Anda di halaman 1dari 14

KRIM ACYCLOVIR

1. Data Zat Aktif


Zat Aktif Acyclovir
Nama IUPAC 2-amino-9-[(2-hydroxyethoxy)methyl]-6,9-dihydro-3H-purin-
6-one
Struktur

Rumus molekul C8H11N5O3


Titik lebur 256.5 °C (494 °F)
Pemerian Serbuk hablur; putih hingga hampir putih; melebur pada suhu
lebih dari 250 0 C disertai peruraian
Kelarutan Larut dalam asam klorida encer; sukar larut dalam air; tidak
larut dalam etanol.
Stabilitas Stabil pada suhu ruangan (250 C) (TPC, Hlm 712)
Keterangan lain Sebagai zat aktif
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu ruang, terlindung
cahaya dan lembab.

Kadar penggunaan 5 % b/b


2. Bentuk Sediaan : Krim
Definisi
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung air
tidak kurang dari 60%).

Penggolongan krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam–asam lemak
atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk
pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk pemberian obat melalui
vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (m/a) dan krim tipe air dalam minyak
(a/m). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Untuk krim tipe a/m digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan
cera. Sedangkan untuk krim tipe m/a digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin,
natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga dipakai tween, natrium
lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc dan emulygidum.
Kestabilan krim akan terganggu/ rusak jika sistem campurannya terganggu, terutama
disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan salah
satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok dan
dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka
waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil paraben (nipagin)
dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga
0,05%. Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk,
penandaan pada etiket harus juga tertera “obat luar”.

Bahan-bahan penyusun krim


1. Formula dasar krim, antara lain :
fase minyak, yaitu bahan obat dalam minyak, bersifat asam
Contoh : asam asetat, paraffin liq, octaceum,cera, vaselin, dan lain-lain.
fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh : natrium tetraborat (borax, na. Biborat), tea, naoh, koh, gliserin, dll
2. Bahan – bahan penyusun krim, antara lain :
 zat berkhasiat
 minyak
 air
 pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis
dan sifat krim yang akan dibuat/dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat
digunakan emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alcohol, stearil alcohol,
trietanolalamin stearat, polisorbat, peg.

Kelebihan dan kekurangan krim


Kelebihan dari sediaan krim yaitu:
1. Mudah menyebar rata.
2. Praktis.
3. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe m/a (minyak dalam
air).
4. Cara kerja langsung pada jaringan setempat.
5. Tidak lengket, terutama pada tipe m/a (minyak dalam air).Bahan untuk pemakaian
topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun, sehingga pengaruh absorpsi
biasanya tidak diketahui pasien.
6. Aman digunakan dewasa maupun anak–anak.
7. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe a/m (air dalam minyak).
8. Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi, pada
fase a/m (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup tinggi.
9. Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan
deodorant.
10. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit
berminyak.
Kekurangan dari sediaan krim yaitu:
1. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m (air dalam minyak)
karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu
dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara
berlebihan atau pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
2. Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.
3. Mudah lengket, terutama tipe a/m (air dalam minyak).
4. Mudah pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.
5. Pembuatannya harus secara aseptik.

Stabilitas sediaan krim


Sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu sistem campurannya terutama
disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi karena penambahan salah satu
fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak
tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui
pengencer yang cocok.Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu
bulan.

3. Informasi Obat
Golongan Antiinfeksi dan Antiviral Topikal
Kategori Obat resep
Manfaat Meredakan gejala infeksi herpes simplex pada kulit

Kategori kehamilan dan Kategori B


menyusui
Bentuk obat Topikal (oles)
Penggunaan acyclovir topikal memerlukan resep dokter. Pastikan untuk mengikuti resep dan
petunjuk yang disarankan oleh dokter menurut kondisi kesehatan.

Peringatan:
 Acyclovir topikal tidak boleh mengenai mata, hidung, dan mulut. Basuh dengan air jika
masuk ke daerah-daerah tersebut. Obat ini hanya boleh digunakan pada bagian luar
kulit.
 Selalu bersihkan tangan dengan rutin setelah mengoleskan obat ini ke bagian tubuh
yang terinfeksi agar tidak menyebar ke bagian tubuh lainnya atau menular ke orang lain.
 Bagi wanita hamil, menyusui, atau yang sedang berencana untuk hamil, sesuaikan
anjuran dokter tentang pemakaian obat ini.
 Obat ini tidak menghambat penyebaran herpes genital. Hindari berhubungan seksual
saat serangan infeksi muncul atau kambuh.
 Jika gejala tidak membaik dalam satu minggu, segera temui dokter.
 Jika terjadi reaksi alergi, segera temui dokter.
 Pasien yang memiliki hipersensitivitas terhadap acyclovir dan valacyclovir sebaiknya
tidak menggunakan obat ini.
Dosis Acyclovir Topikal
Kandungan standar acyclovir dalam obat topikal adalah 5%. Obat ini sebaiknya dioleskan sekitar
5-6 kali sehari selama 5-10 hari, terutama pada saat sebelum tidur atau sebelum istirahat.

Mengonsumsi Acyclovir Topikal dengan Benar


Pastikan untuk membaca petunjuk pada kemasan obat dan mengikuti anjuran dokter
dalam menggunakan acyclovir topikal. Obat ini bekerja lebih maksimal jika langsung dioleskan
ketika gejala awal muncul. Oleskan acyclovir topikal setiap 4 jam sekali, paling baik adalah pada
pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00, dan 23.00.
Pastikan bahwa menyelesaikan dosis yang sudah diresepkan oleh dokter. Jika infeksi
tidak membaik setelah menyelesaikan dosis yang diresepkan, segera temui dokter. Jika
memungkinkan, gunakan sarung tangan karet sekali pakai untuk mengoleskan acyclovir topikal
pada luka untuk mencegah penyebaran infeksi. Agar efek obat ini tidak hilang, jangan mandi
atau berenang setelah memakainya.
Sebelum mengoleskan krim maupun salep, bersihkan dan keringkan daerah yang akan
diolesi. Oleskan obat secara perlahan-lahan hingga menutupi daerah yang terinfeksi. Cucilah
tangan dengan sabun dan air sebelum dan setelah mengoleskan obat-obatan ini.
Obat ini hanya digunakan pada kulit luar, jangan dioleskan pada mata, hidung, bagian
dalam dari mulut, atau vagina. Jika terkena bagian-bagian tersebut, segera basuh dengan air
hingga bersih.
Kenali Efek Samping dan Bahaya Acyclovir Topikal
Acyclovir topikal dapat menimbulkan efek samping berupa kulit mengelupas, gatal-gatal,
atau kering. Efek samping tersebut dapat juga terjadi pada area genital bagi yang menggunakan
obat ini untuk meredakan herpes simplex. Selain itu, obat acyclovir topikal khusus mata dapat
menyebabkan gangguan penglihatan pada pengguna, sehingga dapat membahayakan
keselamatan diri pada saat mengemudi atau menjalankan mesin. Efek samping acyclovir topikal
muncul pada 1 dari 10 orang pengguna.

4. Formulasi

No. Nama Bahan Jugah Kegunaan


1 Acyclovir 5 % b/b Zat aktif
Emulgator
2 Acid stearic 13 % b/b
(HOPE 6th, hlm. 967)
Emulgator
3 Triethanolamin 1,35 % b/b
(HOPE 6th, hlm. 754)
Emulgator/basis salep
4 Adeps lanae 2,7 % b/b
(HOPE 6th, hlm. 378)
Emolien
5 Paraffin liquid 22,5 % b/b
(HOPE 6th, hlm. 446)
6 Na2EDTA 0,05 % b/b Pengkelat/pengkompleks
(HOPE 6th, hlm. 242)
Pengawet
7 Methyl paraben 0,08 % b/b
(HOPE 6th, hlm. 443)
Pengawet
8 Propyl paraben 0,02 % b/b
(HOPE 6th, hlm. 596)
Antioksidan
9 BHT 0,01 % b/b
(HOPE 6th, hlm. 75)
Pelarut
10 Gliserin 5 % b/b
(HOPE 6th hlm. 283)
Pelarut
11 Aquadest 50,29 % b/b
(HOPE 6th, hlm. 766)

5. Usulan Metode Utama dan Alternatif Rancangan Mutu Bahan Baku


5.1 Identifikasi
A. Organoleptik
Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian
organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya
dari produk. Uji ini merupakan uji pendahuluan dari suatu analisis kualitatif terhadap berbagai
jenis bahan obat. Pada uji ini, bahan baku yang tersedia diamati warna dan bentuknya,
dirasakan untuk mengetahui bagaimana rasa dan dicium untuk mengetahui bagaimana bau dan
aroma dari zat tersebut.
Metode : Amati bentuk, warna, rasa dan aroma pada bahan baku.
B. Reaksi Kimia
Pengujian ini bertujuan untuk mengenali gugus fungsi yang terdapat dalam suatu senyawa
melalui reaksi kimia tertentu yang spesifik, yaitu reaksi kimia yang hanya dapat bereaksi dengan
senyawa yang mengandung gugus fungsi tertentu dan tidak dapat beraksi dengan gugus fungsi
lain.
Metode :
Zat dilarutkan + 2-3 tetes H2SO4 + 3-4 tetes pereaksi mayer  endapan kekuningan atau kotor
Zat dilarutkan + 2-3 tetes H2SO4 + 3-4 tetes pereaksi dragendorf  endapan coklat merah,
merah bata atau orange
Zat dilarutkan + 2-3 tetes H2SO4 + 3-4 tetes pereaksi bouchardat  endapan coklat merah
Karena asiklovir mengandung Nitrogen, maka digunakan 3 pereaksi diatas untuk
mengidentifikasi senyawa alkaloid. Reaksi positif bila hasil menujukkan perubahan kimia berupa
warna yang berbeda dari warna larutan sebelumnya atau berupa endapan.

5.2 Atribut Mutu


A. Bobot Jenis
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding dengan volume zat pada
suhu tetentu (Biasanya 25oC). Dalam farmasi, perhitungan bobot jenis terutama menyangkut
cairan, zat padat dan air merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar karena
mudah didapat dan mudah dimurnikan. Di bidang farmasi, selain bobot jenis digunakan untuk
mengetahui kekentalan suatu zat cair juga digunakan untuk mengetahui kemurnian suatu zat
dengan menghitung berat jenisnya kemudian dibandingkan dengan teori yang ada, jika berat
jenisnya mendekati maka dapat dikatakan zat tersebut memiliki kemurnian yang tinggi.
Metode :
 Gunakan piknometer bersih dan kering
 Timbang piknometer kosong (W0), lalu isi dengan air suling, bagian luar piknometer
dilap sampai kering dan ditimbang (W1)
 Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi dengan cairan yang akan diukur
bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pengukuran air suling, dan timbang (W2)
 Hitung bobot jenis cairan menggunakan persamaan.
𝑊2−𝑊0
d = 𝑊1−𝑊0

Keterangan :
d = bobot jenis (%b/v)
W0 = bobot piknometer kosong (gram)
W1 = bobot piknometer + pelarut (gram)
W2 = bobot piknometer + zat + pelarut (gram)
5.3 Kemurnian
A. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Metode pemisahan secara KLT dapat diterapkan dalam menganalisis adanya senyawa asiklovir
dalam sediaan, dan untuk mengetahui apakah sediaan memenuhi persyaratan mutu atau tidak.
Sehingga dengan kadar yang tepat, obat dapat memberikan efek terapi yang dikehendaki.
Metode :
 Disiapkan alat dan bahan. Kemudian serbuk asiklovir dihaluskan, lalu dimasukkan ke
dalam gelas kimia. Dilarutkan dalam HCl encer 10 mL, kemudian disaring dengan ketas
saring.
 Disiapkan botol eluen (pengganti camber), kemudian dimasukkan 3 mL metanol dan 1
mL etil asetat ke dalam botol eluen. Lalu dihomogenkan dan larutan campuran tersebut
dijenuhkan dengan menggunakan kertas saring yang dimasukkan kedalam botol eluen.
 Ditotolkan larutan sampel di atas permukaan silika gel-254 (panjang 7 cm, jarak dari
bagian bawah ke titik totol 1 cm dan jarak dari bagian atas 0,5 cm) dengan
menggunakan pipet kapiler. Dimasukkan silika gel yang telah ditotoli dengan larutan
sampel ke dalam botol eluen dan tunggu beberapa menit. Diangkat dan dikeringkan.
 Dipaparkan silica gel-254 tadi di bawah sinar UV 254 untuk melihat jarak yang ditempuh
oleh zat terlarut. Kemudian hitung nilai Rf dengan membagi jarak yang ditempuh oleh
zat terlarut dengan jarak yang ditempuh pelarut. Kemudian dibandingkan dengan Rf
pembanding.
Setiap komponen memiliki harga Rf masing-masing, dengan bantuan dari sinar ultraviolet maka
dapat ditentukan noda yang tidak tampak oleh kasat mata. Cara yang biasa dilakukan dengan
menyemprotkan KMNO4 dalam H2SO4 yang kemudian akan berinteraksi dengan komponen-
komponen sampel baik secara kimia maupun berdasarkan kelarutan membentuk warna-warna
tertentu.
Noda kemudian dihitung harga Rf dengan menggunakan perbandingan jarak yang ditempuh
solut dengan jarak yang ditempuh fase gerak. Nilai maksimum Rf adalah 1 dan nilai
minimumnya 0. Dengan menggunakan silika gel sebagaifase diam, harga Rf 1 menunjukkan jika
senyawa tersebut sangat nonpolar sedangkan harga Rf 0 menunjukkan bahwa senyawa
tersebut sangat polar.

5.4 Kadar
Penentuan kadar bahan baku menggunakan metode KCKT. Digunakan untuk mengetahui kadar
zat aktif asiklovir memenuhi persyaratan mutu atau tidak.
Metode : Larutan stok baku asiklovir 200 µg/mL dipipet sebanyak 100 µL, 200µL, 300 µL, 400 µL, 500 µL,
dan 600 µL, masing-masing dimasukkan kedalam labu takar 10 mL. Kemudian masing-masing larutan
stok tersebut ditambah fase gerak campuran asetonitril:asamfosfat (80:20 v/v) sampai tanda batas dan
kocok hingga homogen sehingga diperoleh kadar Asiklovir 2 µg/mL, 4 µg/mL, 6 µg/mL, 8 µg/mL, 10
µg/mL, 12 µg/mL. Lalu masing-masing larutan disaring dengan membrane penyaring nylon 0,2 µm, dan
diinjeksikan kesistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µL. Kemudian diuji Validasi (meliputi uji
ketelitian, ketepatan, linieritas, selektivitas, dan sensitivitas).

6. Usulan Metode Utama dan Alternatif Rancangan Mutu Bahan Sediaan


6.1 Preparasi Sampel
Metode :
A. Penimbangan Bahan
Dibuat sediaan 5 tube (@ 5 g) = 25 g
Agar krim yang dimasukkan ke dalam tube tidak kurang, massa krim dilebihkan 5 %
5g
= 25 g + (100 g x 25 g) = 26,25 g ≈ 30 g

Penimbangan bahan :

No. Nama Bahan Jumlah bahan yang ditimbang


5g
1 Acyclovir x 30 g = 1,5 g
100 g

Bahan yang dilebur Jumlah + 20 %


13 g 20 g
2 Acid stearic x 30 g = 3,9 g 3,9 g + (100 g x 3,9 g) = 4,68 g
100 g

1,35 g 20 g
3 Triethanolamin x 30 g = 0,405 g 0,405 g + (100 g x 0,405 g ) = 0,468 g
100 g
2,7 g 20 g
4 Adeps lanae x 30 g = 0,81 g 0,81 g + (100 g x 0,81 g ) = 0,972 g
100 g

22,5 g 20 g
5 Paraffin liquid x 30 g = 6,75 g 6,75 g + (100 g x 6,75 g ) = 8,1 g
100 g

0,05 g 20 g
6 Na2EDTA x 30 g = 0,015 g 0,015 g + (100 g x 0,015 g ) = 0,18 g
100 g

0,08 g 20 g
7 Methyl paraben x 30 g = 0,024 g 0,024 g + (100 g x 0,024 g ) = 0,029 g
100 g

0,02 g 20 g
8 Propyl paraben x 30 g = 0,006 g 0,006 g + (100 g x 0,006 g ) = 0,007 g
100 g

0,01 g 20 g
9 BHT x 30 g = 0,003 g 0,003 g + (100 g x 0,003 g ) = 0,004 g
100 g

5g 20 g
10 Gliserin x 30 g = 1,5 g 1,5 g + (100 g x 1,5 g ) = 1,8 g
100 g

50,29 g 20 g
11 Aquadest x 30 g = 15,087 g 15,087 g + (100 g x 15,087 g ) = 18,1 g
100 g

Total basis yang akan


ditimbang setelah 28,5 g
dilebur

B. Prosedur Pembuatan Krim


1. Pembuatan air bebas CO2
- Sejumlah air di panaskan hingga mendidih
- Lalu diamkan selama 30 menit
- Kemudian di tutup dan di didihkan

2. Timbang semua bahan

3. Pembuatan sediaan dengan cara/metode triturasi

1. Fase air
- Larutkan methyl paraben ( 0,029 g ) dan propyl paraben ( 0,007 g ) ke dalam gliserin
( 1,8 g), aduk hingga larut, masukkan ke dalam beaker glass yang berisi aquades 18
ml
- Tambahkan Na EDTA (0,018 g) dan TEA ( 0,486 g ), panaskan pada suhu 60o-70oC,
aduk hingga homogen

2. Fase minyak
- Campurkan acid stearic ( 4,68 g ), adeps lanae ( 0,927 g ) dan paraffin liquid ( 8,1 g )
Dan BHT ( 0,004 g ) ( yang sebelumnya telah di larutkan dalam paraffin liquid ) ke
dalam cawan penguap
- Panaskan hingga semua bahan melebur pada suhu 60o-70oC, aduk hingga homogen
3. Panaskan mortir, dan keringkan
4. Masukkan fase air dan fase minyak secara bersamaan selagi masih panas ke
dalam mortir yang telah di panaskan, gerus kuat hingga terbentuk masa krim yang
homogen
5. Dinginkan basis krim hingga suhu kamar
6. Timbang basis krim sebanyak 28,5 g
7. Gerus halus asiklovir ( 1,5 g ) di dalam mortir
8. Tambahkan sebagian basis krim, gerus hingga homogen
9. Tambahkan sisa basis krim sedikit demi sedikit, gerus hingga homogen
10. Timbang krim untuk setiap tube sebanyak @ 5 g, di atas kertas perkamen
11. Kertas perkamen di gulung menutupi sediaan krim
12. Gulungan kertas perkamen yang berisi krim kemudian di masukkan ke dalam tube
dengan kondisi ujung tube keluar dalam keadaan tertutup
13. Tekan ujung tube dengan pinset
14. Dan keluarkan kertas perkamen dengan cara menarik kertas perkamen
menggunakan pinset
15. Tube di tutup dengan melipat bagian belakang yang terbuka menggunakan pinset
16. Sediaan di beri etiket dan brosur kemudian di kemas dalam wadah sekunder

6.2 Identifikasi
6.3 Kemurnian
6.4 Kadar
Kadar yang telah diperoleh harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia
Edisi V (2014), yaitu asiklovir mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%.
Metode :
Proses ekstrasi dilakukan dengan cara Asiklovir ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dilarutkan
dengan 50 ml aquabidest suasana asam HCl. Lalu dipanaskan larutan dalam tabung reaksi selama
beberapa menit, setelah itu dibekukan dengan es. Untuk memisahkan zat maka disentrifugasi pada 30
rpm selama 15 menit. Disaring masing-masing dengan membrane filter 0,45 µm. Kemudian larutan
sampel diambil 1 ml diarutkan dengan fase gerak sebanyak 50 ml. Sampel dianalisis dengan
menggunakan KCKT dengan fase gerak asetonitril:asam fosfat (80:20 v/v) dan fase diam C18. Detektor
diatur pada panjang gelombang 254 nm. Sebanyak 20 µL diinjeksikan dengankecepatanalir 1 mL/menit.
Penetapan kadar sampel dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan untuk salep sampel. Dihitung kadar
Asiklovir dengan mensubstitusikan luas area sampel Y kedalam persamaan regresi linier y=bx+a.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas


Indonesia Press, Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi
IVJakarta: Departemen Kesehatan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia edisi V,
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Lund, Walter. 1994. THE PHARMACEUTICAL CODEX Twelfth edition. London: The
Pharmaceutical Press.
Rowe, Raymond C.2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed.,
Sweetman, Sean C. Martindale The Complete Drug Reference . Thirty-sixth
Edition
Dwi, Anita. 2017. Jurnal Penelitian : VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR
ASIKLOVIR DALAM SEDIAAN SALEP MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI (KCKT). Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM

Anda mungkin juga menyukai