Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan yang sedang dilaksanakan masih menghadapi

berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi, sehingga diperlukan

pemantapan dan percepatan melalui berbagai program dan kegiatan. Kegiatan

Lumbung Gizi Desa adalah salah satu kegiatan inovasi yang dilakukan untuk

menghadapi masalah kesehatan gizi yang ada.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 45 tahun 2014 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan Penyakit

yang salah satunya membahas tentang pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini

Kejadian Luar Biasa (SKD KLB). Disebutkan bahwa kasus gizi buruk adalah

termasuk KLB (Kejadian Lu.ar Biasa) yang penuntasannya harus segera

dilakukan.

Tercatat pada tahun 2016 di wilayah Kabupaten Pangandaran terdapat

80 orang anak dengan gizi buruk sedangkan di wilayah kerja Puskesmas

Padaherang sendiri terdapat 18 balita yang ditemukan gizi buruk dan 34 balita

gizi kurang. Pelaksanaan kegiatan BugiZa merupakan salah satu upaya

percepatan pengentasan masalah gizi buruk berbasis Pedesaan yang dilakukan

dengan mengembangkan upaya dan/atau tindakan kebijakan yang terencana,

realisasi secara bertahap dan terpadu, bersifat partisipatoris dengan pelibatan

aktif masyarakat. Dalam pelaksanaannya BugiZa, melakukan penjaringan dan

1
menerapkan system kewaspadaan kasus gizi buruk di setiap desa, menggali

apa saja penyebabnya, melakukan intervensi kasus bersama dengan

masyarakat dan pihak Puskesmas dan bersama-sama melakukan monitoring

dan evaluasi terhadap kasus yang ada dengan bersumber daya dari

masyarakat.

Inovasi ini muncul dari penyusun sebagai bentuk kepedulian seorang

pelayan publik terhadap kondisi yang ada di wilayah kerjanya yang didukung

dan disepakati oleh masyarakat desa dan Tenaga Gizi Puskesmas pada forum

MMD atau Musyawarah Masyarakat Desa yang mengagendakan pembahasan

mengenai hasil Survey Mawas Diri (SMD) yang membahas masalah-masalah

kesehatan yang ada di desa dan menetapkan skala prioritas masalah kesehatan

yang ada di desa serta membahas solusi untuk memecahkan masalah tersebut

secara bersama-sama masyarakat termasuk didalamnya masalah gizi buruk

dan gizi kurang.

Inovasi BugiZa mulai dilaksanakan di awal tahun 2017 dengan pilot

project pertamanya adalah di Desa Cibogo yang mana sebelum pelaksanaan

BugiZa tercatat ada 2 balita gizi buruk dan 3 balita gizi kurang, kemudian

direplikasi oleh 8 desa lainnya di wilayah kerja Puskesmas Padaherang pada

akhir tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan

masalah dalam makalah ini adalah bagaimana BugiZa sebagai sebuah inovasi

pelayanan publik dapat diterapkan dan berjalan untuk mengentaskan masalah

2
gizi buruk dan gizi kurang yang ada di wilayah kerja Puskesmas Padaherang

sebagai bentuk kepedulian penyusun yang merupakan pelayan publik

terhadap masyarakat.

1.3 Tujuan

1. Mendeskripsikan tentang inovasi BugiZa.

2. Mendeskripsikan kasus gizi buruk dan gizi kurang sebelum dan sesudah

inovasi BugiZa.

3. Mendeskripsikan bagaimana diterapkannya inovasi BugiZa hingga bisa

mengentaskan masalah gizi yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Padaherang.

1.4 Manfaat

1. Mendapat gambaran tentang inovasi BugiZa.

2. Mendapat gambaran tentang kasus gizi buruk dan gizi kurang sebelum dan

sesudah inovasi BugiZa.

3. Jelasnya bagaimana inovasi BugiZa dapat diterapkan hingga bisa

mengentaskan masalah gizi yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Padaherang.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Inovasi BugiZa

BugiZa atau lumbung gizi desa adalah sebuah inovasi yang digagas

oleh penyusun selaku Kepala Puskesmas dan sekaligus pelayan publik yang

peduli terhadap adanya kasus gizi buruk di masyarakat. BugiZa sendiri adalah

sebuah wadah yang dibentuk untuk mengumpulkan dana dari masyarakat

secara gotong royong untuk membantu balita di masyarakat yang bermasalah

gizi.

BugiZa ini pertama kali digagas saat melaksanakan kegiatan rutin

tahunan MMD atau Musyawarah Masyarakat Desa yang diselenggarakan

desa bekerja sama dengan puskesmas untuk membahas apa yang menjadi

prioritas masalah kesehatan yang harus segera diselesaikan di desa bersama

pihak puskesmas dan masyarakat dengan kemampuan menyelesaikan masalah

masyarakat. Sementara pihak Puskesmas dengan tenaga gizi dan tim MTBS

Puskesmas dengan satu orang dokter didalamnya berperan sebagai

pendamping yang tugasnya diantaranya melatih kader terhadap sistem

kewaspadaan gizi, memeriksa dan memantau kesehatan tersangka kasus gizi

kurang, serta melakukan penyuluhan dan edukasi sesuai masalah kesehatan

yang dimiliki masyarakat dengan masalah gizi kurang.

Saat itu kasus gizi buruk sedang menjadi isu panas di wilayah

Kabupaten Pangandaran dan memenjadi sorotan media. Tercatat ada 80 kasus

gizi buruk pada tahun 2016 di wilayah Kab. Pangandaran dan salah satu

4
kasusnya ada di desa yang menjadi tempat pelaksanaan MMD yang pada

waktu itu dilaksanakan di Desa Cibogo yang kemudian menjadi pilot project

pertama inovasi BugiZa. Setelah dirasa cukup berhasil mengentaskan kasus

gizi di desa yang menjadi pilot projectnya, inovasi BugiZa ini kemudian

direplikasi di 8 desa lainnya di wilayah kerja Puskesmas Padaherang. Inovasi

BugiZa ini sekaligus menjadikan masyarakat lebih peduli terhadap

sekelilingnya dan menguatkan sifat gotong royong yang ada di masyarakat.

Masyarakat tidak terus bergantung pada bantuan pemerintah yang terbatas

sehingga penyelesaian kasus gizi kurang jadi lebih cepat.

2.2 Kasus Gizi Sebelum dan Sesudah Inovasi BugiZa

Jumlah anak dengan masalah gizi tahun 2017 sebagai berikut :

Tabel 2.1
Jumlah Anak Dengan Masalah Gizi Tahun 2017

Jumlah Anak Dengan Masalah Gizi (Kasus Lama+Baru)


Maret
No Nama Desa (Kasus
April Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des
Baru)

1 Cibogo 5 5 4 2 1 1 0 0 2 2
2 Padaherang 6 6 6 5 5 6 6 5 5 4
3 Karangpawitan 5 5 5 5 4 6 6 6 5 4
4 Kedungwuluh 4 4 4 3 3 5 3 3 2 2
5 Karangmulya 7 7 7 7 6 6 6 6 5 5
6 Pasirgeulis 6 6 8 7 7 8 8 6 6 5
7 Paledah 10 9 9 8 8 8 9 9 8 8
8 Maruyungsari 6 6 7 7 7 5 5 4 4 3
9 Panyutran 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2
Total kasus baru 52

Keterangan : 1. Kasus yang ada adalah kasus gizi buruk dan gizi kurang.
2. Total balita gizi buruk baru yang ditemukan sepanjang tahun
2017 adalah 18 balita.
3. Total balita gizi kurang baru yang ditemukan sepanjang
tahun 2017 adalah 34 balita.

5
Seperti yang terlihat dalam tabel, jumlah anak dengan masalah gizi

buruk dan gizi kurang tersebar rata di semua desa di wilayah kerja

Puskesmas Padaherang. Desa Cibogo yang menjadi pilot project pertama

kegiatan inovasi lumbung gizi desa sebelum pelaksanaan inovasi terdapat 5

kasus masalah gizi yang terdiri dari 2 anak dengan gizi buruk dan 3 anak

dengan gizi kurang. dengan adanya inovasi lumbung gizi desa yang berhasil

diterapkan di Desa Cibogo, jumlah anak dengan masalah gizi dapat

diselesaikan pada bulan ke 7, anak gizi buruk dan gizi kurang secara bertahap

status gizinya meningkat ke gizi baik, hal itu berbeda jauh dengan desa lain

sebelum mereka mereplikasi kegiatan lumbung gizi pada bulan November-

Desember 2017. Walaupun pada bulan ke 9 ditemukan kembali 2 balita baru

dengan masalah gizi kurang. Hal itu justru menjadi indikator bahwa

penerapan kewaspadaan gizi yang telah dilatih di masyarakat dapat berjalan,

masyarakat telah mampu mengenali balita yang mempunyai masalah gizi juga

menjadi indikator bahwa lumbung gizi berjalan terus secara

berkesinambungan.

6
Tabel 2.2
Anak Dengan Gizi Buruk Sebelum dan Sesudah Inovasi BugiZa

Jumlah Balita Gizi Buruk


No Nama Desa Sebelum Sesudah
Inovasi Inovasi
1 Cibogo 2 0
2 Padaherang 4 2
3 Karangpawitan 0 1
4 Kedungwuluh 2 1
5 Karangmulya 3 2
6 Pasirgeulis 1 0
7 Paledah 4 0
8 Maruyungsari 2 0
9 Panyutran 0 0
Total 18 6
Sumber : Data gizi buruk per maret 2017-Mei 2018

Sementara itu 8 desa lain baru mereplikasi kegiatan inovasi lumbung

gizi desa pada bulan November-Desember 2017 setelah diadakan sosialisasi

mengenai tahapan untuk mereplikasi lumbung gizi desa. Setelah adanya

lumbung gizi desa yang pada akhirnya diterapkan di seluruh desa di wilayah

kerja puskesmas disertai dengan bantuan PMT APBD dan PMT-Kemkes,

angka gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas mengalami penurunan yang

cukup signifikan. Adapun balita gizi buruk yang kemudian muncul setelah

adanya BugiZa atau lumbung gizi desa, 4 dari 6 orang balita dengan gizi

buruk adalah gizi buruk dengan penyakit penyerta berat seperti jantung dan

TBC dan 4 dari 6 orang balita yang gizi buruk adalah warga pendatang baru.

Apabila tidak lagi ditemukan masalah balita dengan gizi buruk dan

gizi kurang maka dana dapat dialihkan untuk ibu hamil dengan kekurangan

energi kronik (KEK) yang beresiko melahirkan bayi dengan berat badan bayi

lahir rendah yang menyumbang jumlah balita dengan masalah gizi. Apabila

sudah tidak ada lagi ibu hamil dengan kekurangan energi kronik maka dana

7
dari lumbung gizi desa bisa dialihkan pada kegiatan yang bersifat promotif

yang bersifat mengedukasi masyarakat seperti pentingnya sarapan pagi,

pentingnya tablet tambah darah bagi remaja puteri, cara mengolah makanan

sehat yang benar dan materi lain lainnya sehingga diharapkan masyarakat

benar-benar terbebas dari masalah kesehatan gizi sesuai dengan tujuan semula

adanya inovasi lumbung gizi desa.

2.3 Penerapan Inovasi BugiZa

2.3.1 Tahapan Pelaksanaan BugiZa

Pelaksanaan program Lumbung Gizi Desa (tahun 2017)

dilaksanakan secara bertahap, dimulai dari pelaksanaan MMD

(Musyawarah Masyarakat Desa) untuk membahas solusi dari masalah-

masalah yang ditemukan dalam MMD, termasuk didalamnya masalah

gizi buruk dan gizi kurang balita, mengusulkan dan memaparkan

kegiatan lumbung gizi desa sebagai alternatif pemecahan masalah dan

mendiskusikan bersama masyarakat, menyusun struktur organisasi

lumbung gizi desa, membangun komitmen bersama antara masyarakat

desa, aparatur desa, dan petugas puskesmas dalam mendukung

suksesnya BugiZa.

Setelah disepakati untuk diterapkannya inovasi BugiZa dan

telah dibentuk kepanitiaan BugiZa selanjutnya dilakukan tahapan

pelatihan kader dalam menerapkan sistem kewaspadaan gizi (melatih

pengukuran penimbangan balita yang benar, melatih kader mengetahui

8
ciri-ciri gizi buruk dan gizi kurang secara kasar, melatih kader untuk

melaporkan kasus gizi buruk dan gizi kurang baru yang ditemukan).

Setelah kader mengetahui ciri-ciri gizi buruk dan gizi kurang,

kader melaporkan balita yang ditemukan memiliki masalah gizi ke

bidan desa yang diteruskan ke petugas gizi. Petugas gizi dan tim MTBS

(Manajemen Terpadu Balita Sakit) kemudian memvalidasi ulang berat

badan dan tinggi badan balita serta mengecek kesehatan balita. Apabila

menurut petugas gizi balita yang ditemukan positif berstatus gizi buruk

atau kurang maka kader akan langsung merekap balita tersebut kedalam

daftar balita penerima bantuan lumbung gizi.

Apabila balita yang ditemukan dan positif gizi buruk setelah

diperiksa kesehatannya oleh dokter dari tim MTBS ternyata disertai

penyakit penyerta, maka bantuan yang diberikan akan disertai dengan

pengobatan rutin dasar yang bisa dilakukan oleh dokter puskesmas.

Sedangkan apabila ada balita yang mengalami keterlambatan

perkembangan maka bantuan dari lumbung gizi desa akan disertai

dengan pelatihan dari petugas bagian fisioterapi untuk mengejar

keterlambatan perkembangan balita.

Selanjutnya adalah tahapan pengumpulan dana BugiZa

bersumber dari masyarakat dibantu oleh TP PKK desa dan aparatur

desa untuk terlaksananya kegiatan Lumbung Gizi Desa. Dana lumbung

gizi desa dibelanjakan untuk konsumsi vitamin dan pemberian makanan

tambahan yang dimaksudkan untuk mendukung asupan gizi tambahan

9
anak yang menderita masalah gizi buruk dan gizi kurang sekaligus

untuk memberikan edukasi kepada orang tua balita dengan masalah gizi

buruk dan gizi kurang tentang makanan yang baik untuk mendukung

pertumbuhan anak, cara membuat makanan sesuai dengan prinsip

higien sanitasi yang baik dan besar porsi minimal yang dianjurkan

untuk mendukung pertumbuhan. Kegiatan edukasi kepada masyarakat

itu sendiri didampingi terus menerus oleh petugas MTBS yang

didalamnya terdapat petugas gizi dan seorang dokter umum beserta

bidan desa.

Dana dari desa juga memfasilitasi transport balita gizi buruk dan

gizi kurang untuk berobat ke puskesmas yang letaknya cukup jauh dari

desa, memfasilitasi pembuatan BPJS Kertawaluya (JAMKESDA) oleh

desa, dan memfasilitasi rujukan ke rumah sakit bagi balita gizi buruk

dengan penyakit penyerta berat yang membutuhkan perawatan ke

Rumah sakit tapi dari golongan kurang mampu dan belum mempunyai

BPJS.

2.3.2 Pihak yang Terlibat Dalam Inovasi BugiZa

Adapun yang berperan aktif dalam kegiatan lumbung gizi desa adalah

sebagai berikut :

1. Kepala Puskesmas merupakan pencetus ide kegiatan lumbung gizi

desa sekaligus yang memantau dan mengevaluasi berjalannya

kegiatan lumbung gizi desa dan kelancaran koordinasi antara pihak

desa dan petugas Puskesmas.

10
2. Kepala Desa merupakan ketua dan penanggung jawab kegiatan

lumbung gizi desa yang dilaksanakan di desanya. Selain itu kepala

desa berpartisipasi langsung dalam memantau dan mengevaluasi

berjalannya kegiatan lumbung gizi desa dan kelancaran koordinasi

antara pihak desa dan petugas puskesmas.

3. Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas adalah koordinator dan

penanggungjawab pelaksanaan sistem kewaspadaan gizi yang

merupakan bagian dari kegiatan lumbung gizi desa sekaligus konselor

dalam tindak lanjut kasus gizi buruk dan gizi kurang.

4. Bidan Desa berperan dalam menjembatani hubungan antara pihak

desa dan petugas puskesmas melaporkan kemajuan kegiatan lumbung

gizi yang dilaksanakan di desa ke puskesmas dan ikut memantau dan

mengevaluasi berjalannya kegiatan lumbung gizi desa.

5. Aparat desa sebagai koordinator pelaksana kegiatan lumbung gizi desa

6. Kader Posyandu dan kader PKK, pelaksana pengumpulan dana dari

masyarakat dan mengolah dana untuk balita dengan gizi buruk dan

gizi kurang dan sebagai pelaksana sistem kewaspadaan gizi di desa.

7. Tim MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) merupakan tim dari

petugas puskesmas yang terdiri dari dokter, petugas kesling, TPG, dan

pemegang program MTBS yang membantu memeriksa dan

menangani masalah kesehatan anak gizi buruk dan gizi kurang yang

mempunyai penyakit penyerta serta memberikan konseling mengenai

11
higien sanitasi personal dan lingkungan serta memberikan konseling

gizi secara berkala.

8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran yang membantu

dalam melaksanakan sosialisasi replikasi kegiatan inovasi lumbung

gizi desa se wilayah Kabupaten Pangandaran.

9. Pemerintah Daerah khususnya Bagian Organisasi Sekretariat Daerah

Kabupaten Pangandaran, berperan dalam membantu

mengarahkan, memantau dan mengevaluasi berjalannya kegiatan

inovasi lumbung gizi desa dan membantu berjalannya sosialiasi

replikasi kegiatan inovasi lumbung gizi desa.

2.3.3 Sumber Daya

Kegiatan lumbung gizi desa dalam pelaksanaannya

dilaksanakan dengan sumber daya 100% dari masyarakat oleh

masyarakat dan digunakan untuk masyarakat yang mempunyai masalah

gizi buruk dan gizi kurang. Bahkan saat pemaparan pertama inovasi

lumbung gizi desa adalah pada saat kegiatan MMD atau Musyawarah

Masyarakat Desa yaitu kegiatan yang didanai masyarakat untuk

membahas masalah-masalah kesehatan di desa bersama dengan

Puskesmas yang memunculkan inovasi lumbung gizi desa.

Adapun dana dari lumbung gizi desa berasal dari donatur yang

ada disekitarnya dengan sistem sukarela, donatur yang ada di desa

diantaranya masyarakat yang mempunyai toko disekitar desa, aparat

desa, masyarakat mampu yang mau menjadi donatur, ibu balita yang

12
datang ke posyandu dan masyarakat lain yang tergerak untuk ikut

berpartisipasi menjadi donatur lumbung gizi desa.

Kegiatan lain dalam kegiatan inovasi lumbung gizi desa yang

membutuhkan pendanaan diantaranya adalah sosialisasi kegiatan

inovasi lumbung gizi desa kepada kepala desa dan PKK desa yang

tertarik untuk mereplikasi kegiatan inovasi lumbung gizi di desanya

masing-masing. Hal ini disiasati dengan memberikan sosialisasi pada

kegiatan lokakarya mini lintas sektor rutin trimester yang didanai oleh

BOK Puskesmas.

Suksesnya pelaksanaan kegiatan lumbung gizi desa di desa

pertama yang menjadi pilot project juga membuat pihak Dinas

Kesehatan dan Setda Kab. Pangandaran tertarik untuk mereplikasi

kegiatan inovasi lumbung gizi desa di wilayah yang lebih luas yaitu

Kabupaten Pangandaran. Pada Maret Tahun 2018 Kepala Dinas

Kesehatan Kab. Pangandaran mengundang Kepala Puskesmas selaku

inovator lumbung gizi desa untuk menjelaskan tentang lumbung gizi

desa dan langkah mereplikasi kegiatan lumbung gizi desa dan pada

bulan maret tahun 2018 juga, kegiatan inovasi lumbung gizi desa

disosialisasikan dengan tujuan mereplikasikan kegiatan lumbung gizi

desa ke seluruh desa di wilayah Kabupaten Pangandaran. Kegiatan

sosialisasi tingkat Kabupaten ini mengundang Setda Kabupaten

Pangandaran dengan narasumbernya adalah inovator kegiatan lumbung

gizi desa.

13
Setelah lumbung gizi desa berjalan inisiator bekerja sama

dengan pihak desa berinisiatif menggaet Corporate Social

Responsibility (CSR) sebagai sponsor tambahan dalam pendanaan

lumbung gizi desa. CSR yang diharapkan menjadi sponsor lumbung gizi

desa adalah CSR yang berada di sekitar desa diantaranya CSR

Minimarket dan Bank.

Sementara dalam hal sumber daya manusia yang menjadi

pelaksana kegiatan lumbung gizi desa, pada saat pelaksanaan di Desa

Cibogo yang menjadi pilot project pertama pelaksanaan lumbung gizi

melibatkan semua unsur desa dan masyarakat terkait serta tim

Manajemen Terpadu Balita Sakit Puskesmas.

Pihak desa dengan Kepala Desa bertanggung jawab dalam

mensosialisasikan kembali adanya lumbung gizi desa ke masyarakat

dan menjalin komitmen untuk bersama-sama mendukung kesuksesan

lumbung gizi desa, menentukan dan mencari donatur lumbung gizi desa

dan menentukan calon penerima bantuan lumbung gizi desa. Sementara

Tim Manajemen Terpadu Balita Sakit bertugas untuk melatih sistem

kewaspadaan gizi di masyarakat dan melakukan pengecekan kesehatan

dan status gizi pada calon penerima bantuan lumbung gizi desa.

2.3.4 Unsur Pendukung Keberhasilan Pelaksanaan Inovasi

Dalam proses pelaksanaan kegiatan inovasi Lumbung Gizi

Desa, terdapat beberapa output/keluaran yang mendukung keberhasilan

pelaksanaan inovasi kegiatan lumbung gizi desa, diantaranya :

14
1. Pembuatan RTL (Rencana Tindak Lanjut) yaitu tahapan kegiatan

yang akan dilaksanakan setelah kegiatan pengenalan atau sosialisasi

Inovasi Lumbung Gizi Desa kepada perwakilan masyarakat dan

aparat desa. Rencana tindak lanjut meliputi komitmen untuk

bersama-sama membentuk sebuah rencana aksi pelaksanaan

lumbung gizi desa bersama masyarakat, mensosialisasikan kembali

akan adanya kegiatan lumbung gizi desa kepada masyarakat,

komitmen dalam mengikutsertakan dan menggerakan unsur

masyarakat terkait, kader dan tim penggerak PKK untuk ikut dalam

kepanitiaan lumbung gizi desa dan melatih mereka dalam sistem

kewaspadaan gizi desa, memilih yang bersedia menjadi donatur tetap

lumbung gizi desa dan sosialisasi penarikan dana dari donatur.

2. SK Pembentukan dan pengesahan kegiatan lumbung gizi desa yang

dikeluarkan oleh pihak desa dan ditandatangani langsung oleh

Kepala Desa sebagai payung hukum dalam pelaksanaan kegiatan

lumbung gizi desa. Dalam SK juga tercantum kepanitiaan kegiatan

inovasi lumbung gizi sehingga orang-orang yang tercantum dalam

SK memiliki tanggung jawab dalam keberlangsungan jalannya

kegiatan inovasi lumbung gizi desa.

3. Lembar ceklis yang diisi oleh Tim MTBS (Manajemen Terpadu

Balita Sakit) dipimpin oleh Tenaga Pelaksana Gizi untuk

menjalankan sistem kewaspadaan gizi yang pada akhirnya menjaring

balita calon penerima bantuan lumbung gizi desa. Setelah

15
sebelumnya di cek kesehatan untuk memastikan adanya penyakit

penyerta atau tidak. Apabila balita yang mempunyai masalah gizi

disertai dengan penyakit penyerta maka intervensi dilakukan dengan

memberikan bantuan lumbung gizi desa dan disertai dengan

pengobatan berkelanjutan.

4. Dana dari donatur lumbung gizi desa sangat mendukung terhadap

keberhasilan kegiatan lumbung gizi desa. Dana yang didapat selama

ini sifatnya sukarela dan tidak ditentukan batas minimalnya, kadang

ada warga yang menyumbang dalam bentuk hasil pertanian yang

kemudian dibantu penjualannya oleh panitia lumbung gizi desa yang

hasilnya nanti masuk kedalam kas lumbung gizi desa. Dana lumbung

gizi desa ini dibelanjakan untuk kebutuhan balita dengan masalah

gizi dengan prioritas balita gizi buruk meliputi belanja vitamin dan

makanan tambahan yang mendukung peningkatan status gizi dalam

bentuk menyesuaikan dengan penerimaan balita bisa dalam bentuk

biskuit, penganan lokal atau makanan biasa sehari-hari yang biasa

disantap balita tersebut yang gizinya telah dihitung dan disesuaikan

agar melengkapi kebutuhan gizi sehari balita tersebut.

5. Peraturan Bupati sehubungan dengan adanya rencana dari

pemerintah daerah untuk mereplikasi kegiatan inovasi lumbung gizi

desa ini ke seluruh wilayah di Kabupaten Pangandaran, maka

diperlukan adanya Peraturan Bupati yang mengatur regulasi proses

replikasi kegiatan lumbung gizi desa.

16
2.3.5 Pemantauan dan Evaluasi

Kegiatan lumbung gizi desa ini sudah memiliki struktur

organisasinya sendiri dengan Kepala Desa sebagai penanggung jawab

dan Aparatur Desa sebagai salah satu pelaksana yang nantinya akan

memantau dan mengevaluasi kelancaran kegiatan lumbung gizi desa.

Pendokumentasian kegiatan dilaksanakan secara teratur setiap dana

desa keluar disertai dengan buku pencatatan keuangan, foto, dan

pelaporan. Sementara puskesmas memantau dengan melihat apakah

sistem kewaspadaan gizi nya sudah berjalan, dan menindaklanjuti

laporan bulanan balita dengan masalah gizi buruk dan gizi kurang.

Pemantauan dan evaluasi berjalannya kegiatan inovasi lumbung

gizi desa meliputi pemantauan dan evaluasi pertumbuhan dan

perkembangan balita gizi buruk dan gizi kurang penerima bantuan

lumbung gizi desa. Pemantauan dan evaluasi pencatatan pemasukan dan

pengeluaran keuangan lumbung gizi desa serta evaluasi kesulitan dan

hambatan yang dihadapi selama pelaksanaan lumbung gizi desa.

Pemantauan dan evaluasi pertumbuhan dan perkembangan balita

penerima bantuan lumbung gizi desa, dibantu oleh petugas puskesmas

yang merupakan tim MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) yang

berkomitmen dalam membantu berjalannya lumbung gizi desa. Ketika

ada balita penerima bantuan yang pertumbuhan dan perkembangannya

berjalan lambat dengan indikator berat badan tidak naik dalam kurun

waktu 2 bulan berturut-turut penimbangan, maka kader yang telah dilatih

17
sistem kewaspadaan gizi melaporkan kepada tim MTBS Puskesmas dan

bersama dengan panitia lumbung gizi desa yang lain merujuk balita

tersebut ke puskesmas untuk diperiksa kesehatannya dan mendapatkan

konseling gizi lanjutan dari petugas gizi serta pengobatan apabila

ditemukan penyakit penyerta.

Apabila ternyata penyakit penyerta yang ditemukan berat maka

puskesmas akan memberikan rujukan untuk berobat dan konsultasi ke

dokter spesialis di fasilitas kesehatan lanjutan dengan pendampingan dari

petugas gizi dan kader atau panitia lumbung gizi desa, dan apabila

perkembangan balita dengan gizi buruk atau gizi kurang itu terlihat

mengalami keterlambatan dari seharusnya maka tim MTBS akan bekerja

sama dengan petugas fisioterapi untuk pelatihan motorik halus, motorik

kasar dan tindakan fisioterapi lain yang menunjang ke arah kejar tumbuh

kembang balita.

Sementara pemantauan dan evaluasi pencatatan pemasukan dan

pengeluaran keuangan lumbung gizi desa dilaksanakan intern antara

panitia lumbung gizi desa di desa dengan penanggung jawab langsung

adalah kepala desa. Buku keuangan dicek secara berkala oleh kepala desa

setiap satu bulan sekali.

Untuk evaluasi kesulitan dan hambatan yang dihadapi selama

pelaksanaan lumbung gizi desa, diadakan pertemuan rutin diantara

panitia lumbung gizi desa yang membahas mengenai hambatan dan

kesulitan yang ada di lapangan dan cara memecahkannya bersama-sama.

18
Apabila ada kesulitan atau hambatan dari aspek kesehatan, maka inovator

bersama tim MTBS akan diundang dalam pertemuan rutin tersebut dan

mencari solusinya bersama.

2.3.6 Kendala dan Solusi Penerapan Inovasi

Masalah utama selama Pelaksanaan Lumbung Gizi Desa :

1. Menurunnya pendapatan dari donatur

Solusi untuk mengatasi masalah selama Pelaksanaan Lumbung Gizi

Desa

a. Memberikan motivasi kepada donatur lama melalui pengurus

organisasi lumbung gizi desa dan mencari donatur baru

b. Menggandeng sektor lain diantaranya penyuluh KUA untuk

membantu mensosialisasikan kegiatan lumbung gizi desa

kepada masyarakat di pengajian pengajian untuk menggugah

masyarakat betapa pentingnya keberadaan BugiZa.

c. Dinas Kelautan Perikanan dan Ketahanan Pangan berperan

mengadakan penyuluhan kepada kader posyandu agar

dapat mengolah makanan dengan dana yang ada.

d. Kelompok Tani Desa yang memungkinkan sumbangan hasil tani

tanaman palawija seperti kacang hijau dan lain-lain.

e. Hasil sumbangan yang telah dikumpulkan, sebagian disisihkan

untuk modal kader posyandu dan ibu-ibu PKK mengolah

berbagai bahan makanan yang ada di desa. menjadi makanan

19
olahan menarik yang dijual kembali untuk menambah hasil

pemasukan lumbung gizi desa.

f. Mencoba menggaet CSR yang ada di wilayah desa untuk

berkontribusi dalam kegiatan lumbung gizi desa.

2. Tidak semua orangtua bersedia mengakui bahwa anak-anak mereka

mengalami gizi buruk

Solusi untuk mengatasi masalah selama Pelaksanaan Lumbung Gizi

Desa

a. Pendekatan kekeluargaan dengan orangtua balita, orangtua balita

diberikan pengertian bahwa masalah gizi buruk bukan sesuatu

yang harus ditakuti tapi merupakan sesuatu yang harus segera

ditangani sebelum berpengaruh pada penurunan daya tahan tubuh

dan kesehatan balita yang mengakibatkan status gizi balita

semakin parah.

b. Mendatangkan tim MTBS termasuk didalamnya dokter untuk

mengecek kesehatan anak balita gizi buruk dan dokter langsung

yang memberikan edukasi kepada orangtuanya.

2.3.7 Manfaat yang dirasakan dengan adanya Inovasi BugiZa

Adapun manfaat yang dirasakan setelah adanya kegiatan inovasi

lumbung gizi desa adalah sebagai berikut :

1. Tidak ada lagi balita gizi buruk di desa

Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi

Kesehatan dan Penyakit yang salah satunya membahas tentang

20
pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD

KLB). Disebutkan bahwa kasus gizi buruk adalah termasuk KLB

(Kejadian Luar Biasa) yang penuntasannya harus segera dilakukan.

Hal ini sejalan dengan cita-cita Bapak Bupati Kabupaten

Pangandaran sehubungan dengan dukungannya dalam upaya

penuntasan permasalahan gizi, harapan bahwa suatu saat di

Kabupaten Pangandaran tidak akan ada gizi buruk lagi. Dengan

adanya kegiatan inovasi lumbung gizi desa ini telah terbukti

meningkatkan status gizi 2 balita dengan gizi buruk di Desa Cibogo

menjadi status gizi baik dan yang satu naik status gizinya menjadi

gizi kurang yang artinya tidak ada lagi gizi buruk di Desa Cibogo.

2. Balita gizi kurang naik status gizinya

Selain kepada balita dengan status gizi buruk, bantuan

lumbung gizi juga diberikan pada balita dengan status gizi kurang

dan berhasil meningkatkan status gizi anak dengan gizi kurang ke

gizi baik.

3. Adanya partisipasi akif masyarakat dalam menghadapi masalah yang

ada di desa.

Adanya kegiatan inovasi lumbung gizi desa telah

menumbuhkan kesadaran di masyarakat dan sekaligus memotivasi

masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam mengatasi masalah

kesehatan gizi yang ada di desanya. Masyarakat belajar untuk tidak

hanya bertindak pasif dan bergantung hanya pada bantuan

21
pemerintah tapi juga aktif mengatasi masalah yang ada di

masyarakat. Selain itu adanya lumbung gizi menumbuhkan kembali

rasa gotong royong dan kepedulian terhadap tetangga dan sesama

masyarakat. Dalam hal kegiatan lumbung gizi desa hasilnya jauh

lebih cepat daripada hanya mengandalkan bantuan pemerintah

berupa Pemberian Makanan Tambahan (PMT) misalnya PMT

Kemkes dalam jumlah terbatas dan hanya sampai 3 bulan dengan

bentuk yang kadang tidak disukai balita dengan masalah gizi.

Bantuan lumbung gizi desa bersifat lebih fleksibel dan

menyesuaikan dengan penerimaan balita yang diberikan bantuan.

4. Meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat

Masalah gizi sering dijadikan indikator dalam menilai derajat

kesehatan masyarakat karena gizi erat kaitannya dengan daya tahan

tubuh terhadap penyakit. Seseorang yang kebutuhan gizinya

terpenuhi dengan baik biasanya daya tahan tubuhnya kuat

menghadapi penyakit yang ada disekitarnya. Balita yang sedang

menderita penyakit pun dengan pengobatan yang baik dan gizi yang

terpenuhi dengan baik akan cepat pulih dari penyakitnya, terbukti

pada balita gizi buruk yang sering sakit setelah gizi nya terpenuhi

intensitas sakitnya berkurang dan status gizi nya naik. Sebaliknya

balita dengan kebutuhan gizi yang kurang akan mudah sakit, sakit

akan menyebabkan asupan makanan berkurang yang berakibat pada

status gizi turun dan daya tahan tubuh makin melemah seperti pada

22
balita dengan gizi buruk sebelum di intervensi kegiatan inovasi

lumbung gizi desa.

5. Adanya lumbung gizi desa bisa menjadi cara solutif untuk

mengentaskan masalah gizi di Kabupaten Pangandaran.

Kegiatan inovasi lumbung gizi desa yang telah berhasil

diterapkan di Desa Cibogo sebagai desa pertama yang menjadi pilot

project kegiatan inovasi lumbung gizi desa dan bahkan sudah bisa

dengan mudah di replikasi oleh 8 desa lainnya di wilayah kerja

Puskesmas Padaherang telah menarik perhatian Pemerintah Daerah

Kabupaten Pangandaran yang berencana untuk mereplikasi ide

lumbung gizi desa ke semua daerah di wilayah Kabupaten

Pangandaran mengingat kasus balita gizi buruk dan gizi kurang di

wilayah Kabupaten Pangandaran cukup tinggi dan bahkan sempat

jadi sorotan media masa.

6. Adanya inovasi lumbung gizi desa bisa menjadi angin segar dalam

upaya mengentaskan masalah gizi yang ada di Kabupaten

Pangandaran.

Jika Inovasi lumbung gizi desa berhasil di replikasi maka

selain bisa mengentaskan kasus masalah gizi yang ada juga bisa

menghemat anggaran biaya dan sekaligus menumbuhkan kesadaran

masyarakat Kabupaten Pangandaran agar lebih peduli terhadap

masalah kesehatan dan gizi yang ada dan tidak menjadi warga yang

apatis dengan lingkungan disekitarnya.

23
7. Adanya inovasi lumbung gizi desa memotivasi lembaga pemerintah

daerah lain untuk memunculkan inovasi.

Adanya inovasi lumbung gizi desa yang diprakarsai oleh

Kepala Puskesmas Padaherang dan dalam pelaksanaannya berhasil

menerapkan ide inovasi tersebut dalam suatu kegiatan yang berhasil

memecahkan masalah yang ada dan bahkan ditunjuk menjadi 10

besar untuk mewakili Provinsi Jawa Barat dalam lomba Inovasi

Pelayanan Publik tingkat nasional, membuat lembaga pemerintah

daerah lain yang bergerak di bidang pelayanan publik termotivasi

untuk memunculkan inovasi untuk memperbaiki kualitas pelayanan

atau untuk memecahkan masalah yang ada dalam pelaksanaan

pelayanan publik yang selama ini berjalan.

24
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

1. BugiZa adalah sebuah wadah yang dibentuk untuk mengumpulkan

dana dari masyarakat secara gotong royong untuk membantu balita di

masyarakat yang bermasalah gizi.

2. Ada penurunan kasus gizi buruk dan gizi kurang yang cukup

signifikan di wilayah kerja Puskesmas Padaherang setelah penerapan

Inovasi BugiZa.

3. Dalam penerapannya Inovasi BugiZa melewati beberapa tahapan

diantaranya sosialisasi Inovasi BugiZa, pelatihan sistem kewaspadaan

gizi, cek kesehatan dengan tim MTBS Puskesmas, mengumpulkan

dana, menentukan sasaran penerima bantuan BugiZa, serta

monitoring, dan evaluasi penerapan inovasi BugiZa.

3.2 Saran

1. Adanya Inovasi BugiZa diharapkan dapat disosialisasikan dan

direplikasi di seluruh wilayah Kabupaten Pangandaran dan wilayah

lain di Jawa Barat dan di Indonesia yang memiliki masalah gizi

sebagai aksi terobosan untuk mengentaskan masalah gizi buruk dan

gizi kurang.

25
2. Adanya Inovasi BugiZa diharapkan dapat menjadi motivasi bagi

instansi pelayanan publik lain untuk ikut berpartisipasi dalam inovasi-

inovasi lain yang bermanfaat bagi masyarakat.

26

Anda mungkin juga menyukai