Anda di halaman 1dari 41

I.

STRESS
1. STRESS PSIKOLOGI adalah stres yg disebabkan gangguan situasi spikologis atau ketidak
mampuan kondisi psikologis unk menyesuaikan diri,misalnya dalam hubungan
interpesonal,sosial budaya dan keagamaan.
2. Adaptasi terhadap stress adalah Ketika mengalami stres,orang menggunakan energi
fisiologis,psikologis,sosial budaya dan spiritual untuk beradaptasi.jumlah energi yang
dibutuhkan dan efektifitasnya upaya adaptasi tersebut bergantung pada intensitas,lingkup,dan
jangka waktu stresor,serta jumlah stresor lainya.
3. Cara mencegah stress agar tidak berlanjut

Beberapa manajemen stres yang dapat dilakukan adalah:

 .Mengatur diet dan nutrisi;merupahkan cara yang efektif dalam mengurangi atau
mengatasi stres.ini dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi sesuai
porsi dan jadwual yang teratur,menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak timbul
kebosanan.
 Ø .Istirahat dan tidur;merupahkan obat yang baik dalam mengatasi stres karena
istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan kebugaran
tubuh,tidur yang cukup juga akan memperbaiki sel-sel yang telah rusak.
 Ø Olaraga teratur:salah satu cara meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik
maupun mental.olaraga yang dilakukan tidak harus sulit olaraga yang dianjurkan
seperti jalan pagi,lari pagi dilakukan 2 mg sekali,tidak harus sampai berjam-
jam,diamkan biarkan badan berkeringat sejenak lalu mandi untuk memulihkan
kesegarannya.
 Ø Berhenti merokok;bagian dari car menanggulangi stres karena dapat meningkatkan
status kesehatan serta menjaga ketahanan dan kekebalan tubuh.
 Ø Menghindari minuman keras:merupahkan faktor pencetus terjadinya stres.dengan
menghindari minuman keras,individu dapat terhindari dari berbagai macam penyakit
yang disebabkan oleh pengaruh minuman keras yang mengandung alkohol.
 Ø Mengatur berat badan:BB yang tidak seimbang(terlalu gemuk atau terlalu
kurus)merupahkan faktor dapat menyebabkan timbulnya stres.keadaan tubuh yang
tidak seimbang akan menurunkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.
 Ø Mengatur waktu;merupahkan cara yang tepat dalam mengurangi dan
menanggulangi stres.dengan mengatur waktu yang sebaik-baiknya pekerjaan yang
ddapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari,hal ini dapat dilakukan dengan
cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien,misalnya tidak membiarkan
waktu berlalu tanpa menghasilkan hal yang bermanfaat.
 Terapi psikofarmaka:terapi menggunakan obat-obatan,dalam mengatasi stres yang
dialami melalui pemutusan jaringan antara psiko,neuro,dan imonologi
sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi koknitif efektif
atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain.obat yang sering
digunakan adalah obat anti cemas dan antidepresi.
 Ø Terapi somatik;terapi ini hanya dilakukan pada gejalah yang ditimbulkan akibat
stres yang dialami sehingga diharapkan tidak mengganggu sistim tubuh yang
lain.contohnya jika seorang mengalami diare akibat stres ,maka terapinya adalah
dengan mengobati diarenya.
 Ø Psikoterapi:terapi ini mengguakan teknik psiko yang disesuaikan dengan
kebutuhan seseorang.terapi ini meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi
reedukatif.psikoterapi suportif memberikan motifasi dan dukungan agar pasien
memiliki rasa percaya diri,sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan dengan
memberikan pendidikan secara berulang,selain itu psikoterapi rekonstruksi dengan
cara memperbaiki kembali kepribadian yang mengalami goncangan dan psikoterapi
kognitif dengan memulihkan fungsi koknitif pasien(t berpikir rasional).
 Ø Terapi psikoreligius:menggunakan pendekatan agamadalam mengatasi
permasalahan psikologis.terapi ini diperlukan karna dalam mengatasi atau
mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik,psikis,sosial maupun
spiritual.
II. INJEKSI INTRAVENA
1. Tujuan injeksi intravena
 Untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorbsi daripada dengan injeksi parenteral
lain.
 Untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan
 Untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar
1. Persiapan alat dan pasien

 Buku catatan pemberian obat atau kartu obat


 Kapas alkohol
 Sarung tangan
 Obat yang sesuai
 Spuit 1 ml – 5 ml
 Bak spuit
 Baki obat
 Plester
 Perlak pengalas
 Pembendung vena (torniquet)
 Kassa steril (bila perlu)
 Bengkok
1. Lanagkah – langkah injeksi iv

 Cuci tangan
 Siapkan obat dengan prinsip 6 benar
 Salam terapeutik
 Identifikasi klien
 Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
 Atur klien pada posisi yang nyaman
 Pasang perlak pengalas
 Bebaskan lengan klien dari baju atau kemeja
 Letakkan pembendung
 Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan, peradangan, atau rasa gatal.
Menghindari gangguan absorbsi obat atau cidera dan nyeri yang berlebihan.
 Pakai sarung tangan
 Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol, dengan gerakan sirkuler
dari arah dalam keluar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering. Metode ini
dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang mengandung mikroorganisme.
 Pegang kapas alkohol, dengan jari-jari tengah pada tangan non dominan.
 Buka tutup jarum. Tarik kulit kebawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penusukan
dengan tangan non dominan. Membuat kulit menjadi lebih kencang dan vena tidak
bergeser, memudahkan penusukan. Sejajar vena yang akan ditusuk perlahan dan pasti.
Pegang jarum pada posisi 30.
 Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum ke dalam vena
 Lakukan aspirasi dengan tangan non dominan menahan barel dari spuit dan tangan
dominan menarik plunger.
 Observasi adanya darah pada spuit
 Jika ada darah, lepaskan terniquet dan masukkan obat perlahan-lahan.
 Keluarkan jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan, sambil melakukan
penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan
 Tutup area penusukan dengan menggunakan kassa steril yang diberi betadin
 Kembalikan posisi klien
 Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan ke dalam bengkok
 Buka sarung tangan
 Cuci tangan
 Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
4. Tempat penyuntikan IV
- Pada lengan (vena basalika dan vena sefalika)
- Pada tungkai (vena saphenous)
- Pada leher (vena jugularis)
- Pada kepala (vena frontalis atau vena temporalis)
III. INFEKSI DAN HIPOVOLOMIK
1. Mekanisme terjadi infeksi
Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu dengan pejamu
yang rentan, melalui dan menyelesaikan tahap-tahap sebagai berikut.
a. Tahap I
Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (pejamu/penderita)
melalui mekanisme penyebaran (mode of transmission). Semua mekanisme penyebaran
mikroba patogen tersebut dapat terjadi di rumah sakit, dengan ilustrasi sebagai berikut.
1) Penularan langsung Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas,
keluarga/pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan lain melalui darah saat
transfusi darah.
2) Penularan tidak langsung
Seperti yang telah diuraikan , penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai berikut.
a) Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui benda-benda
mati (fotnite) seperti peralatan medis (instrument), bahan-bahan/material medis,
atau peralatan makan/minum untuk penderita. Perhatikan pada berbagai tindakan
invasif seperti pemasangan kateter, vena punctie, tindakan pembedahan (bedah
minor, pembedahan di kamar bedah), proses dan tindakan medis
obstetri/ginekologi, dan lain-lain.
b) Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen dengan perantara
vektor seperti lalat. Luka terbuka (open wound), jaringan nekrotis, luka bakar, dan
gangren adalah kasus-kasus yang rentan dihinggapi lalat.
c) Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan dan
minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut
menyertainya sehingga menimbulkan gejala dan keluhan gastrointestinal, baik
ringan maupun berat.
d) Water-borne, kemungkinan terjadinya penularan/penyebaran penyakit infeksi
melalui air kecil sekali, mengingat tersedianya air bersih di rumah sakit sudah
melalui uji baku mutu.
e) Air-borne, peluang terjadinya infeksi silang melalui media perantara ini cukup
tinggi karena ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara teknis kurang baik
ventilasi dan pencahayaannya. Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk dengan
jumlah penderita yang cukup banyak.
Dari semua kemungkinan penyebaran/penularan penyakit infeksi yang telah diuraikan di
atas, maka penyebab kasus infeksi nosokomial yang sering dilaporkan adalah tindakan
invasif melalui penggunaan berbagai instrumen medis (vehicle-borne).
b. Tahap II
Upaya berikutnya dari mikroba patogen adalah melakukan invasi ke
jaringan/organ pejamu (penderita) dengan cara mencari akses masuk untuk
masing-masing penyakit (port d’entree) seperti adanya kerusakan/lesi kulit atau
mukosa dari rongga hidung, rongga mulut, orificium urethrae, dan lain-lain.
1. Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat
terjadi sewaktu melakukan insisi bedah atau jarum suntik. Mikroba patogen yang
dimaksud antara lain virus Hepatitis B (VHB).
2. Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran urogenital
karena tindakan invasif, seperti:
a) tindakan kateterisasi, sistoskopi;
b) pemeriksaan dan tindakan ginekologi (curretage);
c) pertolongan persalinan per-vaginam patologis, baik dengan bantuan instrumen
medis, maupun tanpa bantuan instrumen medis.
3. Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju
saluran napas. Partikel in feksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk
aerosol. Penularan langsung dapat terjadi melalui percikan ludah (droplet nuclei)
apabila terdapat individu yang mengalami infeksi saluran napas melakukan
ekshalasi paksa seperti batuk atau bersin. Dari penularan tidak langsung juga
dapat terjadi apabila udara dalam ruangan terkontaminasi. Lama kontak terpapar
(time of exposure) antara sumber penularan dan penderita akan meningkatkan
risiko penularan. Contoh: virus Influenza dan Al. tuberculosis.
4. Dengan cara ingesti, yaitu melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna. Terjadi
pada saat makan dan minum dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Contoh: Salmonella, Shigella, Vibrio, dan sebagainya.
c. Tahap III
Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakukan invasi dan
mencari jaringan yang sesuai (cocok). Selanjutnya melakukan
multiplikasi/berkembang biak disertai dengan tindakan destruktif terhadap
jaringan, walaupun ada upaya perlawanan dad pejamu. Sehingga terjadilah reaksi
infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan fisiologis/
fungsi jaringan.
Reaksi infeksi yang terjadi pada pejamu disebabkan oleh adanya sifat-sifat
spesifik mikroba patogen.
a. Infeksivitas
kemampuan mikroba patogen untuk berinvasi yang merupakan langkah awal
melakukan serangan ke pejamu melalui akses masuk yang tepat dan selanjutnya
mencari jaringan yang cocok untuk melakukan multiplikasi.
b. Virulensi
Langkah mikroba patogen berikutnya adalah melakukan tindakan destruktif
terhadap jaringan dengan menggunakan enzim perusaknya. Besar-kecilnya
kerusakan jaringan atau cepat lambatnya kerusakan jaringan ditentukan oleh
potensi virulensi mikroba patogen.
c. Antigenitas
Selain memiliki kemampuan destruktif, mikroba patogen juga memiliki
kemampuan merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh pejamu melalui
terbentuknya antibodi. Terbentuknya antibodi ini akan sangat berpengaruh
terhadap reaksi infeksi selanjutnya.
d. Toksigenitas
Selain memiliki kemampuan destruktif melalui enzim perusaknya, beberapa jenis
mikroba patogen dapat menghasilkan toksin yang sangat berpengaruh terhadap
perjalanan penyakit.
e. Patogenitas
Sifat-sifat infeksivitas, virulensi, serta toksigenitas mikroba patogen pada satu sisi,
dan sifat antigenitas mikroba patogen pada sisi yang lain, menghasilkan gabungan
sifat yang disebut patogenitas. Jadi sifat patogenitas mikroba patogen dapat dinilai
sebagai “deralat keganasan” mikroba patogen atau respons pejamu terhadap
masuknya kuman ke tubuh pejamu.
2. Tanda tanda infeksi
a. Dolor
Dolor adalah rasa nyeri, nyeri akan terasa pada jaringan yang mengalami infeksi. Ini
terjadi karena sel yang mengalami infeksi bereaksi mengeluarkan zat tertentu sehingga
menimbulkan nyeri menangis. Rasa nyeri mengisyaratkan bahwa terjadi gangguan atau
sesuatu yang tidak normal [patofisiologis] jadi jangan abaikan rasa nyeri karena mungkin
saja itu sesuatu yang berbahaya.
b. Kalor
Kalor adalah rasa panas, pada daerah yang mengalami infeksi akan terasa panas. Ini
terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih banyak ke area yang mengalami
infeksi untuk mengirim lebih banyak antibody dalam memerangi antigen atau penyebab
infeksi.
c. Tumor
Tumor dalam kontek gejala infeksi bukanlah sel kanker seperti yang umum dibicarakan
tidak boleh tapi pembengkakan. Pada area yang mengalami infeksi akan mengalami
pembengkakan karena peningkatan permeabilitas sel dan peningkatan aliran darah.
d. Rubor
Rubor adalah kemerahan, ini terjadi pada area yang mengalami infeksi karena
peningkatan aliran darah ke area tersebut sehingga menimbulkan warna kemerahan
e. Fungsio Laesa
Fungsio laesa adalah perubahan fungsi dari jaringan yang mengalami infeksi. Contohnya
jika luka di kaki mengalami infeksi maka kaki tidak akan berfungsi dengan baik seperti
sulit berjalan atau bahkan tidak bisa berjalan.

3. Tanda dan gejala shock hipovolemik

Tanda gejala syock hipovolemik yang muncul sama hanya ditambah tergantung pada tingkat kehilangan
volume darah, mulai ringan (<20%), sedang (20-40%), hingga yang berat (>40%). Diantaranya sebagai
berikut :
 Denyut nadi cepat (Takikardi).
 Tekanan darah menurun (hipotensi).
 Cemas.
 Ekstremitas menjadi dingin (cek akral).
 Berkeringat.
 Jumlah urine menurun.
 Pernafasan tidak normal dangkal dan cepat (takipnea).
 Tingkat kesaradan berubah
4. Pertologan pertama pada shock hipovolemik
Dalam melakukan penanganan pasien syock akibat hipovolemik serta akibat kardiogenik harus
dibedakan.
Berikut cara penanganan pada pasien syock hipovolemik :

1. Lakukan A-B-C (airway-breathing-circulation) dahulu.


2. Tinggikan posisi kaki pasien.
3. Jaga jalur pernafasaan.
4. Berikan cairan intra vena (infus) 2 - 4 liter dalam waktu 20 - 30 menit. Seperti cairan infus
RL (hati-hati pemberian terlalu cepat pada pasien asidosis hiperkloremia).
5. Jika perdarahan atau kehilangan cairan belum bisa diatasi maka lakukan cek kadar
hemoglobin, jika hasilnya < 10 g/dl maka berikan tranfusi darah.
6. Pastikan darah sesuai dengan golongan darah pasien serta disarankan darah yang
digunakan sudah menjalani tes uji silang.
7. Dalam kasus hipovolemik yang berat, pemberian dukungan inotropik dengan dopam*n,
dobutam*n dapat untuk dipertimbangkan agar ventrikel memiliki kekuatan yang cukup.
8. Pemberian naloks*n bolus 30 mcg/kg dalam 3 hingga 5 menit lalu dilanjutkan 60 mcg/kg
dalam 1 jam kedalam cairan rose 5% bisa membantu meningkatkan mean arterial pressure
(MAP).
9. Peelu di ingat ! selain resusitasi cairan, saluran pernafasan harus tetap dijaga.

IV. PROSES SEHAT SAKIT


1. Mengapa dalam merawat pasien harus memperhatikan unsur latar belakang budaya pasien
Penting bagi perawat untuk memahami bahwa klien mempunyai wawasan pandangan dan
interprestasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda, berdasarkan keyakinan sosial-
budaya dan agama klien sehingga terjalin hubungan baik. Hubungan ini akan meningkatkan
pemberian asuhan keperawatan yang aman dan efektif secara budaya. Karena terdapat
rentang yang luas tentang keyakinan dan praktik kesehatan yang berlatar belakang etnik,
budaya, sosial dan agama dari individu, keluarga atau komunitas. Klien dapat mengantisipasi
saat mengalami suatu penyakit dengan pendekatan modern ataupun pendekatan tradisional,
dapat juga menggunakan kedua pendekatan tersebut. Hubungan dan komunikasi transkultular
terjadi ketika setiap individu berusaha untuk memahami sudut pandang orang lain melalui
budayanya. Setelah mencapai kultular, perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor
budaya klien sepanjang proses keperawatan.
2. Hubungan nilai dan norma kehidupan masyarakat terhadap cara masyarakat memandang
sehat sakit
Dalam tiap kebudayaan terdapat berbagai kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan. Di
pedesaan masyarakat jawa, ibu nifas tidak boleh makan yang amis-amis (misalnya : Ikan) karena
menurut kepercayaan akan membuat jahitan perineum sulit sembuh dan darah nifas tidak berhenti.
Menurut ilmu gizi hal tersebut tidak dibenarkan karena justru ikan harus dikonsumsi karena
mengandung protein sehingga mempercepat pemulihan ibu nifas. Disinilah peran petugas
kesehatan untuk meluruskan anggapan tersebut.
3. Langkah atai strategi dalam menerapkan sebuah program kesehatan tanpa mealnggar nilai
nilai norma budaya yang ada di masyarakat :
apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan
masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi
jika melakukan perubahan, menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh
pada perubahan, dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi
dengan perubahan tersebut (Koentjaraningrat, 2002). Tidak ada perubahan yang
terjadi dalam isolasi,atau dengan perkataan lain,suatu perubahan akan
menghasilkan perubahan yang kedua dan perubahan yang ketiga.apabila seorang
pendidik kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan
masyarakat,maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi
jika melakukan perubahan,menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh
terhadap perubahan,dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan
terjadi dengan perubahan tersebutapabila ia tahu budaya masyarakat setempat dan
apabila ia tahu tentang proses perubahan kebudayaan,maka ia harus dapat
mengantisipasi reaksi yang muncul yang mempengaruhi outcome dari perubahan
yang telah direncanakan (Notoatmodjo, 2007).
V. MASLOW KDM
1. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham maslow :
Teori Hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow menyatakan bahwa setiap
manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu :
1. Kebutuhan Fisiologis, yang merupakan kebutuhan paling dasar pada manusia. Antara lain ;
pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan),
eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.
2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, dibagi menjadi perlindungan fisik dan perlindungan
psikologis. Perlindungan fisik, meliputi perlindungan dari ancaman terhadap tubuh dan kehidupan
seperti kecelakaan, penyakit, bahaya lingkungan, dll. Perlindungan psikologis, perlindungan dari
ancaman peristiwa atau pengalaman baru atau asing yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan
seseorang.
3. Kebutuhan rasa cinta, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki, memberi dan menerima
kasih sayang, kehangatan, persahabatan, dan kekeluargaan.
4. Kebutuhan akan harga diri dan perasaan dihargai oleh orang lain serta pengakuan dari orang
lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri, ini merupakan kebutuhan tertinggi dalam hierarki Maslow, yang
berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain atau lingkungan serta mencapai potensi
diri sepenuhnya.
2. Jelaskan kebutuhan fisiplogi manusia
Kebutuhan Fisiologis, yang merupakan kebutuhan paling dasar pada manusia. Antara lain ;
pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan),
eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.
3. Pemenuhan kebutuhan dasar cairan manusia :
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap untuk melakukan respons terhadap keadaan fisiologis dan
lingkungan. Keseimbangan cairan adalah essensial bagi kesehatan. Dengan kemampuannya yang
sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan
proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang
relatif konstan tapi dinamis. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini
dinamakan “homeostasis”.. Untuk mempertahankan kondisi cairan dan elektrolit dalam
keadaan seimbang, maka pemasukan harus cukup sesuai dengan kebutuhan. Prosedur
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam pelayanan keperawatan dapat dilakukan
melalui pemberian per-oral atau intravena
Pemberian Cairan Melalui Infus
VI. NGT
1. Tujuan ngt :
a. Memasukkan makanan cair/obat-obatan, cair/padat yang dicairkan
b. Mengeluarkan cairan/isi lambung dan gas yang ada dalam lambung
c. Mengirigasi karena perdarahan/keracunan dalam lambung
d. Mencegah/mengurangi nausea dan vomiting setelah pembedahan atau
trauma
e. Mengambil spesimen dalam lambung untuk studi laboratorium
2. Persiapan alat ngt
. a. Selang NGT no.1 4/1 6 (untuk anak-anak lebih kecil ukurannya)
b. Jelly
c. Spatel lidah
d. Handscoen steril
e. Senter
f. Spuit/alat suntik ukuran 50cc
g. Plester
h. Stetoskop
i. Handuk
j. Tissue
k. bengkok
3. Dokumentasi stlh tindakan ngt
a. Tangggal dan waktu pemasangan
b. Warna dan jumlah drainase
c. Ukuran dan tipe selang
d. Toleransi klien terhadap prosedur
VII. Ivfd
1. Tujuan infus
a. Mempertahankan dan mengganti cairan tubuh yg didalamnya mengandung air, vitamin,
elektrolit,lemak, protein ,& kalori yg tidak mampu untuk dapat dipertahankan secara adekuat
melalui oral
b. Agar dapat memperbaiki keseimbangan asam basa
c. Memperbaiki volume komponen-komponen darah Memberikan jalan/jalur masuk
dalam pemberian obat-obatan kedalam tubuh
d. Memonitor tekanan darah Intra Vena Central (CVP)
e. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan untuk di istirahatkan.
2. Alat pemasangan infus

3. Standar infuse
4. Set infuse
5. Cairan sesuai program medic
6. Jarum infuse dengan ukuran yg tepat
7. Pengalas
8. Torniket
9. Kapas alcohol
10. Plester
11. Gunting Kasa steril
12. Betadin
13. Sarung tangan
14. Langkah langkah ivfd :
Prosedur Kerja :
1. Jelaskan prosedur yg akan dilakukan Pemasangan infus | dok. Aristianto
2. Cuci tangan
3. Hubungkan cairan & infus set dgn memasukkan ke bagian karet atau akses selang ke botol infuse
4. Isi cairan ke dalam set infus dgn menekan ruang tetesan sampai terisi sebagian & buka klem slang
sampai cairan memenuhi selang & udara selang ke luar
5. Letakkan pangalas dibawah lokasi ( vena ) yg akan dilakukan penginfusan
6. Lakukan pembendungan dengan tornikut (karet pembendung) 10 sampai 12 cm di atas tempat
penusukan & anjurkan pasien untuk menggenggam dengan gerakan sirkular ( apabila sadar )
7. Gunakan sarung tangan steril
8. Disinfeksi daerah yg akan ditusuk dengan kapas alcohol
9. Lakukan penusukan pada pembuluh intra vena dengan meletakkan ibu jari di bagian bawah vena da
posisi jarum ( abocath ) mengarah ke atas
10. Perhatikan adanya keluar darah melalui jarum ( abocath / surflo ) maka tarik ke luar bagian dalam (
jarum ) sambil melanjutkan tusukan ke dalam vena
11. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan bagian atas vena dengan
melakukan tekanan menggunakan jari tangan agar darah tidak ke luar. Seterusnya bagian infus
dihubungkan atau disambungkan dengan slang infuse
12. Buka pengatur tetesan & atur kecepatan sesuai dengan dosis yg diberikan
13. Jalankan fiksasi dengan kasa steril
14. Tuliskan tanggal & waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum
15. Lepaskan sarung tangan & cuci tangan

VIII. URIN CATH


1. Tujuan pengambilan bahan pemeriksaan urin cath
a. Untuk mengetahui adanya kelainan urine secara langsung. Urine akan diambil sebagai
spesimen atau sampel laboratorium apabila diperlukan. Beberapa kasus yang memerlukan
sampel urine adalah diabetes, proteinuria, dan adanya gangguan ginjal.
b. Untuk membantu penegakan dini diagnosa awal. Urine terdiri dari air dengan bahan terlarut
berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan
materi pembentuk urine berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urine berubah
sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap
kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea
dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang
akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urine dapat diketahui melalui
urinalisis. Urea yang dikandung oleh urine dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk
tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos.
2. Persiapan alat dan pasien
Persiapan Alat :
 Bokal/botol/wadah tempat sampel urine.
o Bokal/botol/wadah steril untuk pemeriksaan urine kultur dan sensitivitas.
o Bokal/botol/wadah bersih untuk pemeriksaan urine rutin atau urine lengkap.
 Handscoen bersih.
 Pot/urinal.
 Nierbeken/bengkok.
 Perlak/alas.
 Etiket.
 Formulir pemeriksaan.
 Menurut cara pengambilan sampel urine :
o Melalui kateter :
 Spuit 10 cc bila kateter mempunyai portmenggunakan jarum no 21 G atau 22 G.
 Klem penjepit.
 Kapas alkohol 70%.
o Dengan cara mid stream :
 Baskom berisi air hangat, sabun, washlap dan handuk.
 Pinset steril dan kapas betadine.
BPersiapan Klien :
 Menjelaskan prosedur dan tujuan dilakukannya pengambilan sampel urine.
3. Langkah langkah Pemasangan kateter
Jelaskan prosedur & tujuan dilakukannya pemasangan kateter urine.
Implementasi
1. Memberikan salam terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan tindakan.
3. Menutup sampiran.
4. Mencuci tangan.
5. Mengatur posisi klien, menganjurkan klien pada posisi supin dengan lutut ditekuk, paha fleksi, kaki
diletakkan ditempat tidur & tutupi klien dengan selimut atau kain.
6. Meletakkan pot di bawah bokong klien. Letakkan nierbeken diantara ke-2 kaki klien.
7. Membuka set steril, atur alat steril dengan memanfaatkan pinset, Buka Penutup kateter letakkan
kateter pada alat steril.
8. Menggunakan handscoen steril sebelah kanan terlebih dahulu, tangan sebelah kanan digunakan
mengambil pinset steril tangan kiri untuk membuka tempat bola kapas yg telah diberi savlon.
Letakkan bola kapas savlon pada copies. Pakai kembali sarung tangan sebelah kiri.
9. Menutup perineal dengan menggunakan duk bolong.
10. Memegang glans penis dengan memakai tangan non dominan. Bersihkan glans penis sekitar
meatus urinaria dengan betadine jaga agar tangan dominan tetap steril, 1kali usapan.
11. Mengolesi ujung kateter dengan jelly (minta tolong assistant).
12. Memasukkan kateter yg sudah diberi jelly kateter kurang lebih 6 – 10 centi meter kedalam meatus
uretra.
13. Memastikan urine tetap ke luar, selanjutnya kateter urine disambungkan pada urine bag.
14. Melakukan fiksasi dengan cara memberikan injeksi air aquadesh ke dalam folley kateter untuk
mengembangkan balon kateter, supaya keteter tak mudah terlepas (pemberian aquadesh sesuai
aturan).
15. Menarik dengan cara perlahan-perlahan folley keteter untuk memastikan apakah kateter telah
terfiksasi dengan aman.
16. Menulis tanggal pemasangan kateter pada plester yg dapat direkatkan ke selang bag urine
dengan paha klien.
17. Memfiksasi selang kateter dengan plester & letakkan selang kateter pada paha klien.
18. Merapihkan klien & alat-alat.
19. Melepaskan handscoen dan buang pada nierbeken.
20. Mencuci tangan.
4. Evaluasi
. Mengobservasi jumlah & karakteristik urine yg ke luar.
2. Memonitor kesadaran & tanda-tanda vital klien sesudah pemasangan kateter.
3. Melakukan palpasi kandung kemih & tanyakan adanya rasa ketidaknyamanan sesudah
pemasangan kateter.
4. Mengobservasi posisi kateter & drainage urine ke urine bag.
5. Dokumentasi
. Mencatat pelaksanaan prosedur, kondisi perineum & meatus uretra.
2. Mencatat waktu pemasangan, & karakteristik urine (konsistensi, jumlah, bau, & warna).
3. Mencatat respon klien selama prosedur.
4. Mencatat type, ukuran kateter, & jumlah cairan yg dipakai untuk mengembangkan balon.
IX. NUTRISI
1. Unsur nutrisi
Gizi/nutrisi dibagi menjadi 5 kelompok utama yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral (Varney. H,
2007: 94). Tapi ada juga sumber yang menyebutkan bahwa air juga merupakan unsur gizi (Tirtawinata. TC,
2006: 55)

a. Protein
Komponen dasar sel dan dibutuhkan untuk pertumbuhan, penggantian, dan perbaikan sel. Protein terdiri dari
campuran senyawa organik yang dikenal sebagai asam amino. Terdapat asam amino yang harus disediakan
oleh makanan.
Sumber protein:
Protein hewani: daging, ikan, telur, dan produk susu.
Protein nabati: polong-polongan, kacang, dan biji-bijian.

b. Karbohidrat
Karbohidrat adalah sumber diet energi utama.
Sumber karbohidrat:
Biji-bijian, sayuran, buah dan gula.

c. Lemak
Lemak juga merupakan sumber energi dan memberi lebih banyak kalori per gram daripada protein atau
karbohidrat.
Jenis-jenis lemak:
Kolesterol: zat seperti lemak, terdapat dalam semua jaringan binatang. Sumbernya seperti daging dan telur.
Lemak jenuh: berasal dari sumber binatang dan tanaman seperti dalam lemak, daging, kacang, produk susu,
minyak kelapa, minyak kelapa sawit dan minyak biji kelapa sawit.
Lemak tak jenuh ganda: ditemukan terutama dalam minyak sayur, seperti bunga matahari, jagung, kacang
kedelai.
Lemak tak jenuh tunggal: ditemukan terutama dalam minyak sayur seperti olive, canola, kacang tanah.

d.Vitamin dan Mineral


Vitamin dan mineral merupakan zat organik yang digunakan oleh tubuh sebagai katalis untuk reaksi
metabolisme intra selular.
Vitamin dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu:
a). Vitamin yang larut dalam lemak: vitamin A, D, E, K.
Sumber vitamin A: produk susu, kuning telur, wortel, sayuran hijau.
Sumber vitamin D: Produk susu, ikan.
Sumber vitamin E: Minyak sayur, biji-bijian.
Sumber vitamin K: sayuran berdaun hijau, margarin.

b). Vitamin yang larut dalam air: vitamin B, C.


Sumber vitamin B: gandum, daging, polong-polongan.
Sumber vitamin C: jeruk, tomat.
Mineral yang dibutuhkan oleh tubuh di antaranya:
Asam folat, sumbernya: sayuran hijau, roti.
Kalsium, sumbernya: susu, keju.
Zat besi, sumbernya: susu, kuning telur.
Yodium, sumbernya: garam yodium.
Zink, sumbernya: makanan laut.
Air. Air merupakan unsur yang sangat vital dalam kehidupan, karena tanpa air kelangsungan hidup tidak akan
dapat bertahan.
2. Kebutuhan nutrisi anak balita
Pertumbuhan balita tentunya sangat ditunjang dengan asupan gizi yang sehat dan bergizi
dari berbagai makanan. Bagi usia balita dibutuhkan 1.000–1.400 kalori per hari, bergantung
usia, besar tubuh, serta tingkat aktivitas si kecil. Jumlah kebutuhan gizi balita pada setiap
anak tentu saja berbeda-beda. Apa saja kebutuhan nutrisi balita
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan gizi pokok yang diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia.
Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi bagi tubuh manusia. Tanpa karbohidrat, tubuh
manusia akan lemas dan tidak bertenaga. Balita Anda bisa memperoleh karbohidrat dari
makanan pokok, seperti beras, roti, sagu, dan jagung.
Lemak
Mayoritas kita memandang negatif akan fungsi lemak bagi tubuh manusia karena sebagian
besar manusia langsung mengaitkan lemak dengan kolesterol dan obesitas atau
kegemukan. Padahal, pandangan tersebut tidak selamanya benar.
Protein
Protein sebagai zat yang berfungsi untuk membangun sel-sel tubuh yang rusak dan
pengatur metabolisme tubuh. Protein akan banyak diserap oleh tubuh jika balita kita
mengonsumsi ikan dan daging.
3. Upaya penanganan anak dengan KEP
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah
sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status
gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu
direncanakan tindakan sebagai berikut :

1. Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di
rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi
umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.
2. Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan
vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b) Penderita rawat inap :
diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas
kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan
penyakitnya.
3. Balita KEP berat : harus dirawat inap di RS dan dilaksanakan sesuai pemenuhan
kebutuhan nutrisinya.

X. PROSES KEPERAWATAN
1. Langkah proskep
Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian,
Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisasi, dan
meliputi tiga aktivitas dasar yaitu :
1. Mengumpulkan data secara sistematis,
2. Memilah dan mengatur data yang dikumpulkan,dan
3. Mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali.
2. Diagnosis keperawatan,
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau masalah actual
atau risiko dalam rangka mengidentifikasikan dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mnegurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung
jawabnya ( Carpenito, 1983).
3. Perencanaan,
Perencanaan adalah bagian dari fase perorganisasian dalam proses keperawatan yang meliputi tujuan
keperawatan,penetapan,pemecahan masalah,dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi
masalah pasien
4. Implementasi,
Pada proses keperawatan, Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan, berdasarkan terminilogi NIC, implementasi terdiri dari melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khhusus yang diperlukan untuk
melakukan intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian
mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap
tindakan tersebut.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai.
Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap
penbgkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan (ingatavivius & bayne, 1994).
2. Jelaskan prosekep adalah sebuah siklus
Proses keperawatan berjalan secara siklik atau berulang dari pengkajian sampai dengan evaluasi,
demikian seterusnya apabila diperlukan pengkajian ulang (re-assessment), sampai masalah klien
teratasi atau klien dapat mandiri memenuhi kebutuhan kesehatan atau keperawatannya
3. .Keuntungan pasien menerapan proskep dalam askep
a. Aspek keperawatan yang diterima bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah
b. Merangsang partisipasi pasien dalam perawatan dirinya (self care)
c. Kelanjutan asuhan
d. Terhindar dari mal-praktik
XI. kOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. langkah – langjah komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan :
Selanjutnya, terdapat empat tahap atau fase dalam komunikasi terapeutik menurut Stuart dan
Sundeen (1998), yang dapat dijelaskan di bawah ini.
a. Tahap Pre-interaksi
Tahap pertama ini merupakan tahap dimana perawat belum bertemu dengan pasien.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah menggali perasaan, fantasi dan rasa takut dalam
diri sendiri; menganalisis kekuatan dan keterbatasan profesional diri sendiri;
mengumpulkan data tentang klien jika memungkinkan; dan merencanakan untuk
pertemuan pertama dengan klien.
b. Tahap orientasi
Yakni tahap dimana perawat pertama kali bertemu dengan klien. Tugas perawat dalam
tahap ini meliputi: menetapkan alasan klien untuk mencari bantuan; membina rasa
percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka; menggali pikiran, perasaan dan tindakan-
tindakan klien; mengidentifikasi masalah klien; menetapkan tujuan dengan klien; dan,
merumuskan bersama kontrak yang bersifat saling menguntungkan dengan mencakupkan
nama, peran, tanggung jawab, harapan, tujuan, tepat pertemuan, waktu pertemuan,
kondisi untuk terminasi dan kerahasiaan.
c. Tahap kerja
Tahap komunikasi terapeutik yang ketiga ini adalah tahap dimana perawat memulai
kegiatan komunikasi. Tugas perawat pada tahap ini adalah menggali stresor yang relevan;
meningkatkan pengembanganpenghayatan dan penggunaan mekanisme koping klien
yang konstruktif; serta membahas dan atasi perilaku resisten.
d. Tahap terminasi
Tahap terminasi adalah tahap dimana perawat akan menghentikan interaksi dengan klien,
tahap ini bisa merupakan tahap perpisahan atau terminasi sementara ataupun perpisahan
atau terminasi akhir. Tugas perawat pada tahap ini adalah: membina realitas tentang
perpisahan; meninjau kemampuan terapi dan pencapaian tujuan-tujuan; serta menggali
secara timbal balik perasaan penolakan, kesedihan dan kemarahan serta perilaku yang
terkait lainnya.
XII. TB, GAGAL JANTUNG,, dll
1. Penatalaksanaan pasien TB

Prinsip Pengobatan TBC


Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang
dipakai adalah :

 Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.
 Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.

Tahap Intensif Pengobatan TB


o Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
o Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan Pengobatan TB


o Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
2. Penatalaksanaan pasien gagal jantug

Prinsip Tatalaksana CHF


Prinsip penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung kongestif meliputi manipulasi terhadap
tiga hal yang menjadi penentu utama fungsi jantung, yaitu: (1) beban awal, (2) kontraktilitas dan
(3) beban akhir.

1. Pengurangan beban awal


Pembatasan asupan garam dalam makanan mengurangi beban awal dengan cara menurunkan
retensi cairan. Apabila gejala menetap dengan pembatasan garan yang sedang, diperlukan
pemberian diuretik oral untuk mengatasi retensi natrium dan air. Biasanya, diberikan regimen
diuretik maksimum sebelum dilakukan pembatasan asupan natrium yang ketat.

Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal melalui redistribusi darah dari sentral ke
sirkulasi perifer. Venodilatasi menyebabkan mengalirnya darah ke perifer dan mengurangi aliran
balik vena ke jantung. Pada situasi yang ekstrim mungkin diperlukan pengeluaran cairan
menggunakan dialisis untuk menunjang fungsi miokardium.

2. Peningkatan kontraktilitas
Obat-obatan inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Golongan inotropik yang
dapat dipakai adalah (1) glikosida digitalis, dan (2) obat nonglikosida. Obat nonglikosida
meliputi amin simpatomimetik dan penghambat fosfodiesterase (seperti amrinon dan
enoksimon). Amin simpatomimetik meningkatkan kontraktilitas secara lansung dengan
merangsang reseptor beta adrenergik pada miokardium. Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim
yang menyebabkan pemecahan suatu senyawa siklik adenosin mono fosfat (cAMP), yang
memulai perpindahan kalsium ke dalam sel. Penghambat PDE meningkatkan kadar cAMP
dalam darah, sehingga meningkatkan kadar kalsium intrasel.

3. Pengurangan beban akhir

Dua respon kompensatorik terhadap jantung (aktivasi sistem saraf simpatis dan sistim renin-
angiotensin-aldosteron) menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan selanjutnya meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel dan beban akhir. Dengan meningkatkan beban akhir, beban
jantung bertambah dan curah jantung menurun. Vasodilator arteri akan menekan efek negatif
diatas. Vasodilator yang umum dipakai mengakibatkan dilatasi vaskular melalui dua cara, yaitu
(1) dilatasi lansung otot polos pembuluh darah, dan (2) hambatan enzim pengkonversi
angiotensin. Vasodilator lansung seperti hidralazin dan nitrat yang sering digunakan secara
kombinasi dengan ACE inhibitor atau dapat diggunakan sendiri jika ACE inhibitor tidak dapat
ditoleransi.

Penghambat enzim pengkonversi angiotensin (ACE inhibitor, seperti kaptopril dan enalapril)
menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, yang akan mencegah vasokonstriksi
yang diinduksi angiotensin, dan menghambat produksi aldosteron dan retensi cairan.
Vasodilator arteri mengurangi tahanan terhadap ejeksi ventrikel, sehingga ejeksi ventrikel dapat
lebih mudah dan lebih sempurna, sehingga beban jantung berkurang dan curah jantung
meningkat.

3. Penatalaksanaan pasien hepatitis

4. Tidak ada obat spesifik untuk anak yang sudah terbukti menderita infeksi virus
Hepatitis A. Infeksi virus ini, sama seperti sebagian besar infeksi virus lainnya,
adalah penyakit yang seharusnya dapat sembuh sendiri paling lama enam bulan.
Jika seorang anak menderita infeksi virus Hepatitis A, yang dilakukan adalah
membatasi aktivitas fisik anak, terutama yang bersifat kompetitif, selama nilai tes
fungsi hatinya masih belum normal.
5. Pada anak juga harus dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium secara
berkala untuk melihat aktivitas penyakit dan mendeteksi komplikasi sedini
mungkin. Opname di rumah sakit biasanya dilakukan hanya untuk kondisi
tertentu seperti kekurangan cairan berat karena mual muntah hebat atau
kesuliltan makan, nilai tes fungsi hati (SGOT-SGPT) di atas 10 kali batas atas
nilai normal serta bila memang sudah terjadi komplikasi dengan gejala yang
telah disebutkan di atas. Ingat, hindari anak dari obat-obatan atau makanan yang
dapat merusak hati serta memberikan makanan dengan kadar lemak.
6. Mengingat bahwa hepatitis virus B selain dapat menimbulkan tanda-tanda akut,
sering pula dapat menyebabkan kronis. Oleh karena itu pengelolaan penderita
hepatitis virus B dibagi atas: akut dan kronis. (Soemoharjo, 2002)
7. Pengelolaan Hepatitis Virus B Akut:
8. a) Pada stadium akut
9. 1) Istirahat mutlak/tirah baring.
10. Ini merupakan perawatan baku yang sudah lama dianjurkan kepada penderita
dengan hepatitis virus akut. Lamanya istirahat mutlak yang dianjurkan tergantung
pada keadaan umum penderita dan hasil tes faal hati, terutama terhadap kadar
bilirubin serum.
11. 2) Diit.
12. Pada prinsipnya penderita seharusnya mendapat diet cukup kalori.Padastadium
dini persoalannya ialah bahwa penderita mengeluh mual, dan bahkan muntah,
disamping hal yang menganggu yaitu tidak nafsu makan.Dalamkeadaan ini jika
dianggap perlu pemberian makanan dapat dibantu dengan pemberian infus
cairan glukosa.Bilamana nafsu makan sudah timbul, dan rasa mual sudah
berkurang, makanan penderita sebaiknya diganti dengan makan nasi dengan diit
kaya protein.Pemberian protein sebaiknya dimulai dengan 50 mg/kg BB,
kemudian dinaikkan sedikit demi sedikit sampai mencapai 100 mg/kg BB,
dengan maksud untuk membantu memperbaiki sel-sel parenkim hati.
13. 3) Obat-obatan.
14. Pada saat ini belum ada obat yang mempunyai khasiat memperbaiki
kematian/kerusakan sel hati dan memperpendek perjalanan penyakit hepatitis
virus akut.
15.
16. b) Pada Stadium Konvalesensi
17. Kegiatan fisik perlu dibatasi selama 3 bulan setelah HbsAg menjadi negatif, agar
jangan terlalu capai dan memberatkan fungsi hati
Diit yang tetap dibatasi yaitu terhadap makanan dan minuman yang
mengandung alkohol.
18. Terapi medikamentosa tetap diberikan terutama obat-
obatan hepatotropik.Danhendaknya berhati-hati memberikan obat lainnya yang
dapat menimbulkan hepatotoksik.
19. Mengingat bahwa penderita ini menderita hepatitis virus B, yang tidak jarang
terjadi menjadi kronis, maka perlu sekali pemeriksaan HbsAg, Anti HBs, Anti-
HBc sebulan sekali dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan AFP dan USG secara
teratur misalnya tiap 4-6 bulan. (9)
20.
c) Pengelolaan Hepatitis B Kronik
21. Tujuan pengobatan tentu saja untuk mengharapkan penyembuhan total dari
infeksi virus hepatitis B, diharapkan bahwa virus tersebut dapat dihilangkan di
dalam tubuh dan terjadi penyembuhan penyakit hatinya. Hal ini ditandai dengan
menghilangnya HBsAg, DNA polymerase dan HBV DNA dan juga perubahan
nilai SGOT dan SGPT (enzim hati) ke dalam batasnormal.(Ranuh, 2001)
22. Pengobatan yang dilakukan terutama bersifat dukungan dan mencakup istirahat,
hidrasi, dan asupan makanan yang adekuat.Hospitalisasi diindikasikan bila
terdapat muntah, dehidrasi, faktor pembekuan abnormal, atau tanda-tanda gagal
hati, yang membahayakan (gelisah, perubahan kepribadian, letargi, penurunan
tingkat kesadaran, dan perdarahan). Terapi IV, studi laboratorium yang
berulangkali, dan pemeriksaan fisik terhadap perkembangan penyakit adalah
tujuan utama penatalaksanaan di rumah sakit.
23. Berikut ini adalah obat-obat yang dapta digunakan :
24. 1) Globulin imun (Ig) – digunakan sebagai profilaksis sebelum dan sesudah
terpajan hepatitis A (diberikan dalam waktu 2 minggu setelah pemajanan)
25. 2) HBIG – diberikan sebagai profilaksis setelah pemajanan (tidak divaksinasi :
diberikan per IM dan mulai dengan vaksin HB. Divaksinasi : diberikan per IM
ditambah dosis booster. Perinatal : 0,5 ml per IM dalam 12 jam setelah kelahiran)
26. 3) Vaksin Hepatitis B (Hevtavax B) – digunakan untuk mencegah munculnya
hepatitis B (Perinatal : diberikan per IM dalam 12 jam setelah kelahiran, diulangi
pada usia 1 dan 6 bulan. Anak-anak yang berusia kurang dari 10 tahun. Tiga
dosis IM (paha anterolateral / deltoid), dua dosis pertama diberikan berselang 1
bulan, dan booster diberikan 6 bulan setelah dosis pertama. Anak-anak yang
berusia lebih dari 10 tahun. Diberikan tiga dosis ke dalam otot deltoid. Perhatikan
bahwa anak yang menjalankan hemodialisis jangka panjang dan anak dengan
sindrom Down harus divaksinasi secara rutin karena tingginya resiko
memperoleh infeksi Hepatitis B ini).
27. Penatalaksanaan pasien stroke fase akut
Pada fase akut, sasaran pengobatan adalah untuk menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan harus menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup. Memantau
jalan nafas, fungsi pernafasan dan sirkulasi serta penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah
dan metabolisme otak yang menderita.
28. Penatalaksanaan pasien gagal ginjal kronik

penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut (GGA) bersifat suportif, yaitu perbaikan cairan,
tekanan darah, elektrolit dan terapi pengganti ginjal.

Prinsip pengobatan dari GGA berdasarkan dari stadium penyakitnya yang


direkomendasikan oleh KDIGO adalah[1]:
Stadium Gagal Ginjal Akut (menurut KDIGO)
Risiko Tinggi 1 2 3
Pertimbangkan untuk menghentikan obat-obatan nefrotoksik
Evaluasi untuk memastikan status volume cairan di tubuh dan perfusi jaringan
Pertimbangkan pemantauan hemodinamik fungsional
Pemantauan kreatinin darah dan keluaran urin
Hindari hiperglikemia
Pertimbangkan untuk menghindari prosedur yang menggunakan radiokontras
Pemeriksaan diagnostik non-invasif
Pertimbangkan pemeriksaan diagnostik invasif
Periksa penyesuaian dosis obat
Pertimbangkan terapi pengganti ginjal
Pertimbangkan perawatan intensif
Pertimbangkan
untuk menghindari
kateter subklavia
Tulisan tebal mengindikasikan prosedur yang dapat dilakukan di semua stadium.
Gambar 1. Bagan prinsip pengobatan Gagal Ginjal Akut. Disadur ulang dari KDIGO
Clinical Practice Guideline for Acute Kidney Injury (2012)
Dalam pengobatan GGA, penyebab harus dicari dan dilakukan tata laksana terhadap
penyebab tersebut. Pengobatan GGA bersifat “suportif” dan sampai sejauh ini belum
ditemukan pengobatan yang terapeutik. Beberapa modalitas pengobatan GGA tanpa
terapi pengganti ginjal[1,4]:
Status cairan
 Bila terdapat kekurangan cairan pada pasien dengan risiko atau sudah mengalami
GGA, sebaiknya resusitasi dilakukan dengan cairan kristaloid isotonik

 Pengobatan dengan diuretik tidak disarankan untuk mencegah GGA, kecuali bila
terbukti adanya kelebihan cairan tubuh

 Furosemide digunakan untuk mengeluarkan cairan pada saat ginjal masih berespon
dengan obat ini. Respon ginjal terhadap furosemid dapat dikatakan sebagai tanda
prognosis yang baik.

Tekanan darah dengan target mean arterial pressure minimal 65 mm Hg


 Penggunaan dopamine dalam dosis rendah (≤ 5 mcg/kgBB/menit) tidak dianjurkan
karena hanya memberikan efek sementara perbaikan fisiologis ginjal dan tidak
memberikan keuntungan klinis berikutnya[14]
Gangguan elektrolit
 Hiperkalemia berat (≥ 6.5 mmol/L) atau dengan perubahan EKG (contoh: gelombang T
tinggi):

 Diberikan 5 – 10 unit insulin dengan dextrose agar terjadi pergerakan kalium ke intrasel

 Kalsium glukonas (10 mL pada konsentrasi 10%) diberikan dalam 5 menit secara
intravena, digunakan untuk stabilisasi membran sel dan menurunkan risiko aritmia

 Pilihan pengobatan lain untuk hiperkalemia

 Sodium polystyrene sulfonate


 Diuretik (furosemid)

 Diet rendah kalium

 Pada pasien neonatus dengan asfiksia perinatal yang berat dan risiko tinggi menjadi
GGA, direkomendasikan digunakan teofilin dosis tunggal

Diet dan gula darah


 Total energi yang disarankan untuk diberikan adalah 20 – 30 kkal/kgBB/hari

 Total protein yang disarankan untuk diberikan:

 8 – 1.0 gr/kgBB/hari pada GGA tanpa dialisis

 0 – 1.5 gr/kgBB/hari pada GGA dengan atau memerlukan dialisis

 Maksimum 1.7 gr/kgBB/hari pada GGA dengan continous renal replacement


therapy (CRRT)
 Menghindari obat-obatan nefrotoksik seperti contohnya:

 Aminoglikosida

 Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS)

 Obat-obatan kemoterapi untuk kanker

 Radiokontras

Terapi pengganti ginjal seperti cuci darah pada GGA[1,4]


 Dilakukan secara segera (cito) apabila terdapat kondisi dari GGA yang mengancam
nyawa, seperti:
 Kelebihan cairan yang tidak dapat ditangani dengan obat-obatan

 Asidosis yang tidak dapat ditangani dengan obat-obatan

 Perikarditis atau pleuiritis uremicum

 Keracunan dan intoksikasi (seperti: lithium dan alkohol)

 Dapat dihentikan bila sudah tidak diperlukan lagi karena fungsi ginjal sudah bisa
mencukupi kebutuhan pasien
XIII. MASALAH KEP PADA SISTEM TUBUH
1. 3 masalah keperawatan utama pada system :
a. Pernafasan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2) Ketidakefektifan pola nafas
3) Gangguan pertukaran gas
b. Persyarafan
1) Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi,
perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
2) Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia,
flaksid/ paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif.
3) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.
c. Kardiovaskular
1) Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2) (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;
infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan
kerusakan septum.
3) (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
d. Perkemihan
1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada jaringan mukosa saluran perkemihan yang
dimanifestasikan oleh adanya nyeri pada saat berkemih, nyeri pinggang, nyeri supra
pubik, low back pain dan spasme kandung kemih
2) Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan adanya infeksi saluran kemih yang
dimanifestasikan oleh adanya nocturia, inkontinensia dan hematuri.
3) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
dan anoreksia.
e. Pencernaan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan makan,
ketidakmampuan mencerna makanan, kedidakmampuan mengabsorpsi nutrien,
kurang asupan makanan
3) Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit
2. Rencana Tindakan dari salah satu masalah yang dipilih dari jawaban di atas

1. Nyeri akut b.d iskemia miokard akibat sumbatan arteri coroner


Intervensi Keperawatan Rasional

Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam


Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi),
variasi respon verbal non verbal yang juga bersifat
catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan
individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk
hemo-dinamik
menetukan intervensi yang tepat

Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk
perhatian yang tulus kepada klien. keadaan nyeri yang terjadi

Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan


memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri

Bantu melakukan teknik relaksasi (napas


dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan
imajinasi)

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:


Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat,
Nitro-Dur) Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner
yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard

Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan


Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol
rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard
(Visken), propanolol (Inderal)
yang buruk)
 Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk
Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol) menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri
berulang yang tak dapat dihilangkan dengan
nitrogliserin.

Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat


Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan
diltiazem (Prokardia). preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di
antaranya bekerja sebagai antiaritmia

XIV. OKSIGEN
 Cara pemberian oksigen melalui masker
1) Siapkan alat serta pasien
2) Terangkan prosedur pada klien
3) Atur posisi yang nyaman pada klien (semi fowler)
4) Hubungkan selang oksigen pada sungkup muka sederhana dengan humidiflier.
5) Tepatkan sungkup muka sederhana, sehingga menutupi hidung dan mulut klien
6) Lingkarkan karet sungkunp kepada kepala klien agar tidak lepas
7) Alirkan oksigen sesuai kebutuhan.
 Cara peasanngan NGT
Adapun langkah-lagkah pada prosedur pemasangan NGT yang benar adalah
sebagai berikut :
A. Tahap Prainteraksi
1. Cek catatan medis dan perawatan.
2. Cuci tangan.
3. Menyiapkan alat dan bahan serta obat-obatan yang akan digunakan.
B. Tahap Orientasi dan Pemasangan
1. Memberi salam dan menyapa pasien.
2. Panggil pasien dengan namanya serta memperkenalkan diri.
3. Menerangkan prosedur tentang tindakan yang akan dilakukan dan tujuan
tindakan pemasangan NGT.
4. Atur posisi pasien (tidur telentang dengan kepala ditinggikan pakai 1-2
bantal) sehingga mempermudah pada saat pemasangan NGT dilakukan.
5. Petugas menggunakan sarung tangan.
6. Ukur panjang tube/selang yang akan digunakan dengan menggunakan
metode :
 Metode tradisional; Ukur jarak dari puncak lubang hidung kedaun
telinga dan keprosesus xipoideus di strenum.
 Metode Hanson; Mula-mula ditandai 50 cm pada tube / selang lalu
lakukan pengukuran dengan metode tradisional. Selang yang akan
dimasukkan pertengahan antara 50 cm dengan tanda tradisional.
7. Beri tanda pada panjang selang yang sudah diukur dengan plester.
8. Oleskan jelly pada selang NGT sepanjang 10-20 cm.
9. Informasikan kepada pelanggan bahwa selang akan dimasukkan melalui
hidung dan instruksikan kepada pasien agar menelan perlahan.
10. Jika selang NGT sudah masuk periksa letak selang dengan cara :
 Pasang spuit yang telah diisi udara kira-kira 10-20 ml lalu dorong
sehingga udara masuk kedalam lambung kemudia dengarkan dengan
menggunakan stetoskop di daerah lambung.
 Masukkan ujung bagian luar selang NGT kedalam mangkok yang berisi
air. Jika ada gelembung udara berarti masuk kedalam paru-paru, jika
tidak ada gelembung udara berarti masuk kedalam lambung.
11. Fiksasi selang NGT dengan plester dan hindari penekanan pada
hidung.
12. Tutup ujung luar NGT.
 ROM AKTIF
 Latihan aktif anggota gerak atas dan bawah
 a. Latihan I
 o Angkat tangan yang kontraktur menggunakan tangan yang sehat ke atas
 o Letakan kedua tangan diatas kepala
 o Kembalikan tangan ke posisi semula
 b. Latihan II
 o Angkat tangan yang kontraktur melewati dada ke arah tangan yang sehat
 o Kembalikan ke posisi semula
 c. Latihan III
 o Angkat tangan yang lemah menggunakan tangan yang sehat ke atas
 o Kembalikan ke posisi semula
 d. Latihan IV
 o Tekuk siku yang kontraktur mengunakan tangan yang sehat
 o Luruskan siku kemudian angkat ketas
 o Letakan kembali tangan yang kontraktur ditempat tidur.
 e. Latihan V
 o Pegang pergelangan tangan yang kontraktur mengunakan tangan yang sehat angkat keatas dada
 o Putar pengelangan tangan ke arah dalam dan ke arah luar
 f. Latihan VI
 o Tekuk jari-jari yang kontraktur dengan tangan yang sehat kemudian luruskan
 o Putar ibu jari yang lemah mengunakan tangan yang sehat
 g. Latihan VII
 o Letakan kaki yang seht dibawah yang kontraktur
 o Turunkan kaki yang sehat sehingga punggung kaki yang sehat dibawah pergelangan kaki yang
kontraktur
 o Angkat kedua kaki ke atas dengan bantuan kaki yang sehat, kemudian turunkan pelan-pelan.
 h. Latihan VIII
 o Angkat kaki yang kontraktur mengunakan kaki yang sehat ke atas sekitar 3 cm
 o Ayunkan kedua kaki sejauh mungkin kearah satu sisi kemudian ke sisi yang satunya lagi
 o Kembali ke posisi semula dan ulang sekali lagi
 i. Latihan IX
 o Anjurkan pasien untuk menekuk lututnya, bantu pegang pada lutut yang kontraktur dengan tangan Satu
 o Dengan tangan lainnya penolong memegang pingang pasien
 o Anjurkan pasien untuk memegang bokongnya
 o Kembali keposisi semula dan ulangi sekali lagi

 Pemeriksaan fisik jantung

Persiapan Alat
1. Stetoskop
2. Senter kecil
prosedur pelaksanaan
Inspeksi dan Palpasi
1. Atur posisi pasien telentang dengan anda di sebelah kanan pasien
2. Identifikasi tanda pada dada dengan mempalpasi sudut sternal, yang teraba
menyerupai tonjolan datar memanjang pada sternum, sekitar 5 cm di bawah takik
sternal
3. Gerakkan jari anda ke bawah di kedua sisi sudut untuk menentukan kosta ke dua
4. Palpasi ruang interkosta ke-2 kanan untuk menentukan area aorta dan ruang
interkosta ke-2 kiri untuk area pulmonal
5. Amati, kemudian palpasi area aorta dan area paru untuk mengetahui ada/tidaknya
pulsasi
6. Palpasi ruang interkosta ke-5 kiri untuk menentukan area trikuspidalis atau area
vestikular kanan. Amati adanya pulsasi
7. Dari area trikuspidalis, geser ujung jari secara lateral sekitar 5-7 cm ke garis
midklavikula kiri untuk menentukan area apeks atau titik impuls maksimal
8. Perhatikan dan palpasi area sekitar apeks untuk melakukan pengkajian pulsasi
9. Untuk pengkajian pada pulsasi aorta, perhatikan dan palpasi pada area epigastrik
yaitu tepat di bawah ujung sternum
Perkusi
1. Lepaskan pakaian pasien dan jelaskan apa yang akan dilakukan
2. Lakukan perkusi dari lateral kiri ke medial untuk mengetahui batas kanan jantung
3. Lakukan perkusi dari sisi kanan ke kiri untuk mengetahui batas kanan jantung
4. Lakukan perkusi dari atas ke bawah untuk menentukan batas atas jantung
5. Bunyi redup menunjukkan jantung di bawah area perkusi
Auskultasi
1. Anjurkan pasien untuk bernafas normal, kemudian minta pasien untuk menahan
nafas saat ekspirasi
2. Dengarkan bunyi jantung pertama (S1) sementara mempalpasi nadi karotis,
perhatikan adanya splitting S1 (bunyi S1 ganda yang terjadi dalam waktu yang hampir
bersamaan)
3. Pada awal sistole dan selama periode diastole, dengarkan secara seksama untuk
mengetahui adanya bunyi tambahan
4. Anjurkan pasien untuk bernafas normal, kemudian dengarkan S2 secara seksama
untuk mengetahui adanya splitting S2 saat inspirasi
5. Kaji frekuensi jantung, yaitu setelah bunyi S1 dan S2 terdengar jelas seperti "lub
dup", hitung setiap kombinasi S1 dan S2 sebagai satu denyut jantung dan hitung
selama 1 menit

XV. INHALASI
1. Alat – alat innhalasi
- Inhaler
- Nebulizer kit
2. Langkah – lagkah pemberian inhalasi

Prosedur kerja 1. Tahap pra interaksi


a. Cek catatan keperawatan
b. Siapkan alat-alat
c. Cuci tangan
2. Tahap orientasi
a. Berikan salam, panggil klien dengan namanya.
b. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan klien dan keluarga.
3. Tahap kerja
a. Dekatkan alat-alat dengan klien
b. Hubungkan nebulizer dengan oksigen
c. Hubungkan nebulizer dengan listrik
d. Waktu dan kelembaban di stel sesuai dengan kondisi pasien
e. Sebelum nebulizer diberikan, dengar dahulu suara napas
f. Anjurkan klien napas panjang dan menghisap udara yang keluar melalui
nebulizer, penghisapan udara dilakukan dari hidung dan keluar melalui
mulut
g. Setelah 10 kali napas, anjurkan klien untuk batuk dan mengeluarkan
dahaknya
h. Stop nebulizer, lakukan clapping untuk mempermudah mengeluarkan sekret
i. Dengarkan lagi suara napas dengan stetoscope
j. Apabila masih terdengar suara ronchi, dapat diulangi lagi
k. Mulut klien dibersihkan dengan tissue
l. Alat-alat dibereskan
3. Evaluasi hasil tindakan inhalasi
- Evaluasi respon klien (Menanyakan kepada klien bagaimana pak/bu setelah dipasang alat
Nebulizer apakah sesak berkurang)
XVI. LEUPOLD
1. Tujuan pemeriksaan leupold 1-4 pada bumil
- Leopold I : Tujuan : Untuk menentukan umur kehamilan serta bagian tubuh apa yang terdapat didalam
fundus uteri.
- Leupold II : Untuk menentukan dimana punggung anak dan dimana letak bagian-bagian kecil.
Caranya
- Leupold III : Untuk mengetahui apa yang ada pada bagian bawah dan bagian bawah sudah terpegang
oleh PAP (Pintu Atas Panggul) besar.
- Leupold IV : Guna menentukan bagian bawah dalam Rahim dan seberapa masuknya bagian bawah
tersebut ke dalam PAP.
2. Persiapan alat :
- Alat tenun dan sebuah bantal
- Fetoskop/pinard’s stethoscope
- Metelin
3. Persiapan pasien dan lingkungan

4. Langkah langkah leupold 1-4

A. Persiapan alat

 Alat tenun dan sebuah bantal


1.  Fetoskop/pinard’s stethoscope

 Metelin

B. Tahap pre-interaksi
2. Baca catatan keperawatan dan catatan medis klien
3. Siapkan alat-alat
4. Cuci tangan
C. Tahap orientasi
5. Berikan salam, panggil nama klien
6. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan lepada klien
D. Tahap Kerja
Berikan kesempatan bertanya sebelum kegiatan
7.
dilakukan
Sebelum melakukan tindakan, anjurkan klien untuk
8.
BAK terlebih dahulu
Pastikan privasi klien terjaga, kemudian anjurkan
9.
klien untuk melepaskan pakaian luar dan dalam
Persilahkan klilen untuk berbaring di tempat tidur
dengan satu bantal di bagian kepala, kemudian tutupi
10.
bagian tubuh klien yang tidak termasuk area yang
akan diperiksa
Lakukan manuver Leopold I
11. Posisikan pemeriksa menghadap ke kepala klien
Letakkan kedua belah telapak tangan di bawah
12.
fundus uteri klien
Lakukan palpasi dengan menggunakan ujung jari
13 untuk menentukan apa yang ada di bagian fundus
uteri.
14. Tentukan apa yang ada di bagian fundus uteri
Lakukan manuver Leopold II
15. Posisikan pemeriksa menghadap ke kepala klien
Letakkan kedua belah telapak tangan dikedua sisi
16.
abdomen
Pertahankan letak uterus dengan menggunakan
17.
tangan yang satu
Gunakan tangan yang lain untuk melakukan palpasi
18.
uterus di sisi yang lain.
Tentukan dimana letak punggung janin
Lakukan manuver Leopold III
19.

20. Posisikan pemeriksa menghadap ke kepala klien


Letakkan tiga ujung jari kedua tangan pada kedua sisi
21.
abdomen klien tepat di atas simfisis
Anjurkan klien untuk menarik nafas dalam dan
22.
menghembuskannya
Tekan jari tangan ke bawah secara perlahan dan
23. dalam di sekitar bagian presentasi, pada saat klien
menghembuskan nafas
24. Tentukan bagian apa yang menjadi presentasi
Lakukan manuver Leopold IV
25. Posisikan pemeriksa menghadap kaki klien
Letakkan kedua belah telapak tangan di kedua sisi
26.
abdomen
Gerakkan jari tangan secara perlahan ke sisi bawah
27.
abdomen ke arah pelvis
28. Palpasi bagian presentasi
29. Tentukan letak dan bagian presentasi tersebut
Lakukan pengukuran tinggi fundus uteri
Letakkan ujung alat ukur (meteran) di bagaian atas
30.
simfisis pubis
Ukur sepanjang garis tengah fundus uteri hingga
31. batas atas mengikuti kurve fundus (atau tanpa
mengikuti kurve fundus bagian atas)
32. Tentukan tinggi fundus uteri
Hitung perkiraan usia kehamilan dengan
menggunakan rumus Mc Donald

33.  Usia kehamilan (hitungan bulan) = TFU (cm) x 2/7

 Usia kehamilan (hitungan minggu) = TFU (cm) x


8/7

Lakukan penghitungan DJJ


Tentukan lokasi untuk mendengarkan DJJ dengan
memastikan posisi punggung janin atau pada area
34.
garis tengah fundus 2-3 cm di atas simfisis pubis
terus ke arah kuadran kiri
Letakkan feteskop/pinard stetoskop di area yang
35.
telah ditentukan untuk mendengarkan DJJ
36. Hitung DJJ dan tentukan hasil pemeriksaannya
E. Tahap terminasi
37. Evaluasi perasaan klien
38. Simpulkan hasil kegiatan
39. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
40. Kembalikan peralatan
41. Cuci tangan
F. Dokumentasi
42. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
5. Evaluasi (terlampir d table)
6. Dokumentasi (terlampir d table)
XVII. IMUNISASI
1. 2 jenis imunisasi yang diketahui
- BCG
- DPT
2. DPT untuk mencegah penyakit apa saja
- Penyakit difteri, pertusis, dan tetanus
3. Imunisasi yang wajib untuk bayi :
- Hepatitis B. Vaksin ini diberikan saat bayi baru lahir, paling baik diberikan
sebelum waktu 12 jam setelah bayi lahir. ...
- Polio. Vaksin polio diberikan sebanyak 4 kali sebelum bayi berusia 6 bulan. ...
- BCG. ...
- Campak. ...
- Pentavalen (DPT-HB-HiB)
4. Ciri ciri anak sehat
Menurut Departemen Kesehatan RI ciri anak sehat ada 9, yaitu:
- Ciri anak sehat ia akan tumbuh dengan baik, yang dapat dilihat dari naiknya berat dan
tinggi badan secara teratur dan proporsional.
- Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya.
- Tampak aktif atau gesit dan gembira.
- Mata bersih dan bersinar.
- Anak sehat nafsu makannya baik.
- Bibir dan lidah tampak segar.
- Pernapasan tidak berbau.
- Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering.
- Ciri anak sehat lainnya, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Secara sederhana, ciri anak sehat dilihat dari segi fisik, psikis dan sosialisasi adalah:
- Dilihat dari segi fisik ditandai dengan sehatnya badan dan pertumbuhan jasmani yang
normal.
- Segi psikis, anak yang sehat itu jiwanya berkembang secara wajar, pikiran bertambah
cerdas, perasaan bertambah peka, kemauan bersosialisasi baik.
- Dari segi sosialisasi, anak tampak aktif, gesit, dan gembira serta mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungannya
5. Penyahkkit yang sering terjadi pada anak
- iInfeksi saluran napas bawah
- HIV / AIDS Angka
- Malaria
- Diare
- Tuberkulosis
- Campak
- Batuk rejan
- Tetanus
- Infeksi selaput otak (meningitis)
- Difteri
XVIII. TEPID WATER SPONGE
1. Alat alat pemeberian tepid water sponge
- Termometer
- Sarung tangan
- Perlak
- Satu set pakaian bersih
- Wadah pakaian kotor
- Selimut mandi
- Waslap
- Baskom berisi air
- Handuk
- Termos berisi air panas
- Termometer air
2. Langkah – langkah pemberian water sponge

Prosedur Pelaksanaan
 Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
 Dekatkan peralatan dengan tempat tidur klien
 Tutup jendela atau gorden untuk menjaga privasi
 Cuci tangan
 Kenakan sarung tangan
 Ukur suhu tubuh klien
 Tuang air panas ke dalam baskom berisi air hingga suhu air mencapai 40-46 derajat
celcius (diukur dengan menggunakan termometer air)
 Pasang perlak di bawah tubuh pasien
 Pasang selimut mandi
 Lepaskan pakaian pasien
 Celupkan waslap ke dalam baskom dan usapkan ke seluruh tubuh pasien. Ulangi
tindakan tersebut beberapa kali setelah kulit pasien kering
 Kaji perubahan suhu setiap 15-20 menit sekali
 Hentikan prosedur jika suhu tubuh mendekati normal
 Keringkan tubuh pasien dengan handuk
 Rapikan peralatan
 Lepaskan sarung tangan
 Bantu pasien merapikan pakaian dan tempat tidurnya
 Kaji kenyamanan pasien
 Cuci tangan
 Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan
3. Evaluasi tindakan :
- Respon pasien terhadap tindakan
- Suhu tubuh pasien
XIX. BUMIL
1. Diagnose keperawatan yang muncul pada bumil
- Ansietas berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik pada saat hamil
- Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nausea dan
tenggorokan yang kering pada awal kehamilan
- Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan anatomi dan fisiologis kehamilan
- Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan perubahan fisiologis kehamilan
- Nyeri akut berhubungan dengan perubahan fisiologis pada kehamilan
- Kurang pengetahuan tentang kehamilan dan proses persalinan berhubungan dengan
kurangnya informasi.
2. Tanda – tanda permulaan intra natal
- Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur
- Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak robekan kecil pada serviks
- Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
- Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada
3. Sebutkan macam – macam lochea
Jenis – Jenis Lochea menurut Suherni (2009), yaitu :
1) Lochea rubra (Cruenta) : ini berisi darah segar sisa – sisa selaput ketuban, sel – sel desidua,
vernix caseosa, lanugo dan meconium, selama 2 hari pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta : warnanya merah kuning berisi darah dan lender. Ini terjadi pada hari
ke – 3 – 7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari ke – 7 – 14
pasca persalinan.
4) Lochea alba : cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu pasca persalinan.
5) Lochea parulenta : ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
6) Lochiotosis : lochea tidak lancar keluarnya.
4. Penangana ante natal pada ibu hamil
5. Langkah-langkah dalam perawtan kehamilan / ANC
6. a. Timbang berat badan dan tinggi badan
7. Tinggi badan diperiksa sekali pada saat ibu hamil datang pertama kali kunjungan,
dilakukan utnuk mendeteksi tinggi badan ibu yagn berguna untuk mengkategorikan
adanya resiko apabila hasil pengukuran < 145 cm (Rochayati, 2000). Berat badan diukur
setiap ibu datang atau berkunjung untuk mengetahui kenaikan BB atau penurunan BB.
Kenaikan BB ibu hamil normal rata-rata antara 6,5 kg sampai 16 kg (wiknojosastro,
2000).
8.
9. b. Tekanan darah
10. Diukur dan diperiksa setiap kali ibu datang atau berkunjung. Pemeriksaan tekanan darah
sangat penting untuk mengetaui standar normal, tinggi atau rndah. Deteksi tekanan darah
yang cenderung naik diwaspadai adanya gejala ke arah hipertensi dan preeklamsi. Apabial
turun dibawah normal kita pikirkan ke arah anemia. Tekanan darah normal berkisar
systole/diastole: 110/80-120/80 mmHg (winkjosastro, 2000)
11. c. Pengukuran tinggi fundus uteri
12. Pengukuran tinggi fundus uteri dengan menggunakan pita sentimeter, letakkan titik nol
pada tepi atas sympisis dan rentangkan sampai fundus uteri (fundus tidak boleh ditekan).
Tinggi Fundus Uteri Umur Kehamilan Dalam
No
(cm) Minggu
1 12 cm 12
2 16 cm 16
3 20 cm 20
4 24 cm 24
5 28 cm 28
6 32 cm 32
7 36 cm 36
8 40 cm 40
13.
14. d. Pemberian tablet tambah darah (Tablet Fe)
15. Tablet ini mengandung 200 mg Sulfat Ferosus 0,25 mg asam folat yang diikat dengan
laktosa. Tujuan pemberian tablet Fe adalah untuk memenuhi kebutuhan Fe pada ibu
hamnil dan nifas, karena pada masa kehamilan kebutuhannya meningkat seiring dengan
pertumbuhan janin (Dep. Kes RI, 1997). Zat besi ini penting untuk mengkompensasi
peningkatan volume darah yagn terjadia selama kehamilan dan untuk memastikan
pertumbuhan dan perkembangan janin yagn adekuat (pusdiknakes, 2003) cara pemberian
adalah satu tablet Fe per hari, sesudah makan, selama masa kehamilan dan nifas.
16. Perlu diberitahukan kepada ibu kepada ibu bahwa normal bila warna tinja mungkin
menjadi hitam setelah makan obat ini (Dep. Kes RI, 1997). Dosis tersebut tidak
mencukupi pada ibu hamil yang mengalami anemia, terutamapada anemia berat (8 gr%
atau kurang). Dosis yang dibutuhkan adalah sebanyak 1-2 x 100 mg/hari selama 2 bulan
sampai dengan melahirkan.
17. e. Pemberian inunisasi TT
18. Tujuan pemberian TT adalah untuk melindungi janin dari tetanus neonatorum. Efek
samping vaksin TT yaitu nyeri, kemerah-merahan dan bengkak untuk 1-2 hari pada
tempat penyuntikan. Ini akan sembuh dan tidak perlu pengobatan.
19.
Imunisasi Interval % perlindungan Masa Perlindungan
TT 1 Pada kunjungan ANC 0% Tidak ada
pertama
TT 2 4 minggu setelah TT 1 80% 3 tahun
TT 3 6 bulan setelah TT 2 95% 5 tahun
TT 4 1 tahun setelah TT 3 99% 10 tahun
TT 5 1 tahun setelah TT 4 99% 25 tahun/seumur hidup

20. f. Pemeriksaan Hb
21. Jenis pemeriksaan Hb yang sederhana yakni dengan car aTalquis dan dengan cara sahli.
Pemeriksaan Hb dilakukan pada kunjungan ibu hamil yagn pertama kali, lalu periksa lagi
menjelang persalinan. Pemeriksaan Hb adalah salah satu uapaya untuk mendeteksi
anemia pada ibu hamil.
22. g. Pemeriksaan protein urine
23. Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui adanya protein dalam urin ibu hamil. Adapun
pemeriksaannya dengan asam asetat 2-3 % ditujukan pada ibu hamil dengan riwayat
tekanan darah tinggi, kaki oedema. Pemeriksaan rutin urin protein ini umumnya
mendeteksi ibnu hamil ke arah preeklamsia.
24. h. Pengambilan darah untuk pemeriksaan VDRL
25. Pemeriksaan Veneral Dease Research Laboratory (VDRL) adalah untuk mengetahui adanya
treponema pallidum/penyakit menular seksual, atnara lain syphilis. Pemeriksaan kepada
ibu hamil yagn pertama kali datang diambil spesimen darah vena ± 2 cc. Apabila hasil tes
dinyatakan positif, ibu hamil dilakukan pengobatan.rujukan. akibat fatal yagn terjadi
adalah kematian janin pada kehamilan < 16 minggu, pada kehamilan lanjut dapat
menyebabkan kelahiran premature, cacat bawaan (saefudin, 2000).
26. i. Pemeriksaan urine reduksi
27. Dilakukan pemeriksaan urine reduksi hanya kepada ibu dengan indikasi penyakit gula/DM
atau riwayat penyakit gula pada keluarga ibu dan suami. Bila hasil pemeriksaan urine
reduksi positif (+) perlu diikuti pemeriksaan gula darah untuk memastikan adanya
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG). Diabetes Mellitus Gestasional apda ibu dapat
mengakibatkan adanya penyakti berupa pre eklamsia, polihidramnion, bayi besar
(Saefudin, 2000).
28. j. Perawatan Payudara
29. Meliputi senam payudara, perawatan payudara, pijat tekan payudara yagn ditujukan
kepada ibu hamil. Manfaat perawatan payudara adalah:
30. 1) Menjaga kebersihan payudara, terutama putting susu
31. 2) Mengencenangkan serta memperbaiki bentuk putting susu (pada putting susu yang
terbenam)
32. 3) Merangsang kelenjcar-kelenjar susu sehingga produksi ASI lancar
33. 4) Mempersiapkan ibu dalam laktasi
34. Perawatan Payudara dilakukan 2 kali sehari sebelum mandi dan dimulai pada kehamilan 6
bulan.
35. k. Senam ibu hamil
36. Senam ibu hamil bermnanfaat untuk membantu ibu hamil dalam mempersiapkan
persalinan dan mempercepat pemulihan setelah melakukan serta mencegah sembelit.
Adapun tujuan senam hamil adalah memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-
otot dinding perut, ligamentum, otot dasar panggul memperoleh relaksasi tubuh dengan
latihan-latihan kontraksi dan relaksasi. Menguasai teknik pernafasan yagn berperan pada
22 minggu, dilakukan secara teratur, sesuai kemampuan fisik panggul, gerakan kepada
dan gerakan bahu (memperkuat otot perut), gerakan jongkok atau berdiri (memperkuat
otot vagina, perincum dan memperlancar persalinan) (Arifin, 1996).
37. l. Pemberian obat malaria
38. Malaria adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh satu dari beberapa jenis
plasmodium dan ditularkan oleh ggitan nyamuk anopheles yang terinfeksi. Di Indonesia
terdapat 3 jenis yang biasanya adalah plasmodium vivax, plasmodiumn falciparum, dan
plasmodium malaria. Pemeberian obat malaria kepada ibu hamil pendatang baru berasal
dari daerah malaria, juga kepada ibu hamil dengan gejala khas malaria yakni panas tinggi
disertai menggigil dan hasil apusan darah yagn positif. Dampak atau akibat penyakit
tersebut kepada ibu hamil yakni kehamilan muda dapat terjadi abortus, partus prematurus
juga anemia (Arifin, 1996).
39. m. Pemberian kapsul minyak beryodium
40. Diberikan pada kaus gangguan akibat kekurangan yodium di daerah endemis. Gangguan
kibat kekurangan yodium (GAKI) adalah rangkaian efek kekurangan yodium pada tumbuh
kembang manusia. Kekurangan unsur yodium dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan
dimana tanah dan air tidak mengakibatkan gondok dan kretin yang ditandai dengan:
41. 1) Gangguan fungsi mental
42. 2) Gangguan fungsi pendengaran
43. 3) Gangguan pertumbuhan
44. 4) Gangguan kadar hormon yang rendah
45. n. Temu wicara/konseling
46. 1) Definisi konseling
47. Konseling adalah suatu bentuk wawancara (tatap muka) untuk menolong orang lain
memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya dalam usahanya untuk
memahami dan mengatasi permasalahan yagn sedang dihadapinya. (Dep. Kes 1993)
48. 2) Prinsip-prinsip konseling
49. Ada 5 prinsip pendekatna kemanusiaan, yaitu:
50. a) Keterbukaan
51. b) Empati
52. c) Dukungan
53. d) Sikap dan respon positif
54. e) Setingkat atau sama sederajat
55. 3) Tujuan konseling pada ante natal care
56. a) Membantu ibu hamil memahami kehamilannya dan sebagai upaya preventif terhadap
hal-hal yang tidak diinginkan
57. b) Membantu ibu hamil untuk menemukan kebutuhan asuhan kehamilan, penolong
persalinan yang bersih dan aman atau tindakan klinik yang mungkin diperlukan.
XX. PAYUDARA
1. Tujuan perawata payudara
- Memelihara keseatan dan kebersihan payudara itu
- Melenturkan dan menguatkan puting susu
- Mengatasi puting susu pada keadaan datar atau terbenam sehingga dapat menyembul
keluar. Puting susu yang menyembul keluar siap disusukan kepada bayi.
2. Alat alat perawatan payudara
PERSIAPAN ALAT
 Baki dan pengalas
 Baby oil/minyak zaitun
 Kapas/kasa
 Kom kecil 2 buah
 Bengkok 1 buah
 Handuk 2 buah
 Waslap 2 buah
 Waskom sedang 2 buah (berisi air hangat dan air dingin)
 Gayung kecil
 Ember sedang 1 buah
 Alat-alat pengendalian infeksi (PI) :
 Kom berisi cairan DTT dan waslap
 Tempat sampah medis dan non-medis
 APD (sarung tangan, masker dan celemek)
3. Langkah –langkah perawatan payudara

ELAKSANAAN
 Menyiapkan alat sesuai dengan kebutuhan
 Melakukan cuci tangan dengan benar
 Membuka pakaian atas ibu dengan memasang handuk di atas punggung ibu
 Mengompres putting susu dengan kapas yang telah diberi minyak baby oil selama 1
menit bersihkan
 Melicinkan tangan dengan minyak baby oil
 Melakukan pemijatan punggung ibu:1.Memposisikan ibu dalam posisi membungkuk.
2.Melakukan pemijatan dengan kedua ibu jari pada daerah punggung, sejajar
dengan tulang belakang tangan mengepal, menekan kuat-kuat kedua sisi tulang
belakang membentuk gerakan-gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu
jarinya. Pada saat bersamaan memijat kedua sisi tulang belakang ke arah bawah
dari leher ke arah tulang belikat. 3.Masing-masing pijatan 3 kali selama 2-3 menit
 Licinkan kedua telapak tangan dengan baby oil
 Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara kemudian pengurutan
dimulai ke arah atas ke samping telapak tangan kiri ke arah sisi kiri telapak tangan
kanan ke arah sisi kanan. Dalam posisi tersebut di atas telapak tangan mengurut ke
depan kemudian kedua tangan dilepaskan dari payudara. Gerakan diulang 20-30 kali
 Telapak tangan kiri menopang payudara bagian kiri dan jari-jari tangan kanan sisi
kelingking melakukan pengurutan payudara ke arah puting. Gerakan ini diulang
sebaiknya 20-30 kali pada masing-masing payudara
 Telapak tangan menopang payudara, tangan lainnya menggenggam dan mengurut
dari pangkal menuju ke arah puting. Gerakan diulang 20-30 kali pada masing-
masing payudara
 Pegang pangkal payudara dengan kedua tangan lalu urut dari pangkal payudara ke
arah puting
 Pijat puting susu hingga keluar cairan
 Melakukan kompres dengan air hangat dan dingin selama 15 menit secara
bergantian
 Membersihkan payudara dengan waslap
 Membuka handuk yang di punggung, simpan dalam ember
 Membersihkan alat-alat
 Mencuci tangan
XXI. TRIASE
1. Cara menilai triase dalam kasus gawat darurat :

Prinsip-prinsip Triase dan Tata cara melakukan Triase


Triase dilakukan berdasarkan observasi Terhadap 3 hal, yaitu :
1. Pernafasan ( respiratory)
2. Sirkulasi (perfusion)
3. Status Mental (Mental State)
Dalam pelaksanaannya biasanya dilakukan Tag label Triase (Label Berwarna)yang
dipakai oleh petugas triase untuk mengidentifikasi dan mencatat kondisi untuk
tindakan medis terhadap korban.
Pengelompokan Triase berdasarkan Tag label
1. Prioritas Nol (Hitam)
Pasien meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak mungkin untuk
diselamatkan. pengelompokan label Triase
2. Prioritas Pertama (Merah)
Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medik atau
transport segera untuk menyelamatkan hidupnya. Misalnya penderita gagal nafas,
henti jantung, Luka bakar berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat.
3. Prioritas kedua (kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. misalnya cedera
abdomen tanpa shok, Luka bakar ringan, Fraktur atau patah tulang tanpa Shok dan
jenis-jenis penyakit lain.
4. Prioritas Ketiga (Hijau)
Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan
pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan.
Nah mungkin anda masuk dalam kategori yang ini, jadi Jangan marah-marah dan
jangan heran kenapa anda tidak langsung mendapatkan perawatan di Ruang UGD
sementara mereka harus menolong pasien lain yang lebih parah.

Lihat juga artikel sebelumnya Kenali tanda dan gejala keracunan makanan.
Klasifikasi Triase
Triase di tempat
Dilakukan Di tempat korban di temukan atau pada tempat penampungan, triase ini
dilakukan oleh tim pertolongan pertama sebelum korban dirujuk ke tempat pelayanan
medik lanjutan.
Triase Medic
Dilakukan pada saat Korban memasuki Pos pelayanan medik lanjutan yang bertujuan
Untuk menentukan tingkat perawatan dan tindakan pertolongan yang di butuhkan oleh
korban. atau triase ini sering disebut dengan Triase Unit gawat darurat
Triase Evakuasi
Triase ini ditunjukkan pada korban yang dapat dipindahkan pada rumah sakit yang
telah siap menerima korban. seperti Bencana massal contohnya Saat Tsunami, Gempa
bumi, atau bencana besar lain. Next artikel Bantuan Hidup Dasar
2. Indikasi BHD
- Henti jantung
- Henti nafas
3. Langkah langkah BHD
4. Langkah-langkah BHD:
5. 1. Pastikan keamanan penolong dan keamanan pasien
6.  Segera setelah aman
7.  Hati-hati kemungkinan trauma leher
8.  Jangan pindahkan atau mobilisasi pasien bila tidak perlu
9.  Aktifkan emergency system (118)
10. 2. Memeriksa korban dengan cara menepuk bahu/pencet ujung kuku/tekan (ulek) bagian sternum
11. 3. Segera berteriak minta pertolongan
12. 4. Memperbaiki posisi pasien
13. 5. Memperbaiki posisi penolong
14. 6. Airway (jalan nafas)  periksa jalan nafas
15.  Finger swap
16.  Benda asing  menggunakan jari atau besi yang dilipat 2
17. Bila pasien tidak memberikan respon:
18.  Supine, permukaan datar dank eras
19.  Bila perlu pindahkan pasien dengan cara kepala, bahu dan badan bergerak bersamaan (in-line)
bila curiga cedera spinal
20.  Posisi penolong  disamping kanan pasien
21.  Membuka jalan nafas  head till – chin lift / jaw trust agar kepala fleksi (jaw trust dilakukan bila
dicurigai fraktur servikal
22. 7. Breating (pernafasan)  berikan bantuan nafas
23. Memastikan pasien tidak bernafas dengan look (melihat), listen (mendengar), feel (merasakan) dengan
waktu kurang dari 10 detik
24. 8. Apnea, nafas abnormal, nafas tidak adekuat  memberikan bantuan nafas 2 kali dengan waktu
yang singkat.
25. 9. Evaluasi airway dan breathing
26. Jika mengalami kesulitan untuk memberikan nafas buatan yang efektif, periksa apakah masih ada
sumbatan jalan nafas di mulut pasien. Bila tidak ada lakukan tiupan 2 kali yang adekuat.
27. 10. Bila pasien kembali bernafas, ubah posisi pasien jadi posisi mantap (sim)  posisi miring
28. 11. Circulation (bantuan sirkulasi)  memastikan ada tidaknya denyut nadi (arteri carotis tp pada bayi
arteri brachealis)
29. 12. Evaluasi airway, breathing, circulation
30.  Sirkulasi (-) : teruskan pres jantung luar + nafas buatan
31.  Sirkulasi (+) nafas (-) : nafas bautan 10 – 12 kali/menit
32.  Sirkulasi (+) nafas (+) : berikan posisi mantap dan jaga jalan nafas
33. 13. Kompres jantung luar
34.  Pada ½ sternum atau diantara putting susu
35.  Kedalaman kompresi jantung 3,8 – 5 cm
36.
37. Awal melakukan evaluasi adalah arteri karotis  pernafasan
38. Jika tidak ada arteri karotis lakukan lagi 5 siklus
39. Tidak ada nafas, nadi teraba, berikan nafas sebanyak 10 -12 x/menit
40. RJP pada anak biasanya menggunakan kedua jari jempol atau kedua jari telunjuk dan tengah.
Kedalaman kompresi 0,5 cm.
XXII. TERAPEUTIK & HALUSINASI
1. Prinsip dasar dalam membangun dan mempertahankan hubungan terapeutik
- Pertama, realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya
tidak biasa menerima apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik
dengan perawat akan mampu menerima dirinya.
- Kedua, kemampuan membina hubungan interpersonal dan saling bergantung dengan orang lain.
Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerimadan diterima orang lain.
Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat
meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya .
- Ketiga, peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa
mengukur kemampuannya.
- Keempat, rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yangmengalami
gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga
diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien
meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas. Dalam hal ini perawat berusaha
menggali semua aspek kehidupan klien di masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat
membantu meningkatkan integritas diri klien melalui komunikasinya dengan klien.
2. Prinsip penangan pasien dengan halusinasi
- Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi
- Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan orang lain
 Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:melaksanakan aktivitas
terjadwal
 Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
XXIII. PENATALAKSANANAAN
1. Penatalaksanaan pasien fraktur :
2. Penolong dan korban jangan panik.
3. 2. Pastikan penderita tersebut bernafas, mendapat cukup ruang udara ( Tidak
dikerumuni orang)
4. 3. Posisikan tidur terlentang.
5. 4. Gunting atau lepaskan pakaian si korban pada bagian yang patah, yang
menutupi/mengganggu pandangan si penolong.
6. 5. Lakukan pembidaian bila tidak terjadi perdarahan, untuk mencegah pergerakan atau
pergeseran dari ujung tulang yang patah, mengurangi cedera baru di sekitar tulang yang
patah, memberikan istirahat bagian tubuh yang patah, mengurangi nyeri.
7. 6. Bila terjadi perdarahan seperti pada patah tulang terbuka, tekanlah dengan keras
pembuluh darah yang sedang mengeluarkan darah dengan menggunakan pembalut/kain
kasa yang steril. Berikan ganjalan dibawah bidai untuk meninggikan bagian tubuh
tersebut supaya bengakak dan perdarahan berkurang.
8. 7. Jika terlihat ada tulang yang menonjol keluar dari kulit, tutuplah dengan kasa steril dan
pakaikan sebuah bidai.
9. 8. Anggota badan sebaiknya tetap/tidak berubah pada posisi sewaktu patah tulang
terjadi.
10. 9. Bawa ke Rumah sakit terdekat.
11. Penatalaksanaan pasien uka bakar

Penatalaksanaan Awal

Sebelum memulai penatalaksanaan, perlu diingat perlindungan diri bagi penolong, khususnya
bagi penolong yang berada di tempat kejadian. Pajanan seperti api atau listrik harus dipastikan
tidak ada lagi atau diminimalisir oleh alat pelindung diri saat penolong masuk. Seringkali korban
cedera elektrik mengalami gangguan kardiak seperti aritmia atau bahkan fibrilasi ventrikel.
Dapat diusahakan untuk menangani masalah tersebut sesuai prinsip ATLS (Advanced Trauma
Life Support) di rumah sakit atau sebelum ke rumah sakit bila fasilitas tersedia.[8]
Penatalaksanaan Lanjutan

Penatalaksanaan lanjutan dimulai dari penatalaksanaan kegawatdaruratan hingga manajemen


luka.
Resusitasi Jalan Napas
Jika pada penilaian awal terdapat masalah pada airway, harus segera dilakukan resusitasi jalan
napas. Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengamankan jalan napas dan perawatan jalan
napas. [3]
Mengamankan jalan napas dapat dilakukan melalui berbagai teknik antara lain:
Intubasi :
 Pengamanan jalan napas jangka pendek (<7 hari)
 Non-invasif dan dapat dengan cepat dilakukan.
 Bila pasien masih sadarkan diri mungkin perlu diberikan pelemas otot.
 Beberapa kelainan anatomis dapat menghambat kesuksesan intubasi.
Krikotiroidotomi :
 Tindakan invasif yang cepat sebagai alternatif intubasi.
Trakeostomi :
 Tindakan invasif namun lebih sulit dilakukan dibandingkan krikotiroidotomi, sebaiknya dijadikan
alternatif pada kasus elektif.
 Dapat dipergunakan untuk jangka panjang (>7 hari). [3]
Setelah jalan napas berhasil diamankan, perawatan jalan napas perlu dilakukan dengan cara:
 Periodic suction sesering mungkin
 Pemberian Oksigen 2-4 liter/menit yang mengandung uap air (humidified) untuk mencegah
sekret di saluran napas terlalu kental. Apabila pasien diintubasi, titrasi oksigen untuk menjaga
saturasi >94% atau pO2 100 mmHg
 Broncho-alveolar lavage / bilas bronkus apabila diperlukan. Baku emas tindakan ini adalah
dengan menggunakan bronkoskopi. Apabila dianggap perlu, sebaiknya dilakukan di awal
perawatan
 Nebulizer [3]
Resusitasi Mekanisme Pernapasan
Penatalaksanaan lanjut untuk pernapasan terkait dengan adanya gangguan ekspansi toraks akibat
luka bakar melingkar atau adanya eskar di daerah dada atau abdomen. Dalam hal ini perlu
dilakukan eskarotomi segera setelah resusitasi jalan napas. Eskaratomi dilakukan dengan
melakukan sayatan menembus eskar hingga keluar darah (pertanda sudah mencapai sub-eskar).
[3]
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan dilakukan setelah penanganan airway dan breathing selesai. Prinsip resusitasi
cairan adalah penggantian volume secara adekuat dalam waktu singkat. Untuk mencapai
resusitasi cairan yang cukup dapat digunakan beberapa jalur intravena sekaligus.
Resusitasi cairan menyesuaikan dengan derajat keparahan luka pasien. Jenis-jenis resusitasi
cairan adalah sebagai berikut:
Resusitasi Cairan Berdasarkan Prinsip ATLS
 Pemberian kristaloid yang telah dihangatkan sebelumnya sebanyak 2000 mL atau titrasi untuk
mencapai urine output 0,5 – 1 ml/kg/jam. [3]
Resusitasi Cairan Berdasarkan Prinsip Parkland
 Resusitasi cairan berdasarkan prinsip Parkland untuk luka bakar sedang atau luas luka bakar <25% tanpa
syok :
 Rumus menghitung kebutuhan cairan 24 jam berdasarkan Parkland adalah 4 mL x kgBB x luas % luka
bakar
 Pada 24 jam pertama, 50% diberikan pada 8 jam pertama dan 50% diberikan pada 16 jam berikutnya.
 Pada 24 jam kedua diberikan secara merata.[3]
Resusitasi Syok
Resusitasi syok (untuk luka bakar berat: luas luka bakar >25%, dengan syok, atau keterlambatan
> 2 jam). Untuk mengetahui berapa cairan yang harus digantikan, terlebih dahulu harus
diprediksi volume sirkulasi. Volume sirkulasi merupakan 10% dari total volume tubuh.
Tabel 4. Volume Sirkulasi Pada Berbagai Populasi

Populasi Volume sirkulasi

Pria dewasa 60%

Wanita dewasa 70%

Anak dan usia lanjut 80%

Neonatus 90%

Bila volume sirkulasi yang hilang > 25% syok hipovolemia akan terjadi. Cairan kristaloid dapat
diberikan di awal sesuai jumlah volume sirkulasi. Pada kasus resusitasi masif, sebaiknya
menggunakan koloid non-protein [3]. Jika resusitasi awal tidak mengalami masalah, dapat
digunakan koloid iso-onkotik seperti HES 6% sebagi plasma substitute. Untuk kebutuhan
resusitasi yang lebih besar (contoh: kasus terlambat datang, CVP tetap rendah setelah pemberian
cairan dalam jumlah besar), maka dapat diberikan plasma expander seperti HES 10%. [3]
Pemantauan Pasca Resusitasi
Pemantauan pasca resusitasi cairan antara lain:
 Volume adekuat: CVP 8-12 mmH2O
 Oksigenasi, meliputi delivery oksigen, konsumsi oksigen, dan saturasi oksigen
 Deteksi adanya hipoperfusi splangnikus, ditandai dengan adanya iskemia mukosa saluran gastrointestinal.
 Penilaian perfusi seluler dengan melihat apakah ada peningkatan glukosa, serum laktat, trigliserida, dan
hipoalbuminemia
 Penilaian hemodinamik dengan melihat tekanan darah dan produksi urin, serta menilai balans cairan
 Cairan pemeliharaan:
 Dewasa: 2000 mL dalam 24 jam
 Anak: 100 ml/10 kgBB pertama, 50 ml/10 kgBB kedua, dan 25 ml/10 kgBB sisanya. [2,3]
Pembersihan Luka dan Debridement

Pakaian atau kain yang menempel harus dilepaskan terlebih dahulu dengan bantuan
irigasi. Debridement dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi, [10] dengan membersihkan sisa-
sisa jaringan nekrotik dan material asing (contoh: aspal) yang masih menempel. Saat ini
disarankan agar luka dibersihkan dengan menggunakan cairan saline normal dan sabun saja,
tidak menggunakan disinfektan (contoh: Povidon iodine) yang dapat menghambat epitelisasi
luka. [11]
Bula Pada Luka Bakar

Bula yang telah ruptur dibersihkan hingga tidak ada jaringan tersisa. Untuk bula yang belum
ruptur, belum terdapat rekomendasi yang tepat apakah sebaiknya dipecahkan atau tidak. [11]
Secara umum, bula yang relatif kecil dapat dibiarkan karena justru bekerja
sebagai barrier infeksi [10], sementara bula yang sangat besar dan mungkin memberikan
tekanan ke jaringan di bawahnya dipecahkan dengan hati-hati dengan membuat lubang kecil
pada ‘atap’ bula. Aspirasi bula tidak disarankan karena dapat meningkatkan risiko infeksi.
Agen Antimikrobial

Terdapat banyak pilihan agen antimikrobial untuk wound dressing. Silver sulfadiazine 1% sering
digunakan, begitu pula antibiotik dan klorheksidin. Kompres kassa (fine mesh) paling sering
digunakan, walaupun di beberapa negara maju menggunakan kompres hidrokoloid. [10]
Penanganan Luka Bakar Kimia

Selain penatalaksanaan luka bakar secara umum yang telah dibahas di atas, terdapat beberapa
penatalaksanaan khusus untuk luka bakar karena bahan kimia.
Perlu diingat bahwa konsentrasi toksin dari bahan kimia serta durasi kontak menjadi penentu
utama derajat kerusakan jaringan. Karenanya, penanganan harus dilakukan sedini mungkin.
Langkah-langkah tata laksana awal cedera kimia adalah sebagai berikut:
 Perlindungan diri penolong; di beberapa negara seperti Amerika Serikat sudah terdapat
kategorisasi bahan kimia berdasarkan racun yang terkandung di dalamnya di mana pada level A
(paling beracun) perlu digunakan proteksi maksimal termasuk sepatu boot, google, sarung
tangan, masker, dan self contained breathing apparatus hingga level D (paling tidak beracun)
dan hanya memerlukan alat pelindung diri yang standar.
 Pindahkan pasien dari area pajanan
 Buka pakaian dan perhiasan pada korban
 Jika bahan kimia kering, gunakan sikat, handuk atau alat lain untuk mengurangi pajanan.
 Irigasi yang adekuat. [12]
Komponen penting dari terapi aktif cedera kimia adalah irigasi yang adekuat pada semua luka
dan area yang terpajan dengan volume air yang besar dan tekanan sedang. Setelah diirigasi, dapat
pula digunakan sabun untuk membersihkan daerah luka. Khususnya untuk daerah mata, paparan
terhadap asam tidak perlu diirigasi terlalu lama (hanya hingga pH mata netral tercapai). Namun,
paparan terhadap alkali sebaiknya diirigasi selama 2-3 jam. [12]
Terdapat beberapa pengecualian di mana irigasi justru sebaiknya dihindari, misalnya pajanan
terhadap:
 Fenol, karena tidak larut dalam air
 Logam elemental (contoh: sodium, kalium, fosfor), karena mengeluarkan produk sampingan yang
beracun ketika terkena air.
 Dry lime, karena mengandung kalsium oksida yang ketika terkena air membentuk kalsium
hidroksida, sebuah alkali kuat. [12]
Perlu diingat bahwa antidot tidak berperan dalam kebanyakan kasus luka bakar akibat bahan
kimia kecuali pada kasus penatalaksanaan asam hidroflorida di mana gel kalsium glukonat dapat
mengurangi racun serta memperbaiki hipokalsemia pada level sel dan secara sistemik. [12]

12. Penatalaksanaan pasien diabetes melitus


13. Dalam pengelolaan/ penatalaksanaan diabetes ada 5, yaitu:
14. 1. Penyuluhan (Edukasi)
15. 2. Perencanaan makan
16. 3. Latihan Jasmani
17. 4. Pengobatan secara farmakologis (Obat Hipoglikemik)
18. 5. Pemantauan (Monitoring)

XXIV. MASALAH KEPERAWATAN


1. Sebutlan 3 masalah kepearwatan utama pada pasien dengan gangguan system :
e. Musculoskeletal
- Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan
oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
- Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
- Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
f. Integument
4. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, gangguan
kekebalan tubuh, atau infeksi.
5. 2. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan proses peradangan,
terbukanya ujung-ujung saraf kulit, atau tidak adekuatnya pengetahuan tentang
pelaksanaan nyeri.
6. 3. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan anatomi kulit atau
bentuk tubuh.
a. Penginderaan
- Nyeri b.d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan
muntah
- Gangguan persepsi sensori: penglihatan b.d gangguan penerimaan; gangguan status organ
ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
- Ansietas b.d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu,
menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup..
b. Endokrin
7. 1. Risiko deficit volume cairan b/d poliuri
8. 2. Gangguan nutrisi b/d gangguan keseimbangan insulin
9. 3. Penurunan penglihatan b/d proses penyakitnya (retinopati)
a. Perioperative
Diagnosis Keperawatan Praoperatif
a) Ansietas berhiubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan
dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif.
b. Intra operasi : Resiko cedera perioperatif berhubungan dengan prosedur premedikasi
anestesi
c. Post operasi : Risiko infeksi intraoperatif berhubungan luka post op
d. System imun

10. Gangguan integritas kulit b.d perubahan fungsi barier kulit, penumpukan kompleks
imun.
11. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
12. Risti gangguan integritas kulit b.d inflamasi

2. Buat rencana tindakan dari salah satu diagnose diatas


Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan
dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
- Pasien menyatakan kecemasannya berkurang
- Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya
- Pasien dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang memengaruhi ansietasnya
- Pasien kooperatif terhadap tindakan
- Wajah pasien tampak rileks
INTERVENSI
- Bantu pasien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.
- Kaji tanda asietas verbal dan nonverbal. Dampingi pasien dan lakukan tindakan bila pasien
- Beri dukungan prabedah
pembedahan.
- Hindari konfrontasi
- Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
XXV. PEND KES
1. Tujuan pend kes : Secara umum, tujuan dari pendidikan kesehatan ialah mengubah perilaku
individu/masyarakat dibidang kesehatan
2. Persiapan pend kes
3. Menurut ( Notoatmodjo. S, 2003: 65 ) pada garis besarnya hanya ada tiga macam alat bantu
pendidikan (alat peraga), yaitu:

4. a. Alat bantu lihat (visual aids)


5. b. Alat bantu dengar (audio aids)
6. c. Alat bantu lihat dengar yang lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA).
7. Disamping pembagian tersebut, alat peraga juga dapat dibedakan menurut pembuatan
dan penggunaannya, yaitu:

8. a. Alat peraga yang complicated (rumit)


9. b. Alat peraga yang sederhana, mudah dibuat sendiri dengan bahan-bahan yang mudah
diperoleh.

10. Lagkah langkah pemberian pendeks


11. Perencanaan penyuluhan kesehatan meliputi :
12. 1) Pengenalan lokasi penyuluhan
13. a) Mengenal masyarakat
14. Sasaran program adalah masyarakat sehingga siapapun yang merencanakan
program harus mengenal masyarakat dalam segala segi kehidupannya. Dalam
perencanaan ini, variabel masyarakat yang perlu diketahui adalah jumlah
penduduk, keadaan sosial budaya dan ekonomi masyarakat, pola komunikasi di
masyarakat, Sumber daya mencakup sumber daya yang dimiliki masyarakat,
sumber daya apa yang ada, sumber daya apa yang ada dan dapat digunakan
untuk pelaksanaan kegiatan penyuluhan, melibatkan petugas kesehatan dalam
melaksanakan penyuluhan bagi program bersangkutan, bagaimana pengalaman
masyarakat terhadap program- program sebelumnya.
15. b) Mengenal wilayah,
16. Program dapat dilaksanakan dengan baik, jika perencana program mengetahui
benar situasi lapangan. Hal-hal yang perlu diketahui berhubungan dengan
wilayah adalah lokasinya (apakah terpencil, daerah datar atau pegunungan, dan
jalur transportasi umum) dan sifatnya (yaitu periode penghujan atau kemarau,
daerah kering atau cukup air, daerah banjir, dan daerah perbatasan).
17. 2) Menentukan prioritas
18. Prioritas dalam penyuluhan harus sejalan dengan prioritas masalah yang
ditentukan oleh program yang ditunjang. Penentuanprioritas didasarkan pada
beratnya dampak dan masalah tersebut sehingga perlu diprioritaskan
penanggulangannya, pertimbangan politis, dan sumber daya yang ada.
19. 3) Menentukan tujuan penyuluhan
20. Apa pun tujuan yang akan dipilih, hal terpenting adalah tujuan harus jelas,
realistis (bisa dicapai), dan dapat diukur. Jib program sekarang yang akan
dikembangkan segi penyuluhannya sudah berjalan beberapa lama, perlu
diperhatikan seberapa jauh penyuluhan waktu 1alu, tujuan penyuluhan waktu
itu, apa kegiatan dan bagaimana hasil penyuluhan waktu itu. Berdasarkan
informasi tersebut, tentukan tujuan penyuluhan yang akan dikembangkan
sekarang.
21. 4) Menentukan sasaran penyuluhan
22. Sasaran program dan sasaran penyuluhan tidaklah selalu sama. Dalam
penyuluhan, yang dimaksud sasaran adalah individu atau kelompok yang akan
diberi penyuluhan. Penentuan kelompok sasaran menyangkut pula strategi.
23. 5) Menentukan isi penyuluhan
24. Isi harus dituangkan ke dalam bahasa yang mudah dipahami oleh sasaran, dapat
dilaksanakan oleh sasaran dengan sarana yang mereka miliki, atau terjangkau
oleh sasaran. Dalam menyusun isi penyuluhan, harus dikemukakan keuntungan
jika sasaran melaksanakan apa yang dianjurkan dalam penyuluhan tersebut dan
perlu dipahami dasar-dasar komunikasi.
25. 6) Menentukan metode penyuluhan yang akan digunakan
26. Metode atau cara bergantung pada aspek atau tujuan apa yang akan dicapai,
apakah aspek pengertian, sikap, atau keterampilan. Jika tujuan yang akan
dicapai adalah aspek pengertian, pesan cukup disampaikan dengan lisan atau
disampaikan melalui tulisan. jika tujuan untuk mengembangkan sikap positif,
sasaran perlu menyaksikan kejadian tersebut, baik melihat langsung, melalui
film, slide, maupun foto.
27. 7) Memilih alat peraga atau media penyuluhan
28. Setelah menentukan metode, selanjutnya tentukan media apa yang akan
digunakan untuk menunjang pendekatan tadi, misalnya poster, leaflet, atau
media lain.
29. 8) Menyusun rencana penilaian (evaluasi)
30. a) Pastikan dalam tujuan yang telah dijabarkan sudah secara khusus dan jelas
mencantumkan waktu evaluasi, tempat pelaksanaan evaluasi, dan kelompok
sasaran yang akan dievaluasi.
31. b) Apa jenis indikator atau kriteria yang akan dipakai dalam penilaian.
32. c) Perlu dilihat kembali, apakah tujuan penyuluhan sudah sejalan dengan tujuan
program.
33. d) Kegiatan-kegiatan penyuluhan apa yang akan dievaluasi.
34. e) Metode dan instrumen apa yang akan digunakan untuk evaluasi tersebut.
35. f) Siapa yang akan melaksanakan evaluasi.
36. g) Sarana-sarana apa (alat, biaya, tenaga, dan lain-lain) yang diperlukan untuk
evaluasi, dan tempat sarana tersebut diperoleh.
37. h) Apakah terdapat fasilitas dan kesempatan untuk mempersiapkan tenaga-
tenaga yang akan melaksanakan evaluasi tersebut.
38. i) Bagaimana rencana untuk memberikan umpan balik hasil evaluasi ini kepada
para pimpinan program.
39. 9) Menyusun rencana kerja atau rencana pelaksanaan
40. Setelah menetapkan pokok-pokok kegiatan penyuluhan termasuk waktu, tempat,
dan pelaksanaan, buat jadwal pelaksanaannya yang dicantumkan dalam suatu
daftar.
41. Sedangkan menurut Herijulianti langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
perencanaan penyuluhan adalah :
42. 1) Analisis situasi (wilayah, masalah dan keadaan masyarakat)
43. 2) Penentuan Prioritas Masalah, Prioritas masalah adalah urutan masalah dan
masalah yang dianggap paling penting sampai dengan urutan yang kurang
penting. Penentuan prioritas masalah dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode, antara lain dengan cara pembobotan.
44. 3) Penentuan tujuan, mengubah perilaku masyarakat ke arah perilaku sehat
sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
45. 4) Penentuan Sasaran
46. Sasaran untuk penyuluhan secara umum dapat dibedakan menjadi:
47. a) Masyarakat umum
48. b) Masyarakat sekolah
49. c) Kelompok masyarakat tertentu
50. 5) Penentuan Pesan, Pesan adalah informasi yang akan kita sampaikan kepada
sasaran.
51. 6) Penentuan Metode, biasanya mengacu pada penentuan tujuan yang ingin kita
capat, apakah pengubahan pada tingkat kognitif, afektif, psikomotor.
52. 7) Penentuan Media, media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan
penyuluhan PKG kepada sasaran sehingga mudah dimengeri oleh sasaran/pihak
yang dituju seperti buku, poster leaflet, dll
53. 8) Penentuan Rencana Penilaian
54. a) Penentuan tujuan penilaian.
55. b) Penentuan bagian apa dan program yang akan dinilal
56. c) Penentuan tolak ukur yang akan digunakan untuk penilalan.
57. d) Penentuan instrument apa yang akan digunakan.
58. 9) Rencana kegiatan, rencana kegiatan disebut juga rencana operasional
atau plan of action. Rencana kegiatan ini disusun berdasarkan langkah-langkah
yang telah dikumpulkan dan semua potensi serta sumber daya yang ada dan dan
masalah-masalah yang telah ditemukan.
XXVI. TBC
1. Tugas keluarga dalam penangan anggota keluarga dengan TBC :
Fungsi Keluarga (Friedman, 1998)
a. Fungsi Afektif
Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga yang sakit TBC akan
mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya partisipasi dari anggota keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang sakit.
b. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi
Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan orang lain.
Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan lingkungan akan mempengaruhi
kesembuhan penderita asalkan penderita tetap memperhatikan kondisinya .Sosialisasi sangat
diperlukan karena dapat mengurangi stress bagi penderita.
c. Fungsi Perawatan/Pemeliharaan Kesehatan
Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas keluarga di bidang kesehatan
yaitu :
• Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan
segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya
dan dana keluarga habis. Ketidak sanggupan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan pada
keluarga salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan . Kurangnya pengetahuan keluarga
tentang pengertian, tanda dan gejala, akibat, pancegahan, perawatan dan pengobatan TBC.
• Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai
dengan keadaan keluarga,dengan pertimbangkan siapa diantara keluarga yang mempunyai
kemampuan memutuskan menentukan tindakan .keluarga.Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh
keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Ketidak
sanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan
karena keluarga tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah serta tidak merasakan
menonjolnya masalah.
• Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan.
Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dikarenakan tidak mengetahui cara
perawatan pada penyakitnya. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan
kesehatan.
• Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan keluarga dan membantu
penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan bisa di sebabkan karena
terbatasnya sumber-sumber keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak
memenuhi syarat
• Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga
Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan akan membantu anggota
keluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan segera agar masalah
teratasi.
d. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.Dan juga
tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal, diantaranya : seks yang sehat dan
berkualitas, pendidikan seks pada anak sangat penting
e. Fungsi Ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti kebutuhan makan, pakaian dan
tempat untuk berlindung (rumah).Dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
f. Koping keluarga
Bila koping keluarga tidak efektif terhadap stressor yang akan menyebabkan stress yang
berkepanjangan.Hal ini akan mempengaruhi daya tahan tubuh .
XXVII. LANSIA
1. Batas usia yang dinyatakan lanjut usia

Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO)


lanjut usia meliputi:
 Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
 Lanjut usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.
 Lanjut usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.
 Sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.
2. Perubahan fisik dan psikologis pada lansia

Perubahan-perubahan fisik
1. Sel
 Lebih sedikit jumlahnya
 Lebih besar ukurannya
 Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraselular
 Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati
 Jumlah sel otak menurun
 Terganggunya mekanisme perbaikan sel
 Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10 %
2. Sistem persyarafan
 Cepatnya menurun hubungan persyarafan
 Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress
 Mengecilnya saraf panca indra
 Kurang sensitive terhadap sentuhan.
3. Sistem pendengaran
 Presbiakusis (gangguan pada pendengaran)
 Membrana timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis
 Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa.
4. Sistem penglihatan
 Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar
 Lensa mata lebih suram menyebabkan gangguan penglihatan
 Hilangnya daya akomodasi
 Menurunnya membedakan warna biru atau hijau pada skala
5. Sistem kardiovaskuler
 Elastisitas dinding aorta menurun
 Katup jantung menebal dan menjadi kaku
 Kemampuan jantung memompa darah menurun
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah
 Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya pembuluh darah perifer
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh
 Temperatur tubuh menurun (hipotermia) akibat metabolisme menurun
 Keterbatasan reflek menggigil dan tidak memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi
rendahnya aktivitas otot.
7. Sistem respirasi
 Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku
 Paru-paru kehilangan aktivitas, kapasitas pernafasan menurun
 Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya menurun
8. Sistem gastrointestinal
 Kehilangan gigi penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun
 Indera pengecap menurun
 Esophagus melebar
 Lambung, sensitifitas rasa lapar menurun
 Peristaltik lemah dan biasanya timbul kostipasi
 Fungsi absorbsi melemah
 Liver makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan
9. Sistem genitourinaria
 Aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %
 Meningkatnya retensi urin, frekuensi buang air kecil meningkat
 Pembesaran prostate dialami oleh pria usia 60 tahun ke atas
 Atrofi vulva
10. Sistem endokrin
 Produksi dari hampir semua hormone menurun
 Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah
 Menurunnya produksi aldosteron
 Menurunnya sekresi hormone kelamin
11. Sistem kulit (integumentari sistem)
 Kulit mengerut akibat jaringan lemak
 Permukaan kulit kasar dan bersisik
 Menurunnya respon terhadap trauma
 Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu
 Kuku menjadi keras dan rapuh
 Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya
12. Sistem musculoskeletal
 Tulang kehilangan cairan dan rapuh
 Persendian membesar dan menjadi kaku
 Tendon mengerut dan menjadi sclerosis
 Atrofi serabut otot
Perubahan mental
1. Perubahan fisik, khususnya organ perasa
2. Tingkat pendidikan
3. Keturunan
4. Lingkungan
5. Kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari) dan kemnangan jangka pendek (0-10
menit, kenangan buruk)
6. IQ
7. Berkurangnyapenampilan,persepsidanketrampilan.Psikomotorterjadiperubahanpadadayamembaya
ngkan karena tekanan-tekanan dari factor waktu.
Perubahan psikososial
1. Pensiun
2. Merasakan atau sadar akan kematian
3. Penyakit kronis dan ketidakmampuan
4. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, terjadi perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan
konsep diri.
Perkembangan spiritual
1. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
2. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak
dalam kehidupan sehari-hari.
Tags

3. Penyakit degenerative pada lansia


Adapun macam-macam penyakit degeneratif itu antara lain: ginjal, kolesterol, hipertensi, jantung,
stroke, diabetes mellitus, dan asam urat.
4. Tindakan keperawatan pada lansia sehat untuk menjaga tetap sehat
5. Pola Makan Sederhana
Gaya hidup sehat yang paling utama bagi lansia adalah pola makan, makanan yang boleh
dikonsumsi yang disarankan adalah sayuran, gandum, buah-buahan yang tidak memicu
asam lambung seperti jeruk manis, dan pepaya. Hindari juga segala makanan yang
mengandung telur karena dapat menyebabkan kolesterol tinggi.
6. Olahraga Ringan
Olahraga yang paling cocok untuk lansia adalah yoga, jalan kaki di pagi hari dan bersepeda.
7. Jangan Mengkonsumsi Makanan Berlemak
Sedikit saja makanan berlemak yang masuk pada tubuh lansia mengakibatkan gejala yang
serius seperti kolesterol naik, pusing, resiko jantung dan mual. Gejala pun dampaknya bisa
langsung terjadi pada saat memakan ataupun setelah makan.
8. Minumlah Susu Pencegah Osteoporosis (Tulang Kropos)
Banyak produk yang menawarkan susu untuk mencegah osteoporosis, namun hal yang
penting diperhatikan adalah tidak semua produk susu cocok untuk anda. Lantas bagaimana
cara memilih produk yang cocok ? anda dapat meminta saran kepada dokter konsultan gizi,
karena dokter gizi akan melakukan pengecekan mulai dari riwayat penyakit anda hingga
kesehatan lainnya yang dapat menentukan susu apakah yang cocok bagi anda.
9. Mempertahankan Ideal Tubuh (Bukan Diet)
Ingat kebanyakan pada usia lansia salah konsep mengenai cara diet lansia, pada usia lansia
tidak diperkenankan untuk mengurangi asupan makanan ataupun juga sebaliknya
menambah asupan makanan, tetapi pada usia lansia makanlah sewajarnya agar anda
terhindar dari resiko obesitas.
10. Bagaimana jika pada usia lansia memiliki postur tubuh yang gemuk?, memang pada usia
gemuk resiko terserang penyakit diabetes, dan pada saat usia lansia memang tidak
dianjurkan melakukan diet tanpa pegawasan, hal ini bukannya sehat malah menambah
penyakit baru. Solusi yang paling tepat adalah berkonsultasi dan kontrol pada dokter
spesialis ahli gizi.
11. Sebisa Mungkin Mengurangi Asupan Garam
Garam yang dikonsumsi pada usia tua mengakibatkan tekanan darah tinggi, minimkanlah
asupan garam menjadi 3-4 gram sehari.
12. Berhentilah Merokok Pada Usia Tua
Meski anda menerapkan gaya hidup sehat pada lansia, tetapi kebiasaan merokok tetap anda
jalankan, akan membuat usaha anda sia-sia. Merokok pada lansia dapat memiliki resiko
lebih besar, karena daya tahan paru-paru dan jantung sudah mulai lemah. Berbeda dengan
pada saat muda, jantung dapat memompa darah lebih cepat dan lancar dalam
mengeluarkan toksin (racun) dalam tubuh.
13. Sebaiknya Hindari Makanan Yang Mengandung Santan
Santan memang bumbu khas indonesia dan sehat, namun selalu ingatlah komponen penting
gaya hidup sehat bagi lansia adalah asupan makanan. Diambil dari tabloidnova ternyata
santan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (hipertensi)
14. Hindari Stres
Stress pada usia tua cukup ampuh merenggangkan nyawa, bagaimana tidak? Lonjakan
tekanan darah tinggi pada umumnya diakibatkan stress. Berikut ini tips menghindari stress
pada lansia.
15. Mencegah lansia untuk tidak mengalami gangguan memori (pikun)

16. Menjaga kepala dari benturan keras atau luka berat. Makanya selalu gunakan helm saat
mengenderai sepeda motor, kegiatan konstruksi lapangan dan kegiatan-kegiatan lain yang
dapat membahayakan kepala ^_^
17. Membaca dan menulis. Kegiatan ini dapat melatih dan menstimulasi sel-sel saraf otak.
Itulah sebabnya saya suka sekali nongkrongin Kompasiana, membaca tulisan-tulisan yang
membuat kita berpikir dan membuat tulisan yang membuat orang berpikir ^,^
18. Bermain catur dan permainan sejenis. Kemarin saya ngobrol-ngobrol dengan seorang kakek
yang telah saya kenal semenjak saya SD. Usianya saat ini 84 tahun, sama sekali tidak
menunjukkan gejala-gejala pikun. Bermain catur adalah kegiatan yang selalu dilakukannya
hampir tiap hari di kedai rumah makan orangtua saya.
19. Melakukan permainan memori. Kegiatan ini dapat meningkatkan dan menajamkan
kemampuan otak, seperti teka-teki silang, teka-teki matematika dan logika dan menikmati
permainan optical illusions misalnya pada gambar 4.
Situs www.michaelbach.de/ot/ merupakan salah satu situs yang sangat menarik
mengenai optical illution. atau bisa juga pembaca melihat tips pribadi saya dalam melatih
dan meningkatkan daya ingat di link ini, "Cara Mudah Meningkatkan Daya Ingat".
20. Gaya hidup sehat. Berolahraga secara teratur, menghindari kebiasan-kebiasaan buruk
seperti merokok dan menkonsumsi alkohol. Mengkonsumsi makanan dan minuman sehat,
makanan yang sangat baik untuk kesehatan otak diantaranya adalah coklat hitam, buah
alpukat, blueberry, ikan salmon dn telur. Sebaiknya gaya hidup sehat disesuaikan dengan
jam biologis. Mengenai jam biologis dan gaya hidup sehat bisa dibaca di link ini,
"Harmonisasi Gaya Hidup Sehat dengan Jam Biologis". Gaya hidup sehat juga
mencakup kegiatan-kegiatan rekreasi dan hobi misalnya fotografi, melukis dan mengutak-
atik sepeda motor atau komputer.
21. Aktivitas Sosial. Menjalin tali kekeluargaan, persahabatan, menghadiri undangan pesta dan
kegiatan-kegiatan sosial lainnya dapat menjaga dan meningkatkan kemampuan otak,
khususnya bagian otak yang mengatur fungsi komunikasi.
22. Aktivitas Spritual. Aktivitas ibadah memiliki peran yang cukup signifikan dalam menjaga dan
meningkatkan fungsi otak. Tidak mengherankan orang-orang shaleh, alim-ulama atau
pemuka-pemuka agama jarang sekali mengalami kepikunan. Beberapa waktu yang lalu
Kompas Ramadhan memberitakan bahwa puasa dapat memperbaiki dan meningkatkan
kinerja sel-sel otak.

XXVIII. Kewirausaahan
1. Jenis – jensi kewirausahaan yang bias dikembangkan oleh profesi perawat
1. Home care Definisi Menurut Departemen Kesehatan (2002)
:
menyebutkan bahwa home care adalah pelayanan kesehatan
yang berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada
individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk
meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau
memaksimalkan tingkat kemandirian danmeminimalkan akibat dari
penyakit. Selain itu, home care merupakan pelayanan yang dikelola oleh
suatu unit atau sarana ataupun institusi baik aspek administrasi maupun
aspek pelayanan dengan mengkoordinir berbagai kategori tenaga
professional dibantu tenaga non professional dibidang kesehatan
maupun non kesehatan.
2. Konsultan Keperawatan : Definisi Konsultan adalah seorang
tenaga profesional yang menyediakan jasa nasihat ahli dalam bidang
keahliannya. Perbedaan antara seorang konsultan dengan ahli biasa
adalah konsultan bukan merupakan karyawan diperusahaan, melainkan
seseorang yang menjalankan usaha hanya sendiri serta berurusan
dengan berbagai klien dalam satu waktu. Tidak hanya menyediakan jasa,
konsultan juga bisa memberikan layanan konsultasi atau
konseling secara langsung pada klien. Konseling adalah proses
membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis
atau masalah sosial, untuk membangun hubungan interpersonal yang
baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang dimana
didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual (Mubarak
dan Nur Chayatin, 2009
3. Terapi Komplementer : Terapi komplementer adalah cara
penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung pengobatan
medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain
diluar pengobatan medis yang konvensional. Di Indonesia ada 3 jenis
teknik pengobatan komplementer yang telah ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan untuk dapat diintegrasikan ke dalam pelayanan konvensional,
yaitu sebagai berikut :
- Akupunktur Medik.
- Terapi Hiperbarik.
- Terapi herbal medik.
4. Klinik Kesehatan Swasta Dalam Bidang Penelitian : Banyaknya
permasalahan dalam bidang kesehatan terutama yang dihadapi oleh lembaga
penyelenggara pelayanan kesehatan juga membuka peluang usaha tersendiri bagi
perawat. Dengan membentuk tim riset profesional seperti:
a. Teknik perawatan luka.
b. Terapi modalitas.
5. Dalam Bidang Pendidikan : Semakin meningkatnya permintaan masyarakat
tentang layanan kesehatan dirumah dapat membuka peluang perawat untuk
mendirikan lembaga pelatihan ataupun konsultan yang bergerak dibidang
pendidikan seperti:
a. Lembaga Pelatihan Baby Sister.
b. Pelatihan Perawatan Lansia atau Anak.

Anda mungkin juga menyukai