Anda di halaman 1dari 8

Sebagaimana masalah fiqih lainnya, masalah teknis ibadah seringkali timbul beberapa pendapat

dan beberapa pilihan alternatif karena memang terkadang Rasulullah s.a.w. melakukan begini dan
kadang kala melakukan begitu (yang berbeda lagi). Sehingga perbedaan dalam masalah ini justru
merupakan keluasan dan fleksibiitas syari’at Islam
Kapan Saja Mengangkat Tangan Ketika Takbir?
Takbir disertai dengan mengangkat tangan dilakukan ketika pertama kali memulai sholat, hal ini
disebut dengan takbiratul ihram. Lalu mengangkat tangan ketika takbir juga dilakukan ketika
hendak ruku dan ketika bangkti dari ruku. Mengangkat tangan ketika takbir juga TIDAK
dilakukanketika hendak sujud
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Ibnu Syihab dari Salim
bin ‘Abdullah dari Bapaknya, bahwa Rasulullah s.a.w. mengangkat tangannya sejajar dengan
pundaknya ketika memulai shalat, ketika takbir untuk rukuk dan ketika bangkit dari rukuk dengan
mengucapkan: sami allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu (Semoga Allah mendengar orang
yang memuji-Nya. Ya Rabb kami, milik Engkaulah segala pujian) ‘. Beliau tidak melakukan seperti itu
ketika akan sujud.” (H.R. Bukhari No. 693)
Mengangkat tangan ketika takbir juga TIDAK dilakukan ketika duduk antara dua sujud
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi, Sa’id bin Manshur, Abu Bakar bin Abi
Syaibah, Amru an-Naqid, dan Zuhair bin Harb, serta Ibnu Numair semuanya dari Sufyan bin
Uyainah dan lafazh tersebut milik Yahya, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Sufyan bin
Uyainah dari az-Zuhri dari Salim dari bapaknya dia berkata, “Saya melihat Rasulullah s.aw. apabila
memulai shalat, maka beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua pundaknya
dan mengangkat tangan sebelum rukuk dan ketika berdiri dari rukuk, namun beliau tidak
mengangkat kedua tangannya antara dua sujud.” (H.R. Muslim No. 586)
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah dan Ibnu Abu Umar keduanya berkata; telah
menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Az Zuhri dari Salim dari Ayahnya ia berkata;
“Aku melihat Rasulullah s.a.w. ketika membuka shalat mengangkat kedua tangannya hingga sejajar
dengan kedua pundaknya. Beliau juga mengangkat tangan ketika rukuk dan mengangkat kepalanya
dari rukuk.” Ibnu Umar menambahkan dalam haditsnya, “Beliau tidak mengangkat kedua
tangannya antara dua sujud.” (H.R. Tirmidzi No. 237)
Abu Isa (Tirmidzi) berkata; “Dalam bab ini juga ada riwayat dari Umar, Ali, Wa`il bin Juhr, Malik bin
Al Huwairits, Anas, Abu Hurairah, Abu Humaid, Abu Usaid, Sahl bin Sa’d, Muhammad bin Maslamah,
Abu Qatadah, Abu Musa Al Asy’ari, Jabir dan Umair Al Laitsi.”
Abu Isa berkata; “Hadits Ibnu Umar ini derajatnya hasan shahih. Pendapat ini dipegang oleh para
ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi s.a.w.. Seperti Ibnu Umar, Jabir bin Abdullah, Abu Hurairah,
Anas, Ibnu Abbas dan Abdullah Ibnu Az Zubair. Juga oleh selain mereka dari kalangan tabi’in seperti
Al Hasan Al Bashri, ‘Atha`, Thawus, Mujahid, Nafi’, Salim bin Abdullah, Sa’id bin Jubair dan selain
mereka. Pendapat ini juga diambil oleh Imam Malik, Mu’tamar, Al Auza’I, Ibnu Uyainah, Abdullah
bin Al Mubarak, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan Ishaq.”
Dan aku mendengar Al Jarud bin Mu’adz berkata; “Sufyan bin Uyainah, Umar bin Harun, An Nadlr
bin Syumail, mereka mengangkat kedua tangannya ketika membuka shalat (takbiratul ihram),
rukuk dan ketika mengangkat kepalanya.”
Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ibnu Abu Dzi`b dan Yazid bin Harun telah
mengabarkan kepada kami Ibnu Abi Dzi`b secara makna, ia berkata; telah menceritakan kepada
kami Sa’id bin Sam’an berkata; Abu Hurairah mendatangi kami di masjid bani Zuraiq, ia berkata;
“Tiga perkara yang Rasulullah s.a.w. selalu mengamalkannya dan ditinggalkan oleh banyak orang;
jika masuk shalat beliau mengangkat tangannya lebar (membentang) lebar, membaca takbir setiap
kali ruku’ dan bangun darinya, serta diam sebelum membaca (surat) meminta kepada Allah akan
karunia-Nya.” (H.R. Ahmad No. 9235)
Mengangkat tangan ketika takbir juga BOLEH dilakukan ketika selesai dari rakaat yang genap
(rakaat kedua) lalu bangkit berdiri melakukan rakaat yang ganjil (rakaat ketiga)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar dan Muhammad bin Al Mutsanna
mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id Al Qaththan berkata; telah
menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Ja’far berkata; telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin ‘Amru bin ‘Atha` dari Abu Humaid As Sa’idi ia berkata; “Aku mendengarnya -waktu
itu ia berada di antara sepuluh sahabat Nabi s.a.w., di antaranya adalah Abu Qatadah bin Rib’i- ia
berkata; “Aku adalah orang yang paling tahu dengan shalat Nabi s.a.w. di antara kalian.” Mereka
berkata; “Engkau bukan orang yang lebih dulu menjadi sahabat beliau dan tidak lebih banyak
mendatanginya ketimbang kami!” ia berkata; “Benar, ” mereka berkata; “Maka ceritakanlah!” ia
berkata; “Rasulullah s.a.w. jika berdiri shalat selalu tegak dan berimbang lalu mengangkat kedua
tangannya sejajar dengan kedua bahunya. Jika beliau ingin rukuk, maka beliau kembali mengangkat
kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya dan mengucapkan ALLAHU AKBAR. Lalu rukuk dan
berimbang, tidak mengangkat atau menundukkan kepalanya, lalu meletakkan kedua tangannya pada
lutut. Setelah itu beliau mengucapkan SAMI’A ALLAHU LIMAN HAMIDAH seraya mengangkat kedua
tangannya secara berimbang hingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Kemudian beliau sujud
dengan diiringi ucapan ALLAHU AKBAR, beliau merenggangkan kedua tangannya menjauh dari
ketiak dan melenturkan jari-jari kakinya. Beliau lalu melipat kaki kirinya dan duduk di atasnya
secara berimbang hingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Setelah itu beliau kembali sujud seraya
mengucapkan ALLAHU AKBAR, lalu melipat kaki kirinya dan duduk dengan seimbang hingga setiap
tulang kembali ke tempatnya. Setelah itu beliau bangkit dan melakukan seperti itu pada rakaat yang
kedua. Hingga ketika beliau bangkit dari dua sujud, beliau mengangkat kedua tangannya sejajar
dengan kedua bahu sebagimana ketika membuka shalat (takbiratul ihram).” (H.R. Tirmidzi 280)
Abu Isa berkata; “Hadits ini derajatnya hasan shahih. Ia berkata; “Maksud dari ucapannya, “Hingga
ketika beliau bangkit dari dua sujud, beliau mengangkat kedua tangannya, ” maksudnya bangun dari
dua rakaat shalat.”
Imam Nawawi berkata disunnahkan juga untuk mengangkat tangan ketika bangkit dari tasyahud
awal (akhir rakaat kedua) Dalilnya adalah hadits dari Nafi’ :
Telah menceritakan kepada kami ‘Ayyasy berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul A’la
berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah dari Nafi’ bahwa Ibnu ‘Umar ketika memulai
shalat, dia bertakbir dengan mengangkat kedua tangannya, dan ketika hendak rukuk mengangkat
kedua tangannya, dan ketika (bangkit dari ruku) mengucapkan: ‘SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH
mengangkat kedua tangannya, dan ketika berdiri dari dua rakaat (selesai rakaat kedua) mengangkat
kedua tangannya. Lalu Ibnu ‘Umar mengatakan bahwa Nabi s.a.w. melakukan seperti itu.” (H.R.
Bukhari Jilid 3 hal 424 No. 697)
Mengangkat Tangan Ketika Takbir Adalah Sunnah Dan Bukan Wajib
Madzhab Hanafi dan Maliki berpendapat mengangkat tangan hanya sunnah ketika takbiratul ihram
dan tidak sunnah pada saat hendak ruku maupun bangkit dari ruku. Hal ini berdasarkan hadits :
Telah menceritakan kepada kami Waki’ telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Ashim bin
Kulaib dari Abdurrahman bin Al Aswad dari ‘Alqamah ia berkata; “Ibnu Mas’ud berkata; Maukah
aku shalat untuk kalian seperti shalat Rasulullah s.a.w. ? Ia berkata; Lalu ia shalat tanpa mengangkat
tangannya kecuali hanya sekali (yaitu saat takbiratul ihram)”. (H.R. Ahmad No. 3498)
Pada hadits di atas Ibnu Mas’ud r.a. mencontohkan shalat hanya dengan sekali saja mengangkat
tangan ketika takbir yaitu ketika takbiratul Ihram di awal sholat. Namun Abdullah bin Al Mubarak
berkata; “Hadits tentang diangkatnya kedua tangan tetap (diakui). Lalu ia menyebutkan hadits Az
Zuhri, dari Salim, dari ayahnya. Dan Ibnu Mas’ud bahwa Nabi s.a.w. tidak mengangkat kepalanya
kecuali di takbir pertama (takbiratul ikram) adalah tidak sah.
Ada hadits lain dari Ibnu Umar r.a. yang berkata : “Jika hendak shalat, Rasulullah s.a.w. mengangkat
kedua tangannya dan tidak mengulanginya lagi” namun hadits ini menurut Ibnu Hajar Asqolani
adalah maudhu’ atau palsu (Nailul Authar Jilid 2 hal 181)
Namun ada hadits lain yang menguatkan hadits Ibnu Umar r.a. yaitu :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin As Shabah Al Bazzaz telah menceritakan kepada
kami Syarik dari Yazid bin Abu Ziyad dari Abdurrahman bin Abu Laila dari Al Barra` bahwa;
“Apabila Rasulullah s.a.w. memulai shalat, beliau mengangkat kedua tangannya sampai mendekati
kedua telinganya, dan tidak mengulanginya lagi (hanya sekali).” (H.R. Abu Daud 640, Nasa’i No.
1016)
Dari Ibnu Mas’ud r.a. ia berkata : “Aku pernah shalat bersama Rasulullah s.a.w. Abu Bakar r.a. dan
Umar r.a. mereka semua tidak mengangkat tangan kecuali ketika hendak memulai shalat” (H.R.
Daruquthni dan Baihaqi) namun hadits ini dinyatakan mursal yaitu tidak menyebutkan satu perawi
di salah satu tingkatannya (Nashbur Raayah Jilid 1 hal 396)
Sedangkan madzhab Syafi’i dan Hambali mengatakan : “Disunnahkan mengangkat kedua tangan
tidak hanya saat takbiratul ihram melainkan juga ketika ruku dan bangkut dari ruku atau i’tidal
dalil mengenai ini adakag mutawatir dan diriwayatkan lebih dari 20 orang shahabat” Sedangkan
Imam Bukhari juga mengatakan bahwa hadits mengenai hal ini diriwayatkan oleh 17 shahabat
sehingga tidak benar mereka yang tidak me-marfu’-kan nya (menyambungkan sampai Rasulullah
s.a.w.).
Syarih berkata : yang berpendapat mengangkat kedua tangan di tiga tempat (takbir, hendak ruku
dan bangkit dari ruku) adalah Syafi’i, Ahmad Jumhur ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in.
Diriwayatkan pula dari Imam Syafi’i dan Imam Malik mengangkat kedua tanan di tempat keempat
yaitu ketika berdiri dari tasyahud awal (Nailul Authar Jilid 2 hal 490)
Semua hadits di atas menunjukkan mengangkat tangan ketika takbir bukanlah hal yang wajib.
Membaca takbir di awal sholat itu adalah wajib namun mengangkat tangan adalah sunnah. Ulama
sepakat bahwa mengangkat kedua tangan baik ketika takbiratul ihram (memulai sholat) hendak
sujud dan bangkit dari sujud atau bangkit untuk rakaat ganjil adalah sunnah, dan bukan hal yang
wajib.
Tingginya Mengangkat Tangan
Cara takbiratul ihram bermacam-macam. Kadang Rasulullah s.a.w. melakukan demikian dan
kadang melakukan dengan cara lain. Madzhab Maliki dan Syafi’i berpendapat cara mengangkat
tangan saat takbiratul ihram dan saat hendak ruku serta bangkit dari ruku adalah mengangkat
kedua tangan sampai setinggi pundak atau bahu, yaitu berdasarkan hadits berikut ini :
Dari Salim bin ‘Abdullah dari Bapaknya, “bahwa Rasulullah s.a.w.mengangkat tangannya sejajar
dengan pundaknya ketika memulai shalat, ketika takbir untuk rukuk dan ketika bangkit dari rukuk”
(H.R. Bukhari No. 693)
Bagi pria kedua tangan membentang ke samping dengan lebar. Hal ini berdasarkan hadits berikut
ini :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Az Zubair, dia berkata; telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b dari Muhammad bin ‘Amru bin Atho` dari Muhammad
bin Tsauban dari Abu Hurairah, dia berkata; “Bahwasanya Rasulullah s.a.w. jika berdiri untuk shalat
beliau mengangkat tangannya dengan membentang.” (H.R. Ahmad No. 10086)
Sedangkan madzhab Hanafi berpendapat bagi lelaki mengangkat tangan dan meluruskan ibu jari
saat takbiratul ihram dan saat hendak ruku serta bangkit dari ruku adalah mengangkat
kedua tangan dan meluruskan ibu jari sampai setinggi telinga yaitu berdasarkan hadits berikut ini :
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Syu’bah, telah menceritakan kepada kami
Qatadah dari Nashr bin ‘Ashim dari Malik bin Al Huwairits -ia termasuk dari sahabat Nabi s.a.w.-
katanya; Nabi s.a.w. mengangkat tangannya ketika memulai shalat, ruku’ dan saat mengangkat
kepala (`I’tidal) dari ruku’, hingga kedua telinganya.” (H.R. Ahmad No. 19626)
Telah menceritakan kepada kami Waki’ Telah menceritakan kepada kami Fithr dari Abdul Jabbar
bin Wa`il dari bapaknya ia berkata : “Saya melihat Rasulullah s.a.w. mengangkat kedua tangannya
saat memulai shalat hingga kedua ibu jarinya menyentuh kedua daun telinganya.” (H.R. Ahmad No.
18094)
Hadits di atas menunjukkan bahwa ketika takbir kedua tangan diangkat dengan telapak tangan dan
jari-jari terbuka menghadap kiblat, lebih tinggi dari telinga namun khusus ibu jari adalah setinggi
telinga, atau menyentuh telinga.
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Rafi’ dia berkata; telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Bisyr dia berkata; telah menceritakan kepada kami Fithr bin Khalifah dari
Abdul Jabbar bin Wa’il dari bapaknya bahwa dia melihat Nabi s.a.w. apabila beliau hendak memulai
shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga kedua ibu jarinya hampir sejajar dengan kedua
daun telinganya (H.R. Nasa’i No. 872) Nashiruddin Al-Albani menyatakan hadits ini shahih
Ibnu Qudamah mengatakan bahwa ujung jari tangan harus sampai (sejajar) dengan daun telinga
ketika takbir berdasarkan hadits berikut ini :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya berkata, telah menceritakan kepada kami
Abu Hudzaifah berkata, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Thahman dari Abu Zubair
berkata; ” Jabir bin Abdullah selalu mengangkat kedua tangannya ketika memulai shalat, ketika akan
rukuk dan ketika mengangkat kepalanya dari rukuk. Ia lalu berkata : “Aku melihat Rasulullah
s.a.w. melakukan seperti itu. ” Ibrahim bin Thahman juga mengangkat kedua tangannya sejajar
dengan ke kedua telinganya. ” (H.R. Ibnu Majah No. 858)
Imam Nawawi termasuk ulama madzhab syafi’i namun mengatakan bahwa ujung jari harus lebih
tinggi daripada telinga (mengikut madzhab Hanafi) berdasarkan hadits :
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari Abu Dzi`b
dari Sa’id bin Sam’an dari Abu Hurairah dia berkata; “Apabila Rasulullah s.a.w. telah masuk shalat,
beliau mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya.” (H.R. Abu Daud No.642) Nashiruddin Al-Albani
menyatakan hadits ini shahih
Namun bagi wanita, Madzhab Hanafi sependapat agar mengangkat tangan cukup sampai pundak
saja karena hal itu lebih menutupi. Namun Syarih berpendapat bahwa cara ini berlaku untuk laki-
laki maupun perempuan dan tidak ada indikasi menyatakan perbedaan keduanya.
Madzhab Hambali (Imam Ahmad bin Hambal) berpendapat bagi laki-laki boleh memilih
mengangkat tangan setinggi bahu /pundak atau sampai ke telinga karena Imam Ahmad
meriwayatkan hadits baik yang menyebutkan setinggi telinga maupun pundak (Nailul Authar Jilid 2
Hal. 179-183)
Abu Qatadah bin Rabi’- dia berkata : “Aku lebih mengetahui shalat Rasulullah s.a.w. dibanding
kalian…. Dia berkata; apabila beliau hendak mendirikan shalat maka beliau berdiri tegak lalu
mengangkat kedua tangannya hingga keduanya sejajar dengan pundak (H.R. Ahmad No. 22493)
Telah menceritakan kepada kami Ashbath Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Abu Ziyad
dari Abdurrahman bin Abu Laila dari Al Baraa` bin Azib ia berkata; Apabila Nabi s.a.w. memulai
shalat, maka beliau mengangkat kedua tangannya, hingga kedua ibu jarinya sejajar dengan kedua
telinganya. (H.R. Ahmad No. 17926)
Ada sebagian orang yang berpendapat lelaki maupun perempuan boleh takbir mengangkat tangan
sebatas dada saja dan menganggap salah yang mengangkat tangan sampai telinga. Hal ini
berdasarkan hadits berikut ini :
Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Hammad dari Bisyr bin Harb; Aku mendengar Ibnu
Umar berkata, “Sesungguhnya mengangkat tangannya kalian adalah termasuk bid’ah, karena
Rasulullah s.a.w. tidak melebihi dari ini, yakni sebatas dada.” (H.R. Ahmad No. 5013) Salah seorang
perawinya yaitu Bisyr bin Harb dinyatakan dla’if oleh Imam Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in,
An-Nasa’i, Abu Daud, Al-Ajli, dan Adz-Dzahabi. Jadi hadits ini dla’if dan tidak bisa menjadi patokan.
Namun ada hadits lain yang shahih yang menyebutkan mengangkat tangan cukup sampai dada saja:
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Syarik
dari ‘Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari Wa`il bin Hujr dia berkata : “Saya melihat Rasulullah s.a.w.
ketika memulai shalat, beliau mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua telinganya,
katanya; kemudian aku datang kepada mereka (para sahabat), maka aku melihat mereka
mengangkat kedua tangan sampai ke dada mereka ketika memulai shalat, sementara mereka ada
yang mengenakan mantel yang menutupi kepala dan ada juga yang mengenakan pakaian.” (H.R. Abu
Daud No. 625) Nashiruddin Al-Albani menyatakan hadits ini shahih.
Demikian pula dalam kondisi cuaca sangat dingin (musim dingin) boleh mengangkat tangan
setinggi dada saja dari balik pakaian :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al Anbari telah menceritakan kepada
kami Waki’ dari Syarik dari ‘Ashim bin Kulaib dari ‘Alqamah bin Wa’il dari Wa’il bin Hujr dia
berkata; “Aku datang kepada Nabi s.a.w. di musim dingin, maka aku melihat para sahabat beliau
mengangkat tangan di dalam pakaian mereka ketika sedang shalat.” (H.R. Abu Daud No. 626)
Nashiruddin Al-Albani menyatakan hadits ini shahih.
Posisi Jari Dan Telapak Tangan
Madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i berpendapat disunnahkan merenggangkan jari-jari ketika
mengangkat tangan takbir sehingga tidak boleh merapatkan jari jarinya (Nailul Authar Jilid 2 hal
176)
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah dan Abu Sa’id Al Asyaj mereka berkata; telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Al Yaman dari Ibnu Abu Dzi`b dari Sa’id bin Sam’an dari Abu
Hurairah ia berkata; “Jika bertakbir untuk shalat Rasulullah s.a.w. membentangkan jari-jarinya.”
(H.R. Tirmidzi No. 222) Abu Isa (Tirmidzi) berkata; “Hadits Abu Hurairah di atas derajatnya hasan.
Ulama Syafi’iyyah menambahkan bahwa posisi ujung-ujung jari miring ke arah kiblat. Madzhab
Hanafi mengatakan lebih utama mengeluarkan tangan dari lengan baju ketika takbir karena hal itu
lebih tawadlu kecuali dalam keadaan darurat atau kedinginan. Khusus untuk wanita tidak perlu
terlalu tinggi dan berusaha agar kedua lengannya tidak terbuka atau tersingkap.
Sedangkan Ulama Madzhab Hambali berpendapat saat mengangkat tangan takbir boleh
merenggangkan jari juga boleh menggabungkan jari jemari hal ini berdasarkan hadits :
Dari Abu Hurairah r.a. berkata : Jika berdiri mendirikan shalat Rasulullah s.a.w. mengangkat kedua
tangan sambil menggabungkan jari-jari beliau (H.R. Lima Perawi kecuali Ibnu Majah) Namun kami
belum berhasil menjumpai hadits ini. Dikatakan hadits ini disebutkan dalam Nailul Authar Jilid 2
Hal. 490 namun dalam Nailul Authar hadits dengan redaksi menggabungkan jari jari ini dikatakan
diriwayatkan oleh Abu Daud dari jalan ‘Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari Wa`il bin Hujr. Namun
kami juga tidak menjumpai hadits Abu Daud dari ‘Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari Wa`il bin Hujr
yang menyebutkan Rasulullah s.a.w. menggabungkan jari-jari beliau ketika takbir kecuali ada hadits
yang mengatakan bahwa setelah takbiratul ihram tangan kanan Rasulullah s.a.w. memegang tangan
kirinya (yaitu untuk bersedekap). Madzhab Hambali selanjutnya mengatakan sunnah
menghadapkan telapak tangan ke arahkiblat setinggi bahu ketika takbiratul Ihram (Kasysyaful
Qinaa Jilid 1 hal 457).
Pengertian Tahiyat Akhir Dalam Sholat
Untuk Pengertian Gerakan Sholat Tahiyat Akhir didalam Sholat adalah salah satu Gerakan Sholat
yang harus dilakukan dan harus ada disetiap Sholat, baik itu saat mengerjakan Sholat Wajib Lima
Waktu maupun Sholat Sunnah. Hal tersebut sekali lagi dikarenakan Gerakan Tahiyat Akhir
termasuk kedalam Rukun – Rukun Mengerjakan Sholat sehingga jika Gerakan Tahiyat Akhir dan
Bacaan Doa Gerakan Sholat Tahiyat Akhir ini tidak ada dan tidak dilakukan didalam mengerjakan
Sholat maka Sholat’nya tidak Sah (Batal) dan Sholat’nya harus diulangi karena Hukum Melakukan
Tahiyat Akhir Dalam Sholat ini adalah Fardhu.
Selain itu Tata Cara Melakukan Gerakan Sholat Tahiyat Akhir atau yang lebih familiar dengan
sebutan Gerakan Sholat Tasyahud Akhir ini dilakukan dengan duduk supaya pantat langsung ke
tanah, dan kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan anda. Setelah itu Jari – Jari Kaki Kanan kalian
tetap menekan ke tanah dan dengan posisi seperti ini Kepala kalian sedikit ditekan ke Arah Kanan.
Mungkin untuk lebih memahami dan mengetahui Gerakan Sholat Tasyahud Akhir ini, bisa kalian
lihat Gambar dibawah ini karena memang tak bisa dipungkiri bahwa diluar sana tentu masih ada
Pembaca Muslim yg belum begitu memahami tentang Tahiyat Akhir ini.

Manfaat Gerakan Sholat Tahiyat Akhir


Sedangkan untuk Manfaat Tahiyat Akhir Bagi Kesehatan Manusia dengan posisi tubuh seperti
gambar diatas antara lain dapat mencegah penyakit impotensi dan mampu menghindarkan dari
nyeri di pangkal paha yg sering menyebabkan penderita’nya tak bisa berjalan. Selain itu Posisi
Gerakan Sholat Tahiyat Akhir ini sangat baik sekali bagi Laki – Laki Muslim karena tumit menekan
Aliran Kandung Kemih, Kalenjar Kelamin Pria dan Saluran Vas Deferens sehingga jika Posisi Tahiyat
Akhir dilakukan dengan benar maka bisa mencegah Impotensi dan dapat memberikan kekuatan
serta kelenturan bagi Organ – Organ Gerak kalian.
Setelah kalian cukup memahami tentang Gerakan Sholat Tahiyat Akhir, maka dibawah ini Penulis
Materi Islam telah memberikan Bacaan Tahiyat Akhir dan Terjemahan Arab Indonesia secara lebih
lengkap dan jelas, tujuannya agar kalian sebagai Pembaca Muslim bisa dengan mudah membaca
dan menghafalkan Bacaan Tasyahud Akhir Dalam Sholat dan Terjemahan Lengkap yang telah
dituliskan Penulis dibawah ini :
Bacaan Tahiyat Akhir Bahasa Arab
Terjemahan Latin Bacaan Tahiyat Akhir

Bacaan Tahiyat Akhir Bahasa Indonesia


” Segala kehormat-an, keberkah-an, kebahagian & kebaik-an itu kepunyaan Allah. Keselamatan atas
engkau wahai Nabi Muhammad, demikian pula rahmat Allah dan Berkah-nya. Keselamatan
dicurahkan pula untuk kami dan atas seluruh hamba Allah yg Sholeh – Sholeh. Aku bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya
Allah, limpahilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad.
Sebagaimana telah Engkau beri Rahmat kepada Nabi Ibrahim dan Keluarga-nya. Dan limpahilah
berkah atas Nabi Muhammad beserta para Keluarga-nya. Sebagaimana Engkau telah memberi
berkah kepada Nabi Muhammad dan Keluarganya. Bahwasanya Engkau, Tuhan yg sangat terpuji lagi
sangat mulia di Seluruh Alam ”.
Itulah Bacaan Doa Tahiyat Akhir Dalam Sholat Wajib dan Sholat Sunnah yang bisa kalian bacakan,
dan Inti Bacaan Gerakan Sholat Tahiyat Akhir tersebut ialah mengandung Syahadat, Puji – Pujian
terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai Tuhan Semesta Alam dan memberikan Shalawat
beserta Salam terhadap junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan kepada
Keluarga Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam sehingga bisa disimpulkan bahwa Bacaan
Tahiyat Akhir ini sangatlah baik dan banyak sekali keistimewaannya.

Anda mungkin juga menyukai