Bab Iv Analisis Energi & Eksergi PDF
Bab Iv Analisis Energi & Eksergi PDF
Pendahuluan
Tinjauan Pustaka
Sistem Termodinamika
batas (boundary)
sistem
lingkungan
(tidak ada massa keluar dari atau masuk kedalam sistem), tetapi volumenya bisa
berubah. Pada sistem tertutup, yang dapat keluar-masuk adalah energi dalam
bentuk panas atau kerja.
Pada sistem terbuka yang dikenal juga sebagai volume terkontrol (control
volume system), energi dan massa dapat keluar atau masuk kedalam sistem
melewati batas sistem. Sistem terbuka biasanya berhubungan erat dengan
peralatan atau proses yang mempunyai aliran massa. Sebagian besar mesin-mesin
konversi energi adalah sistem terbuka. Sistem aliran pada alat atau proses ini
dapat dikaji dengan baik dengan memilih batas yang memenuhi prinsip volume
terkontrol (Cengel & Boles 2002).
Karakteristik yang menentukan sifat dari sistem disebut properti (property)
sistem, seperti tekanan P, temperatur T, volume V, massa m. Selain itu ada juga
properti yang diturunkan dari properti sebelumnya seperti, berat jenis, volume
spesifik, panas jenis, dan lain-lain. Suatu sistem dapat berada pada suatu kondisi
yang tidak berubah, apabila masing-masing jenis properti sistem tersebut dapat
diukur pada semua bagiannya dan tidak berbeda nilainya. Kondisi tersebut disebut
sebagai keadaan (state) tertentu dari sistem, dimana sistem mempunyai nilai
properti yang tetap. Apabila propertinya berubah, maka keadaan sistem tersebut
disebut mengalami perubahan keadaan.
Suatu sistem yang tidak mengalami perubahan keadaan disebut dalam
keadaan seimbang (equilibrium). Perubahan sistem termodinamika dari keadaan
seimbang satu menjadi keadaan seimbang lain disebut proses, dan rangkaian
keadaan diantara keadaan awal dan akhir disebut lintasan proses (Gambar 4-2).
Suatu sistem disebut menjalani suatu siklus, apabila sistem tersebut menjalani
rangkaian beberapa proses, dengan keadaan akhir sistem kembali ke keadaan
awalnya (Gambar 4-3).
keadaan 1
lintasan proses
keadaan 2
Keseimbangan Massa
𝑑𝑚
𝑚𝑖𝑛 − 𝑚𝑜𝑢𝑡 = (4.1)
𝑑𝑡
Jika zat cair atau gas mengalir masuk dan keluar kedalam suatu sistem
volume atur melalui pipa atau saluran, maka jumlah massanya adalah
proporsional terhadap luas permukaan A, densitas dan kecepatan alir fluida.
Hukum termodinamika pertama adalah salah satu kaidah alam yang paling
mendasar yakni prinsip kekekalan energi (energy conservation principle). Kaidah
tersebut menyatakan bahwa energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk
lainnya, tetapi jumlah total energinya tetap sama. Hukum pertama termodinamika
juga menyatakan bahwa energi merupakan suatu properti termodinamika
(thermodynamic property) (Cengel & Boles 2002).
Keseimbangan energi diartikan sebagai perubahan total energi yang terjadi
dalam suatu sistem proses adalah setara dengan selisih antara jumlah energi yang
masuk dengan jumlah energi yang keluar sistem sepanjang proses tersebut.
Pengertian ini sering juga didefinisikan sebagai selisih antara transfer panas bersih
dengan kerja bersih yang dihasilkan.
Enegi yang dapat melintasi batas dari suatu sistem tertutup hanya dalam dua
bentuk yaitu panas (heat) dan kerja (work), yang umumnya tidak melibatkan
perubahan kecepatan dan ketinggian selama proses. Untuk sistem ini perubahan
energi kinetik dan energi potensial dapat diabaikan sehingga hukum
termodinamika pertama dapat direduksi menjadi:
𝑄 − 𝑊 = ∆𝑈 (4.5)
𝑑𝐸
𝑄−𝑊 = (4.6)
𝑑𝑡
terbuka dalam tiga bentuk: panas, kerja dan massa (mass flow), hal ini dikenali
ketika mereka melewati batas sistem berupa energi yang masuk atau yang keluar.
Persamaan umum keseimbangan energi untuk sistem terbuka adalah:
𝑑𝐸 𝑉𝑖2 𝑉𝑜2
= 𝑄 − 𝑊 + 𝑚𝑖 𝑖 + + 𝑔𝑧𝑖 − 𝑚𝑜 𝑜 + + 𝑔𝑧𝑜 (4.7)
𝑑𝑡 2 2
𝑖 𝑜
Entropi adalah ukuran atau tingkat ketidakteraturan suatu zat dalam tinjauan
molekuler. Entropi merupakan sifat dari zat karena itu tidak tergantung proses.
Properti entropi ditemukan oleh Clausius pada tahun 1865 yang diberi simbol S
dan didefinisikan sebagai (Cengel & Boles 2002) :
𝛿𝑄
𝑑𝑆 = (kJ/K) (4.8)
𝑇 𝑖𝑛𝑡 𝑟𝑒𝑣
𝛿𝑄
𝑑𝑆 = (4.10)
𝑇 𝑖𝑛𝑡 𝑟𝑒𝑣
𝑇𝑑𝑆 = 𝑑𝑄 (4.11)
𝑑𝑇 𝑑𝑣
𝑑𝑠 = 𝑐𝑣 𝑇 +𝑅 (4.14)
𝑇 𝑣
87
𝑑𝑇 𝑑𝑝
𝑑𝑠 = 𝑐𝑝 𝑇 −𝑅 (4.15)
𝑇 𝑝
𝑑𝑆 𝑄𝑗
= + 𝑚𝑖 𝑠𝑖 − 𝑚𝑜 𝑠𝑜 + 𝑠𝑔𝑒𝑛 (4.16)
𝑑𝑡 𝑇𝑗
𝑗 𝑖 𝑜
dimana dS/dt adalah laju perubahan entropi dalam sistem terbuka, 𝑚𝑖 𝑠𝑖 dan 𝑚𝑜 𝑠𝑜
adalah laju transfer entropi kedalam dan keluar volume atur akibat adanya laju
aliran massa. 𝑄𝑗 dan Tj adalah laju pindah panas pada batas sistem dan suhu pada
saat terjadi pindah panas. Rasio 𝑄𝑗 /Tj menunjukkan jumlah laju pindah panas
dalam hubungannya dengan laju transfer entropi, sedangkan 𝑠𝑔𝑒𝑛 adalah laju
pembentukan entropi akibat adanya irreversibilitas.
ExT Q T0 s (4.17)
dimana subskrip 0 menunjukkan kondisi acuan. Karena eksergi adalah kerja yang
tersedia dari berbagai sumber, suku-suku persamaan tersebut dapat dikembangkan
dengan menambahkan aliran arus listrik, medan magnit dan aliran difusi.
Persamaan eksergi secara umum yang sering digunakan pada kondisi
pengaruh gravitasi dan momentum diabaikan adalah sebagai berikut,
𝐸𝑥 = ( − 0 ) − 𝑇0 (𝑠 − 𝑠0 ) (4.19)
Secara alami sifat eksergi bertolak belakang dengan entropi dimana eksergi dapat
dimusnahkan tetapi tidak dapat diciptakan. Dengan demikian perubahan eksergi
dalam suatu sistem lebih kecil daripada transfer eksergi dikarenakan adanya
sejumlah eksergi yang musnah (destroyed exergy), sehingga persamaan
keseimbangan eksergi dapat ditulis sebagai berikut (Cengel & Boles 2002) :
𝑑𝐸𝑥 𝑇0 𝑑𝑣
= 1− 𝑄𝑗 − 𝑊 − 𝑃0 + 𝑚𝑖 𝑒𝑖 − 𝑚𝑜 𝑒𝑜 − 𝐸𝐷
𝑑𝑡 𝑇𝑗 𝑑𝑡
𝑗 𝑖 𝑜
(4.22)
89
Apabila pada suatu sistem terbuka transfer energi yang terjadi hanya berupa
aliran panas (Gambar 4-4) maka analisis termodinamikanya hanya melibatkan
suku pertama dari persamaan (4.7). Analisis berikut ini dapat membantu dalam
memahami prinsip analisis termodinamika kedua karena lebih sederhana.
TH
qH Tw
mCp qL
TL
𝑑𝑇𝑤
𝑚𝐶𝑝 = 𝑞𝐻 − 𝑞𝐿 (4.23)
𝑑𝑡
𝑚𝐶𝑝 𝑑𝑇𝑤 𝑞𝐻 𝑞𝐿
= − + ∆𝑆 (4.24)
𝑇𝑊 𝑑𝑡 𝑇𝐻 𝑇𝐿
𝑑𝑇𝑤 𝑇0 𝑇0 𝑇0
𝑚𝐶𝑝 1− = 𝑞𝐻 1 − − 𝑞𝐿 1 − − 𝑇0 ∆𝑆 (4.25)
𝑑𝑡 𝑇𝑊 𝑇𝐻 𝑇𝐿
eksergi campuran (mixture) dari udara dengan uap air pada berbagai suhu dan
kelembaban. Shukuya & Hammache (2002) menyatakan bahwa eksergi fisik dan
kimia memiliki peran penting dalam pengkajian sistem termodinamika
sesungguhnya dari suatu proses psikrometrik. Sedangkan Bejan et al. (1996)
menyatakan bahwa eksergi kimia merupakan komponen utama dari eksergi total
dalam suatu campuran zat pada berbagai tingkat suhu dan komposisi.
Pada kondisi mantap (steady state) dengan mengabaikan pengaruh energi
kinetik dan potensial, persamaan eksergi udara pengeringan dapat ditulis sebagai
berikut,
𝑛
𝑒𝑎 = − 0 − 𝑇0 𝑠 − 𝑠0 + 𝑋𝑘 𝜇𝑘,0 − 𝜇𝑘 (4.18)
𝑘=1
dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa dua suku pertama diruas kanan adalah
komponen eksergi fisik dan suku terakhir adalah komponen eksergi kimia.
Nilai eksergi spesifik untuk udara lembab yang dianggap sebagai campuran
gas ideal yang terdiri dari udara kering dan uap air adalah (Shukuya & Hammache
2002) :
𝑇 𝑃
𝑒𝑎 = 𝐶𝑝𝑎 + 𝜔𝐶𝑝𝑣 𝑇 − 𝑇0 − 𝑇0 𝑙𝑛 + 1 + 1.608𝜔 𝑅𝑎 𝑇0 𝑙𝑛
𝑇0 𝑃0
1 + 1.608𝜔0
+ 𝑅𝑎 𝑇0 1 + 1.608𝜔 𝑙𝑛
1 + 1.608𝜔
𝜔
+ 1.608𝜔𝑙𝑛 (4.19)
𝜔0
pada persamaan di atas komponen eksergi kimia adalah dua suku terakhir di ruas
kanan sedangkan eksergi fisiknya adalah dua suku pertama.
Pada suatu sistem dimana perbedaan tekanan dianggap tidak ada (P=P0)
maka persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi,
𝑇
𝐸𝑎 = 𝑚 𝐶𝑝𝑎 + 𝜔𝐶𝑝𝑣 𝑇 − 𝑇0 − 𝑇0 𝑙𝑛
𝑇0
1 + 1.608𝜔0
+ 𝑅𝑎 𝑇0 1 + 1.608𝜔 𝑙𝑛
1 + 1.608𝜔
𝜔
+ 1.608𝜔𝑙𝑛 (4.20)
𝜔0
92
Pada Gambar 4-6 terlihat kurva eksergi udara (kJ/kg) yang berbentuk seperti
grafik psikrometrik, nilainya dihitung berdasarkan tabel uap, nilai properti udara
dan uap air serta psikrometrik standar pada kondisi acuan (T0) 273 K (Liley 2002).
Gambar 4-6. Kurva eksergi udara pada berbagai suhu dan RH (Liley 2002)
kerja maksimum yang diperoleh atau kerja minimum yang dibutuhkan oleh sistem
yang didapatkan dari adanya aliran (stream) massa, panas atau kerja (matter, heat
or work). Sebagian dari eksergi yang memasuki sistem termal akan hilang oleh
adanya irreversibilitas dari sistem tersebut (Tambunan et al. 2010; Dincer 2002).
Konservasi energi dalam proses pengeringan adalah memakai energi
seminimum mungkin untuk memindahkan uap air secara maksimum sampai
kepada kondisi akhir yang diinginkan dengan tetap memperhatikan kualitas.
Secara umum, keseimbangan energi tidak memberikan informasi mengenai
kualitas energi yang masuk atau keluar dari suatu sistem. Untuk analisis sistem
termal, dalam hukum termodinamika II dikenal konsep eksergi yang merupakan
suatu ukuran mutu atau nilai energi. (Mustofa et al. 2007). Demikian juga untuk
menganalisis proses pengeringan yang dikenal sebagai sarat energi, kaidah-kaidah
termodinamika mulai banyak diterapkan.
Beberapa studi mengenai aspek termodinamika dari sistem pengeringan
telah dilakukan. Syahrul et al. (2002) mempelajari analisis eksergi pengeringan
fluidized bed dari partikel basah (moist particles), Midilli & Kucuk (2003b)
melakukan analisis energi dan eksergi proses pengeringan dari biji kenari
(pistachio) dengan menggunakan lemari pengering bertenaga surya. Dincer &
Sahin (2004) mengembangkan model baru untuk analisis eksergi pada proses
pengeringan. Akpinar (2004) melakukan analisis energi dan eksergi proses
pengeringan dari irisan paprika merah dalam pengering tipe konveksi. Akpinar et
al. (2005, 2006) menyajikan analisis energi dan eksergi proses pengeringan
kentang dan labu dengan pengering tipe siklon (cyclone type dryer). Colak &
Hepbasli (2007) menyajikan analisis eksergi proses pengeringan lapisan tipis buah
zaitun (green olive) dengan pengering rak. Corzo et al. (2008a) mempelajari
analisis eksergi dan optimasi pengeringan lapisan tipis irisan buah coroba.
Metode
Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah irisan rimpang temu putih
dan dikeringkan pada kombinasi suhu 40, 50, 60 dan 70 oC dengan RH 20%,
40%, dan 60%. Sampel dengan tebal irisan sampel sekitar 3-4 mm diletakkan
pada wadah sedemikian rupa dalam bentuk lapisan tipis. Sebelum dikeringkan,
irisan temu putih terlebih dulu dirandam dalam air dengan suhu 95 oC (diblansir)
selama 5 menit (Ertekin & Yaldiz 2004). Pada setiap percobaan, alat pengering
dihidupkan sekitar satu jam sebelum dimulai untuk menstabilkan ruangan
pengering sesuai dengan kondisi percobaan yang diinginkan. Berat dan suhu
bahan serta suhu dan kelembaban udara pengering dimonitor secara kontinu dan
direkam datanya setiap 5 menit selama percobaan. Perubahan berat sampel diukur
langsung secara otomatis dengan menggunakan timbangan GF-3000 A&D dengan
kapasitas 0–3000 g dan akurasi 0.01 g. Percobaan dihentikan setelah berat sampel
konstan. Kadar air akhir percobaan ditentukan dengan mengeringkan sampel
selama 24 jam pada suhu 103 ± 2 oC dengan memakai oven (Kashaninejad et al.
2003).
Penelitian pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat pengering
terkontrol-terakuisisi. Alat pengering ini dapat diatur pada kondisi suhu dan
kelembaban nisbi (RH) yang diinginkan yaitu pada selang suhu 30-80 oC dan RH
20-90%. Pengontrolan kondisi pengeringan dilakukan dengan kontrol PID dengan
akurasi suhu ± 1oC dan RH ± 2% sesuai dengan standar (ASABE, 2006). Sensor
suhu dan RH menggunakan SHT15 keluaran Sensirion. Secara keseluruhan alat
pengering dikontrol oleh mikroprosesor AVR Atmel. Alat ini dilengkapi juga
dengan sistim humidifier 2000 W, sistim pemanas 2000 W, kipas elektrik dan
dehumidifier. Kecepatan udara pengering yang melalui ruang pengering (drying
chamber) yang berdimensi 35 cm 35 cm 35 cm dikontrol secara manual dan
diukur dengan menggunakan anemometer digital Kanomax dengan akurasi ± 0.1
m/s. Skema alat pengering dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Sistem pengeringan pada Gambar 4.7 dapat diuraikan dan dijelaskan dalam
empat kondisi berikut (Gambar 4.8):
Kondisi 1, berhubungan dengan masukan (input) udara pengering ke dalam
sistem untuk mengeringkan sampel/produk pada waktu t.
Kondisi 2, berhubungan dengan produk yang dikeringkan dan air di dalam
produk pada waktu t.
Kondisi 3, berhubungan dengan luaran (output) udara lembab yang keluar dari
sistem pada waktu t+∆t.
Kondisi 4, berhubungan dengan produk yang dikeringkan dan air di dalam
produk pada waktu t+∆t.
Sistem termodinamika pengeringan ini dianilisis dengan menggunakan
prinsip keseimbangan massa, energi dan eksergi. Selain itu karena proses ini
berlangsung secara psikrometrik volume kontrol (Burghardt & Harbach 1993),
maka persamaan-persamaan psikrometrik juga digunakan dalam perhitungan
sifat-sifat udara (pengeringan).
96
Gambar 4.8. Skema input-output proses pengeringan (Dincer & Sahin 2004)
m a h1 m p (h p ) 2 (m w ) 2 (hw ) 2 m a h3 m p (h p ) 4 (m w ) 4 (hw ) 4 Ql (4.24)
dimana
h1 (ha )1 1 (hv )1 (ha )1 1 (hg )1 (4.25)
Entalpi udara pengering dihitung dengan persamaan berikut (Heldman & Singh,
1981):
ha c pa (T Tref ) h fg
(4.27)
ha (1.004 1.88 )(T Tref ) h fg
𝐸𝑈 = 𝑄𝑒𝑣 (4.29)
𝑄𝑒𝑣
𝐸𝑈𝑅 = (4.30)
𝑚𝑎 𝑎𝑖 − 𝑎0
Eksergi masuk, keluar dan yang hilang ke/dari ruang pengering dianalisis
berdasarkan hukum kedua termodinamika. Dasar perhitungan untuk analisis
eksergi ruang pengering adalah menghitung nilai eksergi dalam keadaan mantap
(steady state) (Akpinar et al. 2006; Corzo et al. 2008; Midili & Kucuk 2003b).
Dincer & Sahin (2004) menyusun persamaan keseimbangan eksergi sebagaimana
persamaan input-output untuk energy balance sebagai berikut:
m a e1 m p (e p ) 2 (m w ) 2 (ew ) 2 m a e3 m p (e p ) 4 (m w ) 4 (ew ) 4 Eq Ed
(4.31)
Analogi dengan persamaan 4.19 dan 4.20 maka ekesergi spesifik pada
kondisi 1 dari sistem pengeringan temu putih (lihat Gambar 4-8) dapat ditulis
sebagai berikut,
98
𝑇1
𝑒1 = 𝐶𝑝𝑎 + 𝜔1 𝐶𝑝𝑣 𝑇1 − 𝑇0 − 𝑇0 𝑙𝑛
𝑇0
1 + 1.608𝜔0
+ 𝑅𝑎 𝑇0 1 + 1.608𝜔1 𝑙𝑛
1 + 1.608𝜔1
𝜔1
+ 1.608𝜔1 𝑙𝑛 (4.32)
𝜔0
𝑇0
𝑒 = 𝐶𝑝 1 − (4.34)
𝑇
𝑇0
𝑒𝑒𝑣 = 𝑄𝑒𝑣 1 − (4.35)
𝑇𝑒𝑣
availabili ty of system
ex (4.36)
availabilt y of resources
perbandingan pada Gambar 4-11 dan 4-12 dapat dilihat plot energi (entalpi) udara
pada kondisi yang sama, sedangkan nilainya tertera pada Tabel 4-1 dan 4-2. Dari
gambar tersebut terlihat nilai eksergi dan entalpi udara semakin tinggi dengan
meningkatnya suhu dan kelembaban nisbi (RH). Terlihat juga bahwa besaran
eksergi udara pada kisaran suhu pengeringan 40-70 oC besarnya sekitar 0-10%
dari entalpi yang dikandung oleh udara.
120
80% T0 20
100 80% RH
70% RH
80
Eksergi (kJ)
60% RH
60 40% RH
20% RH
40
20% T0 40
20
0
0 20 40 60 80 100
Suhu (C)
Gambar 4-9. Kurva eksergi udara pada berbagai suhu (T0 = 303 K, RH0 =70%)
120
80 C
100 70 C
60 C
80
Eksergi (kJ/kg)
50 C
40 C
60
30 C
40
20
0
0 20 40 60 80 100
RH (%)
Gambar 4-10. Kurva eksergi udara pada berbagai RH (T0 = 303 K, RH0 =70%)
100
oleh Shukuya & Hammache (2002) serta Bejan et al. (1996). Hal inilah yang
membedakan penelitian ini dengan analisis yang dilakukan oleh Corzo et al.
(2008a) yang tidak mempertimbangkan rasio kelembaban didalam studi tentang
analisis energi dan eksergi pengeringan lapisan tipis irisan buah coroba.
1200
80% RH
1000 70% RH
60% RH
800 40% RH
Entalpi (kJ)
20% RH
600
400
200
0
0 20 40 60 80 100
Suhu (C)
1200
80 C
70 C
1000
60 C
50 C
800
Entalpi (kJ/kg)
40 C
30 C
600
400
200
0
0 20 40 60 80 100
RH (%)
120 360
RH 40% RH 60%
100 300
Eks. kimia Eks. kimia
Eksergi (kJ/kg)
Eksergi (kJ/kg)
80 240
Eks. Fisik Eks. fisik
60 180
40 120
20 60
0 0
20 40 60 80 100 20 40 60 80 100
Suhu (oC) Suhu (oC)
Gambar 4-13. Kurva eksergi fisik dan kimia udara pengering pada RH 40% & 60%
600 1200
RH 70% RH 80%
500 1000
Eks. kimia Eks. kimia
Eksergi (kJ/kg)
Eksergi (kJ/kg)
400 800
Eks. fisik Eks. fisik
300 600
200 400
100 200
0 0
20 40 60 80 100 20 40 60 80 100
Suhu (oC) Suhu (oC)
Gambar 4-14. Kurva eksergi fisik dan kimia udara pengering pada RH 70% & 80%
150 150
70 C, 40% 50 C, 40%
60 C, 40% 50 C, 30%
Massa temu putih (g)
60 60
30 30
0 0
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
80 80
50 C, 40%
70 70 50 C, 30%
Suhu bahan (C)
60 50 C, 20%
60
50 50
40 40
30 70 C, 40% 60 C, 40% 30
50 C, 40% 40 C, 40%
20 20
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
80 100%
50 C, 40%
70 80% 50 C, 30%
Suhu keluar (C)
60 50 C, 20%
RH keluar
60%
50
40%
40
20%
30 70 C, 40% 60 C, 40%
50 C, 40% 40 C, 40%
20 0%
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
Gambar 4-17. Kurva suhu (kiri) dan RH keluar (kanan) dari ruang pengeringan
104
16 0.8
Entalpi
Eksergi
12 0.6
Eksergi (kJ/s)
Entalpi (kJ/s)
8 0.4
4 0.2
0 0.0
50 C, 40% 60 C, 40% 70 C, 40%
16 0.8
Entalpi
Eksergi
12 0.6
Eksergi (kJ/s)
Entalpi (kJ/s)
8 0.4
4 0.2
0 0.0
50 C, 20% 50 C, 30% 50 C, 40%
Gambar 4-18. Energi dan eksergi udara masuk ke dalam sistem pengeringan
simplisia pada berbagai suhu & RH
Eksergi yang masuk ke dalam sistem besarnya konstan karena suhu dan RH
udara pengeringan dijaga konstan selama pengeringan yaitu 68.1, 235.9 dan 581.1
J/s masing-masing untuk suhu 50, 60, 70oC pada RH 40% serta 40.7, 43.0 dan
68.1 J/s masing-masing untuk RH 20%, 30% dan 40% pada suhu 50oC.
Sedangkan eksergi keluar bervariasi antara 65.8-67.4, 232.8-234.8 dan 578.9-
580.0 J/s masing-masing untuk suhu 50, 60 dan 70 oC pada RH konstan 40% serta
35.9-39.5, 39.5-42.1 dan 65.8-67.4 J/s masing-masing untuk RH 20%, 30% dan
40% pada suhu 50oC.
Gambar 4-19 menunujukkan penggunaan energi (energy utilization) untuk
penguapan selama pengeringan, yaitu berkisar antara 0.0118-0.0489, 0.0150-
105
0.0420, 0.0216-0.0480 dan 0.0235-0.0461 kJ/s masing-masing untuk suhu 40, 50,
60 dan 70oC pada RH 40% serta 0.0118-0.0489, 0.0138-0.0492 dan 0.0150-
0.0420 kJ/s masing-masing untuk RH 20%, 30% dan 40% pada suhu 50oC. Dari
gambar tersebut terlihat bahwa penggunaan energi cukup tinggi pada awal
pengeringan dan semakin menurun hingga akhir pengeringan. Hal ini dapat
dimengerti mengingat pada awal pengeringan kadar air bahan masih tinggi
sehingga diperlukan banyak energi untuk penguapan air bahan. Gambar 4-20
menunjukkan kurva eksergi penguapan pada berbagai kondisi percobaan,
sedangkan Tabel 4-3 menunjukkan nilai total energi dan eksergi untuk penguapan
selama 4 dan 6 jam pengeringan simplisia temu putih.
0.15 0.15
70 C, 40% 50 C, 40%
Evaporation Heat (kJ/s)
0.06 0.06
0.03 0.03
0 0.00
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
0.010 0.010
70 C, 40% 50 C, 40%
Exergy evaporation (kJ/s)
Exergy Evaporation (kJ/s)
60 C, 40%
0.008 0.008 50 C, 30%
50 C, 40%
40 C, 40% 50 C, 20%
0.006 0.006
0.004 0.004
0.002 0.002
0.000 0.000
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
Gambar 4-20. Eksergi penguapan pada berbagai kondisi pengeringan temu putih
106
Tabel 4-3. Jumlah energi dan eksergi penguapan pengeringan temu putih
Selama 4 jam pengeringan Selama 6 jam pengeringan
Suhu, RH Evap. heat Evap. exergy Evap. heat Evap. exergy
(kJ) (kJ) (kJ) (kJ)
70 oC, 40% 324.01 30.70 325.37 30.85
60 oC, 40% 324.07 23.79 326.44 24.00
50 oC, 40% 320.93 14.41 324.49 14.60
50 oC, 30% 324.04 13.29 325.88 13.40
50 oC, 20% 318.88 10.03 319.80 10.08
40 oC, 40% 321.48 5.96 330.88 6.19
20% 20%
40 C, 40% 50 C, 20%
Energy Utilization Ratio
8% 8%
4% 4%
0% 0%
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
Gambar 4-21. Rasio penggunaan energi (EUR) sebagai fungsi waktu pengeringan
Selisih antara eksergi masuk dengan keluar adalah merupakan besaran dari
eksergi yang musnah atau rusak (exergy destruction), kurvanya diplotkan pada
Gambar 4-23, Shukuya & Hammache (2002) menyebutkan exergy destruction
sebagai exergy consumed. Pada gambar tersebut terlihat bahwa eksergi yang
dikonsumsi selama proses tinggi pada awal pengeringan dan semakin turun
dengan bertambahnya waktu pengeringan, kecenderungan ini sejalan dengan
penggunaan energi (energy utilization).
0.6 0.6
50 C, 40%
0.5 70 C, 40% 0.5 50 C, 30%
Exergy outflow (kJ/s)
0.2 0.2
0.1 0.1
0.0 0.0
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
0.005 0.012
70 C, 40% 50 C, 20%
Exergy destruction (kJ/s)
0.000 0.000
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
efisiensi eksergi agak berbeda dengan kurva rasio penggunaan energi (EUR)
dimana kurva EUR mengalami penurunan sejak awal pengeringan sedangkan
kurva efisiensi eksergi cenderung naik/ tinggi pada awal pengeringan terutama
pada suhu yang lebih rendah, baru kemudian semakin menurun dengan
bertambahnya waktu pengeringan. Kecenderungan yang sama dilaporkan oleh
Akpinar (2004) pada penelitian pngeringan irisan paprika merah. Efisiensi eksergi
pengeringan bervariasi antara 0.03-31.3%, 0.01-6.23%, 0.0-2.13% dan 0.0-0.76%
masing-masing untuk suhu 40, 50, 60 dan 70 oC pada RH 40% serta 0.0-27.0%,
0.0-15.9% dan 0.01-6.23% masing-masing untuk RH 20%, 30% dan 40% pada
suhu 50oC.
Pada Tabel 4-4 disajikan nilai efisiensi eksergi rata-rata selama 4 dan 6 jam
pengeringan dan pada berbagai kondisi percobaan yang dilakukan.
30% 30%
40 C, 40% 50 C, 20%
25% 50 C, 40% 25% 50 C, 30%
50 C, 40%
Efisiensi eksergi
Efisiensi eksergi
60 C, 40%
20% 20%
70 C, 40%
15% 15%
10% 10%
5% 5%
0% 0%
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
Gambar 4-24. Kurva efisiensi eksergi pada berbagai suhu (kiri) dan RH (kanan)
Tabel 4-4. Efisiensi energi dan eksergi rata-rata pengeringan temu putih
Selama 4 jam pengeringan Selama 6 jam pengeringan
Suhu, RH
Ef. energi Ef. eksergi Ef. energi Ef. eksergi
70 oC, 40% 0.19% 0.15% 0.13% 0.10%
60 oC, 40% 0.33% 0.40% 0.22% 0.27%
50 oC, 40% 0.68% 1.38% 0.46% 0.93%
50 oC, 30% 1.12% 3.33% 0.75% 2.24%
50 oC, 20% 2.96% 5.09% 1.98% 3.40%
40 oC, 40% 3.54% 9.02% 2.43% 6.20%
109
150 150
70 C, 40% 50 C, 40%
Massa temu lawak (g)
Massa temu lawak (g)
60 60
30 30
0 0
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
80 80
50 C, 40%
70 70 50 C, 30%
50 C, 20%
Suhu bahan (C)
Suhu bahan (C)
60 60
50 50
40 40
70 C, 40%
30 60 C, 40% 30
50 C, 40%
20 20
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
80 100%
50 C, 40%
70 80% 50 C, 30%
Suhu keluar (C)
60 50 C, 20%
RH keluar
60%
50
40%
40
70 C, 40%
30 60 C, 40% 20%
50 C, 40%
20 0%
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
Gambar 4-27. Kurva suhu (kiri) dan RH keluar (kanan) dari ruang pengeringan
0.10 0.10
70 C, 40% 50 C, 40%
Evaporation Heat (kJ/s)
0.04 0.04
0.02 0.02
0.00 0.00
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
0.010 0.005
70 C, 40% 50 C, 40%
0.004 0.002
0.002 0.001
0.000 0.000
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
Tabel 4-5. Total energi dan eksergi penguapan pada pengeringan temu lawak
Selama 4 jam pengeringan Selama 6 jam pengeringan
Suhu, RH Evap. heat Evap. exergy Evap. heat Evap. exergy
(kJ) (kJ) (kJ) (kJ)
70 oC, 40% 303.63 27.33 310.08 28.08
60 oC, 40% 301.58 19.68 313.50 20.71
50 oC, 40% 296.94 12.11 314.30 13.13
50 oC, 30% 298.00 10.87 309.52 11.55
50 oC, 20% 304.76 14.06 310.98 14.44
sistem masih cukup tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan, hal ini dapat
diaplikasikan untuk pengeringan rak yang terdiri dari beberapa lapisan.
2.0% 12%
50 C, 40% 50 C, 20%
Energy Utilization Ratio
0.0% 0%
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
Gambar 4-30. Rasio penggunaan energi (EUR) sebagai fungsi waktu pengeringan
0.8 0.08
Exergy outflow (kJ/s)
0.005 0.010
70 C, 40% 50 C, 20%
Exergy destruction (kJ/s)
0.002 0.004
0.001 0.002
0.000 0.000
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
5% 20%
50 C, 40% 50 C, 20%
4% 60 C, 40% 16% 50 C, 30%
Efisiensi eksergi
Efisiensi eksergi
70 C, 40% 50 C, 40%
3% 12%
2% 8%
1% 4%
0% 0%
0 60 120 180 240 300 360 0 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Waktu (menit)
Gambar 4-33. Kurva efisiensi eksergi pada berbagai suhu (kiri) dan RH (kanan)
114
Pada Tabel 4-6 berikut disajikan nilai efisiensi eksergi rata-rata selama 4
dan 6 jam pengeringan pada berbagai kondisi percobaan yang dilakukan.
Tabel 4-6. Efisiensi energi dan eksergi rata-rata pengeringan temu lawak
Selama 4 jam pengeringan Selama 6 jam pengeringan
Suhu, RH
Ef. energi Ef. eksergi Ef. energi Ef. eksergi
70 oC, 40% 0.18% 0.14% 0.12% 0.10%
60 oC, 40% 0.31% 0.38% 0.21% 0.26%
50 oC, 40% 0.63% 1.31% 0.45% 0.92%
50 oC, 30% 1.03% 3.14% 0.71% 2.17%
50 oC, 20% 2.83% 4.94% 1.93% 3.36%
Kesimpulan