Anda di halaman 1dari 26

BAB II

LANDASAN PENCIPTAAN

A. Kajian Sumber Penciptaan

1. Tinjauan pustaka

Dalam penciptaan karya ini ada beberapa buku tinjauan sumber yang

digunakan sebagai acuan. Buku-buku ini meliputi tinjauan yang mengacu pada

kata kunci dalam rumusan masalah yaitu tentang aspek dan prinsip dasar harmoni,

pembuatan melodi dalam komposisi serta tahapan dalam proses penciptaan

komposisi musik. Dari beberapa buku yang digunakan inilah akan membantu

langkah-langkah aplikasi penulis pada proses penciptaan. Buku-buku yang

digunakan sebagai tinjauan sumber penciptaan antara lain adalahsebagai berikut.

Fauvel, John. 2006. Music and Mathematics From Pythagoras to

Fractals. Oxford University Press. Buku ini berisi tentang kaitan musik dengan

matematika dan perkembangannya sejak jaman Phytagoras sampai era saat ini.

Dalam buku ini dijelaskan bahwa musik merupakan science, musik pada dasarnya

merupakan fenomena yang bersifat objektif. Musik sebagai sains menjadi musik

sebagai seni, dan sains berubah dari teori menjadi ilmu praktik, dalam hal ini

perkembangan musik dapat dilihat secara objektif, mulai dari ketika Pythagoras

menemukan Pytagorean tuning, pembentukan musik lewat computer, dan

identifikasi frekuensi suara dengan diagram Oscillograph. Buku ini digunakan

sebagai acuan dari sisi sejarah untuk mengetahui lebih lanjut tentang

13
14

perkembangan hubungan matematika dengan musik dan apa saja kemungkinan

yang dikembangkan dari sisi matematis oleh para pendahulu di bidang musik.

Kostka, Stefan. 2006. Materials & Techniques of Twentieth Century

Music. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Buku ini secara keseluruhan berisi

tentang materi musik abad 20, dari konsep tonal, polytonal, atonal. Buku ini

dijadikan tinjauan sumber untuk membantu menjelaskan, mengaplikasikan sistem

superimposing akord tertian, kuartal, kuintal, yang dikembangkan dalam konsep

politonal. Penggunaan interval pada sistem tersebut kemudian yang dapat

dijadikan sebagai koneksi dari gerakan akord untuk menambah ketajaman,

ketegangan pada wilayah tertentu. Dalam buku ini juga dijelaskan penggunaan

compound interval yang dapat digunakan dalam proses pembuatan karya

Reflection. Compound interval digunakan dalam wilayah pembentukan harmoni,

dalam kasus modus yang berlainan digunakan bersamaan dan membentuk akord

dengan susunan yang lebih dari tiga nada (contoh).

Persichetti, Vincent. 1961. Twentieth Century Harmony, Creative

Aspects and Practice. London: Prentine-Rusell Square. Twentieth Century

Harmony, Creative Aspects and Practice secara spesifik sebagai buku panduan

untuk menjelaskan tentang susunan karakter interval, harmoni, tekstur materi

musik abad 20. Terdiri dari penggunaan, pengembangan interval, modus,

tambahan nada dalam akord (addet-note chords), koneksi antar akord, polychords,

kombinasi tekstur, harmoni serial, dan atonal. Penggunaan beberapa materi

tersebut dimanivestasikan dengan wujud-bentuk yang lebih komplit. Landasan

konsep penciptaan karya Reflection yang digunakan dalam buku ini yaitu tentang
15

penyusunan-pengembangan dari interval disonan, harmoni kwartal, Polychords,

dan Politonal. Dalam buku ini dijelaskan secara mendalam tentang karakter yang

dapat dibentuk melalui penyusunan harmoni baik disonan maupun konsonan.

Dalam karya Reflection penyusunan harmoni dibentuk untuk mengakomodasi

kebetuhan karakter suara disonan dan konsonan.

Russo, William. 2004, A New Approach Composing Music, London: The

University of Chicago Press, Ltd. Secara keseluruhan buku ini menjelaskan

tentang aplikasi penggunaan unsur musik dalam membuat komposisi, yang

mencakup tentang teknik, penerapan, dari penggunaan setiap unsur musikal. Dari

hal tersebut buku ini dijadikan sebagai salah satu tinjauan sumber penciptaan

karya “Reflection” untuk menuntun penulis dalam mengembangkan penggunaan

counterpoint sebagai aplikasi maupun perluasan konsep musik tonal. Sesuai

dengan konsep penciptaan bahwa teknik penggarapan karya Reflection juga

melibatkan penggunaan counterpoint, yang difungsikan sebagai aplikasi jalinan

antar gerakan satu nada dengan nada lain melalui penggunaan susunan ritme

secara bebas. Fungsi dari penggunaan ini yaitu sebagai perwujudan konsep tonal.

Penjelasan tentang counterpoint dalam buku ini sebagai tuntunan untuk

mengaplikasikan penggunaan tersebut untuk membuat komposisi musik.

Nettles, Barrie dan Ulanowsky, Alex 1987. Harmony 1- 4. Berklee

College of Music. Buku seri Harmoni yang dikerluarkan Universitas Berklee ini

berisikan tentang material dan system harmoni tonal. Pada buku Harmoni 1

terdapat system yang digunakan dalam konteks music chordal, seperti konsep

dasar tangga nada, interval dan akord yang digunakan. Pada buku Harmony 2,
16

sistem chordal dikembangkan melalui penambahan superimpose M7, 9th, 11th

dan 13th, juga tentang pilihan tention yang dapat digunakan dalam akord tertentu.

Pada buku Harmoni 3 dijelaskan tentang subtitusi akord dan pilihan nada tension

yang dapat digunakan dalam akord subtitusi, juga menerangkan avoid note dalam

setiap akord dan tangga nada dalam konteks chordal. Dalam bab yang

menerangkan avoid note buku ini berisi tentang bagaimana cara mengolah avoid

note menjadi akord yang konsonal (dengan penambahan #11 dalam akor mayor

dan dominan lalu interval M7 dalam akord minor). Dalam buku Harmoni 4 yang

ditulis oleh Alex Ulanowsky dijelaskan tentang harmoni yang dibentuk dari

modus serta aplikasinya, Polychord dan Compound Chord dijelaskan pada

halaman 46. Buku ini dijadikan sumber tinjauan karya Reflection dari segi

pengolahan harmoni, sedang harmoni yang diolah bersumber dari modus dan

dibentuk menjadi voicing akord untuk dapat diaplikasikan dalam komposisi.

Bentuk komposisi yang dibuat bisa berupa progresi akord.

Miller, Ron. 1996. Modal Jazz Composition and Harmony Volume I.

Tubingen-Germany: Advance Music. Buku ini berisi tentang material modus yang

dapat dikembangkan serta cara penggunaanya dalam komposisi Jazz. Dalam bab

pertama buku ini diuraikan tentang system harmoni dalam music Jazz, dalam hal

ini system yang digunakan adalah system tonal dengan pengembangan

superimpose serta perluasan nada dengan menggunakan modus tertentu.

Penjelasan tentang pengembangan harmoni dengan system modus dapat dilihat di

Bab Three Part Upper Structure Chord, akord yang dibentuk melalui

penggabungan beberapa modus dan mengaplikasikannya dalam akord dengan


17

tension yang didapat dari alterasi pada modus tersebut. Penjelasan tentang

Polychord dapat dilihat pada bab Slash Harmony. Pada bab ini dijelaskan

penggabungan akord yang berbeda secara vertical namun masih memiliki relasi.

Contohnya pada tangga nada C Mayor, akor C dapat digabungkan dengan akord E

secara vertical, struktur ini membentuk akor CM7 add #5. Stuktur ini bahkan bisa

dibentuk melalui tiga tingkat.

Xenakis, Ianis. 1971. Formalized Music: Thought and Mathematics In

Composition. Bloomington: Indian University Press. Dalam buku ini Ianis

Xenakis mencoba mengklasifikasikan musik sebagai bentuk seni yang objektif,

dan menggali lebih dalam bentuk objektivitas musik, dan menggunakannya

sebagai bentuk kreativitas, dalam hal ini “baik” atau “buruk” dalam musik bukan

lagi hal yang diutamakan, Xenakis berpendapat bahwa originalitas dalam musik

dapat dicapai melalui kesadaran dan konsep yang terukur. Xenakis menggunakan

kalkulus diferensial untuk menciptakan musik, dan metodenya ia sebut metode,

metode ini merupakan susunan algoritma yang dibentuk dan diprogram untuk

membuat musik secara acak, dalam metode ini Xenakis menggunakan 28 kolom

dan 7 baris, setiap baris mewakili instrumen dan tiap kolom mewakili periode

waktu. Xenakis menciptakan susunan waveform secara random yang

dikombinasikan dengan periode waktu menggunakan metode stokastik, yang

dimaksud dari metode ini adalah mengolah satu waveform menggunakan

algoritma sintetis.

Messiaen, Oliver. 1944. The Technique of My Musical Language. Paris:

Alphonse Leduc. Oliver Messiaen dalam buku ini, mengupas beragam teknik
18

yang digunakan dalam karyanya. Dalam buku ini dijelaskan teknik komposisi

Messiaen banyak menggunakan unsur dari ritmik Raga India, Messiaen

mengelompokan jenis ritme India dalam kategori Ragavhardana dan Hindu

Rhythm. Jenis ritme utama yang digunakan adalah bilangan ganjil yang tidak

umum (5,7,11,13), penggunaan ritme ganjil tersebut dimaksudkan untuk

mengurangi kesan beat dalam komposisi.

Slonimsky, Nikolai. 1974. Thesaurus of Scales and Melodic Pattern.

New York: Amsco Publication. Buku ini berisi tentang metode dan konsep

pengembangan modus melalui modifikasi dari interval. Dalam buku ini konsep

pengembangan modus dibentuk melalui 3 cara, yaitu Interpolasi, Ultrapolasi dan

Infrapolasi. Pada aplikasinya ketiga metode tersebut dapat digabungkan satu sama

lain, contoh: Ultara-infrapolasi, Infa-Inter-Ulrapolasi. Modus yang dikembangkan

melalui ketiga cara tersebut pada aplikasinya membentuk pattern melodi yang

original. Pengembangan interval melalui ketiga metode tersebut juga

menghasilkan material kemungkinan yang sangat banyak. Metode ini juga bersifat

open source, bahkan Slonimsky sendiri mengatakan bahwa materi 12 nada yang

dikembangkan Schoenberg dapat ditemukan melalui konsep Thesaurus Melodic

Pattern.

Beberapa buku yang digunakan untuk proses penggarapan karya ini

yakni sebagai acuan untuk menuntun dalam proses penjabaran landasan maupun

proses aplikasi. Meskipun dalam proses penciptaan penulis menggunakan

beberapa tinjauan tersebut, tentunya penulis akan mengaplikasikan secara

subjektif yang didasarkan oleh ketetapan konsep penciptaan.


19

2. Tinjauan karya

Hubungan Matematika dengan musik dapat dilihat sejak awal

kemunculan system penalaan yang dibuat oleh Phytagoras. Sistem penalaan

tersebut lebih jauh dikenal sebagai Phytagorean Tuning, yang menyetarakan

system tuning dengan rasio 3 : 2 1, rasio ini disebut juga dengan rasio dengan

menggunakan kwint murni sebagai acuan dasar system tuning. Interval kwint

murni digunakan sebagai acuan dengan pertimbangan kwint murni merupakan

interval pertama dalam urutan overtone series, dan interval yang paling kuat dari

keseluruhan overtone series.2 Pengembangan system kwint murni yang digunakan

Phytagoras memiliki pertimbangan yang matang sebagai dasar untuk membentuk

system baru, mengacu pada fenomena alam yakni overtone series yang

merupakan fundamental dari pembentukan struktur harmoni.3

Gambar 1.
Susunan overtone series
(Sumber:http//overtone.built.phytagorean)

1
Tess Knighton and Dave Fallows, Companion to Medieval and Renaissace Music (Los
Angeles, Berkeley: University of California Press, 1992), 325.
2
George Russel, Lydian Chromatic Concept Of Tonal Organization (Brokline,
Massachusetts: Concept Publishing Company, 2001),3.
3
Ibid., 2
20

Lebih lanjut pengembangan interval kwint digunakan dalam membentuk

struktur yang lebih luas, dalam buku Lydian Chromatic of Tonal Organization,

George Russel membuat system tonalitas berdasarkan interval kwint, yang secara

keseluruhan membentuk tangga nada Lydian (C – D – E – F# - G – A – B – C),

dalam konteks harmoni tangga nada Lydian merupakan tangga nada yang tidak

terdapat avoid note4, dikarenakan interval kwart (C –F) menjadi interval aug4 (C –

F#).

Hubungan musik dan matematika juga dapat dilihat dari bentuk

kontrapung yang digunakan oleh J.S Bach, dalam buku Bach and Mathematic.

Kontrapung memiliki system interval konsonan dan disonan, interval konsonan

dibentuk oleh interval kwart murni, kwint murni, mayor 3, minor 3, mayor 6 dan

minor 6. 5

Gambar 2.
Interval yang digunakan dalam Kontrapung
untuk membentuk struktur konsonan
(Gambar: Adi Wijaya, 2017)

4
Barrie Netless, Berklee College of Music Harmony 3 (Boston: Berklee College of
Music, 1987), 15.
5
William Russo, Composing a New Approach (Chicago and London : The University of
Chicago Press, 1983), 102.
21

Contoh penyusunan kontrapung berdasarkan interval konsonan

Gambar 3.
Contoh penerapan kontrapung dengan menggunakan interval konsonan
(Gambar: Adi Wijaya, 2017)

Contoh bentuk komposisi kontrapung sederhana dengan menggunakan

interval konsonan. Selain bentuk interval konsonan pada contoh tersebut,

kontrapung juga memiliki interval disonan yaitu, mayor 2, minor 2, mayor 7,

minor 7, mayor 9, minor 9, dan augmented 4.

Gambar 4.
Interval yang digunakan dalam Kontrapung untuk membentuk struktur disonan
(Gambar: Adi Wijaya, 2017)

Bentuk pergerakan melodi yang dibentuk dari kontrapung terdapat empat

gerakan, yaitu similar motion, contrary motion, oblique motion, dan pararrel

motion.

Gambar 5.
Gerakan yang digunakan untuk membentuk komposisi dengan menggunakan kontrapung
(Gambar: Adi Wijaya, 2017)
22

Struktur pembuatan karya dengan menggunakan kontrapung lebih lanjut

dikembangkan tidak hanya menggunakan interval konsonan dan disonan,

melainkan dengan kombinasi interval dengan menitikberatkan struktur horizontal,

teknik ini disebut linear counterpoint. Ciri khasnya adalah mengorbankan struktur

harmoni dengan membentuk melodi yang bergerak bebas, struktur harmoni

dibentuk secara otomatis dengan mengacu pada pergerakan melodi yang dibentuk

dengan teknik linear counterpoint, contoh dari bentuk tersebut adalah karya Igor

Stravinsky (Octet).

Gambar 6.
Tema yang digunakan dalam Octet karya Igor Stravinsky
(Sumber:https://en.wikipedia.org/wiki/Counterpoint#/media/File:Linear_counterpoint_fro
m_Stravinsky's_Octet).

Pada contoh karya Octet tersebut, dapat diketahui struktur tangga nada C

mayor yang dimainkan secara ostinato terdapat beberapa notasi disonan (F# dan G

#) yang peletakkannya tidak simetris (acak). Penggarapan kontrapung berdasarkan

urutan deret angka juga dilakukan Bach dalam karyanya Fugue No 6 In D minor,

karya ini menggunakan penggabungan antara deret angka dengan struktur

kontrapung. Jika diasumsikan susunan nada dengan deret angka, dengan C


23

sebagai 0, lalu berturut-turut naik satu semitone C# (1), D (2), Eb (3), E (4), F

(5), F# (6), G (7), G# (8), A (9), Bb (10), B (11), maka akan diperoleh susunan

angka seperti contoh di bawah ini.

Gambar 7.
Sistem transposisi yang berhubungan secara matematis
dari karya J.S Bach Fugue in D minor
(Gambar: Adi Wijaya, 2017).

Dari contoh 3 birama pertama notasi tersebut, diperoleh susunan angka 2,

4, 5, 7, 4, 5, 2, 1, 2, 10, 7, 9, kemudian dilanjutkan dengan susunan angka 9, 11, 0,

2, 11, 0, 9, 5, 2. Susunan tersebut merupakan bentuk transposisi yang disusun

menggunakan deret angka, terdapat kesamaan pola yang sama dari susunan angka

tersebut. Susunan pola tersebut dapat diterjemahkan dalam bentuk rumus

matematika Tn(x) = x + n.6

Keterangan :
T = Transpose
n = Jumlah interval
x = Nada tertentu yang diubah menjadi deret angka

Dari contoh fuga tersebut maka diperoleh persamaan angka seperti pada

contoh berikut ini.

6
Thomas Fiore, Music and Mathematics, fioreth@umich.edu. Diunduh tanggal 12 April
2017.
24

Gambar 8.
Transposisi menggunakan susunan deret angka
yang berhubungan secara langsung.
(Gambar: Adi Wijaya, 2017)

Persamaan contoh tersebut dapat diuraikan dengan cara menghitung

secara manual. Pada birama pertama contoh itu berurutan susunan angka 2-9, 4-

11, 5-0, 7-2, 4-11, 5-0, 2-9, 1-8, 2-9, 10-5, 7-2. Susunan angka 2-9 berasal dari

jumlah interval D – A, dapat diketahui D – A (D – Eb – E – F – F# - G – Ab – A)

melangkah sebanyak 7 semitone. Persamaan tersebut dapat ditulis dengan

Transpose 7 (2) = 2 + 7 = 9. Angka 9 merupakan urutan nada A sesuai dengan

urutan yang dibentuk susunan angka tersebut. Berdasarkan persamaan rumus itu,

dapat diketahui bahwa nada D dan A merupakan persamaan yang ditransposisikan

sejumlah 7 semitone.

Bentuk komposisi system deret juga digunakan oleh Schoenberg yang

dikenal dengan system 12 nada atau biasa disebut dodecaphone. Ide dasar dari

konsep 12 nada ini adalah setiap nada kromatis sejajar satu sama lain, tidak

membentuk tonalitas dan tidak ada nada yang dominan. Schoenberg

mengembangkan system deret dengan membentuk teknik yang disebut Tone Row,

ketentuan yang digunakan dalam teknik tone row adalah seperti berikut.
25

1. Susunan terdiri dari 12 nada kromatik

2. Tidak ada pengulangan dalam nada dalam susunan deret

3. Transformasi pada susunan deret dikembangkan dengan inversi,

retgograde, dan retrograde-inversi

Contoh susunan deret 12 nada, urutan deret pada notasi di bawah ini, dapat

ditulis dengan susunan angka (11, 10, 7, 1, 3, 0, 2, 9, 6, 4, 8, 5). Penyusunan

angka ini bersifat acak dengan ketentuan tidak ada pengulangan dalam 1 deret.

Gambar 9.
Notasi berdasarkan deret angka
dengan menggunakan 12 nada tanpa ada pengulangan
(Gambar: Adi Wijaya, 2017).

Penyusunan notasi tersebut dapat ditranformasikan secara retrograde,

yaitu menyusun deret angka secara terbalik (5, 8, 4, 6, 9, 2, 0, 3, 1, 7, 10, 11).

Berdasarkan susunan angka itu, diperoleh susunan nada sebagai berikut.

Gambar 10.
Transformasi retrograde dalam susunan deret 12 nada
(Gambar: Adi Wijaya, 2017).
26

Inversi adalah bentuk deret awal dengan perubahan jarak interval, contoh

pada deret awal 2 nada pertama adalah B – Bb bergerak turun dengan interval ½,

maka dalam transformasi inversi dalam system deret nada B berubah naik dengan

interval ½ menjadi C.

Gambar 11.
Transformasi inversi dalam susunan deret 12 nada
(Gambar: Adi Wijaya, 2017).

Retrogade Inversi adalah bentuk deret awal yang telah melalui

transformasi retrograde dan di-inversikan dengan mengganti susunan interval.

Gambar 12.
Transformasi retrograde inversi dalam susunan deret 12 nada
(Gambar: Adi Wijaya, 2017).

Dengan menggunakan system deret 12 nada maka terdapat 48

kemungkinan variasi deret inversi, retrograde, dan retrograde inversi yang dapat

digambarkan sebagai berikut.


27

Gambar 13.
Kemungkinan yang dapat disusun dengan menggunakan system deret
(Sumber:http://1.bp.blogspot.com/_Zhz8NEf3_04/TCd22VxuiOI/AAAAAAAAAHc/Yqo
-JiBCCoo/s1600/Matrix.jpeg).

Bagan tersebut adalah susunan nada yang dibentuk dari deret angka (6 –

4 – 7 – 8 – 9 – 0 – 1 – 11 – 2 – 3 – 10 – 5). P adalah nada primer, I (inversi), R

(retrograde) dan RI (Retrograde Inversi). Dari bagan ini dapat diketahui terdapat

48 kemungkinan dari keseluruhan transformasi menggunakan system deret 12

nada.

Pengembangan lain bentuk musik dan matematika dapat dilihat dari

karya-karya Xenakis. Dalam penciptaannya Xenakis mengembangkan metode

yang dinamakan stokastik. Pada penerapannya metode ini menggunakan algoritma

dan deret angka untuk mengolah susunan nada. Dalam karya Metastaseis, Xenakis

terinspirasi oleh kombinasi dari pandangan Einstein tentang waktu dan sturktur

matematika. Musik pada dasarnya terdiri atas susunan suara dengan satuan waktu
28

dan ritme, Xenakis ingin mengubah persepsi musik linier dengan pandangan

relativitas waktu. Ide ini dikombinasikan untuk membuat karya Metastaseis.

Gambar 14.
Salah satu bagian dalam karya Metastaseis
(Sumber: http://processingmatter.tumblr.com/post/23250732384/metastaseis-by-iannis-
xenakis)

Karya Metastaseis merupakan bentuk orchestra yang terdiri dari 61

pemain tanpa 2 pemain yang memainkan bagian yang sama. Karya ini ditulis
29

menggunakan teknik massa suara yang setiap pemain memainkan nada dengan

teknik glissando pada frekuensi dan waktu yang berbeda. Ketika musik pada

umumnya bergantung dengan waktu yang bergerak maju secara linier dengan

menggunakan sukat dan tempo, Metastaseis mengubah intensitas, register dan

kepadatan dari sebuah karya sebagai analogi dari hubungan massa dan energy.

Pada bagian pertama dan ketiga melodi tema dan motif tidak digunakan, namun

Xenakis lebih menitikberatkan pada kekuatan konsep waktu. Kseluruhan karya ini

mencakup elemen yang dimainkan secara glissando dengan susunan deret angka.

B. Landasan Teori

Dalam proses penciptaan musik tentunya tidak terlepas dari adanya

penggunaan konsep, yaitu berfungsi sebagai tuntunan dalam proses penggarapan

untuk memadukan langkah maupun tahapan secara intuisi dan rasionalitas.

Konsep dalam proses penciptaan musik tentunya berhubungan dengan materi,

unsur teknis musikal yang digunakan sebagai tujuan untuk membantu sebuah

penjelasan kronologi kompositoris dalam berbagai macam perspektif khususnya

dalam perspektif musikal. Meski menggunakan beberapa konsep musikal yang

dijadikan sebagai landasan, namun aplikasi konsep dalam proses penciptaan

dilakukan secara subjektif dengan perluasan, pengembangan, penggabungan dari

konsep yang ditentukan.

Konsep yang digunakan dalam proses penciptaan karya “Reflection”

meliputi konsep harmoni, instrumentasi, dan ritme dengan penjelasan secara rinci

sebagai berikut.
30

1. Rumus transformasi matematis refleksi

Dalam proses penciptaan karya “Reflection” penulis menerapkan rumus

matematis refleksi sebagai sumber persamaan yang nantinya digunakan sebagai

acuan untuk membentuk modus sintetis.

Dalam sistem koordinat bidang refleksi terdiri atas beberapa jenis yaitu:

1. Pencerminan terhadap sumbu x, sumbu y, garis y = x, dan garis y = -x

2. Pencerminan terhadap garis x = h dan garis y = k

Refleksi terhadap sumbu X dan sumbu Y

a. Refleksi terhadap sumbu X

Refleksi terhadap sumbu x identik dengan refleksi terhadap garis y = 0.

Pencerminan titik A (a, b) terhadap sumbu X menghasilkan bayangan

titik B (a’, b’) dengan a’ = a dan b; = -b.

A (a, b) B (a, -b)

a’ = a → a’ = 1 . a + 0 . b, b = - b → b’ = 0 . a + 1 . b

1 0 
Matrik transformasi untuk pencerminan ini adalah   sehingga
 0 1

 a'   1 0   a 
B        
  
b ' 0  1  b
31

b. Refleksi terhadap sumbu Y

Refleksi terhadap sumbu y identik dengan refleksi terhadap gari x = 0.

Pencerminan titik A (a, b) terhadap sumbu –y menghasilkan bayangan titik

C (a’, b’) dengan a’ = a dan b’ = b.

Sumbu Y
A (a, b) C (-a, b)

a’ = -a → a’ = -1 . a + 0 . b,

b’ = - b → b’ = 0 . a + 1 . b

 1 0
Matrik transformasi untuk pencerminan ini adalah   sehingga
0 1 

 a'    1 0 a
C        
 b'   0 1  b

c. Refleksi terhadap titik asal

Refleksi terhadap titik asal

Pencerminan titik A (a,b) terhadap garix y = x menghasilkan bayangan

titik F (a’, b’) dengan a’ = a dan b’ = b.

O (0,0)
A (a, b) F (-a, -b)
Titik asal

a’ = -a → a’ = -1 . a + 0 . b,

b’ = - b → b’ = 0 . a + -1 . b
32

 1 0 
Matrik transformasi untuk pencerminan ini adalah   sehingga
 0  1

 a'    1 0   a 
F        
 b'   0  1  b 

2. Konsep harmoni

a. Harmoni polytonal

Harmoni polytonal dengan sendirinya membentuk superimpose atau

penambahan nada secara vertical. Pada aplikasinya harmoni polytonal

menambahkan dimensi baru sebagai poros akor, dan setiap akor trisuara dapat

diperluas dengan menambahkan interval 9, 11, dan 13.

Gambar 15.
Contoh susunan harmoni polytonal
(Sumber: Stefan Kostka, Material and Techiques of Twentieth
Century Music, hal. 47)

Superimpose juga dapat digunakan pada akor dominan.

Gambar 16.
Contoh superimpose pada akor dominan
(Sumber: Stefan Kostka, Material and Techiques of Twentieth Century Music, hal. 47).
33

b. Harmoni kwartal

Harmoni kwartal adalah struktur harmoni yang dibentuk dengan interval 4

(Perfect 4, augmented 4) dengan interval ini karakter suara yang dibentuk

menjadi lebih lebar ”open” dibandingkan dengan harmoni tertian. Harmoni

kwartal juga dengan sendirinya membentuk superimposing harmoni.7

Gambar 17.
Contoh harmoni kwartal
(Sumber: Vincent Persicheti, Twentieth Century Harmony, hal. 94).

Contoh harmoni kwartal pada karya Piano Fantasy (Aaron Copland)

Gambar 18.
Harmoni kwartal pada karya Piano Fantasy (Aaron Copland)
(Sumber: http://www.jianpuw.com/htm/im/322809.htm).

Harmoni kuartal dan kuintal dalam penggarapan karya ini dijadikan sebagai

sebuah aplikasi dari pengembangan harmoni tertian. Penggunaan harmoni ini

7
Vincen Persichetti, Twentieth Century Harmony (New York: W.W Norton Company,
1961), 93.
34

disesuaikan dengan gerakan motif, melodi dari setiap bagian sehingga

memunculkan pengembangan yang lebih luas. Seperti yang dikatakan Stefan

Kostka pada umumnya para komponis abad 20 tidak harus membatasi dirinya

untuk menggunakan harmoni tertian dalam penggarapan karya mereka.

Harmoni tersebut sebagian besar diaplikasikan dengan penggunaan chordal

secara vertikal. Harmoni kuartal dan kuintal dapat berperan sebagai tiga

susunan nada ataupun lebih. Kadang kala penggunaan tersebut sangat

memungkinkan untuk menghilangkan kedudukan harmoni dalam sebuah ikatan

progresi ataupun interval tanpa menghilangkan karakter yang ditentukan.

Beberapa duplikasi suara ataupun interval juga dapat digunakan, namun

beberapa peraturan dapat dirubah lagi dengan karakter sonoritas interval –

harmoni yang digunakan. Kedua harmoni tersebut tentunya memiliki karakter

suara yang lebih terbuka dan lebih menempati ruang pola vertikal. Contoh di

bawah ini sebagai sebuah aplikasi dari penggunaan kedua harmoni tersebut.

Terdapat interval kuartal yang bersifat secara integral dari ruang birama (a) dan

(b), ataupun penggabungan antara interval kuartal dan kuintal pada ruang

birama (c) dan (d).

Gambar 19.
Harmoni yang dibentuk dengan interval kwartal dan kuintal
(Sumber: Stefan Kostka, Material and Techiques of Twentieth Century Music, hal. 56).
35

c. Polychordal

Sebuah Polychord merupakan suatu kombinasi yang disatukan dari dua

akord yang berbeda bahkan juga lebih dari perbedaan area harmoni. Segmen-

segmen Polychord dihubungkan sebagai kesatuan chordal. Polychord pada

mulanya merupakan suatu kemungkinan yang berasal dari double dan triple pedal

point dimana merupakan suatu petunjuk yang disebabkan oleh suatu hubungan

yang melewati akord-akord dan kombinasi tersebut dikembangkan secara susunan

Polytonal/Chordal.

Gambar 20.
Contoh bentuk harmoni Polychord
(Sumber: Vincent Persichetti, Twentieth Century Harmony, hal. 137).

Pengembangan secara polytonal dalam buku Persichetti, dikatakan

bahwa "Polytonal hanya ditampilkan ketika kesatuan chordal tersebut membuat

suatu struktur yang menempel pada kunci yang terpisah”. Yang dimaksud adalah

saat kedua akord yang berbeda dalam membuat suatu kesatuan, kemungkinan

telah terjadi adanya suatu imitasi secara monofon (Persichetti, 1961: 135) dan

kemudian juga pada akhirnya kembali membentuk kesatuan gerakan secara

vertikal/chordal. Di bawah ini merupakan sebuah contoh dengan perpaduan antara


36

kedua wilayah tangga nada yang berbeda. Pada kunci G dalam tangga nada D

mayor, sedangkan kunci F dalam tangga nada F mayor (Persichetti, 1961: 136).

Gambar 21.
Contoh bentuk polytonal
(Sumber: Vincent Persichetti, Twentieth Century Harmony, hal. 136).

Adapun pengembangan polychord sendiri lebih mengarah pada gerakan

chordal secara langsung, yang sebuah relasi antara akord konsonan maupun

disonan terbentuk dalam keintiman pada setiap wilayah. Yang perlu diketahui

adalah seperti pernyataan di bawah ini.

Gambar 22.
Contoh aplikasi polychord
(Sumber: Vincent Persichetti, Twentieth Century Harmony, hal. 13).
37

2. Materi tangga nada

Materi yang digunakan dalam proses penciptaan karya ini menggunakan

modus sintesis, tangga nada diatonis, dan pentatonic.

a. Tangga nada diatonis

Tangga nada diatonic adalah kelompok tangga nada heptatonic yang terdiri atas

7 nada secara berurutan, yaitu 5 nada berjarak penuh, dan 2 nada berjarak

setengah. Tangga nada diatonic dapat dijelaskan dengan 2 Tetra Chord yang

dipisahkan dengan jarak penuh.

Gambar 23.
Susunan tangga nada mayor yang disusun menggunakan dua tetrachord
(Gambar: Adi Wijaya, 2017)

b. Modus sintetis

Modus yang dibentuk melalui proses penggabungan atau pengurangan pada

modus tertentu, dalam hal pembentukan modus sintetis penulis mengacu pada

metode Thesaurus melodic Pattern Nicolai Slonimsky.

Gambar 24.
Modus sintetis yang dibentuk dengan Thesaurus
(Sumber: Thesaurus of Scales and Melodic Pattern hal 248)
38

c. Pentatonik

Tangga nada pentatotnik merupakan susunan nada yang terdiri atas 5 nada,

pada perkembangannya nada pentatonic dapat dikembangkan dan

menyesuaikan dari harmoni yang terdapat pada karya tersebut. Tangga nada

pentatonic tidak memiliki jarak semitone yang menyebabkan tangga nada

pentatonic memiliki interval konsonan.

Contoh 5 tingkatan dalam tangga nada pentatonic.

Gambar 26.
Contoh tangga nada pentatonis
(Sumber: Vincent Persichetti, Twentieth Century Harmony, hal. 51).

Anda mungkin juga menyukai