Makalah BPH
Makalah BPH
OLEH :
RANNY NOVIANTI
NIM : 01.12.095
TULUNGAGUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga tugas makalah mata kuliah sistem perkemihan yang berjudul ” BPH (Benigna
Prostat Hiperplasia)” dapat selesai tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Sistem Perkemihan.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun banyak mendapat bimbingan dan petunjuk
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. H.Sukanto, Skep, Ners. M.Kes selaku ketua Stikes Hutama Abdi Husada
Tulungagung.
2. Dr. Hary Subagiyo selaku dosen pembimbing mata kuliah Sistem Perkemihan.
3. Rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini masih belum sempurna, maka
saran dan kritik yang konstruktif sangat penyusun harapkan demi perbaikan makalah
selanjutnya. Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini berguna bagi pembaca pada
umumnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembesaran atau hypertropi prostat.
Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat
tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang
mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri
akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di
benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah
umum dipakai.
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de,
1998).
Benigna Prostat Hiperplasia( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria
lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan
aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal
671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars
Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo,
2000, hal 74).
2.2 Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain
yang erat kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor
kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunantransforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan
proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).
2.3 Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan
bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi
reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi
faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi
pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi
hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi
penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-
buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi
resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut
fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis
bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).
3
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
2. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg
disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau
aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor
(b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih
besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi
oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi,
ejakulasi dan infeksi.
· Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran
awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi
pada prostat yang membesar.
· Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
4
· Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang
tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
· Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
· Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter,
· Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.
· Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap
berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme
infektif.
· Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli,
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid.
5
· (urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
· (disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
· rasa tidak lampias sehabis miksi.
· (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika.
· (straining) harus mengejan
· (intermittency) yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya
menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai
tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli
urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung
sendiri oleh pasien.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas,
berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal
dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan
neuropati perifer.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis
dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo,
2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).
4. Warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat
(4) derajat gradiasi sebagai berikut :
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urine
I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba. < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah 50 – 100 ml
dicapai.
III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml
IV Retensi urine total
Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai
tanda dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
6
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah
2.5 Komplikasi
1. Retensi Urine
2. Perdarahan
3. Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi
4. Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
5. Hidroureter
6. Hidronefrosis
7. Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
8. Hipertensi, Uremia
9. Prolaps ani/rectum, hemorroid.
10. Gagal ginjal
7
5. Rostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum
a. Prostatektomy
merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang
memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan menghilangkan
retensi urinaria akut.
2.7 Penatalaksanaan
1. Non Operatif
a. Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b. Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c. Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e. Pemasangan kateter.
2. Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
a. TUR (Trans Uretral Resection)
b. STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c. Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d. Prostatectomy Perineal
3. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c. Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus.
4. Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka
5. Terapi invasif minimal
a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra
e. Stent Prostat
8
2.8 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)
1) Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual
menurut GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi
benigna prostat hipertrophy.
9
5) Ideal diri.
h. Pola peran – hubungan sosial
Yang menggambarkan:
1) Pola hubungan keluarga dan masyarakat
2) Masalah keluarga dan masyarakat
3) Peran tanggung jawab.
i. Pola koping toleransi stress
Yang menggambarkan:
1) Penyebab stress`
2) Kemampuan mengendalikan stress
3) Pengetahuan tentang toleransi stress
4) Tingkat toleransi stress
5) Strategi menghadapi stress.
j. Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan:
1) Masalah seksual
2) Pendidikan seksual.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan:
1) Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
2) Realisasi dalam kesehariannya.
Data subyektif :
· Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
· Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
· Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
· Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
Data Obyektif :
· Terdapat luka insisi
· Takikardi
· Gelisah
· Tekanan darah meningkat
· Ekspresi w ajah ketakutan
· Terpasang kateter
2) Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
b. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
10
c. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
d. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme
melalui kateterisasi
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
perawatannya.
3) Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
· Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan
derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan
tekanan darah dan denyut nadi.
c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen
tegang)
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan
perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
11
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab,
takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah
menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau
jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari
kedua post operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000
ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training)
15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk
melakukannya.
12
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan,
kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan
drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin
dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Walaupun Benigna Prostat Hiperplasiai selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak
selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi
kandung kemih dan cystitis.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia :a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing. Miksi yang
tidak puas. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam
hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
Massa pada abdomen bagian bawah. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan
mendadak untuk mengeluarkan urin). Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi. Kolik
renall. Berat badan turun.
Anemia Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak
dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi
dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu :
Mengingat dalam setiaap permasalahan kesehatan yang menyangkut saluran
kemih,pastinya melibatkan ginjal oleh karenanya hal-hal yang dapat kita lakukan sebagai
wujud pencegahan atau menjaga kesehatan diantaranya perbanyaklah mengkonsumsi air
mineral,minimal 8 gelas perhari atau setara dengan 2 liter air untuk melancarkan pencernaan
dan kinerja fungsi ginjal
14
DAFTAR PUSTAKA
Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses keperawatan.
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Sjamsuhidayat, R ( et al ). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
Hardjowijoto, Sunaryo. 1999. Benign Prostat Hiperplasia. Surabaya: FK UNAIR / RSUD Dr.
Soetomo.
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/30/askep-bph/
15