Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

DESAIN FASILITAS PELABUHAN

Dosen Pengajar :

Ir. Chomaedi, CES

Mahasiswa :

Febrie Akbar Rotieb (10111610000026)

DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL

FAKULTAS VOKASI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2019
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

1. Berat Kapal (W1)


Untuk menghitung berat dari kapal, digunakan tonase perpindahan (W1).
Umumnya, hubungan antara berat kapal dan tonase perpindahan ditunjukkan sebagai
berikut

2. Efek dari air sekitar (W2)


Berat air (W2) yang dibawa bersama dengan kapal harus ditambahkan kepada berat
kapal dalam perhitungan energi kinetik kapal. dapat dihitung dengan persamaan berikut

:
Dimana L : panjang kapal (m), H : Draught Penuh
3. Kecepatan berlabuh (berthing) (V)
Menurut hasil yang didapatkan di survey lapangan

4. Faktor Eksentrik (K)


K dinyatakan dengan radius belokan (r) dan

panjang kontak (l)


Di banyak kasus, r dan l sebesar ¼ panjang
kapal dan K menjadi 0,5.
Saat titik labuh bervariasi, nilai K dapat
dibaca dari grafik berikut

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
1
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

5. Rumus Hitungan
Energi berlabuh efektif dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.

6. Efek Sudut
Jika dolphin dan tempat berlabuh super struktur, efek penampatan sudut pada Fender
diperhitungkan dalam desain.
Namun jika dermaga terus menerus dimana ada banyak Fender dipasang dengan jarak
tertentu, efek ini biasanya tidak diperhitungkan.
Menurut hasil yang didapatkan di survey lapangan, sudut berlabuh harus kurang dari 3
derajat di banyak kasus dan 6 derajat maksimum.
7. Penyerapan energi oleh Fender (Ea)
Fender yang tepat dapat dipilih menggunakan rumus berikut :
E ≤ Ea = En x Fae Fae : Faktor koreksi sudut dari performa Fender
8. Batasan dalam kondisi berlabuh
Saat memilih Fender, diperlukan untuk mempertimbangkan batasan reaksi gaya pada
saat berlabuh, area instalasi memungkinkan untuk Fender dan batasan tinggi Fender
dari Fasilitas bongkar muat
9. Batasan dari Kapal
Berikut ini hal-hal yang harus dipertimbangkan : tekanan muka air, titik kontak antara
Fender dan tinggi dek dari maksimum dan minimum kapal
10. Batasan dari kondisi alam
Jarak pasang surut harus dipertimbangkan secara serius dalam hubungan dengan posisi
Fender.
Saat bongkar muat dan merapat, gaya angin harus diperiksa agar tidak melebihi
kompres Fender
11. Memilih Fender
Fender yang layak dapat dipilih dengan memenuhi prosedur sebelumnya. Panduan
untuk memilih Fender untuk tiap tempat berlabuh ditunjukkan di halaman berikut ini.
12. Memilih Aksesoris
Setelah memilih Fender yang tepat, aksesoris seperti bingkai depan, jangkar, bantalan,
dan rantai dapat dipilih untuk memenuhi untuk diperhitungkan.

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
2
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Figure 1Perhitungan energi berlabuh

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
3
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Energi berlabuh dan Spesifikasi Kapal


Tabel berikut menunjukkan macam-macam kapal dan kebutuhan yang sesuai pada macam-
macam kecepatan berlabuh. (Energi berlabuh dihitung sebesar ¼ labuhan)

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
4
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
5
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

TATA CARA PERENCANAAN


1. Berat Kapal
Dalam menghitung energi berlabuh yang diserap sistem Fender,sangat penting

untuk menghitung berat Kapal

a. Definisi berat kapal :


(1) Tonase kotor : Tonase dinyatakan dengan massa kapal. Total massa kapal
yang terkandung dapat dinyatakan dengan 100 ft3 (2.83m3)
Kontainer pembawa umumnya didefinisikan dengan tonase
kotor
(2) Tonase bobot mati : Tonase dinyatakan dengan berat yang dimuat di
kapal, seperti kargo, bensin, tanki oli, air minum,
penumpang, dan makanan.
Hubungan antara Perpindahan Beban Penuh (FLD), Beban Ringan (LW), dan
Beban Mati (DW) selalu :
FLD = LW + DW
(Full Load Displacement) (Light Weight) (Dead Weight)

Ketika dinyatakan oleh tonase untuk barang, tanki, umumnya dimasukkan sebagai
Tonase Beban Mati (DW).
(3) Tonase perpindahan: Tonase dinyatakan sebagai Total Berat tubuh Kapal,
Mesin, Kargo, dan semua material lain, yang termuat,
disebut dengan “Beban Penuh perpindahan” untuk
perpindahan dimana kargo dimuat hingga garis draf
tercapai garis draf penuh kapal.

Perpindahan dimana kargo belum dimuat disebut “Perpindahan Ringan (Light


Displacement)”, dimana sebesar berat badan kapal, yaitu, ringan .
Kapal angkatan laut biasanya dinyatakan dengan perpindahan dalam kondisi
standar, yaitu “Perpindahan Standar”.

2. Berat Kapal untuk menghitung Energi berlabuh

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
6
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

(1). Umumnya, Bobot Penuh perpindahan digunakan untuk menghitung Energi


berlabuh.
Karena Bobor Perpindahan penuh untuk tipe yang berbeda dan ukuran
kapal, silahkan baca halaman VIII “Energi berlabuh dan spesifikasi Vessels” untuk
detail selengkapnya

(2). “Generasi ke 3 Kontainer” berubah untuk memenuhi transportasi kecepatan


tinggi; hubungan antara tonase kotor dari pembawa kontainer dan tonase
perpindahan dengan perbedaan bentuk.
Silahkan lihat data pembawa kontainer pada Tabel 2
(3). Kapal LPG & LNG biasanya dinyatakan dengan Tonase kotor, Tonase bersih,
atau kapasitas angkut (m3) yang tidak memiliki koefisien tetap untuk tonase
perpindahan. Direkomendasikan untuk memilih berat kapal yang layak sesuai
dengan data di Tabel 3
(4). Pada kasus tertentu, dimana hanya kapal pada titik labuh ballast, berat kapal
pada ballast (BW) harus dihitung, menuju energi berlabuh yang lebih kecil.

Karena ringan sebesar 15-18 persen dari Tonase beban mati (DW), berat
kapal pada ballast (BW) dihitung sesuai dengan persamaan berikut :

BW = 0,18 x DW + 𝛼x DW= (0.18+ 𝛼) x DW

Dimana: 𝛼 = Persentase ballast pada Tonase beban mati

Saat kapal berlayar di ballast , nilai 𝛼 umumnya 50-70% walaupun itu tergantung
pada kondisi laut. Untuk banyak kapal, 65 persen ballast nampak cukup untuk
berlayar.

Namun, di galangan kapal, kapal yang berlabuh pada dermaga fitting out memiliki
sekitar 15 persen ballas dari Tonase beban mati.

Ringkasan :
BW = 0,83 x DW saat berlayat dengan ballas 65 persen
= 0,33 x DW saat dermaga fittiong di galangan

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
7
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
8
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

3. 2. Pengaruh Air Sekitar


Saat kapal bergerak, air laut sekitar bergerak juga untuk mendorong kapal menuju
dermaga untuk berlabuh. Karena itu, ketika kita menghitung energi berlabuh, kita
menggunakan berat perkiraan kapal (W), menambahkan sejumlah berat tambahan dari
Air Laut (W3) pada Berat Kapal sebenarnya (W1).
Ada banyak konsep tentang sejumlah berat tambahan dari Air Laut. Namun,
diperkenalkan dibawah ini 3 konsep paling terkemuka di dunia. Berat tambahan, Faktor
Massa, dan Koefisien Hidrodinamik.
Bridgestone menerapkan konsep berat tambahan kecuali konsep lain secara khusus
diminta oleh klien.

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
9
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

a. Berat tambahan (W2)


Berat tambahan umumnya dinyatakan dengan berat air laut berbentuk silinder dengan
diameter sebesar draf dan panjang sebesar panjang kapal

Biasanya dihitung dengan rumus STELSON MAVILS berikut:


𝜋
W2 = 𝜌𝐿𝐻 2 X 4 (ton) Berat khusus kapal (W) adalah :
Dimana : W = W1 + W2
𝜌: berat khusus air laut (1.025 ton/𝑚3 Namun seandainya haluan atau bagian
L: Panjang kapal (m) belakang kapal berlabuh, “berat
H : Draf penuh (m) tambahan” dihitung menggunakan rumus
berikut :
𝜋
W2 = 𝜌B𝐻 2 x 4 (ton) dimana
B : lebar kapal

b. Faktor Massa (CM)


B.F. Saurin menetapkan secara eksperimen di Finnart, Scotland bahwa nilai
CM adalah 1.3 yang lebih sedikit kecil dari nilai teoritis yang didapat dari rumus
Beban tambahan W2 :
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑙𝑖 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑊1+𝑊2
CM = =
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑊1

Perkiraan berat kapal (W) adalah : W = W1 x CM = 1.3 W1

c. Koefisien Hidrodinamis
Menurut Vasco Costa, Koefisien Hidrodinamis (CH) dapat dihitung menggunakan
rumus berikut:
2𝐷
CH = 1 + , dimana D:Draf ; B : Lebar Kapal
𝐵

Berat perkiraan kapal :


2𝐷
W = W1 x CH = W1 x (1 + )
𝐵

3. Kecepatan Berlabuh
FEBRIE AKBAR ROTIEB
10111610000026
10
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

 Pertimbangan kecepatan berlabuh dalam perencanaan


a. Kecepatan berlabuh meruapakan hal yang paling penting dalam merencanakan
sistem fendering.kecepatan berlabuh kapal ditentukan dari nilai yang diukur atau
dari data kecepatan berlabuh yang diukur yang sebelumnya dengan
mempertimbangka ukuran dan kondisi muatan kapal,lokasi dan struktur fasilitas
untuk berlabuh, kondisi metorologi dan laut sertanya adanya tugboat dan
sejenisnya
b. Umumnya kecepatan berlabuh kapal kecil 10.000 DWT atau 0.1-0.3 m/s dan
untuk kapal sedang antara 10.000-50.000 DWT atau kurang dari 0.2 m/s
(menurut FIG. 1,2,dan 3).kecepatan berlabuh kapal besar tergantung kondisi
pengopersian menurit FIG. 4.5.6.Akan tetapi normalnya kapal curah besar dan
kapal tanker sedemikian rupa kapal itu berhenti dengan parallel dijarak 10-20 m
dari dermaga setelah itu mendekat secara pelahann degan didorong oleh tug
boat.jika angin kencang bertiup ke arah dermaga. Kadang2 menarik kapal
dengan tug boat dengan melawan angin.ketika metode untuk berlabuh seperti itu
diambil,kecepatan berlabuh kapal mencapai 0.1-0.15 m/s diambil dari
perencanaan berlabuh dalam banyak kasus.
c. Umumnya kami ingin menyarankan untuk perencananan kecepatan berlabuh.

4. Faktor eksentrisitas dan titik berlabuh


Dibanyak kasus dibagian kapal yang berlabuh dengan busur atau buritan pada sudut
tertentu ke dermaga atau dolphin.di saat berlabuh kapal berbelok serentak. total
energi kinetic yang dihasilkan kapal digunakan sebagian ketika berbelok.energi
yang tersisa disalurkan ke dermaga.energi yang tersisa yang didapatkan dari energi
kinetic kapal dengan koreksi faktor eksentrisitas.

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
11
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

dimana
L : Panjang kapal
CG : Pusat gravitasi
P : Titik berlabuh
l : Jarak garis sejajar dengan dermaga yang diukur dari ponit penghubung ke pusat
gravitasi kapal (m)
r : Radiasi rotasi tentang sumbu vertikal yang melewati pusat gravitasi pada bidang
horizontal (m)
m : Jarak sepanjang garis yang menghubungkan pusat gravitasi dan titik berlabuh
φ : Sudut antara "m" dan vektor kecepatan kapal "V"
θ : Sudet berlabuh
Secara umum, dua jenis faktor eksentrisitas, K atau CE, diterapkan

a. Faktor Eksentrisitas K
Faktor eksentrisitas K diungkapkan dengan rumus berikut:

Jika permukaan pemotongan horisontal kapal diasumsikan sekitar elips


ramping dan panjang atau persegi panjang, jari-jari putar kapal muncul hingga
sekitar 1/4 panjang kapal L. Selain itu, sebagai berlabuh pada apa yang disebut 1/4
poin paling sering, nilai K menjadi 0,5.

Ketika berthing tidak berada


pada titik 1/4 L, nilai K dapat dibaca
dari Gambar. 8.

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
12
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

b. Faktor eksentrisitas Ce
Ketika kita mengambil kecepatan kapal dalam perhitungan, factor eksentrisitas Ce

di gambarkan dalam rumus berikut :


koefisien eksentrisitas sebagai fungsi jika tali kapal bersinggungan dengan struktur
penambat untuk berbagai radius rotasi.
5. Formula Perhitungan Untuk Energi Berlabuh
Beberapa formula untuk menghitung energi efektif berlabuh telah diterapkan dan
berikut ini adalah beberapa formula yang sering digunakan. Bridgestne biasanya
menggunakan rumus FORMULA I kecuali saat diminta secara khusus.

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
13
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

 FORMULA I
(𝑊1+𝑊2) 𝑥 𝑉 2
E= xK
2𝑔

E = Energi kapal berlabuh (ton m) v = Kecepatan berlabuh (m/s)


W1= Beban Kapal (ton) g = gaya gravitasi ( 9,8 m/s2 )
W2= Beban tambahan (ton) K = Faktor eksentrisitas

 FORMULA II
1
E = 2𝑔 x W x Vn2 x CE x CH x CS x CC

E = Energi kapal berlabuh CH = Koefisien hidrodinamik


W1= Beban Kapal CS = Koefisien kelembutan
Vn= Kecepatan perpindahan ke dermaga CC = koefisien konfigurasi
CE= Faktor Eksentrisitas
 FORMULA III
𝑊𝑥 𝑉 2
E= x CM x CE x CS
2𝑔

E = Energi kapal berlabuh g = gravitasi


W1= Beban Kapal CS = Koefisien kelembutan
Vn= Kecepatan perpindahan ke dermaga CM = Faktor Massa

CE= Faktor Eksentrisitas

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
14
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Faktor Kelembutan CS
Faktor ini menunjukkan hubungan antara kekakuan kapal dan fender, dan menyerap
energi antara energi kapal dan fender. Karena kapal relatif kaku dibandingkan dengan
sistem fendering yang biasanya membangun, nilai 0f 0,9 umumnya diterapkan untuk
faktor ini, atau 0,95 jika margin aman yang lebih tinggi dianggap diinginkan.
Konfigurasi Faktor CC
Faktor ini mengekspresikan efek air laut di sekitar kapal yang bergerak yang
melambung pada struktur dermaga. angka-angka berikut umumnya diterapkan yang
dalam setiap kasus:
CC = 1,0 untuk dermaga terbuka
0,9 untuk dermaga setengah tertutup
0,8 untuk dermaga tertutup

6. Efek Sudut
Ketika pendekatan sudut diharapkan. disarankan untuk mempertimbangkan
hilangnya energi sistem karena defleksi yang seragam dan penyerapan energi oleh
masing-masing fender dalam sistem. kehilangan energi dapat terjadi di bawah
pendekatan sudut dan harus dipertimbangkan dalam analisis. sudut pendekatan
didefinisikan sebagai sudut yang dibuat lambung kapal dengan struktur berlabuh dan
tidak boleh terkungkung dengan arah gerakan kapal.dalam kasus lumba-lumba dan
tempat berlabuh super terstruktur untuk kapal besar, efek kompresi sudut pada fender
umumnya dipertimbangkan dalam desain. tetapi dalam kasus dermaga terus menerus
di mana banyak fender dipasang dengan jarak tertentu, efek ini biasanya tidak
dipertimbangkan. menurut hasil yang diperoleh dalam survei lapangan, sudut berlabuh
akan kurang dari 3 degress dalam banyak kasus dan maksimum 6 degress.

• 1. pengukuran sudut berlabuh


• tabel berikut menunjukkan data yang diukur untuk setiap kondisi operasi, yang
telah diperoleh pada 8 tempat tidur di Jepang

Kasus 1. dermaga terletak di pelabuhan di mana kondisi operasi sedang.


Kasus 2. tempat berlabuh menghadap laut terbuka di mana kondisi operasi relatif
parah
Kasus 3. Tempat terbuka di mana kondisi operasi paling parah.

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
15
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

data dalam grafik menunjukkan bahwa sebagian besar sudut sandaran s kurang dari
5 derajat, paling sedikit hanya 6 derajat. Oleh karena itu, kami ingin menyarankan
nilai 6 derajat, untuk sudut berlabuh desain demi keselamatan.
1. Faktor Koreksi sudut
Dalam kasus dolphin dan tempat berlabuh super-terstruktur untuk kapal besar, efek
kompresi sudut pada fender umumnya dipertimbangkan dalam perancangan.
Tetapi dalam kasus dermaga berkelanjutan di mana banyak fender dipasang dengan
jarak tertentu, efek ini biasanya tidak dipertimbangkan.

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
16
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Menurut hasil yang diperoleh dalam survei lapangan, sudut berlabuh akan kurang dari 3
derajat dalam kebanyakan kasus dan maksimal 6 derajat. Kami menyarankan Anda
memilih sistem fendering, dengan mempertimbangkan faktor koreksi berikut adalah
rasio untuk pemuatan sudut.
Setiap faktor koreksi adalah rasio gaya reaksi (R) dan nilai penyerapan energi (E) pada
sudut (e) dibagi dengan nilai yang sesuai pada sudut nol (0 = 0). Mereka dapat
diterapkan ke fender apa pun dalam seri.
Di bawah pembebanan sudut, gaya reaksi dan penyerapan energi diradiasikan di bawah
yang ditemukan dari kurva kompresi normal.
Untuk memperbaiki kurva kompresi normal untuk pemuatan sudut, temukan defleksi
fender di bawah pemuatan sudut dalam persentase:
Harap dicatat bahwa defleksi diekspresikan pada garis tengah fender untuk fender
tunggal.
Masukkan gbr. 17 dan 18 pada lendutan dan sudut ini, dan bacalah faktor koreksi untuk
gaya reaksi dan penyerapan energi. Multply nilai R dan E dibaca dari kurva kompresi
normal oleh faktor koreksi yang sesuai. Ini akan menjadi nilai yang diperbaiki.
Komentar:
1. Toleransi gaya reaksi dan penyerapan energi untuk pembebanan sudut adalah 15%
2. Arah kompresi fender adalah sebagai berikut:

juga perlu mempertimbangkan efek pembebanan sudut pada sistem gabungan, dua
fender atau tiga fender, serta sistem fender tunggal.
Jika Anda memerlukan faktor koreksi seperti itu dalam desain Anda, jangan ragu untuk
menghubungi bridgestone atau distributornya

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
17
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

2. Perhitungan Kinerja Sudut


(1). Kriteria
Energi berlabuh : E = 125 Ton-m(904.4 Ft-Kips)
Max. gaya yang di ijinkan : Rma = 200 Tons (441.0 Kips)
sudut berlabuh : θ = 60
(2). Candidate for fender
Super Cell Fender SUC1700H (RS)
(3). Performa Normal
En (at 52.5% defleksi) : 144.1 Ton-M (1042.6 Ft-Kips)
Rn (at 52.5% defleksi) : 193.0 tons (425.6 Kips)
D (defleksi) : 52.5%
0
(4). factor sudut koreksi 6
Fae = 0.973 at 50% defleksi
Far = 1.107 at 50% defleksi
(5). Performa sudut 60
Ea = En (at 50% defleksi) x Fae
=135.9 x 0.973 = 132.2 Ton-m (957.2 Ft-Kips)
Ra = Rn (at 505 defleksi) x Far
= 187.6 x 1.1017 = 190.8 (420.7 Kips)
(6). Kesimpulan
Fender : SuperCell Fender SUC 1700H (RS)
Penyerapan energi :
En = 144.1 Ton-M (1042.8 Ft-Kips) > 125 Ton-M (904.4 Ft-Kips)
Ea = 132.3 Ton-M ( 957.2 Ft-Kips) > 125 Ton-M (904.4 Ft-Kips)
Gaya reaksi :
Rn = 193.0 Ton (425.6 Kips) < 200 Ton (441 Kips)
Ra = 190.9 Ton-M (420.9 Kips) < 200 Ton (441 Kips)

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
18
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

TATA CARA PERENCANAAN BANTALAN

Cara memilih fender


(1) Diberikan kriteria dari desain :
Ukuran kapal : Maksimal 120.000 DWT
: Minimal 20.000 DWT
Jenis kapal : Tanker
Kecepatan berlabuh : 0.15 m/dtk (sekitar 0.5 ft/dtk)
Tekanan Maksimal depan : 30 ton/m² (sekitar 6 kips/ft²)
Batas gaya reaksi untuk dermaga : 200 ton ( sekitar 440 Kips)
Sudut berlabuh : 0 sampai 6 derajat
Perbedaan pasang surut : 2.7 m ( HWL : +3.0 m, LWL : +0.3m)
Area yang di izinkan untuk instalasi : tinggi 3m (elevasi +1.8 - +4.8m)
Metode berlabuh : ¼ poin berlabuh (K=0.5)

(2). Prosedur
a. Hitung energi dari berlabuh (E) :
4 4
W1 = 3 𝑥 DWT = 3 𝑥 120000 – 160000 tons
𝜋
W2 = P x L x H² x 4 = 1.025 x 297 x (15.5)² x 3.14/4 = 57413 tons

W = W1 + W2 = 217.413 tons
𝑊 𝑥 𝑉² 217.413 𝑥 (0.15)2 𝑥 0.5
E= 𝑥 0.5 = = 124.8 Ton M (902.9 ft-kips)
2𝑔 2 𝑥 9.8
Catatan : untuk kapal
tanker diambil nilai 1.50
Berat Kapal (W1)
Untuk menghitung berat kapal, perpindahan kapasitas kapal (W1) di gunakan. Secara
umum, hubungan antara berat kapal dan perpindahan kapal sebagai berikut :

Kapal Berat kotor (GT) Beban mati (DW) Perpindahan kapal (W1)

Kapal curah, tanker 1 Sekitar 1.5 Sekitar 2

Kapal Penumpang 1 Sekitar 0.85 Sekitar 1

Kontainer 1 Sekitar 1.33 Sekitar 2

FEBRIE AKBAR ROTIEB


10111610000026
19

Anda mungkin juga menyukai