Anda di halaman 1dari 19

INTUSUSEPSI PADA ANAK ANAK

Heru Sutanto Koerniawan


Residen
Departemen Ilmu Bedah
FK UNUD / RSUP Sanglah
Denpasar Bali

Pendahuluan
Intususepsi merupakan penyebab paling sering dari obstruksi intestinal akut pada anak
anak.1,2,3,4, Intususepsi sering didapatkan pada kelompok umur 4 bulan hingga 2 tahun dengan
angka tertinggi pada kelompok umur 4 sampai 10 bulan.1,2,3,4 Intususepsi didefinisikan sebagai
invaginasi segmen proksimal ke segmen distal dari usus.2,3 Diagnosis intususepsi menjadi
tantangan yang cukup berat bagi klinis karena pasien datang dengan kumpulan gejala yang
tidak spesifik dan sering kali dibingungkan dengan penyakit lain yang mempunyai gejala yang
mirip. Diagnosis dan manajemen penanganan harus cepat dan tepat untuk menghindari
komplikasi yang dapat menyebabkan kematian.1,2 Pasien seringkali dibawa dalam keadaan
terlambat yang menjadi penyebab tingginya angka mortalitas dan morbiditas di negara negara
berkembang di Afrika2

Definisi dan Epidemiologi


Seperti telah dijelaskan di atas Intususepsi adalah suatu invaginasi segmen usus
proksimal yang masuk ke segmen usus distal.1,2,3
Intususepsi tetap menjadi salah satu kegawatan bedah abdomen pada anak anak yang
paling sering dengan 56-74/100000 pasien.5,6 Diperkirakan di dunia, insiden intususepsi
mencapai 1 kasus per 2000 kelahiran hidup.2 Penelitian di Kota Ji’nan, Cina, didapatkan bahwa
Intususepsi primer paling sering terkena pada kelompok umur 2 tahun ke bawah dengan
kelompok umur 4-12 bulan adalah yang paling berisiko terkena Intususepsi (97-126 per
100000).3,7 Di Vietnam, secara keseluruhan angka insiden intususepsi yang dilaporkan
mencapai empat kali lipat dibandingkan dengan rata rata insiden di dunia (287-302 per
100000).6 Pada meta analisa oleh Jiang dkk., Insiden intususepsi pada mayoritas studi adalah
<100 per 100000 pada negara negara termasuk di dalamnya Australia, Hong-Kong, Jepang,
Israel, Korea Selatan; sedangkan insiden intususepsi tidak terlalu tinggi berkisar <20 per
100000 pada negara negara Finlandia, India, Malaysia, dan Bangladesh.3 Pada penelitian
retrospektif oleh Jamijoom dkk selama 2 tahun, didapatkan dari 152 pasien yang datang ke
UGD di pusat kesehatan tersier, 114 pasien datang dengan Intususepsi usus besar, sedangkan
38 pasien datang dengan Intususepsi usus halus.8 Bayi laki laki tampaknya lebih sering terkena
intususepsi dibandingkan dengan bayi perempuan.2,7,8 Secara umum, rasio antara laki laki dan
perempuan mencapai 8:1 pada kelompok umur di bawah 1 tahun, sedangkan pada kelompok
umur 4 tahun ke atas rasio laki laki dan perempuan mencapai 3:1.2 Intususepsi dilaporkan
idiopatik pada 90% kasus dan jarang berhubungan dengan lead point patologis seperti
divertikulum meckel, lesi padat usus, atau limfoma intestinal.2

(Diambil dari Punnoose AR., Golub RM. Intussusception. JAMA 2012; 307 (6):628)

Intususepsi pada anak anak KOE


Gambar 1. Peta global insiden
intususepsi.3 (dikutip dari Jiang J,
Jiang B, Parashar U, Nguyen T, Bines
J, et al. (2013) Childhood
Intussusception: A Literature
Review. PLoS ONE 8(7): e68482.
doi:10.1371/
journal.pone.0068482)

Gambar 2. Tabel insiden intususepsi di antara anak anak berumur < 1 tahun berdasarkan regio / negara.3
(dikutip dari Jiang J, Jiang B, Parashar U, Nguyen T, Bines J, et al. (2013) Childhood Intussusception: A
Literature Review. PLoS ONE 8(7): e68482. doi:10.1371/journal.pone.0068482)

Intususepsi pada anak anak KOE


Gambar 3. Insiden intususepsi
berdasarkan umur (dalam bulan)
selama 1 tahun pertama
kehidupan.3 (dikutip dari Jiang J,
Jiang B, Parashar U, Nguyen T,
Bines J, et al. (2013) Childhood
Intussusception: A Literature
Review. PLoS ONE 8(7): e68482.
doi:10.1371/
journal.pone.0068482)

Etiologi
Berdasarkan patofisiologi dan faktor resiko, terdapat 2 macam penyebab intususepsi,
idiopatik dan kedua adalah sekunder dari pathologic lead point. Kebanyakan kasus intususepsi
adalah idiopatik (>90%) biasanya disebabkan oleh KGB yang hiperplasia.9
Beberapa penulis, melaporkan bahwa intususepsi angkanya bergantung dengan musim
di mana musim panas adalah puncak insiden.3,10

Gambar 4. Insiden intususepsi berdasarkan musim/bulan dalam 1 tahun.3 (dikutip dari Jiang J, Jiang B,
Parashar U, Nguyen T, Bines J, et al. (2013) Childhood Intussusception: A Literature Review. PLoS ONE 8(7):
e68482. doi:10.1371/ journal.pone.0068482)

Beberapa pathologic lead point yang menjadi penyebab intususepsi adalah
divertikulum meckel, lesi usus padat, dan limfoma intestinal, ulkus aktif di lubang lumen pada
dinding usus anti mesenterium, kista duplikasi atau duplikasi intestinal, appendix, limfoma,
dan lipoma.2,13,14,15,16 Divertikulum adalah penyebab pathologic lead point yang paling sering

Intususepsi pada anak anak KOE


dari intususepsi terutama pada kelompok umur 5 tahun ke atas.15 Sedangkan pada kelompok
umur 2 tahun ke bawah, hipertrofi jaringan limfatik adalah penyebab nonpatologis lead point.15
Selain itu intususepsi juga dilaporkan disebabkan oleh trauma tumpul abdomen, diare
berkepanjangan yang berhubungan dengan imuno-defisiensi dan paska operasi
abdominal.2,11,12 Pada salah satu penelitian oleh Spiro dkk, didapatkan bahwa pemberian
antibiotika seperti cefalosporin meningkatkan risiko intususepsi hingga 20 kali lipat.11,17
Antibiotika dapat menurunkan motilitas usus dan mengganggu keseimbangan flora normal
dalam usus yang menyebabkan hiperplasia KGB usus sehingga memicu intususepsi.17 mediator
inflamasi seperti NO, prostaglandin, sitokin telah diketahui meningkatkan angka intususepsi
dengan mengganggu motilitas usus pada tikus percobaan.17
Marjon dkk, melaporkan adanya kasus appendisitis aku disertai dengan ileo-kolika
intususepsi pada anak anak berumur 1 tahun. Masih terjadi kebingungan seperti ayam dan telur,
apakah intususepsi menyebabkan appendisitis atau kebalikannya. Kejadian appendisekal
intususepsi sangatlah jarang hanya mencapai 0.01%.18
Soccorso dkk, melaporkan bahwa ganglioneruoma dari kolon sigmoid, suatu tumor
yang sangat jarang dapat menjadi leading point dari intususepsi pada anak-anak.19 Selain itu
Khan dkk melaporkan kasus limfangioma dari usus halus sebagai penyebab ileo-ileal
intususepsi pada orang dewasa. Limfangioma terjadi pada semua kelompok usia dengan
populasi tertinggi pada anak anak dan bayi, di mana penyebabnya adalah ,alformasi dari sistim
limfatik.20 M’rabet juga melaporkan adanya intususepsi disebabkan oleh lipoma pada
sigmoid.21
Pada evaluasi yang dilakukan di negara negara sub-sahara afrika, didapatkan adanya
hubungan antara vaksin monovalen rotavirus dan intususepsi.22 Vaksin rotavirus pada generasi
awal yang dibuat strain rhesus yang berbeda dan diperkenalkan di Amerika Serikat pada akhir
tahun 1990 berhubungan dengan peningkatan kasus intususepsi sehingga harus ditarik dari
peredaran di Amerika Serikat.23 Vaksin rotavirus masih dianjurkan karena rasio benefit-to-
harm masih mengarah ke benefit dan angka intususepsi disebabkan oleh pemberian vaksin
rotavirus yang sangat rendah.22 Infeksi salah satunya infeksi gastrointestinal yang disebabkan
oleh satunya adalah adenovirus juga ditemukan sebagai lead point pada beberapa
penelitian,10,14,23 tetapi penelitian yang masih kurang sehingga bukti bukti yang ada masih
dianggap inconclusive.23
Mekanisme terjadinya intussusepsi telah diketahui sejak dulu. Semua intususepsi terdiri
dari 3 bagian, bagian luar atau (cover) yang menutupi, yang terbentuk dari bagian dari usus
tersebut dengan bagian lanjutannya masuk ke dalam, dan bagian tengah (middle) serta bagian
dalam (internal), yag terdiri dari bagian yang ter-invaginasi menjadi dua. Bagian tengah dan
dalam kemudian dilumat, ditekan, dicekik, dan kemudian selanjutnya terjadi proses inflamasi
dan akhirnya terjadi proses slough (peluruhan). Kebanyakan intususepsi terjadi di ileocaecal
junction (ICJ), intususepsi pada bagian ini terjadi karena tergelincirnya ileum distal menuju ke
katup ileo-caecal dan masuk ke sekum. Peristaltik dari sekum dan kolon menyebabkan usus
halus tersedot masuk melalui katup itu, dengan gerakan smasmodik membuat usus yang
tertelan susah untuk kembali, dan ketika mesenterium ikut tertelan, maka tidak ada lagi usus
yang dapat ditarik sehingga seringkali sekum ikut ditelan ke kolon. Intususepsi yang terjadi
distal dari ICJ (kolkolika) lebih mudah dilakukan penanganan non operatif dibandingkan
intususepsi pada bagian proksimal dari ICJ. (ileoileo atau ileokolika)

Sejarah
Kasus intususepsi pertama kali dilaporkan pada tahun 1675 oleh Barbette dari
Amsterdam.24,25 Pada tahun 1789 John Hunter dari Inggris memberikan deskrpisi yang lebih
lengkap mengenai intususepsi.17,26 Pada tahun 1836, Samuel Mitchell melaporkan reduksi non
operatif dari intususepsi, 2 tahun kemudian John Gorham melaporkan 5 kasus intususepsi yang

Intususepsi pada anak anak KOE


dirawat dengan menggunakan insuflasi rectum dengan udara.4 Kemudian pada tahun 1871, Sir
Jonathan Hutchinson melakukan operasi pertama pada anak anak dengan intususepsi.15,27 Pada
tahun 1876 beliau melaporkan kasus lain penanganan reduksi intususepsi dengan
menggunakan enama hidrostatik disertai dengan manipulasi transabdominal.4 Pada tahun 1940,
setelah penemuan X-rays, terapi enema kontras mulai digunakan sebagai terapi pilihan
intususepsi, selain itu Goldman dkk melaporkan kasus terhadap 4 anak dengan massa abdomen
yang teraba yang sebelumnya dicurigai intususepsi lalu menhilang pada saat pemeriksaan
lanjutan.4,34

Diagnosis
Intususepsi adalah suatu diagnosis dengan banyak etiologi. Intususepsi menjadi diagnosis juga
menjadi suatu akibat dari penyakit dasar lainnya. Gejala intususepsi cukup susah karena mirip
dan bertumpang tindih dengan penyakit atau patologi lainnya. Etiologi sesuai dengan umur
telah dijelaskan sebelumnya.
Keluhan dan gejala klinis intususepsi tidaklah spesifik tetapi terdapat gejala klasik dari
trias intususepsi, yaitu nyeri kolik abdomen intermiten (63%), red currant jelly stool (31%-
86%), massa abdomen(38%).5,28,33,35 Trias gejala klasik ini hanya didapatkan pada sebagian
kecil pasien (20%), sehingga diagnosis intususepsi harus selalu dibuat didasarkan pada
kecurigaan klinis yang besar.35,36 Intususepsi dapat muncul dengan keluhan seperti irritable
atau letargi (32%) disertai dengan gejala non spesifik lainnya.1,2 Levinson dkk, mendapatkan
bahwa secara umum gejala pasien yang datang dengan intususepsi termasuk di dalamnya nyeri
abdomen, muntah, diare, bloody diare, letargi, dan restlessness. Keluhan demam lebih banyak
muncul pada intususepsi kelompok ileo-ileal, sedangkan masa abdomen muncul pada
intususepsi kelompok ileo-kolika dengan angka hingga 30% dibandingkan 1,8% saja pada
kelompok ileoileal.26 Shiyi dkk., melaporkan bahwa demam didapatkan pada 40.92% anak
anak dengan intususepsi.36 Muntah dan perdarahan rektum dilaporkan menjadi gejala yang
paling sering pada intususepsi (31%-86%).5,33,36 Beberapa studi menyatakan bahwa 13-22%
pasien intususepsi tidak merasakan nyeri abdomen.35 Gejala klinis yang lain diusulkan adalah
indrawing leg di mana muncul sebagai akibat dari gejala penyakit yang memberat (nyeri).36
Umumnya, intususepsi melibatkan ileum yang berinvaginasi melalui katup ileo-sekal masuk
ke sekum dan seringkali terjadi pada kelompok umur 4 hingga 10 bulan.6





Gambar 5. Karakteristik dan presentasi klinis pasien
dengan intususepsi yang dideteksi dengan USG
abdomen.33 (dikutip dari Munden MM., Bruzzi JF.,
Coley BD. Sonography of Pediatric Small-Bowel
Intussusception: Differentiating Surgical from
Nonsurgical Cases. AJR 2007; 188:275–279.
DOI:10.2214/AJR.05.2049)

Intususepsi pada anak anak KOE










Gambar 6. Karakteristik and presentasi klinis pasien
dengan intususepsi yang dideteksi dengan USG
abdomen.5 (dikutip dari Pran L, Baijoo S,
Rampersad B. Are we doing better? Barium enema
reduction of intussusception. Ann R Coll Surg Engl
2018; 100: 388–391)

Intususepsi tidak dapat di-rule out berdasarkan gejala klinis semata tetapi harus
dilakukan pemeriksaan yang lain, salah satunya dengan USG dan enema kontras, sehingga
dapat dibuat diagnosis definitif dari intususepsi.4,35 Gejala klinis hanya secara akurat mampu
mendiagnosis 30%-68% kasus dari intususepsi,4 sedangkan USG mempunyai sensitivitas 98-
100% dengan spesifisitas 88%-100%.4 Tetapi USG mempunyai sensitivitas yang rendah pada
beberapa penyebab intususepsi seperti polip intraluminal dan seringkali tidak reliable dalam
membedakan hyperplasia limfoid jinak dan limfoma.33 Kontras enema tidak bisa dijadikan
sebagai alat diagnosis lini pertama, karena dengan pemeriksaan USG selain dapat me-rule out
diagnosis intususepsi tetapi juga dapat memberikan diagnosis alternatif lain secara cepat dan
kurang invasif.4,35 Mayoritas intususepsi terjadi pada regio subhepatal (tipe ileokolika). Pada
gambaran USG didapatkan gambaran cincin konsentrik atau donat sign dengan alternating
hipoekoik dan hiperekoik dan tanda crescent in donut pada potongan aksial dan tanda sandwich
dan hayfork pada potongan longitudinal.4,33 Sedangkan untuk mengetahu kemungkinan dapat
direduksi atau tidak dapat dilakukan USG dopler di mana akan tampak gambaran trapped fluid
dan tidak adanya aliran darah.4 Adanya trapped fluid berkorelasi secara signifikan terhadap
iskemia dan irreducibility.29 USG dapat memberikan diagnosis yang lebih baik terhadap
deteksi dan karateristik dari lead point dibandingkan contrast enema study.4

Gambar 7. Gambaran klinis yang menunjukkan


massa berbentuk sosis yang teraba yang
disebabkan oleh intususepsi. Pada gambar
kedua terlihat gambaran X-rays menunjukkan
dilatasi dari usus halus pada kuadran kanan
bawah dan densitas massa jaringan halus di
dekat kolon transversum dekat fleksura hepatica
(ditandai dengan tanda panah)30-31
(Dikutip dari Ignacio, Romeo C. “Intussusception.” Ashcraft's Pediatric Surgery, by George W. Holcomb
and J. Patrick. Murphy, 5th ed., Saunders/Elsevier, 2010, pp. 508–516. dan Columbani, Paul M, and Stefan
Scholz. “Intussusception.” Pediatric Surgery, by Arnold G. Coran and N. Scott. Adzick, 7th ed., Elsevier
Mosby, 2012, pp. 1093–1110.)

Gambar 8. Gejala klinis anak anak dengan intususepsi pada


populasi di Asia.36 (dikutip dari Shiyi YE., Ganapathy S.
Intussusception in Children Presenting to the Emergency
Department an Asian Perspective. Pediatr Emer Care
2015;00: 00–00)

Intususepsi pada anak anak KOE


Gambar 9. Diagram gambaran intususepsi. Diagram ini
menunjukkan gambaran longitudinal dan 3 gambaran aksial.4
a) Intususepsi yang berisi 2 usus intususeptum: dan kaki yang
keluar
b) Adalah kaki sisi luar yang edema dan kaki tengah yang
masuk ke dalam
c) kaki tengah dengan mesenterium (M)
MS) permukaan mukosa
S) permukaan serosa dari kaki yang keluar dan kaki tengah
(Dikutip dari Pozo GD., Albillos JC., Tejedor D., et al.
Intussusception in Children: Current Concepts in Diagnosis and
Enema Reduction. Radiographics 1999;19:299-319)

Gambar 10. Gambaran USG potongan aksial dari intususepsi. C adalah kaki tengah dari intususepsi. G
adalah kandung empedu. M adalah mesenterium. Terlihat pada gambar yang paling kanan adalah
gambaran crescent in donut.4 (Dikutip dari Pozo GD., Albillos JC., Tejedor D., et al. Intussusception in
Children: Current Concepts in Diagnosis and Enema Reduction. Radiographics 1999;19:299-319)

Gambar 11. Gambaran USG potongan longitudinal dari intususepsi. C adalah kaki tengah dari intususepsi.
M adalah mesenterium. Gambar kiri adalah gambaran sandwich, tengah adalah gambaran hayfork, dan
yang kanan adalah gambaran pseudokidney.4
(Dikutip dari Pozo GD., Albillos JC., Tejedor D., et al. Intussusception in Children: Current Concepts in
Diagnosis and Enema Reduction. Radiographics 1999;19:299-319)

Gambar 12. Gambaran USG potongan aksial dari intususepsi. Tampak adalanya trapped peritoneal fluid.4
(Dikutip dari Pozo GD., Albillos JC., Tejedor D., et al. Intussusception in Children: Current Concepts in
Diagnosis and Enema Reduction. Radiographics 1999;19:299-319)

Intususepsi pada anak anak KOE


Takai dkk. Menyarankan bahwa USG sharusnya dipikirkan sebagai modalitas
pemeriksaan awal untuk me-ruleout intususepsi sehingga dapat dengan cepat melakukan
penanganan emergensi apabila ditemukan penyakit lain seperti Necrotising enteroclitis.32,33
Takai juga menyebutkan bahwa X-rays jarang sekali menunjukkan tanda yang spesifik, dan
kontras enema tidak terlalu berguna sebagai diagnosis atau pengobatan intususepsi usus
halu.32,33 Seringkali intususepsi usus halu didapatkan secara tidak sengaja pada saat
pemeriksaan USG atau CT scan Abdomen.
Terdapat beberapa perbedaan pendekatan dalam melakukan diagnosis intususepsi
pada beberapa negara di dunia. Di Amerika Utara, Eropa, Amerika tengah dan selatan, dan
Oceania, para klinisi cenderung memilih menggunakan USG sebagai modalitas diagnosis
intususepsi, sedangkan di Asia cenderung memilih menggunakan kontras Barium / Udara
enema sebagai modalitas diagnosis intususepsi. Menariknya di Afrika, diagnosis cenderung
ditemukan durante operasi.3

Gambar 13. Metode diagnosis intususepsi per regio berdasarkan WHO.3 (dikutip dari Jiang J, Jiang B,
Parashar U, Nguyen T, Bines J, et al. (2013) Childhood Intussusception: A Literature Review. PLoS ONE
8(7): e68482. doi:10.1371/journal.pone.0068482)

Intususepsi pada anak anak KOE



Munden dkk, merekomendasikan bahwa intususepsi yang didapatkan dari USG
dengan panjang lebih dari 3,5 cm dengan mempertimbangkan semua faktor adalah indikasi
dari pembedahan tanpa melihat adanya obstruksi saluran cerna atau tidak.33 Sedangkan pada
kelompok kasus intususepsi yang panjangnya kurang dari 3,5 cm pada pemeriksaan USG awal,
dapat kembali atau tereduksi secara spontan dengan mayoritas dapat kembali dalam
beberapa menit saat pemeriksaan USG.33
Kornecki dkk., merekomendasikan pengulangan USG dalam waktu 45 menit apabila tidak
dapat tereduksi secara spontan. Sangatlah penting untuk dapat menentukanapakah
intususepsi ini dapat tereduksi secara spontan atau tidak sehingga penanganan pembedahan
tidak terlambat sehingga usus tidak menjadi nekrosis.34 Seperti telah dijelaskanUSG dapat
memberikan evaluasi terhadap perubahan dinding usus, seperti edema mukosa, pergerakkan
dinding usus, dan evaluasi adanya aliran darah atau tidak serta adanya trapped fluid yang
menjadi dasar penilaian apakah intususepsi dapat tereduksi secara spontan atau perlu
tindakan konservatif atau perlu tindakan pembedahan.4,33
Hingga saat ini masih belum ada penelitian yang meneliti mengenai angka akurasi
modalitas USG dan CT Scan dalam mendeteksi focal lead point dari intususepsi usus halus. 33

Manajemen
Manajemen non operatif
Intususepsi secara tradisional dirawat sebagai pasien rawat inap, dengan melakukan
rehidrasi cairan, reduksi non operatif, disertai dengan puasa beberapa saat. Beberapa senter
saat ini mulai memasukkan protokol penanganan intususepsi pediatri idiopatik sebagai pasien
rawat jalan dengan angka rekurensi dan komplikasi paska reduksi intususepsi ileo-kolika yang
cukup rendah.37 Sebelum 2017, angka rekurensi dalam 48 jam paska reduksi dengan reduksi
enema udara sangat bervariasi (berkisar antara 2,5% hingga 13% ).38 Protokol penanganan
intususepsi sangat beragam serta tidak ada kesepahaman dan keselarasan dalam
penanganan intususepsi hingga saat ini. Beberapa merekomendasikan untuk memulangkan
pasien setelah 4 sampai 6 jam observasi paska reduksi,39-42 sedangkan yang lain menyarankan
dirawat selama 24 sampai 48 jam untuk observasi mempertimbangkan adanya kemungkinan
komplikasi paska tindakan seperti bakteremia dan perforasi selama reduksi dengan udara
(pneumo-peritoneum) meskipun angkanya rendah.43-44 Nguyen dkk, mendapati bahwa
komplikasi setelah reduksi enema yang membutuhkan pembedahan sangatlah jarang (1,6%
pada penelitian beliau)45 Beliau menyimpulkan bahwa ahli bedah on site tidak diperlukan
selama dokter UGD fasih dalam melakukan abdominosintesis dekompresi perkutan dan
manajemen dari instabilitas hemodinamik.45
Penanganan lini pertama di UGD (apabila dapat direduksi dengan syarat syarat yang
memungkinkan) maka disarankan untuk direduksi dengan reduksi enema udara, ataupun
barium enema; pembedahan adalah terapi lini kedua apabila gagal dengan reduksi enema
ataupun pada evaluasi pemeriksaan awal didapatkan bukti bukti memang tidak dapat
direduksi ataupun keadaan pasien yang tidak stabil.38 Suatu sistim skor diusulkan untuk
membantu memutuskan dan menghitung risiko apakah pasien dapat dilakukan penanganan
non operatif atau penanganan operatif terhadap intususepsi (Tabel 14).4,46

Intususepsi pada anak anak KOE



Gambar 14. Sistem Skor kriteria klinis intususepsi untuk mengukur tingkat kesuksesan prosedur non
operatif oleh Guo.46 Skor 2-9 menghasilkan 97% angka kesuksesan; Skor 10-15 menghasilkan 74% angka
kesuksesan; ≥15 reduksi hampir pasti tidak akan berhasil. (dikutip dari Zheng JY, Frush DP, Guo JZ. Review
of pneumatic reduction of intussusception: evolution not revolution. J Pediatr Surg 1994; 29:93-97.)

Kontraindikasi Absolut dari metode non operatif intususepsi adalah:46
1. adanya udara intraperitoneal bebas
2. tanda peritonitis
3. pasien yang tidak stabil

Kontraindikasi Relatif dari metode non operatif intususepsi adalah:46
1. Durasi gejala > 24 jam
2. Obstruksi usus halus
3. Distensi abdomen berat
4. Bayi baru lahir
5. Bayi berumur < 3 bulan atau > 4 tahun
6. Bloody stool
7. Kasus rekuren dan kronis
8. Teraba masa yang besar dan padat pada pemeriksaan klinis

Terapi Reduksi Barium Enema dan water – soluble enema
Barium enema telah dikonfirmasi adalah suatu terapi yang efektif utuk intususepsi.4
Saat ini belum ada penelitian Randomised Controlled Trial yang membandingkan antara
barium enema dan enema udara (pneumatik) dalam hal komplikasi, length of stay. Tetapi
reduksi pneumatik dilaporkan lebih unggul dalam hal angka kesuksesan dibandingkan dengan
reduksi barium enema.5 Reduksi barium enema menjadi penanganan lini pertama dan utama
non operatif untuk kasus intususepsi di Eric Williams Medical Science Complex.5
Kontraindikasi absolut dari terapi enema adalah terutama syok dan peritonitis.
Kriteria yang berhubungan dengan rendahnya angka keberhasilan reduksi dan tingginya
angka perforasi adalah, umur<3 bulan atau > 5 tahun, lamanya gejala (terutama > 48 jam),
adanya hematoschezia, dehidrasi signifikan, obstruksi
pada usus halus, tampaknya tanda diseksi selama
terapi enema.4




Gambar 15. Keuntungan dan kerugian Terapi Enema Barium.4
(Dikutip dari Pozo GD., Albillos JC., Tejedor D., et al.
Intussusception in Children: Current Concepts in Diagnosis and
Enema Reduction. Radiographics 1999;19:299-319)

Intususepsi pada anak anak KOE



Reduksi dengan barium enema dikerjakan oleh petugas bedah anak dengan residen
radiologi yang bertugas. Setelah diberikan sedasi ringan, kateter rektal dimasukkan dan
kemudian kedua bokong ditekan tutup dan lalu diplester untuk menghindari kebocoran
kontras. Botol barium diangkat setinggi 3 kaki (1 meter) di atas meja selama 3 menit.5
Kemudian istirahat selama 3 – 5 menit untuk kemudian diulangi kembali selama 3 menit untuk
total 3 x. Kuta dan Benator menjelaskan secara eksperimen tekanan yang dihasulkan dari
kantung Barium 60% pada tinggi 1 meter menghasilkan tekanan intrakolonik 120 mmHg,49
sedangkan Guo dkk menulis, laporan tekanan 80 mmHg tercapai bila menggunakan kantung
50% Barium yang diangkat setinggi 1 meter,50 sedangkan Sargent dan Wilson mencatat 92%
barium yang diangkat setinggi 1 meter menghasilkan tekanan intra-kolonik 120 mmHg.51
Perbedaan konsentrasi Barium, dan ketinggian menghasilkan tekanan yang berbeda sehingga
menghasilkan hasil yang sangat bervariasi antar operator. Semua langkah langkah ini
dimonitor secara aktif dengan fluoroskop. Proses 3 kali ini dikatakan sebagai percobaan
pertama reduksi dengan barium enema. Reduksi dikatakan berhasil apabila kontras terlihat
memasuki ileum distal dan usus halus di proksimal. Jika reduksi gagal, maka dilakukan
percobaan kedua 3-6 jam kemudian. Maksimum 3 kali percobaan dilakukan. Jika semua
percobaan tersebut telah dilakukan atau pasien menjadi peritonitis atau hemodinamik
menjadi tidak stabil, maka pasien harus segera disiapkan untuk operasi emergensi.5

Gambar 16. Grafik tekanan hidrostatik terhadap konsentrasi barium enema yang diberikan yang
diangkat setinggi 1 m.51 (dikutip dari: Sargent MA. Wilson BPM: Are hydrostatic and
pneumatic methods of intussusception reduction comparable? Pediatr Radio1
21:346-340, 1991)

Terapi Reduksi Enema Udara
Terapi Reduksi Enema Udara atau Reduksi Pneumatik (RP) menjadi alternatif dari
managemen pembedahan dilakukan pertama kali pada tahun 1864 oleh Grieg dari
Skotlandia.47 Beliau melakukan prosedur reduksi penumatik, melakukan observasi dan
melakukan pencatatan secara detail hingga follow-up paska prosedur.47 Hingga tahun 1992
didapatkan rerata keberhasilan reduksi pneumatik berkisar antara 70%-95%. Secara umum
indikasi dan kontra indikasi dari prosedur ini sama dengan prosedur non operatif lainnnya.

Intususepsi pada anak anak KOE









Gambar 16. Keuntungan dan kerugian Terapi Reduksi
Pneumatik.4 (Dikutip dari Pozo GD., Albillos JC.,
Tejedor D., et al. Intussusception in Children: Current
Concepts in Diagnosis and Enema Reduction.
Radiographics 1999;19:299-319)


Di Cina dan Timur Tengah, prosedur reduksi pneumatik dilakukan di UGD. Pasien
diberikan sedasi ringan dan diberikan atropin yang merupakan anti spasmodik. IV line
dipasang bila pasien dehidrasi dan membutuhkan hidrasi. Suatu kateter foley ukuran 20 atau
24 dimasukkan ke rektum dan kemudian di-fiksasi dengan kedua bokong diplester untuk
mencegah udara keluar. Balon kemudian dikembangkan dengan panduan floroskopi,46 atau
dikembangkan hingga 20-40 cc.48 Udara kemudian dipompa ke dalam rektum hingga tekanan
di antara 60 (tekanan awal pada bayi muda) - 80 (tekanan awal pada bayi dan anak anak)
mmHg. Beberapa peneliti menganjurkan tekanan hingga 120 mmHg dengan jarak aman
adalah 100-140 mmHg. Tekanan intra-luminal ini dipertahankan hingga 3 menit. Untuk
kemudian tekanan dibuka kembali dengan melepaskan klem balon udara selama 1 menit. Ini
merupakan 1 kali percobaan, usaha reduksi pneumatik dapat dilakukan hingga 3 kali. Selain
dengan fluoroskop, Evaluasi USG selama prosedur dapat digunakan untuk memonitor apakah
intususepsi berhasil direduksi atau tidak.48 Tanda vital dimonitor dengan oksimeter selama
prosedur. Prosedur dianggap berhasil apabila terdapat udara yang memasuki usus halus
(proksimal dari lokasi intususepsi). Apabila setelah 3 x masih gagal, pasien disiapkan untuk
penanganan pembedahan.46,48 Total waktu yang dibutuhkan hanya 5 menit dibandingkan
dengan bila menggunakan enema barium hingga mencapai 20 menit.50 Gu melaporkan
komplikasi tension pneumo-peritoneum masif paska reduksi pneumatik, setelah dilakukan
penusukan dengan needle ukuran 18G, gejala distensi abdomen dan depresi pernafasan
menghilang.50 Reduksi pneumatik dilaporkan lebih cepat, bersih, dan lebih aman dan
berpotensi berhasil lebih tinggi dibandingkan barium dengan tanpa perbedaan pada angka
komplikasi perforasi.50,52 Risiko bakteremia pada reduksi pneumatik sangat rendah, sehingga
pemberian antibiotika profilaksis tidak memberikan nilai tambahan.43,53 Angka rekurensi
intususepsi di antara kedua prosedur enema ini tidak jauh berbeda.53 Golriz dkk melaporkan,
kemungkinan keberhasilan prosedur reduksi pneumatik meningkat pada anak-anak berumur
9 bulan ke atas, sedangkan pada bayi yang lebih mudah berpotensi terjadinya injuri usus
iatrogenik.54

Intususepsi pada anak anak KOE


Gambar 17. Contoh peralatan sederhana yang digunakan untuk reduksi
pneumatik intususepsi oleh Singh dkk.48 (Dikutip dari Singh AP, Tanger R,
Mathur V, Gupta AK. Pneumatic reduction of intussusception in children.
Saudi Surg J 2017;5:21-5.)


Gambar 18. Contoh peralatan pneumatik diproduksi oleh Shanghai
Medical Apparatus and Instruments, Shanghai, China yang
digunakan untuk reduksi pneumatik intususepsi.48 a) unit utama b)
pengatur tekanan c)layar petunjuk tekanan intestinal d) alarm e)
sistem pengisian udara manual f) sistim pembuangan g) botol air
kotor /sisa. (Dikutip dari Zheng JY, Frush DP, Guo JZ. Review of
pneumatic reduction of intussusception: evolution not revolution. J
Pediatr Surg 1994; 29:93-97 )

Gambar 19. Tabel penelitian penelitan yang dilakukan untuk menunjukkan angka keberhasilan reduksi
pneumatik pada intususepsi.46 (dikutip dari Zheng JY, Frush DP, Guo JZ. Review of pneumatic reduction of
intussusception: evolution not revolution. J Pediatr Surg 1994; 29:93-97.)




Intususepsi pada anak anak KOE





Gambar 20. Gambaran bertahap reduksi pneumatik.50 A) Intususepsi di rektum. Foley kateter terlihat di
kanalis anal. B-D) Proses Reduksi dari Sigmoid (B) menuju transversum (B) dan kolon asenden (C).
E)intususepsi tereduksi dengan katup ileo-caecal edema. F) Reduksi ter-verifikasi bila tampak adanya
udara mengisi usus halus (Dikutip dari: Gu L. Alton DJ, Daneman A. et al: John Caffey Award.
Intussusception reduction in children by rectal insufflation of air. AJR 150:1345-1348, 1988)

Tafner dkk., melaporkan potensi kolonoskopi sebagai terapi reduksi intususepsi.
Kebaikan dari kolonoskopi yang dilaporkan adalah visualisasi dari daerah yang ter-invaginasi,
evaluasi keadaan mukosa usus halus, diagnosis pasti perforasi, dan nekrosis dan dapat
segera terkonfirmasi secara langsung keberhasilan prosedur reduksi. Sayangnya gejala
massa abdominal berhubungan dengan kegagalan kolonoskopi.55 Pasien harus di-intubasi
dan dilakukan anestesia secara umum sebelum dilakukan prosedur untuk menghindari
aspirasi. Prosedur kolonoskopi dilakukan di ruang operasi karena apabila gagal maka segera
dilakukan operasi reduksi intususepsi. Kolonoskopi dimasukkan hingga dekat daerah
intususepsi, di sana akan terlihat area linear yang tertekan. Kolonoskopi dilakukan paling
lama 30 menit Udara atau Normal Saline digunakan untuk menyemprot dan mendorong
invaginasi usus (meningkatkan tekanan intra luminal). Setelah kolonoskopi reduksi berhasil
pasien di-puasa-kan 24 jam dan diberikan Scopolamine (0,3 mg/kgBB) kemudian dilakukan
evaluasi dengan USG setelah 24 jam paska operasi. Apabila hasilnya negatif, maka pasien
dapat dipulangkan keesokan harinya (24 jam paska prosedur).55

Manajemen operatif
Kanglie dkk, melaporkan bahwa terdapat 11,6% pasien yang dianggap gagal dengan
reduksi non operatif (dikonfirmasi dengan imaging radiologi) tetapi pada saat dilakukan

Intususepsi pada anak anak KOE


laparotomi didapatkan hasilnya negatif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh diagnostic
error oleh radiologi, dan efek anestesia terhadap otot polos dan kemungkinan efek
manipulasi mekanis secara tidak sengaja pada saat melakukan laparotomi eksplorasi. Beliau
dan Benedict dkk menyarankan untuk dilakukan evaluasi paska reduksi menggunakan
laparoskopi ketika pembedahan diperlukan.56,57,58 Benedict dkk, juga melaporkan bahwa
manajemen reduksi laparoskopik setelah reduksi dengan radiografi (enema) gagal dapat
mengurangi length of stay tanpa meningkatkan angka masuk RS kembali atau operasi
kembali.47 Angka komplikasi antara kelompok laparoskopik dan operasi laparotomi tidaklah
berbeda bermakna. Keunggulan laparoskopik adalah waktu operasi yang lebih pendek dan
waktu tinggal di RS yang lebih pendek.57,58 Reduksi Laparoskopik dilakukan dengan
memasukkan port 5mm melalui umbilikus (port ini bertindak sebagai tempat masuk kamera).
2 port 5mm tambahan dimasukkan, satu di kuadran kiri bawah, kedua pada pada sedikit
lateral kanan dari mid-line di regio epigastrik. Ketika intususepsi sudah teridentifikasi,
dilakukan reduksi dengan 5mm grasper usus atraumatik. Reduksi dilakukan dengan
melakukan kombinasi memberikan tekanan yang lembut pada distal dari intususepsi seperti
milking pada operasi terbuka laparotomi dan kemudian disusul oleh traksi yang lembut pada
proksimal dari intususepsi. Setelah berhasil dikeluarkan, maka dilakukan eksplorasi adanya
iskemik usus, perforasi, atau adanya pathologic lead point. Apabila dibutuhkan reseksi, maka
dapat dilakukan dengan melakukan insisi peri-umblikal yang kecil. Apabila reduksi laparoskopi
gagal, maka segera dilakukan operasi laparotomi standard.58 Bonnard dkk, melaporkan bahwa
apabila terdapat pathologic lead point, risiko untuk konversi prosedur menjadi operasi
laparotomi meningkat. Selain itu diagnosis yang tertunda atau terlambat juga meningkatkan
risiko konversi prosedur menjadi operasi laparotomi.59 Beliau juga melaporkan bahwa
kandidat paling baik untuk laparoskopik adalah apabila gejala intususepsi kurang dari 1,5 hari
dengan tanpa gejala peritonitis.59

Rekurensi
Beberapa penelitian menemukan bahwa kira kira 10% pasien (berkisar antara 8% hingga 15%)
terjadi rekurensi pada intususepsi setelah prosedur reduksi.60
Pada penelitian yang dilakukan oleh Guo dkk, didapatkan bahwa pasien berumur > 1
tahun, durasi gejala < 12 jam, tidak adanya muntah, lokasi massa yang teraba di bagian kiri,
dan adanya pathologic lead point menjadi faktor prediktif yang signifikan terjadinya rekurensi
intususepsis paska reduksi.60 Wang dkk, menemukan bahwa dari 127 kasus intususepsi yang
rekuren, mereka menemukan angka rekurensi yang lebih rendah pada kelompok umur < 1
tahun dibandingkan yang kelompok umur > 1 tahun setelah reduksi pneumatik, dengan 92,1%
kasus terjadi dalam kurun waktu 48 jam paska prosedur.61
Apendektomi diusulkan untuk dilakukan setelah reduksi untuk mencegah rekurensi,
tetapi beberapa peneliti masih menganggap terlalu berbahaya untuk menjadikannya
tindakan rutin pada pasien dengan intususepsi.62 Hingga saat ini, masih sedikit terdapat bukti
untuk mendasari keputusan melakukan appendektomi atau tidak.63 Alasan alasan untuk
melakukan apendektomi bisa karena, pertama, karena untuk menghilangkan kemungkinan
kebingungan karena insisi sama dengan insisi apendektomi, kedua, beberapa peneliti percaya
bahwa apendiks menjadi reservoir adenovirus yang dapat menjadi leading point rekurensi
intususepsi, ketiga, aliran darah pada appendix seringkali terganggu pada saat proses reduksi
sehingga perlu dilakukan appendektomi.63-66 Tetapi beberapa peneliti melaporkan adanya
intususepsi rekuren paska appendektomi stump ataupun post appendektomi dengan tabac
sac (iversion appendectomy) yang dipercaya stump appendix menjadi lead point.67-69

Intususepsi pada anak anak KOE


Referensi

1. Caruso AM, Pane A, Scanu A, Muscas A, Garau R, Caddeo F, Mascia L. Intussusception
in children: not only surgical treatment. J Pediatr Neonat Individual Med.
2017;6(1):e060135. doi: 10.7363/060135.
2. Chiya Pl., Kayange NM., Chandika AB. Chilhoodintussusceptions at a tertiary are
hospital in northwestern Tanzania: a diagnostic and therapeutic challenge in resource-
limited setting. Italian Journal of Pediatrics 2014, 40:28. doi:10.1186/1824-7288-40-
28.
3. Jiang J, Jiang B, Parashar U, Nguyen T, Bines J, et al. (2013) Childhood Intussusception:
A Literature Review. PLoS ONE 8(7): e68482. doi:10.1371/
journal.pone.0068482.
4. Pozo GD., Albillos JC., Tejedor D., et al. Intussusception in Children: Current Concepts
in Diagnosis and Enema Reduction. Radiographics 1999;19:299-319
5. Pran L., Baijoo S., Rampersad B. Ann R Coll Surg Engl 2018; 100: 388–391. doi
10.1308/rcsann.2018.0023.
6. Trang NV et al. Recurrent intussusception among infants less than 2 years of age in
Vietnam. Vaccine (2018), https://doi. org/10.1016/j.vaccine.2018.02.056.
7. Cui LL., Geng XY., Zhang J., Zhang J. Epidemiological characteristics and risk factors of
primary intussusception in children among two years old and below, Ji’nan city. 中华
预防医学杂志2018Jul6;52(7):727733.doi: 10.3760/cma.j.issn.02539624.2018.07.009
8. Lochhead A, Jamijoom R, Ratnapaian S. Intussusception in children presenting to the
department department. Clin Pediatr (Phila) 2013;52: 1029_33.
9. Xie X, et al, Risk factors for recurrence of intussusception in pediatric patients: A
retrospective study, J Pediatr Surg (2018),
https://doi.org/10.1016/j.jpedsurg.2018.03.023.
10. Ravitch MM., McCune RM. Intussusception in infants and children. J Ped 1950;37(2):
153-173.
11. Lehnert T., Sorge I., Rolle U. Intussusception in children-clinical presentation diagnosis
and management. Int J Colorectal Dis (2009) 24:1187–1192 DOI 10.1007/s00384-009-
0730-2
12. Linke F., Eble F., Berger S. Postoperative intussusception in childhood. Pediatr Surg Int
(1998) 14: 175±177.
13. Ferrera PC., Kispert P. Instussusception after blunt abdominal trauma. Am J Emer Med.
1998;16(7):671-673.
14. Dimitrios P., Kyriakos C., Ionnis P. Intussusception Meckle’s diverticulum within its
own lumen. Acta Medica Academica 2017;46(2):173-174. DOI: 10.5644/ama2006-
124.204.
15. Milbrandt, Kris, and David Sigalet. “Intussusception Associated with a Meckel's
Diverticulum and a Duplication Cyst.” Journal of Pediatric Surgery, vol. 43, no. 12,
2008, doi:10.1016/j.jpedsurg.2008.09.005.
16. Yu MM., Fang Z., Shen J., Zhu X., dkk. Double simultaneous intussusception caused
by Meckle’s diverticulum in a child. Journal of International Medical Research 2018,
Vol. 46(8) 3427–3434. DOI: 10.1177/0300060518777337.
17. Spiro Dm., Arnold DH., Barbone F. Association between antibiotic and orimary
idiopathic intussusception. Arch Pediatr Adolesc Med. 2003;157:54-59

Intususepsi pada anak anak KOE


18. Marjon, Lauren, et al. “Concurrent Acute Appendicitis and Ileocolic Intussusception
in a 1-Year-Old Child.” Radiology Case Reports, vol. 13, no. 3, 2018, pp. 655–657.,
doi:10.1016/j.radcr.2018.03.006.
19. Soccorso, Giampiero, et al. “A Ganglioneuroma of the Sigmoid Colon Presenting as
Leading Point of Intussusception in a Child: a Case Report.” Journal of Pediatric
Surgery, vol. 44, no. 1, 2009, doi:10.1016/j.jpedsurg.2008.10.037.
20. Khan, Khuram, et al. “Small Bowel Lymphangioma Causing Ileo-Ileal Intussusception
in Adults.” International Journal of Surgery Case Reports, vol. 41, 2017, pp. 469–472.,
doi:10.1016/j.ijscr.2017.11.033.
21. M’Rabet, Soumaya, et al. “Colonic Intussusception Caused by a Sigmoidal Lipoma: A
Case Report.” International Journal of Surgery Case Reports, vol. 50, 2018, pp. 1–4.,
doi:10.1016/j.ijscr.2018.06.009.
22. Reddy S., Nair NP., Giri S., et al. Safety monitoring of ROTAVAC vaccine and
etiological investigation of intussusception in India: study protocol. BMC Public
Health (2018) 18:898. https://doi.org/10.1186/s12889-018-5809-7.
23. Tate JE., Mwenda JM., Armah G. Evaluation of intussusception after monovalent
rotavirus vaccination in Africa. N Engl J Med 2018;378:1521-8. DOI:
10.1056/NEJMoa1713909.
24. Sözen S., Emir S., Gönen A., et al. Intestinal Intussusception Due to Meckel’s
Diverticulum. Eur J Gen Med 2012;9(1):56-5.8.
25. Barbette P. Ouevres Chirurgiques at Anatomiques. Geneva: Francois Miege, 1674.
26. Hunter J. On introsusception (read Aug 18, 1789). In: Palmer JF, ed. The works of John
Hunter, FRS London. London: Longman, Rees, Orme, Brown, Green, Longman,
1837:587–93. 8 .
27. Hutchinson J. A successful case of abdominal section for intussusception. Proc R Med
Chir Soc 1873;7:195–8.
28. Levinson H., Capua T., Scolnik D., et al. “Comparison Between Small and Large Bowel
Intussusception in Children.” Pediatric Emergency Care, 2018, p. 1.,
doi:10.1097/pec.0000000000001393.
29. Del-Pozo, González-Spinola J., Gómez-Ansón B., et al. Instususception: trapped
peritoneal fluid detected with US – relationship to reducibility and ischemia. Radiology
1996; 201:379-386.
30. Ignacio, Romeo C. “Intussusception.” Ashcraft's Pediatric Surgery, by George W.
Holcomb and J. Patrick. Murphy, 5th ed., Saunders/Elsevier, 2010, pp. 508–516.
31. Columbani, Paul M, and Stefan Scholz. “Intussusception.” Pediatric Surgery, by Arnold
G. Coran and N. Scott. Adzick, 7th ed., Elsevier Mosby, 2012, pp. 1093–1110.
32. Takai A, Hasegawa T, Furukawa T, et al. Ultrasonographic findings of multiple
intussusception in an extremely preterm infant. Arch Dis Child
doi:10.1136/archdischild-2018-314885.
33. Munden MM., Bruzzi JF., Coley BD., Munden RF. Sonography of Pediatric Small-Bowel
Intussusception Differentiating Surgical from Nonsurgical Cases. AJR 2007; 188:275–
279.
34. Kornecki A., Daneman A., Navarro O., Connolly B., Manson D., Alton DJ. Spontaneous
reduction of intussusception: clinical spectrum, management and outcome. Pediatr
Radiol (2000) 30: 58±63.
35. Klein EJ., Kapoor D., Shugerman RP. The Diagnosis of Intussusception. Clin Pediatr.
2004;43:343-347.

Intususepsi pada anak anak KOE


36. Shiyi YE., Ganapathy S. Intussusception in Children Presenting to the Emergency
Department an Asian Perspective. Pediatr Emer Care 2015;00: 00–00.
37. Amuddhu, Sanjena, et al. “Inpatient Admission versus Emergency Department
Management of Intussusception in Children: A Systemic Review and Meta-Analysis
of Outcomes.” European Journal of Pediatric Surgery, 2018, doi:10.1055/s-0038-
1668145.
38. Vo A., LEvin TL., Taragin B., Khine H. Management of Intussusception in the Pediatric
Emergency Department Risk Factors for Recurrence. Pediatr Emer Care 2017;00: 00–
00.
39. Masne AL., Jacob SL., Sayegh N., Sannier N., et al. Intussusception in infants and
children: feasibility of ambulatory management. Eur J Pediatr 1999; 158: 707±710.
40. Whitehouse JS., Gourlay DM., Winthrop AL., Cassidy LD. Et al. Is it safe to discharge
intussusception patients after successful hydrostatic reduction? J Pediatr Surg
2010;4:1182–1186. doi:10.1016/j.jpedsurg.2010.02.085.
41. Gilmore, Andrea Wilkie, et al. “Management of Childhood Intussusception after
Reduction by Enema.” The American Journal of Emergency Medicine, vol. 29, no. 9,
2011, pp. 1136–1140., doi:10.1016/j.ajem.2010.08.009.
42. Raval, M. V., et al. “Improving Quality and Efficiency for Intussusception
Management After Successful Enema Reduction.” Pediatrics, vol. 136, no. 5, 2015,
doi:10.1542/peds.2014-3122.
43. Somekh, E, et al. “Air Enema for Reduction of Intussusception in Children: Risk of
Bacteremia.” Radiology, vol. 200, no. 1, 1996, pp. 217–218.,
doi:10.1148/radiology.200.1.8657914.
44. Maoate, K., and S. W. Beasley. “Perforation during Gas Reduction of
Intussusception.” Pediatric Surgery International, vol. 14, no. 3, 1998, pp. 168–170.,
doi:10.1007/s003830050476.
45. Nguyen, Haithuy N., et al. “Intussusception Revisited: Is Immediate On-Site Surgeon
Availability at the Time of Reduction Necessary?” American Journal of
Roentgenology, vol. 202, no. 2, 2014, pp. 432–436., doi:10.2214/ajr.13.10731.
46. Zheng JY, Frush DP, Guo JZ. Review of pneumatic reduction of intussusception:
evolution not revolution. J Pediatr Surg 1994; 29:93-97.
47. Greig D: On insufflation as a remedy in intussusception. Edinburgh Med J 10:306-315.
1985.
48. Singh AP, Tanger R, Mathur V, Gupta AK. Pneumatic reduction of intussusception in
children. Saudi Surg J 2017;5:21-5.
49. Kuta AJ, Benator RA: Intussusception: Hydrostatic pressure equivalents for barium and
meglumine sodium diatrizoate. Radiology 175: 1% 126, 1990.
50. Gu L. Alton DJ, Daneman A. et al: John Caffey Award. Intussusception reduction in
children by rectal insufflation of air. AJR 150:1345-1348, 1988.
51. Sargent MA. Wilson BPM: Are hydrostatic and pneumatic methods of intussusception
reduction comparable? Pediatr Radio1 21:346-340, 1991.
52. Sadigh, Gelareh, et al. “Meta-Analysis of Air Versus Liquid Enema for Intussusception
Reduction in Children.” American Journal of Roentgenology, vol. 205, no. 5, 2015,
doi:10.2214/ajr.14.14060.
53. Zhang, Yuan, et al. “No Prophylactic Antibiotic Use for Young Children’s
Intussusception with Low-Risk Infection after Successful Air Enema
Reduction.” Scientific Reports, vol. 8, no. 1, 2018, doi:10.1038/s41598-018-24415-x.

Intususepsi pada anak anak KOE


54. Golriz, Farahnaz, et al. “Comparative Safety and Efficacy of Balloon Use in Air Enema
Reduction for Pediatric Intussusception.” Pediatric Radiology, vol. 48, no. 10, 2018,
pp. 1423–1431., doi:10.1007/s00247-018-4156-2.
55. Tafner E., Tafner P., Mittledorf C., et al. Potential of colonoscopy… Endoscopy
International Open 2017; 05: E1116–E1118.
56. Kanglie MNP, et al, The incidence of negative intraoperative findings after
unsuccessful hydrostatic reduction of ileocolic intussusception in childre..., J Pediatr
Surg (2018), https://doi.org/10.1016/j.jpedsurg.2018.05.006
57. Benedict, Leo Andrew, et al. “The Laparoscopic Versus Open Approach for Reduction
of Intussusception in Infants and Children: An Updated Institutional
Experience.” Journal of Laparoendoscopic & Advanced Surgical Techniques, 2018,
doi:10.1089/lap.2018.0268.
58. Bailey, Karen A., et al. “Laparoscopic versus Open Reduction of Intussusception in
Children: a Single-Institution Comparative Experience.” Journal of Pediatric Surgery,
vol. 42, no. 5, 2007, pp. 845–848., doi:10.1016/j.jpedsurg.2006.12.037.
59. Bonnard, Arnaud, et al. “Indications for Laparoscopy in the Management of
Intussusception.” Journal of Pediatric Surgery, vol. 43, no. 7, 2008, pp. 1249–1253.,
doi:10.1016/j.jpedsurg.2007.11.022
60. Guo W, et al. Risk factors for recurrent intussusception in children: a retrospective
cohort studyBMJ Open 2017;7:e018604. doi:10.1136/bmjopen-2017-018604
61. Wang Z, He QM, Zhang H, et al. Intussusception patients older than 1 year tend to
have early recurrence after pneumatic enema reduction. Pediatr Surg Int
2015;31:855–8.
62. Richter HM., Silver JM. Surgical Treatment of Intussusception in Infants Effect of
added Appendectomy. AMA Am J Dis Child. 1953;86(2):184-185.
doi:10.1001/archpedi.1953.02050080193006
63. Almaramhy HH. Laparoscopic Reduction of Intussusception in Children: Role in
Primary and Revisional Reduction after Failed Non-Surgical Therapies. Int J Health Sci
(Qassim). 2011 Jan; 5(1): 71–78.
64. Porter HJ, Padfield CJ, Peres LC, et al. Adenovirus and intranuclear inclusions in
appendices in intussusception. J Clin Pathol. 1993;46:154–8
65. Berrebi D, Ferkdadji L, De Lagausie P, et al. Adenovirus and intranuclear inclusions in
the appendix in children with acute intussusception. Ann Pathol. 1997;17:89–9
66. Fisher Benjamin R. Schwartz’s Surgery. 8th edition. The McGraw-Hill Companies;
2007. Chapter 38. Pediatric Surgery.
67. Machado NO. Ileocecal intussusception following appendectomy. Ann Saudi
Med. 2006 Jul-Aug;26(4):315–7
68. Hamada Y, Fukunaga S, Takada K, Sato M, Hioki K. Postoperative intussusception
after incidental appendicectomy. Pediatr Surg Int. 2002 May;18(4):284–6
69. Arora A, Caniano DA, Hammond S, Besner GE. Inversion appendectomy acting as a
lead point for intussusception. Pediatr Surg Int. 2008 Nov;24(11):1261–4.

Intususepsi pada anak anak KOE

Anda mungkin juga menyukai