklukan Bali oleh kerajaan di Jawa terutama abad ke-
14 oleh Gajah Mada. Secara fonologis, bahasa Bali lebih mirip bahasa melayu
dari pada bahasa Jawa. Kemiripan dengan bahasa Jawa hanya pada tingkatan
bahasa sehingga bahasa Bali alus sangat mirip dengan bahasa Jawa krama.
Menurut sensus tahun 2000 bahasa Bali di tuturkan oleh 3,3 juta jiwa.
Bahasa Bali memiliki berbagai macam dialek, diantaranya dialek dataran
rendah Bali (Klungkung, Keragasem, Buleleng, Gianyar, Tabanan, Jembrana,
Bandung), dataran tinggi Bali “Bali Aga”, dan Nusa Penida.

23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam karya tulis ini maka penulis dapat mengambil
beberapa kesimpulan yaitu :
1. Bahasa daerah Bali merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat
Bali untuk berkomunikasi antara sesamanya.
2. Meskipun sebagian besar masyarakat daerah Bali sudah jarang digunakan
generasi muda tetapi bahasa daerah ini akan di ingat selalu oleh generasi
muda masyarakat bali memalui berbagai macam budayanya.
3. Bahasa daerah Bali merupakan salah satu pendukung kebudayaan Bali
yang tetap hidap dan berkembang di Bali.

5.2 Saran
Adapun saran dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1. mengajarkan generasi muda bahasa daerah Bali kapan pun.
2. Lebih mengenal lagi gahasa daerah bali kepada masyarakat banyak
terutama kepada wisatawan dalam negri maupun turis asing.
3. Kita harus melestarikan bahasa daerah Bali dan mempelajari lebih dalam
lagi mengenai cara berbahasa Bali yang baik dan benar.

24
DAFTAR PUSTAKA

Alfandy, Kaicili. 2013. Analisis Data. http://alfandykaicili.blogspot.com diakses


pada tanggal 16 Oktober 2017.
Bliputu. 2010. Letak Geografis Pulau Bali. http://bliptu.com diakses pada tanggal
16 Oktober 2017.
Carapedia. 2013. Pengertian Definisi .http://carapedia.com diakses pada tanggal
16 Oktober 2017.
Husaini. 2016.Pengertian Metode Deskriptif. http://husainikriwil.blogspot.co.id
diakses tanggal 16 Oktober 2017.
Kanaliinfo.2016.Pengertian Data Primer dan Data Sekunder.
http://kanaliinfo.wordpress.com diakses pada tanggal 17 Oktober 2017.
Putri, Rahayu Ajeng.2013.Ragam Bahasa Indonesia.
http://ajengputrirahayu.blogspot.com diakses pada tanggal 16 Oktober
2017.
Ragam Budaya Bahasa Indonesia.2013.Suku Bali.
http://ragambudayabahasaindonesia.blogspot.com diakses pada tanggal
16 Oktober 2017.
Sugiono.2013.Suku Bali.http://sugionosejarah.wordpress.com diakses pada
tanggal 16 Oktober 2017.
Syakilah.2014.Pengertian Observasi.http://www.informasiahli.com diakses pada
tanggal 15 Oktober 2017.
Tafarik.2014.Pengertian Wawancara.http://www.maribelajarbk.web.id diakses
tanggal 16 Oktober 2017.

25

Anda mungkin juga menyukai