Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. B DENGANHERNIA INGUINALIS DEXTRADI RUANG IBS


RSUD DR. H SOEWONDO KENDAL

DI SUSUN OLEH:
1. LAILATUL AMALIYAH (1808016)
2. SISKA (1808041)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIDYA HUSADAKOTA SEMARANG
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kami mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
izinNya Kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul“Asuhan Keperawatan
Pada Tn. B Dengan Hernia Di Ruang Ibs Rsud Dr. H Soewondo Kendal” ini
merupakan salah satu pokok bahasan dalam praktek stase Keperawatan Medikal
Bedah (KMB). Semoga dengan adanya laaporan ini dapat menambah pengetahuan
dan dan bisa mengaplikasikannya.
Menyadari bahwa banyak pihak yang terkait dan terlibat dalam penyusunan
KaryaTulis Ilmiah ini, maka penulis pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan
dan ketulusan hati ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dwi Nur Aini, M.Kep, selaku pembimbing akademik stase KMB. Terima kasih
atas bimbingan, pengarahan, saran, dan nasehatnya. Terima kasih atas kebesaran
hatinya yang sabar dalam membimbing penulis selama ini.
2. Arifianto, M. Kep selaku pembimbing akademik stase KMB. Terima kasih atas
bimbingan, pengarahan, saran, dan nasehatnya. Terima kasih atas kebesaran
hatinya yang sabar dalam membimbing penulis selama ini.
3. Hadi Sutikno S.Kep,Ns., sebagai pembimbing klinik terima kasih atas masukan
dan sarannya yang sangat mendukung penulis.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam memberikan dorongan moril yang
tidakdapat menyebutkan satu – persatu.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan
maupun kesalahan. Oleh karena itu, Kami sangat mengharapkan masukan berupa
kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyusun makalah ini, terutama pada Dosen Pembimbing.

Kendal, Januari 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Operasi atau pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi pengobatan dan
merupakan upaya yang dapat mendatangkan ancaman terhadap integritas tubuh dan
jiwa seseorang.Tindakan operasi yang direncanakan dapat menimbulkan respon
fisiologi dan psikologi pada pasien.Respon psikologi yang biasanya terjadi pada
pasien pre operasi yaitu kecemasan (Potter dan Perry, 2010).
Hernia adalah penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan.Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui
defek atau bagian lemah dari lapisan dinding perut (Sjamsuhidayat, 2014).
Hernia adalah proporsi abnormal organ jaringan atau bagian organ melalui
stuktur yang secara normal berisi bagian ini.Hernia paling sering terjadi pada rongga
abdomen sebagai akibat dari kelemahan muskular abdomen konginental atau didapat
(Scimer, 2016).
Kecemasan atau ansietas merupakan gejolak emosi pada seseorang yang
berhubungan dengan sesuatu yang ada diluar dirinya dan mekanisme diri yang
digunakan dalam mengatasi permasalahan. Kecemasan dapat diartikan sebagai suatu
kekhawatiran, kebingungan pada sesuatu yang akan terjadi disertai dengan perasaan
tidak menentu dan tidak berdaya. Manifestasi pada kecemasan meliputi adanya
perubahan fisiologis seperti berkeringat, gemetar, nyeri abdomen, detak jantung
meningkat, sesak nafas dalam.perubahan perilaku seperti bicara cepat, gelisah, reaksi
terkejut (Stuart, 2014).
Kecemasan dapat menyebabkan perubahan secara fisik maupun psikologis
yang ditandai dengan frekuensi nafas bertambah, detak jantung meningkat, tekanan
darah meningkat, dan secara umum mengurangi tingkat energi pada klien, sehingga
dapat merugikan individu itu sendiri. Selain itu, kecemasan pada pasien pre operasi
dapat menyebabkan tindakan operasi tertunda, lamanya pemulihan, peningkatanrasa
sakit pasca operasi, mengurangi kekebalan terhadap infeksi,peningkatanpenggunaan
analgesic setelah operasi, dan bertambahnya waktu untuk rawat inap (Nazari, 2012).
Menurut Isaacs, 2005 dalam DS et al (2014), kecemasan dapat dilakukan
dengan cara farmakologi dan non farmakologi. Dalam farmakologi digunakan obat
anti ansietas terutama benzodiazepin, digunakan untuk jangka pendek, tidak
digunakan untuk jangka panjang karena pengobatan ini bersifat toleransi dan
ketergantungan. Sedangkan cara non farmakologi dapat dilakukan dengan teknik
relaksasi, psikoterapi dengan hipnotis atau hipnoterapi. Teknik relaksasi merupakan
upaya untuk meningkatkan kendali dan percaya diri serta mengurangi stres yang
dirasakan (Stuart, 2014).
Salah satu teknik relaksasi yang digunakan adalah teknik relaksasi genggam
jari. Menurut Liana, 2008 dalam Pinandita et al (2012), mengemukakan bahwa
relaksasi genggam jari merupakan sebuah teknik relaksasi yang sangat sederhana dan
mudah dilakukan. Menggenggam jari disertai dengan menarik nafas dalam-dalam
dapat mengurangi ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman jari akan
menghangatkan titik-titik masuk dan keluarnya energi pada meridian (saluran energi)
yang berhubungan dengan organ-organ di dalam tubuhyang terletak pada jari tangan.
Titik-titik refleksi pada tangan memberikan rangsangan secara refleks (spontan) pada
saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan semacam gelombang kejut
atau listrik menuju otak kemudian diproses dengan cepat dan diteruskan menuju saraf
pada organ tubuh yang mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi
menjadi lancar. Relaksasi genggam jari dapat mengendalikan dan mengembalikan
emosi yang akan membuat tubuh menjadi rileks. Ketika tubuh dalam keadaan rileks,
maka ketegangan pada otot berkurang yang kemudian akan mengurangi kecemasan
(Yuliastuti, 2015).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adji Bagus Sasmito
(2011) dengan judul pengaruh relaksasi genggam terhadap kecemasan pasien pre
operasi Hernia di RSUD Jombang dengan hasil ada pengaruh pemberian relaksasi
genggam jari terhadap kecemasan pasien pre operasi Hernia.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendeskrepsikan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuan perasaan cemas
pasien pre operasi Tn. B di ruang IBS RSUD Dr. H Soewondo Kendal.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan
kebutuan perasaan cemas pasien pre operasi Tn. B di ruang IBS RSUD Dr.
H Soewondo Kendal.
b. Mendeskripsikan rencana keperawatan klien dengan pemenuhan kebutuan
perasaan cemas pasien pre operasi Tn. B di ruang IBS RSUD Dr. H
Soewondo Kendal.
c. Melakukan implementasi keperawatan sesuai rencana pada klien dengan
pemenuhan kebutuan perasaan cemas pasien pre operasi Tn. B di ruang IBS
RSUD Dr. H Soewondo Kendal.
d. Merekomendasikan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuan perasaan
cemas pasien pre operasi Tn. B di ruang IBS RSUD Dr. H Soewondo
Kendal.
e. Menjelaskan mengenai hernia inguinalis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Hernia adalah penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan.Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui
defek atau bagian lemah dari lapisan dinding perut (Sjamsuhidayat, 2014).
Hernia adalah proporsi abnormal organ jaringan atau bagian organ melalui
stuktur yang secara normal berisi bagian ini.Hernia paling sering terjadi pada rongga
abdomen sebagai akibat dari kelemahan muskular abdomen konginental atau didapat
(scimer, 2016).
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya
yang normal melalui sebuah defek kongenitalatau yang didapat (Long, 2013).

B. Etiologi
1. Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun
wanita. Pada Anak – anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis. Pada orang
dewasa khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan
penyangga usus atau karena adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan
tekanan dalam rongga perut.
2. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia
Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah
selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi.
Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena
faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi buruh yang
sebagian besar pekerjaannya mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan adanya
peningkatan tekanan dalam rongga perut sehingga menekan isi hernia keluar dari
otot yang lemah tersebut
3. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada
kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau
pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis
dan lain-lain.Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada abdomen
yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah.
4. Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
5. Obesitas
Berat badan yang berlebihan menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh,
termasuk di bagian perut.Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia.Peningkatan
tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya penonjolan organ melalui
dinding organ yang lemah.
6. Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi
tekanan lebih di bagian perut.Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya
hernia.
7. Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat
menyebabkan terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat
barang.Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-
menerus pada otot-otot abdomen.Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi
pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang
lemah.
8. Kelahiran prematur
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada
bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna,
sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui
kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia, besar
kemungkinan ia akan mengalaminya lagi.(Mansjoer, 2014).

C. Klasifikasi Hernia
1. Hernia hiatal
Kondisi di mana kerongkongan (pipa tenggorokan) turun, melewati
diafragma melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut menonjol ke
dada (toraks).
2. Hernia epigastrik
Terjadi di antara pusar dan bagian bawah tulang rusuk di garis tengah
perut.Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang berisi
usus. Terbentuk di bagian dinding perut yang relatif lemah, hernia ini sering
menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali ke dalam perut ketika
pertama kali ditemukan.
3. Hernia umbilikal
Berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang disebabkan
bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum kelahiran, tidak
menutup sepenuhnya.
4. Hernia inguinalis
Merupakan hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan
di selangkangan atau skrotum.Hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen
berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah.Hernia tipe ini
lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
5. Hernia femoralis
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di pangkal paha.Tipe ini lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
6. Hernia insisional
Hernia ini dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut.Hernia ini muncul
sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak
menutup sepenuhnya.

D. Patofisiologi
Menurut Oswari, (2013). Pada umumnya hernia terjadi akibat dari kekuatan
integritas otot dinding abdomen dan terjadi peningkatan tekanan intra abdomen.
Kerusakan atau kelemahan otot-otot dinding abdomen, karena kelemahan college atau
pelebaran tempat dari lubang ligamentinguinal, kelemahan ini biasaterjadi karena
proses penuaan. Peningkatan intra abdomen dapat menyebabkan dinding abdomen
menjadi lemah. Oleh karena itu dapat mengakibatkan penurunan isi abdomen ke
dalamrongga tubuh seperti halnya pada skrotum.Penurunan isi abdomen tersebut
disebabkan oleh banyak hal diantaranya yaitu pekerjaan berat, batuk yang menaun.
Hal tersebut akan mempermudah masuknya masa abdomen kedalam rongga
tubuh, sehingga menjadi hernia atau penonjolan suatu organ tubuh sehingga tidak
terjepit akan menimbulkan rasa sakit di daerah terdapatnya benjolan tersebut yang
juga menimbulkan rasa mual dan apabila batuk,mengejan hernia akan bertambah
besar.Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan
seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar
atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus ke daerah otot
abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan
menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis
atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau
terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal,
kemudian terjadi hernia. Karena organ– organ selalu saja melakukan pekerjaan yang
berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan
yang mengakibatkan kerusakan yang sangat parah.Sehingga akhirnya menyebabkan
kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan.

E. Manifestasi klinik
1. Berupa benjolan
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi
4. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi
kandung kencing.
5. Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta
kulit diatasnya menjadi merah dan panas.
6. Hernia femoralis kecil kemungkinan berisi kandung hingga menimbulkan gejala
sakit
7. Kencing (dysuria) disertai hematuria (kencing darah) di samping benjolan di
bawah sela paha.
8. Hernia diafragma menimbulkan perasaan sakit didaerah perut dissertai sesak
nafas.
9. Bila pasien mengejan atau batuk, maka benjolan hernia akan bertambah besar
( Mansjoer, 2014 )

F. Penatalaksanaan medis
1. Secara konservatif (non operatif)
 Reposisi hernia
Hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan
 Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara,
misalnya pemakaian korset
2. Secara operatif
 Hernioplasti
Memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah, hernioplasti sering
dilakukan pada anak – anak
 Herniographi
Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia di masukkan, kantong diikat,
dan dilakukan bainy plasty atau teknik yang lain untuk memperkuat dinding
belakang kanalis inguinalis. Ini sering dilakukan pada orang dewasa
 Herniotomi
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang.Ini dilakukan pada klien
dengan hernia yang sudah nekrosis. (Dorland, 2014)

A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb, Kecemasan adalah respon terhadap
situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi
menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah
dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah
reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang
sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidak mampuan mengatasi suatu
masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada
umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai
perubahan fisiologis dan psikologis (Manurung, 2016).
Kecemasan merupakan suatu kondisi yang menandakan suatu keadaan yang
mengancam keutuhan serta keberadaan dirinya dan dimanifestasikan dalam bentuk
perilaku seperti rasa tidak berdaya, rasa tidak mampu, rasa takut, fobia tertentu
(Nursalam, 2014)
Tingkat kecemasan dan ketakutan pasien pre operasi ditentukan beberapa
faktor, yaitu: (1) tingkat kesulitan operasi, (2) kemampuan individu menghadapi
masalah, (3) ekspektasi kultural, (4) pengalaman operasi sebelumnya. Ketakutan
terhadap sesuatu yang tidak diketahui asalnya adalah salah satu jenis kecemasan
praoperasi yang paling sering dijumpai (Black & Hawks 2014).
2. Gejala-gejala Kecemasan
Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya
ancaman terhadap kesehatan. Individu-individu yang tergolong normal kadang kala
mengalami kecemasan yang menampak, sehingga dapat disaksikan pada
penampilan yang berupa gejala-gejala fisik maupun mental (Manurung, 2016).
Gejala yang bersifat fisik diantaranya adalah :
a. Jari tangan dingin
b. Detak jantung makin cepat
c. Berkeringat dingin
d. Kepala pusing
e. Nafsu makan berkurang
f. Tidur tidak nyenyak
g. Dada sesak
Gejala yang bersifat mental adalah :

a. Ketakutan merasa akan tertimpa bahaya


b. Tidak dapat memusatkan perhatian
c. Tidak tenteram
d. Ingin lari dari kenyataan
Kholil Lur Rochman, (2010) mengemukakan beberapa gejala-gejala dari
kecemasan antara lain :

a. Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian
menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan bentuk
ketidak beranian terhadap hal-hal yang tidak jelas.
b. Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah-marah dan
sering dalam keadaan excited (heboh) yang memuncak, sangat irritable, akan
tetapi sering juga dianggap depresi.
c. Diikuti macam-macam fantasi, delusi, ilusi dan delusion of persecution (delusi
yang dikejar-kejar).
d. Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah, banyak
keringat, gemetar, dan seringkali menderita diare.
e. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan
tekanan jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.
3. Jenis-jenis Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan didalam
dirinya sendiri yang timbul dari dalam tanpa adanya rangsangan dari luar. Mustamir
Pedak (2009) membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu:
a) Kecemasan Rasional
Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam,
misalnya ketika menunggu hasil ujian.Ketakutan ini dianggap sebagai suatu
unsur pokok normal dari mekanisme pertahanan dasariah kita.
b) Kecemasan Irrasional
Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini dibawah keadaan-keadaan
spesifik yang biasanya tidak dipandang mengancam.
c) Kecemasan Fundamental
Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya,
untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut.
Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran
fundamental bagi kehidupan manusia.
4. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan
atau ketakutan yang tidak relistik, juga irrasional, dan tidak dapat secara intensif
ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Fitri Fauziah dan Julianti Windri (2013)
dalam Nixson Manurung (2016) membagi gangguan kecemasan dalam beberapa jenis,
yaitu :

a. Fobia Spesifik
Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi
terhadap obyek atau situasi yang spesifik.
b. Fobia Sosial
Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya
berhubungan dengan kehadiran orang lain.
c. Gangguan Panik
Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panic yang spontan
dan tidak terduga. Beberapa gejala yang dapat muncul pada gangguan panik
antara lain: sulit bernafas, jantung berdetak kencang, mual, rasa sakit di dada,
berkeringat dingin, dan gemetar.
5. Tingkat Kecemasan
Stuart dan Sudden dalam Nixon Manurung (2016) mengidentifikasi ansietas
(cemas) dalam 4 tingkatan, setiap tingkatan memiliki karakter istik dalam persepsi
yang berbeda, tergantung kemampuan individu yang ada dan dari dalam dan luarnya
maupun dari lingkungannya, tingkat kecemasan ataupun ansietas, yaitu
a. Cemas Ringan
Cemas yang normal menjadi bagian sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas ini
dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreatifitas.
1) Respon fisiologis :
a) Sesekali nafas pendek.
b) Nadi naik.
c) Gejala ringan pada lambung
d) Muka berkerut dan bibir bergetar
2) Respon kognitif :
a) Lapang persepsi meluas
b) Mampu menerima rangsangan yang komplek
c) Konsentrasi pada masalah
d) Menyelesaikan masalah secara efektif
3) Respon perilaku dan emosi
a) Tidak dapat duduk tenang.
b) Tremor halus pada tangan.
c) Suara kadang-kadang meninggi.
b. Cemas Sedang
Cemas yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang tidak penting. Ansietas ini mempersempit
lapang persepsi individu.
1) Respon Fisiologis :
a) Sering nafas pendek
b) Nadi ekstra systole dan tekanan darah naik
c) Mulut kering
d) Anorexia
e) Diare/konstipasi
f) Gelisah
2) Respon Kognitif
a) Lapang persepsi menyempit.
b) Rangsang luar tidak mampu diterima.
c) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.
3) Respon perilaku dan emosi
a) Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan)
b) Bicara banyak dan lebih cepat
c) Perasaan tidak nyaman
c. Cemas Berat
Cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi individu cenderung
memusatkan lahan persepsi individu cenderung memusatkan pada sesuatu yang
terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir pada hal yang lain.
1) Respon Fisiologis
a) Sering nafas pendek
b) Nadi dan tekanan darah naik
c) Berkeringat dan sakit kepala
d) Penglihatan kabur
2) Respon Kognitif
a) Lapang persepsi menyempit
b) Tidak mampu menyelesaikan masalah
3) Respon Perilaku dan Emosi
a) Perasaan ancaman meningkat
b) Verbalisasi cepat
c) Blocking
d. Panik
Tingkat panik dari suatu ansietas berhubungan dengan ketakutan dan
teror, karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak
mampu melakukan suatu walaupun dengan pengarahan, panik mengakibatkan
disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.
1. Respon Fisiologis
a) Nafas pendek
b) Rasa tercekik dan berdebar
c) Sakit dada
d) Pucat
e) Hipotensi
2. Respon Kognitif
a) Lapang persepsi menyempit
b) Tidak dapat berfikir lagi
3. Repon Perilaku dan Emosi
a) Agitasi, mengamuk dan marah.
b) Ketakutan, berteriak-teriak, blocking.
c) Persepsi kacau.
d) Kecemasan yang timbul dapat diidentifikasi melalui respon yang dapat
berupa respon fisik, emosional, dan kognitif atau intelektual.
4. Respon Fisiologis
a) Kardiovaskuler : palpitasi berdebar tekanan darah meningkat/menurun
nadi meningkat atau menurun.
b) Saluran Pernafasan : nafas cepat dangkal, rasa tertekan didada, rasa
seperti tercekik.
c) Gastrointestinal : hilang nafsu makan, mual, rasa tak enak pada
epigastrum, diare.
d) Neuromuskuler : peningkatan refleks, wajah tegang, insomnia, gelisah,
kelelahan secara umum, ketakutan, tremor.
e) Saluran Kemih : tak dapat menahan buang air kecil.
f) Sistem kulit : muka pucat, perasaan panas/dingin pada kulit, rasa
terbakar pada muka, berkeringat setempat, atau seluruh tubuh dan gatal-
gatal.
g) Respon kognitif : konsentrasi menurun, pelupa, ruang persepsi berkurang
atau menyempit, takut kehilangan control, obyektifitas hilang.
h) Respon emosional : kewaspadaan meningkat, tidak sadar, gelisah,
pelupa, cepat marah, kecewa, menangis dan rasa tak berdaya.
6. Proses Terjadinya Kecemasan
a. Faktor predisposisi kecemasan
Stuart dan laria (2010) dalam Nixon Manurung (2016) mengemukakan bahwa
penyebab kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori yaitu :
1) Teori Psikoanalitik
Menurut Freud, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan
impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego
berfungsi menengahi dua tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan
fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Teori Tingkah Laku (Pribadi)
Teori ini berkaitan dengan pendapat bahwa kecemasan adalah hasil frustasi,
dimana segala sesuatu yang menghalangi terhadap kemampuan seseorang
untuk mencapai tujuan yang diinginkan dapat menimbulkan kecemasan.
Faktor presipitasi yang aktual mungkin adalah sejumlah setressor internal
dan eksternal, tetapi faktor-faktor tersebut bekerja menghambat usaha
seseorang untuk memperoleh kepuasan dan kenyamanan. Selain itu
kecemasan juga sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan
dari dalam untuk menghindari kepedihan.
3) Teori Keluarga
Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga dan juga terkait dengan tugas perkembangan
individu dalam keluarga.
4) Teori Biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan.
Penghambat asam aminobutirik gamma neroregulator (GABA) juga
mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan
dengan kecemasan sebagaimana dengan endorfin. Selain itu, telah dibuktikan
bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai
predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
a. Faktor Presipitasi Kecemasan
Menurut Stuart dan Laria dalam Nixon Manurung (2016), faktor
pencetus mungkin berasal dari sumber internal maupun eksternal. Ada dua
kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu ancaman terhadap integritas fisik dan
terhadap system diri.
1) Ancaman terhadap integritas fisik
Ancaman pada kategori ini meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan
dating atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari-
hari. Sumber internal dapat berupa kegagalan mekanisme fisiologis seperti
jantung, sistem imun, regulasi temperatur, perubahan biologis yang normal
seperti kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus
atau bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat timbul akibat
kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi integritas
tubuh secara keseluruhan.
2) Ancaman terhadap sistem tubuh
Ancaman pada kategori ini dapat membahayakan identitas, harga diri, dan
fungsi social seseorang. Ancaman terhadap sistem diri terjadi saat tindakan
operasi akan dilakukan sehingga akan mengasilkan suatu kecemasan.

7. Penatalaksanaan Kecemasan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup
fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius.
Selengkapnya seperti pada uraian pada berikut :

a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :


1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang.
2) Tidur yang cukup.
3) Cukup olahraga.
4) Tidak merokok.
5) Tidak meminum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas, yaitu seperti
diazepam, clobazam, bromazepam, lozepam, bupirone HCI, meprobamate dan
alprazolam.
c. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menhilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada
organ tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan
agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan
serta percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatasi kecemasan.
3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-
konstruktif) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
4) Psikoterpi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
5) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganilsa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
dijadikan sebagai faktor pendukung.
e. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang
merupakan stressor psikososial.
8. Cara Pengukuran Kecemasan
Meurut Dadang Hawari (2013) untuk mengetahui sejauh mana derajat
kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat dan berat sekali, orang
menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating
Scale for Anxiety (HRSA). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang
masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skore) antara 0-4
yang artinya adalah :
Nilai 0 = tidak ada gejala/keluhan
Nilai 1 = gejala ringan/satu dari gejala yang ada
Nilai 2 = gejala sedang/separuh dari gejala yang ada
Nilai 3 = gejala berat/lebih dari separuh gejala yang ada
Nilai 4 = gejala berat sekali/semua dari gejala yang ada
Masing-masing nilai angka (skor) dari 14 kelompok gejala tersebut
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan
seseorang, yaitu dengan total nilai skor :
Kurang dari 14 = tidak ada kecemasan
14-20 = Kecemasan Ringan
21-27 = Kecemasan Sedang
28-41 = Kecemasan Berat
42-56 = Kecemasan Berat Sekali/Panik
B. Tehnik relaksasi genggam jari
Teknik relaksasi merupakan upaya untuk meningkatkan kendali dan percaya
diri serta mengurangi stres yang dirasakan (Stuart, 2010).Salah satu teknik relaksasi
yang digunakan adalah teknik relaksasi genggam jari. Menurut Liana, 2010 dalam
Pinandita et al (2012), mengemukakan bahwa relaksasi genggam jari merupakan
sebuah teknik relaksasi yang sangat sederhana dan mudah dilakukan. Menggenggam
jari disertai dengan menarik nafas dalam-dalam dapat mengurangi ketegangan fisik
dan emosi, karena genggaman jari akan menghangatkan titik-titik masuk dan
keluarnya energi pada meridian (saluran energi) yang berhubungan dengan organ-
organ di dalam tubuhyang terletak pada jari tangan. Titik-titik refleksi pada tangan
memberikan rangsangan secara refleks (spontan) pada saat genggaman. Rangsangan
tersebut akan mengalirkan semacam gelombang kejut atau listrik menuju otak
kemudian diproses dengan cepat dan diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang
mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar. Relaksasi
genggam jari dapat mengendalikan dan mengembalikan emosi yang akan membuat
tubuh menjadi rileks. Ketika tubuh dalam keadaan rileks, maka ketegangan pada otot
berkurang yang kemudian akan mengurangi kecemasan (Yuliastuti, 2015).
BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal/ MRS : 8 Januari 2019


Ruang : IBS
Tgl Pengkajian : 10 Januari 2018

A. Biodata
1. Identitas
Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 57 tahun9 bulan 14 hari
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku / bangsa : Jawa/ Indonesia
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Petani
Alamat : Ngampel
Diagnosa medis : Hernia Inguinalis Dextra
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ngampel
Hubungan dengan klien : Anak Kandung
2. Keluhan Utama :
Terdapat benjolan pada lipatan paha sebelah kanan dan dirasakan nyeri
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Soewondo Kendal pada tanggal 8 januari 2019
jam 16.00 dengan keluhan sudah 3 bulan terdapat benjolan diselangkangan kanan,
benjolan terasa nyeri ketika pasien berdiri dan mengangkat beban berat, Tetapi
pasien tidak menghiraukannya. Dan sejak tanggal 7 januari 2019 pasien
mengatakan sebah pada perutnya dan tidak bisa ditahan lagi. Lalu pasien
diperiksa oleh dokter IGD dan dianjurkan untuk operasi, pasien tampak gelisah
dan cemas, dengan TTV, TD : 140/90 mmHg, Nadi : 102 x/menit, suhu : 36,5 c,
RR : 20 x /menit. Lalu pasien diberikan terapi infus RL 20 tpm di tangan kiri,
injeksi ranitidin 50 mg, ceftriaxon 1gr, dan ketorolac 20mg. lalu pasien
dipindahkan ke ruang Kenanga untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan
dengan dokter spesialis bedah.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien mengatakan belum pernah mempunyai penyakit yang dialami saat ini
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang dirasakan
pasien saat ini, tidak mempunyai penyakit keturunan seperti jantung, asma,
hipertensi, diabetes miletus dll.
6. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat, cuaca, maupun
kontak terhadap zat.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis, klien tampak tegang
2. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh : 36° C
Tekanan darah : 140 / 90 mmHg
Nadi : 90 x / menit
Pernapasan : 20 x/ menit
3. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala dan rambut :
Bentuk kepala mesocepal, kulit kepala bersih, rambutpasien berwarna hitam
ada uban,
b. Mata :
Mata pasien simetris, berkedip secara reflex, pupil bulat, isokor, tidak ada
ikterik ataupun sianosis, saat diberi rangsangan cahaya merespon mengecil.
c. Hidung :
Tidak ada sekret, bersih pernafasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak
terdapat alat bantu pernafasan
d. Telinga :
Simetris, terdapat sedikit serumen, pendengaran baik.
e. Mulut :
Mukosa bibir lembab, tidak terdapat tanda-tanda sianosis, gigi ada lubang,
tidak ada pendarahan.
f. Leher/Thyroid :
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, denyut nadi karotis teraba.
Pemeriksaan integumen : akral hangat, turgor kulit baik crt < 2 detik.
g. Fisik Dada
Inpeksi : Simetris, tidak menggunakan otot bantu pernapasan, saat
inspirasi dan ekspirasi naik turunya dada sama.
Palpasi : Vokal vermitus kanan kiri sama saat bilang 777, tidak
terdapat nyeri tekan, tidak ada oedem.
Perkusi : reguler
Auskultasi : Vesikuler, tidak terdapat suara tambahan
h. Jantung
Inspeksi : Tidak terlihat ictus cordis, tidak ada luka lebab
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ics 4 dan ics 5
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan bunyi jantung II lup, dup
i. Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, tidak terdapat luka
Auskultasi : Bising usus 18x/menit
Palpasi : pada inginal sebelah kanan terdapat benjolan, terdapat hernia
reponibel ( benjolan masih bisa masuk keluar sendiri)
Perkusi : Terdengar suara tympani, rata tidak ada pembesaran atau
acites,
j. Genetalia :
Terdapat pemasangan kateter, pasien mengeluh nyeri pada pemasangan
kateter urinya
k. Ekstremitas : Kekuatan otot ekstremitas kanan atas baik mampu melawan
gravitasi dan melawan tahanan maksimal dan ektremitas bawah kanan pasien
mampu melawan gaya gravitasi, ekstremitas atas kiri terdapat pemasangan
infus dan ektremitas bawah kiri pasien baik mampu melawan gravitasi dan
melawan tahanan maksimal.
5 4
5 5

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
No RM : 571493
Nama Pasien : Tn. B
Ruang : Kenanga
Tanggal : 8Januari 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Metode
Rujukan
HEMATOLOGI
Darah rutin 13,3 gr/dl 13-18 Cynmet
Hemoglobin 9,9 10^3/ul 4-10 Elek Impedance
Lekosit 231 10^3/ul 150-500 Elek Impedance
Trombosit 41,2 % 39-54 Kalkulasi
Hematokrit 13 Detik 11,3-14,7 -
Waktu Protrombin 23,7 Detik 27,4-39,3 -
(PT)
Glukosa Sewaktu 120 Mg/dl 75-115 GHOD – PAP

2. Pemberian Terapi Obat


Infus RL 20 tpm
Injeksi Omz 1x1 gr
Injeksi Ceftriaxone 1x2 gr
Injeksi Debutex 3x50 mg
Injeksi Kalnex 3x500 mg
Injeksi Ketorolak 3x30 mg
Tab Cefadroxil 2x1 tab
Tab Paracetamol 3x1 tab

E. Tindakan Operasi
Pre Operasi
1. Persiapanoperasi :
Persiapan pasien
- Pasien puasa dari jam 12.00-09.00 WIB
- Informt Consent : Telah di setujuiolehpasiendan keluarga pasien.
- Serah terima pasien dari perawat ruangkepada perawat operasi.
- Mengantar pasien ke ruang pembedahan kamar 2
- Diagnosa pre operatif : Hernia Inguinalis Dextra.
- Tindakan Operasi : Hernioraphy
2. Persiapankamarbedah
a. Alatoperatifsteril
b. Meja/tempattiduroperasi
c. Monitor
d. Standart infuse
e. Electric Couter
3. Pelaksanaanpembedahan
Operator : dr. Kusno,Sp.B
Asisten :Perawat Joko
Intrumen : Perawat Nur
Perawat on loop :Perawat
Anastesi :dr. Risky, S.An
Jenis anastesi : Spinal
Obatanastesi : Regivell Spinall
4. Persiapan instrument (Hernia Set)
 Meja Mayo : 1 buah
 Klem desinfeksi : 1 buah
 Gunting jaringan : 1 buah
 Gunting benang : 1 buah
 Nalvooder : 1 buah
 Klemarteri : 6 buah
 Klem Pean : 4 buah
 Klem Elis : 1 buah
 Klem Kocher : 2 buah
 Pinsetanatomis : 2 buah
 Pinsetcirurgis : 1 buah
 Langen back : 2 buah
 Langen Hak : 2 buah
 Nierbekken : 1 buah
 Cannal Suction : 1 buah
 Klem Duk : 6 buah
 Kom : 2 buah
 Couter : 1 buah
 Scalpel no.4 : 1 buah
a. Set Tenun
 Jas Operasi : 3 buah
 Duk sedang : 5 buah
 Perlak : 1 buah
b. Medical Suplai
 Sarung Tangan Steril no.7 sebanyak 2 buah
 Sarung Tangan Steril no.7 1//2 sebanyak 3 buah
 Kassa steril 6 ikat
 Benang Safil 2.0 sebanyak 2 pcs
 Benang Premilen 3.0 sebanyak 1 buah
 Betadine : ± 50 – 70 cc
 Larutan nacl 0,9% : ± 50-70 cc
 Alkohol : ± 50-70 cc
 Cairan RL 1 kolf : 500 ml
 Plester/hipapix
 Sofratule
 Spinoken
 Spuit 5 cc : 1 buah
 Bisturi No.22 : 1 buah
 Meja instrumen : 1 buah

FASE PRE OPERASI


1. Analisa Data
Data Problem Etiologi
Ds: pasien mengatakan takut Ansietas Stress pre operasi
untuk dioperasi. Pasien
mengatakan bahwa ini
pngalaman pertamanya operasi
Do:
- Wajah tampak gelisah
- Pasien terlihat tegang
- Suhu tubuh : 36° C
- Tekanan darah : 140 / 90
mmHg
- Nadi : 102 x/ menit
- Pernapasan : 20 x / menit
2. Diagnosa keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan stress pre operasi
3. Intervensi
Diagnosa NOC NIC
Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan Anxiety
stres : pre operasi tindakankeperawatan selama Reduction (5820)
1 x 5 menit diharapkan klien
1. Gunakan pendekatan
tidak cemas lagi dengan
yang menenangkan
kriteria hasil
2. Jelaskan prosedur
a.Mengidentifikasi,
selama tindakan
mengungkapkan dan
operasi
menunjukkan tehnik untuk
3. Temani pasien untuk
mengontol cemas
memberikan
b. Vital sign dalam batas
keamanan dan
normal
c. Ekspresi wajah mengurangi takut
menunjukkan 4. Identifikasi tingkat
berkurangnya cemas. kecemasan
5. Dengarkan dengan
penuh perhatian
6. Anjurkankepada
pasien menggunakan
teknik relaksasi
(nafas dalam)
7. Anjurkan kepada
pasien untuk selalu
berdoa sesuai
agamanya.

4. Implementasi dan evaluasi


Hari/ Implementasi Evaluasi Ttd
Tanggal
10/01/2019 1. Menggunakan pendekatan S : Klien mengatakan masih agak takut
yang menenangkan O :Wajah tampak masih sedikit
2. Menjelaskan prosedur gelisah
selama tindakan operasi TTV :
3. Mengidentifikasi tingkat TD : 130/80 mmHg
kecemasan N : 98 x/menit
4. Mendengarkan dengan RR : 20 x/menit
penuh perhatian A : Masalah kepewatan teratasi.
5. Mengajarkan pasien tehnik P : pertahankan intervensi :
relaksasi genggam jari 1. Pantau tanda-tanda vital dan
6. Menganjurkan kepada cemas.
pasien untuk selalu berdoa 2. Lakukan prosedur operasi dan
sesuai agamanya. tetap damping pasien.
B. Fase Intra Operasi
Pukul 09.50 wib
 Pasien diantar ke ruangan operasi II, kemudian dipindah ke meja operasi
dengan kesadaran composmentis,terpasang Infus RL diguyur.
 Perawat anetesi memasang manset tekanan darah pada lengan kanan, satu
rasi Sp02 pada jari telunjuk sebelah kiri, memasang penyangga pada kedua
tangan.
 TTV TD: 130/80 mmHg, HR: 98x/mnt.
Pukul 10.00 wib
 Pasien dilakukan tindakan anastesi oleh perawat anastesi secara SAB (Spinal
Anestesi Blok), mendesinfeksi area lumbal menggunakan betadine setelah
itu dibilas dengan alcohol. Kemudian spinoken ditusukkan di lumbal 3, obat
anastesi dapat dimasukkan saat cairan lumbal (Liquid Cerebro Spinal)
terlihat. Obat anestesi Regivell Spinall5ml dimasukkan dengan tujuanya
untuk menghilangkan rasa nyeri saat insisi dari lumbal sampai dengan
ekstremitas bawah.
 Setelah anastesi dilakukan pemasanganoksigen 4 liter diberikan melalui
kanul nasal.
Pukul 10.10 wib
 Operator, asisten operator dan perawat instrumen mencuci tangan dengan
hydrex scrub dengan teknik steril (scrubing) lalu dibilas dengan alkohol,
kemudian operator, asisten, serta perawat innstrumen memakai jas operasi
dan handscoon steril
 Asisten mendesinfeksi area yang akan diinsisi dengan betadine, kemudian
dibilas dengan alcohol, setelah itu melakukan tindakan drapping
(menyempitkan area operasi) dengan memasang duk pada daerah simpisis
sampai ekstremitas bawah, ekstremitas atas kiri dan kanan,serta memasang
duk pada sampiran dada, lalu diklem menggunakan klem duk pada setiap
sudut duk.
 Operator mulai melakukan insisi pada daerah inguinal dextra, insisi
dilakukan pada lapisan kulit lapis demi lapis (kulit, lemak, fasia, otot)
sampai mendapatkan hernia, insisi ± 10 cm
 Asisten melakukan tindakan dep pada daerah insisi, operator melakukan
insisi sampai fasia. Cauter digunakan untuk mengurangi perdarahan, insisi
diperdalam sampai mendapatkan hernia, kemudian operator dan asisten
menjepit setiap sisi jaringan menggunakan 6 klem arteri, operator
memisahkan jaringan yang akan di angkat dengan kassa lalu jaringan
difiksasi , asisten melakukan dep pada insisi, jaringan yang telah terfiksasi
kemudian diklem bagian pangkal dengan menggunakan klem pean, jaringan
di potong menggunakan cauter agarm meminimalkan perdarahan.
 Asisten melakukan dep pada daerah operasi menggunakan kassa, kemudian
dibasuh menggunakan kassa yang diberi NaCl, kemudian operator
melakukan meminimalkan perdarahan kembali dengan cauter sebelum luka
operasi dijahit.
 Operator melakukan tindakan menjahit luka insisi pada fasia menggunakan
benang safil 2 sebanyak 2 jahitan dan dilanjutkan menjahit kulita
menggunakan benang premilen 3.0 dengan jahitan subtikuler
Pukul 11.00 wib
 Asisten melakukan tindakan membersihkan arean jahitan dengan kassa yag
diberi cairan NaCl,dan dikeringkan dengan kassa kering, setelah itu jahitan
diberi supratule dan ditutupi menggunakan kassa kering sebanyak 2 lembar,
kemudian di tutup dengan hypafix.
 Operasi selesai. Operator menanggalakan duk bolong besar dan duk sedang
pada tubuh pasien, Anestesi melepaskan bed couter yang terpasang pada
kaki sebelah kanan, melepaskan besi penanggal pada meja operasi bagian
dada, melepaskan manset tekanan darah, melepas satu rasi SpO2 pada pasien
dan mematikan mesin monitor, serta mematikan pengatur pada tabung
oksigen dan melepaskan canul nasal yang terpasang
 Memindahkan pasien dari meja operasi ke brancard dan di dorong keluar
dari kamar operasi II
 Selama prosedur operasi
a. IV line: jenis : RL banyak: 800cc
b. Posisi pembedahan : supine
c. Restrain : tidak
d. Posisi ground : -
e. Persiapan area operasi : Daerah perut, dengan menggunakan Alkohol dan
Betadine
f. Monitor TTV :
Waktu TD Nadi RR Masalah Intervensi
10.00 140/90 102 20 - -
11.00 130/90 96 22 - -

1. Analisa Data
Data Problem Etiologi
DS : - Resiko infeksi Luka operasi dan lama
operasi
DO : luka insisi ± 10 cm
Lama operasi ± 50 menit

2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan aktif (berlangsungnya
proses pembedahan)
3. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1. Resiko defisit - Fluid balance Fluid management
volume cairan - Hydration 1. Monitor status hidrasi
b.d perdarahan - Nutritional Status : (kelembaban membran mukosa,
aktif Food and Fluid Intake nadi adekuat, tekanan darah
(berlangsungnya Setelah dilakukan tindakan ortostatik)
proses keperawatan selama 1 jam 2. Monitor vital sign
pembedahan) diharapkan defisit volume 3. Monitor masukan makanan /
cairan tidak terjadi dengan cairan selama proses pembedahan
Kriteria Hasil : 4. Monitor status perdarahan
1. Tekanan darah, nadi, 5. Kolaborasi dokter jika tanda
suhu tubuh dalam cairan berlebih muncul meburuk
batas normal 6. Atur kemungkinan tranfusi
2. Tidak ada tanda tanda 7. Persiapan untuk kemungkinan
dehidrasi, Elastisitas tranfusi
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan

4. Implementasi dan evaluasi


Hari Implementasi Evaluasi Ttd
Tanggal
10/01/2019 1. Memonitor vital sign S :-
2. Memonitor status O :Klien nampak tenang, konjungtiva
hidrasi (kelembaban tidak anemis
membran mukosa, Ttv :
nadi adekuat, tekanan TD : 150/100 mmHg
darah ortostatik) Nadi : 112 x/ menit
3. Memonitor masukan RR : 22 x/menit
cairan selama proses perdarahan ± 300 cc
pembedahan A :Masalah resiko defisit volume cairan
4. Memonitor vital sign teratasi
5. Memonitor P : Pertahankan intervensi
perdarahan
6. Mengkolaborasikan
dengan dokter defisit
volume cairan tidak
terjadi

C. Fase Post Operasi


1. Tanda-tanda vital
Waktu TD Nadi RR Masalah Intervensi
11.00 150/100 98 22 - -
11.30 140/90 88 20 - -

2. Kondisi Umum Pasien


Keluhan utama saat ini :
Subyek : Klien mengatakan kaki belum dapat digerakkan.
Obyek : Klien nampak tenang, konjungtiva tidak anemis
Post Operasi
1. Pada pukul 11.45 wib, pasien didorong ke ruang recovery atau pemulihan
kesadaran composmentis dengan TTV:
Tekanan darah : 130/80mmHg
Nadi : 88x/mnt
SpO2 : 98%
 Pasien mengatakan masih sulit menggerakan ekstremitas bawah dan
merasakan dingin
 Wajah pasien tampak lemas.
 Akral dingin
2. Memindahkan pasien dari brancard ke tempat tidur pasien
3. Serah terima (operan) dari perawat operasi kepada perawat bangsal bedah sebagai
berikut :
 Terdapat luka yang dibalut kasa pada luka inguinal sebelah kanan tampak
bersih
 Pasien terpasang selang kateter
 Pada ekstermitas atas sebelah kiri terpasang RL

1. Analisa Data
Data Problem Etiologi
Ds : pasien mengatakan Resiko jatuh faktor resiko pengobatan
ke 2 kakinya belum bisa (anastesi).
digerakkan.
Do :
- Kesadaran compos
mentis: E : 4 M : 6 V : 5
- Klien baring ditempat
tidur
- Klien tampak lemah.

- TD : 130/80 mmHg
- N : 88 x/menit

- RR : 20 x/menit
- Saturasi oksigen: 99%

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko jatuh berhubungan dengan faktor resiko pengobatan (anastesi).
a. Intervensi
Diagnosa NOC NIC
Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan Environment Management
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 15 1. Sediakan lingkungan yang
kondisi post operasi menit diharapkan klien tidak aman untuk klien
mengalami resiko jatuh dengan 2. Identifikasi kebutuhan
kriteria hasil : keamanan klien, sesuai
a. Klien terbebas dari jatuh dengan kondisi fisik dan
b. Menggunakan fasilitas fungsi kognitif klien dan
kesehatan yang ada riwayat penyakit terdahulu
c. Mampu mengenali klien
perubahan status kesehatan 3. Pasang side rail tempat tidur
4. Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
5. Pindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
6. Berikan penjelasan pada
klien atau pengunjung
adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.

4. Implementasi dan Evaluasi

Hari/ Implementasi Evaluasi Ttd

Tanggal
10/01/2019 1. Memobilisasi klien dari S : Klien mengatakan kepalanya
bed tindakan ke bed pusing, badannya lemas dan
mobilisasi masih kaku untuk digerakan
2. Mengidentifikasi O :Kesadaran Composmentis
keamanan klien dan -Ekstremitas bawah belum bisa
kemampuan fisik klien digerakan
3. Memasang side rail tempat - Klien baring ditempat tidur
tidur dengan dipasang side rail
4. Mengantarkan klien ke - Klien tampak lemah
ruang RR - TTV
5. Meletakan tempat tidur TD : 130/80 mmHg
kedaerah yang aman dan N : 88 x/menit
terhindar dari barang- RR : 20 x/menit
barang berbahaya A : Masalah kepewatan belum
6. Memberikan penerangan teratasi
yang cukup P : Lanjutkan intervensi :
Pantau tanda-tanda vital.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini merupakan pembahasan dari laporan kasus asuhan keperawatan pada
pasien dengan pre operasi hernia ingunalis dextra di ruang IBS Rsud Dr. Soewondo, Kendal.
Dalam bab ini, kami akan membahas meliputi segi pengkajian, diagnosa, perencanaan
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan mengenai kasus yang
kami angkat.

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama yang kami tulis dan lakukan dalam proses
perawatan, pemeriksaan fisik dengan metode head to toe, dan pengumpulan informasi
atau data-data ini diperoleh dari wawancara dengan pasien, keluarga pasien,
melakukan observasi, catatan keperawatan, dan pemeriksaan fisik.
Menurut NANDA (2012-2014) tanda gejala yang dapat muncul pada pasien
pre operasi hernia ingunalis dextradi ruang IBS Rsud Dr. Soewondo, Kendal yaitu
ansietas berhubungan dengan stress pre operasi.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu keputusan yang diberikan pada pasien
mengenai respon individu untuk menjaga penurunan kesehatan, status, dan mencegah
serta merubah (NANDA 2012). Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dibuat,
kami menemukan 3 diagnosa yang muncul pada pasiehernia ingunalis dextra di ruang
IBS Rsud Dr. Soewondo, Kendal yaitu:
1. Pre Operasi : Ansietas berhubungan dengan strees pre operasi
Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan yang ada pada tinjauan
kasus dengan membandingkan antara teori dengan kejadian nyata saat melakukan
asuhan keperawatan pada Tn.B dengan masalah utama kecemasan. Selama
melakukan asuhan keperawatan pasien sangat kooperatif dalamn diberikan terapi
genggam jari untuk menurunkan tingkat kecemasan yang dialami oleh Tn. B.
Setelah melakukan pengkajian padaTn. B, didapatkan diagnosa keperawatan yang
utama yaitu kecemasan berhubungan dengan stres pre operasi, diagnosa itu yang
akan dibahas penulis.
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan di alami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-
sehari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat
diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek
yang spesifik. Kecemasan pada individu dapat memberikan sumber penting
dalam usaha memelihara keseimbangan hidup (Suliswati, 2005).
Penulis merumuskan diagnosa ini karena dari pengkajian didapatkan data
pasien mengatakan takut untuk menjalani proses pembedahan, pasien selalu
bertanya-tanya tentang pembedahannya karena pasien baru pertama dilakukan
operasi. Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu panjang dan
sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-
peristiwa atau situasi-situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan
kecemasan tetapi hanya setelah terbentuk pola dasar yang menunjukan reaksi rasa
cemas pada pengalaman hidup seseorang.
Sebelum dilakukan terapi genggam jari pada Tn. B diukur dengan SKALA
Kecemasan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRSA) dengan skor 25 (
kecemasan sedang). Setelah dilakukan terapi genggam jari tingkat kecemasan
pasien berkurang yaitu skornya menjadi 18 (kecemasan ringan). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhadi dan Nusalam (2003) yang
menunjukan bahwa bimbingan spiritual berdampak positif terhadap pengurangan
stress klien yang dirawat dirumah sakit dan klien dengan penyakit terminal. Jika
stress dapat dikurangi, maka respon imun klien akan meningkat sehingga infeksi-
infeksi sekunder dapat diminimalkan. Kecemasan yang berat akan mempengaruhi
hipotalamus dan menimbulkan dua mekanisme yang berbeda. Impul pertama
didukung oleh sistem saraf simpatis yang akan mempengaruhi medula atrenal
dalam memproduksi epineprhin dan non epineprhin. Dalam keadaan normal
substansi ini akan memberikan sirkulasi darah yang adekuat sehingga
keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjaga, suhu tubuh stabil dan energi
terpenuhi.
Untuk mengetahui keberhasilan tindakan, penulis melakukan evaluasi.
Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah aktif secara
menyeluruh setelah diberikan dan dibimbing terapi relaksasi genggam jari
didapatkan data pasien mengatakan sudah merasa tenang dan siap untuk
menjalani tindakan pembedahan, TD : 130/80 mmHg, Nadi : 98 x/menit, dan
skor 18 dari hasil pengukuran tingkat kecemasan dengan Hamilton Rating Scale
for Anxiety (HRSA). Pada analisa untuk mencapai tujuan masalah pada pasien
dapat teratasi. Pada rencana tidak lanjut penulis masih mempertahankan tindakan
keperawatan selama dirumah sakit dan rencana tidak lanjut sebagai berikut:
Dirumah sakit: pertahankan lingkungan tetap tenang sebelum tindakan
pembedahan dan tetap diberikan terapi genggam jari. Rencana tidak lanjut:
pemberian penjelasan tentang prosedur operasi agar pasien mengerti tindakan
operasi dan pasien mengurangi kecemasan.
2. Intra operasi: Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan aktif
(berlangsungnya proses pembedahan)
Diagnosa intra operasi pada pasien yaitu Defisit volume cairan
berhubungan dengan perdarahan aktif (berlangsungnya proses pembedahan)
padasaat tindakan operasi dokter beserta perawat melakukan pembedahan pada
area hernia inguinalis dextra tindakan intervensi telah dilakukan dalam
melakukan tindakan pada saat intra operasi, dalam pembedahan terdapat
perdarahan yaitu ±300cc observasi cairan yang masuk dan keluar, infus RL di
percepat 30 tpm serta mengkaji tanda-tanda vital pasien TD : 150/100 mmHg,
Nadi : 112 x/menitlalu intervensi selanjutnya yaitu mengkolaborasi dengan dokter
defisit volume cairan tidak terjadi.
3. Post operasi: Resiko jatuh berhubungan denganresiko pengobatan (anastesi).
Diagnosa post operasi pada pasien yaitu resiko jatuh berhubungan dengan
resiko pengobatan (anastesi) padasaat tindakan operasi selesai dilakukan
ditemukan adanyanya faktor – faktor yang dapat menimbulkan cedera seperti
pada ekstremitas bawah pasien belum bisa digerakan karena masih ada
pembiusan spinal. Melakukan tindakan keperawatan berupa pasien dapat
dipindahkan dalam bed tindakan ke bed mobilisasi dengan rasa aman dan nyaman
agar resiko jatuh dapat dihindari, lalu di ruang recovery atau pemulihan pasien
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu TD : 130/80 mmHg, N : 88
x/menit, RR : 20 x/menit
DAFTAR PUSTAKA

Nazaria, 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Penceraan. Yogyakarta: Gosyen


Publising.
Potter & Perry, 2010. Fundamental Of Nursing: Consept, Proses and Pratice. Edisi 7. Vol
3. Jakarta: EGC.
Scimer, 2016. Pharmacology A Nursing Process Approach. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran: EGC
Stuart, 2014. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Yuliastuti, 2015. Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Gosyen Publising.

Anda mungkin juga menyukai