Anda di halaman 1dari 5

Review Artikel Jurnal

PRESCRIPTIVE NOTATION : LIMITS AND CHALLENGES

Mieko Kanno
Contemporary Music Review
Vol. 26, No.2, April 2007, pp. 231 – 254

Oleh. Eddo Diaz Rinaldo

Review artikel jurnal ini dilakukan sebagai kewajiban tugas kuliah Metopen yang
diampu oleh Prof. Djohan Salim M.Si. Artikel jurnal yang dipilih kali ini mengambil judul
Prescriptive Notation : Limits and Challenges. Topik artikel ini di angkat oleh Mieko Kanno
dalam jurnal internasional Contemporary Music Review. Pada artikel kali ini penulis ingin
mengangkat satu topik tentang notasi preskriptif (notasi yang bersifat menentukan) serta
relasinya dengan notasi deskriptif (notasi yang bersifat menjelaskan). Serta beragam
problematikanya dalam dunia komposisi maupun penyaji musik kontemporer. Artikel ini
dibagi kedalam 4 bab. Pada bab pertama menjelaskan tentang latar belakang, bab kedua
menjelaskan tentang notasi deskriptif, bab ketiga menjelaskan tentang notasi preskriptif, dan
bab ke empat menjelaskan tentang isu kedua notasi dalam dunia musik kontemporer. Untuk
lebih jelasnya akan dijabarkan reviewnya pada bab berikutnya.

Latar Belakang

Penotasian adalah salah satu metode pendokumentasian ide musikal komponis ke


dalam bentuk tulisan yang kongkrit dan juga sudah menjadi satu sistem ideal yang
dilestarikan pada budaya musik klasik selama berabad-abad. Penotasian selain menjadi satu
cara aktualisasi ide musikal komponis, juga dipakai sebagai teks yang kemudian akan
dimaknai dan di aktualisasikan kedalam bunyi yang nyata oleh pemain. Seperti halnya
komponis yang amat akrab dengan notasi, pemain juga memiliki keterikatan yang amat kuat
dengan beragam bentuk notasi. Hal ini dikarenakan pada budaya musik klasik barat, pemain
lebih mengutamakan metode belajar dengan membaca, bukan dengan mendengar. Oleh
karena itu, peran notasi amat penting bagi kemampuan dan keterampilan pemain. Pada
realitasnya, pemain tak hanya memakai notasi sebagai teks yang kemudian ditafsirkan dan
dieksekusi secara musikal oleh pemain, namun juga untuk sarana belajar seperti menganalisa
musik, maupun score reading sambil mendengarkan musik. Budaya penafsiran notasi inipun
telah berkembang selama ratusan tahun baik di kalangan pemain maupun komponis sendiri
hingga banyak memunculkan bentuk-bentuk notasi baru yang hingga kini menjadi salah satu
identitas musik kontemporer. Akibat dari fungsinya yang mat beragam, maka notasi
mengalami konsekuensi permasalahan-permasalahan yang ada kaitannya dengan komunikasi
musikal antara komponis dan pembacanya. Permasalahan yang muncul dari sistem
penotasian meliputi berkembangnya ide musikal kompionis yang tak terbatas dan terkadang
amat cepat melebihi pembaharuan sistem penotasian itu sendiri. Maka dari itu kejelasan dan
efisiensi dari penulisan notasi itu harus disesuaikan agar tetap dimengerti. Selain itu pada
konsep idiosinkratiknya, jika penulisan terlalu sederhana, maka kasus salah tafsir dan mis-
interpretasi akan banyak terjadi dalam penyampaian makna musikal dalam relasi komponis-
pemain ini. Untuk itu, maka dalam kajian yang lebih lanjut konsep idiosinkratik dalam kasus
notasi ini dibagi menjadi 2. Notasi yang menginformasikan tentang bunyi musik yang
dikehendaki (deskriptif) dan notasi yang menginformasikan metode untuk mencapai hasil
bunyi yang dikehendaki (preskriptif). Komparasi diantara keduanya menjadi satu bentuk
notasi yang ideal yang diharapkan mampu menjembatani keinginan komponis, dan
kesepahamannya dengan penyaji. Serta secara implisit akan menguatkan pemaknaan diantara
keduanya. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

Notasi Deskriptif

Notasi yang menjelaskan tentang bunyi musikal sebuah karya dimaknai sebagai notasi
dua dimensi. Dimana informasi yang tertera sama persis dengan apa yang dibunyikan atau
jika kasusnya ada hasil rekamannya, otasi yang tertera sama persis hasil bunyinya dengan
bunyi rekamannya. Penotasian seperti ini meliputi penotasian musik secara pokok yaitu
birama standar, pitch, ritme, dinamik, artikulasi, dan terkadang beberapa penjelasan kecil.
Notasi deskriptif sudah sejak lama digunakan pada budaya musik klasik barat dan juga
diperkenalkan pada sistem pendidikannya sejak dini. Maka dari itu tingkat salah penafsiran
maupun mis-interpretasi terhadap teks notasi deskriptif cenderung minimal karena penotasian
secara deskriptif sudah dianggap akurat.

Pada perkembangannya, notasi deskriptif menemukan kendalanya sendiri. Seiring


dengan perkembangan ilmu pengetahuan musik dan perluasan ide musikal para komponis
yang semakin tak terbendung, keinginan dan ide para komponis seakan menemukan
keterbatasannya dalam wilayah penulisan notasinya. Suatu contoh pada penulisan microtonal.
Dengan melalui penotasian deskriptif, penulisan mikrotonal sendiri tidak dapat dijelaskan
dengan gamblang hanya dengan not pitchnya saja. Namun harus ada penambahan atribut
khusus lainnya yang bersifat preskriptif.

Pemain melihat notasi musik dengan kecenderungan lebih kompleks meski dalam
lingkup paling sederhananya. Karena pemain melihat notasi menjadi 3 langkah kerja. Hal ini
amat alamiah karena pemain mempelajari dan mengaktualisasikan notasi sebagai teks
menjadi bentuk musik sebagai konteks. Dalam 3 tahap ini dibedakan menjadi, 1. Mempelajari
pitch dan ritme, 2. Mengkoordinasikannya dengan motorik, 3. Menjadikannya musikal. Hal
ini tidak sesederhana memaknai teks dn menjadikannya bunyi saja, namun ada proses yang
berkesinambungan yang cmelibatkan potensi pemain secara keeluruhan. Pada dua tahap awal,
lebih kearah otomatis dimana pemain menggunakan koordinasi kognisi dan motoriknya untuk
mengaktualisasi bunyinya. Sedangkan pada tahap ketiga menjadi lebih rumit karena disitulah
letak interpretasi pemain berada. Maka dari itu seiring berkembangnya pengetahuan dan ide
dari komponis maka dibutuhkan lebih banyak notasi ekspresif yang mampu ditangkap dengan
baik oleh para penyaji. Hal ini pun berdampak nyata dengan semakin berkembangnya bahasa
penotasian musik secara lebih luas (konfigurasi baru, parameter ekspresi baru, mikrotonal,
dan lain-lain). Dalam konteks perkembangan musik, tidak ada yang mampu menahan laju
keinginan para komponis untuk mengekspolorasi idenya kedalam bentuk penotasian baru dan
deskripsi ekpresif baru dalam karyanya. Maka dari situ muncullah pertanyaan, apakah dengan
model predominasi semacam ini dalam konteks musik kontemporer, pemain tetap dapat
memiliki ruang untuk interpretasinya? Tingkatan notasi yang semakin rumit ini semakin lama
justru menjadi salah satu daya tarik musik kontemporer yang secara tidak sadar mengalienasi
para pelakunya baik komponis maupun penyaji.

Komponis juga tidak jarang melakukan konsultasi maupun kolaborasi dengan penyaji
untuk memperkaya idepenciptaannya. Maka dalam hal ini sistem penotasian secara eskriptif
menjadi lebih berkembang. Suatu contoh kasusnya adalah pada wilayah sonoritas dan teknik
permainan. Kasusnya pada pola permainan trills dan tremolo pada konsep sustained texture
pada karya violin solo Szymanowski dan Kochanski. Maka penemuan notasi baru pada karya
ini adalah bagaimana menuliskan notasi yang secara langsung dapat mendeskripsikan bunyi
yang muncul. Maka dari itu, kekuatan dari notasi deskriptif adalah karakteristik dan
keterbatasannya. Sehingga apa yang ditangkap oleh pembaca notasi, langsung mengarah pada
bunyi yang dihasilkan. Notasi deskriptif sendiri akan menjadi kuat dan mapan bila langsung
secara jelas dapat ditangkap maksudnya oleh penemunya. Selain itu bunyi yang terkonsep
akan dapat muncul secara jelas apabilakonsep notasi deskriptifnya juga jelas.

Dengan segala keterbatannya itu notasi deskriptif sendiri juga terbukti sangat efektif.
Hal ini diperkuat juga dengan metode aplikasinya yang mudah. Namun disisi lain, pemain
juga mempunyai caranya tersendiri untuk memaknai notasi yang ada.

Notasi Preskriptif

Pada contoh karya Szyanowski, penotasian dapat secara mudah ditangkap dengan
jelas karena teknis dan hasil bunyi yang dimunculkan dapat dinotasikan dengan mudah. Pada
tahapan lebih lanjut, penotasian menjadi lebih rumit karena komponis mulai memperluas
wilayah ekspresinya. Notasi perspektif juga bisa dimaknai sebagai notasi aksi, dimana notasi
ini dipergunakan untuk memperjelas teknik permainan atau bahkan ekspresi yang lebih rumit
dari sebelumnya. Contoh karya paling tua dari bentuk notasi aksi ini adalah karya organ dari
Bottinger, seorang komponis era rennaisans dari Italia. Pada karyanya Bottinger memakai
salah satu karakter organ yaitu stop sebagai bagian dari karya. Pada bagian ini komponis
menulis ulang tanda berhenti yang sudah jelas menjadi bagian dari karakter instrumennya.
maka meski terkesan sia-sia, hal ini justru menjadi sebuah celah bagi komponis untuk
memasukkan ide ekspresinya ke dalam karyanya.

Dalam kata lain, notasi preskriptif adalah sistem penotasian yang mengindikasikan ide
musikal kompositoris dan cara komponis membuat karyanya. Selain itu notasi preskriptif
menjelaskan kepada pemain cara mengeksekusi bunyi yang muncul serta bagaimana
mengkoordinasikan tubuh, pikiran, dan instrumen dengan efektif dan efisien. Hal ini sama
halnya dengan manual book atau buku panduan dalam menginterpretasikan sebuah karya
musik. Dalam kasus karya solo violin, ada banyak sekali kasus notasi preskriptif, misalnya
jika menyangkut masalah penjarian, maupun ekspresi yang lebih rumit. Serta bergam teknik
baru yang harus dieksekusi dengan cara tertentu yang membutuhkan ketrampilan khusus
dalam mengeksekusinya. Hal lain misalnya penggunaan alat-alat bantu seperti damper,
maupun teknik scordatura yang harus dituliskan menjadi lebih spesifik. Arah bowing
terkadang juga menjadi salah satu perhatian khusus dalam satu penotasian preskriptif. Karena
tiap violist memiliki habitus bowingnya masing-masing dan tiap komponis juga harus sadar
kemana arah bowing yang diinginkan untuk mencapai ekpresi yang tepat.

Dari beragam contoh yang disajikan penulis dalam artikelnya dapat dipelajari bahwa
pentingnya notasi preskriptif untuk membangun intepretasiyang tepat kedalam sebuah karya.
Baik secara lingkup kecil per passage, maupun secara garis besar. Meskipun dalam satu sisi
terlihat tidak terlalu esensial, namun posisi notasi preskriptif menjadi amat penting fungsinya
karena notasi preskriptif menjembatani antara kemauan komponis dan tafsiran pemain secara
ideal. hal ini menjadi lebih rumit dan lebih menarik lagi saat musik sudah berkembang ke
ranah yang lebih jauh seperti musik kontemporer.

Notasi Preskriptif Dalam Musik Kontemporer

Dalam dunia musik kontemporer, komponis memiliki pilihan lebih banyak soal
menggunakan penotasian secara preskriptif maupun deskriptif. Hal ioni amat wajar
dikarenakan berkembangnya model penotasian dan orkestrasi musik jenis baru yang memakai
beragam simbol baru yang lebih rumit dari sebelumnya untuk mencapai tahapan estetika
musikal tertentu. Suatu contoh pada karya solo violin dari Berio “sequenza no.VIII”, Caprice
dari Paganini, dan dari Sciarrinno. penotasian menjadi lebih rumit karena komponis
menghendaki beberapa teknik maupun metode penjarian tertentu dalam karyanya. Hal ini
ijelaskan secara detail oleh penulis lewat artikelnya. Pada kasus karya Barret, poin preskriptif
yang muncul menjadi lebih beragam. Hal ini dikarenakan ditambahkannya 4 layer music staff
yang berfungsi untuk mengidentifikasi bow contact, bowing pressure, pitch, ritme, dan
dinamik. Ada perbedaan yang mencolok dari layer preskriptif dan deskriptifnya. Pada kasus
selanjutnya dijelaskan pada karya Mathias Splinger untuk violin dan cello. Dimana terdapat
dua layer music staff yang berfungsi sebagai penotasian secara deskriptif dan perskriptif
dalam konteks perlakuan fingering dan aplikasi teknik skordatura dalam karyanya. Staff
bagian atas berfungsi sebagai refleksi bunyi not yang sebenarnya sedangkan staff dibawah
sebagai metode teknisnya.

Fungsi dan kekuatan dari notasi preskriptif tidak dapat dipungkiri lagi merupakan satu
bagian yang inti dari musik kontemporer. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
estetika musik kontemporer yangbsedemikian pesat. Di sisi lain notasi preskriptis tak hanya
menjadi hal distingtif dari musik kontemporer tersebut namun juga menjadi pelengkap dan
juga penjelas dari notasi deskriptif yang sudah ada. Yang harus diingat ialah notasi hanyalah
jalan untuk mengaktualisasikan musik itu dan bukan menjadi musik itu sendiri. Sedangkan
pemain memiliki satu wilayah otonomi interpretasinya sendiri yang juga tetap harus
dihormati oleh komponis. Pada satu sisi pemain cenderung lebih mengenali karya dari
bunyinya dan bukan dari notasinya. Ini wajar karena pemain memiliki lapisan imajinasi yang
bekerja secara bersamaan saat mereka mengeksekusi sebuah notasi dan menjadikannya musik
yang utuh. Akhir kata peran notasi perskriptif masih beluk usai dan masih terus dibutuhkan
secara nyata sebagai pendekatan dan pengembangan ideal di wilayah komposisi musik
maupun pemain yang berada dalam lingkup musik kontemporer.

Anda mungkin juga menyukai