KAJIAN PUSTAKA
Asam salisilat, dikenal juga dengan asam 2-hidroksi benzoat atau asam-
digunakan sebagai bahan terapi topikal lebih dari 100 tahun yang lalu. Dalam
bidang dermatologi, asam salisilat telah lama dikenal dengan khasiat utamanya
sebagai bahan keratolitik. Hingga saat ini asam salisilat masih digunakan dalam
terapi veruka, kalus, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit kepala, dan iktiosis.
kulit, melasma, hiperpegmentasi pasca inflamasi, dan akne (Lee dan Kim, 2003;
Muhammad et al., 2016). Struktur asam salisilat digambarkan seperti Gambar 2.1.
10
11
kerja asam salisilat topikal. Efek desmolitik asam salisilat meningkat seiring
Secara umum penggunaan terapi topikal relatif lebih aman dan memiliki
efek samping minimal dibandingkan dengan rute pemberian secara oral, namun
interaksi obat akibat absorpsi sistemik yang harus diwaspadai. Pada pemberian
oral, sebagian salisilat diabsorpsi dengan daya absorpsi 70% dalam bentuk utuh
dalam lambung, tetapi sebagian besar absorpsi terjadi dalam usus halus bagian
tubuh dan segera menyebar ke seluruh tubuh dan cairan transeluler setelah
Salisilat dapat ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal, liur, dan air susu.
2012).
Asam salisilat memiliki efek analgetik tetapi jarang digunakan secara oral
karena toksisitasnya relatif tinggi, sehingga yang lebih sering digunakan adalah
pada gugus karboksil dan hidroksil, serta memasukkan gugus hidoksil atau gugus-
gugus lain pada cincin aromatik, tujuan dari modifikasi asam salisilat adalah
Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal dengan aspirin merupakan
salah satu turunan dari asam salisilat. Asam asetil salisilat adalah obat yang paling
sering digunakan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang yang sebabnya
beragam, tetapi tidak efektif untuk menghilangkan nyeri organ dalam (visceral
pain), seperti infarktus miokardium atau kolik batu ginjal atau empedu (Darsono,
2002).
Setelah ingesti asam asetil salisilat secara cepat diubah menjadi asam
salisilat. Pada dosis teraphy asam salisilat dimetabolisme oleh hati dan dieliminasi
paru-paru, hati, dan sistem metabolisme. Salisilat secara langsung maupun tidak
tunggal, menghambat enzim siklus krebbs, dan menghambat sintesis asam amino
dengan resiko tukak lambung dan perdarahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain tablet yang tidak larut, penyerapan non-ionisasi oleh lambung
digunakan dalam dosis besar dapat mengiritasi mukosa lambung karena hilangnya
Selain itu asam salisilat juga dapat menimbulkan efek spesifik seperti
reaksi alergi kulit dan telinga berdengung pada dosis yang lebih tinggi. Efek yang
lebih serius yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan asam salisilat adalah
walaupun dalam dosis rendah. Pada anak-anak yang terserang cacar air atau flu,
pemberian asam salisilat dapat menyebabkan berisiko terkena sindrom Rye yang
enzim yang terlibat dalam biosintesis dan metabolisme asam salisilat yaitu
benzoic acid 2-hidroxylase yang mengubah asam benzoat menjadi asam salisilat,
dan enzim Salicylic acid glucosylterase yang mengkatalisis konversi dari asam
salisilat ke salycilic acid glukoside ( Lee et al., 1995). Skema biosintesis dan
Gambar 2.2.
Skema biosintesis dan metabolisme asam salisilat
Lempung adalah bagian dari mineral tanah dengan struktur berlapis yang
dengan perbedaan pada rumusan, struktur, sifat yang meliputi swelling, dan
atau adsorpsi. Lempung memiliki berbagai kation dan anion yang bisa
2+
dipertukarkan yang ada pada permukaannya, seperti Ca , Mg 2+, H+, NH4+, Na+,
SO42-, Cl-,PO43-, dan NO3-. Ion-ion tersebut dapat tertukar dengan ion yang lain
permukaan yang tinggi, stabilitas mekanik dan kimia, struktur berlapis, kapasitas
tukar kation yang tinggi menjadikan lempung sebagai material adsorben yang
Di alam lempung (Clay) adalah salah satu mineral yang sangat berlimpah
ciri-ciri antara lain jika diraba terasa licin, lunak, memiliki kilap lilin, berwarna
pucat dengan penampakan putih, hijau muda, kelabu, merah muda dalam
keadaan segar dan jika telah lapuk berwarna coklat kehitaman (Carretero et al.,
2006).
strukturnya terdiri dari dua lembar tetrahedral silikat yang mengapit satu lembar
16
menunjukkan kemiripan yaitu dalam struktur unit sel yang simetris, ikatan antar
lapisan relatif lemah , dan mempunyai ruang antar lapis yang dapat mengembang
perubahan muatan yang terjadi relatif sedikit karena semua kation hidroksi
terletak pada bidang bawah permukaan yang tertutup oleh suatu jaringan oksigen.
Substitusi isomorfik terjadi karena sebagian silika dalam lapisan tetrahedral dapat
digantikan oleh ion lain yang berukuran sama, biasanya Al3+. Dengan cara yang
sama pula sebagian dari Al3+ dalam lembaran oktahedral dapat digantikan oleh
kapasitas tukar kation sebesar 80-100 miliekivalen per seratus gram dengan luas
dengan air atau uap air, molekul air akan masuk di antara lapisan-lapisan silikat
jarak dasar terjadi secara bertahap karena terbentuknya kulit hidrasi di sekeliling
ini dapat menerima ion-ion logam dan senyawa organik. Ikatannya dengan
lapis. Lapisan tunggal dan kadang-kadang lapisan ganda yang terikat bergantung
pada ukuran kation yang digantikan dan defisit muatan pada lapisan mineralnya.
Gambar 2.3.
Struktur montmorillonit
merupakan fenomena yang lebih kompleks karena melibatkan gaya van der waals,
ikatan hidrogen, pertukaran ion, ikatan koordinasi dan kemisorpsi (Bonina et al.,
2007).
Javiera et al., (2015) melaporkan aktivitas anti inflamasi, anti bakteri, dan
80 % dan 65%.
Komposit adalah material yang dibuat lebih dari satu komponen. Material
kombinasi material dengan sifat kimia, fisika, dan struktur yang berbeda. Ini
menjadikan komposit berbeda dengan sistem multi komponen lain seperti alloy
atau blends. Pada komposit, satu fase kontinu disebut dengan matrik ( host) dan
fase lainnya disebut dengan filler (guest). Komposit yang fase matriknya
mikrostruktur, dan interaksi antar mukanya, tetapi sudah terbukti bahwa sifat
fillernya, dengan kata lain sifat filler sangat menentukan morfologi dan sifat
Lempung merupakan fraksi tanah dengan ukuran partikel lebih kecil dari 2
lempung khususnya bentonit menjadikannya sebagai matrik yang bisa diisi oleh
polimer atau monomer untuk membentuk komposit yang stabil (Olad, 2011).
sebagai excipient maupun sebagai zat aktif. Mineral lempung dapat berinteraksi
dengan molekul obat dan juga dengan komponen inaktif dari produk medis
seperti polimer. Berdasar pada interaksi tersebut mineral lempung dan bentuk
20
bentuk dosis farmasi adalah sistem penghantar obat. Sistem penghantaran obat
(drug delivery system) adalah istilah yang menggambarkan bagaimana suatu obat
konvensional. Modifikasi meliputi perubahan laju dan atau waktu pelepasan obat,
atau tempat (site) lepasnya obat. Modifikasi ini dapat dilakukan dengan beberapa
asam salisilat yang teradsorpsi pada illit dan menemukan bahwa formasi Al-O-C
terikat di antara anion salisilat dan Al3+ oktahedral. Peneliti yang sama
menemukan juga adsorpsi terbatas dari asam karboksilat pada lempung tanpa
(asetil-asam salisilat) dan merupakan asam hidroksi benzoat yang penting yang
relatif lama dapat menimbulkan efek toksisitas sistemik (Bonina et al., 2007).
asam salisilat yaitu keasamannya dengan beberapa variabel yang harus dibatasi
dapat terdisosiasi, namun pada pH yang lebih tinggi berada dalam bentuk anion.
Selain itu, asam salisilat mempunyai kelarutan dalam air yang sangat rendah
jumlah yang signifikan dengan obat yang teradsorpsi. Untuk mengatasi keadaan
tersebut, dalam penelitian ini lempung ditreatmen dengan larutan asam salisilat
dalam air dengan kation bervalensi tinggi seperti Fe3+ karena asam salisilat
yang mempunyai spesies berbeda ke dalam suatu bahan yang mempunyai struktur
berlapis dengan tidak merusak struktur lapisan tersebut. Molekul yang disisipkan
22
farmasi. Kajian teoritis tentang peran lempung dalam sistem penghantar dan
material baru dengan sifat kimia dan fisika yang lebih baik. Zheng et al (2007)
larutan intestinal simulasi (pH =7,4) lebih besar dibandingkan gastrik simulasi.
pengantar obat ( delivery drug system). Khatem et al., 2015 mempelajari tentang
23
senyawa declofenac.
bentonit. Didapatkan hasil bahwa adsorpsi senyawa obat tersebut dalam larutan
berair dan dengan kehadiran surfaktan anionik sodium dodecyl sulfate (SDS) dan
pseudo second order dan kinetika adsorpsi ibuprofen merupakan Lagergren first
order . Kesetimbangan adsorpsi dari semua jenis obat tersebut diperoleh dalam 24
(a) (b)
24
(b) (d)
(e)
X, FTIR, dan analisis termal (TG-DTA). Hasil yang didapat membuktikan bahwa
merupakan proses yang cepat dan kesetimbangan dicapai dalam waktu 1 jam.
5,7 dan suhu 30 ˚C. Studi pelepasan secara in vitro (in vitro release study)
simulated gastric fluid ( pH 1,2) dan intestinal fluid (pH 7,4) dan ini membuktikan
25
ionik dan obat-obat yang tidak terlarut dalam asam. Pelepasan obat dari
permukaan lempung dipermudah oleh ikatan yang lemah di antaranya dan secara
lapisan ganda elektrik akibat fenomena ionisasi, adsorbsi ion, atau dissolusi ion.
koloid. Kestabilan sistem koloid dijelaskan oleh Derjaguin, Landau, Verwey, dan
Overbeek pada tahun 1940 yang dikenal dengan teori DLVO. Teori ini
melawan gaya tarik-menarik (gaya Van der Walls) yang dapat menyebabkan
Nanopartikel memiliki muatan permukaan yang menarik lapisan tipis dari ion
(Gambar 2.7.)
27
Potensial listrik pada daerah batas dari double layer dikenal dengan
potensial zeta dari partikel yang memiliki nilai dengan rentangan tertentu berkisar
dari +100Mv sampai dengan -100Mv. Besarnya nilai potensial zeta dapat
memprediksi stabilitas koloid. Nanopartikel dengan nilai potensial zeta yang lebih
besar dari + 25 Mv atau lebih kecil dari -25mV memiliki derajat stabilitas yang
tinggi, karena setiap partikel akan saling tolak menolak satu sama lainnya
2006) .
Lapisan ganda elektrik terdiri atas dua bagian yaitu compact layer pada
region dalam dan diffuse layer pada region luar yang mengelilingi compact
28
layer. Compact layer (Stern layer atau fixed layer) yaitu suatu lapisan kation yang
menempel kuat pada permukaan anion dan tidak dapat bergerak (immobile) secara
suatu lapisan dengan kation yang kurang kuat menempel pada permukaan anion
kation compact layer disebut shear plane atau slipping plane. Potensial
Analisis potensial zeta pada suatu sampel akan berhasil jika sampel
ditunjukkan dengan konduktivitas lebih kecil dari 1Ms/cm ((Niriella & Carnahan,
2006).
Potensial zeta tidak terukur secara langsung tetapi dapat dihitung dengan
2.6.1.Fenomena Elektrokinetik
datar. Dalam prakteknya potensial zeta dari disperse diukur dengan menggunakan
medan listrik di seluruh dispersi. Partikel dalam dispersi dengan potensial zeta
yang sebanding dengan besarnya potensial zeta. Kecepatan ini diukur dengan
pergeseran dari sinar laser yang disebabkan oleh pergerakan partikel diukur
sebagai mobilitas partikel, dan mobilitas ini diubah menjadi potensial zeta dengan
merupakan parameter yang terukur. Dari sudut pandang instrument, ada dua
gambar partikel bergerak. Di sisi lain ini rumit untuk elektroosmosis pada dinding
dinamis. Hal ini memungkinkan pengukuran dalam sel terbuka yang meniadakan
aliran elektro –osmotik untuk kasus Uzgris, tetapi tidak untuk sel kapiler dan hal
namun tidak dapat menampilkan gambar dari partikel bergerak. Kedua teknik
dan cairan akan dipertahankan sehingga potensial zeta akan sama untuk semua
fraksi volume partikel pada suspensi ( Pek-Ing Au & Yee-Kwong Leong, 2016).
potensial zeta yaitu aliran vibrasi koloid (colloid vibration current) dan amplitude
sonic elektrik (electric sonic amplitude). Terdapat instrument yang tersedia secara
memiliki keuntungan untuk dapat melakukan pengukuran pada sampel utuh tanpa
(Nanocomposix, 2012).
pada tahun 1903. Teori ini awalnya dikembangkan untuk elektroforesis namun
sekarang untuk elektroakustik juga bisa. Teori Smoluchowski cukup kuat karena
valid untuk partikel terdispersi untuk semua bentuk dan konsentrasi. Teori ini juga
berlaku untuk lapisan ganda yang sangat tipis, ketika panjang Debye , 1/ĸ
ĸ .α >> 1
tidak hanya untuk teori elektroforesis tapi bagi banyak teori elektrokinetik
dan elektrokaustik lainnya. Model ini berlaku untuk sebagian besar model
dalam air. Model break hanya untuk nanokoloid dalam larutan dengan
Hal ini diungkapkan dalam teori modern sebagai kondisi Dukhin nomor
kecil:
Ɗư << 1
2.7. Inflamasi
jejas pada jaringan atau sel (cell injury), membersihkan jaringan dari sisa-sisa
infeksi, benda asing, jejas sel misalnya trauma fisik, suhu, kimiawi, serta iskemis
yang menimbulkan kerusakan jaringan. Tujuan akhir dari proses inflamasi adalah
menarik protein plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cidera atau
proses penyembuhan. Sel-sel dan protein yang berperan dalam inflamasi adalah
yang berada dalam darah (neutrofil, monosit, limfosit, trombosit, basofil, faktor
membrana basalis), yang berada dalam jaringan konektif (sel mast, makrofag,
fibroblast dan matriks berupa serat kolagen dan proteoglikan) (Corwin, 2008).
Inflamasi akut adalah reaksi cepat jaringan dan pembuluh darah lokal yang
darah, sel-sel pertahanan, dan matriks ekstraseluler seperti jaringan ikat kolagen,
vasodilatasi, cairan eksudat, dan infiltrasi neutrofil. Proses ini diaktivasi oleh
Terdapat dua stadium pada reaksi inflamasi akut yaitu vaskuler dan
seluler. Stadium vaskuler pada respon inflamasi dimulai segera setelah jaringan
Oleh karena berperan untuk memfasilitasi pelepasan sel dan protein inflamasi
dari aliran darah ke jaringan maka perubahan vaskuler ini merupakan reaksi awal
inflamasi yang terjadi dengan cepat. Vasodilatasi mulai terjadi pada arteriol di
daerah cidera sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera. Hal ini
ini terutama akibat pelepasan bahan kimia dari degranulasi sel mast dan pelepasan
tempat cidera. Pada saat yang bersamaan histamin dan mediator kimia yang
antar sel endotel) sehingga permiabilitas kapiler meningkat. Protein plasma yang
dalam keadaan normal tidak dapat ke luar dari pembuluh darah dapat lolos ke
disebabkan oleh kebocoran protein plasma dan peningkatan tekanan darah kapiler
akibat peningkatan aliran darah lokal dapat menimbulkan udem lokal yang disebut
turgor (pembengkakan) ( Sherwood & Kinsky, 2004; Edward & Tracy, 2004).
mengalami cidera. Leukosit dan trombosit tertarik ke daerah karena bahan kimia
yang dilepaskan oleh sel yang cedera, sel mast, dan produksi sitokin. Penarikan
leukosit yang meliputi neutrofil dan monosit di daerah cidera disebut kemotaksis.
Satu jam setelah cidera, daerah cidera sudah dipadati leukosit yang ke luar dari
pembuluh darah. Neutrofil adalah sel yang pertamakali tiba diikuti oleh monosit
yang dapat membesar dan berubah menjadi makrofag dalam periode delapan
hingga dua belas jam berikutnya. Emigrasi leukosit dari darah ke jaringan
lapisan endotel kapiler pada jaringan yang cidera. Leukosit segera ke luar dari
melalui pori-pori kapiler yang disebut sebagai diapedesis. Gerakan leukosit ini
juga dibantu oleh adanya kemokin, yaitu suatu mediator kimiawi yang bersifat
makrofag membersihkan daerah yang meradang dari zat-zat toksik dan debris
jaringan dengan cara fagositosis, dilanjutkan dengan fusi lisosom dan lisosom
dan mengontrol pendarahan. Sel-sel yang tertarik ke daerah cedera akhirnya akan
berperan melakukan penyembuhan (Sherwood & Kinsky, 2004; Edward & Tracy,
Inflamasi kronik terjadi sebagai akibat dari inflamasi akut yang tidak sembuh
atau dari awal memang sudah merupakan inflamasi kronik (tidak diawali
inflamasi akut). Perubahan umum yang terjadi pada inflamasi kronik adalah
berkaitan dengan perubahan respon imun dari imunitas innate menjadi imunitas
adaftif sehingga ditemukan pula limfosit T dan sel plasma di daerah inflamasi.
Makrofag tetap berfungsi terutama untuk membuang sisa jaringan dan neutrofil
yang mati dan sering membentuk formasi khas mengelilingi pathogen atau benda
asing penyebab inflamasi yang disebut granuloma. Makrofag juga bisa bersatu
membentuk satu sel besar dengan inti yang banyak yang disebut Giant cell. Sinus
dan fistel dapat juga terbentuk pada inflamasi kronik untuk membuang jaringan
atau saluran cerna, dapat terjadi kelainan yang disebut ulkus yaitu hilangnya
35
sebagian jaringan, dimana pada dasar ulkus ditemukan jaringan granulasi yang
terdiri atas sel-sel radang kronik, fibrin dan pembuluh darah baru. Respon
angiogenesis dan pembentukan jaringan ikat yang hebat dan berakhir dengan
terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi
yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar,
jaringan sekitar dari penyebaran infeksi. Pada inflamasi selalu disertai suatu
perubahan sistemik yang dikenal sebagai respon fase akut yang tersusun dari
respon fisiologis yang nonspesifik maupun respon biokimia yang biasanya , IL-6
Hirschfiel, 2003).
kemotaktik neutrofil dan eusinofil, yang dilepaskan leukosit yang dapat menarik
sel-sel ke daerah cedera. Selain itu juga dilepaskan prostaglandin terutama seri E.
Saat membran sel mengalami kerusakan, fosfolipid akan diubah menjadi asam
arakidonat dikatalisis oleh fosfolipase A2. Asam arakidonat ini selanjutnya akan
36
kapiler dan merangsang reseptor nyeri. Leukotrien merupakan produk akhir dari
sitokin memiliki sumber-sumber ganda, target ganda, dan juga fungsi ganda.
Sitokin yang dihasilkan saat terjadi inflamasi merupakan chief stimulator dari
protein fase akut. Sitokin bekerja seperti hormon dengan merangsang sel-sel lain
pada sistem imun untuk berproliferasi atau menjadi aktif selama infeksi dan
inflamasi. Sitokin terdiri dari dua katagori yaitu yang bersifat pro-inflamasi dan
oleh sejumlah sel yang berbeda, namun yang terpenting adalah makrofag dan
2.8.1. Interleukin-6
oleh sel T dan Makrofag untuk menstimulasi respon imun selama infeksi dan
pasca trauma, khususnya luka bakar atau kerusakan jaringan lainnya yang
yaitu suatu peptide protein fase akut yang dihasilkan hepatosit yang bekerja
mengatur absorbsi besi usus halus, menghambat eritrosit pada sumsum tulang dan
menurunkan feroportin 1 yaitu protein eksporter besi pada membran sel makrofag.
osteoclast. Sel-sel otot halus di tunika medoa dari beberapa pembuluh darah juga
dan IL-1 dan aktivitasnya terhadap IL-1ra dan IL-10 (Kamimura, et al., 2014).
pada kromosom 7 dihasilkan oleh berbagai tipe sel, seperti sel T, sel B, monosit,
fibroblast, osteoblast, keratinosit, sel endotel, sel mesangial dan beberapa sel
tumor. Interleukin-6 merupakan salah satu anggota dari famili sitokin IL-6 yang
merefleksikan pleiotropism dari IL-6 dengan efek penting terhadap hati, sel B,
plasma darah, terutama pada fase infeksi akut atau kronis, dan menginduksi
diproduksi oleh banyak tipe sel seperti monosit, fibroblas, sel-sel endotel, dan
virus. Sitokin ini mempunyai fungsi yang berbeda, meliputi differensiasi dan
atau aktivasi makrofag dan sel-sel T, sel-sel pertumbuhan dan differensiasi sel-
kadar CRP yang sangat rendah sehingga metode pengukuran ini bersifat sangat
sensitif.
C - reactive protein ( CRP ) adalah suatu protein fase akut dalam darah
yang konsentrasinya meningkat 1000 kali lipat atau lebih selama terjadinya
juga dipelajari sebagai penanda inflamasi. Respon yang tepat dan assay yang
relatif mudah menjadikan CRP sebagai marker inflamasi yang ideal. C-Reactive
Protein ditemukan pada tahun 1930 oleh William Tillett dan Thomas Francis dari
seperti hati sebagai respon terhadap IL-6. Produk dari aktivasi monosit dalam
sel Help 3B menginduksi produksi potein serum amyloid A (SAA) dan CRP,
juga diproduksi dalam konsentrasi yang sangat terbatas oleh sel non-hati seperti
penelitian telah menunjukkan bahwa sel-sel epitel dari saluran pernapasan dan
epitel ginjal juga dapat menghasilkan CRP. Studi terbaru menunjukkan bahwa
arteri koroner sel otot polos manusia juga bisa mensintesis CRP dengan stimulasi
me rupakan protein fase akut pertama yang diidentifikasi. Protein ini merupakan
penanda sistemik yang sensitif pada inflamasi dan kerusakan jaringan. Gen CRP
pentraxin, memiliki 224 asam amino dengan massa molekul monomernya 25.106
sel yang mati atau menua dan sel mikroba. Protein fase akut lainnya yang
pada CRP karena protein ini stabil baik di serum maupun plasma demikian juga
41
immunoassays untuk protein ini sudah ada, terstandarisasi dengan baik, dan
2. 9. Fisiologi Lambung
Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi pencernaan dan fungsi
yang mensekresi mucus, mukosa lambung juga mengandung dua tipe kelenjar
tubular yang penting yaitu kelenjar oksintik (gastric) dan kelenjar pirolik.
Kelenjar oksintik terletak pada bagian corpus dan fundus lambung, meliputi 80%
bagian proksimal lambung. Kelenjar pirolik terletak pada bagian antral lambung.
mucus, asam klorida, faktor intrinsic dan pepsinogen. Kelenjar pirolik berfungsi
pepsinogen, rennin, lipase lambung, dan hormon gastrin (Guyton & Hall, 1997).
dengan sekresi asam lambung hingga membentuk campuran yang disebut kimus
(chyme) dan (3) pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan
lambat dan absorbsi dalam usus halus (Guyton & Hall, 1997).
1. Faktor pre-epitelial
sel epitel. Suasana netral diperlukan agar enzim-enzim dan transport aktif
di sekeliling dan dalam lapisan sel epitel mukosa dapat bekerja dengan
baik.
Menurut Guyton dan Hall (1997) mucus adalah sekresi kental yang
2. Faktor epithelial
epitel yang rusak terjadi dalam waktu yang relatif singkat yakni 1-3 hari.
3. Faktor sub-epitelial
43
sumber energi. Selain itu, aliran darah mukosa berfungsi untuk membuang
serta sistem limfe terhadap berbagai toksin, obat dan bahan lainnya.
bersifat sistemik.
atau kimiawi dengan cara regulasi sekresi asam lambung, ekresi mucus,
pencernaan bagian atas. Kelainan terbanyak terjadi pada lambung dan duodenum,
dalam stadium ringan terjadi hyperemia, stadium sedang terjadi erosi/ lesi mukosa
lambung dan pada stadium berat muncul ulkus tanpa atau dengan hemorrhagi.
yang paling sering digunakan masyarakat. Obat ini merupakan bahan yang dapat
efek iritasi pada lambung. Asam salisilat dapat menyebabkan pengelupasan pada
sel epitel permukaan dan mengurangi mucus yang merupakan barrier protektif
iritan. Efek iritasi pada mukosa lambung ini dapat menyebabkan gastritis akut
mikroskopik tampak edema lamina propia dan sebukan sel netrofil pada
2.11. Karagenan
dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-
memiliki satu gugus sulfat per disakarida, Iota karagenan memiliki dua sulfat per
karagenan mempunyai struktur yang rigid, kuat, bentuk gelnya kaku disebabkan
karena adanya ion kalium, bereaksi dengan protein susu. Karagenan jenis ini
iota mempunyai struktur yang lebih lunak dibandingkan dengan kappa karagenan,
membentuk gel lembut yang disebabkan karena adanya ion kalsium. Karagenan
karagenan tidak dapat membentuk gel, fungsinya lebih banyak digunakan untuk
karagenan adalah jumlah dan posisi kelompok ester sulfat pada pengulangan unit
galaktosa . Tingkat yang lebih tinggi dari ester sulfat menurunkan suhu kelarutan
karagenan dan menghasilkan kekuatan gel yang lebih rendah dalam pembentukan
membentuk gel dalam air. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada
bersifat thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan
membentuk gel kembali pada saat pendinginan. Proses pemanasan dengan suhu
yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer
karagenan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka
polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila
penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara
kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang
bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat. Jika diteruskan, ada
kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut
sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Omote et al., 2001;
Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada
saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6 -
anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat akan
akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu seperti K+, Rb+
dan Cs+. Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karagenan akan menurun
47
berbagai industri seperti pangan, farmasi, kosmetik, percetakan dan tekstil (Van
de Velde et al., 2002; Compo et al., 2009). Karagenan bukan biopolimer tunggal,
tetapi campuran dari galaktan-galaktan linear yang mengandung sulfat dan larut
serta posisi dan jumlah golongan sulfat pada strukturnya. Kappa karagenan
suatu model inflamasi akut yang sering dilakukan untuk mempelajari inflamasi
yang sering digunakan sebagai iritan inflamasi adalah karagenan kappa karena
jenis karagenan ini mudah diperoleh dan mampu menimbulkan udema yang
Bartosikova, 2013).
untuk mempelajari aktivitas anti inflamasi dan analgesik dari senyawa paeonol
meningkatkan produksi IL-10 baik pada fase awal (1,5 jam) maupun pada fase
akhir (4 jam) dan menghambat pembentukan IL-6 pada fase akhir. Peonol
penghambatan produksi nitrat teramati hanya pada fase akhir ( 4 jam setelah
dari myeloperoksidase yang tinggi sebagai indikator infiltrasi neutrofil pada kaki
Mediator penting yang lain pada inflamasi akut adalah nitrat oksida (NO)
yang diproduksi pada kondisi patologi oleh tiga isoform dari nitrat oksidasintase
(NOS) yaitu endotel NOS (Enos), neuronal NOS (NNOS) dan inducible NOS
neural dan endotel, menekan pelepasan NO setelah injeksi karagenan. Perfusi dari
hingga 3 jam dan sebagian menekan pelepasan NO 4,5-8 jam setelah injeksi
produksi NO di kedua fase baik awal maupun akhir, dan bahwa iNOS hanya
berkontribusi pada fase akhir. Produksi dan pelepasan NO oleh NOS-NOS ini