Anda di halaman 1dari 59

BAB 1

SEJARAH BAHASA INDONESIA


Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami sejarah pertumbuhan bahasa Indonesia
2. Mahasiswa dapat menelaah beberapa peran sumpah pemuda dalam
perkembangan bahasa Nasional
3. Mahasiswa dapat menelaah peran bahasa Melayu dalam perkembangan
bahasa Indonesia.

A. Pendahuluan
Mahasiswa perlu meningkatkan kesadarannya akan pentingnya
fungsi suatu bahasa, khususnya bahasa Idonesia. Bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang telah mempersatukan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia juga
merupakan alat untuk untuk mengungkapkan diri baik secara lisan maupun
tertulis. Mahasiswa sebagai bagian dari warga negara diharapkan dapat
meggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
B. Perkembangan Bahasa Indonesia sebelum Kemerdekaan
Bahasa Indonesia  berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman kerajaan
Sriwijaya bahasa Melayu banyak digunakan sebagai bahasa penghubung antar
suku pada pelosok nusantara. Selain itu, bahasa melayu juga digunakan sebagai
sebagai bahasa perdagangan di nusantara maupun  dari luar nusantara.
Bahasa Melayu kemudian menyebar ke pelosok nusantara. Hal ini
bersamaan dengan penyebaran agama Islam. Keberadaan bahasa Melayu makin
hari makin kokoh karena bahasa Melayu tersebut mudah untuk diterima oleh
masyarakat Nusantara. Bahasa Melayu itu digunakan sebagai penghubung
antarsuku, antarpulau, antarpedagang dan antarkerajaan
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari
peninggalan-peninggalan kerajaan berupa batu tertulis. Prasasti kedukan Bukit
(683) Talang Tuwo (684) Kota Kapur, Bangka (686) membuktikan bahwa

1 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
kerajaan menggunakan bahasa Melayu, yaitu Melayu Kuno sebagai bahasa
resmi dalam pemerintahan. Prasasti lain yang ditemukan adalah prasasti
Gandasuli (832) dan di dekat Bogor (942).
Pada awal abad ke-15 kerajaan Malaka menjadi pusat perdagangan dan
pertemuan pedagang Indonesia, Tiongkok, dan Gujarat. Pedagang Indonesia yang
dikuasai Majapahit membawa rempah- rempah, cengkeh dan pala dari timur ke
Malaka. Di Malaka mereka membeli barang-barang yang dibawa oleh pedagang
Gujarat berupa sutra dan kain pelikat dari India, minyak angin dari persia, serta
kain Arab. Demikianlah sehingga Malaka menjadi pusat perdagangan lalu lintas
antara negara-negara yang terletak di utara, barat, dan timurnya.
Perkembangan Malaka yang demikian pesat berdampak positif terhadap
perkembangan bahasa Melayu. Sejalan dengan lalu lintas perdagangan, bahasa
Melayu digunakan sebagai bahasa perdagangan dan penyiaran agama Islam
dengan cepat tersebar di seluruh nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh
masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antarsuku, antarpedagang, dan
antarkerajaan.
Perkembangan Malaka cukup singkat, karena pada tahun 1511 Malaka
ditaklukkan oleh angkatan laut Portugis, dan pada tahun 1641 ditaklukkan
pula oleh Belanda. Saat itu Belanda menjadi penguasa di nusantara. Belanda
tertarik dengan perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Oleh karena itu,
mereka datang sendiri ke daerah rempah-rempah itu. Kemudian tahun 1596
pedagang Belanda datang dan mendarat di Banten di bawah nama VOC
(Vereenigde Oost Compagnie). Tujuan utama mereka adalah untuk
berdagang, tetapi 1799 tujuan Belanda bukan hanya berdagang, tetapi untuk
tujuan sosial dan pendidikan.
Masalah yang dihadapi Belanda adalah bahasa pengantar. Dengan
demikian, bahasa Melayu menjadi bahasa pengatar karena pada saat itu,
bahasa Melayu telah digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia. Pada
tahun 1521 Figafetta yang mengikuti pelayaran Magelhaens mengelilingi
dunia. Ketika kapalnya berlabuh di Tidore, ia menuliskan kata-kata Melayu.

2 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
Hal ini membuktikan bahwa bahasa Melayu yang berasal dari Indonesia
sebelah barat itu, telah tersebar luas sampai ke daerah Indonesia sebelah
timur.

Pada dasarnya bahasa Melayu ada dua jenis, yakni:


1. Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur, sebab sangat mudah dimengerti
dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah
menyerap istilah-ilstilah lain dari bahasa yang digunakan para
penggunanya.
2. Melayu tinggi, pada masa lalu digunakan oleh kalangan keluarga
kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa dan Semenanjung Malaya. Bentuk
bahasa ini lebih sulit lagi karena penggunaannya sangat halus, penuh
sindiran, dan tidak seekpresif bahasa Melayu Pasar.
Pemilihan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional didasari oleh beberapa
fakta antara lain:
1. Dibandingkan dengan bahasa lain yaitu bahasa Jawa (yang menjadi
bahasa ibu bagi sekitar setengah penduduk Indonesia), bahaa Melayu
merupakan bahasa yang kurang berarti. Di Indonesia bahasa itu
diperkirakan dipakai oleh penduduk Kepulauan Riau, Linggau dan
penduduk di pantai seberang Sumatera. Namun, justru karena
pertimbangan itulah sehingga pemilihan bahasa Jawa akan selalu
dirasakan sebagai pengistimewaan yang berlebihan.
2. Secara fonetis, morfologis dan leksikal, bahasa Melayu lebih diterima
dari pada bahasa Jawa.
3. Bahasa Melayu sudah lama digunakan sebagai lingua franca.
Pada tahun 1928 bahasa Melayu mengalami perkembangan
yang luar biasa. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok
nusantara berkumpuL dan berikrar sebagai berikut:
1. Bertumpah darah yang satu tanah Indonesia
2. Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
3. Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia

3 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
C. Bahasa Indonesia setelah Kemerdekaan
Setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 bahasa
Indonesia semakin mantap kedudukannya. Perkembangannya juga
cukup pesat. Sehari sesudah proklamasi kemerdekaan tepatnya
tanggal 18 Agustus 1945 yang di dalamnya tedapat pasal 36 dinyatakan
bahwa “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Dengan demikian,
sebagai bahasa negara, bahsaa Indonesia dipakai dalam segala urusan
yang berkaitan dengan pemerintahan dan negara. Pengguna bahasa
Indonesia semakin bertambah. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara semakin kuat. Pada masa ini juga
sudah terbentuk lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang
sekarang menjadi Pusat Bahasa dan Penyelenggara Kongres Bahasa
Indonesia.
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan
ditetapkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang berasal dari
bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari
bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai
bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di kepulauan
nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara
Pada masa ini bahasa Indonesia mengalami kemajuan yang
cukup pesat. Selain penggunanya yang semakin banyak, sistem tata
bahasa dan kosakatanya semakin banyak. Sekarang ini bahasa
Indonesia telah menjadi bahasa yang besar yang digunakan dan
dipelajari bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain.
D. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia.
Sebagaimana fungsi bahasa secara umum, maka bahasa Indonesia
memiliki fungsi:
1. Sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau pengekspresian
diri.
4 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN
2019
Hal ini berarti bahasa digunakan untuk mengungkapkan gambaran,
maksud, gagasan atau perasaan. Melalui bahasa kita dapat menyatakan
secara terbuka segala hal yang tersirat di dalam hati atau pikiran kita. Ada
dua unsur yang mendorong kita untuk mengekspresikan diri yakni.
a) Agar menarik perhatian orang lain terhadap diri kita.
b) Keinginan untuk membebaskan diri dari semua tekanan emosi
2. Sebagai alat komunikasi
Bahasa dapat digunakan sebagai alat untuk menyalurkan maksud
seseorang, yang dapat melahirkan perasaan dan memungkinkan masyarakat dapat
bekerja sama. Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. .
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, berarti memiliki tujuan
agar para pembaca atau pendengar menjadi sasaran utama perhatian seseorang.
Bahasa yang dikatakan komunikatif karena bersifat umum. Selaku makhluk
sosial yang memerlukan orang lain sebagai mitra berkomunikasi, manusia
memakai dua cara berkomunikasi yaitu verbal dan nonverbal. Berkomunikasi
secara verbal dilakukan menggunakan alat/media bahasa (lisan/tulis), sedangkan
berkomunikasi secara nonverbal dilakukan menggunakan media berupa aneka
simbol, isyarat, kode, dan bunyi serta tanda lalu lintas, setelah itu diterjemahkan
ke dalam bahasa manusia.
3. Sebagai alat berinteraksi dan beradaptasi sosial
Pada saat beradaptasi di lingkungan sosial, seseorang akan memilih bahasa
yang akan digunakan tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi.
Seseorang akan menggunakan bahasa yang nonstrandar pada saat berbicara
dengan teman-teman yang menggunakan bahasa standar pada saat berbicara
dengan orang tua atau yang dihormati. Dengan menguasai bahasa, suatu bangsa
memudahkan seseorang untuk berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa
tersebut.
4. Sebagai alat kontrol sosial
Bahasa dapat mempengaruhi sikap, tingkah laku, serta tutur kata
seseorang. Kontrol sosial dapat diterapkan pada diri sendiri dan masyarakat,
5 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN
2019
contohnya buku-buku pelajaran, ceramah agama, orasi ilmiah, mengikuti diskusi
serta iklan layanan masyarakat. Contoh lain yang menggambarkan fungsi
bahasa sebagai alat kontrol sosial yang mudah diterapkan adalah sebagai alat
peredam rasa marah.
Selain fungsi umum bahasa Indonesia sebagai bahasa,
bahasa Indonesia juga memiliki khusus sesuai dengan
kedudukannya. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia
mempunyai fungsi sebagai:
1. Lambang kebanggaan nasional
Sebagai lambang kebanggaan nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai
nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang
dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga menjunjung dan
mempertahankannnya. Sebagai realisasi kebanggaan terhadap bahasa Indonesia
kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh. Kita harus
bangga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.
2. Lambang Identitas Nasional
Sebagai lambang identitas nasional bahasa Indonesia merupakan lambang
bangsa Indonesia. Kita dapat mengetahui identitas seseorang, sifat, tingkah laku,
dan wataknya dengan melihat bahasa yang digunakannya.
3. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang
sosial, budaya dan bahasanya
Fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya, dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dalam
kebangaan, cita-cita dan rasa nasib yang sama. Adanya kenyataan bahwa dengan
menggunakan bahasa Indonesia identitas suku, dan nilai sosial budaya daerah
masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing.
4.Alat Penghubung antarbudaya dan antardaerah

6 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
Manfaat bahasa Indonesia sangat dirasakan dalam kehidupan sehari-
hari. Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan dalam
segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang
berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan,
dan keamanan mudah diinformasikan kepada warga melalui bahasa. Apabila
arus informasi antarmanusia meningkat, berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan seseorang. Jika pengetahuan seseorang meningkat
berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai
fungsi antara lain:
1. Bahasa resmi negara
2. Alat pengantar dalam dunia pendidikan
3. Alat perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan pembangunan
dan pemerintahan
4. Alat pengembang budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.

5. Ejaan dalam Bahasa Indonesia


Ejaan merupakan bagian dari pengembangan bahasa Indonesia
Berikut diuraikan ejaan yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia.
1. Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charle
Van Ophuisjen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad
Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman
tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Van Ophuijsen itu
resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri ejaan ini adalah:
1. Huruf i untuk membedakan antara huruf i dan dan i sebagai akhiran
dan harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulai dan
ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam
Soerabaia.
2. Huruf J untuk menuliskan kata-kaja jang , pajah, sajang, dsb.
3. Huruf Oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, dan oemoer, dll
7 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN
2019
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema untuk menuliskan
kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dsb.

2. Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam bahasa Indonesia
yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian disebut juga
dengan nama Ejaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala
itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yakni ejaan Van Ophuijsen
yang mulai berlaku sejak tahun 1901
Ciri ejaan ini adalah:
1. Huruf oe diganti dengan u poada kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata tak,
pak, rakyat, dsb.
3. Kata ulang tidak boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kata
kanak2, berjalan2, dll.
4. Awalan di-i dan kata depan kedua-duanya ditulis serangkai.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972, lalu digantikan
oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa Menteri Mashuri
Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan pada 23 Mei 1972, Mashuri mengesahkan penggunaan EYD
dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi.
3. Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia
yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya,
Ejaan Republik atau ejan Soewandi pada tanggal 23 Mei 1972. Ejaan Yang
Disempurnakan adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun
1972.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:

8 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji → cuci
‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem -> umum
‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada
contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi,
sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya.

9 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
BAB II
RAGAM BAHASA DAN LARAS ILMIAH

Tujuan:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar ragam bahasa
2. Mahassiwa dapat menjelaskan pengertian laras ilmiah
3. Mahasiswa dapat membedakan lingkup penggunaan ragam bahasa dan
laras ilmiah
A. Ragam Bahasa
      Dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal
pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku,yang alih-alih disebut sebagai
kosakata baku bahasa Indonesia baku. Kosakata bahasa Indonesia ragam baku
atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosakata bahasa Indonesia,yang
memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku. Hal ini dijadkan tolok ukur
dan ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan
otoritas lembaga atau intansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam
baku. Jadi, kosakata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau
ragam akrab.Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosakata ragam baku di dalam pemakaian ragam-ragam yang lain. Hal ini dapat
dilakukan asalkan tidak mengganggu makna dan rasa bahasa yang bersangkutan.
         Suatu ragam bahasa,terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak
tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosa kataragam bahasa baku.
Hal ini dimaksudkan agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna
bahasa Indonesia. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang

10 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi
pembicaraan), pelaku bicara,dan topik pembicaraan.
Menurut Felicia (2001:8), ragam bahasa dibagi berdasarkan:
1.    Media pengantarnya atau sarananya yang terdiri atas:
a.     Ragam lisan.
b.    Ragam tulis.
               Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita
dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato
atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan
yang nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam
kesempatan nonformal lainnya.
             Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau tercetak. Ragam tulis pun
dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang
standar kita temukan dalam buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar. Kita juga
dapat menemukan ragam tulis  nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau
poster.
2.    Berdasarkan situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku tulis dan (2)
ragam bahasa baku lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna
kalimat yang diungkapkan tidak ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga
kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam
penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecepatan dan ketetapan di dalam
pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat,
serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga
kemungkinan besar terjadi pelepasan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi
ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan di dalam struktur
kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan

11 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan
yang disampaikan secara lisan.
      Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah
kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai.
Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai
ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam
bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak
menunjukkan ciri-ciri ragam tulis,walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis,
ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam
itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang
berbeda.
       Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan
tata bahasa dan kosakata):
1.    Tata bahasa
(Bentuk kata, tata bahasa, struktur kalimat, kosakata)
a.     Ragam bahasa lisan :
a. Melyana sedang baca surat kabar
b. Ari mau nulis surat
c. Tapi kau tidak boleh nolak lamaran itu.
d. Mereka tinggal di Menteng.
e. Jalan layang itu mengatasi kemacetan lalu lintas.
f. Saya akan tanyakan soal itu

b.    Ragam bahasa tulis :


a. Melyana sedang membaca surat kabar
b. Ari mau menulis surat
c. Namun,engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
d. Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
e. Akan saya tanyakan soal itu.

12 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
2.    Kosakata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosakata :
a.     Ragam lisan
-         Rani bilang kalau kita harus belajar
-         Kita harus bikin karya tulis
-         Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b.    Ragam tulis
-         Rani mengatakan bahwa kita harus belajar
-         Kita harus membuat karya tulis.
-         Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.
Istilah lain yang menggunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa
standar, semi standar dan nonstandar.
Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan
tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes
sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta
mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam
kehidupan modem (Alwi,1998:14).
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan
berdasarkan :
a.     Topik yang sedang dibahas,
b.    Hubungan antar pembicara,
c.     Medium yang digunakan,
d.    Lingkungan atau
e.     Situasi saat pembicaan terjadi.
Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar :
a. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
b. Penggunaan kata tertentu,
c. Penggunaan imbuhan,
d. Penggunaan kata sambung (konjungsi),dan

13 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
e. Penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam
standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang  yang kita
hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu,
Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam standar kita akan
menggunakan kata saya atau aku.dalam ragam nonstandar, kita akan
menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai
perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan
kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu.
Penggunaan imbuhan adalah ciri lain dalam ragam standar. Dalam ragam standar,
Kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi)
merupakan ciri pembeda lain.dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung
dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini mengganggu  kejelasan
kalimat.
Contoh : (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok
(Ia) Ibu mengatakan bahwa kita akan peergi besok
Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki contoh (ia) yang
merupakan ragam standar.
Contoh : (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu.
                (2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan     pekerjaan itu.
Kalimat (1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (2) kehilangan
kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal
ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam
standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan
karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-
kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelepasan

14 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai Ida, mau ke
mana?” “pulang.” Sering kali juga kita menjawab “tau.” Untuk menyatakan ‘tidak
tau.’ Sebenarnya, pembedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di
atas adalah intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam
ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.

B.Laras Ilmiah
          Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai
laras sesuai dengan fungsi pemakaianya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian
antara bahasa dan pemakaianya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah,
laras populer , laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras
cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya.
Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap
laras dapat disampaikan secara lisan atau ditulis dalam bentuk standar, semi
standar, atau nonstandar. Laras bahasa yang akan kita bahas pada kesempatan ini
adalah laras ilmiah.
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan
dalam ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian
halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam
standar.
          Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang
merupakan hasil pemikiran, fakta,  peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang
penulis karya ilmiah menyusun kembali berbagai bahan informasi menjadi sebuah
karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak di
sebut pengarang melainkan di sebut penulis.
Dalam uraian di atas dapat dibedakan antara pengertian realitas dan fakta.
Seorang pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita.
Sedangkan seorang penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah
tulisan. Realistis berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang

15 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
benar dan dapat dengan mudah dibuktikan kebenaranya, tetapi tidak secara
langsung dialami oleh penulis. Data realistis dapat berasal dari dokumen, surat
keterangan,press release, surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu
peristiwa faktual. Faktual berarti rangkaian peristiwa atau percobaan yang di
ceritakan benar-benar dilihat dirasakan, dan dialami oleh penulis.
          Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun
demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama.
Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif
tetap haru dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan
pikiran, tetapi untuk menyajikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan
pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Kita dapat pula
menubangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya
ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan pada pembacanya.
          Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai sebuah karya
ilmiah adalah sebagai berikut:
1.    Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan
aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
2.    Karya ilmiah di tulis secara cermat, tepat, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam
pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan
rujukan dan kutipan yang jelas.
3.    Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara
terkendali, konseptual, dan prosedual.
4.    Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan
yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5.    Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian
berdasarkan suatu hipotetis.
6.    Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya
mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pernyataan

16 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak
bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajian tidak boleh bersifat emotif.
7.    Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul
kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka
karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam diterapkan pada
situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil
kesimpulan sendiri berupa pembenaran keyakinan dan keyakinan akan kebenaran
karya ilmiah tersebut.  
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat d katakan bahwa karya
ilmiah memiliki tiga ciri yaitu:
1.  Harus tepat tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
2. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang di
gunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
3. Harus singkat, berdasarkan ekonomi bahasa.
Di samping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat dipublikasikan
sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan yang kurang
lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang
dalam internasional standardization organization  (ISO).  
B. Ragam Bahasa Keilmuan
Dalam berkomonikasi, kaidah-kaidah berbahasa harus diperhatikan, baik
yang berkaitan keebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai dengan konteks
situasi, kondisi, dan sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan
maupun tulis, kita selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-
bentuk bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu
memperhatikan siapa pembaca tulisan kita, apa yang kita tulis, apa tujuan tulisan
itu, dan di media apa kita menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut
merupakan faktor penentu dalam berkomunikasi. faktor-faktor penentu
berkomunikasi meliputi: partisipan, topik latar, tujuan, dan saluran (lisan atau
tulis)

17 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
          Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca
atau pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat terkomunikasikan
dengan baik, maka pembaca atau penulis perlu (a) mengetahui latar belakang
pembaca/pendengar, dan (b) memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis
dengan pendengar/pembaca. Hal itu harus diketahui agar pilihan bentuk bahasa
digunakan tepat, di samping agar pesanya dapat tersampaikan, tidak menyinggung
perasaan, menyepelehkan, merendahkan dan sejenisnya.
          Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan penutur ke
penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukan secara: (a) naratif
(peristiwa, perbuatan, cerita), (b) deskriptif (hal-hal faktual : keadaan, tempat
barang, dsb.), (c). ekspositoris, (d) argumentatif dan persuasif.
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri:
(1) Cendekia : bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan untuk
mengungkapkan hasil berfikir logis secara cepat.
(2)  Lugas dan jelas : bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk  menyampaikan
gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
(3)  Gagasan sebagai pangkal tolak : bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan
orientasi gagasan. Hal itu berarti   penonjolan diarahkan   pada gagasan atau hal-
hal yang diungkapkan, tidak pada penulis.
(4) Formal dan objektif : komunikasi ilmiah melalui teks ilmiah merupakan
komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang di
gunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang
berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada lapis kosakata dapat ditemukan
kata-kata yang berciri formal dan kata-kata yang berciri informal. Contoh: kata
berciri formal dan informal
Korps korp
Berkata bilang
Karena lantaran
Suku cadang onderdil

18 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
BAB III
PENYAJIAN LISAN
A. Pidato
Pidato merupakan salah satu wujud penyajian lisan. Pidato sebagai
penyajian penjelasan lisan kepada suatu kelompok massa merupakan
suatu hal yang sangat penting, baik pada waktu sekarang, maupun pada
masa yang akan datang. Mereka yang mahir berbicara dengan sangat
mudah dapat menguasai massa dan behasil memasarkan gagasan mereka
sehingga dapat diterima oleh orang lain. Dalam sejarah umat manusia
dapat dicatat beberapa keampuhan penyajian lisan ini. Kemampuan lisan
ini dapat mengubah sejarah umat manusia atau sejarah suatu bangsa.
Seorang tokoh dalam msyarakat, seorang pemimpin, lebih-lebih
lagi seorang sarjana atau ahli harus memiliki keahlian untuk menyajikan
gagasan atau pikirannya secara oral. Seorang tokoh atau pemimpin yang
tidak dapat berbicara di depan umum akan menjauhkan dirinya sendiri
dari masyarakat yang dipimpinnya. Ia tidak sanggup mengadakan

19 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
komunikasi langsung dengan anggota-anggota masyarakatnya, betapa
pun baik administrasi pemerintahan yang dijalankannya, bagaimana pun
jujurnya ia dalam melaksanakan tugasnya, tetapi tidak dapat melakukan
komunikasi langsung dengan masyrakatanya sebagaimana mestinya.
Demikian pula halnya dengan seorang sarjana atau ahli,
sungguhpun telah menciptakan sebuah teori yang sangat bagus, namun
tidak sanggup mengemukakan pengetahuannya kepada orang lain atau
kepada masyarakat, maka ia akan mengalami kesulitan dalam
memperoleh pengikut guna penerapan teorinya.
Oleh Sebab itu, sebagai seorang calon sarjana, setiap mahasiswa
harus berusaha memiliki kemampuan oral, di samping keahlian
mengungkapkan pikiran secara tertulis. Kemahiran mengungkapkan
pikiran secara lisan bukan hanya menghendaki penguasaan bahasa yang
baik dan benar. Tetapi juga, menghendaki persyaratan-persyaratan lain
misalnya keberanian. Selain itu, juga dibutuhkan ketenangan sikap di
depan massa, sanggup mengadakan reaksi dengan cepat, sanggup
menampilkan gagasan secara lancar dan teratur, serta menunjukkan sikap
gerak-gerik yang tidak kaku atau canggung.

B. Metode Penyajian Oral


Persiapan-persiapan yang diadakan pada waktu menyusun
sebuah komposisi untuk disampaikan secara lisan sama dengan
komposisi tertulis. Meskipun demikian, juga terdapat perbedaan.
Perbedaannya terletak pada dua hal: (1) dalam penyajian lisan perlu
diperhatikan gerak-gerik, sikap, hubungan langsung dengan hadirin,
sedangkan dalam penyajian tertulis tidak ditemukan hal tersebut. (2)
Dalam penyajian lisan tidak ada kebebasan bagi pendengar untuk
memilih hal yang harus didahulukan dan hal yang harus diabaikan.
Pendengar harus mendengar keseluruhan uraian. Dalam komposisi tertulis

20 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
pembaca dapat memilih mana hal yang dianggapnya penting, menarik,
serta dapat menentukan bagian yang kurang penting. Oleh sebab itu,
persiapan-persiapan yang diperlukan untuk menyusun sebuah uraian
lisan merupakan hal yang harus diperhatikan. Ada empat metode yang
dapat dipilih dalam penyajian lisan. Metode tersebut antara lain:
a. Metode impromptu (serta-merta) : metode impromptu adalah
metode penyajian berdasarkan kebutuhan sesaat. Tidak ada
persiapan sama sekali. Pembicara secara-merta berbicara
berdasarkan pengetahuan, kemampuan serta kemahirannya.
Kesanggupan penyajian lisan menurut metode ini sangat berguna
dalam keadaan darurat. Pengetahuan pembicara dapat langsung
dikaitkan dengan situasi dan kepentingan saat itu. Olehnya itu,
pengetahuan dan wawasan luas bagi seorang pembicara sangat
membantunya dalam aktivitas pidato serta-merta ini.
b. Metode menghafal: metode ini merupakan lawan dari metode
impromptu. Penyajian lisan dengan menggunakan metode ini
bukan hanya direncanakan, tetapi ditulis secara lengkap kemudian
dihafal kata demi kata. Keterbatasan cara ini adalah akan dapat
menyulitkan pembicara untuk menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi serta reaksi pendengar saat pembicara menyajikan
gagasannya.
c. Metode naskah: metode ini jarang dipakai, kecuali dalam pidato
resmi atau pidato melalui radio. Metode ini sifatnya masih agak
kaku. Metode ini membutuhkan latihan yang intensif. Pembicara
harus mampu membangun kontak dengan pendengar sehingga
terkesan bahwa hal yang disampaikan akan dipahami oleh
pendengar. Pembicara diharapkan menyampaikan dengan intonasi
yang tepat.

21 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
d. Metode ekstemporan (tampa persiapan naskah ; metode ini sangat
dianjurkan. Uraian yang akan dipaparkan sudah direncanakan
secara cermat. Hal tersebut dibuat dalam bentuk catatan-catatan
penting, sekaligus menjadi urutan dalam uraian itu. Dalam
metode ini pembicara menyiapkan konsep naskah, namun tidak
perlu menghafalkannya. Dengan menggunakan catatan-catatan
kecil sebagai pengingat, maka pembicara akan merasa bebas
mengungkapkan pikirannya serta bebas pula memilih diksi yang
tepat. Catatan-catatan kecil hanya digunakan untuk mengingatkan
urutan ide-idenya.
Metode ini lebih banyak memberikan fleksibilitas dan
variasi di dalam memilih diksinya. Begitu pula pembicara dapat
mengubah nada pembicaraannya sesuai dengan reksi-reaksi yang
timbul dari hadirin pada saat uraian sedang berlangsung. Metode
ini hasilnya berupa sketsa, jadi mirip dengan impromptu. Dalam
kenyaataannya metode ini dapat digabungkan untuk mencapai
hasil yang lebih baik.
5. Persiapan Penyajian Lisan
a. Menentukan maksud dan topik
Pada saat akan menyusun kerangka tulisan, maka hal terpenting dilakukan
adalah menentukan topik yang akan disampaikan kepada khalayak dan
mengharapkan suatu reaksi tertentu dari para pendengar. Reaksi itu akan lebih
jelas jika diketahui akan adanya maksud tertentu yang ingin disampaikan oleh
pembicara. Suatu uraian yang disajikan secara lisan harus menetapkan topik
yang jelas.
1) Topik dan Judul
Aspek yang harus diperhatikan dalam pemilihan topik yang baik adalah:
a. ) Topik yang dipilih hendaknya sudah diketahui

22 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
b. ) Persoalan yang dibawakan hedaknya menarik perhatian, baik
dari segi pendengar maupun pembicara. Bila persoalan tidak
menarik perhatian maka akan menjadi sesuatu yang tidak
menyenangkan. Hal ini akan berakibat lahirnya ide yang tidak
sesuai dengan tujuan penyampaian lisan. Persoalan yang disajikan
hendaknya sesuai dengan kebutuhan pendengar, bisa memberikan
solusi, dan bersifat urgen.
c. ) Persoalan yang dibahas tidak boleh melampaui daya tangkap
pendengar , tidak boleh pula terlalu mudah sehingga terkesan tidak
dibutuhkan
d. ) Persiapan penyajian sesuai dengan waktu lama waktu penyajian.

Hal yang harus diperhatikan adalah judul sajian. Judul dan topik adalah
dua hal yang berbeda. Topik mengandung materi pembicaraan atau masalah
yang diuraikan serta objek atau aktivitas yang perlu diketahui pendengar.
Selanjutnya judul atau titel adalah etiket yang berikan pada komposisi lisan itu
untuk menimbulkan rasa ingin tahu terhadap masalah yang akan dipaparkan.
Judul dapat menyerupai slogan yang menampilkan topik dalam bentuk yang
menarik. Judul yang baik haruslah relevan, provokatif, dan singkat.
2) Maksud dan tujuan
Maksud dan tujuan sebuah komposisi lisan tergantung dari keadaan yang
dikehendaki oleh pembicara.
a. )Maksud Umum
1) Memberikan dorongan kepada pendengar dengan maksud
mengharapkan reaksi dari peserta untuk mendapatkan
inspirasi, dan membangkitkan emosinya sehingga mampu
berbuat dan mengikuti yang diharapkan oleh pembicara.
Penyajian ini bersifat persuasif.

23 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
2) Meyakinkan, beberapa penyajian lisan bertujuan untuk
meyakinkan pendengar akan pendapatnya, melalui
persesuian dengan isi paparan yang diberikan, sehingga
lebih percaya dan yakin akan pendapatnya. Penyajian jenis
ini bersifat persuasif.
3) Bertindak atau berbuat
4) Memberitahukan, memberikan pengertian yang tepat dan
bersifat instruktif
5) Menyenangkan, bersifat membangkitkan minat dan
kegembiraan, berbentuk pidato rekreatif.
b. )Maksud Khusus
Penyusunan sebuah komposisi lisan tidak hanya selesai dengan
menentukan tujuan umum dari uraian itu. Sebelum penggarapan dimulai, maka
harus ditentukan pula tujuan khususnya. Tujuan khusus dapat dimaknai sebuah
tanggapan khusus yang diharapkan dari pendengar setelah pembicara
menyelesaikan uraiannya. Tujuan khusus itu merupakan suatu hal yang
diharapkan untuk dikerjakan atau dirasakan diyakini dan dimengerti atau
disenangi oleh pendengar.
Sebagai ilustrasi kita ambil sebuah contoh,
Topik : Terjun bebas
Tujuan Umum : Memberitahukan
Tujuan khusus : Agar pendengar mengerti perbedaan antara Terjun biasa
dan terjun bebas.
Atau
Topik: terjun bebas
TujuanUmum : mendorong
Tujuan khusus: untuk menarik sebanyak mungkin peminat agar mereka
tertarik untuk ikut dalam latihan terjun bebas.

24 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
Dengan kedua contoh di atas dapat diketahui bahwa walaupun topikya
sama, tujuan dapat berbeda-beda. Dengan tujuan yang berbeda-beda tersebut
berbeda pula tekanan, detail detail uraian yang akan disajikan. Secara garis besar,
persiapan-persiapan yang dilakukan sebuah komposisi lisan sama saja dengan
menyiapkan komposisi tertulis. Akan tetapi, dalam hal ini, pembicara
menghadapi suatu massa yang sudah diketahui terlebih dahulu. Sebab itu, ada
persoalan yang harus mendapat perhatian pembiacara untuk dipersiapkan lebih
baik sebelum melakukan kegiatan ini.
c. Mengadakan latihan
Untuk menampilkan penyajian oral yang maksimal, maka hal terpenting
yang harus dilakukan adalah melatih dengan suara nyaring, mimik dan gestur
yang sesuai
Semua langkah di atas tidak mesti diikuti secara cermat tetapi yang jelas
meneliti masalah harus didahulukan sebelum menyusun kerangka penyajian dan
diakhiri dengan latihan penyajian lisan.

BAB V
TOPIK DAN JUDUL KARANGAN
A. Topik
Berbicara tentang topik dan judul karangan berarti kita berbicara tentang apa
yang akan kita tulis. Memilih topik berarti memilih hal yang akan menjadi
pembicaraan dalam tulisan atau karangan. Pokok pembicaraan yang dimaksud
adalah sesuatu yang belum terurai. Kegiatan pada tahap pertama ini sering
mengalami kesukaran bahkan menjadi beban berat terutama bagi orang baru
memulai menulis karangan. Hal ini disebabkan oleh kesukaran menentukan topik

25 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
yang akan dikembangkan. Selain itu kita sering pula dihadapkan pada sikap
untuk memilih satu di antara sekian banyak bahan yang akan dituliskan.
Topik dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti pengalaman, pendapat,
penalaran dan penyelidikan terhadap sesuatu baik yang akan dilakukan sendiri di
lapangan, maupun buku-buku dan karangan lainnya. Selain itu, kreasi imajinatif
dapat dijadikan sumber bahan penulisan. Namun, topik-topik yang dapat dipilih
untuk karangan ilmiah banyak bersumber dari pengalaman, penalaran,
pengamatan atau penyelidikan.
Bagi penulis yang mengalami kesulitan dalam menentukan topik atau
pokok pembicaraan untuk dijadikan bahan dalam penulisan. Maka petunjuk-
petunjuk di bawah ini dapat membantu.
1. Selalu menambah pengamalaman dengan banyak melihat, mendengar,
membaca, dan mengalami sendiri berbagai peristiwa.
2. Rajin mengamati sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar atau membaca
buku-buku hasil penelitian
3. Selalu mengembangkan imajinasi
4. Selalu mengadakan diskusi atau bertukar pendapat.

B. Pemilihan Topik
Setelah melakukan hal di atas, dan menentukan sejumlah topik yang dapat
dijadikan karangan, maka langkah selanjutnya adalah memilih satu di antara
banyak topik yang telah ditemukan. Hal-hal tyang harus diperhatikan dalam
pemilihan topik adalah:
1. Topik harus menarik perhatian
2. Topik dikenal dengan baik
3. Bahannya mudah diperoleh
4. Topik dibatasi ruang lingkupnya
C. Pembatasan Topik

26 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
Pada uraian di atas telah dikatakan bahwa hal pertama yang harus
diusahakan dalam menulis karangan adalah menentukan pokok pembicaraan.
Penulisan karangan harus dimulai dari topik yang cakupannya terbatas dan
mudah dipahami. Pembatasan topik memang dibutuhkan. Topik yang telalu
umum dan luas dapat mengakibatkan pembahasan akan mengambang dan tidak
memiliki arah yang jelas. Akan tetapi sebaliknya, topik yang dipilih juga tidak
boleh terlalu sempit. Topik yang terlalu sempit tidak memberikan manfaat yang
besar bagi penulis dan pembacanya.a
Pembatasan ruang lingkup topik sangat penting dalam penulisan karangan.
Pembatasan ruang lingkup dapat dilakukan dengan cara:
1. Mengambil topik yang umum, selanjutnya dipecah menjadi topik yang
sederhana.
Contoh Topik umum yang luas: Kesehatan
Topik terbatas : kesehatan lingkungan
2. Pembatasan topik dapat dilakukan melalui berbagai aspek yang ada. Cara –
cara yang dimaksud dalah:
a. Menurut tempat
Topik umum : bahasa Indonesia
Topik khusus: bahasa Indonesia dialeg Jakarta
b. Menurt waktu
Topik Umum : Kebudayaan Indonesia
Topik Khusus: Seni lukis Indonesia kontemporer.
c. Menurut hubungan sebab-akibat
Topik umum Degradasi moral di kalangan remaja.
Topik khusus: Berbagai hal yang mendoro krisis moral remaja.
d. Menurut bidang kehidupan manusia
Topik umum: perkembangan politik
Topik khusus: perkembangan politik era reformasi

27 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
D. Judul Karangan
Tahap selanjutnya dari rangkaian kegiatan dalam perencanaan karangan
adalah merumuskan judul yang cocok atau sesuai. Judul karangan sering
dikacaukan dengan pengertian topik atau topik pembicaraan. Topik dan judul
berbeda. Topik sebagaimana uraian di atas adalah pokok pembicaraan atau
pokok masalah yang dibahas dalam karangan., sedangkan judul adalah kepala
atau nama karangan. Topik harus ditentukan terlebih dahulu sebelum aktivitas
menulis dimulai, sedangkan judul dapat ditentukan kemudian bahkan setelah
karangan selesaipun judul dapat disesuaikan.
Apabila judul ditentukan sebelum memulai menulis, maka pengarang
hendaknya selalu bersedia mempertimbangkan kembali sesudah karangan selesai
ditulis seluruhnya. Hal ini dimaksudkan agar judul sebagai kepala karangan
sesuai betul dengan isi karangan. Sebagai kepala karangan, judul memiliki
kedudukan yang sangat penting karena judul harus mampu menarik perhatian
pembaca. Judul dapat saja diambil dari kata-kata, frasa atau kalimat yang
menarik yang terdapat pada karangan tersebut. Itulah sebabnya kata-kata yang
dipilih untuk judul karangan harus dipertimbangkan sedemikian rupa agar cocok
betul dijadikan sebagai kepala karangan. Dengan demikian, antara judul, topik,
dan isi karangan ada hubungan yang sangat erat terutama karangan yang bersifat
ilmiah. Sebuah topik yang terbatas dan memenuhi syarat-syarat untuk judul
karangan, maka topik tersebut dapat langsung dijadikan judul karangan.
Judul karangan ilmiah harus dipikirkan secara sungguh-sungguh dengan
memperhatikan persyaratan antara lain :
a. Judul harus relevan: sebuah judul yang baik harus mempunyai pertalian
dengan topik, isi dan jangkauan pembahasannya.
b. Judul harus provokatif: artinya, judul harus dirumuskan sedemikian rupa,
sehingga dapat menimbulkan keinginantahuan pembaca terhadap isi
karangan.

28 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
c. Judul harus singkat; artinya judul tidak boleh mengambil bentuk kalimat
atau frasa pajang, melainkan harus mengambil frasa atau kata.
d. Judul harus jelas: maksudnya judul tidak boleh menggunakan kata kiasan
dan tidak boleh mengandung makna ganda. Hal ini dihindari agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman atau interpretasi yang lain antara
pengarang dengan pembaca.
e. Judul harus dibatasi sedemikian rupa agar terdapat kesesuaian dengan
isi karangan.
f. Judul karangan hendaknya menunjukkan kepada pembaca hakikat pokok
persoalan yang dikemukakan dalam karangan.
Sesungguhnya banyak hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan
judul karangan yang baik dan menarik. Olehnya itu, keenam hal tersebut harus
perhatikan dengan baik dalam kegiatan mengarang.
Keberhasilan memilih dan merumuskan judul karangan secara jelas dapat
mewakili pokok persoalan yang hendak dipaparkan, sudah merupakan modal
besar yang berharga untuk menyusun karangan yang bermutu sebagai hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

BAB V
IKTISAR

A. Pengertian Ikhtisar

29 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
Ikhtsar merupakan suatu bagian dari tulisan yang menyampaikan suatu
informasi yang penting dari sebuah tulisan dalam bentuk yang sangat singkat.
Ikhtisar merupakan bagian yang sangat penting setelah membuat kesimpulan dan
rekomendasi.
Ikhtisar (summary) merupakan suatu bagian dari tulisan yang
menyampaikan suatu informasi yang penting dari sebuah tulisan dalam bentuk
yang sangat singkat. Ikhtisar merupakan bagian yang sangat penting setelah
membuat kesimpulan dan rekomendasi. Ikhtisiar mengandung topik persoalan dan
tujuan yang akan dicapai melalui topik tersebut.
Ikhtisiar adalah penulisan pokok-pokok masalah penulisannya tidak
harus berurutan, boleh secara acak atau disajikan dalam bahasa pembuat ikhtisar
tanpa mengubah tema sebuah wacana. Ikhtisiar berfungsi sebagai garis-garis besar
masalah dalam sebuah wacana yang berukuran pendek atau sedang. Ikhtisar yaitu
penyajian singkat dari suatu karangan asli yang tidak perlu memberikan isi dari
seluruh karangan itu secara proporsional.
Pada dasarnya penulis ikhtisar dapat langsung mengemukakan inti atau
pokok masalah dan problematik pemecahannya. Untuk ilustrasi beberapa bagian
atau isi dari beberapa bab dapat diberikan untuk menjelaskan inti atau pokok
masalah tadi, sementara bagian atau bab-bab yang kurang penting dapat
diabaikan.
Untuk hal ini ikhtisar dapat membantu kita dalam pemahaman karangan
asli dengan cermat dan bagaimana harus menulisnya kembali dengan cepat,
penulis tidak akan membuat ringkasan dengan baik bila kurang cermat membaca,
bila ia tidak sanggup membeda-bedakan gagasan utama dari gagasan-gagasan
tambahan. Selain itu, juga dapat mempertajam gaya bahasa, serta menghindari
uraian-uraian yang panjang lebar yang mungkin menyelusup masuk dalam
karangan tersebut. Ikhtisar berbeda dengan ringkasan walaupun kedua istilah itu
sering disamakan tapi sesungguhnya keduanya berbeda, ringkasan merupakan
penyajian singkat dari suatu karangan asli namun tetap mempertahankan urutan isi

30 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
dan sudut pandang pengarang asli. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ringkasan
merupakan keterampilan memproduksi hasil karya yang sudah ada dalam bentuk
yang singkat.
Hal itulah yang membedakannya dengan ikhtisar. ikhtisar tidak perlu
mempertahankan urutan isi karangan asli, selain itu ikhtisar juga tidak perlu
memberikan isi dari karangan secara profesional. Penulis ikhtisar dapat langsung
mengemukakan inti atau pokok masalah dan problematika pemecahannya.
Sebagai ilustrasi, beberapa bagian atau isi dari beberapa bab, dapat diberikan
untuk menjelaskan inti atau pokok masalah tersebut. Sementara bagian atau pokok
yang kurang penting dapat dihilangkan. Untuk bentuk ikhtisar lebih bebas dari
pada ringkasan.
B. Ciri dan Fungsi Ikhtisar
1. Ciri-ciri ikhtisar
Ikhtisar memiliki ciri-ciri antara lain:
a. Tidak mempertahankan urutan gagasan.
b. Bebas mengkombinasikan kata-kata asal tidak menyimpang dari inti.
c. Tujuannya untuk mengambil inti.
2. 2. Fungsi Ikhtisar
a. Untuk mengembangkan ekspresi serta penghematan kata.
b. Memahami dan mengetahui isi sebuah buku atau karangan.
c. Membimbing dan menuntun seseorang agar dapat.
Ikhtisar dapat membantu kita dalam pemahaman karangan asli dengan
cermat, dan bagaimana harus menulisnya kembali dengan cepat.
C. Pembuatan Ikhtisar
Langkah-langkah menyusun ikhtisar hampir sama dengan langkah-
langkah dalam menyusun rangkuman. Hanya saja, setelah membaca bacaan yang
akan diikhtisarkan, penulis dapat langsung menambah dengan pengetahuan yang
dimiliki yang sesuai dengan bahan kajian dalam bacaan yang akan diikhtisarkan.

31 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
Hasil penggabungan tersebut selanjutnya ditulis kembali dalam sebuah ikhtisar
yang koheren.
D. Langkah Menyusun ikhtisar
Sebuah ikhtisar yang baik disusun berdasarkan 7 langkah berikut ini:
1. Menetapkan tujuan membacasebauha gagasan. .
2. Membaca dengan cermatsebuah gagagsan yang berhubungan dengan hal
yang dibutuhkan.
3. Mencatat gagasan yang penting dari sudut pandang penyusunan ikhtisar
dengan kata-kata sendiri.
4. Menyusun kerangka tulisan.
5. Menulis ikhtisar.
6. Mengecek kembali tulisan asli untuk meyakinkan bentuk semua gagasan
yang penting telah terjadi.
7. Mengoreksi kesalahan bahasa dan kesalahan cetak.

32 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
BAB VI
KUTIPAN

A. Pengertian Kutipan
Kutipan adalah suatu kata yang mungkin semua orang belum tahu apa
maksudnya. Kutipan juga merupakan suatu gagasan, ide, pendapat yang diambil
dari berbagai sumber. Proses pengambilan gagasan itu disebut mengutip. Gagasan
itu bisa diambil dari kamus, ensiklopedi, artikel, laporan, buku, majalah, internet,
dan lain sebagainya.
B. Prinsip-prinsip dalam Mengutip
Dalam membuat tulisan kita pasti sering mengambil atau mengutip dari
tulisan orang lain, maka dari itu perlu kita tahu bagaimana prinsip-prinsip yang
benar dalam mengutip dari tulisan orang lain. Prinsip mengutip antara lain: :
a. Aapabila dalam mengutip sebuah karya atau tulisan yang ada salah ejaan
dari sumber kutipan kita, maka sebaiknya kita biarkan saja apa adanya
seperti sumber yang kita ambil tersebut. Kita sebagai pengutip tidak
diperbolehkan membenarkan kata atau pun kalimat yang salah dari sumber
kutipan kita.
b. Dalam kutipan kita diperkenankan menghilangkan bagian-bagian kutipan
dengan syarat bahwa penghilangan bagian itu tidak menyebabkan
perubahan makna atau arti yang terkandung dalam sumber kutipan kita.
Caranya :
1. Menghilangkan bagian kutipan yang kurang dari satu alinea.
Bagian yang dihilangkan diganti dengan tiga titik berspasi.
2. Menghilangkan bagian kutipan yang kurang dari satu alinea.
Bagian yang dihilangkan diganti dengan tiga titik berspasi sepanjang
garis (dari margin kiri sampai margin kanan).
C. Jenis-jenis Kutipan

33 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
Kutipan ada beberapa jenis, antara alin ntara lain adalah Kutipan langsung
dan kutipan tidak langsung. Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis kutipan
tersebut.
a. Kutipan Langsung adalah kutipan yang sama persis seperti kutipan aslinya,
atau sumber yang kita ambil untuk mengutip. Di sini kita sama sekali tidak
boleh merubah atau menghilangkan kata atau kalimat dari sumber kutipan
kita. Me3skipun ada keraguan atau kesalahan dalam kutipan yang kita
ambil tersebut kita hanya dapat menandakannya dengan [sic!] yang
menandakan kita mengutip langsung tanpa ada editan dan kita tidak
bertanggung jawab jika ada kesalahan dari kutipan yang kita ambil. Bila
dalam kutipan terdapat huruf atau kata yang salah lalu dibetulkan oleh
pengutip, harus digunakan huruf siku [ ….. ]. Demikian juga kalau kita
menyesuaikan ejaan, memberi huruf kapital, garis bawah, atau huruf
miring, kita perlu menjelaskan hal tersebut, misal [ huruf miring dari
pengutip ], [ ejaan disesuaikan dengan EYD ],dll.
b. Kutipan Tidak Langsung adalah kutipan yang telah kita ringkas intisarinya
dari sumber kutipan aslinya. Kutipan tidak langsung ditulis menyatu
dengan teks yang kita buat dan tidak usah diapit tanda petik. Penyebutan
sumber dapat dengan sistem catatan kaki, dapat juga dengan sistem catatan
langsung ( catatan perut ) seperti telah dicontohkan.
c. Kutipan pada catatan kaki
d. Kutipan atas ucapan lisan
e. Kutipan dalam kutipan
f. Kutipan langsung pada materi
D. Teknik Mengutip
Beberapa cara teknik mengutip kutipan langsung dan tidak langsung
diantaranya sebagai berikut.
1. Kutipan langsung

34 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
a) Kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris :

1) kutipan diintegrasikan dengan teks


2) jarak antar baris kutipan dua spasi
3) kutipan diapit dengan tanda kutip
4) sudah kutipan selesai, langsung di belakang yang dikutip dalam tanda kurung
ditulis sumber darimana kutipan itu diambil, dengan menulis nama singkat atau
nama keluarga pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman tempat kutipan itu
diambil.

b) Kutipan Langsung yang terdiri lebih dari 4 baris :


1) kutipan dipisahkan dari teks sejarak tiga spasi
2) jarak antar kutipan satu spasi
3) kutipan dimasukkan 5-7 ketukan, sesuai dengan alinea teks pengarang atau
pengutip. Bila kutipan dimulai dengan alinea baru, maka baris pertama kutipan
dimasukkan lagi 5-7 ketukan.
4) kutipan diapit oleh tanda kutip atau diapit tanda kutip.
5) di belakang kutipan diberi sumber kutipan (seperti pada 1)

2. Kutipan tidak langsung


a) kutipan diintegrasikan dengan teks
b) jarak antar baris kutipan spasi rangkap
c) kutipan tidak diapit tanda kutip
d) sesudah selesai diberi sumber kutipan

3. Kutipan pada catatan kaki


Kutipan selalu ditempatkan pada spasi rapat, meskipun kutipan itu singkat
saja. Kutipan diberi tanda kutip, dikutip seperti dalam teks asli.
4. Kutipan atas ucapan lisan

35 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
Kutipan harus dilegalisir dulu oleh pembicara atau sekretarisnya (bila
pembicara seorang pejabat). Dapat dimasukkan ke dalam teks sebagai kutipan
langsung atau kutipan tidak langsung.
5. Kutipan dalam kutipan
Kadang-kadang terjadi bahwa dalam kutipan terdapat lagi kutipan.

B. DAFTAR PUSTAKA
1. Pengertian Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah halaman yang berisi daftar sumber-sumber referensi
yang kita pakai untuk suatu tulisan atau pun karya tulis ilmiah. Daftar Pustaka
biasanya berisi judul buku-buku, artikel-artikel, dan bahan-bahan penerbitan
lainnya, yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan (contohnya: tesis).
Melalui daftar pustaka yang disertakan pada akhir tulisan, para pembaca dapat
melihat kembali pada sumber aslinya.

2. Unsur-unsur Daftar Pustaka


Unsur-unsur yang harus kita perhatikan dalam menulis daftar pustaka
diantaranya: nama pengarang, penerjemah, tahun terbit, judul buku, kota terbit,
dan penerbit. Selain itu ada pula unsur-unsur yang bisa ada namun tak selalu ada,
misalnya: nama editor atau penyunting, jilid buku, edisi buku, dan anak judul.
Dikatakantak selalu selalu ada karena tak semua buku memiliki unsur-unsur ini.
Yang sering membingungkan kita dalam menulis daftar pustaka diantaranya
adalah cara menuliskan nama pengarang. Pada daftar pustaka, nama pengarang
kita tuliskan terbalik yaitu nama belakang terlebih dahulu diikuti tanda koma (,)
baru nama depannya. Berikut ini tata cara membalikan nama pengarang dalam
daftar pustaka:
 Nama belakang ditulis lebih dahulu daripada nama depan, meskipun bukan
merupakan nama keluarga.Misalnya: Dewi Rieka…………..> ditulis
sebagai:  Rieka, Dewi.

36 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
 Nama belakang yang bagian akhirnya berupa singkatan tidak diletakkan di
bagian depan pembalikan.Misalnya: Triani Retno A  ………………> 
ditulis sebagai:  Retno A, Triani  dan bukan A, Triani Retno
 Nama yang mencantumkan gelar tradisi, maka nama yang diletakkan di
depan dalam pembalikan adalah nama yang tercantum setelah
gelar.Misalnya: Rahman Sutan Radjo  ………………..>  ditulis sebagai:
Rajo, Rahman Sutan
 Nama yang mencantumkan kata bin atau binti, maka yang dicantumkan di
depan dalam penulisan daftar pustaka adalah nama yang tercantum setelah
kata bin atau binti tersebut.Misalnya: Siti Nurhaliza binti Rustam 
……………..> ditulis sebagai: Rustam, Siti Nurhaliza binti.
 Nama pengarang memiliki nama majemuk, misalnya: Hillary Rodham-
Clinton ………………………> ditulis sebagai: Rodham-Clinton, Hillary 
dan bukan Clinton, Hillary Rodham.
 Nama keluarga berada di bagian depan nama seperti nama-nama orang
Cina, maka tidak perlu ada pembalikan nama dalam penulisan daftar
pustaka. Misalnya: Wong Kam Fu   ………..> ditulis sebagai: Wong, Kam
Fu, kecuali jika mencantumkan nama Barat, maka asas pembalikan nama
ini tetap berlaku. Misalnya: Michelle Yeoh  ………….>  ditulis sebagai:
Yeoh, Michelle
 Penulisan nama-nama pengarang dari Eropa yang memiliki kata depan,
kata sandang, atau perpaduannya juga memiliki peraturan tersendiri dalam
penulisan daftar pustaka. Misalnya nama-nama Italia yang nama
keluarganya didahului dengan awalan, maka kata utama ada pada awalan
tersebut. Misalnya:  Leonardi Di Caprio …………………> ditulis
sebagai:  Di Caprio, Leonardo. Akan tetapi, nama-nama Italia yang nama
keluarganya berawalan d’ de, de’, degli, dei, dan de li, maka kata utama
ada nama setelah awalan itu. Misalnya: Lorenzo d’Montana …………> 
ditulis sebagai:  Montana, Lorenzo d’

37 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019

3. Jenis-jenis Daftar Pustaka

a. Kelompok Textbook
1) Penulis perorangan
2) Kumpulan karangan beberapa penulis dengan editor
3) Buku yang ditulis / dibuat oleh lembaga
4) Buku terjemahan
b. Kelompok Jurnal
1) Artikel yang disusun oleh penulis
2) Artikel yang disusun oleh lembaga
3) Kelompok makalah yang diresentasikan dalam seminar / konferensi /
simposium
c. Kelompok disertasi / tesis
d. Kelompok makalah / informasi dari Internet

4. Teknik Penulisan Daftar Pustaka


Dalam penulisan daftar pustaka kita juga harus memperhatikan hal-hal berikut
ini.
a. Daftar pustaka disusun berdasarkan urutan alfabet, berturut-turut dari atas ke
bawah, tanpa menggunakan angka arab (1,2,3, dan seterusnya).
b. Cara penulisan daftar pustaka sebagai berikut:
1) Tulis nama pengarang (nama pengarang bagian belakang ditulis terlebih
dahulu, baru nama depan)
2) Tulislah tahun terbit buku. Setelah tahun terbit diberi tanda titik (.)
3) Tulislah judul buku (dengan diberi garis bawah atau cetak miring). Setelah
judul buku diberi tanda titik (.).
4) Tulislah kota terbit dan nama penerbitnya. Diantara kedua bagian itu diberi

38 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
tanda titik dua (:). Setelah nama penerbit diberi tanda titik

Apabila digunakan dua sumber pustaka atau lebih yang sama pengarangnya,
maka sumber dirilis dari buku yang lebih dahulu terbit, baru buku yang terbit
kemudian. Di antara kedua sumber pustaka itu dibutuhkan tanda garis panjang.
 Untuk penulisan daftar pustaka yang berasal dari internet ada beberapa
rumusan pendapat :
– Menurut Sophia (2002), komponen suatu bibliografi online adalah:
• Nama Pengarang• Tanggal revisi terakhhir• Judul Makalah• Media yang
memuat• URL yang terdiri dari protocol/situs/path/file• Tanggal akses.  –
Menurut Winarko memberikan rumusan pencantuman bibliografi online di
daftar pustaka sebagai berikut: Artikel jurnal dari internet: Majalah/Jurnal
Online

 Penulis, tahun, judul artikel, nama majalah (dengan singkatanresminya),


nomor, volume, halaman dan alamat website.*) Nama majalah online
harus ditulis miring

Artikel umum dari internet dengan nama


Penulis, tahun, judul artikel, [jenis media], alamat website (diakses tanggal …).*)
Judul artikel harus ditulis miring.
Artikel umum dari internet tanpa nama
Anonim, tahun, judul artikel, [jenis media], alamat website (diakses tanggal …).*)
“Anonim” dapat diganti dengan “_____”. Judul artikel harus ditulis miring.

C. CONTOH KUTIPAN DAN DAFTAR PUSTAKA


1) Buku
a) Buku tanpa Bab
Referensi pada tulisan (kutipan)

39 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
. . . which offered a theoretical backdrop for a number of innovative behavior
modification approaches (Skinner, 1969).

Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)


Skinner, B.F. (1969). Contingencies of reinforcement. New York: Appleton-
Century- Crofts.
Bremner, G., & Fogel, A. (Eds.). (2001). Blackwell handbook of infant
development. Malden, MA: Blackwell.

b) Buku dengan Bab


Referensi pada tulisan (kutipan)
. . . The elucidation of the potency of infant-mother relationships, showing how
later adaptations echo thequality of early interpersonal experiences (Harlow, 1958,
chap. 8).

Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)


Harlow, H. F. (1958). Biological and biochemical basis of behavior. In D. C.
Spencer (Ed.), Symposium oninterdisciplinary research (pp. 239-252). Madison:
University of Wisconsin Press.

c) Buku tanpa penulis


Referensi pada tulisan (kutipan)
. . . the number of recent graduates from art schools in France has shown that this
is a trend worldwide (ArtStudents International, 1988).

Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)


Art students international. (1988). Princeton, NJ: Educational Publications
International.

40 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
d) Buku dengan edisi / versi
Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)
Strunk, W., Jr., & White, E. B. (1979). The elements of style (3rd ed.). New York:
Macmillan.
Cohen, J. (1977). Manual labor and dream analysis (Rev. ed.). New York:
Paradise Press.
American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and statistical manual of
mental disorders (4th Ed.). Washington, DC: Author.

e) Buku terjemahan
Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)
Luria, A. R. (1969). The mind of a mnemonist (L. Solotaroff, Trans.). New York:
Avon Books. (Original work published 1965)

f) Buku dengan beberapa volume


Referensi pada tulisan (kutipan)
. . . The cognitive development of the characters in Karlin’s class illustrates the
validity of this new method of testing (Wilson & Fraser, 1988-1990).

Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)


Wilson, J. G., & Fraser, F. (Eds.). (1988-1990). Handbook of wizards (Vols. 1-4).
New York: Plenum Press.

2) Jurnal
a) Artikel Jurnal
Referensi pada tulisan (kutipan)
When quoting an author’s words exactly, indicate the page number:
Even some psychologists have expressed the fear that “psychology is in danger of

41 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
losing its status as an independent body of knowledge” (Peele, 1981, p. 807).

Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)


Peele, S. (1981). Reductionism in the psychology of the eighties: Can
biochemistry eliminate addiction mental illness, and pain? American
Psychologist, 36, 807-818.
b) Artikel Jurnal, lebih dari enam pengarang

Referensi pada tulisan (kutipan)


. . . the nutritional value of figs is greatly enhanced by combining them with the
others (Cates et al., 1991).

Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)


Cates, A. R., Harris, D. L., Boswell, W., Jameson, W. L., Yee, C., Peters, A. V., et
al. (1991). Figs and dates and
their benefits. Food Studies Quarterly, 11, 482-489.

3) Sumber Digital
a) Buku elektonik dari perpustakan digital

Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)


Wharton, E. (1996). The age of innocence. Charlottesville, VA: University of
Virginia Library. Retrieved March
6, 2001, from netLibrary database.
b) Artikel Jurnal dari perpustakaan digital

Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)


Schraw, G., & Graham, T. (1997). Helping gifted students develop metacognitive

42 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
awareness. Roeper Review,
20, 4-8. Retrieved November 4, 1998, from Expanded Academic ASAP database.

c) Artikel Majalah atau Koran dari Internet (bukan dari perpustakaan digital)
Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)
Sarewitz, D., & Pielke, R. (2000, July). Breaking the global warming gridlock
[Electronic version]. The Atlantic Monthly, 286(1), 54-64.
d) Artikel e-Journal
Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)
Bilton, P. (2000, January). Another island, another story: A source for S
Shakespeare’s The Tempest.Renaissance Forum, 5(1). Retrieved August 28, 2001,
fromhttp://www.hull.ac.uk/renforum/current.htm

e) Halaman Web
Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)
Shackelford, W. (2000). The six stages of cultural competence. In Diversity
central: Learning. Retrieved April

f) Web Site dari organisasi


Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)
American Psychological Association. (n.d.) APAStyle.org: Electronic references.
Retrieved August 31, 2001, from http://www.apa.org/journals/webref.html

4) Sumber Lain
a) Artikel Koran, tanpa pengarang

Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)


Counseling foreign students. (1982, April). Boston Globe, p. B14.

43 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
b) Tesis
Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)
Caravaggio, Q. T. (1992). Trance and clay therapy. Unpublished master’s thesis,
Lesley University, Cambridge,MA.

c) Desertasi
Referensi pada akhir tulisan (daftar pustaka)
Arbor, C.F. (1995). Early intervention strategies for adolescents. Unpublished
doctoral dissertation, University of Massachusetts at Amherst.

44 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
BAB VII
CATATAN KAKI
A. Pengertian Catatan kaki
Pengertian catatan kaki (footnote) adalah daftar keterangan khusus yang
ditulis di bagian bawah setiap lembaran atau akhir bab karangan ilmiah. Catatan
kaki biasa digunakan untuk memberikan keterangan dan komentar, menjelaskan
sumber kutipan atau sebagai pedoman penyusunan daftar bacaan/bibliografi 
Catatan kaki adalah keterangan atas teks karangan yang ditempatkan pada
kaki halaman karangan yang bersangkutan (Gorys Keraf, 1994:193). Catatan kaki
dapat berupa rujukan bahan penulisan yang dijadikan sumber dan dapat pula
berupa keterangan tambahan. 
B. Fungsi catatan kaki
1. Fungsi akademis 
a. Memberikan dukungan argumentasi atau pembuktian ,
b. Pembuktian (rujukan) kutipan naskah
c. Memperluas makna informasi bahasan dalam naskah
d. Penunjukan adanya bagian lain dalam naskah yang dapat ditelusuri
kebenaran faktanya
e. Menunjukkan objektivitas kualitas karangan
f. Memudahkan penilaian sumber data
g. Memudahkan pembedaan data pusaka dan keterangan tambahan

45 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
h. Mencegah pengulangan penulisan data pustaka ,
i. Memudahkan peninjauan kembali penggunaan referensi,
j. Memudahkan penyuntingan data pustaka , dan
k. Menunjukkan kualitas kecerdasan akademis penulisnya.
2. Fungsi Etika (moral) 
a. Pengakuan dan penghargaan kepada penulis sumber informasi ,   
b. Menunjukkan kualitas ilmiah yang lebih tinggi  
c. Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat
d. Menunjukkan etika dan kejujuran intelektual , bukan plagiat , dan
e. Menunjukkan kesantunan akademis penulisnya.
Catatan kaki merupakan keterangan tambahan yang diiimaksudkan untuk:
a. Memberikan penjelasan (keterangan) tambahan 
b. Memperjelas konsep , istilah , definisi , komentar , atau uraian tambahan
tanpa mengganggu  proses pemahaman uraian , 
c. Tidak mengganggu fokus analisis atau pembahasan , 
d. Meningkatkan kualitas karangan , 
e. Mempertinggi nilai estestika.
C. Tempat Catatan Kaki
1. Catatan kaki dan uraian pada halaman yang sama pada bagian bawah
digunakan dalam skripsi , tesis , disertasi , buku , atau karangan ilmiah
formal lainnya, 
2. Catatan kaki pada akhir bab di gunakan untuk karangan populer.  
3. Catatan kaki pada akhir karangan digunakan untuk karangan yang
berbentuk artikel umtuk surat kabar , jurnal , majalah , laporan yang tidak
menggunakan pembagian bab , atau esai dalam buku kumpulan esai.

Penempatan catatan kaki harus konsisten. Misalnya, penempatan catatan


kaki pada kaki halaman pertama. Penempatan ini dilakukan seterusnya dengan
cara yang sama sampai dengan halaman terakhir. Jika menggunakan cara

46 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
penempatan pada kaki bab, cara yang sama harus dilakukan sampai dengan akhir
seluruh bab.
 
D. Penulisan Catatan Kaki 
1. Catatan kaki dipisahkan tiga spasi dari naskah yang sama 
2. Antar catatan kaki dipisahkan dengan satu spasi  
3. Catatan kaki lebih dari dua baris diketik dengan satu spasi 
4. Catatan kaki diketik sejajar dengan margin  
5. Catatan kaki jenis karangan ilmiah formal, diberi nomor urut mulai dari
nomor satu untuk catatan kaki pertama pada awal bab berlanjut sampai
dengan akhir bab. Pada setiap awal bab baru berikutnya catatan kaki
dimulai dari nomor satu. Laporan atau karangan tanpa bab, catatan kaki
ditulis pada akhir karangan 
6. Nomor urut angka arab dan tidak diberi tanda apa pun 
7. Nomor urut ditulis lebih kecil dari huruf lainnya, misalnya font 10

Catatan kaki yang merupakan rujukan atau data pustaka ditulis berdasarkan cara
berikut ini: 
1. Nama pengarang tanpa dibalik urutannya atau sama dengan nama
pengarang yang tertulis pada buku diikuti koma 
2. Jika nama dalam tertulis lengkap disertai gelar akademis, catatan kaki
mencantumkan gelar tersebut 
3. Judul karangan dicetak miring, tidak diikuti koma 
4. Nama penerbit dan angka tahun diapit tanda kurung diikuti koma 
5. Nomor halaman dapat disingkat hlm atau h. Angka nomor halaman
diakhiri titik (.)

Contoh penulisan:

47 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
1
William N. Dunn, Analisis Kebijaksanaan Publik, terj. Mujahir Darwin,
(Yogyakarta: Hanindita, 2001), 20-32.

2
Abraham H. Maslow, Motivasi dan Kepribadian 2, terj. Nurul Imam, (Jakarta:
Pustaka Binaman Presindo, 1994), 1-40.

3
Dr. Albert Wijaya, "Pembangunan Pemukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah di Kota," dalam Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc.(Ed), Sejumlah Masalah
Pemukiman Kota, (Bandung: Alumni, 1992), 121-124.
4
Drs. Cosmas Batubara, "Kebijaksanaan Pembangunan Nasional: Sebuah
Sumbang Saran," dalam Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc.(Ed), Sejumlah Masalah
Pemukiman Kota, (Bandung: Alumni,1992), 91-103.

E. Jenis-Jenis Catatan Kaki


Ada dua jenis catatan kaki yang biasa digunakan dalam penulisan karya
ilmiah, yaitu:
1. Catatan Kaki Lengkap ditulis lengkap dengan mencantumkan nama
pengarang, judul buku, nama, atau nomor seri (jika ada), jumlah jilid (jika
ada), nomor cetakan, nama penerbit, tahun terbit, dan nomor halaman.
2. Catatan Kaki Singkat ditulis singkat dan terdiri dari 3 macam yaitu:
 Ibid. (Singkatan dari Ibidum, artinya sama dengan di atas), untuk catatan
kaki yang sumbernya sama dengan catatan kaki yang tepat di atasnya.
Ditulis dengan huruf besar, digarisbawahi, diikuti titik (.) dan koma (,) lalu
nomor halaman.
 Op.cit. (Singkatan dari opere citato, artinya dalam karya yang telah
dikutip), dipergunakan untuk catatan kaki dari sumber yang pernah
dikutip, tetapi telah disisipi catatan kaki lain dari sumber lain. Urutannya :
nama pengarang, op.cit nomor halaman.

48 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
 Loc.cit. (Singkatan dari. loco citato, artinya tempat yang telah dikutip),
seperti di atas tetapi dari halaman yang sama : nama pengarang loc.cit
(tanpa nomor halaman).

BAB VIII.
SINTESIS
A. Pengertian
Sintesis merupakan salah satu komponen penting dalam menyusun karya
tulis ilmiah. Komponen ini merupakan tahap terakhir yang harus dilakukan
penulis dan dapat menjadi penentu kelengkapan dalam karya tulis ilmiah. Karya
tulis ilmiah dapat disebut belum lengkap jika tidak disertai dengan sintesis.
Sintesis adalah tulisan utuh dan baru mengenai rangkuman dari berbagai
sumber rujukan mengenai pengertian atau pendapat. Rangkuman tersebut disusun
menjadi suatu tulisan baru yang mengandung satu kesatuan yang sesuai dengan
kebutuhan penulis. Sintesis merupakan suatu rangkuman dari berbagai macam
jenis sumber rujukan yang sejalan dan sesuai dengan kebutuhan penulis di dalam
karya tulis ilmiah.
B. Fungsi Sintesis
Sintesis merupakan suatu gagasan atau ide baru yang disajikan oleh
penulis. Penyajian ini diperoleh dari berbagai sumber rujukan yang digunakan
oleh penulis dalam menyusun suatu karya ilmiah. Fungsi sintesis dalam sebuah

49 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
karya tulis ilmiah adalah sebagai pendapat, gagasan, atau ide baru yang diberikan
oleh penulis untuk memecahkan masalah yang ditemukan.
Gagasan ini dapat secara luas memberikan pandangan, komentar,
pembahasan, atau bentuk lain secara argumentatif oleh penulis dalam batas-batas
tertentu. Hasil dari sintesis dapat berupa sebuah data, fakta, informasi, atau ide
pokok baru yang sebelumnya belum pernah ditulis oleh orang lain. Sintesis juga
dapat disebut sebagai intisari dari suatu karya ilmiah sehingga jangan sampai
penulis hanya mengumpulkan berbagai informasi yang berasal dari berbagai
sumber rujukan.

C. Syarat Pembuatan Sintesis


Dalam penyusunan sintesis, terdapat lima syarat pembuatannya, yaitu:
1. penulis harus objektif dalam mengutip pendapat ahli,
2. penulis harus kritis terhadap sumber rujukan,
3. penulis dapat membentuk dan mempertajam sudut pandangnya,
4. penulis harus mencari kaitan antar sumber rujukan, dan
5. penulis mencari bagian dari sumber rujukan yang sesuai dengan kebutuhan
karya ilmiahnya.
D. Cara Membuat Sintesis
Proses penyusunan sintesis dapat dikembangkan dalam penulisan karya
tuis ilmiah. Proses penyusunan tersebut, antara lain:
1. membaca sumber rujukan secara cepat dan kritis,
2. meringkas gambaran umum dan rancangan yang dipilih dalam sumber
rujukan berkaitan dengan topik yang sedang dikerjakan,
3. mencatat pokok pikiran yang berkaitan antara gagasan penulis dengan
gagasan yang ada dalam sumber rujukan yang dibaca, dan
4. mencatat kritik penulis terhadap teori yang diajukan dalam sumber
rujukan.

50 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
Dalam praktiknya, sintesis merupakan rangkuman atau ringaksan dari
berbagai sumber rujukan yang digunakan oleh penulis.

BAB VIII
MEMBACA KRITIS

A. Pengertian Membaca Kritis


Pada dasarnya, saat seseorang membaca kritis (critical reading) dia
melakukan kegiatan membaca dengan bijaksana, penuh tenggang hati,
mendalam, evaluatif, serta analisis, dan bukan ingin mencari kesalahan
penulis. Membaca kritis adalah kemampuan memahami makna tersirat sebuah
bacaan. Untuk itu, diperlukan kemampuan berpikir dan bersikap kritis. Dalam
membaca kritis, pembaca mengolah bahan bacaan secara kritis.
Membaca kritis merupakan suatu strategi membaca yang bertujuan
untuk mendalami isi bacaan berdasarkan penilaian yang rasional lewat
keterlibatan yang lebih mendalam dengan pikiran penulis yang merupakan

51 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
analisis yang dapat diandalkan. Dengan membaca kritis, pembaca dapat pula
mencamkan lebih dalam apa yang dibacanya dan dia pun akan mempunyai
kepercayaan diri yang lebih mantap daripada kalau dia membaca tanpa usaha
berpikir secara kritis. Oleh karena itu, membaca kritis harus menjadi ciri semua
kegiatan membaca yang bertujuan memahami isi bacaan sebaik-baiknya.
Membaca kritis meliputi penggalian lebih mendalam, upaya untuk
menemukan bukan hanya mengenai keseluruahan kebenaran mengenai apa
yang ditulis, tetapi juga (dan inilah yang lebih penting pada masa-masa
selanjutnya) menemukan alasan-alasan mengapa sang penulis mengatakan apa
yang dilakukannya. Apabila seorang pembaca menemukan bukan hanya apa
yang dikatakan, tetapi juga mengapa hal itu dikatakan maka dia sudah
melakukan membaca kritis yang merujuk pada keterpahaman. membaca
kritis merupakan modal utama bagi Anda sebagai mahasiswa untuk mencapai
kesuksesan studi.
Kegiatan membaca kritis bisa dipastikan bahwa pembaca akanmembaca
setiap kata dan sungguh-sungguh mencermatinya, yaitu membaca keseluruhan
yang berkenaan dengan bagian-bagian dan setiap bagian dipandang dari segi
keseluruhan;
Perhatikanlah kalimat-kalimat berikut!
Marilah kita cermati bacaan berikut ini!
Menurut suatu penelitian di
Universitas Cambridge,
aturan hurup dalam kata
tidak penting. Cukup huruf
pertama dan terakhir

Tentunya Anda dapat membaca bacaan di atas dengan cukup mudah,


bukan? Akan tetapi,

52 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
bagaimana dengan bacaan berikut ini

Memangagaksulitmembacatuli
saninikarenatan
patitikdankomadanjugapastila
makelamaanand
apastijaditerbiasawalaupunjara
ngadaorangyan

Bacaan kedua mungkin agak sulit daripada bacaan pertama karena


Anda jarang menemikan tulisan tanpa tanda baca, perbedaan huruf
besar/kecil, dan tanpa spasi, seperti itu. Akan tetapi, akhirnya Anda tetap
dapat membacanya bukan?
Setelah Anda membaca dua bacaan di atas, mungkin dalam diri Anda
timbul pertanyaan “Apa maksud penulis?” jadi, sebenarnya, sewaktu membaca
bahan bacaan, dalam diri pembaca akan timbul pertanyaan, “Mengapa penulis
menulis seperti itu? Apa maksudnya? Dan sebagainya.” Jika itu yang terjadi
pada Anda, berarti Anda telah bersikap kritis terhadap bacaan dan penulisnya.
Bagaimanakah pendapat Anda terhadap dua tulisan di a

53 MATA KULIAH BAHASA NDONESIA | Dr. DARMAWATI,S.Pd.,M.Pd. TAHUN


2019
C. Karakteristik Membaca Kritis
Pernahkan Anda membaca, kemudian mengomentari bacaan atau bahkan
ingin membuat/menulis bacaan tanggapan? Jika Anda pernah mengalami hal ini
berarti Anda sudah menerapkan membaca kritis.
1. Berpikir dan Bersikap Kritis
Membaca kritis pada dasarnya merupakan langkah lebih lanjut dari berpikir dan
bersikap kritis. Adapun kemampuan berpikir dan bersikap kritis meliputi :
a. menginterpretasi secara kritis;
b. menganalisis secara kritis;
c. mengorganisasi secara kritis;
d. menilai secara kritis;
e. menerapkan konsep secara kritis (Nurhadi, 1987:143).
Adegan teknik-teknik yang digunakan untuk meningkatkan setiap kritis
adalah sebagai berikut (cf. Nurhadi, 1987:145-181), yaitu
(a) Kemampuan mengingat dan mengenali bahan bacaan,
(b) kemampuan menginterpretasi makna tersirat,
(c) kemampuan mengaplikasikan konsep-konsep dalam bacaan,
(d) Kemampuan menganalisis isi bacaan,
(e) kemampuan menilai isi bacaan,
(f) kemampuan meng-create bacaan atau mencipta bacaan. Keenam sikap
kritis tersebut sejalan dengan ranah kognitif dalam taksonomi Bloom yang sudah
direvisi oleh Anderson dan krathwhol (2001:268). Berikut ini adalah penjelasan
masing-masing.
a. Kemampuan mengingat dan mengenali
kemampuan mengingat dan mengenali meliputi kemampuan:
1) Mengenali ide pokok paragraph
2) Mengenali tokoh-tokoh cerita dan sifat-sifatnya
3) Menyatakan kembali ide pokok paragraph
4) Menyatakan kembali fakta-fakta atau detil bacaan
5) Menyatakan kembali fakta-fakta perbandingan, unsur-unsur hubungan
sebab-
akibat, karakter tokoh dan sebagainya.
b. Kemampuan memahami/menginterpretasi makna tersirat
Tidak semua gagasan yang terdapat dalam teks bacaan itu dinyatakan secara
tersurat atau secara eksplisit pada baris kata-kata atau kalimat-kalimat
Sering kali pula, gagasan serta Makna tersebut terkandung di balik baris kata-
kata atau kalimat-kalimat tersebut, dan untuk menggalinya diperlukan sebuah
interpretasi dari Anda sebagai pembacanya. Anda harus mampu menafsirkan ide-
ide pokok dan ide-ide pokok dan ide-ide penunjang yang secara eksplisit tidak
dinyatakan oleh penulisnya, serta harus mampu membedakan fakta- fakta yang
disajikan secara kritis.
Kemampuan menginterpretasi makna tersirat adalah kemampuan:
1) Menafsirkan ide pokok paragraf
2) Menafsirkan gagasan utama bacaan
3) Membedakan fakta detil bacaan
4) Manafsirkan ide-ide penunjang
5) Membedakan fakta atau detil bacaan memahami secara kritis
6) Kemampuan mengaplikasikan konsep-konsep
Sebagai pembaca kritis Anda tidak boleh berhenti sampai pada aktifitas menggali
makna tersirat melalui pemahaman dan interpretasi secara kritis saja, tetapi Anda juga
harus mampu menetapkan konsep-konsep yang terdapat dalam bacaan ke dalam situasi
baru yang bersifat problematik. Dalam hal ini, kemampuan mengaplikasikan konsep-
konsep, meliputi kemampuan:
1) Mengikuti petunjuk-petunjuk dalam bacaan;
2) Menerapkan konsep-konsep/gagasan utama ke dalam situasi baru yang
problematiK;
3) Menunjukkan kesesuaian antara gagasan utama dengan situasi yang dihadapi.

c. Kemampuan menganalisis
Kemampuan menganalisis ialah kemampuan pembaca melihat komponen-
komponen atau unsur-unsur yang membentuk sebuah kesatuan. Sebagaimana Anda
ketahui, kesatuan dalam bacaan meliputi gagasan-gagasan utama, pernyataan-
pernyataan, simpulsn- simpulsn, dan sebagainya. Pembaca kritis diharapkan melihat
fakta-fakta, detil-detil penunjang, atau unsur pembentuk yang lain yang tidak
disebutkan secara eksplisit.
Lebih lanjut, kemampuan itu dikembangkan menjadi kemampuan pembaca
melihat kesatuan gagasan melalui bagian-bagiannya. Sebagaimana Anda
ketahui, sebuah teks bacaan, apa pun bentuknya, pada dasarnya di dalamnya
membuat sebuah kesatuan gagasan yang bulat dan utuh. Hanya saja akibat cara
dan gaya pengungkapan yang berbeda akan membuat gagasan atau suatu
pesan tersebut terlihat samar-samar. Dalam kasus semacam itu, kewajiban
pembaca adalah melakukan penyintesisan. Bentuk-bentuk penyintesisan tersebut,
misalnya berupa simpulan atau ringkasan, ide pokok, gagasan utama bacaan,
tema, atau kerangka bacaan.
Secata terperinci kemampuan menganalisis sekaligus menyintesis, meliputi
kemampuan berikut ini.
1) Menangkap gagasan utama bacaan.
2) Memberikan detil/fakta penunjang.
3) Mengklasifikasikan fakta-fakta.
4) Membandingkan antargagasan yang ada dalam bacaan.
5) Membandingkan tokoh-tokoh yang ada dalam bacaan.
6) Membuat simpulan bacaan
7) Mengorganisasikan gagasan utama bacaan.
8) Menentukan tema bacaan
9) Menyusun kerangka bacaan.
10) Menghubungkan data sehingga diperoleh simpulan
11) Membuat ringkasan.

d. Kemampuan menilai isi bacaan


Kemampuan menilai isi dan penataan bacaan secara kritis dilakukan melalui
aktifitas- aktifitas mempertimbangkan, menilai, dan menentukan keputusan. Caranya,
antara lain dengan mengajukan penilaian atas kebenaran gagasan atau pernyataan-
pernyataan yang dikemukakan oleh penulis lewat pertanyaan-pertanyaan, seperti
apakah pernyataan tersebut benar? Apa maksud yang ingin dituju oleh penulis lewat
tulisan yang dibuatnya tersebut? Kemampuan menilai bacaan ini menunjukkan bahwa
seorang pembaca kritis tidak begitu saja mempercayai apa saja yang dibacanya sebelum
dilakukan proses pengkajian terlebih dahulu. Secara terperinci, kemampuan yang
menyangkut sikap kritis dalam menilai bacaan, terutama terhadap aspek isi dan
penggunaan bahasa meliputi kemampuan berikut ini.
1) Menilai kebenaran gagasan utama/ide pokok paragraf/bacaan secara
keseluruhan.
2) Menilai dan menentukan bahwa sebuah pernyataan adalah fakta atau opini.
3) Menilai dan menentukan bahwa sebuah bacaan diangkat dari realitas atau
fantasi penulis.
4) Menentukan tujuan penulis dalam menulis
5) Menentukan relevansi antara tujuan dan pengenbangan gagasan
6) Menentukan keselarasan antara data yang diungkapkan dengan simpulan
yang dibuat.
7) Menilai keakuratan dalam penggunaan bahasa, baik pada tataran kata, frasa
atau penyusunan kalimatnya
e. Kemampuan meng-create isi bacaan atau kemampuan mencipta bacaan
(menulis) Kemampuan meng-create isi bacaan adalah kemampuan:
1) Menyerap inti bacaan;
2) Membuat rangkuman atau membuat kerangka bacaan yang disusun sebagai
tanggapan terhadap bacaan atau membuat kerangka bacaan yang betul-betul
baru berdasarkan pengetahuan dari bacaan;
3) Mengembangkan/menulis berdasarkan kerangka bacaan yang telah disusun.
Selanjutnya, untuk dapat melakukan kegiatan membaca kritis, ada
beberapa persyaratan yakni:
a. Pengetahuan tentang bidang ilmu yang disajikan dalam bacaan;
b. Sikap bertanya dan sikap menilai yang tidak tergesa-gesa;
c. Penerapan berbagai metode analisis yang logis atau penelitian ilmiah.
Jika Anda memiliki persyaratan pokok tersebut maka Anda akan dapat menarik
manfaat yang sangat penting dalam membaca kritis, antara lain:
a. pemahaman yang mendalam dan keterlibatan yang padu sebagai hasil usaha
menganalisis sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan bacaan;
b. kemampuan mengingat yang lebih kuat sebagai hasil usaha memahami berbagai
hubungan yang ada di dalam bahan bacaan itu sendiri dan hubungan antara bahan
bacaan itu dengan bacaan lain atau dengan pengalaman membaca Anda;
c. kepercayaan terhadap diri sendiri yang mantap untuk memberikan dukungan
terhadap berbagai pendapat tentang isi bacaan.

Anda mungkin juga menyukai