Anda di halaman 1dari 41

WRAP UP

SKENARIO 1
PENGLIHATAN TERGANGGU
BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME

Kelompok A-4
Ketua : Fitriano Haniwieko (1102011108)
Sekretaris : Fatima Zahra (1102011101)
Anggota : Alifah Diendhia Putri (1102011021)
Citra Nurul Aviandari (1102011067)
Debby Astasya Annisa (1102011071)
Fadhillah Syafitri Suhatril (1102011091)
Fazelia Berlianthi S (1102011103)
Indah Ariyanti (1102011124)
Lusy Cristi (1102011143)
Maltari (1102011152)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2013 – 2014
Penglihatan Terganggu
Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu.
Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap
DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh
(IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik
dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri.
Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopin terdapat mikroaneurisma
dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2
jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik
mikroangiopati, makroagiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan
makanan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan
pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi
akibat pemberian obat.
Sasaran Belajar
L.I 1 Mempelajari Anatomi Pankreas
L.O 1.1 Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis pankreas
L.O 1.2 Memahami dan menjelaskan anatomi mikroskopis pancreas

L.I 2 Mempelajari Faal dan Biokimia Insulin


L.O 2.1 Memahami dan menjelaskan sintesis insulin
L.O 2.2 Memahami dan menjelaskan metabolism insulin

L.I 3 Mempelajari Diabetes Melitus tipe 2


L.O 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi diabetes melitus tipe 2
L.O 3.2 Memahami dan menjelaskan epidemiologi diabetes mellitus tipe 2
L.O 3.3 Memahami dan menjelaskan etiologi dan faktor resiko diabetes mellitus tipe 2
L.O 3.4 Memahami dan menjelaskan klasifikasi diabetes mellitus tipe 2
L.O 3.5 Memahami dan menjelaskan patofisiologi diabetes mellitus tipe 2
L.O 3.6 Memahami dan menjelaskan manifestasi diabetes mellitus tipe 2
L.O 3.7 Memahami dan menjelaskan diagnosis diabetes mellitus tipe 2
L.O 3.8 Memahami dan menjelaskan diagnosis banding diabtes mellitus tipe 2
L.O 3.9 Memahami dan menjelaskan tatalaksana diabetes mellitus tipe 2
L.O 3.10 Memahami dan menjelaskan komplikasi diabetes mellitus tipe 2
L.O 3.11 Memahami dan menjelaskan prognosis diabetes mellitus tipe 2
L.O 3.12 Memahami dan menjelaskan pencegahan diabetes mellitus tipe 2

L.I 4 Mempelajari Retinopati Diabetikum


L.O 4.1 Memahami dan menjelaskan definisi retionopati diabetikum
L.O 4.2 Memahami dan menjelaskan manifestasi retinopati diabetikum
L.O 4.3 Memahami dan menjelaskan diagnosis retinopati diabetikum
L.O 4.4 Memahami dan menjelaskan tatalaksana retinopati diabetikum
L.O 4.5 Memahami dan menjelaskan pencegahan retinopati diabetikum

L.I 5 Mempelajari Diet Rendah Kalori, Makanan Baik dan Halal


L.I 1 Mempelajari Anatomi Pankreas
L.O 1.1 Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis pancreas
Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri atas.
Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang ± 25 cm, dan berat
120 g. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi dalam caput,
collum, corpus, cauda.
Pancreas dapat dibagi dalam:
 Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagiancekung duodenum.
Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san venamesenterica superior serta
dinamakan Processus Uncinatus.
 Collum Pancreatis, merupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput
dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak didepan pangkal vena portae hepatis dan
tempat dipercabangkannya arteriamesenterica superior dari aorta.
 Corpus Pancreatis, berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
 Cauda Pancreatis, berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis danmengadakan
hubungan dengan hilum lienale.
Ductus Pancreaticus
Ductus Pancreaticus Mayor (WIRSUNGI)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang
pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya
bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-
kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.
Ductus Pancreaticus Minor (SANTORINI)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke
duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.

Hubungan
Ke anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa
omentalis, dan gaster.
Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis, vena
cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra,
glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.
Vaskularisasi
Arteriae
a. pancreaticoduodenalis superior (cabang a. gastroduodenalis )
a. pancreaticoduodenalis inferior (cabang a. mesenterica cranialis)
a. pancreatica magna, a.pancretica caudalis dan inferior (cabang a. lienalis)
Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.
Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya
mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci dan mesenterica superiores.
Persyarafan
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).

L.O 1.2 Memahami dan menjelaskan anatomi mikroskopis pancreas


Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan
sekret yang mengandung enzim-enzim yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat. Bagian
endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon
yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Ada 2 bagian :
Bagian exokrin
 Merupakan kel acinosa complex (berwarna gelap)
 Sel-sel acinus berbentuk pyramid
 Didalam lumen kadang-kadang terdapat sel gepeng (sel
centroacinar)
Bagian endokrin
• Disusun oleh sel-sel khusus yang berkelompok dalam
suatu daerah tertentu yang kaya pembuluh darah
disebut pulau-pulau Langerhans
• Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar,
berbentuk sferis berwarna pucat
• Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus
banyak jaring kapiler tipe fenestra
• Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam
sel yaitu, sel α, β, δ dan c/PP.

Sel α
 20% populasi sel
 Mensekresi glukagon
 Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer

Sel β
 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
 Mensekresi insulin
 Granula lebih kecil (200 μm)

Sel δ
 Sel paling besar, 5% dari populasi
 Granula mirip sel α, tapi kurang padat
 Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan hormon
pulau Langerhans yang lain (parakrin)

Sel C/sel PP
 Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama
dengan sel β, dengan sedikit atau tanpa granula.
 Mensekresi polipeptida pankreas

L.I 2 Mempelajari Faal dan Biokimia Insulin


L.O 2.1 Memahami dan menjelaskan sintesis insulin
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan
dengan jembatan disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam
amino.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum
endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan
sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung
(secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase,
proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk
disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena
fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah.
Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan
terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino
dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta.
Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya
rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami
secara jelas.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh
molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat
melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT)
adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses
metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar
kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta
misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke
dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami
proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul
ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan
K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari
dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian
oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca
sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses
sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan
Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh
rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa
faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti
diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan
glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membrane sel beta.

L.O 2.2 Memahami dan menjelaskan metabolisme insulin

Sekresi Insulin
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel
beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi
insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang
berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi
glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat
beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut,
menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme
glukosa yang fisiologis.
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera
setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1
(AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk
mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan.
Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena
pasa gilirannya berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial.
Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan
berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal,
bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa
darah postprandial (postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk
hiperinsulinemia kompensatif.
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent
phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu
relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya
diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama,
seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa
darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme
penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak
adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2.
Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh
agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif
perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1
Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga normal di
jaringan (tanpa resistensi insulin), sekresi fase 2 juga akan berlangsung normal. Dengan
demikian tidak dibutuhkan tambahan (ekstra) sintesis maupun sekresi insulin pada fase 2 diatas
normal untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang
memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat memberikan dampak
glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak negatifnya.

Intravenous Second
Insuli glucose
IGT
n
First-Phase
Secret
ion

Basa

0 5 10 15 20 25 30 ( minute )

Gb.2 Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal
dan keadaan disfungsi sel beta ( Ward, 84)

Aksi Insulin
Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama
metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh
hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor
(insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin
dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau
metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang
sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam
meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong
penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja
memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism. Untuk
mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika
sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya
sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor
etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di
jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan
pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut
berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa,
lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara
normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar )
resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi
glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi
insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa


meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6. kembali
kesuasana semula.

Efek pada karbohidrat


Insulin memilik 4 efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan menigkatkan penyimpanan
karbohidrat :
 Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel. Beberapa jaringan yang tidak
bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa yaitu otak, otot yang aktif dan hati
 Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik diotot maupun
dihati
 Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan
menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan
menurunkan penguraian glukosa dalam hati
 Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis,
perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Insulin menurunkan konsentrasi glukosa
darah dengan meningkatkan penyerapan glukosa dari darah untuk digunakan dan disimpan
oleh sel., secara simultan menghambat mekanisme yang digunakan oleh hati untuk
mengeluarkan glukosa baru dalam darah. Insulin adalah satu satunya hormon yang
menurunkan kadar glukosa darah.
Faktor yang meningkatkan glukosa darah
 Penyerapan glukosa dari saluran cerna
 Produksi glukosa oleh hati yaitu glikogenolisis dan glukoneogenesis
Faktor yang menurunkan glukosa darah
 Transport glukosa ke dalam sel yaitu untuk menghasilkan energi dan di simpan sebagai
glikogen dan trigliserida.
 Ekskresi glukosa melalui urin pada keadaan abnormal

Efek pada lemak


Insulin efeknya menurunkan kadar asam lemak darah dan membentuk simpanan trigliserida :
 Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi
sebagai prekursor untuk pembentukan assm lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk
membentuk trigliserida.
 Insulin meningkatkan enzim enzim yang mengkatalisasi pembentukan asam lemak dari
turunan glukosa
 Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari daerah ke dalam sel jaringan adiposa.
 Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan pengeluaran
asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.

Efek pada protein


Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein :
 Insulin mendorong transportasi aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan
lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan
pembangun untuk sintesis protein dalam sel.
 Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan
merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.
 Insulin menghambat penguraian protein.
Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin
Peningkatan kadar glukosa darah, seperti setelah penyerapan makanan, secara langsung
merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel beta. Sebaliknya penurunan kadar glukosa
darah di bawah normal, seperti pada puasa, secara langsung menghambat sekresi insulin. Selain
konsentrasi glukosa plasma, berbagai masukan berikut juga berperan dalam mengatur sekresi
insulin :
Peningkatan kadar asam amino plasma, setelah memakan makanan tinggi protein, secara
langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin. Melalui mekanisme umpan
balik negatif, peningkatan insulin tersebut meningkatkan masuknya asam asam amino tersebut ke
dalam sel, sehingga kadar asam amino dalam darah menurun sementara sintesis protein
meningkat.
Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respons terhadap
adanya makanan, terutama gastric inhibitory peptide, merangsang sekresi insulin pankreas selain
memiliki efek regulatorik langsung pada system pencernaan. Melalui kontrol ini, sekresi insulin
meningkat secara feedforward atau antisipatorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi
yang meningkatkan kadar glukosa darah dan asam amino dalam darah.
Sistem saraf otonom secara langsung juga mempengaruhi sekresi insulin. Pulau pulau langerhans
dipersyarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis dan simpatis. Peningkatan aktivitas
parasimpatis yang terjadi sebagai respons terhadap makanan dalam saluran pencernaan
merangsang pengerluaran insulin. Sebaliknya, stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran
epinefrin akan menghambat sekresi insulin, penurunan insulin meningkatkan kadar glukosa
darah, suatu respons yang sesuai untuk keadaan keadaan pada saat terjadi aktivitas sistem
simpatis yaitu, stress dan olahraga.

L.I 3 Mempelajari Diabetes Melitus tipe 2


L.O 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi diabetes melitus tipe 2
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi
fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin (WHO, 1999).

L.O 3.2 Memahami dan menjelaskan epidemiologi diabetes mellitus tipe 2


Laporan data epidemiologi Mc Carty dan Zimmer menunjukkan bahwa jumlah penderita DM di
dunia dari 110,4 juta pada tahun 1994 melonjak 1,5 kali lipat (175,4 juta) pada tahun 2000, dan
akan melonjak dua kali lipat (239,3 juta) pada tahun 2010 (Tjokroprawiro, 2006). International
Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2005 di dunia terdapat 200 juta (5,1%)
orang dengan diabetes (diabetisi) dan diduga 20 tahun kemudian yaitu tahun 2025 akan
meningkat menjadi 333 juta (6,3%) orang. Negara-negara seperti India, China, Amerika Serikat,
Jepang, Indonesia, Pakistan, Banglades, Italia, Rusia, dan Brazil merupakan 10 besar negara
dengan jumlah penduduk diabetes terbanyak (Depkes RI, 2007). Dalam Diabetes Atlas edisi
kedua tahun 2003 yang diterbitkan oleh IDF, prevalensi diabetes di Indonesia pada tahun 2000
adalah 1,9% (2,5 juta orang) dan toleransi glukosa terganggu (TGT) 9,7% (12,9 juta orang)
dengan prediksi bahwa di tahun 2025 berturut-turut akan menjadi 2,8% (5,2 juta orang) diabetisi
dan 11,2% (20,9 juta orang) dengan TGT. Sementara menurut WHO 1998, diperkirakan jumlah
diabetisi di Indonesia akan meningkat hampir 250% dari 5 juta di tahun 1995 menjadi 12 juta
pada tahun 2025 (Depkes RI, 2007). Dalam Diabetes Care (Wild, 2004), yang melakukan analisa
data WHO dan memprediksi Indonesia di tahun 2000 dikatakan sebagai nomor 4 terbanyak
diabetisi (8,4 juta orang) pada tahun 2030 akan tetap nomor 4 di dunia tetapi dengan 21,3 juta
diabetisi. Perkiraan jumlah ini akan menjadi kenyataan apabila tidak ada upaya dari kita semua
untuk mencegah atau paling tidak mengeliminasi faktor-faktor penyebab ledakan jumlah tersebut
(Depkes RI, 2007).
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, kekerapan
diabetes berkisar antara 1,5 sampai dengan 2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar
6% (Utama, 2005). Walaupun demikian prevalensi DM di daerah rural ternyata masih rendah. Di
Tasikmalaya didapatkan prevalensi sebesar 1,1% sedangkan di Kecamatan Sesean, suatu daerah
terpencil di Tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8%. Di sini jelas ada perbedaan
antara urban dengan rural, menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes.
Tetapi di Jawa Timur, perbedaan rural-urban tidak begitu tampak. Di Surabaya pada penelitian
epidemiologis yang dikerjakan di Puskesmas perkotaan mencakup penduduk di atas 20 tahun
(1991), didapatkan prevalensi sebesar 1,43% sedangkan di daerah rural (1989) juga didapatkan
prevalensi yang hampir sama yaitu 1,47% (Depkes RI, 2007). Hasil penelitian epidemiologis di
Jakarta (urban) membuktikan adanya peningkatan prevalensi penyakit DM tipe 2 dari 1,7% pada
tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993. Di Makasar 1,5% (1981) menjadi 12,9% (1998).
Menurut Konsensus Pengelolaan DM tipe 2 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)
1998 berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat itu diperkirakan pada tahun 2020, di
Indonesia akan terdapat 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi
prevalensi diabetes mellitus sebesar 4%, akan ada 7 juta diabetisi (Depkes RI, 2007). Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, menemukan prevalensi DM di kalangan penduduk 25-
64 tahun, 7,5% di Jawa dan Bali. Surveilans faktor risiko di Depok (2001) yang dilakukan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Depkes dengan menggunakan
kriteria diagnostik DM yang benar, menemukan prevalensi DM tipe 2 pada usia 25- 64 tahun
sebesar 12,8% dan berubah menjadi 11,2% di tahun 2003 setelah dilakukan intervensi terhadap
perilaku (Depkes RI, 2007).

L.O 3.3 Memahami dan menjelaskan etiologi dan faktor resiko diabetes mellitus tipe 2
Diabetes melitus dicirikan dengan peningkatan sirkulasi konsentrasi glukosa akibat metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak yang abnormal dan berbagai komplikasi mikrovaskuler dan
makrovaskuler. Semua keadaan diabetes merupakan akibat suplai insulin atau respon jaringan
terhadap insulin yang tidak adekuat (Inzucchi, 2005), ada bukti yang menunjukkan bahwa
etiologi diabetes melitus bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dan jenis yang berbeda
akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang
peranan penting pada mayoritas penderita diabetes melitus. Manifestasi klinis diabetes melitus
terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta telah rusak. Pada diabetes melitus yang lebih berat, sel-sel
beta telah rusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik yang
berkaitan dengan defisiensi insulin (Anonim, 1999).
Penyebab-penyebab tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe II
menurut Guyton & Hall (2002), yaitu:
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
Beberapa faktor resiko dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1. Keturunan
Sekitar 50 % pasien diabetes tipe 2 mempunyai orangtua yang menderita diabetes, dan lebih
sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Sedangkan untuk
diabetes tipe 1, sekitar 20 % terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga terkena diabetes dan
80 % terjadi pada penderita yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan diabetes. (WHO,
2002).
2. Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika,
mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe 2.Sedangkan diabetes tipe 1 sering terjadi
pada orang Finlandia dengan presentase mencapai 40 %.
3. Usia
Pada diabetes tipe 1, usia muda merupakan awal terjadinya penyakit tersebut, sedangkan pada
diabetes tipe 2 umur puncak berada pada usia diatas 45 tahun.
4. Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah mereka yang mengalami kegemukan.
Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja
insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau
perut. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam
sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
5. Sindroma Metabolik
Menurut WHO dan National Cholesterol Education Program : Adult Treatment Panel III, orang
yang menderita sindroma metabolic adalah mereka yang punya kelainan seperti : tekanan darah
tinggi lebig dari 160/90mmHg, trigliseridaa darah lebih dari 150mg/dl, kolesterol HDL <40
mg/dl, obesitas sentral dengan BMI lebih dari 30, lingkar pinggang melebihi 102 cm pada pria
atau melebihi 88 cm pada wanita, atau sudah terdapat mikroalbuminuria.
6. Kurang Gerak Badan
Olahraga atau aktivitas fisik membantu untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar
menjadi energi, sel-sel tubuh menjadi lebih sensitive terhadap insulin.peredaran darah lebih baik
dan resiko terjadinya diabetes tipe 2 akan turun sampai 50%.
7. Faktor Kehamilan
Diabetes pada ibu hamil dapat terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya diabetes akan hilang
setelah anak lahir. Ibu hamil dengan diabetes dapat melahirkan bayi besar dengan berat badan
lebih dari 4 kg. Apabila ini terjadi, sangat besar kemungkinan si ibu akan mengidap diabetes tipe
2 kelak.
8. Infeksi
Infeksi virus dapat juga dijadikan penyebab timbulnya diabetes mellitus.Adapun virus-virus
tersebut adalah virus cytomegalovirus, virus rubella dan virus coxsackie.
L.O 3.4 Memahami dan menjelaskan klasifikasi diabetes mellitus tipe 2
Klasifikasi diabetes melitus menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008 dan
Departement of Health and Human Service USA (2007) terbagi dalam 3 bagian yaitu Diabetes
tipe 1, Diabetes tipe 2, dan Diabetes Gestational. Namun, menurut American Diabetes
Association (2009), klasifikasi DM terbagi 4 bagian dengan tambahan Pra‐Diabetes.
a. Diabetes tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 merupakan bentuk diabetes melitus parah yang sangat lazim terjadi
padaanak remaja tetapi kadang‐kandang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non‐
obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan
tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yangdisebabkan hampir tidak terdapat insulin
dalam sirkulasi darah, glukagon plasma meningkat dan sel‐sel ß pankreas gagal merespons
semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah
(Karam, 2002).
Gejala penderita diabetes melitus tipe 1 termasuk peningkatan ekskresi urin (poliuria), rasa haus
(polidipsia), lapar, berat badan turun, pandangan terganggu, lelah, dan gejala ini dapat terjadi
sewaktu‐waktu (tiba‐tiba) (WHO, 2008).
b. Diabetes tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan bentuk diabetes melitus yang lebih ringan, terutama terjadi
pada orang dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang dari normal atau
secara relatif tidak mencukupi. Obesitas pada umumnya penyebab gangguan kerja insulin,
merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes melitus tipe ini dan sebagian besar
pasien dengan diabetes melitus tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadinya penurunan kepekaan
jaringan terhadap insulin, juga terjadi defisiensi respons sel ß pankreas terhadap glukosa (Karam,
2002). Gejala diabetes melitus tipe 2 mirip dengan tipe 1, hanya dengan gejala yang samar.
Gejala bisa diketahui setelah beberapa tahun, kadang‐kadang komplikasi dapat terjadi. Tipe
diabetes melitus ini umumnya terjadi pada orang dewasa dan anak‐anak yang obesitas.
c. Diabetes Gestational
Diabetes melitus ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada kehamilan (WHO, 2008).
Wanita hamil yang belum pernah mengalami diabetes melitus sebelumnya namun memiliki
kadar gula yang tinggi ketika hamil dikatakan menderita diabetes melitus gestational. Diabetes
mellitus gestational biasanya terdeteksi pertama kali pada usia kehamilan trimester II atau III
(setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan) dan umumnya hilang dengan sendirinya setelah
melahirkan. Diabetes gestational terjadi pada 3‐5% wanita hamil (Anonim, 2009).
Mekanisme diabetes melitus gestational belum diketahui secara pasti. Namun, besar
kemungkinan terjadi akibat hambatan kerja insulin oleh hormon plasenta sehingga terjadi
resistensi insulin. Resistensi insulin ini membuat tubuh bekerja keras untuk menghasilkan insulin
sebanyak 3 kali dari normal. Diabetes melitus gestational terjadi ketika tubuh tidak dapat
membuat dan menggunakan seluruh insulin yang digunakan selama kehamilan. Tanpa insulin,
glukosa tidak dihantarkan ke jaringan untuk dirubah menjadi energi, sehingga glukosa meningkat
dalam darah yang disebut dengan hiperglikemia (Anonim, 2009).

d. Pra‐Diabetes

Pra‐diabetes merupakan diabetes melitus yang terjadi sebelum berkembang menjadi DM tipe 2.
Penyakit ini ditandai dengan naiknya kadar gula darah melebihi normal tetapi belum cukup
tinggi untuk dikatakan diabetes melitus. Di Amerika Serikat ±57 juta orang menderita pra‐
diabetes. Penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa beberapa kerusakan jangka panjang
khususnya pada jantung dan sistem sirkulasi, kemungkinan sudah terjadi pada pra‐diabetes,
untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan diet nutrisi dan latihan fisik (Anonim, 2009).
L.O 3.5 Memahami dan menjelaskan patofisiologi diabetes mellitus tipe 2
Defisiensi insulin
Glukagon meningkat penurunan pemakaian glukosa
oleh sel
glukoneogenesis
hiperglikemia
lemak protein
glikosuria
ketogenesis BUN me>>
diuresis osmotik
ketouria nitrogenuria me >>
dehidrasi
PH me <<
Hemokonsentrasi
asidosis
trombosis
koma , kematian
aterosklerosis

makrovaskuler mikrovaskuler

jantung serebral ekstremitas retina ginjal

infark miokard stroke gangren retinopati nefropati


diabetik

gangg. gangg. Gagal


Integritas kulit penglihatan ginjal
Diabetes Melitues mengalami defisiensi insulin menyebabkan glukagan miningkat sehingga
menyebabkan terjadinya pemecahan gula baru (Glukoneogenesis) yang menyebabkan
metabolisme lemak miningkat kemudian terjadi proses pembentukan keton (Ketogenesis).
Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan ketonuria (keton didalam
urine) dan kadar natrium menurun serta PH serum menurun yang menyebabkan asidosis.
Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun sehingga kadar
glukosa darah dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikemia parah dan melebihi
ambang ginjal maka timbul glukosuria.
Glukosuria ini akan menyebabkan deuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran kemih
(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria menyebabkan
keseimbangan kalori negative sehingga menimbulkan rasa lapar (polifagi). Penggunaan glukosa
oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun sehingga tubuh
menjadi lemah.
Hipergikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil (arteri kecil) sehingga suplai makanan
dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang akan menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh.
Karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat yang menyebabkan terjadinya infeksi dan
terjadi gangren atau ulkus.
Gangguan pembuluh darah menyebabkan aliran darah menurun sehingga supliai makanan dan
oksigen berkurang, akibatnya terjadi kerusakan mata. Salah satu akibat utama dari perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal sehingga menjadi nefropati.
Diabetes mempengaruhi saraf-saraf perifer, system saraf otonom dan system saraf pusat
sehingga menyebabkan neuropati

L.O 3.6 Memahami dan menjelaskan manifestasi diabetes mellitus tipe 2


Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes melitus menurut Riyadi (2007)
yaitu :

 Poliuria (Peningkatan pengeluaran urin)

 Polidipsia (Peningkatan rasa haus)


Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat peka). Dehidrasi
intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus.

 Rasa lelah dan kelemahan otot


Akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama , katabolisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan gkukosa sebagai sumber energi.

 Polifagia (Peningkatan rasa lapar)


 Peningkatan angka infeksi
Akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi
glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita
diabetes kronik.

 Kelainan kulit
Kelaianan kulit berupa gatal – gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan kulit seperti di
ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.

 Kelaianan ginekologis
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.

 Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.


Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel
persarafan terutama perfifer mengalami kerusakan.

 Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan oleh
sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secar optimal.

 Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuh


Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan
yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang
rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh yg juga dapat disebabkan oleh
pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes melitus.

 Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi


Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat kerusakan
testosteron dan sistem yang berperan.

 Mata kabur
Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia,
mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.

L.O 3.7 Memahami dan menjelaskan diagnosis diabetes mellitus tipe 2


Anamnesis :
Keluhan khas diabetes melitus : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya

Keluhan tidak khas diabetes melitus : lemah, kesemutan, gatal, penglihatan kabur, disfungsi
ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita
Faktor risiko DM tipe 2 :
 Usia >45 tahun
 Berat badan lebih : > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) wanita >25
kg/m² atau <18 kg/m² sedangkan pria >27 kg/m² atau <20 kg/m²
 Hipertensi ( TD > 160/95 mmHg)
 Riwayat Dm dalam garis keturunan
 Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000 gram
Pemerikasaan fisik :

 Tinggi badan dan berat badan (tidak sesuai dengan IMT), tekanan darah (hipertensi), lingkar
pinggang (cewek >80, cowok >90)
 Tanda neuropati
 Mata ( visus, lensa mata dan retina )
 Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku. Contoh : a. Dorsalis pedis
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal 1 kali saja cukup
untuk menegakan diagnosis
Apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali pemeriksaan glukosa darah
abnormal
*TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam
250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
 Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu) dari hasil yang diperoleh
- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199 mg/dl
- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl.
Pemeriksaan Penunjang
Darah
1. Kadar glukosa darah : puasa, sewaktu, 2 jam post prandial.
2. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
3. Kurva Harian glukosa
4. Kadar keton darah
5. Kadar Hb A1c
6. Kadar fruktosamin
7. Kadar insulin
8. Kadar C-peptide
9. Pemeriksaan lain: tes fungsi ginjal, analaisa gas darah, kadar lipid, imunoserologis
Urin :
1. Reduksi/glukosa urin
2. Protein, mikroalbumin
3. Benda Keton
4. Sedimen Urin

DARAH

 Glukosa darah puasa (GDP): puasa 10-14 jam sebelum pengambilan darah.
 Glukosa darah sewaktu (GDS): pengambilan darah tanpa melihat kapan terakhir makan.
 Glukosa darah 2 jam post prandial : pengambilan darah 2 jam setelah makan atau setelah
konsumsi 75 gr glukosa. Selama menunggu 2, pasien duduk istirahat, tidak makan/minum
lagi dan tidak merokok.

 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)


Untuk diagnostik pada pasien dengan kadar glukosa yang meragukan (belum pasti DM).
Tidak dilakukan pada pasien dengan gejala klinik khas DM.
Tiga hari sebelum tes pasien diet cukup karbohidrat (>150 gr/hari) dan melakukan aktifitas
fisik seperti yang biasa dilakukan. Puasa paling sedikit 8 jam malam hari sebelum
pemeriksaan.
 Kurva Harian Glukosa
Glukosa darah diperiksa 3-4 kali sehari sebelum makan pagi, siang dan makan malam.
Tujuan untuk menilai metabolisme tubuh dalam waktu sehari dan memantau hasil
pengobatan.

 Pemeriksaan kadar HbA1c dan fruktosamin


Merupakan hasil glikosilasi non enzimatik protein. Digunakan untuk memantau hasil
pengobatan. Pada hipergilkemia yang berlangsung lama protein-protein hasil glikosilasi non
enzimztik meningkat, antara lain HbAc1 yang menggambarkan kadar gula darah 1-3 bulan
sebelum pemeriksaan dan fruktosamin yang menggambarkan kadar gula darah 1-3 minggu
sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan HbA1c perlu dilakukan pada awal penanganan penderita
dan setiap 3 bulan untuk memantau hasil pengobatan.

 Pemeriksaan Benda Keton Darah’


Dua benda keton utama adalah asetoasetat dan 3-beta hidroksi butirat (3HB). Dalam
keadaaan normal, 3 HB merupakan 75-85 % dari benda keton dalam sirkulasi. Produksi
benda keton meningkat pada keadaan puasa, aktifitas fisik yang berkepanjangan dan diet
tinggi lemak. Keadaan patologis yang menimbulkan ketoasidosis adalah DM, defisiensi
kortisol, defisiensi Growth Hormon, intoksikasi alkohol dan salisilat dan pada bayi dengan
inborn errors of metabolism.
Penting untuk memantau komplikasi ketoasidosis terutama pada pasien DM tipe1, DM pada
kehamilan, pasien DM yang sakit/ stress dan pasien DM yang tidak terkontrol. Untuk
diagnosis dan monitoring terapi ketoasidosis, pengukuran kadar 3HB mempunyai korelasi
yang lebih baik dengan kadar gula darah.
Saat ini pemeriksaan 3HB dalam darah sudah dapat dilakukan dengan cara carik uji memakai
alat glukometer, bersamaan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam keadaan
normal kadar keton darah <0.6 mmol/3, >1 mmol/L disebut hiperketonemia dan > 3mmol/L
merupakan indikasi adanya ketoasidosis.

 Pemeriksaan analisa gas darah (Astrup)


Memantau komplikasi akibat DM.

 Pemeriksaan profil lipid.


Untuk pemantauan pengendalian diabetes melitus dan pencegahan sekunder. Diperiksa
kolesterol total, trigliserida, kolesterol-HDL, kolesterol-LDL., Kolesterol VLDL.

 Kadar insulin dan proinsulin (C- peptide)


Untuk menilai fungsi pancreas, diperiksa secar imunologis. Kelemahan pemeriksaan insulin
adalah dipengaruhi oleh antibody insulin darah, sedangkan C-peptide tidak.

BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan serum/ plasma vena, kapiler (“whole blood”
= darah utuh). Kandungan glukosa darah kapiler lebih tinggi 7-10% dari glukosa dalam vena
(keadaan puasa 2-3 mg/dL, sehabis makan 20-30 mg/dL).
METODE PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah saat ini banyak dipakai metode enzimatik metode
glocose oxidase atau Hexokinase karena hasil pemeriksaan mempunyai spesifitas tinggi. Untuk
diagnostik DM, dianjurkan pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan plasma
vena.

Urin
 Pemeriksaan Urin rutin
Untuk mencari adanya kelainan / komplikasi pada saluran kemih, misalnya infeksi atau
insufisiensi ginjal.
 Glukosa urin dan keton urin
Pemeriksaan glukosa urin secara tidak langsung menggambarkan kadar glukosa darah > 180
mg/dL (batas ambang ginjal untuk glukosa), maka pemeriksaan glukosa urin akan positif.
Namun urin yang dikeluarkan tidak selalu berkorelasi dengan glukosa darah, sehingga
pemeriksaan glukosa urin tidak dianjurkan untuk memastikan diagnosis DM. Pemeriksaan
glukosa urin dapat dipakai untuk pemantauan hasil pengobatan. Pemeriksaan keton urin
dilakukan bila didapatkan tanda-tanda ketoasidosis. Namun pemeriksaan keton urin
mempunyai kelemahan karen menggambarkan kadar glukosa darah beberapa jam sebelum
tes dan saat ini baru bisa mendeteksi aseton dan asetoasetat, bukan 3 HB.
 Mikroalbuminuria
Penting untuk deteksi dini komplikasi ginjal. Terdeteksinya albumin dalam jumlah kecil (<
30 mg/dL) dalam urin menunjukan adanya komplikasi ginjal.

BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan urin rutin, protein, glukosa, keton dan sedimen urin dipakai urin porsi
tengah, segar. Spesimen untuk tes mikroalbuminuria dipakai urin 24 jam.
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat
pada tabel 3.

Bukan DM Belum pasti Pasti DM


DM

Kadar glukosa Plasma vena < 100 100-199 >200

Darah sewaktu Darah kapiler < 90 90-199 >200

Kadar glukosa Plasma vena < 100 100-125 >126

Darah puasa Darah kapiler < 90 90-99 >100


Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap
tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring
dapat dilakukan setiap 3 tahun. (BUKU KONSENSUS)

L.O 3.8 Memahami dan menjelaskan diagnosis banding diabtes mellitus tipe 2
Diagnosis Banding :
a. Cystic fibrosis
b. Diabetes mellitus type l
c. Diabetic ketoacidosis
d. Drug-induced glucose intolerance
e. Gestational diabetes
f. Glucose intolerance
g. Pancreatitis
L.O 3.9 Memahami dan menjelaskan tatalaksana diabetes mellitus tipe 2
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes.
Tujuan penatalaksanaan :
 Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
mencapai target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dna
neuropati.
 Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas.

Edukasi
DM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Timkes
mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan
glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan
kepada pasien.

Terapi nutrisi medis


Pengaturan makan pada pasien DM sama dengan anjuran makan masyarakat umum yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan gizi masing masing. Pada DM
pentingnya keteraturan dalam jadwal makan, jenis dan jumlah makanan terutama pada mereka
yang menggunakan obat insulin.

Latihan jasmani
Farmakoterapi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
Terapi Insulin
Sediaan :
Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin dilakukan dengan IV, IM, SK
(jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya langsung
masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.
Indikasi dan tujuan :
Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat diatasi dengan diet/ antidiabetik oral,
dll. Tujuan pemberian insulin adalah selain untuk menormalkan kadar insulin juga untuk
memperbaiki semua aspek metabolism.
Dosis :
 Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan pasien.
 Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB
 Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt sblm makan pagi,
dan 4-5 U sebelum makan malam.
 DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.
ES :
Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem, kembung,dll.
Interaksi :
Antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin, GH, Tiroid, estrogen, glucagon,
dll)
Obat Antidiabetik Oral
a. Sulfonylurea ( insulin secretagogues )
Pemberian : 15-30 mnt sebelum makan
Mek. Kerja : Berinteraksi dengan ATP sensitive K channel pada membrane sel beta depolarisasi
membrane dan keadaan ini membuka kanal Ca. sehingga Ca masuk sel beta, merangsang sekresi
insulin.
Farmakokinetik : masa paruh dan metabolism sulfonylurea generasi 1 sangat bervariasi. Semua
sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh
diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.
ES : hipoglikemi bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, hematologic (leukopenia,
agranulositosis), susunan saraf pusat (vertigo, bingung, ataksia), mata dsbg.
Indikasi : untuk pasien DM yang diabetesnya di peroleh pada usia diatas 40 tahun. Kegagalan
disebabkan perubahan farmakogenetik obat, misalnya penghancuran yang terlalu cepat.
Peringatan : Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM juvenile, pasien yang
kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan kehamilan dan keadaan gawat.
Interaksi :
meningkatkan hipoglikemia (insulin, alcohol, sulfonamide, probenezid, kloramfenikol)
b. Meglitinid
Pemberian : sesaat sebelum makan
Mek. Kerja : Sama dengan sulfonylurea, tetapi struktur kimianya berbeda. Merangsang insulin
dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel beta pankreas. Pemberian oral
absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruh 1 jam, sehingga
harus diberikan beberapa kali sehari sebelum makan.
Farmakokinetik : Metabolisme utama di hepar, 10% di ginjal.
ES : Hipoglikemi, gangguan saluran cerna, dan alergi.

c. Biguanid
Pemberian : sebelum/saat/sesudah makan
Terdiri : fenformin (ditarik dari peredaran karena sebabin asidosis laktat), buformin, metformin.
Mek. Kerja : Merupakan antihiperglikemik, metformin dapat menurunkan produksi glukosa
dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi
karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP activated protein kinase). Pada DM yang gemuk,
biguanid dapat menurunkan BB.
Farmakokinetik : Metformin oral di absorpsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein
plasma, eksresi dalam urin utuh, masa paruh sekitar 2 jam.
Dosis : Awal 2x500 mg, maintenance dose 3x500 mg, max 2,5 gr. Diminum saat makan.
Indikasi : Pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonylurea dapat diatasi dengan
metformin, atau kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.
ES : Mual, muntah, diare, metallic taste, ketosis (pada pasien yang mutlak dengan insulin
eksogen), gangguan keseimbangan elektrolit cairan tubuh.
KI : Kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremi dan penyakit jantung
kongestif dan penyakit paru, dengan hipoksia kronik, pemberian zat kontras intravena atau yang
akan di operasi harus dihentikan dan sesudah 48 jam boleh.

d. Tiazolidinedion
Pemberian : tidak bergantung pada jadwal makan
Mek. Kerja :Berikatan pada peroxisome proliferators activated receptor ɣ (PPAR ɣ) suatu resptor
inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
ES:
Peningkatan BB, edem, menambah volum plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif,
hipoglikemi.
KI : Gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Interaksi : dengan insulin dapat menyebabkan edem.

e. Penghambat enzim Alfa-glikosidase (Acarbose)


Pemberian : bersama makan suapan pertama
Mek. Kerja : Memperlambat absoprsi glukosa (polisakarida, dekstrin, dan disakarida) di usus
halus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Kerjanya tidak
mempengaruhi sekresi insulin.
ES : kembung, flatulens.
Interaksi : dengan insulin menimbulkan hipoglikemi.

f. DPP-4 Inhibitor
Pemberian : diberikan bersama makan dan atau sebelum makan
Mek. Kerja : Glucagon like peptide 1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang
dihasilkan oleh sel L dimukosa usus. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin
dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glucagon. Namun, sekresi GLP-1 menurun pada DM-
2.

L.O 3.10 Memahami dan menjelaskan komplikasi diabetes mellitus tipe 2

Komplikasi Metabolik Akut


Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga terjadi
pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami
hal berikut:
• Hiperglikemia
• Hiperketonemia
• Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan
meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga
kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan
sedini mungkin.
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)

B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)


Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2
yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul
tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:
• Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
• Dehidrasi berat
• Uremia

Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka
mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada
HHNK tidak terdapat ketosis.

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)


Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah.
Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab
tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya
glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk,
memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita
lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia sering
pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul
karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada
tubuhnya.

Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia
bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia
sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.
Tanda-tanda Hipoglikemia
1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug sederhana.
3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung dan bibir, tangan, berdebar-
debar.
4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun suntikan.
Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
 Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
 Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan
pada puncak kerjanya, misalnya:
Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
P.Z.I : 18 jam setelah suntikan

 Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan
akibat insulin sangat menonjol.

Kronik Jangka Panjang


Mikrovaskular / Neuropati
- Retinopati, catarak → penurunan penglihatan
- Nefropati → gagal ginjal
- Neuropati perifer → hilang rasa, malas bergerak
- Neuropati autonomik → hipertensi, gastroparesis

Makrovaskular
- Kelainan pada kaki → ulserasi, atropati

L.O 3.11 Memahami dan menjelaskan prognosis diabetes mellitus tipe 2


Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal.,
sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih
cepat.
L.O 3.12 Memahami dan menjelaskan pencegahan diabetes mellitus tipe 2
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok
risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui
lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula
pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen
Pendidikan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan
pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai
pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar
tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien
yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan
deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Salah satu penyulit DM yang sering
terjadi adalah penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian pada
penyandang diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan GIT. Skrinning
direkomendasikan untuk :
 Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
 Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
 Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
 Orang-orang yang gemuk
b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan pengobatan bila
diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan menurunkan berat badan sampai
mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu dibantu dengan diet dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik masih merupakan
pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal
maka diperlukan penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral hanya digunakan untuk
mengobati beberapa individu dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel
beta pancreas atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral

Obat Lamanya jam Dosis lazim/hari


Klorpropamid (diabinise) 60 1
Glizipid (glucotrol) 12-24 1-2
Gliburid (diabeta, micronase) 16-24 1-2
Tolazamid (tolinase) 14-16 1-2
Tolbutamid (orinase) 6-12 1-3

DIET
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan yang masuk harus
dibagi merata sepanjang hari. Ini harus konsisten dari hari kehari. Adalah sangat penting bagi
pasien yang menerima insulin dikordinasikan antara makanan yang masuk dengan aktivitas
insulin lebih jauh orang dengan DM tipe II, cenderung kegemukan dimana ini berhubungan
dengan resistensi insulin dan hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik dengan
penurunan berat badan. (Hendrawan,2002).
Modifikasi dari faktor-faktor resiko
 Menjaga berat badan
 Tekanan darah
 Kadar kolesterol
 Berhenti merokok
 Membiasakan diri untuk hidup sehat
 Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik yang terencana
dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai
kebugaran.
 Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena hali ini yang
menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.
 Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam yang tinggi.
Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat dan lemak tinggi.
 Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien
dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-
325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai
penyulit makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien
dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan
holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi
yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah
vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan pencegahan tersier (Konsensus,2006).

L.I 4 Mempelajari Retinopati Diabetikum


L.O 4.1 Memahami dan menjelaskan definisi retionopati diabetikum
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progressif yang ditandai dengan kerusakan dan
sumbatan pembuluh darah kecil. Perubahan patologis paling awal adalah penebalan membran
basal endotel kapiler dan berkurangnya jumlah perisit, yang kemudian berkembang membentuk
mikroaneurisma, perdarahan, dilatasi pembuluh darah, hard exudate, soft exudate, pembentukan
pembuluh darah baru, edema retina, terbentuk parut akhirnya menyebabkan kebutaan.
L.O 4.2 Memahami dan menjelaskan manifestasi retinopati diabetikum
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
 Penglihatan ganda
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
 Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :

 Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk
berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.
Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam dan merupakan lesi awal yang dapat
dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya
tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak
yang biasanyaterletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior
 Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan
berkelok-kelok seperti sausage-like.
 Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus yaitu
iregular,kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung.
Eksudat inidapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
 Soft exudate yang sering disebutcotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna
putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia
retina.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula (macula
edema)sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina awalnya terjadi antara
lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam.

L.O 4.3 Memahami dan menjelaskan diagnosis retinopati diabetikum


Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan
funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi
kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan ter tersebut
adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga
mampu laksana dipelayanan kesehatan primer.
Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic
Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan
sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati
DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan
pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan
bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography
dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan
optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.

Gb. OCT pada Mata normal Gb. OCT pada Retinopati diabetik
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi
oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular
ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan
vitreous atau kekeruhan media refraksi.

Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati Diabetik


Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan
pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk
melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi
midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan
kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan
sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu
titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang
sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di
tangan kanan.
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna
merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3cm dengan
mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik,
dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda
dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke
delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat, perdarahan, dan
neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai
makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

L.O 4.4 Memahami dan menjelaskan tatalaksana retinopati diabetikum


Tatalaksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati DM
nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati DM
nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani
pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan
edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah per-
burukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.
Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser
photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi
retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal
laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif.
Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi
focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan
L.O 4.5 Memahami dan menjelaskan pencegahan retinopati diabetikum
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa rekomendasi
pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih
dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM di- tegakkan. Kedua, penderita DM
tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera setelah
didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara
rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat
dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat
ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM
harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun
setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia
harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.

L.I 5 Mempelajari Diet Rendah Kalori, Makanan Halal dan Baik

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan
bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan pengaturan pola
makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan berat
badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah,
Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem
koagulsi darah.
Tujuan Terapi Gizi Medis
Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:
 Kadar glukosa darah mendekati normal
 Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
 Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
 Kadar A1c <7%.
 Tekanan darah <130/80 mmHg.
 Profil Lipid
 Kolesterol LDL<100 mg/dl
 Kolesterol HDL >40 mg/dl.
 Trigliserida < 150 mg/dl.
 Beran badan senormal mungkin.
Jenis Bahan Makanan
KARBOHIDRAT
Sebagai sumber energi, karbohirat yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari
total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada
setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
 Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
 Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
 Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total
kebutuhan kalori perhari.
 Julah serat 25-50 gram per hari.
 Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari
total kebutuhan kalori perhari.
 Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfame,
dan sukralosa.
 Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
 Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
 Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada
penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram/hari,
maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar
2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
 Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
 Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
 Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.
 Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan
tidak kurang dari 40gram.
 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.
LEMAK
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat penting
untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai
karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak
jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil
lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated
fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah
dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida,
kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak
tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung,
menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak
omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme
lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat
menurunkan kadar kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:
 Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total
kebutuhan kalori per hari.
 Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.
 Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
 Batasi asam lemak bentuk trans.
 Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang.
 Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.
Penghitungan Jumlah Kalori
Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan
jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan
(dalam meter) kuadrat.

 Berat badan kurang <18,5


 Berat badan normal 18,5-22,9
 Berat badan lebih ≥ 23,0
 Dengan resiko 23-24.9
 Obes I 25-29,9
 Obes II ≥ 30
Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca
Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:

berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%

 Berat badan kurang BB <90% BBI


 Berat badan normal BB 90-110% BBI
 Berat badan lebih BB 110-120% BBI
 Gemuk BB>120% BBI
Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:
 Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
 Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian:
 Umur diatas 40 tahun : -5%
 Aktivitas ringan : +10%
 Aktifitas sedang : +20%
 Aktifitas berat : +30%
 Berat badan gemuk : -20%
 Berat badan lebih : -10%
 Berat badan kurus : +10%
3. Stress metabolik : +10-30%
4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta
2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan
orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk
merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

Makanan halal dan baik menurut Islam


Prinsip umum :
“Semua jenis makanan/minuman adalah halal dimakan/diminum kecuali yg dilarang tegas dlm
nash”
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik / Halalan Thoyyiban
Al Qur’an, Surat Al Maidah : 88 yang artinya:

“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu
dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya”

Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi juga baik
(Halalan Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh kita. Bahkan perintah ini disejajarkan
dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas. Perintah ini
juga ditegaskan dalam ayat yang lain, seperti yang terdapat pada Surat Al Baqarah : 168 yang
artinya:

“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah
musuh yang nyata bagimu”
Halal itu bukan sekedar halal makanannya, tapi juga dari sumber bagaimana mendapatkannya
pun harus halal. Kalau sumbernya haram seperti korupsi, mencuri, merampok, menggusur tanah
rakyat dengan harga yang rendah, maka makanan yang dimakan pun meski sebetulnya halal,
tetap haram. Dan akan membuat si pemakannya disiksa di api neraka. Nabi berkata:
Tiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram maka api neraka lebih utama
membakarnya. (HR. Ath-Thabrani)
Selain halal, makanan juga harus baik. Meski halal tapi jika tidak baik, hendaknya tidak kita
makan. Di antara kriteria makanan yang baik adalah:
 Bergizi tinggi
 Makanan lengkap dan berimbang. Waktu SD kita belajar makanan 4 sehat 5 sempurna seperti
nasi/jagung, lauk/pauk, sayuran, buah-buahan, dan terakhir susu. Semua makanan tersebut
mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kita.
Ada baiknya ditambah dengan herbal seperti madu, pasak bumi, habbatus saudah, minyak
zaitun, dan sebagainya agar tubuh kita sehat.
 Tidak mengandung zat-zat yang membahayakan bagi kesehatan kita, misalnya kolesterol
tinggi atau bisa memicu asam urat kita.
 Alami. Tidak mengandung berbagai zat kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia, pengawet
kimia (misalnya formalin), pewarna kimia, perasa kimia (misalnya biang gula/aspartame,
MSG, dsb)
 Masih segar. Tidak membusuk atau basi sehingga warna, bau, dan rasanya berubah
 Tidak berlebihan. Makanan sebaik apa pun jika berlebihan, tidak baik.
Daftar Pustaka
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC
Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition. Baltimore,
Maryland: Lippincott Williams & Wilkins
Idrus, Alwi dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi V. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI
Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6.
Jakarta: EGC
Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta: EGC
Repository.unpad.ac.id/panduan_terapi_diabetes_melitus
Repository.ui.ac.id
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai