Masjid Cheng Hoo, terletak di Jalan Gading 2, tepatnya berada di komplek Gedung Serbaguna Pembina
Imam Tauhid Islam (PITI) Ketabang, Genteng, Surabaya. Masjid ini hanya berjarak sekitar satu kilometer
dari Gedung Balaikota.
Masjid dengan nama lengkap Masjid Muhammad Cheng Hoo ini didirikan untuk menghormati Laksamana
Cheng Hoo yang datang ke Pulau Jawa pada abad ke-15. Selain berdagang, Cheng Hoo juga
menyebarkan agama Islam.
Didirikan 15 Oktober 2001 dan selesai dibangun pada 13 Oktober 2002, bangunan ini terinspirasi dari
masjid kuno Niu Jie di Beijing. Ir. Aziz Johan yang juga anggota PITI asal Bojonegoro adalah arsitek yang
membangun tempat ibadah tersebut. Aziz membangun semirip mungkin masjid dengan Masjid Niu Jie yang
aslinya di bangun pada 996 Masehi. Menelan biaya Rp 3,3 milyar bangunan berwarna kuning, merah serta
hijau tersebut memiliki hiasan kaligrafi yang terukir besar pada dinding luarnya.
Ketika wisatawan memasuki halaman depan, tampak pintu masuk masjid berbentuk pagoda. Begitu
Masjid yang berdiri di atas lahan seluas 21 x 11 meter persegi ini memiliki luas bangunan 11 x 9 meter
persegi. Angka sebelas melambangkan ukuran Ka’bah di Mekkah, sedangkan sembilan melambangkan
jumlah Wali Songo. Bagian atas bangunan utama dibentuk bersisi delapan yang diyakini sebagai
keberuntungan. Lampu kristal yang berada tepat diatas kubah tampak selaras dengan bentuk anggun pada
bagian dalam Masjid.
Di sekitar dalam masjid ini Anda bisa melatih kemampuan fotografi. Ambil berbagi sudut padang foto sesuai
keinginan Anda. Dapatkan momen yang pas saat Anda menentukan objek foto. Pilih waktu di malam hari
saat sinar-sinar lampu menerangi bangunan Masjid Cheng Hoo.
Tak hanya itu, di sekeliling masjid, terdapat fasilitas penunjang seperti Sekolah Taman Kanak-Kanak,
lapangan badminton, kelas kursus bahasa Mandarin serta kantin.
Kesan dari masjid ini adalah besarnya rasa toleransi yang ingin ditunjukkan melalui unsur bangunan yang
menggabungkan gaya Cina, Arab, Jawa serta Eropa.
Selama di Surabaya Anda bisa mengunjungi tempat wisata lain seperti Monumen Jalesveva
Jayamahe, Tugu Pahlawan atau Monumen Kapal Selam Surabaya. Anda juga dapat menentukan
penginapan sesuai keinginan dan kebutuhan Anda, Hotel Ibis Rajawali, Satelit Hotel serta Hotel
Tunjungan.
IAUGREEN.COM - Berbicara tentang akulturasi, tentunya Belanda menjadi
salah satu negara yang punya pengaruh paling kuat bagi perkembangan
budaya kita. Menjadi negara jajahan Belanda selama 350 tahun membuat
bangsa kita sedikit-banyak bersentuhan dengan budaya negeri kincir angin.
Akibatnya beberapa unsur budaya dari Belanda terserap dan membaur dengan
budaya lokal. Dan hal ini bisa dilihat dari banyak hal, salah satunya kuliner.
Tahukah kamu, cukup banyak masakan di Indonesia yang ternyata berakar dari
kuliner Belanda. Salah satunya adalah semur dan kue cubit. Makanan apa lagi
yang ditinggalkan penjajah? Berikut ini beberapa di antaranya.
1.Semur
Lambat laun, semur dengan citarasa lokal pun mulai bermunculan dan
menjadi kuliner khas beberapa daerah. Antara lain semur Jengkol yang sangat
populer di kalangan warga Betawi.
http://riaugreen.com/view/Dunia/11312/9-Makanan-Indonesia-Ini-Hasil-Akulturasi-Warisan-Zaman-
Penjajahan-Belanda.html#.W-7FKpMzbDc
Orkes Gambus. Budaya Timur Tengah ternyata juga memiliki pengaruh kuat
dalam khasanah Betawi, hal ini terbukti bahkan sampai saat ini di seantero Jakarta
terdapat puluhan grup orkes gambus. Orkes ini biasanya ditampilkan di acara
pesta perkawinan untuk mengiringi para penyanyi gambus baik laki maupun
perempuan. Mereka biasanya membawakan lagu-lagu gambus dengan lirik
religius maupun lagu-lagu cinta berbahasa Arab.
https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/zapin-dara-tarian-akulturasi-dua-budaya
Nama cokek sendiri berasal dari bahasa Hokkian chniou-khek yang berarti
menyanyikan lagu. Disebut menyanyikan lagu karena pada awalnya, cokek
bukanlah sebuah tari yang berdiri sendiri, tetapi juga dengan menyanyi.
Keberadaan cokek tidak bisa dilepaskan dari musik gambang kromong. Musik
tradisional Betawi ini juga merupakan hasil akulturasi kebudayaan Betawi
dengan kebudayaan China. Begitu pun aspek-aspek dalam tari cokek, seperti
kostum dan gerakan, semuanya merupakan hasil akulturasi budaya.
Saat ini, semakin jarang pertunjukan tari cokek. Hanya pada acara-acara besar,
seperti ulang tahun Jakarta dan festival budaya, kita bisa menyaksikan tarian
khas Betawi ini digelar.
https://1001indonesia.net/tari-cokek-akulturasi-budaya-betawi-dan-tionghoa/
1. Wayang potehi
Akulturasi budaya asing yang berkembang di tanah air bisa kita lihat dalam wayang potehi.
Tahukah Anda wayang potehi merupakan kesenian yang lahir karena pencampuran budaya
Indonesia dan China. Wayang potehi sendiri terlihat menyerupai dengan wayan golek atau
yang biasa disebut wayang kayu. Yang menarik dari pementasan wayang potehi ialah cerita-
cerita yang ditampilkan bukan berasal dari tanah air seperti hal nya cerita pada wayang kulit
atau wayang Bali. Wayang potehi ditampilkan dengan mengambil alur cerita masyarakat
Tiongkok. Beberapa cerita yang berasal dari Tiongkok yang diceritakan ialah Sih Djienkoei
dan Sampek Engthay serta Sungokong. Karena mengambil tema cerita dari negeri Tiongkok,
maka pakaian yang dibalutkan pada wayang juga didesain dengan mencampurkan cirri khas
Indonesia dan China. Sayagnya, karena ada beberapa dalang yang bukan berasal dari
negeri Tiongkok, bahasa yang digunakan saat pementasan wayang ini ialah bahasa
Indonesia.
2. Festival Pehcun
Satu lagi kebudayaan yang lahir karena pencampuran budaya Indonesia dan masyarakat
China yaitu festival pehcun. Festival ini merupakan festival yang mengarah pada perlombaan
balap menggunakan perahu naga. Festival Pehcun sendiri biasanya dilakukan oleh
masyakarta Tiongha yang tinggal di tanah air. Konon, festival ini merupakan bukti akulturasi
kebudayaan Tionghoa dan Indonesia. Tak hanya itu, di Tiongkok sendiri festival Pehcun
sering dilakukan dan acara ini menjadi acara yang bersejarah. Pehcun memiliki artian
mendayung perahu yang dihiasi dengan ornament naga. Bahkan beberapa perahu dihias
menyerupai naga. Kira-kira kappan ya festival ini diadakan? Acara ini biasanya dilakukan
setiap tahun yaitu pada tanggal 5 tepat di bulan 5 juga. Namun perhitungan tanggal festival
harus menurut penanggalan Imlek. Lebih menarik lagi, festival budaya ini sudah berumur
ribuan tahun bahkan bila dihitung konon umurnya sudah mencapai 2300 tahun lho.
Nah, kita bisa melihat seberapa populer dan seberapa berkembangnya kebudayaan
campuran melalui wayang potehi dan juga festival Pehcun tersebut. Meski bukan merupakan
kesenian yang lahir dari adat dan kebiasaan orang Indonesia, namun tak ada salahnya kita
menghormati akulturasi budaya tersebut. Terlebih lagi Indonesia adalah negara yang
ditinggali oleh beragam suku bangsa dan juga kebudayaan.
http://infobudayaindonesia.com/contoh-budaya-asing-yang-berkembang-di-indonesia/