Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)


Untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem perkemihan

DOSEN: Dr. HARY SUBAGIYO

OLEH :

RANNY NOVIANTI

NIM : 01.12.095

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes HUTAMA ABDI HUSADA

TULUNGAGUNG

2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga tugas makalah mata kuliah sistem perkemihan yang berjudul ” BPH (Benigna
Prostat Hiperplasia)” dapat selesai tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Sistem Perkemihan.

Dalam penyusunan makalah ini penyusun banyak mendapat bimbingan dan petunjuk
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. H.Sukanto, Skep, Ners. M.Kes selaku ketua Stikes Hutama Abdi Husada
Tulungagung.
2. Dr. Hary Subagiyo selaku dosen pembimbing mata kuliah Sistem Perkemihan.
3. Rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini masih belum sempurna, maka
saran dan kritik yang konstruktif sangat penyusun harapkan demi perbaikan makalah
selanjutnya. Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini berguna bagi pembaca pada
umumnya.

Tulungagung, 31 Maret 2015

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………….i


DAFTAR ISI ………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….1
1.2 Tujuan ………………………………………………….1
BAB II TINJAUAN TEORI ………………………………………………….2
2.1 Pengertian ………………………………………………….2
2.2 Etiologi ………………………………………………….2
2.3 Patofisiologi ………………………………………………….3
2.4 Manifestasi klinik ………………………………………………….5
2.5 Komplikasi ………………………………………………….7
2.6 Pemeriksaan diagnostic ……………………………………………….…7
2.7 Penatalaksanaan ……………………………………………….....8
2.8 Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)…………………………………………….9
BAB III PENUTUP …………………………………………………14
3.1 Kesimpulan …………………………………………………14
3.2 Saran …………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………....15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia
kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi
kapsul bedah.Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat
persis di inferior darikandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra
posterior + 2,5 cm.Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan
sebelah inferior oleh diafragmaurogenitale.
Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring
dan berakhir padaverumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari
spingter uretra eksternaProses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih jugaterjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli- buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi
ataudivertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadiretensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi
saluran kemih atas. Oleh karenaitu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi,
manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhankeperawatan yang komprehensif pada
klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) beserta keluarganya.

1.2 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum :
Dalam penulisan makalah ini bermaksud untuk menambah wawasan serta
pengalaman nyata dalam merawat dan mengetahui bagaimana asuhan
keperawatannya.
b. Tujuan Khusus :
1. Mampu mengumpulkan data yang berhubungan dengan penyakitnya.
2. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien BPH . Mampu
menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada klien BPH. Mampu
melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan
yang timbul padaklien BPH. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan pada klien BPH
3. Agar semua mahasiswa, khususnya para pembaca mengetahui bahwa apa
sebenarnya yang dimaksud dengan BPH, apa saja yang menjadi penyebab
terjadinya, gejala yang ditimbulkan dan bagaimana proses perawatan dan
pengobatannya.

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembesaran atau hypertropi prostat.
Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat
tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang
mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri
akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di
benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah
umum dipakai.
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de,
1998).
Benigna Prostat Hiperplasia( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria
lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan
aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal
671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars
Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo,
2000, hal 74).

2.2 Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain
yang erat kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor
kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

2
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunantransforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan
proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

2.3 Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan
bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi
reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi
faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi
pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi
hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi
penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-
buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi
resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut
fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis
bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).

3
Teori-teori tentang terjadinya BPH :

1. Teori Dehidrosteron (DHT)

Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT)


dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang
menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.

2. Teori hormon

Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg
disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau
aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.

3. Faktor interaksi stroma dan epitel

Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor
(b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih
besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi
oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi,
ejakulasi dan infeksi.

4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan mesenkim


sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat.

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan


pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat,
serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.

Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan


berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya
dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun
patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :

· Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran
awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi
pada prostat yang membesar.

· Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.

· Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat


mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa
belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam
buli-buli.

4
· Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang
tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.

· Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.

· Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter,

· Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit


urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai
complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi
tekanan spingter.

· Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa


pada prostat yang membesar.

· Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.

· Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap
berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme
infektif.

· Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli,
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.

Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid.

2.4 Manifestasi Klinik


Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms
(LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
· (frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
· (nokturia), terbangun untuk miksi pada malam hari

5
· (urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
· (disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
· rasa tidak lampias sehabis miksi.
· (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika.
· (straining) harus mengejan
· (intermittency) yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya
menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai
tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli
urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung
sendiri oleh pasien.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas,
berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal
dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan
neuropati perifer.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis
dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo,
2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).
4. Warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat
(4) derajat gradiasi sebagai berikut :
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urine
I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba. < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah 50 – 100 ml
dicapai.
III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml
IV Retensi urine total

Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai
tanda dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri

6
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah

2.5 Komplikasi
1. Retensi Urine
2. Perdarahan
3. Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi
4. Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
5. Hidroureter
6. Hidronefrosis
7. Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
8. Hipertensi, Uremia
9. Prolaps ani/rectum, hemorroid.
10. Gagal ginjal

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2. Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy,
foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal
buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal
(TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran
prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa
urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu
(Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro Pubis
4. Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya
ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior
kapsula prostat.

7
5. Rostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum
a. Prostatektomy
merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang
memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan menghilangkan
retensi urinaria akut.

2.7 Penatalaksanaan
1. Non Operatif
a. Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b. Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c. Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e. Pemasangan kateter.
2. Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
a. TUR (Trans Uretral Resection)
b. STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c. Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d. Prostatectomy Perineal
3. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c. Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus.
4. Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka
5. Terapi invasif minimal
a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra
e. Stent Prostat

8
2.8 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)
1) Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual
menurut GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi
benigna prostat hipertrophy.

a. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan


Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana
memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan
riwayat kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang
serta usaha-usaha preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
b. Pola Nutrisi – Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan
metabolik dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan
dan makanan yang disukai maupun penggunaan vitamin tambahan. Keadaan
kulit, rambut, kuku, membran mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan
penyembuhan.
c. Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
1) pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2) penggunaan alat-alat bantu
3) penggunaan obat-obatan.
d. Pola Aktivitas
1) pola aktivitas, latihan dan rekreasi
2) pembatasan gerak
3) alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
e. Pola Istirahat – Tidur
Yang menggambarkan:
1) Pola tidur dan istirahat
2) Persepsi, kualitas, kuantitas
3) Penggunaan obat-obatan.
f. Pola Kognitif – Perseptual
1) Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
2) Kemampuan bahasa
3) Kemampuan membuat keputusan
4) Ingatan
5) Ketidaknyamanan dan kenyamanan
g. Pola persepsi dan konsep diri
Yang menggambarkan:
1) Body image
2) Identitas diri
3) Harga diri
4) Peran diri

9
5) Ideal diri.
h. Pola peran – hubungan sosial
Yang menggambarkan:
1) Pola hubungan keluarga dan masyarakat
2) Masalah keluarga dan masyarakat
3) Peran tanggung jawab.
i. Pola koping toleransi stress
Yang menggambarkan:
1) Penyebab stress`
2) Kemampuan mengendalikan stress
3) Pengetahuan tentang toleransi stress
4) Tingkat toleransi stress
5) Strategi menghadapi stress.
j. Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan:
1) Masalah seksual
2) Pendidikan seksual.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan:
1) Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
2) Realisasi dalam kesehariannya.

Data subyektif :
· Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
· Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
· Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
· Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
Data Obyektif :
· Terdapat luka insisi
· Takikardi
· Gelisah
· Tekanan darah meningkat
· Ekspresi w ajah ketakutan
· Terpasang kateter

2) Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
b. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder

10
c. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
d. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme
melalui kateterisasi
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
perawatannya.

3) Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
· Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan
derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan
tekanan darah dan denyut nadi.
c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen
tegang)
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan
perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat

2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi


sekunder.
Tujuan :
· Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :
· Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup

11
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab,
takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah
menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau
jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari
kedua post operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000
ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training)
15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk
melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi,


hilangnya fungsi tubuh
Tujuan :
· Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan
fungsi seksualnya
Kriteria hasil :
· Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan
aktivitas secara optimal.
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan
perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek
prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:
a. Impoten terjadi pada prosedur radikal
b. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
c. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari
hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme
melalui kateterisasi
Tujuan :
· Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi
Kriteria hasil:

12
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan,
kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan
drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin
dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,


perawatannya
Tujuan :
· Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
· Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan
mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang
penyakit, perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
· Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
· Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Walaupun Benigna Prostat Hiperplasiai selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak
selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi
kandung kemih dan cystitis.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia :a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing. Miksi yang
tidak puas. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam
hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
Massa pada abdomen bagian bawah. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan
mendadak untuk mengeluarkan urin). Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi. Kolik
renall. Berat badan turun.
Anemia Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak
dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi
dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu :
Mengingat dalam setiaap permasalahan kesehatan yang menyangkut saluran
kemih,pastinya melibatkan ginjal oleh karenanya hal-hal yang dapat kita lakukan sebagai
wujud pencegahan atau menjaga kesehatan diantaranya perbanyaklah mengkonsumsi air
mineral,minimal 8 gelas perhari atau setara dengan 2 liter air untuk melancarkan pencernaan
dan kinerja fungsi ginjal

14
DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar – dasar urologi. Malang: CV Infomedika.

Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses keperawatan.
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.

Sjamsuhidayat, R ( et al ). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

Hardjowijoto, Sunaryo. 1999. Benign Prostat Hiperplasia. Surabaya: FK UNAIR / RSUD Dr.
Soetomo.
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/30/askep-bph/

15

Anda mungkin juga menyukai